• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERILAKU BAGI PERTUMBUHAN REMAJA DI GEREJA BETHEL INDONESIA SEGITIGA KAMPUNG MELAYU JAKARTA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERILAKU BAGI PERTUMBUHAN REMAJA DI GEREJA BETHEL INDONESIA SEGITIGA KAMPUNG MELAYU JAKARTA TIMUR"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

SEGITIGA KAMPUNG MELAYU JAKARTA TIMUR

TESIS Diajukan Kepada

SekolahTinggi Theologia “IKAT”

untuk Memenuhi Salah satu Persyaratan

Guna Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Agama Kristen

Oleh:

Nama : Otniel Hin Hadiprojo NIM : S2.108.1292

Prodi : Magister Pendidikan Agama Kristen Kode Prodi : 86.108

SEKOLAH TINGGI THEOLOGI “IKAT” (233.105)

JAKARTA, 2022

(2)

i

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : OTNIEL HIN HADIPROJO TTL : JAKARTA, 17 FEBRUARI 1993 NIM : S2.108.1292

Prodi : PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tesis yang berjudul :

“POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERILAKU BAGI PERTUMBUHAN REMAJA DI GEREJA BETHEL INDONESIA SEGITIGA KAMPUNG MELAYU - JAKARTA TIMUR” yang saya susun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar magisterdari Sekolah Tinggi Theologi “IKAT” Jakarta ini merupakan hasil karya saya sendiri.

Adapun beberapa bagian tertentu dalam penulisan Tesis yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari diketahui bahwa seluruh atau sebagian Tesis bukan hasil karya saya sendiri atau adanya tindakan plagiasi dalam bagian-bagian tertentu, saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku di Sekolah Tinggi Theologi “IKAT” Jakarta.

Jakarta, 29 Januari 2022

Otniel Hin Hadiprojo

(3)

ii

PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING

Pembimbing telah menerima hasil penelitian Tesisi yang berjudul :

“POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERILAKU BAGI PERTUMBUHAN REMAJA DI GEREJA BETHEL INDONESIA SEGITIGA KAMPUNG MELAYU - JAKARTA TIMUR”, yang telah disiapkan dan diserahkan oleh : Otniel Hin Hadiprojo untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar MAGISTER dari SEKOLAH TINGGI THEOLOGI “IKAT” JAKARTA.

Jakarta, 29 Januari 2022

Dr. Donna Sampaleng, M.Pd, D.Th Dosen Pembimbing

(4)

iii

PENGESAHAN KETUA SEKOLAH TINGGI THEOLOGI “IKAT”

Setelah memeriksa dan meneliti secara saksama serta mengikuti seluruh proses penelitian dan cara penyusunan Tesis yang dilakukan oleh : Otniel Hin Hadiprojo yang berjudul : “POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERILAKU BAGI PERTUMBUHAN REMAJA DI GEREJA BETHEL INDONESIA SEGITIGA KAMPUNG MELAYU - JAKARTA TIMUR”.Maka dengan ini menyatakan bahwa Tesis ini diterima dan disahkan sebagai bagian dari persyaratan untuk gelar MAGISTER dari SEKOLAH TINGGI THEOLOGI “IKAT” JAKARTA.

Jakarta, 29 Januari 2022

REKTOR/KETUA SEKOLAH TINGGI THEOLOGI “IKAT”

(Dr. Jimmy M.R. Lumintang, MBA,M.Th)

(5)

iv

HASIL PERSIDANGAN

Setelah melalui pengujian Komperhensif Tesis, maka Panitia Penguji menyatakan

LULUS / TIDAK LULUS Nilai : _____________________

Dengan memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar MAGISTER (Sesuaikan dengan program yang diambil)

PANITIA PENGUJI TESIS Ketua Penguji

___________________

Anggota I

___________________

Anggota II

___________________

(6)

v

MOTTO

“ Apapun Juga yang kamu perbuat, Perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk

Manusia. Kamu tahu bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah.

Kristus adalah Tuan dan kamu adalah Hambanya “

(Kolose 3:23-24)

(7)

vi

ABSTRAKSI

Otniel Hin Hadiprojo. Pentingnya Pola Asuh Orang Tua terhadap pertumbuhan Remaja Dalam Memperlengkapi Pertumbuhan Rohani di Gereja Bethel Indonesia

Jemaat Segitiga Kp. Melayu – Jakarta Timur. Tesis, Sekolah Tinggi Theologia Institut Keguruan Alkitab dan Theologia,

Pembimbing: Dr. Donna Sampaleng, M.Pd

Penelitian ini mengkaji tentang pola asuh remaja jemaat gereja terhadap pertumbuhan iman dan sikap jemaat di Gereja Bethel Indonesia Kampung Melayu yang berlokasi di Jakarta Timur kecamatan Jatinegara, Jumlah Halaman : 74 Hal

Tujuan Penelitian :

1. Sebagai peryaratan untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan dari Sekolah Tinggi Theologi “IKAT” Jakarta.

2. Untuk menjelaskan seberapa besar pengaruh pola asuh orang tua terhadap perilaku remaja.

3. Memberikan penjelasan tentang pola asuh orang tua

4. Untuk menggambarkan sejauh mana pengaruh pola asuh orang tua terhadap perilaku remaja.

5. Memberikan Penjelasan Pertumbuhan remaja A. Isi Ringkasan

BAB I PENDAHULUAN

(8)

vii

Pendahuluan berisikan Alasan Pemilihan Judul, Tujuan Penelitian, Problematika, Postulat,Hipotesa,Metode Penelitian Dan Sistimatika Penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Landasan teori berisikan pengertian-pengertian dan Macam-macam : Pengertian Pola Asuh, Pengertian Perilaku, Pengertian Remaja, Macam- macam Pola Asuh, Pertumbuhan Remaja.

BAB III AREA RESERCH

Bab ini berisikan hal-hal yang berhubungan dengan tempat ataupun area penelitian : Sejarah GBI Segitiga Kampung Melayu Jakarta Timur, Visi dan Misi, Bentuk-bentuk pelayanan, dan Tugas tanggung jawab Departemen, Struktur Gereja.

BAB IV PEMBAHASAN

Bab ini berisikan : Pemaparan hasil penelitian, Analisi hasil penelitian, Pengujian hipotesa, Solusi.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisikan: Kesimpulan dan saran

B. Dosen Pembimbing : Dr.Donna Sampaleng, M.Pd, DTh

.

(9)

viii

KATA PENGANTAR

Penulis mengucap syukur kepada Tuhan Tri Tunggal, Allah Bapa, Anak-Nya Yesus Kristus dan Roh Kudus atas segala pertolongan-Nya yang memberikan kekuatan dan hikmat kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini yang berjudul

“POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERILAKU BAGI PERTUMBUHAN REMAJA DI GEREJA BETHEL INDONESIA SEGITIGA KAMPUNG MELAYU -

JAKARTA TIMUR” hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih sangat terbatas dan banyak kekurangannya, namun penulis berharap kiranya tesis ini dapat menjadi berkat bagi pembacanya, pelayan Tuhan, jemaat, secara khusus bagi orang-orang sebagai calon-calon pemimpin, generasi penerus gereja dan hamba-hamba Tuhan di tengah-tengah pelayanan.

Selain itu, penulis juga menyampaikan terima kasih banya kepada:

1. Dr. Jimmy M.R. Lumintang, MBA, M.Th (Rektor/Ketua) 2. Dr. lasino, MA, M.Th, M.Pd (Ketua I)

3. Dr. Donna Sampaleng, M.Pd, D.Th (Ketua II) 4. Dr. Simon Stefanus Baitanu, M.Th (Ketua III) 5. Dr. Ruben Nesimnasi, M.Th (Ketua IV)

6. Dr, Veroska J.S. Teintang M.Pd (Ka. Prodi S2 PAK)

7. Dr. Daniel Tjandra, MM, M.Pd, M.Th (Ka. Prodi S2 Kep. Kristen) 8. Dr. Marcellius M.Lumintang, SE, M.Th (Ka. Prodi S2 Theologi) 9. Dr. Abdon A. Amtiran, M.Th

10. Dr. Ronne Teintang, M.Pd 11. Dr. Limunada Umbase, M.Th

(10)

ix 12. Dr. Maria Tonahati, M.Th

13. Dosen pembimbing

14. Orang-orang yang setia mendukung dan mendoakan 15. Pdt. Jonathan Hintoro, S.Pak, M.Th (Orang tua) 16. Para Youth dan jemaat Segitiga Kp. Melayu

Akhir kata, penulis berharap kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi gereja, kampus dan masyarakat luas dan semua ini dipersemsembah hanya untuk hormat dan kemuliaan Tuhan saja. Amin.

Jakarta, 29 Januari 2022 penulis

Otniel Hin Hadiprojo

(11)

x

DAFTAR ISI

Lembar Pernyataan ... i

Pengesahan Dosen Pembimbing ... ii

Pengesahan Ketua Sekolah Tinggi Theologi IKAT ... iii

Hasil Persidangan ... iv

Motto ... v

Abstraksi ... vi

Kata Pengantar ... viii

Daftar Isi ... x

BAB I Pendahuluan ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Tujuan Penulisan ... 6

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Postulat/Batasan Masalah ... 7

E. Hipotesa ... 7

F. Metode Penelitian ... 7

G. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II Landasan Teori ... 11

A. Pola Asuh Orang Tua ... 11

B. Definisi Perilaku ... 18

C. Pengertian Remaja ... 20

D. Ciri-Ciri Kenakalan Remaja ... 22

E. Faktor Yang Menyebabkan Kenakalan Remaja ... 23

F. Gaya Mendidik ... 24

G. Keterbukaan Diri ... 26

H. Penelitian Terdahulu ... 27

I. Kerangka Berpikir ... 28

BAB III Area Research ... 29

A. Sejarah Gereja ... 29

B. Visi Dan Misi GBI Segitiga Kampung Melayu ... 30

C. Letak Geografis/ Alamat Gereja Lokal ... 30

D. Bentuk-Bentuk Pelayanan Di Gereja Lokal Sistem GSM-12 ... 30

E. Tugas Dan Tanggung Jawab Dari Setiap Departemen ... 31

F. Struktur Gereja & Administrasi Gereja ... 37

G. Lampiran Hasil Wawancara ... 41

(12)

xi

BAB IV Hasil Penelitian ... 44

A. Penyajian Data ... 44

B. Analisa Data ... 44

C. Pengujian Hipotesa ... 58

D. Solusi Terhadap Masalah Yang Terjadi ... 59

BAB V Penutup ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 62

Daftar Pustaka ... xii

Lampiran ... xiv

Daftar Absensi Konsultasi ... xvii

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan agama Kristen (PAK) adalah bagian dari pendidikan secara umum, namun PAK mempelajari tentang Alkitab, iman Kristen, nilai-nilai Kristen dan bagaimana, memberitakan injil dan menjadi pelaku Firman. Menurut I.H Enklaar dan Homrighousen dalam buku Pendidikan Agama Kristen Menjelaskan PAK sebagai pendidikan yang diberikan kepada setiap orang baik muda atau tua dengan tujuan membawa orang masuk dalam persekutuan iman yang hidup kepada Yesus Kristus, dan dalam persekutuan jemaat-Nya yang memuliakan Allah dalam hidup kesehariannya1.

Pendidikan Agama Kristen (PAK) adalah penanaman ilmu yang mendalami Alkitab, dimana Kristus sebagai model utama yang diteladani oleh semua umat Kristiani, memahami Allah Roh Kudus yang memberikan penghiburan kepada semua manusia yang percaya dan PAK mengajarkan untuk mengalami pengenalan akan kehendak dan rencana Allah melalui iman kepada Yesus Kristus sehingga setiap orang dapat memberikatan injil dan memberikan kedewasaan secara rohani yang akan terlihat dalam sikap penuh kasih kepada Allah dan sesame manusia (Mat 22:3739)2.

Pengertian menjelaskan bahwa PAK bukan sebatas pendidikan yang kedudukannya sama dengan pendidikan umum. PAK adalah pendidikan yang

1 I.H. Enklaar dan E.G. Homrighousen, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 26.

2 Paulus Lilik Kristianti, Prinsip dan Praktik Pendidikan Agama Kristen, (Yogyakarta: ANDI, 2006), 4.

(14)

2

berorientasi pada hubungan dan persekutuan pribadi dengan Allah sang pencipta dan penguasa kehidupan. PAK bukan saja berguna bagai kehidupan pribadi selama di dunia PAK sangat penting untuk kehidupan yang akan datang, yaitu kehidupan setelah kematian, oleh karena itu PAK harus di lakukan dalam keluarga dimana orangtua berperan dalam melakukan pola asuh yang benar untuk mendidik anaknya bertumbuh dalam pengenalan akan Yesus Kristus.

Dalam PAK orangtua merupakan wakil Allah untuk membesarkan dan mendidik anaknya untuk pengenalan akan Yesus Kristus karena anak merupakan pemberian Anugerah dari Allah untuk ayah dan ibu dalam keluarga. Adanya pendampingan dan pemberian pendidikan dari orangtua kepada anak bisa sangat optimal dengan diterapkannya pengajaran terutama pengalaman di kehidupan sehari-hari yang di lihat dan ditiru dari orangtuanya. Jadi orangtua dituntut untuk mengasuh anak dengan benar. Perubahan karakter dan emosi anak sangat penting untuk jiwa anak remaja, oleh sebab itu orangtua sangat berpengaruh untuk mengarahkan perkembangan emosional, intelek anak dengan benar dan maksimal3.

Keluarga juga ladang dasar untuk memperhatikan perilaku anak Agar tidak terpengaruh dengan perilaku yg buruk, contoh Perilaku anak Yang buruk Yang Perlu Dijaga, merokok, Narkoba,Main Game online, Seksual. Jadi Keluarga perlu memahami keadaan situasi dizaman sekarang ini, Diharapkan Keluarga sebagai modal untuk kehidupan di masa depan saat anak remaja bertumbuh menjadi dewasa maupun di masa tua. Keluarga tempat anak Remaja untuk menerima pembelajaran karakter secara langsung, terutama dari perilaku para anggota

3 Chairinniza Graha, Keberhasilan Anak Ditangan Orangtua (Jakarta: Alex Media Komputindo, 2007), 18-20.

(15)

keluarganya. Perilaku orangtua secara tidak langsung ditiru oleh anak, apa bila orang tua berperilaku buruk maka dengan mudah di ikuti anak misalnya perilaku : berbicara, marah, bicara kotor, merokok, main game online , dan hubungan antara ayah dan ibu. Model perilaku yang baik tentu akan menjadi bekal anak Remaja di masa depan, oleh karena itu didikan dan pola asuh orangtua sangat penting diperhatikan oleh ayah dan ibu selaku pendidik utama dalam keluarga.

Dilapangan peneliti menemukan beberapa kesalahan orangtua dalam melaksanakan perannya dalam keluarga. Para orangtua di GBI Segitiga Kampung Melayu Jakarta Timur menerapkan Pola asuh permisif dimana orangtua menerapkan pola asuh yang memanjakan dan memberikan kebebasan secara tidak terkontrol kepada anak. Contoh; Merokok, Main Game Online, minuman keras, Tidak pernah ibadah, Tidak pernah berdoa setiap mau makan, suami istri berantem didepan anak, Suami atau istri selingkuh, suami istri bercerai, Suami jarang pulang kerumah, Dalam keluarga anak dengan tidak terbatas mengatur dirinya sendiri, anak tidak bertanggung jawab pada dirinya sendiri, orangtua tidak banyak mengatur urusan-anaknya bahkan tidak memberikan disiplin yang ketat bagi anak Remaja. Akibat penerapan pola asuh orangtua ini, perilaku anak Remaja menjadi buruk seperti tidak disiplin, berbuat apa saja yang diinginkan dan orangtua memberikan kebebasan tersebut.

Peneliti juga melihat bahwa akibat tidak terlaksananya pola asuh yang benar dari orangtua anak Remaja di GBI Segitiga Kampung Melayu berperilaku semaunya dalam mengatur keinginannya. Contohnya Anak remaja jarang mengikuti ibadah kebaktian minggu, tidak adanya ketertarikan mengikuti kegiatan di gereja, anak remaja di GBI Segitiga tidak menyukai pelayanan gereja. Jam istirahat kurang, suka menggunakan media sosial sampai larut malam dan sebagainya. Sekalipun

(16)

4

kadangkala orangtua juga memberikan peraturan namun orang tua tidak konsisten dalam memberlakukan aturan dan didikan yang disiplin bagi anak remaja di GBI segitiga. Selain itu peneliti juga menemukan bahwa ketika orangtua memberikan nasihat anak tidak merespon atau mengabaikan nasihat orangtua. Pada dasarnya anak menginginkan hampir semua kegiatannya diatur oleh keinginan pribadi.

Jika di perhatikan dalam KBBI (kamus besar bahasa Indonesia), dapat diartikan pola, motif, model, komposisi, cara kerja, dan bentuk pasti. Artinya kata

“asuh” sendiri memiliki makna melaksanakan mendidik membimbing anak kecil bahkan melatih dan kegiatan yang bersifat pembentukan. Menurut Singgih D Gunarsa (1991) pola asuh sebagai gambaran uang di pakai orangtua dalam merawat, mengasuh menjaga, dan mendidik anak4.

Dari penjelasan di atas maka diambil kesimpulan bahwa pola asuh adalah adanya komunikasi dan interaksi yang terjalin dengan orangtua dan anak secara terus menerus untuk menerapkan pendidikan, menjaga, mengasuh dan mengarahkan menjadi pribadi yang mandiri, menanamkan nilai-nilai yang benar, melatih anak untuk percaya diri, mempunyai keinginantahuan yang tinggi, mampu bersosialisasi yang benar sehingga anak mempunyai tujuan untuk sukses5. Oleh karena itu orangtua hendaknya mempelajari seluruh aspek anak baik itu keinginan, sikap, kemauan anak Remaja, perubahan anak, karakter, pergaulan anak Remaja terutama menanamkan nilai-nilai Kristiani dalam keluarga.

Pendidikan dalam keluarga yang diterapkan oleh orangtua dengan pola asuh permisif juga ditunjukkan dengan lebih penuh ‘cinta kasih’ kepada anak.

4 Singgih D Gunarsa, Psikologi Praktis: anak, remaja dan keluarga, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 26.

5 Al. Tridhononanto , Mengembangkan Pola Asuh Demokratis, (Jakarta: Alex Media Komputindo, 2014), 6

(17)

Sehingga, orangtua tidak ingin anaknya mengerjakan hal apapun yang menimbulkan anak tidak senang seperti, menerapkan peraturan, menghukum apabila salah, dan lain-lain. Oleh sebab itu penerapan pola permisif terlihat santai dan orangtua lebih berperan dan bertindak sebagai teman dari pada melakukan perannya sebagai orangtua yang seharusnya menjadi pengatur dalam keluarga.

Keluarga Kristen adalah pemberian Tuhan yang tidak dapat dibayar6. Suatu keluarga dapat disebut sebagai keluarga Kristen jika di dalamnya terdapat umat yang beriman teguh kepada satu Allah yaitu Yesus Kristus, serta menunjukkan nilai- nilai kristiani dalam kehidupan kesehariannya. Memiliki pengakuan akan Yesus Kristus sebagai Tuhan yang berkuasa dan memiliki wibawa atas hidup manusia7. Artinya, keluarga tersebut tertanam dan berakar kepada pemahaman yang benar kepada Allah, bukan sekedar berstatus sebagai orang atau keluarga kristen. Ada banyak keluarga yang menyebut dirinya adalah keluarga kristen, namun pada kenyataannya di dalamnya tidak ditemukan nilai-nilai dan ciri-ciri kehidupan yang menggambarkan kekristenan. Dengan demikian akan nampak ciri khas kristen dalam keluarga tersebut.

Masa remaja merupakan fase kehidupan yang tidak stabil karena mengalami perubahan dari anak menuju ke dewasa atau masa peralihan. Pada masa ini anak remaja banyak mengalami perubahan perilaku, postur tubuh dan lain sebagainya. Perubahan bagi anak remaja biasa di sebut masa pubertas atau

“adolescentia” yang menurut J. Pieget mengartikan sebagai suatu tahapan perubahan penting pada kemampuan intelegensi masuk pada perkembangan aspek kognitif dan menurut Anna Freund masa adolensia bagian dari tahapan

6 Homrighousen, Pendidikan Agama Kristen, 128.

7 Weinata Sairin, Identitas dan Ciri Khas Pendidikan Kristen di Indonesia antara Konseptua dan Operasional, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 109.

(18)

6

perkembangan dimana ada kemajuan baik itu psikosksual, perubahan cita-cita dan perubahan dalam hubungan dengan orangtua8. Masa remaja dapat dikategorikan usia 12 sampai 21 tahun yang menimbulkan tanda-tanda kedewasaan fisik.

Lingkungan mempunyai peranan yang besar dalam perkembangan kepribadian, maka dapat dikatakan bahwa remaja belajar dari dalam lingkungan.

Perkembangan merupakan suatu proses belajar dari dalam lingkungan secara berkesinabungan. Oleh karena itu masa remaja membutuhkan masukan dan arahan dari orang lain terutama orangtua yang harus turut berperan dalam pembentukan nilai, terutama menanamkan keyakinan kepada Yesus Kristus.

Orangtua membantu remaja membawa kepada pertumbuhan secara Rohani yang bias melibatkan anak dalam pelayanan di gereja atau dilingkungan masyarakat9.

B. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan pola asuh orangtua.

2. Untuk mengetahui bagaimana pola asuh orangtua kepada anak dalam keluarga.

3. Untuk mengetahui apa saja karakteristik dan perilaku anak Remaja?

4. Untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi perilaku Remaja dalam keluarga, lingkungan dan gereja?

C. Rumusan Masalah

Memaparkan tentang pengertian dan definisi istilah yang terkait dengan pokok pembahasan, teori-teori yang berhubungan dengan fakta/kasus di lapangan khususnya yang berkaitan dengan judul penelitian. Adapun rumusan masalahnya:

8 Singgih D Gunarsa, Psikologi Perkembangan anak remaja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 202.

9 Ibid, 208

(19)

1. Apa yang di maksud dengan pola asuh orangtua?

2. Bagaimana pola asuh orangtua kepada anak dalam keluarga?

3. Apa saja karakteristik dan perilaku Remaja?

4. Bagaimana cara mengatasi perilaku Remaja dalam keluarga, lingkungan dan gereja?

D. Postulat/Batasan Masalah

Untuk memudahkan penelitian di lapangan maka peneliti membatasi penelitian ini yang difokuskan pada pola asuh orang tua terhadap perilaku remaja di Gereja Bethel Indonesia Segitiga Kampung Melayu Jakarta Timur. Batasan masalah ini bertujuan untuk membatasi pembahasan dalam penelitian ini sehingga fokus penelitian jelas dan para pembaca dapat memahami maksud dan tujuan penelitian ini dengan mudah.

E. Hipotesa

1. Apabila pola asuh orangtua terhadap anak dilakukan dengan didikan yang tepat maka anak akan mendapatkan moral yang baik, keterampilan dan memiliki karakter Kristus.

2. Jika anak mendapatkan pendidikan yang tepat dari orangtua maka anak remaja akan menunjukkan perilaku yang baik dalam keluarga, lingkungan dan sekolah.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini memakai penelitian kualitatif, di mana data dianalisis secara deskriptif untuk menganalisa dan memperlihatkan pola asuh orang tua terhadap perilaku remaja di Gereja Bethel Indonesia Segitiga Kampung Melayu Jakarta

(20)

8

Timur. Dalam penelitian kualitatif diartikan penelitian yang mengumpulkan data secara keseluruhan di lapangan dan mengolah informasi yang didapat dari informan secara deskriptif. Penelitian ini deskriptif melakukan penelitian atau pendekatan yang bersifat pribadi10.

Menganalisis data secara deskriptif dalam penelitian kualitatif adalah mengolah data atau variable yang diteliti dengan kondisi yang sebenarnya. Itu sebabnya kondisi penelitian diukur lebih dahulu dengan persentase kemudian diberikan predikat. Cara ini dilakukan agar pemberian predikat tepat11.

Teknik dalam pengumpulan data penelitian berupa wawancara, observasi atau yang biasa disebut pengamatan, tinjauan literatur dan dokumentasi. Dalam melakukan wawancara, peneliti memakai tiga pendekatan, yaitu 1) wawancara percakapan informal; 2) pendekatan pedoman wawancara umum; dan 3) wawancara yang dilakukan secara terbuka, semua cara ini digunakan peneliti secara acak sehingga mendapatkan hasil dan data sesuai dengan keinginan peneliti12.

Dalam penelitian ini mekanisme yang dilakukan untuk mengumpulkan data wawancara adalah peneliti melakukan wawancara kepada informan atau sumber data dan narasumber yang representative kemudian hasil wawancara di olah sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian ini. Selain wawancara, peneliti juga melakukan observasi, yaitu observasi awal dan observasi lanjutan. Observasi awal, peneliti melakukan wawancara singkat dengan beberapa keluarga di Gereja Bethel

10 Eko Sugiarto, Menyusun Proposal Penelitian Kualitatif: Skripsi dan Tesis, (Yogyakarta: Suka Media, 2015), 8.

11 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rhineka, 2013), 269-270.

12 Ibid., 185, 194.

(21)

Indonesia Segitiga Kampung Melayu, sedangkan observasi lanjutan adalah pengamatan lebih dalam terhadap perilaku remaja di dalam keluarga dan gereja.

Dalam memperoleh sumber informasi yang relevan dan mendukung penelitian ini makan peneliti mencantumkan landasan teori dan data-data pendukung lainnya, peneliti mencari buku yang berkaitan dengan variable, jurnal di berbagai link dan literatur lainnya yang sangat mendukung dan berkaitan dengan penelitian.

Instrumen penelitian ini adalah peneliti mandiri, pedoman wawancara, pedoman observasi, dan pedoman dokumentasi. Peneliti sendiri menjadi penentu yang menyusun apa yang akan di teliti, menentukan objek penelitian untuk sumber informasi, melaksanakan himpunan data, melakukan seleksi data yang valid, menganalisis data, menjelaskan data dan memberikan kesimpulan pada semua hasil temuan di lapangan13. Pedoman wawancara sebagai panduan yang digunakan dalam melakukan wawancara. Pedoman observasi sebagai panduan yang peneliti gunakan dalam mengobservasi. Pedoman dokumentasi sebagai panduan yang dilakukan dalam mendokumentasikan data-data yang diperoleh.

Populasi begitupun sampel dalam penelitian ini tentunya orangtua, remaja dan hamba Tuhan di GBI Segitiga Kampung Melayu, yang peneliti anggap dapat memenuhi kriteria sebagai informan. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dan bertingkat. Penulis buku Suharsimi Arikunto memberikan pemaparan bahwa Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian14. Peneliti juga menggunakan sampel merupakan sebagian atau mewakili populasi di lapangan15. Teknik analisis

13 Ibid., 9.

14 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rhineka, 2013), 173.

15 Ibid., 174.

(22)

10

data: deskriptif, pengumpulan data, menganalisis data yang diperoleh, merumuskan kesimpulan-kesimpulan. Penelitian ini dilakukan di GBI Segitiga Kampung Melayu Jakarta Timur, DKI Jakarta dengan jumlah 38 kepala keluarga dan remaja 27 orang.

G. Sistematika Penulisan

Bab I, didalamnya tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan/penelitian, rumusan masalah, membuat batasan/postulat atau melakukan hipotesa terhadap permasalahan yang ada, menggunakan metodologi yang terkait dengan kebutuhan dan sistematika penulisan.

Bab II, berisi tentang landasan kerangka berfikir penulis menjelaskan Pola Asuh Orangtua (definisi-definisi orangtua, peran orangtua dalam kelaurga, bagaimana pola asuh orangtua dalam keluarga, pentingnya fungsi orangtua bagi remaja). Perilaku Remaja (pengertian remaja, kebutuhan remaja, pendidikan agama Kristen bagi remaja, karakteristik remaja, peran remaja , perubahan perilaku remaja dan pendidikan agama Kristen untuk remaja.

Bab III, penulis memaparkan tentang metode penelitian: jenis penelitian, lokasi penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen pengumpulan data, populasi dan sampel penelitian, teknik analisis data.

Bab IV Penulis akan menyampaikan data-data serta hasil penelitian yang diolah dan diperlukan dalam menunjang penulisan ilmiah, informasi-informasi yang dianalisa, ditafsirkan yang terkait dengan kerangka teoritis atau penjelasan kontekstual masalah, dengan memperhatikan pada bab 1,2 dan 3 sehingga terlihat memiliki hubungan yang utuh dalam satu kesatuan pembahasan.

(23)

Bab V penulis membuat kristalisasi dari semua yang telah dicapai dari masing-masing bab sebelumnya secara terstruktur serta memberi kesimpulan dan saran.

(24)

12

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pola Asuh Orang Tua 1. Pengertian

Menurut Kamus Besar Indonesia, bahwa “pola adalah model, sistem, atau cara kerja”. Asuh adalah menjaga, merawat, mendidik, membimbing, membantu, melatih, dan sebagainya. Sedangkan arti orang tua menurut Nasution dan Nurhalija (1986) “Orang tua adalah setiap orang yang bertanggung jawab dalam satu keluarga atau tugas rumah tangga yang dalam kehidupan sehari-hari disebut sebagai bapak dan ibu.

Menurut Buku Gunarsa (1990), Pola asuh adalah suatu gaya mendidik yang dilakukan oleh orang tua untuk membimbing dan mendidik anak-anaknya dalam proses interaksi yang bertujuan memperoleh suatu perilaku yang diinginkan.

Menurut buku Nurmasyitha Syamaun pola asuh adalah pola perilaku orang tua yang diterapkan pada remaja yang bersifat relative dan konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh remaja dari segi negative maupun positif. Pada dasarnya pola asuh dapat diartikan seluruh cara perlakuan orang tua yang diterapkan pada remaja.

Pengasuh terhadap remaja berupa suatu proses interaksi antara orang tua dan remaja. Interaksi tersebut mencakup perawatan seperti dari mencukupi kebutuhan makan. Pendampingan orang tua diwujudkan melalui pendidikan cara- cara orang tua dalam mendidik remajanya.

(25)

Cara-cara orang tua mendidik remajanya disebut sebagai pola pengasuhan dalam interaksinya dengan orang tua, remaja cenderung menggunakan cara-cara tertentu yang dianggap paling baik bagi dirinya. Orang tua harus bisa menentukan pola asuh yang tepat untuk kebutuhan dan situasi remaja, disisi lain sebagai orang tua juga mempunyai keinginan dan harapan untuk membentuk remaja menjadi seseorang yang dicita-citakan yang tentunya lebih baik dari orang tuanya (Rahmadiana 2004). Setiap upaya yang dilakukan dalam mendidik remaja, mutlak didahului oleh tampilnya sikap orang tua dalam mengasuh remaja.

Menurut Baumrind (1997), orang tua dalam mengasuh remaja seharusnya memperhatikan beberapa hal seperti perilaku yang patut dicontoh, kesadaran diri, dan komunikasi.

Perilaku yang patut dicontoh menurut Buku Baumrind (1997) memberikan arti setiap perilakunya tidak sekedar perilaku yang bersifat mekanik, tetapi harus didasarkan pada kesadaran bahwa perilakunya akan dijadikan lahan peniruhan dan identifikasi bagi remaja-remajanya. Sementara itu kesadaran diri orang tua juga harus ditularkan pada remaja-remajanya dengan mendorong mereka agar perilaku kesehatannya taat kepada nilai-nilai moral. Oleh karena itu, orang tua senantiasa membantu mereka agar mampu melakukannya observasi diri melalui komunikasi dialogis, baik secara verbal maupun non verbal tentang perilaku. Tidak kalah pentingnya yang perlu disiapkan oleh orang tua menurut Baumrind (1997) adalah pola komunikasi orang tua, dimana komunikasi dialogis yang terjadi antara orang tua dan remaja-remajanya, terutama yang berhubungan dengan upaya membantu mereka untuk memecahkan masalahnya.

Pendidikan dalam keluarga memiliki nilai strategis dalam pembentukan kepribadian remaja. Semua sikap dan perilaku remaja yang telah dipolesi dengan

(26)

14

sifat/pola asuh dari orang tua akan mempengaruhi perkembangan jiwa remajanya.

Pola asuh orang tua berhubungan dengan masalah tipe kepemimpinan orang tua dalam keluarga. Tipe kepemimpinan orang tua dalam keluarga itu bermacam- macam, sehingga pola asuh orang tua bersifat demokratis/otoriter. Pada sisi lain, bersifat campuran antara demokratis dan otoriter.

2. Macam-Macam Pola Asuh

Menurut Baumrind (1997), pola asuh yang dilakukan oleh orang tua kepada remajanya umumnya dilakukan melalui pola asuh otoriter, demokrasi, permisif, dan pola asuh dialogis.

a. Polas asuh otoriter adalah dicirikan dengan orang tua yang cenderung menetapkan standart yang mutlak harus dituruti, biasanya bersamaan dengan ancaman-ancaman. Orang tua cenderung memaksa, memerintah dan menghukum. Apabila remaja tidak mau melakukan apa yang dikatakan orang tua, maka orang tua tidak segan menghukum remajanya. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dalam komunikasi, biasanya bersifat satu arah dan orang tua tidak memerlukan umpan balik dari remajanya untuk mengerti mengenal remajanya.

b. Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang mementingkan kepentingan remaja, akan tetapi tidak ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran dan orang tua bersikap realistis terhadap kemampuan remaja, memberikan kebebasan pada remaja untuk memilih dan melakukan suatu tindakan pendekatan pada remaja untuk memilih dan melakukan suatu pendekatan pada remaja bersifat hangat. Pola asuh demokratis akan

(27)

menghasilkan karakteristik remaja yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan temannya dan mempunyai minat terhadap hal-hal baru (Baumrind 1997).

c. Pola asuh permisif umumnya dicirikan bahwa orang tua memberikan kesempatan pada remajanya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup. Orang tua cenderung tidak menegur / memperingati remaja apabila sedang dalam bahaya dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh orang tua. Namun orang tua tipe ini biasanya hangat sehingga disukai remaja. Pola asuh permisif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara social (Baumrind 1997).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua menurut Buku Edwars,2006).

a. Pendidikan

Pendidikan dan pengalaman orang tua dalam perawat anak akan mempengaruhi persiapan mereka dalam menjalankan pengasuhan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjadi lebih siap dalam menjalankan peran pengasuhan antara lain : Terlibat aktif dalam setiap pendidikan anak, mengamati segala sesuatu dengan berorientasi pada masalah anak, selalu berupaya menyediakan waktu untuk anak-anak dan menilai perkembangan fungsi keluarga dan kepercayaan anak.

Menurut Sir Godfrey Thomson (dalam Supartani,2004) Menunjukkan bahwa pendidikan diartikan sebagai pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap permanen didalam kebiasaan tingkah laku, pikiran dan sikap. Orang yang sudah mempunyai pengalaman

(28)

16

sebelumnya dalam mengasuh anak akan lebih siap menjalankan peran asuh, selain itu orang tua akan lebih mampu mengamati tanda-tanda pertumbuhan dan perkembangan yang normal.

b. Lingkungan

Lingkungan banyak mempengaruhi perkembangan anak, maka tidak mustahil jika lingkungan juga ikut serta mewarnai pola-pola pengasuhan yang diberikan orang tua terhadap anaknya.

c. Budaya

Sering kali orang tua mengikuti cara-cara atau kebiasaan-kebiasaan masyarakat disekitarnya dalam mengasuh anak, karena pola-pola tersebut dianggap berhasil dalam mendidik anak kearah kematangan. Orang tua mengharapkan kelak anaknya dapat diterima masyarakat dengan baik, oleh karena itu kebudayaan atau kebiasaan masyarakat dalam mengasuh anak jugaa mempengaruhi setiap orang tua dalam memberikan pola asuh terhadap anaknya ( Anwar, 2000).

4. Pola asuh pandangan Gbi kampung sawah Pulogebang

Orang tua harus mendisiplin waktu, belajar, keluar dari rumah berapa lama, orang tua harus member pandangan yang baik dan benar, orang tua harus aktif dalam komunikasi terhadap anak, selalu memperhatikan keadaan anak baik dalam fisik, sekolahnya. Orang tua harus mengajak dan menerapkan dalam kerohanian terhadap anak, contohnya; Ibadah minggu, Komsel, Doa pagi, baca Alkitab dan sebagainya. perkembangan manusia, usia remaja adalah tahapan untuk mencontoh sikap dan perilaku orang di sekitar mereka. Dengan sikap dan teladan yang baik.

(29)

Menurut Megawangi (2003), ada tiga kebutuhan dasar remaja yang harus dipenuhi, yaitu:

a. Antara Ibu Dan Anak

Ibu dan anak (kelekatan psikologis dengan ibunya) berperan dalam pembentukan dasar kepercayaan kepada orang lain (trust) pada remaja.

Kelekatan ini membuat remaja merasa diperhatikan dan menumbuhkan rasa aman sehingga menumbuhkan rasa percaya.

b. Kebutuhan Rasa Aman

Kebutuhan ini penting bagi pembentukan karakter remaja karena lingkungan yang berubah-ubah akan membahayakan perkembangan emosi bayi. Pengasuh yang berganti-ganti juga akan berpengaruh negative pada perkembangan emosi remaja.

c. Kebutuhan akan stimulasi fisik dan mental membutuhkan perhatian yang besar dari orang tua dan reaksi timbale balik antara ibu dan remajanya.

Menurut pakar pendidikan remaja, seorang ibu yang sangat perhatian (yang diukur dari sering nya ibu melihat mata remajanya, mengelus, menggendong, dan berbicara kepada remajanya) terhadap remajanya yang berusia usia dibawah enam bulan akan mempengaruhi sikap bayinya sehingga menjadi remaja yang gembira, antusias mengeksplorasi lingkungannya, dan menjadikannya remaja yang kreatif.

Pada akhirnya, hal ini akan berpengaruh terhadap kualitas karakter remaja. Pola asuh demokratis mempunyai ciri orangtua mendorong remaja untuk membicarakan apa yang ia inginkan, ada kerjasama antara orang tua – remaja, Remaja diakui sebagai pribadi, ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua, ada kontrol dari orang tua yang tidak kaku. Pola asuh permisif mempunyai ciri orang tua

(30)

18

memberikan kebebasan penuh pada remaja untuk berbuat. Dominasi pada remaja, sikap longgar atau kebebasan dari orang tua, tidak ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua. Pola asuh permisif yang cenderung memberi kebebasan terhadap remaja untuk berbuat apa saja sangat tidak kondusif bagi pembentukan karakter remaja. Bagaimana pun remaja tetap memerlukan arahan dari orang tua untuk mengenal mana yang baik mana yang salah. Dengan memberi kebebasan yang berlebihan, apalagi terkesan membiarkan, akan membuat remaja bingung dan berpotensi salah arah. Pola asuh demokratis tampaknya lebih kondusif dalam pendidikan karakter remaja. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Baumrind yang menunjukkan bahwa orang tua yang demokratis lebih mendukung perkembangan remaja terutama dalam kemandirian dan tanggung jawab. Sementara, orang tua yang otoriter merugikan, karena remaja tidak mandiri, kurang tanggung jawab serta agresif, sedangkan orang tua yang permisif mengakibatkan remaja kurang mampu dalam menyesuaikan diri diluar rumah.

Menurut Arkoff (dalam Badingah,1993), remaja yang dididik dengan cara demokratis umumnya cenderung mengungkapkan agresivitasnya dalam tindakan- tindakan yang konstruktif atau dalam bentuk kebencian sifatnya sementara saja. Di sisi lain, remaja yang dididik secara otoriter atau ditolak, memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan agresivitasnya dalam bentuk tindakan-tindakan merugikan.

Sementara itu, remaja yang dididik secara permisif cenderung mengembangkan tingkah laku agresif secara terbuka atau terang-terangan.

B. Definisi Perilaku

Perilaku berasal dari kata “peri” dan “laku”. Peri berarti cara berbuat kelakuan perbuatan, dan laku berarti perbuatan, kelakuan, cara menjalankan.

(31)

Belajar dapat didefinisikan sebagai satu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.

Skiner membedakan perilaku menjadi dua, yakni :

1. Perilaku yang alami (innate behavior), yaitu perilaku yang dibawa sejak organisme dilahirkan yang berupa refleks-refleks dan insting-insting.

2. Perilaku operan (operant behavior), yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar. Pada manusia, perilaku operan atau psikologis inilah yang dominan.

Sebagian terbesar perilaku ini merupakan perilaku yang diperoleh, perilaku yang dikendalikan oleh pusat kesadaran atau otak (kognitif). Timbulnya perilaku (yang dapat diamati) merupakan resultan dari tiga daya pada diri seseorang, yakni a. Daya seseorang yang cenderung untuk mengulangi pengalaman yang

enak dan cenderung untuk menghindari pengalaman yang tidak enak (disebut conditioning dari Pavlov dan Fragmatisme dari James).

b. Daya rangsangan (stimulasi) terhadap seseorang yang ditanggapi, dikenal dengan “stimulus-respons theory” dari skinner)

c. Daya individual yang sudah ada dalam diri seseorang atau kemandirian (Gestal Theory dari Kohler).

Perilaku adalah suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya. Dari batasan dapat diuraikan bahwa reaksi dapat diuraikan bermacam- macam bentuk yang pada hakekatnya digolongkan menjadi dua, yaitu bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkret), dan dalam bentuk aktif dengan tindakan nyata (konkret).

Perilaku adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tgindakan (konasi) terhadap suatu aspek dilingkungan sekitarnya. Dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan tindakan yang dilakukan makhluk hidup. Perilaku adalah suatu aksi dan reaksi suatu

(32)

20

organism terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru berwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan. Dengan demikian suatu rangsangan yang menimbulkan perilaku tertentu.

C. Pengertian Remaja

Secara etimologi, kata “remaja” dalam Kamus Besar Indonesia berarti mulai dewasa, sudah sampai umur untuk kawin. Istilah asing yang sering dipakai untuk menunjukkan masa remaja, antara lain: puberteit, adolescentia dan youth. Dalam Bahasa Indonesia sering juga dikatakan pubertas atau remaja. Dalam berbagai macam kepustakaan istilah-istilah tersebut tidak selalu sama urainnya. Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Sedangkan aja menurut Zakiah Darajat adalah : Masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

Dalam masa kini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak- anak lagi, baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang. Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja awal 10- 12 tahun, masa remaja awal 12-15 tahun, masa remaja pertengahan 15-18 tahun, dan masa remaja akhir 18- 21 tahun (Deswita, 2006: 192).

Apabila melihat asal kata istilah-istilah tadi, maka akan diperoleh:

a. Puberty atau puberteit berasal dari bahasa latin: pubertas. Pubertas berarti kelaki-lakian, kedewasaan yang dilandasi oleh sifat dan tanda-tanda kelaki- lakian.

(33)

b. Adolescentia berasal dari kata latin: adulescentia. Dengan adulescentia dimaksudkan masa muda, yakni antara 17-30 tahun.

Menurut Kartono (1996:6), kenakalan adalah perilaku jahat/dursila, atau kejahatan/ kenakalan anak-anak remaja, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku menyimpang.

Sedangkan menurut Wirawan (1999:196), kenakalan anak adalah tindakan oleh seorang yang belum dewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatannya itu sempat diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikena hukuman.

Walgito (1992:2), menyatakan kenakalan remaja dalam arti luas adalah perbuatan, kejahatan, pelanggaran, yang dilakukan oleh anak remaja bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma-norma agama.

Kenakalan remaja mengandung arti bahwa tindak kenakalan merupakan perbuatan criminal atau tindakan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak yang memiliki batasan umur tertentu biasanya dilakukan oleh remaja namun bila perbuatan anti sosial dan dilakukan oleh anak dewasa didefinisikan sebagai suatu perbuatan kejahatan.

Menurut Hurlock (2006:37), kenakalan anak dan kenakalan remaja bersumber dari moral yang sudah berbahaya dan beresiko (moral hazard).

Menurutnya, kerusakan moral katanya berasal dari : (1) keluarga yang sibuk, keluarga retak, dan keluarga single parent dimana anak hanya diasuh oleh ibu; (2) menurunnya kewibawaan sekolah dalam mengawasi anak ; (3) peranan gereja tidak mampu menangani masalah moral.

(34)

22

Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja adalah tindakan seseorang yang belum dewasa atau disebut sebagai remaja yang melanggar norma-norma, baik norma sosial, hukum, dan kelompok sehingga mengganggu ketentraman masyarakat.

D. Ciri-Ciri Kenakalan Remaja

Menurut pandangan Mulyono (1995) dalam bukunya yang berjudul Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja dan Penanggulangannya mengemukakan cirri-ciri kenakalan remaja dapat digolongkan kedalam dua kelompok:

a. Kenakalan remaja yang bersifat amoral dan anti sosial

Kenakalan remaja yang bersifat amoral, yakni kenakalan remaja yang tidak tahu tata cara pergaulan, tidak terkendalikan bahkan tidak dapat mengendalikan diri dan tidak menghormati orang tua.

b. Kenakalan remaja yang bersifat melanggar hukum (undang-Undang)

Yakni kenakalan yang dapat digolongkan ke dalam pelanggaran hukum dan mengarah kepada tindakan criminal.

Menurut Jensen (Sarwono,2006), bentuk-bentuk kenakalan remaja dibagi menjadi empat jenis yaitu:

1. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain, seperti:

Perkelahian, Membawa benda yang membahayakan orang lain.

2. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban dipihak orang lain.

c. Kenakalan yang bersifat anti sosial, yakni perbuatan atau tingkah laku yang bertentangan dengan nilai atau norma sosial yang ada dilingkungan hidupnya.

(Gunarsa, 2007). Kenakalan amoral dan anti sosial tidak diatur oleh undang- undang sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum seperti

(35)

: berbohong, atau memutarbalikkan kenyataan dengan tujuan menipu diri sendiri, pelacuran, penyalahgunaan obat, berpakaian tidak pantas, keluyuran atau pergi sampai larut malam, dan bergaul dengan teman yang dapat menimbulkan pengaruh negative.

d. Kenakalan yang melawan status, misalnya: mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang-orang tua dengan cara minggat dari rumah atau membantah perintah mereka. Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ekowarni (1993) bahwa sebagian besar pelanggaran dirumah, disekolah, lingkungan dilakukan oleh remaja usia 16 tahun sampai 19 tahun.

E. Faktor Yang Menyebabkan Kenakalan Remaja

Ada empat faktor penyebab kenakalan remaja menurut willis (2005):

1. Faktor internal

Lemahnya pertahanan diri merupakan salah satu faktor yang ada didalam diri untuk mengontrol dan mempertahankan diri dari pengaruh-pengaruh negative dan lingkungan. Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosial, kurangnya dasar keimanan dan kemampuan untuk memilih teman bergaul dapat memicu pembentukan perilaku negatif.

2. Faktor Keluarga

Keluarga merupakan sumber utama atau lingkungan yang utama penyebab kenakalan remaja. Hal ini disebabkan karena anak hidup dan berkembang, bermula dari keluarga. Hubungan antara anak dan orang tua, hubungan dengan anggota keluarga lain, serta pola asuh orang tua juga mempengaruhi. Orang tua

(36)

24

yang member kasih sayang dan kebebasan bertindak sesuai dengan umur para remaja dapat diharapkan remaja akan mengalami perkembangan optimal.

3. Faktor Masyarakat

Masyarakat dapat pula menjadi penyebab berjangkitnya kenakalan remaja, terutama dilingkungan masyarakat yang kurang melaksanakan ajaran-ajaran agama yang dianutnya. Masyarakat yang kurang beragama, merupakan sumber berbagai kejahatan seperti kekerasan, pemerasan dan perampokan. Tingkah laku seperti itu akan mudah mempengaruhi remaja yang sedang dalam masa perkembangan.

4. Faktor Sekolah

Sekolah merupakan tempat pendidikan kedua setelah rumah. Sekolah cukup berperan dalam membina remaja untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab. Dalam rangka pembinaan anak didik kearah kedewasaan itu, kadang-kadang sekolah juga penyebab dari timbulnya kenakalan remaja.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (1998), penerapan disiplin sekolah yang cukup baik dan konsisten membawa dampak positif bagi remaja, yaitu membantu remaja mengontrol perilaku dan bertanggung jawab terhadap perilakunya.

F. Gaya Mendidik

Orang tua memberikan dasar pembentukan kepribadian, tingkah laku, watak, moral dan pendidikan anak. Orang tua yang ideal adalah Orang tua yang dapat menjalankan peran dan fungsi dari orang tua dengan baik sehingga akan terwujud hidup yang sejahtera. Untuk dapat mewujudkan orang yang sejahtera,

(37)

factor dalam keluarga yang mempunyai peranan penting adalah penerapan gaya mendidik orang tua.

Gaya mendidik merupakan suatu proses mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma dalam masyarakat. (Sipahutar,2009:41).

Menurut Wanda (2011: 29-32) ada 3 gaya mendidik orang tua yaitu:

1. Gaya otoriter adalah orang tua akan berperilaku seperti seorang komandan kepada anak buahnya, Orang tua menuntut anak untuk selalu mengikuti perintah

‘sang komandan’ dan tidak ada tawar menawar antara orang tua dan anak.

Orang tua lah yang menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh anak.

2. Gaya permisif yang bertolak belakang dengan tipe pengasuhan otoriter. Orang tua yang memiliki tipe pengasuhan permisif selalu mengikuti keinginan anak, dengan kata lain kendala berada ditangan anak. Anak lah yang akan menentukan apa yang yang dilakukan, apa yang harus dikerjakan dan seterusnya.

Selanjutnya gaya pengasuhan penelantaran ini akan memungkinkan anak akan menderita secara lahir dan batin, karena orang tuanya tidak memenuhi kebutuhan lahir dan batin mereka. Orang tua tidak memperhatikan kebutuhan fisik anak seperti kebutuhan makan, pakaian, bahkan mungkin kebutuhan tempat tinggal. Selain itu, orang tua juga tidak memenuhi kebutuhan psikologis anak seperti kasih sayang, rasa cinta, dan perhatian yang seharusnya diberikan oleh orang tua pada anaknya. Tipe pengasuhan ini biasa terjadi pada orang tua yang sibuk dan kedua orang tuanya bekerja.

(38)

26

3. Gaya demokrasi adalah yang paling baik, karena menggabungkan 2 tipe pengasuhan yang ekstrim yaitu tidak terlalu mengekang dan tidak terlalu bebas juga. Orang tua yang memiliki pola pengasuhan ini menjadi anak-anaknya individu yang baik. Kendali didalam rumah tangga tetap dipegang oleh orang tua, namun orang tua sangat terbuka untuk bernegosiasi dengan anak. Anak tetap bisa melakukan sesuatu dengan kehendaknya, namun tetap berada dibawah pengawasan orang tua (Wanda, 2011 :29-32).

G. Keterbukaan diri

Menurut buku Mulyana (2004: 52), mengemukakan bahwa keterbukaan diri dapat diartikan memberikan informasi tentang diri. Keterbukaan diri merupakan proses keterbukaan diri yang diwujudkan dengan berbagi perasaan dan informasi kepada orang tua. Keterbukaan diri seorang remaja dapat menentukan tahap hubungan interpersonal seorang dengan individu. Tahap hubungan tersebut dapat dilihat dari tingkat keluasan dan kedalaman topik pembicaraan. Ada individu yang terlalu terbuka, sedangkan individu yang selalu menutup dirinya kepada siapapun disebut Under Disclosure yaitu jarang sekali membicarakan dirinya kepada orang tua. Keterbukaan diri adalah mengungkapkan informasi ke orang tua dengan beberapa alasan.

Menurut Devito (2006:123), ada lima alasan utama remaja untuk mengungkapkan diri adalah: Expression, self clarification, social, validation, social control, dan relationship development.

1. Expression adalah alasan yang membuat orang kadang-kadang membicarakan perasaannya untuk pelampiasan. Mengekspresikan perasaan adalah salah satu alasan untuk menyingkapkan diri.

(39)

2. Self clarification adalah alasan yang membuat orang berbicara kepada teman atau orang tua mengenai masalah dapat membantu remaja untuk mengklarifikasi pikirannya tentang situasi yang ada.

3. Social validation merupakan alasan yang melihat bagaimana reaksi pendengar pada pengungkapan diri yang dilakukan, individu mendapat informasi tentang kebenaran dan ketepatan pandangannya.

4. Social control digunakan individu ketika dengan sengaja berbohong untuk mengeksploitasi orang lain.

5. Relationship development adalah karena orang lebih terbuka kepada orang yang sepertinya menerima, memahami, bersahabat, dan mendukung. (Devito, 2006: 123).

Seorang yang terbuka akan memperoleh tanggapan positif dari orang-orang disekitarnya. Melalui self disclosure seorang individu akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan-gagasan baru, lebih cenderung menghindari sikap defensive, dan lebih cermat memandang dirinya dan orang lain.

Menurut Devito (2006: 84), beberapa keuntungan self disclosure antara lain adalah pengetahuan tentang diri yang meningkat, mampu mengatasi keadaan, komunikasi menjadi efektif, hubungan lebih berarti, dan kejiwaaan menjadi sehat. Pengetahuan tentang diri meningkat karena melalui self disclosure kita menemukan perspektif baru pada diri kita, pemahaman yang lebih mendalam dari perilaku kita sendiri.

H. Penelitian Terdahulu

Melakukan penelitian tentang hubungan antara keterbukaan diri (self disclosure) remaja terhadap orang tua dengan kenakalan remaja terutama di kampung sawah pulogebang jaktim. Rancangan penelitian menggunakan deskriptif

(40)

28

korelasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara keterbukaan diri (self disclosure) remaja terhadap orang tuanya dengan kenakalan remaja di Gbi Segitiga Kampung Melayu Jakarta Timur

Menurut buku Murtiyani (2011), meneliti “Hubungan Gaya Mendidik Orang Tua dengan kenakalan remaja. Tujuan peneliti ini adalah untuk mengetahui hubungan gaya mendidik orang tua dengan kenakalan remaja. Desain penelitian yang digunakan disini adalah korelatif. Kesimpulan dari penelitian ini, bahwa dari semua orang tua sebagian besar menggunakan gaya didik otoriter, dan cenderung mempengaruhi kenakalan remaja, berarti semakin baik gaya mendidik orang tua (otoriter), maka tingkat kenakalan remaja juga akan semakin tinggi.

I. Kerangka Berpikir

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Keterbukaan diri sangat penting dalam komunikasi terutama dalam konteks membina dan memelihara hubungan interpersonal. Keterbukaan diri dapat membantu komunikasi menjadi efektif., menciptakan hubungan yang lebih bermakna. Anak yang terbuka kepada orang tua, maka konsep diri sesuai pengalaman, maka akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan-gagasan baru, lebih cenderung menghindari sikap depensif, dan lebih cermat memandang diri dan orang lain.

Keterbukaan diri anak kepada orang tua

Gaya mendidik orang tua

Kenakalan anak dirumah

(41)

29

BAB III

AREA RESEARCH

A. Sejarah Gereja

Sejarah berdirinya gereja Bethel Indonesia Segitiga Kampung Melayu Jakarta Timur, adalah dimulai ketika Sembilan tahun lalu Bapak Pdt. Jonathan Hintoro S.PaK, M.Th, mendapat panggilan khusus atas daerah Kampung Melayu tepatnya untuk memenangkan jiwa, berbagai pergumulan dan tantangan dihadapi dalam memenuhi panggilan pelayanan-Nya.

Pada tahun 2000 bersama istri (ibu Vera Memed) dan hamba Tuhan lainnya, mereka memasuki daerah Kampung Melayu dan merintis disana, dimulai dari 4 jiwa sekolah minggu. Dan pada tahun 2001 mereka memulai persekutuan doa dengan 5 jiwa dewasa dengan cara berpindah-pindah tempat.

Pada tahun 2003 dari persekutuan doa beralih menjadi Pos penginjilan (PI) yang bertempat tinggal di keluarga Mulyana. Suka duka pun mereka alami, persoalan dan pergumulan jemaat begitu banyak, tetapi kami dapat melewatinya bersama Tuhan. Dalam pergumulan kami mulai memikirkan untuk sebuah tempat ibadah, Tuhan pun bekerja, Puji Tuhan keinginan itu terpenuhi.

Pada tahun 2004, minggu 15 Januari 2004 tempat ibadah kami resmi menjadi jemaat lokal Gereja Bethel Indonesia Segitiga Kampung Melayu Jakarta Timur dengan jumlah jemaat 25 jiwa dewasa dan sekolah minggu 15 orang.

Dan akhirnya setiap tahunnya jemaat yang Tuhan percayakan semakin bertambah dan hingga kini jumlah jemaat sampai akhir tahun 20013 ini adalah 200 jiwa dewasa dan 60 jiwa sekolah minggu.

(42)

30

Kegiatan gereja untuk sementara ini ibadah Minggu diadakan jam 09.30 wib dan dihadiri oleh + 250 jiwa. Ibadah Sekolah Minggu jam 07.30 wib, dan ibadah Youth setiap hari Sabtu jam 19.00 wib.

B. Visi Dan Misi GBI Segitiga Kampung Melayu :

Visi : “Menjadi Tempat Kehadiran Tuhan dimana keluarga dapat mengalami perjumpaan dengan-Nya, Diubahkan dalam hadiratNya dan akan memberikan dampak positif kepada sesame dan lingkungan” (Lukas 12:40)

Misi : “Mendewasakan setiap jemaat melalui pengajaran yang sehat, dan keterlibatan maksimal dalam pembangunan tubuh Kristus”

C. Letak Geografis/ Alamat Gereja Lokal

Gereja Bethel Indonesia Segitiga Kampung Melayu, Jl Jatinegara barat No.

195 Jakarta Timur PO.BOX 13320. GBI Segitiga Kampung Melayu – Jakarta Timur ini memiliki tempat yang strategis, yang dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi dan umum seperti angkotan Umum , taksi dan beberapa kendaraan lainnya. Dan letaknya ada ditengah wilayah Kampung Melayu, yaitu daerah Jakarta Timur.

Berikut ini penulis lampirkan peta wilayah keberadaan Gereja Bethel Indonesia, Segitiga Kampung Melayu – Jakarta Timur.

D. Bentuk-Bentuk Pelayanan Di Gereja Lokal Sistem GSM-12

Gereja Bethel Indonesia Kampung sawah memakai GSM-12 (gereja sel murid 12), sesuai dengan murid Tuhan Yesus ada 12 orang. Dimana Departemen ini dibawah gembala langsung, adapun departemen-departemen ini adalah : 1. Departemen Pujian Penyembahan dan Misi di koordinir oleh Pdp Bryan Hin Hadiprojo. S.Th

(43)

2. Departemen Pengembalaan di koordinir oleh Bp. Josua Heru 3. Departemen Youth di koordinir oleh Pdp Otnil Hin Hadiprojo. S.Th 4. Departemen Bapak di koordinir oleh Bp Samuel Sukirman

5. Departemen Pembangunan di koordinir oleh Bp Lukas Mintardja 6. Departemen Ibu di koordinir oleh Ibu Tia Lumbanraja . S.Pdk 7. Departemen Doa di koordinir oleh Ibu Solihin

8. Departemen Diakonia di koordinir oleh ibu Amy Seirtein 9. Departemen Keuangan di koordinir oleh Ibu Yanti 10. Departemen Usher di koordinir oleh ibu Yunita Siregar

11. Departemen Rumah Masa Depan di koordinir oleh ibu Setia Nainggolan, S.PaK

12. Departemen Sekolah Minggu di koordinir oleh Pdp. Esther Lita, S.PaK

E. Tugas Dan Tanggung Jawab Dari Setiap Departemen : 1. Departemen Pujian Penyembahan Dan Misi

a. Memimpin kelompok sel dan mengembangkan sampai dua belas murid serta menjadikan anggota komselnya PKS

b. Merekrut pelayan-pelayan Tuhan untuk melayani dibidang musik dan pujian penyembahan

c. Mengadakan / melakukan Training, seminar dibidang musik, pujian dan penyembahan serta misi

d. Membuat program Misi / penginjilan diluar kota minimal satu tahun sekali e. Merekrut kepengurusan di bidang Misi dan atas sepengetahuan

gembala.

(44)

32

2. Departemen Pengembalaan

a. Memimpin kelompok sel dan mengembangkan sampai dua belas murid serta menjadikan anggota komselnya PKS

b. Membantu pengembalaan dibidang ke sekretariatan dan keuangan gereja c. Jika gereja bertumbuh pesat maka dapat direkrut untuk membantu di

sekretariat gereja (contoh; dibidang kantor dan keuangan) dan atas sepengetahuan gembala

3. Departemen Remaja dan Pemuda

a. Memimpin kelompok sel dan mengembangkan sampai dua belas murid serta menjadikan anggota komselnya PKS

b. Mengadakan / melakukan seminar di bidang Pemuda dan Anak (contoh;

LSD “Love Sex and Daiting), dll

c. Merekrut pengurus untuk membantu dalam kegiatan Ibadah Pemuda dan Remaja seperti Ibadah sabtu malam dan atas sepengetahuan gembala d. Membuat program Kerja Pemuda dan Remaja, Contoh : Reat-reat, Natal, dll 4. Departemen Bapak

a. Memimpin kelompok sel dan mengembangkan sampai dua belas murid serta menjadikan anggota komselnya PKS

b. Merekrut pengurus di kaum Bapak dan atas sepengetahuan gembala (sekretaris dan Bendahara)

c. Membuat program kerja Kaum Bapak, (contoh; Ibadah kaum Bapak sekali sebulan, lengkap tempatnya dan para pelayannya)

d. Di bidang umum adalah mendata semua anggota jemaat, Inventaris gereja, semua benda yang menjadi milik gereja

e. Bertanggung jawab atas semua perlatan dan gedung gereja

(45)

5. Departemen Pembangunan

a. Memimpin kelompok sel dan mengembangkan sampai dua belas murid serta menjadikan anggota komselnya PKS

b. Merekrut pengurus untuk pembangunan gereja (panitianya) atas sepengetahuan gembala

c. Membuat program pembangunan gereja jika diperlukan

d. Membangun Relasi dan komunikasi dengan mereka yang rindu berkorban e. Bertanggung jawab atas perawatan gedung gereja

f. Memfollow up tekad jemaat yang belum lunas 6. Departemen Ibu

a. Memimpin kelompok sel dan mengembangkan sampai dua belas murid serta menjadikan anggota komselnya PKS

b. Merekrut pengurus di kaum ibu (sekretaris, bendahara) untuk mendukung di ibadah kaum ibu dan atas sepengetahuan gembala

c. Membuat program Ibadah Kaum Ibu sekali sebulan, lengkap dengan tempat dan pelayan-pelayannya

d. Mengadakan seminar tentang keluarga, membuat kue, lomba memasak, dll 7. Departemen Doa

a. Memimpin kelompok sel dan mengembangkan sampai dua belas murid serta menjadikan anggota komselnya PKS

b. Merekrut pengurus (kepanitiaan) jika dibutuhkan c. Membuat seminar tentang Doa

d. Membuat program Doa dan pelayan-pelayannya (contoh; doa keliling dan doa malam)

(46)

34

8. Departemen Rumah Masa Depan

a. Memimpin kelompok sel dan mengembangkan sampai dua belas murid serta menjadikan anggota komselnya PKS

b. Merekrut pengurus untuk membantu di pelayanan pernikahan dan Rumah Masa Depan

c. Mengingatkan Jemaat untuk membayar iuran RMD

d. Apabila terjadi kematian di antara Jemaat, maka departemen ini akan cepat menghubungi pihak pemakaman (ambulans, peti mati)

e. Jika ada anak jemaat menikah maka pemimpinnya akan mengkonseling selama waktu yang ditentukannya

9. Departemen Keuangan

a. Memimpin kelompok sel dan mengembangkan sampai dua belas murid serta menjadikan anggota komselnya PKS

b. Merekrut pengurus untuk membantu dan menghitung persembahan / keuangan yang masuk

c. Melaporkan keuangan yang masuk / keluar kepada semua departemen setiap bulannya

d. Setiap pengeluaran harus disertai dengan tanda tangan, kwitansi, dan bon e. Membagi setiap bulannya kepada beberapa sektor keuangan, seperti :

1. Perpuluhan 10% ke BPH

2. Kas gereja 12,5% ke Bank

3. Pembangunan 5% ke Bank

4. Diakonia 5% Diakonia

5. Cadangan 5% tersendiri

6. Gembala dan HT 62,5% Gembala

(47)

Sesuai dengan tata Gereja Bethel Indonesia halaman 137 dengan catatan 1) Sewaktu-waktu, jika gereja sangat membutuhkan untuk keperluan yang

mendesak maka dapat diambil dari sektor keuangan, yaitu : Kas gereja, Pembangunan, Diakonia

2) Semua persembahan yang masuk dari semua sektor akan disatukan terlebih dahulu, lalu dibagi menurut sektor keuangan yang masuk 10. Departemen Usher

a. Memimpin kelompok sel dan mengembangkan sampai dua belas murid serta menjadikan anggota komselnya PKS

b. Merekrut pengurus untuk membantu pelayanan Usher

c. Mendata setiap jemaat yang baru pertama kali hadir dalam ibadah Raya Minggu dan memberikan Formulir jemaat baru dan melaporkan kepada gembala pada pertemuan komsel murid dua belas

d. Mengatur setiap pelayanan Usher di ibadah Raya Minggu, apabila tidak hadir, maka akan diganti dengan yang lain.

11. Departemen Diakonia

a. Memimpin kelompok sel dan mengembangkan sampai dua belas murid serta menjadikan anggota komselnya PKS

b. Merekrut pengurus untuk membantu pelayanan Diakonia atas sepengetahuan dan persetujuan gembala

c. Cepat, tanggap dan siap sedia dikala jemaat mengalami sakit penyakit, baik dirumah maupun dirumah sakit

d. Meminta uang diakonia kepada departemen keuangan sesuai jumlah yang telah ditentukan, dengan catatan :

Rawat inap di rumah sakit Rp. 150.000,-

(48)

36

Rawat di rumah Rp. 100.000,- (sakit parah bukan sakit kepala)

Penghiburan + Konsumsi Rp. 200.000,- Bersalin Normal Rp. 100.000,- Bersalin Operasi Rp. 150.000,- 12. Departemen Sekolah Minggu

a. Memimpin kelompok sel dan mengembangkan sampai dua belas murid serta menjadikan anggota komselnya PKS

b. Merekrut guru-guru sekolah Minggu untuk mengembangkan sekolah Minggu c. Membagi kelas-kelas komsel sekolah Minggu sesuai umur mereka d. Membuka komsel-koemsel baru ditempat lain

e. Mengadakan seminar-seminar untuk guru sekolah Minggu dan Programnya

Sistem Komsel wilayah

Cara ini dipakai untuk mengefektifkan pelayanan yang ada di gereja bethel Indonesia, cakung-Jakarta Timur, yaitu dengan mengadakan pendekatan- pendekatan pada anggota gereja diberbagai wilayah. Selain itu system komsel ini baik untuk mempertambah pertumbuhan rohani jemaat, karena dikomsellah dapat kita temukan banyak hal yang jemaat curahkan dan menjadi tempat yang efektif didalam pertumbuhan rohani jemaat. Pelayanan ini langsung melibatkan gembala, pengerja dan anggota jemaat yang telah ditentukan sebagai pemimpin/ketua komsel.

Dan pelayanan ini mengembangkan pelayanan gereja Bethel Indonesia, cakung-Jakarta Timur itu sendiri, dimana setiap departemen membawahi komsel-

(49)

komsel yang terdiri dari 12 orang, bila semua anggota membawa jiwa maka komsel tersebut akan mengembangkan sayapnya dan begitu seterusnya

Sistem Kebaktian Yakni terdiri dari :

a. Kebaktian Komsel GSM-12, Setiap hari senin, jam 19.00 wib b. Kebaktian Tim Doa, setiap hari Selasa, jam 13.00 wib

c. Kebaktian komsel J2,D2,S2, T2,M2,H2,SN2, R2,RS2,RH2,NS2, Y2, hari dan waktunya ditentukan oleh pks masing-masing

d. Kebaktian Doa Malam, sekali sebulan hari jumat (minggu pertama) , jam 20.00 wib

e. Kebaktian Ibu, sekali sebulan setiap selasa jam 19.00 wib (Minggu Pertama) f. Kebaktian Kaum Bapak, sekali sebulan hari sabtu, jam 19.00 wib (minggu pertama)

g. Kebaktian Remaja Pemuda, setiap hari sabtu jam 19.00 wib h. Kebaktian sekolah mingggu, setiap minggu jam 07.00 wib i. Kebaktian Ibdah Raya, setiap minggu, jam 09.25 wib

Gereja Bethel Indonesia, cakung-jakarta timur mempunyai bentuk pelayanan dalam berbagai-bagai kegiatan, namun yang menonjol dalam pengamatan penulis adalah didalam pelayanan mimbar.

F. Struktur Gereja & Administrasi Gereja

Struktur Gereja Sel Murid-12 menempati tempat yang penting dalam gerakan GSM-12. Mengapa? “Karena Struktur yang tepat akan sangat

menolong agar pekerjaan Tuhan dapat berjalan secara teratur”

(50)

38

Struktur juga akan menolong PKS agar mudah mengadakan evaluasi terhadap anggotanya sehingga tidak terjadi tumpang tindih.

Biasa Gereja akan mengalami transisi dan akan terjadi permasalahan.

“TETAPI JANGAN TAKUT”

Pks Dan Kepala Departemen Serta Tugas-Tugasnya:

1. Pks C2 Kepala Departemen Pujian Penyembahan Serta misi Oleh : Pdp.Bryan Hin Hadiprojo.S.Th

Tugas Dan Fungsi :

Harus Memimpin Komsel & Membidangi Pujian & Penyembahan, menyeleksi Para Pelayan di bidang WL, Singers, Tamborin, Plag yang siap pakai untuk melayani di Ibadah Raya, Bekerjasama dengan KADEP USHER & PEMERHATI.

Menangani Misi , MMK, SOM, KELAS & PEMIMPIN

2. Pks D2 Kepala Departemen Penggembalaan Dan Sekretariat Oleh : Pdp. Josua Heru

Tugas Dan Fungsinya ;

Harus memimpin Komsel & membidangi Penggembalaan & Sekretariat Gereja Misalnya: Mengatur Jadwal Pengkhotbah, & bekerja sama dengan KADEP Keuangan.

Referensi

Dokumen terkait

The proportion of parental expenditure on education consumed by schools fees, defined as any contribution paid directly to the schools or school committees,

3 Adapun penafsiran yang dimaksud adalah adakah pengaruh model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) dan Student Teams Achievement Division (STAD) terhadap

1) Kelompok fauna daratan / terestrial yang umumnya menempati bagian atas pohon mangrove, terdiri atas: insekta, ular, primata, dan burung. Kelompok ini tidak memiliki sifat

• Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4%

Kewarganegaraan, diketahui bahwa di sekolah ini telah menerapkan praktik belajar Kewarganegaraan dalam pembelajaran PKn melalui model pembelajaran praktik belajar

Penambahan  struktur  rangka  dengan dinding geser (shear wall).  Dari  alternatif  perkuatan  struktur  yang  ada,  maka  untuk  menambah  perkuatan  struktur 

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan buah lindur berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap rasa donat (uji hedonik).. Hasil analisis

PEMERINTAH KABUPATEN LEBONG UNIT IAYANAN PENGADAAN (UtP). POKJA BARANG DAN JASA