• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN MOTIVASI MASYARAKAT DALAM MEMINUM OBAT ANTI FILARIASIS DI RW 04 DESA PADASUKA KECAMATAN CIOMAS KABUPATEN BOGOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "GAMBARAN MOTIVASI MASYARAKAT DALAM MEMINUM OBAT ANTI FILARIASIS DI RW 04 DESA PADASUKA KECAMATAN CIOMAS KABUPATEN BOGOR"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Keperawatan Program Studi Keperawatan Bogor

Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung

Disusun Oleh:

SUSTIKA RAHWAN FARHATIN NIM.P17320314076

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG PROGRAM STUDI KEPERAWATAN BOGOR

2017

(2)

i

LEMBAR PERSETUJUAN

GAMBARAN MOTIVASI MASYARAKAT DALAM MEMINUM OBAT ANTI FILARIASIS DI RW 04 DESA PADASUKA

KECAMATAN CIOMAS KABUPATEN BOGOR

Disusun oleh :

SUSTIKA RAHWAN FARHATIN NIM.P17320314076

Karya Tulis Ilmiah telah disetujui untuk diujikan pada tanggal 10 Juli 2017

Pembimbing

Meirina, S. Kep. Ns., M.Kep.

NIP.196205311985032002

(3)

ii

LEMBAR PENGESAHAN

GAMBARAN MOTIVASI MASYARAKAT DALAM MEMINUM OBAT ANTI FILARIASIS DI RW 04 DESA PADASUKA

KECAMATAN CIOMAS KABUPATEN BOGOR

SUSTIKA RAHWAN FARHATIN NIM.P17320314076

Karya Tulis Ilmiah ini diujikan dan disahkan pada tanggal 10 Juli 2017

Tim Penguji

Ketua (Pembimbing) : Meirina, S. Kep. Ns., M.Kep.

NIP.196205311985032002

Anggota : Subandi, S.Kp, M.Pd

NIP.196903121992031003

Anggota : Drs.Nyoman Sudja, M.Pd NIP.195412311975091004

Mengetahui

Program Studi Keperawatan Bogor Ketua,

Susmadi, S.Kp, M.Kep NIP.196503131989011001

(4)

iii Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung Progran Studi Keperawatan Bogor

Sustika Rahwan Farhatin NIM. P17320314076

Gambaran Motivasi Masyarakat Dalam Meminum Obat Anti Filariasis

i-xi+ 70 Halaman, VI BAB, 2 Tabel, 6 Skema , 2 Gambar, 4 Diagram, 6 Lampiran

ABSTRAK

Filariasis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh sejenis cacing yang ditularkan oleh berbagai nyamuk serta menimbulkan cacat menahu atau kronis.

Data filariasis tahun 2016 sebanyak 29 provinsi dan 239 kabupaten/kota endemis filariasis, diperkirakan sebanyak 102.279.739 orang yang tinggal di kabupaten/kota endemis tersebut beresiko terinfeksi filariasis. Strategi yang digunakan untuk eliminasi filariasis yaitu dengan melaksanakaan pemberian obat pencegahan massal filariasis. Berdasarkan hasil penelitian beberapa peneliti didapat bahwa kepatuhan masyarakat dalam meminum obat anti filariasis masih kurang. Sehingga motivasi sangat dibutuhkan untuk masyarakat. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti tentang Gambaran Motivasi Masyarakat Dalam Meminum Obat Anti Filariasis di RW 04 Desa Padasuka Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor. Tujuan penelitian ini untuk teridentifikasinya karakteristik dan motivasi masyarakat dalam meminum obat anti filariasis di RW 04 Desa Padasuka. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Cara pengambilan sample menggunakan teknik random sampling dengan jumlah responden 84 orang. Pengumpulan data diperoleh melalui instrumen berupa kuesioner. Hasil penelitian tingkat motivasi masyarakat RW 04 Desa Padasuka sebagian besar memiliki motivasi kuat yaitu sebanyak 71 responden (85%). Dalam hal ini faktor yang mempengaruhi motivasi adalah umur dan tingkat pendidikan masyarakat.

Saran bagi tenaga kesehatan setelah mengetahui hasil penelitian ini Pelayanan Kesehatan (Puskesmas) dapat mempertahankan dan meningkatkan motivasi masyarakat dalam meminum obat anti filariasis serta sebagai bahan evaluasi dalam program Pemberian Obat Pencengah Massal Filariasis (POPMF).

Kata Kunci : Motivasi, Masyarakat, Filariasis Daftar Pustaka : 28 Sumber (Tahun 2006-2016)

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas ridho dan karunia-Nyalah sehingga tersusunlah Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Gambaran Motivasi Masyarakat Dalam Meminum Obat Anti Filariasis di RW 04 Desa Padasuka Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor”. Karya Tulis Ilmiah ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Keperawatan pada Program Studi Keperawatan Bogor Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini peneliti tidak lepas dari hambatan serta kesulitan. Namun atas bimbingan, arahan, berbagai pihak akhirnya peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Susmadi, M.Kep selaku Ketua Program Studi Keperawatan Bogor Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung.

2. Meirina, S.Kep.Ns.,M.Kep selaku pembimbing yang selalu sabar memberikan bimbingan dan dukungan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah.

3. Ni Putu Ariani, M.Kep,Sp.Kom selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan semangat kepada peneliti dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

4. Dra. Yuyun Rani Haryuningsih, S.Kp.M.Kep Selaku Wali Tingkat 3-A.

(6)

iv

5. Seluruh Staff Dosen dan Karyawan Program Studi Keperawatan Bogor Politeknik Kesehatan Bandung.

6. Kedua orangtua tercinta yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan dengan penuh kasih sayang.

7. Kakak-kakakku dan Adikku tersayang (Kak Tami, Kak Doni, Kak Mila dan Farhan) yang selalu memberikan semangat dan senyuman dalam setiap langkah penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

8. Teman - teman seperjuangan angkatan 20 Program Studi Keperawatan Bogor Politekniik Kesehatan Kemenkes Bandung khususnya sahabatku (Prayudha, Tahera, Desnita) yang telah memberikan bantuan, semangat, dan masukan pada peneliti saat penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

9. Untuk semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang juga telah membantu dan memberikan inspirasi yang begitu bermakna dan sangat membangun.

Peneliti menyadari dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi tercapainya suatu kesempurnaan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa Program Studi Keperawatan Bogor.

Bogor, Maret 2017 Peneliti

(7)

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

LEMBAR PEGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR SKEMA ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR DIAGRAM ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian. ... 10

1. Tujuan Umum ... 10

2. Tujuan Khusus ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

1. Peneliti ... 10

2. Institusi Keperawatan Bogor ... 11

3. Bagi Pelayanan Kesehatan. ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Landasan Teori ... 12

1. Konsep Dasar Filariasis ... 12

2. Konsep Dasar Masyarakat ... 26

3. Konsep Dasar Motivasi ... 28

B. Kerangka Teori ... 36

(8)

v

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN ... 37

A. Kerangka Konsep ... 37

B. Variabel dan Definisi Operasional... 38

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 42

A. Desain Penelitian ... 42

B. Waktu dan Tempat ... 43

1. Waktu Penelitian ... 43

a. Tahap Persiapan ... 43

b. Tahap Penelitian. ... 43

c. Tahap Penyelesaian ... 43

2. Tempat Penelitian ... 44

C. Populasi dan Sample ... 44

1. Populasi ... 44

2. Sample... 45

a. Jumlah Sample ... 45

b. Kriteria Sample... 49

1). Kriteria Inklusi ... 49

2). Kriteria ekslusi.. ... 49

c. Metode Pengambilan Sample ... 50

d. Pengumpulan Data... .. 51

1). Instrumen Penelitian ... 51

2). Teknik Pengumpulan Data ... 52

3). Prosedur Penelitian ... 53

D. Pengolahan Data. ... 54

1. Pengolahan Data ... 54

a. Editing ... 55

b. Coding.. ... 55

c. Data Processing ... 56

d. Data Cleaning ... 56

e. Mengeluarkan Informasi ... 57

2. Analisa Data ... 57

(9)

v

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59

A. Hasil Penelitian ... 59

B. Pembahasn .. ... 64

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Rekomendasi ... 69 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

(10)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 41 Tabel 4.1 Jumlah Populasi Masyarakat RW 04 Desa Padasuka ... 45

(11)

vii

DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 Siklus Hidup Filaria ... 18

Skema 2.2 Kerangka Teori ... 36

Skema 3.1 Kerangka Konsep ... 37

Skema 3.2 Variabel Independen dan Dependen ... 39

Skema 4.1 Formula Perhitungan Sample ... 46

Skema 4.2 Perhitungan Hasil Drop Out... 48

(12)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Morfologi... 16 Gambar 2.2 Siklus Hidup W. Bancrofti ... 17

(13)

ix

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 5.1.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur di RW 04 Desa Padasuka Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor...60 Diagram 5.1.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di RW 04 Desa Padasuka Kecamatan Ciomas Kabupaten

Bogor...61 Diagram 5.1.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir di RW 04 Desa Padasuka Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor...62 Diagram 5.2.1 Distribusi Frekuensi Motivasi Responden di RW 04 Desa

Padasuka Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor...63

(14)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Penjelasan Penelitian

Lampiran 2 Lembar Persetujuan Responden Lampiran 3 Kuesioner A

Lampiran 4 Kuesioner B Lampiran 5 Kisi-kisi Kuesioner Lampiran 6 Master Tabel

(15)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia saat ini menghadapi permasalahan pengendalian penyakit menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular lama (re-emerging diseases) dan penyakit menular baru (new emerging infection diseases), serta adanya kecenderungan meningkatnya penyakit tidak menular (degeneratif) yang disebabkan oleh gaya hidup. Hal tersebut menunjukan terjadinya transisi epidemiologi penyakit, sehingga Indonesia menghadapi beberapa beban (multiple burden) pada waktu yang bersamaan. Salah satu penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia adalah penyakit filariasis atau kaki gajah (InfoDATIN Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Filariasis atau kaki gajah adalah penyakit menular yang mengenai saluran dan kelenjar limfe yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan jika tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, tangan, dan alat kelamin baik pada perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat berkerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung pada orang lain sehingga menjadi beban keluarga,

(16)

masyarakat dan negara (Departemen Kesehatan Republlik Indonesia, 2009).

Pada tahun 2014 kasus filariasis menyerang 1.103 juta orang di 73 negara yang beresiko filariasis. Kasus filariasis menyerang 632 juta (57%) penduduk yang tinggal di Asia Tenggara (9 negara endemis) dan 410 juta (37%) penduduk yang tinggal di wilayah Afrika (35 negara endemis), Mediterania Timur (3 negara endemis) dan wilayah Barat Pasifik (22 negara endemis) (WHO, 2016).

Indonesia merupakan daerah endemis penyakit filariasis. Penyakit ini tersebar di seluruh provinsi. Dari tahun ke tahun jumlah provinsi yang melaporkan kasus filariasis terus bertambah. Bahkan di beberapa daerah mempunyai tingkat endemitas yang cukup tinggi. Berdasarkan laporan daerah dan hasil survai (rapid mapping) pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 6.500 kasus kronis di 1.553 desa, 674 puskesmas di 231 kabupaten, dan 26 provinsi. Sampai tahun 2004 kasus kronis yang dilaporkan sebanyak 8.003 orang yang tersebar di 32 provinsi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009).

Pada tahun 2009, tiga provinsi dengan jumlah kasus terbanyak adalah Nanggroe Aceh Darussalam (2359 orang), Nusa Tenggara Timur (1730 orang), dan Papua (1158 orang). Tiga provinsi dengan kasus terendah adalah Bali (18 orang), Maluku Utara (27 orang), dan Sulawesi Utara (30 orang). Jawa Barat menduduki posisi lima besar dari seluruh provinsi yang terpapar filariasis atau kaki gajah (Ditjen PP & PL Depkes

(17)

RI, 2009). Sedangkan pada tahun 2016 dilaporkan sebanyak 29 provinsi dan 239 kabupaten/kota endemis filariasis, sehingga diperkirakan sebanyak 102.279.739 orang yang tinggal di kabupaten/kota endemis tersebut beresiko terinfeksi filariasis. Jumlah kabupaten/kota endemis filariasis pada tahun 2016 turun dari tahun sebelumnya karena beberapa kabupaten/kota telah menyelesaikan tahapan eliminasinya dan dapat menurunkan prevalensinya sehingga menjadi daerah yang tidak endemis lagi (InfoDATIN Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2015).

Daerah endemis filariasis di kabupaten/kota ditentukan berdasarkan survei pada desa yang memiliki kasus kronis, dengan memeriksa darah jari 500 orang yang tinggal disekitar tempat tinggal penderita kronis tersebut pada malam hari. Mikrofilaria (Mf) rate 1% atau lebih merupakan indikator suatu kabupaten/kota menjadi daerah endemis filariasis. Mf rate dihitung dengan cara membagi jumlah sediaan yang positif mikrofilaria dengan jumlah sediaan darah yang diperiksa dikali seratus persen.

Di Indonesia hasil survai darah jari, dengan rentangan yang didapatkan prevalensi mikrofilaria (Mf rate) berkisar antara 0,5 - 27,6%.

Tingkat penularan penyakit filariasis masih tinggi. Diperkirakan sekitar 10 juta orang sudah terinfeksi cacing filaria dan sekitar 60 juta orang mempunyai resiko tinggi untuk tertular karena nyamuk penularannya tersebar luas (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Selain

(18)

itu mereka yang terinfeksi filariasis bisa terbaring di tempat tidur selama lebih dari lima minggu per tahun karena gejala-klinis akut dari filariasis yang mewakili 11% dari masa usia produktif. Untuk keluarga miskin, total kerugian ekonomi akibat ketidakmampuan karena filariasis adalah 67%

dari total pengeluaran rumah tangga per bulan. Rata-rata kerugian ekonomi per satu (termasuk biaya berobat dan obat-obatan, serta kerugian ekonomi karena hilang produktifitas, kehilangan masa produktivitas bagi yang terkena kasus kronis). Sehingga filariasis menyebabkan kerugian ekonomi yang utama bagi penderita dan juga keluarganya. Adapun dampak psikologis dari penyakit ini yaitu mereka hidup dengan gejala kronis menderita karena diasingkan oleh keluarga dan oleh masyarakat, kesulitan mendapatkan suami atau istri dan menghambat mendapatkan keturunan (anak) (Pusat data dan Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan RI).

Berdasarkan hasil survey kerugian ekonomi akibat filariasis tahun 2000 oleh FKM-UI yaitu biaya untuk berobat sebesar Rp 157,496 (21,4

%), hilangnya produktif penderita sebesar Rp 306,000 (41,6%), hilangnya waktu produktif orang lain sebesar Rp 236,792 (32,2%), dan biaya tindakan sebesar Rp 35,640 (4,8%) dengan total kerugian per kasus per tahun sebesar Rp 735,380 (100%).

Untuk pemberantasan penyakit ini sampai tuntas, WHO sudah menetapkan kesepatan global (The Global Goal Of Elimination of Lymphatic as a Public Health Problem by The Year 2020). Program

(19)

eliminasi dilaksanakan melalui pengobatan massal DEC dan Albendazol setahun sekali selama minimal 5 tahun di daerah endemis perawatan kasus klinis baik yang akut maupun kronis untuk mencengah kecacatan dan mengurangi penderitaanya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009).

Strategi yang digunakan untuk eliminasi filariasis yaitu dengan melaksanakaan pemberian obat pencegahan massal (POPM) filariasis di kabupaten/ kota endemis filariasis dan penatalaksanaan kasus klinis filariasis. Satuan pelaksanaan (Implementation Unit) eliminasi filariasis adalah kabupaten/kota, yaitu seluruh penduduk yang tinggal di kabupaten/kota endemis filariasis harus minum obat pencengah filariasi.

Obat yang efektif digunakan untuk POPM filariasis adalah kombinasi DEC/Diethylcorbamazine Citrate dan Albendazole (Kemenkes RI,2010).

Pemberian obat pencegahan massal filariasis dilaksanakan sekali setahun selama 5 tahun berturut-turut agar penyebab filariasis dapat di berantas dan tidak terjadi reinfeksi filariasis. Adapun tujuan program eliminasi filariasis adalah memutus rantai penularan filariasis di setiap kabupaten/kota endemis dan mencegah serta membatasi kecacatan karena filariasis (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Pemberian Obat Pencengahan Massal (POPM) Filariasis di daerah endemik dengan Mf >1%. Daerah endemik di Indonesia salah satunya adalah Provinsi Jawa Barat. Di Jawa Barat bulan Juni tahun 2015 jumlah penderita kronis filariasis sebanyak 899 orang yang tersebar di 26

(20)

kab/kota (kecuali kota Banjar yang belum melaporkan adanya kasus kronis filariasis), sedangkan daerah endemis filariasis sebanyak 11 kab/kota (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2015).

Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah endemik. Di Kabupaten Bogor juga menetapkan pelaksanaan eliminasi penyakit filariasis (kaki gajah) selama 5 (lima) tahun berturut-turut di seluruh kecamatan mulai tahun 2015 hingga 2019. Sesuai dengan Data Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tahun 2016, yaitu terjadi peningkatan kasus penyakit filariasis (kaki gajah) dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun 2015 terjadi 60 kasus penyakit filariasis (kaki gajah) yang tersebar di 22 kecamatan salah satunya Kecamatan Ciomas. Sedangkan pada tahun 2016 bertambah menjadi 65 kasus penyakit filariasis (kaki gajah) yang menyerang warga Kabupaten Bogor (Profil Dinkes Kabupaten Bogor, 2016).

Kecamatan Ciomas merupakan salah satu wilayah yang ada di Kabupaten Bogor yang juga menjalankan program pencegahan filariasis.

Puskesmas Ciomas telah menjalankan program pemberantasan filariasis dengan membagikan obat pencegahan filariasis kepada penduduk di wilayah kerja Puskesmas Ciomas. Puskesmas memberikan obat melalui kader-kader yang telah dilatih. Obat yang dibagikan berjumlah 2 jenis obat yaitu DEC (Diethyicarbamazine) dan Albendazole. Dosis obat diberikan sesuai umur yaitu 2-5 tahun (1 tablet DEC 100mg dan 1 tablet Albendazole 400mg). 6-14 tahun (2 tablet DEC 100mg dan 1 tablet

(21)

Albendazole 400mg), dan >14 tahun (3 tablet DEC 100mg dan 1 tablet Albendazole 400mg) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009).

Salah satu kelemahan program yang telah dijalankan Puskesmas Ciomas dalam mencengah filariasis ini adalah tidak adanya pemantauan secara langsung respon masyarakat terhadap obat yang telah diberikan.

Sehingga masih banyak masyarakat yang takut mengkonsumsi obat yang telah dibagikan. Sesuai studi pendahuluan dari 10 orang yang diwawancarai, 7 orang mengatakan tidak mengkonsumsi obat anti filariasis yang telah dibagikan karena merasa tidak sakit dan tidak akan terkena filariasis. Sedangkan warga lainnya tidak mau minum obat anti filariasis karena reaksi umum yang timbul terdiri dari sakit kepala, pusing, demam, mual, sakit otot, nyeri sendi, gatal-gatal bahkan keluar cacing.

Hal seperti ini yang akan menghambat keberhasilan program eliminasi pada daerah endemik.

Peran perawat komunitas dalam hal pemberian obat untuk pencengahan filariasis sebagai pendidik (health educator) yaitu mendidik masyarakat dari tidak tahu menjadi tahu termasuk pemberian obat anti filariasis. Dalam memberikan obat ini, perawat harus menguasai teknik serta aturan dalam menggunakan obat tersebut. Di dalam memberikan obat kepada pasien, perawat harus menguasai beberapa hal yang akan terjadi pada pasien setelah pemberian obat ini, diantaranya interaksi obat, efek samping obat, waktu kerja obat, dan lain-lain. Sehingga terjadi perubahan perilaku untuk mencapai tingkat kesehatan optimal. Peran perawat

(22)

komunitas lainnya sebagai pengorganisir layanan kesehatan (organisator) yaitu, berperan serta dalam memberikan motivasi kepada masyarakat dalam setiap upaya layanan kesehatan.

Berdasarkan hal tersebut peneliti melakukan penelitian untuk mengetahui gambaran motivasi masyarakat dalam meminum obat anti filariasis. Sebelumnya ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan hal tersebut seperti yang dilakukan oleh Santhi (2012) dengan hasil penelitian tersebut yaitu responden yang patuh dalam meminum obat filariasis pada penggobatan massal sebanyak 72,9 % responden, dimana persentase yang diharapkan akan kepatuhan minum obat mencapai angka 98%. Selain itu adapun penelitian lainnya yang dilakukan oleh Rusmanto (2013) dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sikap dan perilaku masyarakat tidak dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin, umur, pendidikan, pendapatan, dan pengetahuan seperti yang telah dipaparkan pada teori Health Belief Model (Lewin, 1970) dan Green (1991). Sikap dan perilaku masyarakat RW II Kelurahan Pondok Aren cenderung dipengaruhi oleh budaya masyarakat dalam berperilaku kesehatan. Budaya masyarakat di RW II menunjukkan bahwa masyarakat cenderung memilih pengobatan Alternatif dalam mendapatkan pengobatan, sehingga telah membentuk suatu sikap anti terhadap obat. Kejadian inilah yang menyebabkan ketidaklancaran program yang dijalankan. Target Pencapaian Program adalah 100%, namun hasil penelitian menunjukan bahwa 69,2%

responden dengan perilaku minum obat anti filariasis. Hal ini

(23)

menunjukkan bahwa pencapain program masih jauh dari target dan harapan.

Berdasarkan hasil penelitian beberapa peneliti dapat disimpulkan bahwa kepatuhan masyarakat dalam meminum obat anti filariasis masih kurang, oleh karena itu motivasi sangat dibutuhkan untuk masyarakat karena motivasi merupakan sesuatu yang mendorong, atau pendorong seseorang bertingkah laku untuk mencapai tujuan tertentu. Tingkah laku termotivasi dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan. Kebutuhan tersebut diarahkan pada pencapaian tujuan tertentu (Saam, 2012). Jadi Peneliti tertarik untuk mengangkat tema Filariasis yang berjudul “Gambaran Motivasi Masyarakat dalam Meminum Obat Anti Filariasis di RW 04 Desa Padasuka Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis membuat rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Gambaran Motivasi Masyarakat Dalam Meminum Obat Anti Filariasis di RW 04 Desa Padasuka Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor ?“

(24)

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Teridentifikasinya Gambaran Motivasi Masyarakat Dalam Meminum Obat Anti Filariasis Di RW 04 Desa Padasuka Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor“

2. Tujuan Khusus

a. Teridentifikasinya karakteristik responden (jenis kelamin, umur, pendidikan) masyarakat dalam meminum obat anti filariasis di Kecamatan Ciomas RW 04 Desa Padasuka Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor.

b. Teridentifikasinya gambaran motivasi masyarakat dalam meminum obat anti filariasis di RW 04 Desa Padasuka Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor.

D. Manfaat Penelitian 1. Peneliti

a. Menambah wawasan, pengalaman, dan meningkatkan pengetahuan tentang proses dan cara-cara penelitian deskriptif.

b. Mendapatkan informasi mengenai gambaran motivasi masyarakat dalam meminum obat anti filariasis.

(25)

2. Institusi Prodi Keperawatan Bogor

a. Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa kesehatan, khususnya mahasiswa keperawatan tentang gambaran motivasi masyarakat dalam meminum obat anti filariasis.

b. Sebagai data pendukung penelitian selanjutnya.

c. Peneliti menghapkan penelitian ini dapat memberikan informasi dan sumbangan ilmu kepada mahasiswa keperawatan sebagai kajian teoritis maupun referensi tentang motivasi dalam meminum obat anti filariasis.

3. Bagi Pelayanan Kesehatan (Puskesmas)

Sebagai bahan evaluasi dalam program Pemberian Obat Pencengah Massal Filariasis (POPMF).

(26)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Konsep Dasar Filariasis a. Definisi

Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit Nematoda yang tersebar di Indonesia. Walaupun penyakit ini jarang menyebabkan kematian, tetapi dapat menurunkan produktivitas penderitanya karena timbulnya gangguan fisik.

Penyakit ini jarang terjadi pada anak karena manifestasi klinisnya timbul bertahun-tahun kemudian setelah infeksi. Gejala pembengkakan kaki muncul karena sumbatan mikrofilaria pada pembuluh limfe yang biasanya terjadi pada usia diatas 30 tahun setelah terpapar parasit selama bertahun-tahun. Oleh karena itu, filariasis sering disebut dengan kaki gajah. Akibat paling fatal bagi penderita adalah kecacatan permanen yang sangat mengganggu produktifitas (Widoyono, 2008).

Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) adalah penyakit menular yang mengenai saluran dan kelenjar limfe disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan jika tidak mendapatkan pengobatatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, tangan, dan

(27)

alat kelamin baik pada perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat berkerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung pada orang lain sehingga menjadi beban keluarga, masyarakat dan negara (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009).

Filariasis, bukanlah penyakit wabah penyakit wabah seperti kolera dan cacar (walaupun dikatakan penyakit endemik), tetapi merupakan penyakit parasit yang menahun. Filariasis disebabkan sejenis cacing angkatan Nematoda (filarial worms) dikenal sebagai penyakit limfodema (disebut elephantiasis) (Susanna, 2011).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan, filariasis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh sejenis cacing yang ditularkan oleh berbagai nyamuk dan dikenal sebagai penyakit kaki gajah serta menimbulkan cacat menahu atau kronis berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki.

b. Epidemiologi

Di daerah-daaerah endemik, 80 % penduduk bisa mengalami infeksi tetapi hanya sekitar 10-20% populasi yang menunjukkan gejala klinis, infeksi parasit ini tersebar di daerah tropis dan subtropis seperti Afrika, Asia, Pasifik Selatan, dan

(28)

Amerika Selatan. Telah diketahui lebih dari 200 spesies filaria.

Dari 200 spesies tersebut hanya sedikit yang menyerang manusia.

Masyarakat yang beresiko terserang adalah mereka yang bekerja pada daerah yang terkena paparan menahun oleh nyamuk yang mengandung larva. Di seluruh dunia, angka perkiraan infeksi filaria mencapai 250 juta orang. Di Asia, filaria endemik terjadi di Indonesia, Myamar, India dan Sri Langka (Widoyono, 2008).

Perilaku nyamuk sebagai vektor filariasis turut menentukan penyebarluasan penyakit filariasis dan timbulnya daerah-daerah endemis filariasis. Di antara perilaku vektor tersebut adalah: 1) Derajat infeksi alamiah hasil pembedahan nyamuk alam/liar yang tinggi; 2) Sifat antropofilik dan zoofilik yang meningkatkan jumlah sumber infeksi; 3) Umur nyamuk yang panjang sehingga mampu mengembangkan pertumbuhan larva mencapai stadium infektif untuk disebarkan/ditularkan; 4) Dominasi terhadap spesies nyamuk lainnya yang ditunjukkan dengan kepadatan yang tinggi disuatu daerah endemik; 5) Mudahnya menggunakan tempat-tempat pengandung air sebagai tempat perindukan yang sesuai untuk pertumbuhan dari telur sampai menjadi dewasa (Gandahusada, 2010).

(29)

c. Etiologi

Di Indonesia ditemukan 3 jenis parasit Nematoda penyebab filariasis limfatik pada manusia yaitu, Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Parasit-parasit ini tersebar di seluruh kepulauan di Indonesia oleh berbagai spesies nyamuk yang termasuk dalam genus Aedes, Anopheles, Culex, Mansonia, Coquilettidia dan Armigeres. Beberapa spesies Anopheles, Culex dan Aedes telah dilaporkan menjadi vektor filariasis bancrofti dapat ditularkaan oleh berbagai spesies Anopheles seperti An.

Aconitas, An. Bancrofti, An. Farauti, An. Punctuulatus dan An.

Subpictus, atau dapat pula ditularkan oleh nyamuk Aedes Kochi, Cx.Bitaeniorrhynchus, Cx.Annulirostris dan Armigeres obsturbans.

Vektot utama filariasis malayi ialah berbagai spesies dari Anopheles, Mansonia dan Coquilettidia, seperti Mansonia Uniformis, Coquilettidia crassipes (tipe zoofilik = subperiodik nokturna) dan An. Barbirostris, An.nigerrius ( tipe antropofilik = periodik nokturna), sedangkan vektor utama filariasis timori ialah An.barbirostris. (Gandahusada,2010)

Beberapa spesies filaria yang menyerang manusia di antaranya adalah Wuchereria bancrofti, Brugia timori, dan Onchocerca volvulus. W. Bancrofti dan B. Timori banyak ditemukan di Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Afrika, sedangkan O.volvulus banyak terdapat di Afrika (Widoyono, 2008).

(30)

d. Morfologi

1) Cacing dewasa

W. bancrofti berbentuk seperti rambut berwarna putih susu, panjang cacing jantan sekitar 4 cm, yang bertina 10 cm. Brugia malayi, bentuk mirip W.bancrofti, panjang cacing jantan sekitar 23 cm, cacing betina 35 cm.

O. volvulus jantan panjangnya sekitar 4 cm, cacing betina dapat mencapai panjang 50 cm.

2) Mikrofilaria

Gambar 2.1 Bagan morfologi mikrofilaria (Soedarto, 2009)

Mikrofilaria W. bancrofti mempunyai selubung (sheath), panjangnya sekitar 300 mikron, dengan inti tidak mencapai ujung ekor. Pada B.malayi,-mikrofilaria berselubung, panjangnya sekitar 260 mikron, dengan inti mencapai ujung ekor. Mikrofilaria O.volvulus tidak mempunyai selubung, panjangnya 300 mikron dengan inti

(31)

tidak mencapai ujung ekor. Morfologi mikrofilaria penting untuk membedakan spesies filaria, dan lebih mudah ditemukan dari pada cacing dewasa (Soedarti, 2009).

e. Siklus Hidup

Gambar 2.2 Siklus Hidup W. Bancrofti (Widoyono, 2008)

Mikrofilaria yang menyerang manusia seperti W.bancrofti dan B. Malayi mempunyai siklus hidup sebagai berikut yaitu dimulai dari saat filaria betina dewasa dalam pembuluh limfe manusiamemproduksi sekitar 50.000 mikrofilaria per hari ke dalam darah.Nyamuk kemudian menghisap mikrofilaria pada saat menggigit manusiaselanjutnya larva tersebut akan berkembang dalam darah tubuh nyamukdan ketika nyamuk

(32)

menggigit manusia, larva infektif akan masuk ke dalam tubuh manusia.Larva akan bermigrasi ke saluran limfe dan berkembang menjadi bentuk dewasa. Mikrofilaria dapat ditemukan dalam darah tepi setelah 6 bulan - 1 tahun setelah terinfeksi dan bisa bertahan 5- 10 tahun. Vektor utama filaria adalah nyamuk Anopheles, Culex, Mansoris, dan Aedes (Widoyono, 2008).

MANUSIA SERANGGA

CACING DEWASA DI DARAH/LIMFE

MIKROFILARIA DI JARINGAN

MIKROFILARIA DI DARAH/

KULIT (O.VOLVULUS)

LARVA INFEKTIF

PERKEMBANGAN LARVA

Skema 2.1 Siklus Hidup Filaria (Soedarto, 2009)

Adapun menurut Soedarti (2009) Cacing-cacing tersebut ditularkan dari penderita ke orang lain dengan perantaraan serangga (insekta) melalui gigitan. Serangga penular W.bancrofti dan B.malayi adalah nyamuk sedangkan O.volvulus ditularkan oleh Simulium. Hospes definitif W.bacrofti adalah manusia, sedangkan B.malayi dan O.volvulus adalah parasit zoonoosis yang hewan juga bisa menjadi reservoir host.

(33)

f. Tanda dan Gejala

Penderita filariasis bisa tidak menunjukkan gejala klinis (asimtomatis), hal ini disebabkan oleh kadar mikrofilaria yang terlalu sedikit daan tidak terdeteksi oleh pemeriksaan laboratorium atau karena memang tidak terdapat mikrofilaria dalam darah.

Apabila menimbulkan gejala, maka yang ditemukan adalah gejala akibat manifestasi perjalanan kronik penyakit. Gejala penyakit pada tahap awal (fase akut) bersifat tidak khas seperti demam selama 3-4 hari yang dapat hilang tanpa diobati, demam berulang lagi 1-2 bulan kemudian, atau gejala lebih sering timbul bila pasien bekerja terlalu berat. Dapat timbul benjolan dan terasa nyeri pada lipat paha dan ketiak dengan tidak ada luka di badan. Dapat teraba garis seperti urat dan berwarna merah, serta terasa sakit dari benjolan menuju arah ujung kaaki atau lengan. Gejala terjadi berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, mulai dari yang ringan sampai yang berat. Cacing akan menyebabkan fibrosis dan penyumbatan pembuluh limfe. Penyumbatan ini akan mengakibatkan pembengkakan pada daerah yang bersangkutan.

Tanda klinis yang sering ditemukan adalah pembengkakan skrotum (hidrokel) dan pembengkakaan anggota gerak terutama kaki (elefantiasis) (Widoyono, 2008).

Adapun menurut Soedarto (2009) gambaran klinis dibagi menjadi 3 yaitu:

(34)

1) Filariasis bancrofti

Gambaran klinis yang umum terjadi pada filariasis bancrofti adalah demam yang tidak beraturan, limfangitis, hiperplasia kelenjar limfe dan eosinofilia. Kelenjar limfe di daerah spermatika mengalami kelainan paling awal, berupa funikulitis, epididimitis, atau orchitis disertai dengan kelenjar limfe inguinal yang membengkak dan terasa nyeri. Hidrokel merupakan manifestasi yang umum terjadi pada filariasis bancrofti yang kronis, diikuti limfedema, elefantiasis, dan kiluria.

2) Filariasis brugia

Bentuk akurat filariasis brugia lebih nyata dibandingkan dengan filariasis bancrofti, berupa serangan demam, limfangitis dan limfadenitis. Dapat terjadi pembentukan abses pada kelenjar limfe. Spermatic cord, skrotum dan ginjal jarang mengalami gangguan. Elefantiasis umumnya hanya terjadi di daerah tungkai kaki dibawah lutut atau lengan dibawah siku.

3) Tropical Pulmonary

Sindrom ini merupakan respon hiperimun hospes terhadap W.bancrofti dan B. malayi pada waktu terjadi eliminasi mikrofilariadari dalam darah tepi. Gambaran spesifik sindrom ini adalah limfadenopati, batuk kronis, asma, hipereosinofilia, meningkatnya serum IgE yang spesifik dan terbentuknya lesi

(35)

histologisyang khas (Meyers-ko bodies) di dalam kelenjar limfe, paru, limpa, dan hati.

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009) gejala filariasi terbagi menjadi dua yaitu :

1) Gejala Klinis

a) Demam berulang-ulang selama 3-5 hari. Demam dapat hilang bila istirahat dan timbul lagi setelah bekerja berat.

b) Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha, ketiak (limfadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit.

c) Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal ke arah ujung kaki atau lengan.

d) Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, kantong buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (limfedema dini).

2) Gejala kronis

Gejala kronis filariasis yaitu pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis skroti).

g. Diagnosa Filariasis

Diagnosa filariasis menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009), yaitu:

(36)

1) Klinis

Diagnosa klinis ditegakkan bila ditemukan gejala dan tanda klinis akut maupun kronis.

2) Laboratorium

Dengan pemeriksaan darah jari yang dilakukan pada malam hari (pukul 20.00 s.d 02.00) waktu setempat. Seseorang yang dinyatakan sebagai penderita filariasis, apabila dalam sedian darah tebal ditemukan mikrofilaria.

Adapun menurut Soedarti (2009) diagnosis filariasis yaitu ditemukan mikrofilaria di dalam darah pada puncak masa periodik, misalnya antara jam 10 malam sampai tengah malam (nocturnal periodik W. Bancrofti dan B. malayi). Pada infeksi ringan teknik konsentrasi dan teknik filter nukleopor dilakukan untuk menentukan spesies parasit. Selain itu dapat dilakukan deteksi antigen spesifik yang beredar di dalam darah.

h. Pengobatan

Obat filariasis yang biasa diberikan adalah Dietilkarbamazin (DEC), Ivermectin (Mectizan) dan Albendazole 400mg dosis tunggal (Widoyono, 2008).

Adapun Pengobatan menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009), yaitu:

(37)

1) Pengobatan masal

Peengobatan masal dilakukan di daerah endemis (Mf rate

>1%) dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) dikombinasikan dengan Albendazole sekali setahun selama 5 tahun berturut-turut. Untuk mencegah reaksi pengobatan seperti demam, diberikan paracetamol.

2) Selektif

Dilakukan kepada orang yang mengidap mikrofilaria dan anggota keluarga yang tinggal serumah, di daerah dengan hasil survai mikrofilaria < 1 % (non endemis).

i. Pencengahan

Upaya pencengahan filariasis menuurut Widoyono (2008), sebagai berikut:

1) Pengobatan massal

Cara pencengahan penyakit yang paling efektif adalah mencengah gigitaan nyamuk pembawa mikrofilaria. Apabila suatu daerah sebagian besar sudah terkena penyakit ini, maka pengobatan massal dengan DEC, Ivermectin, atau Albendazole dapat diiberikan setahun sekali dan sebaiknya dilakukan paling sedikit selama lima tahun.

2) Pengendalian Vektor

Kegiatan pengendalian vektor adalah pemberantasan tempat perkembangbiakan nyamuk melalui pembersihan got dan

(38)

saluran pembuangan air, pengaliran air tergenang, dan penebaran bibit ikan pemakan jentik. Kegiatan lainnya adalah menghindari gigitan nyamuk dengan memasang kelambu, meenggunakaan obat nyamuk oles, memasang kasa pada ventilasi udara, dan menggunakan obat nyamuk bakar atau obat nyamuk semprot.

3) Peran serta masyarakat

Warga masyarakat bersedia datang daan mau diperiksa darahnya pada malam hari pada saat ada kegiatan pemeriksaan darah, bersedia minum obat anti filariasis secara teeratur sesuai dengan ketentuan yang diberitahukan oleh petugas, memberitahukan kepada kader atau petugas kesehatan bila menemukan penderita filariasis, dan bersedia bergotong-royong membersihkan sarang nyamuk atau tempat perkembangbiakan nyamuk.

Adapun menurut Gandahusada (2010) upaya pemberantasan penyakit filariasis dapat dilakukan melalui berbagai cara:

1) Pengobatan semua penderita filariasis;

2) Upaya pengendalian vektor dengan cara yang mudah dilakukan dan tidak memerlukan biaya yang mahal;

(39)

3) Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit filariasiis dan penularannya, sehingga rakyat dapat berpatisipasi dalam pemberantasan penyakit ini.

Selain itu menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009) upaya pencegahan filariasis oleh masyarakat yaitu:

1) Menghindari diri dari gigitan nyamuk vektor : a) Menggunakan kelambu sewaktu tidur,

b) Menutup ventilasi rumah dengan kawat kasa nyamuk, c) Menggunakan obat nyamuk semprot atau obat nyamuk

bakar, dan

d) Mengoles kulit dengan obat anti nyamuk.

2) Memberantas nyamuk

a) Membersihkan tanaman air pada rawa-rawa uang merupakan tempat perindukan nyamuk.

b) Menimbun, mengeringkan,atau mengalirkan genangan air sebagai tempak perindukan nyamuk.

c) Membersihkan semak-semak di sekitar rumah.

2. Konsep Dasar Masyarakat a. Definisi

Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial yang selalu berubah-ubah sesuai kebiasaan, karena masyarakat di bentuk dari

(40)

suatu kebiasaan, wewenang, dan kerja sama dari berbagai kelompok (Mubarak, 2009).

b. Ciri-ciri Masyarakat

Ciri- ciri Masyarakat menurut Mubarak (2009) yaitu:

1) Adanya interaksi di antara sesama anggota.

2) Saling bergantung.

3) Menepati wilayah dengan batas tertentu.

4) Adanya istiadat, norma, hukum, serta aturan yang mengatur pola tingkah laku anggotanya.

5) Adanya rasa identitas yang kuat dan mengikat semua warganya seperti: bahasa; pakaian; simbol-simbol tertentu (perumahan);

benda-benda tertentu (mata uang, alat pertanian); dan lain-lain.

6) Adanya kesinambungan dalam waktu.

c. Jenis Masyarakat

Jenis masyarakat menurut Mubarak (2009), yaitu:

Masyarakat terdiri atas dua jenis, yaitu masyarakat desa dan masyarakat kota.

1) Masyarakat Desa

Berikut ini adalah ciri dari masyarakat desa:

a) Hubungan keluarga dan masyarakat sangat kuat.

b) Ada istiadat dipegang kuat banget.

c) Sebagai besar memiliki kepercayaan terhap hal-hal yang gaib.

(41)

d) Tingkat buta huruf masih tinggi.

e) Masih berlaku hukum tak tertulis.

f) Jarang bahkan tak ada lembaga pendidikan khusus dibidang teknologi dan keterampilan.

g) Sistem ekonomi sebagaian besar untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sebagian kecil di jual.

h) Gotong-royong sangat kuat.

2) Masyarakat Kota

Berikut adalah ciri-ciri dari masyarakat kota:

a) Hubungan di dasarkan atas kepentingan pribadi.

b) Hubungan antar masyarakat dilakukan secara terbuka dan saling memengaruhi.

c) Kepercayaan masyarakat yang kuat akan manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi.

d) Strata masyarakat digolongkan menurut profesi dan keahlian.

e) Tingkat pendidikan formal tinggi dan merata.

f) Hukum yang berlaku adalah tertulis.

g) Ekonomi hampir seluruhnya ekonomi pasar.

(42)

3) Konsep Dasar Motivasi a. Definisi

Motivasi berasal dari kata motif. Motif dalam bahasa inggris disebut motive, yang berasal dari motion artinya “gerakan”atau sesuaatu yang bergerak. Dalam arti yang lebih luas motif berarti rangsangan, dorongan, atau penggerak terjadinya suatu tingkah laku. Motivasi adalah sesuatu yang mendorong, atau pendorong seseorang bertingkah laku untuk mencapai tujuan tertentu. Tingkah laku termotivasi dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan.

Kebutuhan tersebut diarahkan pada pencapaian tujuan tertentu (Saam, 2012).

Motivasi adalah dorongan yang berasal dari dalam atau dari luar diri individu untuk melakukan suatu aktivitas yang bisa menjamin kelangsungan aktivitas tersebut, serta dapat menentukkan arah, haluan, dan besaran upaya yang dikerahkan untuk melakukan aktivitas sehingga dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Komarudin.2013).

Selain itu menurut Wijayaningsih (2014) Motivasi merupakan suatu keadaan atau kondisi yang mendorong atau menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu atau kegiatan yang dilakukannya sehingga seseorang dapat mencapai tujuannya.

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu dorongan dari dalam maupun dari luar

(43)

individu untuk melakukan suatu tindakan untuk mencapai tujuan tertentu.

b. Ciri-ciri motivasi

Motivasi memiliki ciri pokok menurut Komarudin (2013) yaitu:

1) Adanya direction

Direction menunjukkan kepada bentuk aktivitas yang dipilih untuk dilakukan.

2) Intensitas

Intensitas menggambarkan seberapa besar atau seberapa banyak usaha untuk melakukan aktivitas.

3) Persisten dalam berperilaku

Persisten menggambarkan lamanya waktu dalam melakukan aktivitas.

c. Klasifikasi Motivasi

Motivasi itu bermacam-macam. Menurut Saam (2012) ditinjau dari pihak yang menggerakkan motivasi di golongkan menjadi dua golongan, yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik.

1) Motivasi instrinsik

Motivasi instrinsik adalah motivasi yang telah berfungsi dengan sendirinya yang berasal dalam diri orang lain tersebut tanpa adanya dorongan atau rangsangan dari pihak luar.

(44)

2) Motivasi ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berfungsi karena adanya dorongan dari pihak luar atau orang lain.

d. Faktor –faktor yang mempengaruhi motivasi

Menurut Notoadmojo (2010) faktor-faktor yang meempengaruhi motivasi dibagi menjadi 2 faktor yaitu:

1) Faktor Instrinsik a) Umur

Umur adalah lamanya hidup yang dihitung sejak lahir sampai saat ini. Usia berpengaruh terhadap motivasi seseorang dalam hal kesediaannya dalam melakukan sesuatu hal. Semakin tua seseorang semakin banyak faktor lain yang mempengaruhi motivasi.

b) Pendidikan

Menurut Notoatmodjo (2010), konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti didalam pendidikan terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan ke arah yang lebih dewasa , lebih baik, dan lebih matang diri individu, kelompok, atau masyarakat. Tingkat pendidikan juga salah satu upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi motivasi dalam mengubah perilaku positif yang meningkat.

(45)

c) Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), seseorang yang mempunyai pengetahuan yang lebih luas juga memungkinkan termotivasi dalam mengontrol dirinya dalam mengatasi masalah yang dihadapi, mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, berpengalaman dan mudah mengerti tentang yang dianjurkan.

d) Pengalaman

Pengalaman merupakan guru terbaik. Pepatah tersebut dapat diberikan bahwa pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran.

e) Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon sesorang yang masih tertutup suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan predisposisi tindakan atau perilaku Disamping itu, sikap juga mengandung motivasi, ini berarti sikap mempunyai daya dorong bagi individu untuk berperilaku secara tertentu terhadap objek yang dihadapinya (Notoatmodjo, 2010).

f) Harapan

Adanya harapan-harapan akan masa depan. Harapan ini merupakan informasi objektif dari lingkungan yang

(46)

mempunyai sikap dan perasaan subjektif seseorang.

Harapan merupakan tujuan dari perilaku.

g) Kebutuhan

Manusia di motivasi oleh kebutuhan untuk menjadikan dirinya sendiri berfungsi secara penuh, sehingga mampu meraih potensinya secara total.

2. Faktor Ekstrinsik

a) Lingkungan seperti dukungan keluarga dan petugas kesehatan

Faktor lingkungan dapat mempersulit motivasi seseorang, jika lingkungan keluarga tidak mendukung setiap upaya layanan kesehatan. Misalnya, keluarga terlihat acuh dengan kesehatan keluarganya. Demikian juga dengan petugas kesehatan khususnya perawat komunitas yang berfungsi sebagai organisator. Tugas organisator adalah memberikan motivasi kepada masyarakat. Disinilah dukungan keluarga dan petugas kesehatan untuk memberikan motivasi seoptimal mungkin sehingga diharapkan masyarakat lebih termotivasi untuk meminum obat anti filariasis (Notoatmodjo, 2010).

e. Pengukuran Motivasi

Ada beberapa cara untuk mengukur motivasi, menurut Notoatmodjo (2010), yaitu:

(47)

1) Tes Proyeksi

Salah satu teknik proyeksi yang banyak di kenal yaitu Thematic Apperception Test (TAT). Dalam tes tersebut klien diberikan gambar dan klien diminta untuk membuat cerita dari gambar tersebut. Dari teori Mc Leland dikatakan, bahwa manusia memiliki tiga kebutuhan yaitu kebutuhan untuk berprestasi (n-ach), kebutuhan untuk power (n-power), kebutuhan untuk brafiliasis (n-aff). Dari isi cerita tersebut dapat di telaah motivasi yang mendasari diri klien berdasarkan konsep kebutuhan.

2) Kuesioner

Salah satu cara untuk mengukur motivasi melalui kuesioner dengan meminta klien untuk mengisi kuesioner yang berisi pernyataan-pernyataan yang dapat memancing motivasi klien.

Pengukuran motivasi menggunakan kuesioner dengan skala Likert yang berisi pernyataan-pernyataan terpilih dan telah diuji validitasnya dan reabilitas.

a) Pertanyaan positif (Favorable)

(1) Sangat Setuju (SS) jika responden sangat setuju dengan pernyataan kuesioner yang diberikan melalui jawaban kuesioner di skor 4.

(48)

(2) Setuju (S) jika responden setuju dengan pernyataan kuesioner yang diberikan melalui jawaban kuesioner di skor 3.

(3) Tidak Setuju (TS) jika responden tidak setuju dengan pernyataan kuesioner yang diberikan melalui jawaban kuesioner di skor 2.

(4) Sangat tidak setuju (STS) jika responden sangat tidak setuju dengan pernyataan kuesioner yang diberikan melalui jawaban kuesioner di skor 1.

b) Pertanyaan negatif (Unfavorable)

(1) Sangat Setuju (SS) jika responden sangat setuju dengan pernyataan kuesioner yang diberikan melalui jawaban kuesioner di skor 1.

(2) Setuju (S) jika responden setuju dengan pernyataan kuesioner yang diberikan melalui jawaban kuesioner di skor 2.

(3) Tidak Setuju (TS) jika responden tidak setuju dengan pernyataan kuesioner yang diberikan melalui jawaban kuesioner di skor 3.

(4) Sangat tidak setuju (STS) jika responden sangat tidak setuju dengan pernyataan kuesioner yang diberikan melalui jawaban kuesioner di skor 4.

(49)

Menurut Aziz Alimul Hidayat (2009) kriteria motivasi dikategorikan menjadi :

Motivasi Kuat : 67-100%

Motivasi Sedang : 34-66%

Motivasi Lemah : 0-33%

3) Observasi Perilaku

Cara lain untuk mengukur motivasi dengan membuat situasi sehingga klien dapat memunculkan perilaku yang mencerminkan motivasinya. perilaku yang diobservasi adalah, apakah klien menggunakan umpan balik yang diberikan, mengambil keputusan yang beresiko, dan mementingkan kualitas daripada kuantitas kerja.

(50)

B. Kerangka Teori

Skema 2.2 Kerangka Teori

Sumber : Notoatmodjo (2010) Faktor yang meempengaruhi Motivasi:

1. Faktor Instrinsik a. Umur b. Pendidikan c. Pengetahuan d. Pengalaman e. Sikap

f. Harapan g. Kebutuhan 2. Faktor Ekstrinsik

a. Lingkungan seperti dukungan keluarga dan petugas kesehatan

Motivasi Masyarakat dalam Meminum Obat

Anti Filariasis

(51)

37 BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN

A. Kerangka Konsep

Skema 3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah uraian tentang hubungan antara variabel- variabel yang terikat dengan masalah penelitian dan dibangun berdasarkan kerangka teori / kerangka pikir atau hasil studi sebelumnya sebagai pedoman penelitian. Kerangka konsep merupakan bagian dari kerangka teori yang akan diteliti, untuk mendeskripsikan secara jelas variabel yang di pengaruhi (variabel dependen) dan variabel pengaruh (variabel independen) (Supardi, 2013).

Peneliti melakukan penelitian mengenai gambaran motivasi dalam meminum obat anti filariasis, Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) adalah penyakit menular yang mengenai saluran dan kelenjar limfe disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, tangan, dan alat kelamin baik pada perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat berkerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung pada orang lain

Gambaran Motivasi Masyarakat dalam Meminum

Obat Anti Filariasis

(52)

sehingga menjadi beban keluarga, masyarakat dan negara (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009).

Peneliti meneliti tentang gambaran motivasi masyarakat dalam meminum obat anti filariasis karena respon masyarakat terhadap obat anti filariasis yang telah dibagikan oleh petugas kesehatan seperti reaksi umum yang timbul oleh obat tersebut yaitu sakit kepala, pusing, demam, mual, sakit otot, nyeri sendi, gatal-gatal bahkan keluar cacing.

Oleh karena itu motivasi sangat dibutuhkan untuk masyarakat karena motivasi merupakan sesuatu yang mendorong, atau pendorong seseorang bertingkah laku untuk mencapai tujuan tertentu. Tingkah laku termotivasi dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan. Kebutuhan tersebut diarahkan pada pencapaian tujuan tertentu (Saam, 2012). Jadi Peneliti tertarik untuk meneliti motivasi masyarakat dalam meminum obat anti filariasis.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel

Variabel adalah karakteristik dari subyek penelitian atau fenomena yang dapat memiliki beberapa nilai (variasi nilai). Variabel yang dikumpulkan harus mengacu pada tujuan dan kerangka konsep.

Variabel adalah suatu ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh anggota kelompok

(53)

tersebut. Variabel adalah konsep yang mempunyai nilai bervariasi (Supardi, 2013)

Dalam penelitian ini peneliti mengunakan dua variabel yaitu:

a. Variabel bebas atau variabel pengaruh (Independen variable) adalah variabel penyebab yang diduga terjadi lebuh dahulu (Mulyono, 2012). Dalam penelitian ini varibel bebas yaitu karakteristik (umur, jenis kelamin, dan pendidikan) dan motivasi.

b. Variabel tidak bebas atau terikat atau variabel terpengaruh (Dependent Variable) adalah variabel akibat yang diperkirakan terjadi kemudian (Mulyono, 2012). Dalam penelitian ini variabel terikat yaitu meminum obat anti filariasis.

Skema 3.2 Variabel Independen dan Dependen

Variabel Independen Variabel Dependen

.

Karakteristik:

1. Umur

2. Jenis Kelamin 3. Pendidikan

Meminum Obat Anti Filariasis Motivasi:

suatu dorongan dari dalam maupun dari luar individu untuk melakukan suatu tindakan untuk mencapai tujuan tertentu.

(54)

2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu uraian tentang batasan variabel yang dimaksud dan tentang apa yang di ukur oleh variabel yang bersangkutan, definisi operasional ini di perlukan agar pengukuran variabel atau pengumpulan data (variabel) itu konsisten antara sumber data (responden) yang satu dan responde yang lain (Notoatmodjo, 2014).

(55)

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi

Operasional

Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala

A. Karakteristik Responden

1. Umur Lama umur hidup

responden yang di ukur dari lahir sampai ulang tahun yang terakhir.

Kuesioner A data

demografi

Pengisian kuesioner yang berisikan data demografi

1. Remaja = 12-25 th

2. Dewasa = 26- 45 th

3. Lansia = > 45 th

(Depkes, 2009)

Interval

2. Jenis Kelamin Ciri fisik yang terlihat pada responden saat wawancara.

Kuesioner A data

demografi

Pengisian kuesioner yang berisikan data demografi

1. Laki-laki 2. Perempuan

Nominal

3. Pendidikan Jenjang pendidikan formal terakhir saat wawancara

berdasarkan Surat Tanda Tamat Belajar yang diperoleh oleh responden.

Kuesioner A data

demografi

Pengisian kuesioner yang berisikan data demografi

1. Pendidikan dasar (SD dan

SMP atau

sederajat) 2. Pendidikan

menengah (SMA atau sederajat) 3. Perguruan

tinggi (PT)

(UU Nomor 20 Tahun 2001) Pasal

17 dalam

Kemdikbud (2012)

Ordinal

B. Variabel Penelitian 1. Motivasi dalam

Meminum Obat Anti Filariasis

Pernyataan mengenai dorongan responden untuk meminum obat anti filariasis yang telah didapatkannya.

Kuesioner B yang berisi poin pertayaan tentang motivasi dalam minum obat filariasis pada

masyarakat

Pengisian kuesioner yang berisikan tentang motivasi

Motivasi Kuat : 67-100%

Motivasi Sedang:

34-66%

Motivasi Lemah:

0-33%

Aziz Alimul Hidayat (2009)

Ordinal

(56)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan suatu rencana, struktur, dan masalah strategi yang dipilih oleh peneliti dalam upaya menjawab masalah penelitian (Supardi, 2013). Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang hanya menggambarkan keadaan suatu penyakit tanpa kesimpulan umum (Setiadi, 2013).

Metode penelitian deskripsi adalah suatu penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu fenomena yang terjadi di masyarakat. Pada umumnya metode penelitian ini di gunakan untuk membuat penilaian terhadap suatu kondisi dan penyelenggaraan suatu program di masa sekarang (Notoatmodjo, 2010).

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran motivasi pada masyarakat, selanjutnya hasil penelitian ini dapat dijadikan data pendukung untuk penelitian selanjutnya. Penelitian ini di lakukan dengan mengumpulkan data melalui pertanyaan terstruktur atau kuesioner penelitian, setelah itu dicari tingkat motivasi masyarakat dengan analisa dan perhitungan statistik.

(57)

B. Waktu dan Tempat 1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan secara bertahap dalam waktu 3 bulan.

Penelitian dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu:

a. Tahap Persiapan

Tahap persiapan meliputi melihat fenomena yang terjadi di masyarakat, program pemerintah yang sedang dijalankan, pengajuan judul penelitian, pembuatan proposal, permohonan izin penelitian, dan konsultasi dengan dosen pembimbing. Waktu yang dibutuhkan dalam tahap ini adalah 1 bulan sejak bulan Februari 2017.

b. Tahap Penelitian

Tahap ini meliputi semua kegiatan yang berlangsung di lapangan yaitu seperti pengumpulan data dan melakukan wawancara berdasarkan kuesioner yang telah dibuat. Kegiatan ini merupakan kegiatan lanjutan dari tahap persiapan yang dilaksanakan pada waktu penelitian yaitu pada bulan Maret sampai bulan Mei 2017.

c. Tahap Penyelesaian

Tahap terakhir ini meliputi analisis data dan penyusunan laporan. Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Mei 2017.

(58)

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bogor. Alasan dilakukannya penelitian di tempat tersebut karena merupakan salah satu daerah endemik penyakit filariasis (kaki gajah). Sesuai dengan Data Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tahun 2016, yaitu terjadi peningkatan kasus penyakit filariasis dibanding tahun sebelumnya.

Pada tahun 2015 terjadi 60 kasus warga yang menderita kaki gajah, sedangkan pada tahun 2016 bertambah menjadi 65 kasus penyakit filariasis yang menyerang warga Kabupaten Bogor (Profil Dinkes Kabupaten Bogor, 2016). Selain itu Kabupaten Bogor juga menetapkan pelaksanaan eliminasi penyakit filariasis selama 5 (lima) tahun berturut-turut mulai tahun 2015 hingga 2019 di seluruh Kecamatan. Salah satunya Kecamatan Ciomas yaitu di Desa Padasuka RW 04. Berdasarkan studi pendahuluan didapatkan ada masyarakat di Kecamatan Ciomas yang menderita penyakit filariasis atau kaki gajah.

C. Populasi dan Sample 1. Populasi

Dalam metodologi penelitian, kelompok subyek penelitian disebut populasi subyek atau populasi penelitian. (Muljono, 2012). Populasi adalah keseluruhan jumlah anggota dari suatu himpunan yang ingin diketahui karakteristiknya berdasarkan inferensi atau generalisasi (Supardi, 2013).

(59)

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat RW 04 Desa Padasuka Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor.

Tabel. 4.1 Jumlah Populasi Masyarakat RW 04 Desa Padasuka No. Jumlah RT Jumlah populasi per RT Jumlah Populasi

Sesuai Kriteria Inklusi

1. RT 01 600 200

2. RT 02 300 100

3. RT 03 500 200

Jumlah 1400 500

2. Sample

Menurut Mulyono (2012), Sample adalah bagian dari kelompok yang mewakili kelompok besar. Sample adalah sebuah gugus atau sejumlah tertentu anggota himpunan yang dipilih dengan cara tertentu agar mewakili populasi (Supardi, 2013).

Sample dalam penelitian ini adalah sebagian masyarakat yang terdiri dari masyarakat yang berada di RW 04 Desa Padasuka Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor.

a. Jumlah sample

Menetapkan besarnya atau jumlah sampel minimal suatu penelitian tergantung kepada dua hal, yaitu, pertama adanya sumber-sumber yang dapat digunakan untuk menentukan batas maksimal dan dari besarnya sample. Kedua, kebutuhan dari

(60)

rencana analisis yang menentukan batas minimal dari besarnya sample (Notoatmodjo,2010)

Menurut Supardi (2013) dalam menentukkan jumlah sample tergantung dari:

1) Derajat keseragaman populasi.

2) Presisi yang dikehendaki dalam penelitian.

3) Tujuan penelitian

4) Ketersediaan tenaga, waktu, dan biaya.

Dalam perhitungan jumlah sample, peneliti menggunakan rumus menurut Setiadi (2013), yaitu:

Skema 4.1 Formula Perhitungan Sample (Sumber : Setiadi, 2013)

Keterangan:

N = Jumlah Populasi n = Jumlah Sample

d = Tingkat Kepercayaan yang diinginkan (10%, 5%, 1%)

Berdasarkan hasil studi pendahuluan didapatkan data statistik bahwa jumlah keluarga yang tinggal di RW 04 Desa Padasuka Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor Sebanyak 900 jiwa.

n = N 1 + N(d) 2

(61)

N = 500 d2 = 0,1 n = N 1 + N(d)2 n = 500 1 + 500 (0,1)2 n = 500 1 + 500 (0,01) n = 500 1 + 5,0 n = 500 6

n = 83.33 responden dibulatkan menjadi 84

Berdasarkan perhitungan di atas maka jumlah sample yang didapat dengan total populasi 900 jiwa dan tingkat kepercayaan 10% (0,1) adalah 83.3 dibulatkan menjadi 84 responden.

Dalam banyak keadaan peneliti telah mengantisipasi kemungkinan subjek terpilih yang drop out, lass of low-up, atau subjek yang tidak taat, peneliti menambahkan proposi drop out 10%. Bila dari awal telah di tetapkan bahwa subjek tersebut tidak akan dianalisas, maka perlu dilakukan koreksi terhadap besar sample yang akan di hitung, dengan menambahkan sejumlah subjek agar besar sample tetap terpenuhi, untuk itu tersedia formula sederhana untuk penambahan subjek sebagai berikut:

(62)

Skema 4.2 perhitungan hasil dropout (Sastroasmoro, 2006)

Keterangan:

n’ : Besar sample yang akan dihitung n : Jumlah sample sebelum di hitung f : Perkiraan proporsi drop out Antisipasi Drop out :

n’ = 84 (1-f) n’ = 84 (1-0,1) n’ = 84 (0.9)

n’ = 93.33 responden dibulatkan menjadi 94 responden

Berdasarkan perhitungan di atas, jumlah sample yang didapat dengan perhitungan presisi mutlak kepercayaan, sehingga didapatkan hasil 94 sample.

b. Kriteria sample 1) Kriteria Inklusi

Menurut Setiadi (2013) kriteria inklusi (kriteria yang layak diteliti) adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu

n’ = n (1-f)

(63)

populasi target dan terjangkau yang akan diteeliti. Dimana subjek penelitian mewakili sample penelitian yang mematuhi syarat sebagai sample.

Kriteria inklusi dalam penelitian adalah :

a) Masyarakat di wilayah RW 04 Desa Padasuka Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor yang berusia > 12 tahun.

b) Masyarakat di wilayah RW 04 Desa Padasuka Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor yang bisa membaca dan menulis.

c) Masyarakat di wilayah RW 04 Desa Padasuka Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor yang bersedia menjadi responden.

2) Kriteria Ekslusi

Menurut Setiadi (2013), ekslusi (kriteria yang tidak layak diteliti) yaitu menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang tidak memenuhi kriteria inklusi dan studi karena berbagai sebab antara lain:

a) Responden menolak berpatisipasi.

b) Responden yang tidak ada di rumah saat penggumpulan data.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan masyarakat tentang obat batuk di Seksyen 3, Bandar Baru Bangi, Selangor, Malaysia.. Selain

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat di RW 1 desa Nanjung kecamatan Margaasih kabupaten Bandung Jawa Barat

Rumusan masalah yang diungkap dalam penelitian ini adalah : Bagaimana gambaran penggunaan obat tradisional untuk pengobatan sendiri pada masyarakat di Desa Jimus Polanharjo

Mendapatkan gambaran mengenai pola penggunaan obat tradisional untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa

BAB V PEMBAHASAN Penelitian yang telah dilaksanakan oleh peneliti di SDI As-Salam Malang dengan judul “Peran Guru dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa pada Pembelajaran Tematik

Tujuan penelitian untukm engetahui Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Terhadap Penggunaan Obat Tanpa Resep Dokter di Desa Randusari Kecamatan

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul hubungan motivasi keluarga dengan tingkat kepatuhan minum obat pada Penderita

Karakteristik responden pada penelitian dengan judul gambaran penggunaan obat tradisional untuk pengobatan sendiri pada masyarakat di Desa Jimus Polanharjo Klaten dapat dilihat