i
ALIH FUNGSI LAHAN DARI TAMBAK MENJADI SAWAH
(Studi Kasus di Kelurahan Langnga, Kecamatan Mattiro Sompe, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan)
OLEH :
AHMAD AFANDI G 211 14 010
DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2018
ii
ALIH FUNGSI LAHAN DARI TAMBAK MENJADI SAWAH
(Studi Kasus di Kelurahan Langnga, Kecamatan Mattiro Sompe, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan)
OLEH :
AHMAD AFANDI G 211 14 010
DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2018
iii
iv
PANITIA UJIAN SARJANA
DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
JUDUL : ALIH FUNGSI LAHAN DARI TAMBAK MENJADI SAWAH
(Studi Kasus di Kelurahan Langnga, Kecamatan Mattiro Sompe, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan)
NAMA : AHMAD AFANDI
STAMBUK : G211 14 010
TIM PENGUJI
Prof. Dr. Ir. Darmawan Salman, M.S.
Anggota
Prof. Dr. Ir. Muslim Salam, M.Ec.
Anggota
Ir. Tamzil Ibrahim, M.Si.
Anggota
Dr. Ir. Rahmadanih, M.Si.
Anggota
Ir. Nurdin Lanuhu, M.P.
Anggota Dr. Ir. Saadah, M.Si.
Anggota
Tanggal Ujian : 07 Agustus 2018
v
RINGKASAN
ALIH FUNGSI LAHAN DARI TAMBAK MENJADI SAWAH (Studi Kasus di Kelurahan Langnga, Kecamtan Mattiro Sompe,
Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan)
Ahmad Afandi*, Rahmadanih, Nurdin Lanuhu
Program Studi Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Alih Fungsi Lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsi semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang akan menjadi dampak terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan pertanian dan 2) Mengetahui dampak yang ditimbulkan beralihnya lahan pertanian dari tambak menjadi sawah terhadap kondisi sosial ekonomi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan lokasi penelitian di Kelurahan Langnga, Kecamatan Mattiro Sompe, Kabupaten Pinrang. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: 1) Faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan tambak menjadi sawah disebabkan oleh faktor ekonomi adanya serangan penyakit pada udang yang mengakibatkan produksi udang menurun kemudian faktor ekologi meliputi saluran muara pada tambak mengalami pendangkalan yang disebabkan oleh perubahan musim sehingga sirkulasi air tambak tidak berjalan dengan baik, faktor teknologi tidak adanya upaya penggunaan mesin pompa air dalam pemenuhan air pada tambak sehingga mengakibatkan pemenuhan air pada tambak tidak terpenuhi serta faktor sosial adalah kepedulian pemerintah dan masyarakat sudah hilang yang ditandai dengan tidak adanya perbaikan saluran muara pada tambak dan jumlah tanggungan keluarga. 2) Dampak alih fungsi lahan dari segi ekonomi setelah beralih petani mendapatkan pendapatan lebih besar ketimbang mengelolah tambak, kemudian dari segi sosial sebagian petani awalnya tidak bergabung dalam kelompok tani namun setelah beralih mereka membentuk suatu kelompok tani disamping itu juga rentang terjadi konflik sosial antara petani hal tersebut diakibatkan dari pemenuhan air pada sawah yang masih memanfaatkan satu saluran irigasi.
Kata Kunci: Alih Fungsi Lahan; Tambak; Sawah.
vi
ABSTRACT
LAND CONVERSION FROM FISHPOND TO RICEFIELD (A Case Study in Langnga Village, Mattiro Sompe Subdistrict,
Pinrang Regency)
Ahmad Afandi*, Rahmadanih, Nurdin Lanuhu
Lectic Prodi Agribusiness Department of Social Economics Faculty, Faculty of Agriculture, Hasanuddin University, Makassar.
Land conversion is the change in function of partial or entire land region from initial function (as planned) to other function that will have impact on environment and the land potentials itself. This study aims to: 1) Determine the factors causing the agricultural land conversion and 2) Find out the impacts of the agricultural land conversion from fishfond to ricefiled on social economic condition. This study used a qualitative approach with study location in Langnga Village, Mattiro Sompe Subdistrict, Pinrang Regency. Study findings indicate that: 1) The factors causing the conversion of fishfond to ricefield land are economic, ecological, technological and social. From the economic point of view, the shrimp production decreased significantly due to diseases attacks. The ecological factor included the shallowing of estuary channel in fishponds caused by sesonal change making the fishpond water circulation was impaired. The technological factors in the absence of efforts to use the water pump machine in the fulfillment of water needs in the ponds resulting in water fulfillment in the pond is not met as well. The social factor with the concern of the government and the people are gone which is marked by the absence of improvement of estuary channels in ponds and the number of family dependents, and 2) Economically, after converting their fishpond to ricefield the farmers acquire higher income compared to fishpond product, and from the social aspect many of the farmers who initially did not join any farmers group began to create and participate in a farmers group. In addition, the was a vulnerability for social conflict among the farmers related to water supply to ricefileds that still using one shared irrigation channel.
Keywords: Land Conversion; Fishpond; Ricefield.
vii
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Ahmad Afandi, lahir di Langnga, pada tanggal 24 Juni 1995 merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Abdul Hamid dan Megawati.
Selama hidupnya, penulis telah menempuh beberapa pendidikan formal, yaitu:
1. TK Pertiwi, Kabupaten Pinrang Tahun 2001 - 2002
2. SDN 53 Langnga, Kabupaten Pinrang Tahun 2002 - 2008 3. SMPN 1 Langnga, Kabupaten Pinrang Tahun 2008 - 2011 4. SMAN 3 Pinrang, Kabupaten Pinrang Tahun 2011 - 2014
5. Lulus melalui jalur SNMPTN Undangan menjadi mahasiswa di Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar pada tahun 2014 untuk Strata Satu (S1).
Selama menempuh pendidikan di Universitas Hasanuddin penulis bergabung dalam organisasi dalam lingkup Universitas Hasanuddin sebagai anggota Peminat Sosial Ekonomi Pertanian (MISEKTA) serta aktif mengikuti berbagai seminar yang dilaksanakan tingkat lokal, nasional maupun internasional.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil Alamin, penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Kuasa, atas Rahmat dan Hidayah- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akhir pada Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin. Tak lupa pula shalawat dan salam kepada Junjungan Kita Nabi besar Muhammad SAW yang telah memberi tauladan bagi kita semua.
Skripsi ini berjudul “ALIH FUNGSI LAHAN DARI TAMBAK MENJADI SAWAH (Studi Kasus di Kelurahan Langnga, Kecamatan Mattiro Sompe, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan)”, di bawah
bimbingan Dr. Ir. Rahmadanih, M.Si. dan Ir. Nurdin Lanuhu, M.P.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin.
Penulis menyadari bahwa selama penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai hambatan dan kesulitan. Menyadari keterbatasan kemampuan yang penulis miliki, dengan penuh kerendahan hati penulis mengakui bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.
ix Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua. Semoga segala amal kebaikan dan bantuan dari semua pihak yang diberikan kepada penulis mendapat balasan setimpal yang bernilai pahala di sisi-Nya, dan semoga apa yang tersaji dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Makassar, Juli 2018
Penulis
x
UCAPAN TERIMA KASIH
Rasa Syukur tak terhingga penulis panjatkan kepada Allah SWT yang karena-Nya lah skripsi ini dapat terselesaikan tanpa rahmat dan hidayah-Nya, tidak mungkin penulis menyelesaikan tulisan ini. Sholawat dan Salam bagi Nabi Muhammad SAW, teladan kolektif bagi umatnya yang telah membawa era baru kejayaan peradaban umat manusia.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa ada bantuan dari beberapa pihak baik moril maupun materil. Pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan penghargaan yang teristimewa dan setinggi-tingginya kepada yang tercinta Ibunda Megawati dan Ayahanda Abdul Hamid, dengan penuh kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada beliau yang telah membesarkan, mendidik, memberikan motivasi dengan penuh kasih sayang, kesabaran, ketulusan dan keikhlasan serta doa yang senantiasa dipanjatkan untuk penulis.
Kepada saudara-saudaraku, Kakakku Refki, S.M. dan Adikku Fadil dan Chairunnisa terima kasih atas perhatian, doa, kasih sayang, dan segala bantuannya. Terimakasih kepada paman-paman dan bibi-bibiku:
Paman Darwis, Paman Aton, Paman Guntur, Paman Agus, Bibi Ati dan Bibi Beda. Tak Lupa untuk Nenek Hj. Lija dan Kakek Jamalong Serta Sasperi, S.M. bersama keluarga-keluarga yang selalu memberikan perhatian selama penulis berkuliah di Makassar.
xi Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis temui mulai dari tahap persiapan hingga tahap penyelesaian akhir skripsi ini. Namun, Alhamdulillah berkat usaha dan kerja keras serta bimbingan, arahan, kerjasama, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak maka skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Dengan segala kerendahan hati, melalui kesempatan ini peneliti menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Palubuhu M.A., selaku Rektor Universitas Hasanuddin dan jajarannya serta Bapak Prof. Dr. Ir.
Sumbangan Baja, M.Phil., selaku Dekan Fakultas Pertanian dan jajarannya.
2. Bapak Dr. Ir. Muh. Hatta Jamil, S.P., M.Si dan Ibu Dr. A. Nixia Tenriawaru, S.P., M.Si. selaku ketua departemen dan sekertaris departemen periode 2014-2018 yang telah banyak memberikan pengetahuan, mengayomi dan memberikan teladan selama penulis menempuh pendidikan.
3. Ibu Dr. Ir. Rahmadanih, M.Si., selaku pembimbing I terima kasih atas setiap waktu yang diberikan untuk ilmu, motivasi, saran, teguran yang membangun, dan pemahaman baru mengenai berbagai hal kepada penulis.
4. Bapak Ir. Nurdin Lanuhu, M.P., selaku pembimbing II terima kasih atas setiap waktu yang diberikan untuk ilmu, motivasi, saran, teguran
xii yang membangun, dan pemahaman baru mengenai berbagai hal kepada penulis.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Darmawan Salman, M.S. Bapak Prof. Dr. Ir.
Muslim Salam, M.Ec. dan Bapak Ir. Tamzil Ibrahim, M.Si., selaku dosen penguji, yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan penyusunan tugas akhir ini.
Penulis juga berterima kasih karena telah bersedia pula meluangkan waktu untuk hadir di setiap persentase tugas akhir penulis.
6. Ibu Dr. Ir. Saadah, M.Si. selaku panitia ujian sarjana dan Ibu Ni Made Viantika S, S.P., M.Agb. selaku panitia seminar seminar hasil dan Ibu Rasyidah Bakri, S.P., M.Sc., selaku panitia seminar proposal, terima kasih telah meluangkan waktunya dalam mengatur seminar penulis serta telah memberikan petunjuk, saran dan masukan dalam penyempurnaan tugas akhir penulis.
7. Bapak dan Ibu Dosen, khususnya Program Studi Agribisnis Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, yang telah banyak memberikan pengetahuan dan wawasan kepada penulis sejak pertama perkuliahan hingga penulis merampungkan tugas akhir.
8. Bapak Ahmad, Bapak Bahar, Kak Ima dan Kak Hera, selaku staf dan pegawai di Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, terima kasih telah membantu penulis dalam proses administrasi selama perkuliahan hingga menyelesaikan tugas akhir ini.
xiii 9. Keluarga Besar Mahasiswa Peminat Sosial Ekonomi Pertanian (MISEKTA) sebagai wadah komunikasiku, curahan bakat minatku dan tuntunan masa depanku yang telah banyak berperan dalam pembentukan karakter penulis.
10. Keluarga Besar Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Angkatan 2014 “SEMEST4” teman seperjuangan penulis, terima kasih atas segala bantuan, saran, motivasi yang diberikan pada penulis serta nasihat-nasihatnya kepada penulis mulai dari pertama menginjakkan kaki di kampus bersama-sama hingga sampai saat ini.
11. Sahabat-sahabat terbaik Zul Abad, A. Arfah Noor, Akbar Jaya, Yusran Ilyas, Aswar, Anang Hidayat, Akmalyanto, Al Gazali, Budi Prasetyo, Agus Fajariadi, Fadilah Nurdin, Eva Ratmi Gayatri, Yasmin Sudarmin, Rizky Putriani Yusuf, Nurdianti Bunna.
12. Kakak-kakak dan adik-adik di Departemen Sosial Ekonomi Pertanian dan warga MISEKTA tanpa terkecuali yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis. Terima kasih telah menjadi saudara selama menempuh pendidikan.
13. Kepada semua pihak yang telah memberi bantuan yang tak mampu penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang sifatnya membangun penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya dengan segala kerendahan hati,
xiv penulis berhadap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Demikian, teriring doa penulis panjatkan kepada Allah swt. Kiranya semua pihak yang telah memberikan sumbangsih dalam bentuk apapun, dilimpahkan anugerah, berkat rahmat, dan ridho-Nya. Amin.
Makassar, Juli 2018
Penulis
xv
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL i
HALAMAN PENGESAHAN... iii
SUSUNAN TIM PENGUJI ... iv
RINGKASAN ... v
RIWAYAT HIDUP ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
UCAPAN TERIMA KASIH ... x
DAFTAR ISI ... xv
DAFTAR TABEL ... xviii
DAFTAR GAMBAR ... xix
I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 4
1.3. Tujuan Penelitian 5
1.4. Manfaat Penelitian 5
II. TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1. Tambak ... 7
2.2. Sawah ... 10
2.3. Alih Fungsi Lahan ... 15
2.3.1. Pengertian Alih Fungsi Lahan Pertanian 15
2.3.2. Dasar Hukum Alih Fungsi Lahan ... 19
2.3.3. Faktor-faktor Penyebab Alih Fungsi Lahan Pertanian ... 21
2.3.4. Dampak Alih Fungsi Lahan ... 16
III. METODE PENELITIAN 28
3.1. Pendekatan Penelitian 28 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 28
3.3. Jenis dan Sumber Data ... 28
3.4. Penentuan Informan ... 29
xvi
3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 30
3.6. Fokus Penelitian ... 31
3.7. Teknik Analisis Data ... 32
3.8. Keabsahan Data ... 34
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 36
4.1. Deskripsi Umum ... 36
4.1.1. Sejarah Kelurahan Langnga... 36
4.1.2. Letak Geografis dan Administratif ... 36
4.1.3. Topografi dan Penggunaan Lahan ... 37
4.2. Data Demografi Kelurahan Langnga ... 38
4.2.1. Jumlah Penduduk ... 38
4.2.2. Tingkat Pendidikan ... 39
4.2.3. Mata Pencaharian ... 40
4.2.4. Sarana dan Prasarana Kelurahan Langnga ... 41
4.3. Potensi Kelurahan Langnga ... 42
4.3.1. Sumber Daya Manusia ... 42
4.3.2. Ekonomi ... 43
4.3.3. Sosial Budaya ... 43
4.3.4. Sarana Prasarana ... 43
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45
5.1. Profil Informan ... 45
5.2. Ide Alih Fungsi Lahan ... 50
5.3. Proses Alih Fungsi Lahan di Kelurahan Langnga ... 54
5.4. Faktor-faktor Penyebab Petani Mengalihfungsikan Tambaknya Menjadi Sawah ... 63
5.4.1. Faktor Ekonomi ... 63
5.4.2. Faktor Ekologi ... 67
5.4.3. Faktor Teknologi ... 73
5.4.4. Faktor Sosial ... 76
5.5. Dampak Alih Fungsi Lahan Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Kelurahan Langnga ... 80
xvii
5.5.1. Ekonomi ... 81
5.5.2. Sosial ... 84
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 92
6.1. Kesimpulan ... 92
6.2. Saran ... 93 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xviii
DAFTAR TABEL
No TABEL Halaman
1
2
3
Jumlah Informan yang di Wawancarai di Kelurahan Langnga, Kecamatan Mattiro Sompe, Kabupaten Pinrang
Penggunaan Lahan di Kelurahan Langnga, Kecamatan Mattiro Sompe, Kabupaten Pinrang, Tahun 2016
Jumlah Penduduk Kelurahan Langnga, Kecamatan Mattiro Sompe, Kabupaten Pinrang, Tahun 2016
30
38
38 4
5
6
7
8 9
10
11
Tingkat Pendidikan Penduduk Kelurahan Langnga, Kecamatan Mattiro Sompe, Kabupaten Pinrang, Tahun 2016
Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Langnga, Kecamatan Mattiro Sompe, Kabupaten Pinrang, Tahun 2016
Sarana dan Prasarana Penduduk Kelurahan Langnga, Kecamatan Mattiro Sompe, Kabupaten Pinrang, Tahun 2016
Luas Lahan Tambak Yang di Alihkan Petani Menjadi Sawah dan Tahun Peralihan
Faktor Penyebab Alih Fungsi Lahan
Pendapatan Kotor dan Bersih Petambak Informan Sebelum Beralih
Pendapatan Kotor dan Bersih Petani Sawah Informan Setelah Beralih Permusim Tanam 2017
Dampak Alih Fungsi Lahan
39
40
41
50 80
82
83 91
xix
DAFTAR GAMBAR
No Gambar Halaman
1 Luas Lahan Pertanian di Indonesia Tahun 2010-
2014 berturut-turut 18
2
3
Bagan Analisis Data (Miles dan Huberman, 1999:17)
Skema Proses Alih Fungsi Lahan Dari Tambak Menjadi Sawah di Kelurahan Langnga, Kecamatan Mattiro Sompe
32
62
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sektor pertanian memiliki peranan dominan dalam perekonomian di Sulawesi Selatan. Banyaknya angka kerja di Sulawesi Selatan yang masih menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian, sekitar 1,39 juta penduduk Sulawesi Selatan yang mencari nafkah di sektor pertanian atau setara dengan 38,68% dari total angkatan kerja Sulawesi Selatan sebesar 3,81 juta orang, ini menunjukan bahwa sektor pertanian memegang peranan penting terhadap kondisi ekonomi di Sulawesi Selatan. Namun sektor pertanian yang menjadi sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduk Sulawesi Selatan ini, ternyata masih belum mampu meningkatkan taraf hidup penduduk Sulawesi Selatan terutama petani itu sendiri untuk bisa hidup lebih sejahtera (BPS, 2017).
Perkembangan sektor pertanian, khususnya pada sektor pertanian tambak apabila ditelusuri dari waktu ke waktu mengalami berbagai permasalahan. Permasalahan tersebut mulai dari rendahnya penguasaan teknologi dan informasi, keterbatasan modal dan lahan, serta semakin buruknya kualitas air, dan infrastruktur saluran air yang tidak memadai.
Berbagai macam permasalahan yang dihadapi petani selama ini, kualitas air dan tingkat produktifitas tambak pertanian menjadi masalah pokok petani (Prasetya, 2015).
2 Luas lahan, kualitas air dan tingkat produktifitas tambak pertanian sangat menentukan hasil yang diperoleh petani dari mengelola lahan pertaniannya. Ketika lahan yang dimiliki oleh petani tidak terlalu luas dan kurang produktif, maka hasil yang didapatkan dari mengolah lahan pertanian juga sedikit (Prasetya, 2015).
Berdasarkan BPS Kabupaten Pinrang (2017), menunjukkan luas lahan tambak di Kabupaten Pinrang sekitar 15.026 Ha, dan rata-rata kepemilikan lahan petani tambak seluas 0,17 Ha. Pertanian tambak di Kabupaten Pinrang setidaknya meliputi lebih dari 6 ribu keluarga petani tambak. Perbandingan antara besarnya jumlah rumah tangga petani tidak sebanding dengan jumlah lahan pertanian yang tersedia. Belum lagi jika lahan tidak produktif maka hasil dari mengelola lahan pertanian juga tidak banyak dan tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarga.
Pekerjaan petani tambak hingga saat ini dianggap sebagai profesi yang tidak menjamin kesejahteraan hidup dimasa depan dibanding petambak yang dulu. Petani tambak menjadi kelompok yang terbelenggu dalam berbagai permasalahan tambak saat ini, hal tersebut menjadi salah satu faktor yang menyebabkan para petani tidak bangga lagi bekerja sebagai petani tambak. Bahkan banyak petani tambak yang menjual lahan pertaniannya dan mengalihkan mata pencahariannya. Salah satu daerah di Provinsi Sulawesi Selatan yang sektor pertanian tambaknya mulai ditinggalkan yaitu Kabupaten Pinrang (Prasetya, 2015).
3 Berbagai permasalahan dalam sektor pertanian khususnya pada sektor pertanian tambak, menyebabkan petani tambak di Kabupaten Pinrang mulai meninggalkan profesinya sebagai petani tambak dan beralih ke profesi yang lain. Menurut hasil BPS Kabupaten Pinrang (2017), dibandingkan dengan kondisi tahun 2014 luas lahan pertanian sawah di Kabupaten Pinrang seluas 96.588 Ha, namun pada tahun 2016 mengalami peningkatan menjadi 106.201 Ha. Sedangkan luas lahan pertanian tambak 2014 di Kabupaten Pinrang seluas 15.785 Ha, namun pada tahun 2016 mengalami menurunan menjadi 15.026,20 Ha. Data tersebut menunjukan bahwa profesi sebagai petani sawah sudah mulai meningkat dan profesi sebagai petani tambak sudah mulai ditinggalkan.
Kelurahan Langnga tergabung dalam Kecamatan Mattiro Sompe, Kabupaten Pinrang, Provinsi Sulawesi Selatan. Kelurahan tersebut termasuk Kelurahan Agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Lahan Pertanian di Kelurahan Langnga terbagi menjadi dua yaitu lahan pertanian sawah dan lahan tambak.
Keberadaan lahan pertanian sawah dan lahan pertanian tambak menyebabkan mata pencaharian petani di Kelurahan Langnga juga terbagi menjadi dua jenis yaitu sebagai petani sawah dan petani tambak (BPS, 2017).
Lahan pertanian di Kelurahan Langnga mayoritas digunakan sebagai lahan tambak udang. Namun pada tahun 2014 hingga 2017 mulai terjadi peralihan lahan pertanian dari tambak menjadi sawah. Petani
4 tambak di Kelurahan Langnga mengalihkan lahan pertaniannya dari tambak menjadi sawah karena didasari beberapa hal. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan penyebab petani tambak di Kelurahan Langnga beralih menjadi petani sawah disebabkan oleh faktor ekonomi, sosial dan ekologi. Selain itu, petani tambak di Kelurahan Langnga juga memiliki tujuan tertentu dengan memilih mengalihkan lahan pertaniannya menjadi lahan sawah.
Beralihnya lahan pertanian di Kelurahan Langnga dari tambak menjadi sawah diikuti dengan beralihnya mata pencaharian petani tambak di kelurahan tersebut menjadi petani sawah. Perubahan mata pencaharian berhubungan erat dengan perubahan pada aspek ekonomi. Perubahan pada aspek ekonomi juga akan mempengaruhi kondisi sosial masyarakat, sehingga beralihnya lahan pertanian tersebut juga berdampak pada aspek sosial-ekonomi masyarakat khususnya petani. Berdasarkan latar belakang yang telah disajikan, maka peneliti mengangkat judul penelitian Alih Fungsi Lahan dari Tambak Menjadi Sawah”. Judul penelitian tersebut menjadi pembeda dari penelitian yang lain, dikarenakan kasus yang diangkat peneliti terkait dengan alih fungsi lahan pertanian ke pertanian sedangkan penelitian yang lain kebanyakan mengangkat topik alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian.
1.2 . Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka, penelitian ini akan menjawab beberapa masalah sebagai berikut :
5 1. Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan
pertanian dari tambak menjadi sawah di Kelurahan Langnga?
2. Bagaimana dampak yang ditimbulkan beralihnya lahan pertanian dari tambak ke sawah terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat di Kelurahan Langnga?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan pertanian dari tambak menjadi sawah di Kelurahan Langnga.
2. Mengetahui dampak yang ditimbulkan beralihnya lahan pertanian dari tambak menjadi sawah terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat Kelurahan Langnga.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Manfaat yang diharapkan antara lain sebagai berikut :
1. Manfaat Secara Teoretis
a. Meningkatkan kemampuan berfikir peneliti melalui karya ilmiah, sekaligus menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh.
b. Memahami kasus alih fungsi lahan pertanian dalam perspektif sosiol ekonomi pertanian.
6 2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan rujukan untuk penelitian selanjutnya, dan dapat menjadi sumbangan bagi khasanah kepustakaan, serta sebagai syarat menyelesaikan S1 Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin.
Hasil penelitian ini juga diharapkan menambah wawasan bagi masyarakat secara umum tentang fenomena alih fungsi lahan yang meliputi faktor penyebab dan dampak yang dapat ditimbulkan terhadap kehidupan sosial-ekonomi masyarakat.
7 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tambak
Menurut Yanti (2013), tambak berasal dari bahasa Jawa yaitu nambak yang artinya membendung air dengan pematang sehingga terkumpul pada suatu tempat atau biasa disebut empang yang dekat pantai laut. Karena dekat dengan pantai, petakan tambak selalu menerima air payau, campuran dari sungai dan air laut yang memasuki muara sungai pada saat terjadi pasang. Sehingga dapat dikatakan bahwa usaha tani tambak merupakan jenis pertanian yang diusahakan pada daerah jalur pantai atau daerah pasang surut dengan memanfaatkan pasang surut air laut dan biasanya dipadukan dengan air payau atau air dan sungai melalui sebuah saluran.
Menurut Nurnanengsi (2015), tambak merupakan kolam yang dibangun di daerah pasang surut dan digunakan untuk memelihara bandeng, udang dan hewan lainnya yang biasa hidup di air payau. Air yang masuk ke dalam tambak sebagian besar berasal dari laut saat terjadi pasang, sehingga pengelolaan air di dalam tambak dilakukan dengan memanfaatkan pasang surut air laut.
Dalam pengelolaan dan pemeliharaan tambak, ada beberapa macam kegiatan yang dilakukan yang biasa disebut panca upaya atau panca usaha tambak, yaitu lima macam kegiatan pokok yang harus kita laksanakan agar usaha kita dapat berhasil. Kelima macam keegiatan
8 tersebut terdiri dari : (1) perbaikan saluran air, gunanya agar pergantian air dapat dilakukan. (2) pengolahan tanah, dalam hal ini jika tambak yang akan digunakan sebelumnya harus terlebih dahulu dibersihkan dari sisa kotoran yang akan mengganggu pertumbuhan udang. (3) pemakaian pupuk. Pupuk yang kita kenal tediri dari pupuk organik atau disebut juga sebagai pupuk alam seperti pupuk hijau, pupuk kompos dan pupuk kandang. Pemupukan bertujuan untuk mendorong pertumbuhan makanan alami, yaitu : lumut, plankton. (4) pemberantasan hama, (5) penyediaan benih yang cukup (Nurmalasari, 2003).
Menurut Nurnanengsi (2015), didalam kegiatan usaha tambak ada beberapa hal yang harus di perhatikan antara lain :
1. Penyediaan Benih
Benih yang baik sangat penting untuk memperoleh produksi yang tinggi. Benih tersebut harus sudah cukup umur untuk dilepas, ukurannya sudah memenuhi syarat, dan sehat, serta presentase kematiannya rendah. Bila mendatangkan benih dari tempat yang jauh, usahakan jangan sampai benih mati akibat cara pengangkutan buruk.
2. Pembuatan Tempat Pemeliharaan
Bentuk tempat pemeliharaan tidak menjadi persoalan, bisa kolam, empang, tambak, keramba, tong, atau bahkan drum. Namun hal yang perlu diperhatikan adalah ukuran tempat tersebut. Luas lahan yang disediakan untuk membesarkan ikan harus sesuai dengan jumlah populasi yang ditebarkan. Jangan sampai tempat itu terlalu sesak oleh
9 ikan atau tempatnya terlalu besar sehingga menghabiskan biaya.
Tempat yang akan digunakan sebaiknya dipastikan bebas dari bibit hama atau penyakit. Keringkan sawah atau kolam yang akan digunakan selama beberapa hari hingga tanah dasarnya retak-retak.
3. Pengairan
Tanpa air, mustahil usaha perikanan bisa berhasil. Air merupakan hal yang vital bagi kehidupan ikan. Oleh karena itu, sumber air perlu dijaga walaupun berada di luar wilayah pemeliharaan. Kebersihan air dan debit yang cukup sangat penting untuk kelancaran pemelihaaan. Bila musim hujan atau banjir, usahakan jangan sampai kolam menjadi tergenang sehingga ikan hilang atau hanyut terbawa air. Sementara pada musim kemarau, penambahan air perlu dilakukan agar kolam tidak kekeringan.
4. Pakan dan Pemupukan
Pakan dan pemupukan mempengaruhi pertumbuhan ikan dalam sebuah habitatnya. Pakan yang dikomsumsi ikan akan memberikan sebuah suplai energi dalam tubuh sehingga akan merangsang pertumbuhan. Sementara pemupukan bertujuan untuk menyuburkan kolam sehingga akan tumbuh pakan alami yang berguna juga untuk pertumbuhan ikan budidaya.
5. Pengendalian hama dan penyakit
Hama dan penyakit merupakan faktor pengganggu yang sangat mengancam keberhasilan usaha budidaya. Hama yang banyak
10 mengganggu di bidang perikanan, antara lain bermacam-macam ikan liar, kepiting, burung, ular dan linsang. Hewan-hewan ini ada yang menjadi pemangsa, ada yang menjadi saingan ikan yang dipelihara karena hidup secara liar di dalam kolam, serta ada juga yang merusak pematang dan pintu air. Selain hama, beberapa penyakit juga sering menyerang ikan. Penyakit tersebut antara lain disebabkan oleh protozoa, bakteri, cendawan, atau virus.
2.2. Sawah
Menurut Notohadiprawiro (2006), sawah merupakan suatu system budaya tanaman yang khas dilihat dari sudut kekhususan pertanaman yaitu padi, penyiapan tanah, pengelolaan air, dan dampaknya atas lingkungan. Maka sawah perlu diperhatikan secara khusus dalam penatagunaan lahan. Meskipun di lahan sawah dapat diadakan pergiliran berbagai tanaman, namun pertanaman pokok selalu padi. Jadi, kalau kita berbicara tentang sawah pokok pembicaraannya tentu produksi padi dan beras.
Dalam pengertian sawah menurut para ahli adalah usaha pertanian yang dilaksanakan pada tanah basah dan memerlukan air untuk irigasi.
Jenis tanaman yang terutama untuk pertanian sawah adalah padi. Dalam bersawah, pengolahan lahan dilakukan secara intensif dan merupakan pertanian menetap. Sawah sangat bermanfaat bagi manusia karna tanpa sawah maka padi dan sejenisnya tidak akan kita makan, dimana kita tahu
11 semua bahwa padi merupakan makanan khas Indonesia. Sawah di Indonesia umumnya dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sawah irigasi, sawah tadah hujan dan sawah pasang surut.
Menurut Notohadiprawiro (2006), berdasarkan sifatnya sawah dikelompokkan menjadi :
1. Sawah Irigasi merupakan sistem pertanian dengan pengairan yang teratur, tidak bergantung curah hujan karena pengairan dapat diperoleh dari sungai waduk. Pertanian sawah irigasi biasanya panen dua kali setahun dan pada musim kemarau dapat diselingi dengan tanaman palawija.
2.
Sawah Tadah Hujan adalah sawah yang mendapatkan air hanya pada saat musim hujan sehingga sangat tergantung pada musim. Sawah tadah hujan ditanami dengan padi jenis gogorancah. Namun, pada musim kering ditanami dengan palawija, jagung dan ketela pohon.3.
Sawah Pasang Surut tergantung pada keadaan air permukaan yang dipengaruhi oleh kondisi pasang surutnya air sungai. Pada saat pasang, sawah tergenang air, sedangkan pada saat surut sawah kering dan ditanami dengan padi. Sawah pasang surut banyak terdapat di Sumatera, Kalimantan, dan Papua.Menurut Purwono dan Purnamawati (2011) Sistem pembudidayaan tanaman padi di Indonesia secara garis besar dikelompokkan menjadi dua, yaitu padi sawah dan padi gogo (padi huma, padi ladang). Pada sistem sawah, tanaman padi sepanjang hidupnya selalu dalam keadaan
12 tergenang air. Sebaliknya pada sistem gogo, tanaman padi ditumbuhkan tidak dalam kondisi tergenang. Kombinasi kedua sistem ini dikenal sebagai gogo rancah, yaitu padi ditanam saat awal musim hujan pada petakan sawah, kemudian secara perlahan digenangi dengan air hujan seiring dengan makin bertambahnya curah hujan. Ciri khusus padi sawah adalah adanya penggenangan selama pertumbuhan tanaman. Budidaya padi sawah dilakukan pada tanah yang berstruktur lumpur. Oleh sebab itu, tanah yang ideal untuk sawah harus memiliki kandungan liat minimal 20 persen.
Menurut Nurnanengsi (2015), didalam kegiatan usaha padi sawah ada beberapa hal yang harus di perhatikan antara lain :
a. Penyiapan Lahan
Waktu pengolahan tanah yang baik tidak kurang dari 4 minggu sebelum penanaman. Pengolahan tanah terdiri dari pembajakan, garu, dan perataan. Sebelum diolah, lahan digenangi air terlebih dahulu sekitar 7 hari. Pada tanah ringan, pengolahan tanah cukup dengan satu kali bajak dan 2 kali garu, lalu dilakukan perataan. Kedalaman lapisan olah berkisar 15-20 cm. Tujuannya untuk memberikan media pertumbuhan padi yang optimal dan gulma dapat dibenamkan dengan sempurna.
b. Pemilihan Benih
Benih yang digunakan disarankan bersertifikat/berlabel biru. Pada tiap musim tanam perlu adanya pergiliran varietas benih yang digunakan dengan memperhatikan ketahanan terhadap serangan wereng dan tungro.
13 Kebutuhan benih berkisar 20-25 kg/hektar. Sebelum disemai, benih direndam terlebih dahulu dalam larutan air garam (200 gram per liter air).
Benih yang mengambang dibuang karena sudah tidak bagus lagi. Benih yang bagus ditiriskan, lalu dicuci dan direndam dengan air bersih selama 24 jam. Air rendaman diganti tiap 12 jam. Bakal lembaga akan muncul berupa bintik putih pada bagian ujungnya. Hal tersebut menunjukkan benih siap untuk disemai.
c. Penyemaian
Lahan penyemaian dibuat bersamaan dengan penyiapan lahan untuk penanaman. Untuk luas lahan satu hektar, dibutuhkan lahan penyemaian seluas 500 m2. Pada lahan persemaian tersebut dibuat bedengan dengan lebar 1-1,25 m dan panjangnya mengikuti panjang petakan untuk memudahkan penebaran benih. Setelah bedengan diratakan, benih disebarkan merata, di atas bedengan. Selanjutnya, disebarkan sedikit sekam sisa penggilingan padi atau jerami diatas benih.
Tujuannya untuk melindungi benih dari hujan dan burung. Air dipertahankan tergenang di sekitar bedengan hingga bibit siap dipindahtangankan. Bibit siap dipindahtangan (transplanting) saat bibit berumur 3-4 minggu atau bibit memiliki minimal 4 daun.
d. Cara Tanam
Saat penanaman, kondisi lahan dalam keadaan tidak tergenang atau macak-macak. Jarak tanam yang dianjurkan adalah 25 cm x 25 cm atau 30 cm x 15 cm atau jarak tanam jejer legowo 40 cm x 20 cm x 20 cm.
14 Bibit yang ditanam berkisar 3 batang per lubang. Setelah 3 hari penanaman, air dimasukkan ke dalam lahan. Adapun penyulaman dapat dilakukan 7 hari setelah tanam (HST) jika ada bibit yang mati.
e. Pemupukan
Pupuk yang digunakan sebaiknya kombinasi antara pupuk organik dan pupuk buatan. Pupuk organik yang diberikan dapat berupa pupuk kandang atau pupuk hijau dengan dosis 2-5 ton/ha. Pupuk organik diberikan saat pembajakan/cangkul pertama. Berdasarkan penelitian, penggunaan pupuk organik dapat mengurangi dosis pupuk buatan hingga setengahnya. Dosis pupuk yang dianjurkan adalah 200 kg urea/ha, 75-100 kg SP-36/ha, dan 75-100 kg KCL/ha. Urea diberikan 2-3 kali yaitu 14 HS, 30 HST, dan saat menjelang primordia bunga. Pupuk SP-36 dan KCL diberikan saat tanam atau pada 14 H.
Jika digunakan pupuk majemuk dengan perbandingan 15-5-15, dosisnya 300 kg/ha. Penggunaan pupuk majemuk menguntungkan karena mengandung beberapa macam unsur hara yang dibutuhkan tanaman.
Pupuk majemuk diberikan setengah dosis saat tanaman berumur 14 HST, sisanya saat menjelang primordia bunga (50 HST). Dosis-dosis pupuk tersebut masih perlu disesuaikan dengan keadaan potensi dan daya dukung tanah setempat.
f. Pemeliharaan Tanaman
Pemberian air disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dengan mengatur ketinggian genangan. Ketinggian genangan dalam petakan
15 cukup 2-5 cm. Genangan air yang lebih tinggi akan mengurangi pembentukan anakan. Prinsip pemberian air adalah memberikan air pada saat yang tepat, jumlah yang cukup, dan kualitas air yang baik. Pengairan dalam tanah dengan drainase yang baik dan ketersediaan airnya dapat diatur sebaiknya diberikan sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman.
Pada tanah dengan drainase buruk, sebaiknya air dibiarkan tergenang dalam petakan. Jika ketersediaan air kurang mencukupi, pemberian air dapat dilakukan secara berselang (intermitten).
g. Panen dan Pascapanen
Salah satu upaya dalam peningkatan produksi pangan adalah mengurangi kehilangan hasil dalam penanganan panen dan pasca panen, maupun kuantitatif dan kualitatif. Penanganan panen dan pasca panen tanaman pangan perlu mendapatkan perhatian karena kehilangan hasil dalam produk pangan seperti padi dapat mmencapai 12-20 %.
Penanganan panen dan pasca panen menjadi primer meliputi kegiatan waktu dan cara panen, perontokan, pembersihan, pengeringan, pengangkutan dan penyimpanan.
2.3. Alih Fungsi Lahan
2.3.1. Pengertian Alih Fungsi Lahan Pertanian
Sebagai sumberdaya alam, lahan merupakan wadah dan faktor produksi strategis bagi kegiatan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Sumberdaya lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki banyak manfaat dalam memenuhi
16 berbagai kebutuhan manusia, seperti sebagai tempat tinggal, tempat mencari nafkah, tempat berwisata, dan tempat bercocok tanam (Yudhistira, 2013).
Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat luas dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia dari sisi ekonomi lahan merupakan input tetap yang utama bagi berbagai kegiatan produksi komoditas pertanian dan non-pertanian. Banyaknya lahan yang digunakan untuk setiap kegiatan produksi tersebut secara umum merupakan permintaan turunan dari kebutuhan dan permintaan komoditas yang dihasilkan.
Oleh karena itu perkembagan kebutuhan lahan untuk setiap jenis kegiatan produksi akan ditentukan oleh perkembagan jumlah permintaan setiap komoditas. Pada umumnya komoditas pangan kurang elastis terhadap pendapatan dibandingkan permintaan komoditas nonpertanian, konsekuensinya adalah pembangunan ekonomi yang membawa kepada peningkatan pendapatan cenderung menyebabkan naiknya permintaan lahan untuk kegiatan di luar pertanian dengan laju lebih cepat dibandingkan kenaikan permintaan lahan untuk kegiatan pertanian (Hidyat, 2008).
Alih Fungsi Lahan adalah suatu proses perubahan penggunaan lahan dari bentuk penggunaan tertentu menjadi penggunaan lain misalnya ke-non pertanian. Dan biasanya dalam pengalih fungsiannya mengarah ke
17 hal yang bersifat negatif bagi ekosistem lingkungan alam sawah itu sendiri (Dwipradnyana, 2014).
Menurut Prasetya (2015), mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagain atau seluruh kawasan lahan dari fungsi semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Dampak alih fungsi lahan juga mempengaruhi struktur sosial masyarakat, terutama dalam struktur mata pencaharian.
Alih fungsi lahan pertanian merupakan isu yang perlu diperhatikan karena ketergantungan masyarakat terhadap sektor pertanian, terutama pangan. Dalam kegiatan alih fungsi lahan sangat erat kaitannya dengan permintaan dan penawaran lahan, dimana penawaran atau persediaan lahan sangat terbatas sedangkan permintaan lahan yang tidak terbatas.
Menurut Barlowe dalam Yudhistira (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran lahan adalah karakteristik fisik alamiah, faktor ekonomi, faktor teknologi, dan faktor kelembagaan. Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan lahan adalah populasi penduduk, perkembangan teknologi, kebiasaan dan tradisi, pendidikan dan kebudayaan, selera dan tujuan, serta perubahan sikap dan nilai yang disebabkan oleh perkembangan usia. Pada umumnya permintaan komoditas pertanian terutama komoditas pangan terhadap pendapatan bersifat kurang elastis, sedangkan permintaan komoditas non pertanian
18 7.92
7.94 7.96 7.98 8 8.02 8.04 8.06 8.08 8.1 8.12 8.14
2010 2011 2012 2013 2014
Gambar 2.1. Luas Lahan Pertanian di Indonesia Tahun 2010-2014 berturut-turut
Luas Lahan
pangan bersifat elastis. Konsekuensinya adalah pembangunan ekonomi untuk meningkatkan pendapatan cenderung menyebabkan naiknya permintaan lahan untuk kegiatan non pertanian dibandingkan permintaan lahan untuk kegiatan pertanian.
Menurut Biro Pusat Statistik (2015) yang menyatakan, bahwa luas lahan sawah Indonesia pada tahun 2010 seluas 8.002.552 Ha selanjutnya pada tahun 2014 (5 tahun) telah mengalami peningkatan serius hingga menjadi seluas 8.111.593 Ha, hal ini menandakan peningkatan lahan pertanian di Indonesia setiap tahunnya seluas 21.808 Ha. Selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 2.1
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015.
19 2.3.2. Dasar Hukum Alih Fungsi Lahan
Alih Fungsi Lahan Dalam UU No 26 Tahun 2007 Pasal 33
1. Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lain.
2. Penatagunaan tanah pada ruang yang direncanakan untuk pembangunan prasarana dan sarana bagi kepentingan umum memberikan hak prioritas pertama bagi Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah.
3. Dalam pemanfaatan ruang pada ruang yang berfungsi lindung, diberikan prioritas pertama bagi Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah jika yang bersangkutan akan melepaskan haknya.
Pasal 77
1. Pada saat rencana tata ruang ditetapkan, semua pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang harus disesuaikan dengan rencana tata ruang melalui kegiatan penyesuaian pemanfaatan ruang.
20 2. Pemanfataan ruang yang sah menurut rencana tata ruang sebelumnya diberi masa transisi selama 3 (tiga) tahun untuk penyesuaian.
Penjelasan
Bagian Umum point 3
3. Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, sebagai tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya, pada dasarnya ketersediaannya tidak tak terbatas. Berkaitan dengan hal tersebut, dan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, Undang-Undang ini mengamanatkan perlunya dilakukan penataan ruang yang dapat mengharmoniskan lingkungan alam dan lingkungan buatan, yang mampu mewujudkan keterpaduan penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan, serta yang dapat memberikan pelindungan terhadap fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan hidup akibat pemanfaatan ruang. Kaidah penataan ruang ini harus dapat diterapkan dan diwujudkan dalam setiap proses perencanaan tata ruang wilayah.
21 2.3.3. Faktor-Faktor Penyebab Alih Fungsi Lahan Pertanian
Laju penggunaan lahan akan semakin meningkat seiring dengan pembangunan pertumbuhan ekonomi. Meningkatnya permintaan akan lahan mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian.
Menurut Pakpahan et al (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor langsung dan tak langsung. Faktor langsung atau mikro yaitu faktor konversi di tingkat petani dimana faktor tersebut mempengaruhi langsung keputusan petani. Faktor tersebut antara lain kondisi sosial ekonomi petani, seperti pendidikan, pendapatan, kemampuan secara ekonomi, pajak tanah, harga tanah, dan lokasi tanah. Sedangkan faktor tak langsung atau makro yaitu faktor konversi di tingkat wilayah dimana faktor tersebut tidak secara langsung mempengaruhi keputusan petani. Faktor ini mempengaruhi faktor-faktor lain yang nantinya berpengaruh terhadap keputusan petani.
Faktor tersebut antara lain seperti pertumbuhan penduduk yang mempengaruhi pertumbuhan pembangunan pemukiman dan perubahan struktur ekonomi ke arah industri dan jasa yang akan meningkatkan kebutuhan akan sarana transportasi dan lahan untuk industri.
Witjaksono (2013), turut mendukung pendapat tersebut, dimana beliau memaparkan lima faktor sosial yang mempengaruhi alih fungsi lahan, yaitu perubahan perilaku, hubungan pemilik dengan lahan, pemecahan lahan, pengambilan keputusan, dan apresiasi pemerintah terhadap aspirasi masyarakat. Dua faktor terakhir berhubungan dengan
22 sistem pemerintahan. Hal ini berkaitan dengan asumsi bahwa pemerintah sebagai pengayom dan abdi masyarakat seharusnya dapat bertindak sebagai pengendali terjadinya alih fungsi lahan.
Menurut Nasoetion (2013), proses alih fungsi lahan secara langsung dan tidak langsung ditentukan oleh dua faktor, yaitu sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh masyarakat dan pemerintah dan sistem non kelembagaan yang berkembang secara alamiah dalam masyarakat. Menurut penelitiannya, alih fungsi lahan sawah 59,08 persen ditentukan oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan sistem pertanian yang ada. Sedangkan faktor industrialisasi dan perkotaan mempengaruhi 32,17 persen dan faktor demografis hanya mempengaruhi 8,75 persen.
Yudhistira (2013), memaparkan bahwa secara umum masalah alih fungsi dalam penggunaan lahan terjadi antara lain karena pola pemanfaatan lahan yang masih sektoral, delineasi antar kawasan yang belum jelas, kriteria kawasan yang belum jelas, koordinasi pemanfaatan ruang yang masih lemah, dan penegakan hukum seperti UUPA (Undang- undang Pokok Agraria) yang masih lemah. Sedangkan menurut Isa (2004), faktor-faktor yang mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian antara lain :
1. Faktor Kependudukan. Pesatnya peningkatan jumlah penduduk telah meningkatkan permintaan tanah untuk perumahan, jasa, industri, dan fasilitas umum lainnya. Selain itu, peningkatan taraf hidup masyarakat juga turut berperan menciptakan tambahan permintaan lahan akibat
23 peningkatan intensitas kegiatan masyarakat, seperti lapangan golf, pusat perbelanjaan, jalan tol, tempat rekreasi, dan sarana lainnya.
2. Faktor ekonomi, yaitu tingginya land rent yang diperoleh aktivitas sektor non pertanian dibandingkan sektor pertanian. Rendahnya insentif untuk berusaha tani disebabkan oleh tingginya biaya produksi, sementara harga hasil pertanian relatif rendah dan berfluktuasi.
3. Faktor sosial budaya, antara lain keberadaan hukum waris yang menyebabkan terfragmentasinya tanah pertanian, sehingga tidak memenuhi batas minimum skala ekonomi usaha yang menguntungkan Selain itu, karena faktor kebutuhan keluarga petani yang terdesak oleh kebutuhan modal usaha atau keperluan keluarga lainnya (pendidikan, mencari pekerjaan non pertanian, atau lainnya), seringkali membuat petani tidak mempunyai pilihan selain menjual sebagian lahan pertaniannya.
4. Degradasi lingkungan, antara lain kemarau panjang yang menimbulkan kekurangan air untuk pertanian terutama sawah;
penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan yang berdampak pada peningkatan serangan hama tertentu akibat musnahnya predator alami dari hama yang bersangkutan, serta pencemaran air irigasi, rusaknya lingkungan sawah sekitar pantai mengakibatkan terjadinya instrusi (penyusupan) air laut ke daratan yang berpotensi meracuni tanaman padi.
24 2.3.4. Dampak Alih Fungsi Lahan
Menurut Yudhistira (2013), dampak dari alih fungsi lahan, antara lain :
1. Berkurangnya luas lahan tambak yang mengakibatkan turunnya produksi udang dan ikan.
2. Berkurangnnya luas tambak yang mengakibatkan bergesernya lapangan kerja dari sektor pertanian tambak ke pertanian sawah.
dimana tenaga kerja tambak nantinya akan bersaing dengan tenaga kerja sawah. Dampak sosial ini akan berkembang dengan meningkatnya kecemburuan sosial masyarakat setempat terhadap tenaga kerja sawah yang nantinya akan berpotensi meningkatkan konflik sosial.
3. Investasi pemerintah dalam pengadaan prasarana dan sarana pengairan menjadi tidak optimal. Hal ini dikarenakan irigasi yang telah dibangun menjadi sia-sia karena tambak yang ada dialihfungsikan.
Menurut Elisabeth (2016) dampak alih fungsi lahan pertanian, yaitu :
1. Dengan adanya alih fungsi lahan maka secara langsung memusnahkan lahan pertanian yang mengakibatkan semakin menyempitnya lahan pertanian, berkurangnya pendapatan petani, bahkan menghilangkan mata pencaharian buruh tani.
2. Dengan adanya kebijakan pemerintah, yang sebagian besar lahan yang di gunakan merupakan areal pertanian, maka hal tersebut
25 tentunya menimbulkan sentimen masyarakat terhadap pemerintah, karena pemerintah dianggap tidak memikirkan kehidupan masyarakat petani.
Menurut Dwipradnyana (2014). Dampak konversi lahan pertanian menyangkut berbagai dimensi kepentingan yang luas yaitu tidak hanya mengancam keberlanjutan swasembada pangan, tetapi juga berkaitan dengan penyerapan tenaga kerja, pemubaziran investasi irigasi, pemerataan kesejahteraan, kualitas lingkungan hidup dan kemapanan struktur sosial masyarakat.
Sedangkan penelitian yang telah dilakukan oleh Faradila (2015), terkait dengan dampak alih fungsi lahan pertanian dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Dampak pada Segi Ekonomi
Perubahan fungsi tambak menjadi tanah pertanian dapat mempengaruhi sektor ekonomi masyarakat dimana pada lahan tambak biasanya dapat meraup tenaga kerja yang cukup banyak karena pada tambak membutuhkan pengawasan dan penjagaan dari pagi siang dan malam, agar tambak dapat menghasilkan panen yang cukup dan berlimpah sedangkan pada pertanian sawah tidak memerlukan banyak tenaga karena pada pertanian sawah cukup dilakukan oleh pemilik sawah sendiri dalam pengerjaannya karena pada pertanian sawah hanya dilakukan satu kali pemupukan.
26 Keadaan ini memberikan pengaruh pada kehidupan ekonomi masyarakat dimana biasanya tenaga kerja dapat lebih banyak diserap dengan adanya tambak, tetapi karena adanya peralihan fungsi dari tambak ke persawahan menyebabkan tenaga kerja tidak banyak diserap sehingga banyak anggota masyarakat yang akan mengalami pengangguran.
Selain itu taraf hidup masyarakat dapat pula mempunyai kualitas yang menurun dimana pada petani hasil yang dicapai tidak sebanyak pada tambak sehingga kemungkinan pendapatan yang diperoleh lebih rendah dari saat mereka menjalankan usaha tambak. Akan tetapi menurut informan resiko kerugian yang akan dijalani oleh petani lebih kecil daripada menjadi petambak. Tapi tidak menutup kemungkinan hasil yang dicapai bisa sangat rendah dari tambak karena adanya gagal panen.
2. Dampak pada segi Sosial
Selanjutnya, Faradila (2015) mengemukakan bahwa dampak alih fungsi tambak pada segi sosial dimana masyarakat akan mengalami dampak dari perubahan sikap yang berlebihan seperti banyaknya petambak yang berubah menjadi petani dapat berpengaruh terhadap pencitraan petani semakin menurun atau pekerjaan sebagai petani bahkan dibidang pertanian menjadi tidak menarik, karena sudah
27 banyak yang menjalankan kegiatan tersebut, kemudian kebutuhan pangan yang diperoleh dari hasil tambak akan menurun sehingga kemungkinan akan mempengaruhi ketersediaan pangan di daerah.
Apabila lahan yang dirubah merupakan usaha milik keluarga secara turun temurun akan mengakibatkan terjadinya hubungan pemilik lahan dengan lahan dan penggarap dalam konteksnya adalah pemilik lahan merasa lahannya sebagai warisan dari orang tuanya, wahana berbagi rasa dengan penggarapnya, sehingga lahan tersebut perlu dipertahankan walaupun dengan resiko nilainya semakin menurun jika tidak ada upaya pengelolaan yang bagus (tidak ramah lingkungan) akibatnya kondisi lahan terus merosot bahkan terjadi kerusakan.
Berarti maksud mempertahankan kepemilikan lahan di sini dapat dikatakan sia-sia. Namun jika maksudnya untuk mempertahankan lahan dengan pengelolaan lahan yang bagus yakni lahan harus dipelihara dengan baik (ramah lingkungan) dan dapat meningkatkan nilai tambah financial dll, antara lain: melalui pemupukan yang teratur, terpadu dan proporsional (keseimbangan pupuk organik dan pupukan organik) disertai pemilihan bibit unggul dll dengan harapan hasilnya meningkat sekaligus meningkat pula pendapatannya.
28 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian tentang “Alih Fungsi Lahan dari Tambak Menjadi Sawah” adalah pendekatan kualitatif, agar penelitian ini mampu memberikan gambaran yang jelas, terinci, mendalam dan ilmiah mengenai kasus alih fungsi lahan pertanian yang terjadi di Kelurahan Langnga yang dilihat dari faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan dari tambak ke sawah. Uniknya penelitian ini, di lihat dari Masyarakat Kelurahan Langnga yang dominannya adalah nelayan.
Namun yang dikenal di Kelurahan Langnga adalah petambaknya sehingga penelitian ini menggunakan jenis metode studi kasus.
3.2 . Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Langnga, Kecamatan Mattiro Sompe, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi ini dengan dasar pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan salah satu daerah yang mengalahmi ahli fungsi lahan dari tambak menjadi sawah.
Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih satu bulan Februari 2018.
3.3. Jenis dan Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini berupa kata-kata, tindakan, dan data tambahan seperti dokumen, dan lain-lain. Data penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber sebagai berikut :
29 1. Data Primer, adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan atau lokasi penelitian. Data primer diperoleh melalui hasil pengamantan langsung di lokasi penelitian serta wawancara dengan informan. Wawancara dilakukan dengan informan sebagai pelaku alih fungsi lahan, serta informan di lokasi penelitian yang tahu proses alih fungsi lahan secara mendalam.
2. Data Sekunder, adalah data yang diperoleh dari sumber bacaan dan berbagai sumber lainnya misalnya buku harian, note, sampai dokumen-dokumen resmi dari berbagai instansi pemerintah diantaranya Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pinrang, Data Profil Desa/Kelurahan lokasi penelitian, serta data dari instansi lainnya.
3.4. Penentuan Informan
Penentuan Informan dilakukan dengan cara penunjukan langsung kepada orang yang dianggap memiliki pengetahuan lebih dan berkompeten untuk memberikan keterangan tentang objek penelitian.
Informan terdiri dari petani yang mengalihkan tambaknya menjadi sawah serta ketua kelompok tani tambak. Kriteria informan yang dipilih adalah penduduk asli lokasi penelitian serta lokasi tambak dan sawahnya berada di lokasi penelitian. Uraian jumlah informan pada penelitian ini sebagai berikut :
30 Tabel 1. Jumlah Informan yang diwawancarai di Kelurahan Langnga,
Kecamatan Mattiro Sompe, Kabupaten Pinrang.
No Informan Jumlah
1 Petani yang beralih 8
2 Ketua kelompok tani tambak 1
Total 9
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Hadi dalam Metry (2015), baik buruknya suatu research, hasilnya tergantung dari teknik pengumpulan datanya, pengumpulan data ilmiah untuk memperoleh data research yang dimaksud adalah dengan menggunakan teknik-teknik, prosedur, alat, kegiatan variabel yang dapat diandalkan. Prosedur-prosedur yang dimaksud tersebut dan digunanakn dalam penelitian ini, yaitu:
a. Wawancara mendalam
Melakukan face to face interview (wawancara berhadap hadapan) dengan informan. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa maksud dari interview ini adalah untuk mendapatkan data informasi dengan mengajukan beberapa daftar pertanyaan kepada informan di lokasi penelitian untuk mengungkap fakta yang terjadi di masyarakat dalam hal alih fungsi lahan.
b. Observasi
Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang penting adalah proses-proses pengamatan dan
31 ingatan. Observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Alasan menggunakan teknik observasi dalam penelitian ini agar bisa mengamati kondisi masyarakat sekitar sehingga bisa memudahkan peneliti untuk memperoleh gambaran tentang penyebab terjadinya alih fungsi lahan dari tambak menjadi sawah. Salah satunya adalah peneliti datang melihat kondisi sawah dan tambak serta muara sebagai saluran air pada tambak.
c. Studi Dokumen
Teknik studi dokumen merupakan cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis terutama arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil, hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian yang sedang dilakukan. Dengan demikian sumber-sumber data tersebut digunakan sebagai literatur dalam penelitian lain yang berhubung dengan penelitian tersebut. Seperti dokumen mengenai keadaan umum wilayah di Kelurahan Langnga serta penelitian-penelitian yang terkait objek penelti.
3.6. Fokus Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada tujuan penelitian dari alih fungsi lahan tambak menjadi sawah. yaitu:
1. Faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan tambak menjadi sawah.
32 2. Dampak alih fungsi lahan tambak menjadi sawah terhadap sosial
ekonomi masyarakat Kelurahan Langnga.
3.7. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis data secara kualitatif dan melakukan reduksi data. Hal ini dilakukan dari hasil wawancara dan observasi tentang alih fungsi lahan pertanian di Kelurahan Langnga dari tambak menjadi sawah karena data yang diperoleh cukup banyak dan bervariasi sehingga perlu dipilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian. Data yang telah direduksi memberikan gambaran yang lebih tajam untuk menggambarkan hasil penelitian yang didapatkan dari lapangan berupa alih fungsi lahan pertanian dari tambak menjadi sawah dan dampak terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat. Setelah direduksi, data tersebut disajikan dalam bentuk deskriptif melalui analisis, yang berisi mengenai uraian seluruh fokus penelitian dari gambaran umum masyarakat Kelurahan Langnga hingga proses terakhir adalah kesimpulan dari hasil penelitian yang diperoleh. Analisis data pada penelitian ini menggunakan model interaktif dari Miles dan Huberman (1999) yaitu:
Gambar 3.1 Bagan Analisis Data (Miles dan Huberman, 1999) Pengumpulan Data
Reduksi Data Penyajian Data
Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi
33 1. Pengumpulan Data (Data Collected)
Proses pengumpulan data, dicatat semua data secara objektif dan apa adanya sesuai dengan hasil observasi dan wawancara di lapangan.
Pengumpulan data diperoleh melalui observasi dan wawancara. Terlebih dahulu dilakukan perizinan dengan perangkat Kelurahan Langnga, kemudian dilanjutkan dengan melakukan observasi di Kelurahan Langnga serta melakukan wawancara dengan para petani sawah, perangkat kelurahan, keluarga petani sawah, buruh tani dan masyarakat Kelurahan Langnga. Kelengkapan data penelitian juga di peroleh dari dokumen- dokumen dan foto-foto penelitian di lapangan.
2. Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang digunakan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi tentang data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.
Reduksi dilakukan setelah mendapatkan data hasil wawancara. Hasil wawancara dari subjek dan informan, dipilah-pilah, sekaligus dikelompokan data-data lapangan mana yang penting dan dapat mendukung penelitian ini, data yang kurang mendukung dibuang dengan tujuan agar tidak mengganggu proses pembuatan laporan akhir penelitian.
3. Penyajian Data
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi yang tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
34 pengambilan tindakan. Penyajian data dilakukan setelah melakukan reduksi data yang digunakan sebagai bahan laporan. Penyajian data dilaksanakan setelah reduksi dilakukan. Hasil reduksi data sebelumnya yang telah dikelompokkan kedalam dua kategori atau poin, kemudian disajikan dan diolah serta dianalisis berdasarkan teori yang dipilih.
4. Menarik Kesimpulan/ Verifikasi
Menarik kesimpulan atau verifikasi yaitu suatu kegiatan yang berupa pengambilan intisari dan penyajian data yang merupakan hasil dari analisis yang dilakukan dalam penelitian atau kesimpulan awal yang sifatnya belum benar-benar matang. Verifikasi dilakukan setelah penyajian data selesai, dan ditarik kesimpulanya berdasarkan hasil penelitian lapangan yang telah dianalisis dengan teori. Verifikasi yang telah dilakukan dan hasilnya diketahui, memungkinkan kembali di sajikan data yang lebih baik. Hasil dari verifikasi tersebut digunakan sebagai data penyajian akhir, karena telah melalui proses analisis untuk yang kedua kalinya, sehingga kekurangan data pada analisis tahap pertama dilengkapi dengan hasil analisis tahap kedua. Maka diperoleh data penyajian akhir atau kesimpulan yang baik.
3.8. Keabsahan Data
Menurut Prasetya (2015), teknik yang dilakukan untuk mengkaji objektivitas dan keabsahan data pada penelitian ini adalah Triangulasi data. Triangulasi data bukan hanya sekedar mengecek kebenaran data dan bukan untuk mengumpulkan berbagi ragam data, melainkan suatu
35 usaha untuk melihat dengan lebih tajam hubungan antara berbagai data agar mencegah kesalahan dalam analisis data. Selain itu dalam triangulasi data dapat ditemukan perbedaan informasi yang dapat merangsang pemikiran peneliti lebih mendalam lagi. Teknik triangulasi data dalam penelitian ini adalah teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber. Artinya, membandingkan dan mengecek kembali derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda, dalam hal ini akan diperoleh dengan jalan:
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara.
Tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah membandingkan data hasil pengamatan mengenai penyebab alih fungsi lahan serta dampak alih fungsi lahan pertanian terhadap kondisi sosial ekonomi masayarakat, dengan hasil wawancara yang diperoleh dari informan.
b. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat serta pandangan masyarakat umum tentang alih fungsi lahan pertanian di Kelurahan Langnga. Membandingkan keadaan dan perspektif seorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti, petani sawah yang dulunya petani tambak, keluarga petani, sekertaris kelurahan, dan masyarakat.