• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah ste blok 19

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "makalah ste blok 19"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Penyakit Arteri Perifer dan Penatalaksanaannya

Stevani

102015030, A1

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510

stevani.2015fk030@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Penyakit arteri perifer adalah masalah sirkulasi dimana penyempitan arteri yang terjadi mengurangi aliran darah ke kaki. Ketika mengembangkan penyakit arteri perifer (PAD), ekstremitas – biasanya bagian kaki – tidak menerima aliran darah yang cukup untuk memenuhi permintaan. Hal ini menyebabkan gejala nyeri kaki terutama ketika berjalan (klaudikasio intermiten). Penyakit arteri perifer juga mungkin menjadi tanda akumulasi berlanjut dari deposito lemak di arteri (aterosklerosis). Kondisi ini dapat mengurangi aliran darah ke jantung dan otak, serta kaki.

Kata kunci: penyakit arteri perifer, aterosklerosis, ekstremitas. Abstract

Peripheral artery disease is a circulatory problem in which narrowing of the arteries that occurs reduces blood flow to the legs. When developing peripheral arterial disease (PAD), your extremities - usually the legs - do not receive sufficient blood flow to meet the demand. This causes symptoms of leg pain, especially when walking (intermittent kaludikasio). Peripheral artery disease also may be a sign of continued accumulation of fatty deposits in the arteries (atherosclerosis). This condition can reduce blood flow to the heart and brain, as well as the legs.

(2)

Pendahuluan

PAD (Perifer Arterial Disease) atau bisa juga disebut Penyakit Arteri Perifer (PAP) adalah penyumbatan pada arteri perifer yang dihasilkan dari proses atherosklerosis atau proses inflamasi yang menyebabkan lumen menyempit (stenosis), atau dari pembentukan trombus (biasanya terkait dengan faktor resiko yang menjadi dasar timbulnya atherosklerosis). Ketika kondisi ini muncul maka akan terjadi peningkatan resistensi pembuluh darah yang dapat menimbulkan penurunan tekanan perfusi ke area distal dan laju darah. Studi menunjukkan bahwa kondisi atherosklerosis kronik pada tungkai bawah yang menghasilkan lesi stenosis.1 Aterosklerosis menjadi penyebab

paling banyak dengan kejadiannya mencapai 4% populasi usia di atas 40 tahun, bahkan 15-20% pada usia lebih dari 70. Kondisi aterosklerosis tersebut terjadi sebagaimana pada kasus penyakit arteri koroner begitu juga dengan faktor resiko majornya seperti merokok, diabetes mellitus, dislipidemia dan hipertensi. Karena itulah, tidak heran jika sekitar 40% penderita penyakit arteri perifer juga memiliki penyakit arteri koroner yang signifikan juga. Penderita PAD memiliki resiko dua kali hingga lima kali lebih besar mengalami kematian akibat kardiovaskular dibanding mereka yang tidak.

Skenario 7

Seorang laki – laki 71 tahun, pensiunan, datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri pada tungkai yang semakin memburuk 1 minggu yang lalu.

Pembahasan

Anamnesis

Anamnesis adalah suatu wawancara medis yang merupakan tahap awal dari suatu rangkaian pemeriksaan terhadap pasien. Baik bersangkutan dengan pasien (auto-anamnesis) maupun dengan relasi terdekatnya(allo-anamnesis). Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, teratur dan lengkap karena sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis untuk menegakkan diagnosis. Anamnesis yang dilakukan pada kasus ini, yaitu:2

 Identitas pasien: laki-laki, 71 tahun

(3)

 Riwayat penyakit sekarang: nyeri dirasakan pada kedua tungkai, terutama tungkai kanan, durasi nyeri : 20 – 30 menit. Memburuk saat berjalan kaki dalam jarak yang jauh dan membaik saat istirahat. Terjadi perubahan warna tungkai dan kaki tampak lebih pucat.

 Riwayat penyakit dahulu: Nyeri sudah dirasakan sejak 3 bulan yang lalu  Riwayat pribadi : Pasien mantan perokok berat selama 40 tahun.

Pemeriksaan Fisik

Setelah anamnesis selesai dilakukan, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik untuk mengarahkan evaluasi selanjutnya. Pada pemeriksaan fisik yang harus dilihat yaitu keadaan umum pasien apakah pasien tampak sakit ringan, sedang ataupun berat, lalu tingkat kesadaran pasien. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi tekanan darah, nadi, pernapasan dan suhu.2 Data yang didapatkan pada skenario:

1. KU : sakit sedang

a. Pada tungkai warna kanan tampak lebih pucat daripada kiri b. Suhu raba kanan lebih dingin daripada kiri

c. Pulsasi kanan lebih lemah daripada kiri d. Lesi tidak ada

e. Hasil ABI : 0,7 Pemeriksaan Penunjang Ankle Brachial Indeks (ABI)

Pemeriksaan ABI adalah uji noninvasif yang cukup akurat untuk mendeteksi adanya PAD dan untuk menentukan derajat penyakit ini. ABI merupakan pengukuran non-invasif. ABI didefinisikan sebagai rasio antara tekanan darah sistolik pada kaki dengan tekanan darah sitolik pada lengan.3 Kriteria diagnostik PAD berdasarkan ABI diinterpretasikan sebagai berikut:

3

0,91- 1,30 = normal & borderline

0,41-0,90 = PAD ringan- sedang

(4)

Segmental Pressure dan Pulse Volume Recordings (PVR)

Pulse volume recording (PVR) yang juga disebut plethysmography merupakan suatu tes yang mengukur aliran darah arteri pada ekstremitas bawah dimana pulsasi yang mewakili aliran darah pada arteri diperlihatkan oleh monitor dalam bentuk gelombang. PVR juga dapat digunakan pada pasien PAD yang mengalami kalsifikasi pada arteri bagian medial (ABI > 1,30) yang biasa ditemukan pada pasien usia tua, pasien yang menderita diabetes cukup lama atau pasien yang menderita penyakit ginjal kronik. Pada pasien dengan PAD berat, PVR juga dapat memprediksi apakah kaki yang terkena PAD ini memiliki cukup aliran darah atau tidak untuk bertahan atau jika akan dilakukan amputasi pada kaki tersebut. Interpretasi dari tes ini dapat menyediakan informasi mengenai derajat obstruksi PAD secara spesifik. Pada arteri yang masih sehat, gelombang pulsasi akan terlihat tinggi dengan puncak yang tajam yang menunjukkan aliran darah mengalir dengan lancar. Namun jika arteri tersebut mengalami penyempitan atau obstruksi maka akan terlihat gelombang yang pendek dan memiliki puncak yang kecil dan datar. Tingkat keakuratan pemeriksaan ini untuk menegakkan diagnosis PAD berkisar antara 90-95%.2,3

Toe-Brachial Index (TBI)

TBI juga merupakan suatu pemeriksaan noninvasif yang dilakukan pada pasien diabetes dengan PAD khususnya pada pasien yang mengalami kalsifikasi pada pembuluh darah ekstremitas bawah yang menyebabkan arteri tidak dapat tertekan dengan menggunakan teknik tradisional (ABI, indeks ABI > 1,30) sehingga pemeriksaan ini lebih terpercaya sebagai indikator PAD dibandingkan ABI. Nilai TBI yang ≥ 0,75 dikatakan normal atau tidak terdapat stenosis arteri.3

Ultrasonografi Dupleks

(5)

spesifisitas untuk mendeteksi dan menentukan derajat stenosis pada PAD berkisar antara 70% dan 90%. Dupleks ultrasonografi juga dapat menggambarkan karakteristik dinding arteri sehingga dapat menentukan apakah pembuluh darah tersebut dapat diterapi dengan distal bypass atau tidak. Selain itu, alat ini juga dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu plak pada arteri tersebut merupakan suatu resiko tinggi terjadinya embolisasi pada bagian distal pembuluh darah pada saat dilakukan intervensi endovascular.2,3

Computed Tomographic Angiography (CTA)

Penggunaan CTA untuk mengevaluasi sistem arteri perifer telah berkembang seiring perkembangan multidetector scanner (16- atau 64-slice).Sensitivitas dan spesifisitas alat ini untuk mendeteksi suatu stenosis 50% atau oklusi adalah sekitar 95-99%. Seperti halnya ultrasonografi dupleks, CTA juga menyediakan gambaran dinding arteri dan jaringan sekitarnya termasuk mendeteksi adanya aneurisma arteri perifer, karakteristik plak, kalsifikasi, ulserasi, trombus atau plak yang lunak, hiperplasia tunika intima, in-stent restenosis dan fraktur stent. CTA tetap memiliki keterbatasan dalam hal penggunaannya pada pasien dengan insufisiensi renal sedang-berat yang belum menjalani dialysis.2

Magnetic Resonance Angiography (MRA)

MRA merupakan pemeriksaan noninvasif yang memiliki resiko rendah terhadap kejadian gagal ginjal. Pemeriksaan yang memiliki rekomendasi dari ACC/AHA (Class I Level of Evidence A) ini dapat memberikan gambaran pembuluh darah yang hampir sama dengan gambaran pembuluh darah pada pemeriksaan angiografi. Modalitas pemeriksaan ini tidak menggunakan radiasi dan media kontras yang digunakan (gadolinium-based contrast) tidak terlalu nefrotoksik dibandingkan dengan kontras yang digunakan pada CTA maupun angiografi kontras. Sensitivitas dan spesifisitas alat ini untuk mendeteksi stenosis arteri dibandingkan dengan angiografi kontras adalah sekitar 80-90%.2,3

Working Diagnosis

Peripheral Arterial Disease

(6)

yang menyebabkan lumen menyempit (stenosis), atau dari pembentukan trombus (biasanya terkait dengan faktor resiko yang menjadi dasar timbulnya atherosklerosis). Penyakit arteri perifer adalah semua penyakit yang terjadi pada pembuluh darah setelah keluar dari jantung dan aorta. Penyakit ateri perifer meliputi arteri karotis, arteri renalis, arteri mesenterika dan semua percabangan setelah melewati aortoiliaka, termasuk ekstremitas bawah dan ekstremitas atas dan paling banyak di temukan di masyarakat adalah penyakit arteri ekstremitas bawah yang paling sering. Penyebab terbanyak penyakit oklusi arteri pada usia di atas 40 tahun adalah aterosklerosis.

Ketika kondisi ini muncul maka akan terjadi peningkatan resistensi pembuluh darah yang dapat menimbulkan penurunan tekanan perfusi ke area distal dan laju darah. Gangguan aliran darah juga menyebabkan hilangnya pulsasi. Apabila terjadi stenosis pada arteri abdominal, subklavia dan femoral, maka dapat terdengar suara bruit. Iskemia yang kronis selain menyebabkan otot atrofi juga membuat kulit berubah warna menjadi pucat, sianotik, hilangnya rambut halus serta timbul ganggren dan ulkus. Ulkus yang terjadi pada PAD sering kali disebabkan oleh trauma kecil yang tidak kunjung sembuh akibat aliran darah yang terhambat.4

Differential Diagnosis

Tromboangiitis Obliterans (Buerger’s Disease)

Penyakit Buerger merupakan suatu penyakit tersendiri yang sering menyebabkan insufiensi vaskular, ditandai dengan peradangan akut dan kronis segmental yang menimbulkan thrombosis di arteri ukuran kecil sampai sedang. Penyakit terutama mengenai arteri tibialis dan radialis dan kadang-kadang meluas ke vena serta saraf ekstremitas. Penyakit Buerger, yang dahulu hampir selalu terjadi hanya pada laki-laki perokok berat, kini semakin banyak dilaporkan pada perempuan, mungkin mencerminkan bertambahnya perempuan yang merokok. Penyakit yang dimulai sebelum usia 35 tahun pada sebagian besar kasus.3

(7)

Manifestasi awal adalah flebitis nodular superfisialis, kepekaan terhadap dingin tipe Raynaud di tangan, dan nyeri di telapak kaki bagian dalam yang dipicu oleh olahraga (disebut instep claudication). Berbeda dengan insufisiensi yang disebabkan oleh ATh, pada penyakit Buerger, insufisiensi cenderung disertai nyeri hebat, bahkan saat istirahat, yang jelas berkaitan erat dengan saraf. Dapat timbul ulkus kronis di jari kaki, kaki atau jari tangan, yang kadang-kadang disertai gangrene. Berhenti merokok pada stadium awal penyakit sering cepat menghentikan serangan selanjutnya.5

Insufisiensi Vena Kronik

Insufisiensi vena kronis disebabkan oleh lebih tinggi dari biasanya tekanan darah dalam pembuluh darah kaki. Insufisiensi vena kronis dapat menyebabkan pembekuan darah atau pembengkakan dan peradangan pada pembuluh darah (radang urat darah). Gumpalan darah di kaki (deep vein thrombosis), dapat merusak katup dalam vena. Ketika insufisiensi vena kronis adalah hasil dari bekuan darah, Ini disebut sindrom pasca-trombotik. Ketika insufisiensi vena kronis terjadi setelah flebitis, dapat didiagnosis sebagai sindrom postflebitichesky. Penyebab lain dari insufisiensi vena kronis termasuk tidak adanya atau kelemahan katup dalam vena kaki (mewarisi saat lahir),peningkatan tekanan vena di kaki untuk alasan apapun, phlebeurysm.

Seperti darah terakumulasi di kaki, menempatkan tekanan pada vena. Kadang-kadang darah bocor keluar ke jaringan. Dapat mengubah warna dan bahkan merusak kulit dan menyebabkan bisul kulit. Gejala insufisiensi vena kronis dapat mencakup pembengkakan pada kaki, nyeri di kaki

terutama setelah berjalan yang berupa sakit, nyeri tumpul, kelelahan. Dapat juga terjadikulit merah atau coklat pada kaki, varises, borok pada kaki, terutama di sekitar bagian dalam pergelangan kaki, ketat, kulit kasar di kaki Anda.

Faktor, yang meningkatkan risiko insufisiensi vena kronis adalah kegemukan, kurangnya aktivitas fisik, usia (50 dan lebih tua), perempuan, kehadiran anggota keluarga dengan deep vein thrombosis atau varises, merokok, kehamilan, sembelit kronis, kursi biasa atau berdiri untuk jangka waktu yang panjang, mengenakan membatasi pergerakan pakaian, seperti sabuk sangat ketat atau tali.3,5

(8)

Tromboflebitis adalah peradangan dan pembekuan dalam pembuluh darah. Tromboflebitis berarti bahwa gumpalan darah telah terbentuk dalam vena dekat dengan kulit. Mungkin juga ada infeksi pada pembuluh darah. Tromboflebitis biasanya terdapat di vena kaki atau lengan. Tromboflebitis paling sering mempengaruhi vena superfisial di kaki, tetapi dapat juga mempengaruhi vena superfisial di paha. Sering kali, tromboflebitis terjadi pada orang dengan varises tetapi tidak semua penderita varises menderita tromboflebitis. Tromboflebitis superfisialis menyebabkan reaksi peradangan akut yang menyebabkan trombus melekat dengan kuat ke dinding vena dan jarang pecah dan terlepas. Vena permukaan tidak memiliki otot di sekitarnya yang bisa menekan dan membebaskan suatu trombus. Karena itu tromboflebitis superfisialis jarang menyebabkan emboli. Paling sering, tromboflebitis berkurang dengan sendirinya. Dengan analgesik, seperti aspirin atau yang lain non-steroid anti-inflamasi (NSAID), biasanya membantu mengurangi rasa sakit. Selain NSAID, antikoagulan dan antibiotik juga harus diberikan. Untuk mempercepat penyembuhan, bisa disuntikkan anestesi (obat bius) lokal, dilakukan pengangkatan trombus dan kemudian pemakaian perban kompresi selama beberapa hari. Selain obat dan terapi operatif tersebut dapat pula di tambahkan dengan meninggikan bagian kaki yang terkena agar aliran darah vena menjadi lebih mudah.5

Deep Vein Thrombosis (DVT)

Deep vein thrombosis telah diperkirakan mempengaruhi lebih dari 250.000 pasien setiap tahunnya. Diperkirakan juga DVT dan emboli pulmonal (PE) secara bersamaan bersama-sama bertanggung jawab untuk 300,000-600,000 rawat inap dan sebanyak 56 kematian per tahun; perkiraan lain menunjukkan tingkat kematian tahunan lebih tinggi. DVT bertanggung jawab untuk tingkat 21% per tahun dari kematian pada manula. Sehingga tromboemboli vena tetap menjadi masalah yang signifikan hari ini. Faktor risiko yang biasa dikaitkan dengan DVT termasuk usia tua, keganasan, obesitas, varises, DVT sebelumnya, operasi, cedera vaskular, imobilitas, penggunaan kontrasepsi oral, gagal jantung, dan berbagai negara hiperkoagulasi. DVT ekstremitas bawah biasanya memanifestasikan dengan nyeri dan pembengkakan, terutama di betis. Namun, temuan yang abnormal terkait dengan DVT tidak spesifik untuk diagnosis, dan sekitar setengah dari semua kasus tidak menunjukkan gejala. Oleh karena itu penyakit DVT tidak dapat dipercaya didirikan atau dikecualikan semata-mata atas dasar sejarah dan pemeriksaan fisik. tergantung pada pengaturan klinis, pemeriksa harus mempertahankan indeks kecurigaan yang tinggi untuk DVT, dan pengujian laboratorium harus digunakan secara bebas dalam evaluasi pasien yang diagnosis dicurigai.4,5

(9)

Dalama masyarakat keadaan ini hampir semua di sebabkan oleh arterosklerosis. Penyebab-penyebab lain yang jarang, meliputi arteritis sel raksasa, penyakit Buerger dan penyakit Takayasu, Gumpalan darah yg memblokir pembuluh darah, kecederaan yang ekstrim, struktur jaringan ikat atau otot yang abnormal, DM jangka lama.6

Resiko penyakit arteri perifer meningkat seiring bertambahnya usia dengan insiden tertinggi pada decade keenam dan ketujuh. Didapatkan 2-3% pria dan 1-2% wanita lebih dari 60 tahun → claudicasio intermitten. Dengan pemeriksaan sensitive didapatkan kejadiannya meningkat dan sering under diagsnosa. Individu berusia >40 tahun memiliki resiko menderita penyakit arteri perifer sebesar 4,3%, dibandingkan dengan individu berusia > 70 tahun yang memiliki resiko sebesar 14,5%. Kejadian PAD lebih banyak ditemukan pada laki-laki. Sebuah penelitian yang dilakukan pada tujuh Negara asia termasuk Indonesia terhadap pasien diabetes mellitus tipe 2, didapatkan penyakit arteri perifer pada 17,7% populasi.

Patofisiologi

Mekanisme terjadinya aterosklerosis sama seperti yang terjadi pada arteri koroner. Lesi segmental yang menyebabkan stenosis atau oklusi biasanya terjadi pada pembuluh darah berukuran besar atau sedang. Pada lesi tersebut terjadi plak aterosklerotik dengan penumpukan kalsium, penipisan tunika media, destruksi otot dan serat elastis disana-sini, fragmentasi lamina elastika interna, dan dapat terjadi trombus yang terdiri dari trombosit dan fibrin. Lokasi yang terkena terutama pada aorta abdominal dan arteri iliaka (30% dari pasien yang simptomatik), arti femmorallis dan poplitea (80-90%). Proses aterosklerosis lebih sering terjadi pada percabangan arteri, memudahkan terjadinya kerusakan tunika intima.6 Pembuluh darah distal lebih sering terkena

pad pasien usia lanjut dan diabetes melitus. Mekanisme pembentukan aterosklerosis:7

(10)

bahkan bakteri dan virus yang merusak dinding pembuluh darah. Bahan pemicu tersering tampaknya adalah kolesterol teroksisdasi.

2. Tahap awal aterosklerosis biasanya ditandai oleh akumulasi lipoprotein berdensitas rendah (low density lipoprotein, LDL) atau dinamai juga kolesterol jahat, yang berkaitan dengan suatu protein pembawa, dibawah endotel. Seiring dengan menumpuknya LDL didalam dinding pembuluh, produk kolesterol ini teroksidasi terutama oleh zat-zat sisa oksidatif yang dihasikan oleh sel pembuluh darah. Zat-zat sisa ini adalah radikal bebas. Vitamin antioksidan yang mencegah oksidasi LDL, misalnya vitamin E, vitamin C, beta karoten,

memperlambat pengendapan plak.

3. Sebagai respons terhadap keberadaan LDL teroksidasi atau iritan lain, sel-sel endotel menghasilkan bahan-bahan kimia yang menarik monosit, sejenis sel darah putih, ketempat peradangan. Sel-sel imun ini memicu respons peradangan lokal.

4. Setelah meninggalkan darah dan masuk kedinding pembuluh, monosit menetap permanen dan menjadi sel fagositik besar yang dinamai makrofag. Makrofag dengan rakus memfagosit LDL teroksidasi hingga sel ini dipenuhi oleh butir-butir lemak sehingga tampak berbusa dibawah mikroskop. Makrofag yang sangat membengkak ini, yang kini disebut sel busa, menumpuk dibawah dinding pembuluh darah dan membentuk fatty streak, bentuk paling dini plak aterosklerotik.

5. Karena itu, tahap paling awal pada pembentukan plak adalah akumulasi endapan kaya kolesterol dibawah endotel. Penyakit berkembang sewaktu sel-sel otot polos didalam dinding pembuluh darah bermigrasi dari lapisan otot pembuluh darah ke tempat dibawah endotel dan menutupi akumulasi lemak tersebut. Migrasi ini dipicu oleh bahan-bahan kimia yang disebabkan ditempat peradangan. Dilokasinya yang baru, sel-sel otot polos terus membelah diri dan membesar. Inti lemak dam otot polos yang mennutupinya bersama-sama membentuk plak matang.

6. Seiring dengan perkembangannya, plak secara progresif menonjol kedalam lumen pembuluh. Plak yang menonjol mempersempit lubang yang dapat dilalui oleh darah.

7. LDL teroksidasi menghambat pelepasan nitrat oksid dari sel endotel dan ikut mempersempit pembuluh. Nitrat oksida adalah cara kimiawi lokal yang menyebabkan relaksasi lapisan sel otot polos normal di dinding pembuluh darah. Relaksasi sel-sel otot polos ini menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Karena pelepasan nitrat oksida berkurang, pembuluuh yang rusak akibat pembentukan plak ini tidak mudah berdilatasi seperti pembuluh normal.

(11)

rusak kemudian diinvasi oleh fibroblas (sel pembentuk jaringan parut) yang membentuk jaringan ikat kaya kolagen menutupi plak.

9. Pada taha lanjut, Ca2+ sering mengendap di plak. Pembuluh yang terkena menjadi keras dan

tidak mudah mengembang. Gejala klinis

Gejala klinis PAD bervariasi dan meliputi rentang gejala mulai dari tidak bergejala (umumnya pada awal penyakit) hingga nyeri dan rasa tidak nyaman. Dua gejala yang paling umum yang terkait dengan PAD adalah klaudikasio intermitten dan nyeri/sakit pada ekstremitas bawah. Klaudikasio intermiten ditandai dengan adanya kelemahan, rasa tidak nyaman, nyeri, kram, dan rasa ketat atau baal pada ekstremitas yang terkena (biasanya pada bokong, paha atau betis). Gejala-gejala ini biasanya terjadi saat beraktivitas dan reda setelah beristirahat dalam beberapa menit. Nyeri saat istirahat biasanya terjadi selanjutnya ketika aliran darah tidak adekuat untuk melakukan perfusi ke ekstremitas. Gejala lain dari penyakit yang lanjut dapat meliputi baal atau nyeri kontinu pada jari kaki atau kaki, yang dapat menyebabkan terjadinya ulserasi, nekrosis jaringan, dan pada akhirnya dilakukan amputasi.8

Penyakit arteri ekstremitas bawah (LEAD) memiliki berbagai gambaran klinis berdasarkan kriteria Fontaine dan Rutherford, meskipun sebagian besar pasien tidak mengalami gejala apapun. Klaudikasio akan terjadi pada lokasi distal tempat lesi sumbatan tersebut. Pada kondisi berat atau disebut dengan iskemia tungkai kritis, nyeri dapat muncul mesikpun pada saat istirahat dan membaik dengan perubahan posisi. Nyeri klaudikasio harus dapat dibedakan dari nyeri penyakit vena di mana nyeri terjadi pada saat istirahat dan menghilang dengan aktivitas, nyeri artritis, dan neuropati perifer dimana terdapat instabilitas berjalan.7,8

Klasifikasi Fontaine Klasifikasi Rutherford

Stadium Gejala Grade Kategori Gejala

I Asimptomatik 0 0 Asimptomatik

II Klaudikasio intermiteno I 1 Klaudikasio ringan

III Nyeri iskemik saat istirahat I 2 Klaudikasio sedang

IV Ulserasi atau gangren I 3 Klaudikasio berat

(12)

Penatalaksanaan

Pendekatan utama pengobatan PAD adalah dengan mengubah gaya hidup, terapi farmakologis dan jika dibutuhkan, dilakukan terapi intervensi dengan operasi. Pada pasien yang merokok, cara yang paling bijaksana dari menghambat perkembangan PAD adalah untuk menghentikan penggunaan tembakau. Bukti luas menunjukkan bahwa berhenti merokok meningkatkan prognosis. Selain itu, peningkatan jarak berjalan kaki dan tekanan pergelangan kaki telah dikaitkan dengan berhenti merokok.9

Terapi Non-farmakologi

Melakukan perubahan pola hidup dengan cara, berhenti merokok, menurunkan berat badan pada penderita obesitas (diet dan olahraga), menurunkan tekanan darah, menurunkan kadar kolesterol dalam darah, menurunkan kadar gula darah jika beresiko diabetes, dan olahraga teratur. Dapat juga dilakukan terapi suportif dengan cara, perawatan kaki dengan menjaga tetap bersih dan lembab dengan memberikan krim pelembab, memakai sandal dan sepatu yang ukurannya pas dari bahan sintetis yang berventilasi, hindari penggunaan bebat plastik karena mengurangi aliran darah ke kulit, serts atihan fisik (exercise) berupa jalan-jalan kaki kira-kira selama 30-40 menit.

Terapi Farmakologi

Terapi Farmakologi dapat diberikan untuk menurunkan faktor resiko yang ada seperti menurukan tekanan darah, kadar kolesterol dan untuk mengobati diabetes. Selain itu, terapi farmakologis juga diberikan untuk mencegah terjadinya thrombus pada arteri yang dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, serta untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien ketika berjalan. 9,10

 Anti cholesterol

(13)

 Anti hipertensi

Pemilihan obat antihipertensi harus individual. Diuretik thiazide, beta blocker, angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEIs), angiotensin receptor blocker (ARB), dan calcium channel blockers semua efektif. Penggunaan beta blockers aman dan efektif; mengurangi kejadian koroner paru sebesar 53% pada mereka dengan MI sebelumnya dan gejala PAD yang bersamaan

 Anti platelet

Telah terbukti manfaatnya dalam menurunkan resiko terjadinya MI, stroke dan kematian vascular pada pasien PAD. ACC/AHA guidelines telah merekomendasikan penggunaan antiplatelet (aspirin [ASA], 75 to 325 mg daily, or clopidogrel, 75 mg daily) pada pasien PAD dengan aterosklerosis pada ekstrimitas bawah.

Cilostazol (Pletal), adalah reversible phosphodiesterase inhibitor yang menghambat agregasi platelet, pembentukan thrombin dan proliferasi otot polos pembuluh darah, memicu vasodilatasi dan meningkatkan HDL dan menurunkan kadar TG. Pedoman ACC / AHA telah memberikan cilostazol sebagai rekomendasi grade IA kelas untuk pasien dengan klaudikasio intermiten dengan dosis 100 mg dua kali sehari (diminum pada saat perut kosong setidaknya ½ jam sebelum atau 2 jam setelah sarapan dan makan malam). Efek samping yang umum dari cilostazol termasuk sakit kepala (30% pasien), diare dan gangguan lambung (15%), dan palpitasi (9%). Efek samping hanya berjangka pendek dan jarang dilakukan penghentian obat. Kontraindikasi obat ini adalah pasien dengan gagal jantung.

Operasi

 Angioplasti = untuk melebarkan arteri yang mulai menyempit atau membuka sumbatan dengan cara mendorong plak ke dinding arteri.

 Operasi By-pass = bila keluhan semakin memburuk dan sumbatan arteri tidak dapat diatasi dengan angioplasti. Bagi yang sudah menjalani operasi ini biasanya bebas dari gejala dan tidak mengalami komplikasi apapun sesudahnya.9,10

Pencegahan

(14)

selama 5-10 menit. Latihan ini dapat dilakukan selama 30-50 menit dengan frekuensi 3-5x/minggu. Cara lain untuk mencegah claudicatio adalah dengan mempertahankan gaya hidup sehat.9 Artinya:

1. Berhenti merokok jika anda seorang perokok.

2. Jika anda memiliki diabetes, jaga gula darah anda dalam kontrol yang baik.

3. Menurunkan kolesterol dan tingkat tekanan darah.

4. Makan makanan yang rendah lemak jenuh.

5. Mempertahankan berat badan yang sehat.

Komplikasi

Jika penyakit arteri perifer anda disebabkan oleh penumpukan plak dipembuluh darah (ateroskelorosis), anda juga berisiko iskemia tungkai kritis. Kondisi ini dimulai sebagai luka terbuka yang tak kunjung sembuh, cedera, atau infeksi kaki. Iskemia tungkai kritis terjadi ketika cedera atau kemajuan infeksi dapat menyebabkan kematian jaringan (gangrene), kadang memerlukan amputasi pada anggota tubuh yang bermasalah. Stroke dan serangan jantung. Aterosklerosis yang menyebabkan tanda-tanda dan gejala penyakit arteri perifer tidak hanya terbatas pada kaki. Timbunan lemak juga dapat menumpuk dibagian ateri yang menyuplai jantung dan otak. Pasien dengan PAP kemungkinan mengalami banyak masalah, seperti klaudikasio intermiten, critical limb ischemia (CLI), ulserasi iskemik, rawat inap berulang, revaskularisasi, dan amputasi anggota tubuh. Hal ini menyebabkan kualitas hidup pasien menjadi buruk dan meningkatkan kejadian depresi pada pasien. Pasien dengan PAP juga memiliki kemungkinan lebih besar mengalami infark miokard (MI), stroke, dan kematian akibat penyakit jantung.11

Prognosis

Dalam penyakit arteri perifer prognosisnya baik. Kondisi ini dapat dikontrol dengan pengobatan termasuk lifestyle, olahraga dan pengobatan. Biasanya pasien yang memiliki faktor resiko yang tidak terkontrol seperti diabetes, tekanan darah tinggi dan kolesterol tinggi memiliki prognosis yang lebih buruk.

(15)

PAD (Perifer Arterial Disease) atau PAP (Penyakit Arteri Perifer) adalah masalah sirkulasi dimana penyempitan arteri yang terjadi mengurangi aliran darah ke kaki. Ketika dibahas lebih dalam penyakit arteri perifer (PAD), ekstremitas – biasanya bagian kaki – tidak menerima aliran darah yang cukup untuk memenuhi permintaan. Hal ini menyebabkan gejala nyeri kaki terutama ketika berjalan (klaudikasio intermiten). Penyakit arteri perifer juga mungkin menjadi tanda akumulasi berlanjut dari deposito lemak di arteri (aterosklerosis). Perlu dilakukan diagnosis dan pengobatan yang cepat dan tepat untuk mencegah timbulnya komplikasi dan menurunkan angka kematian akibat PAD. Berdasarkan hasil anamnesis, PF yang ditemukan gejala klinis PAD dan hasil pemeriksaan ABI 0,7 (PAD ringan – sedang), serta PP, pasien ini didiagnosa menderita PAD.

Daftar pustaka

1. American Heart Association. Management of patients with peripheral artery disease. 2011; Dallas.

2. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinik. Jakarta: EGC; 2009.H.175-7.

3. National institute for health and clinical excellence. Lower limb peripheral arterial disease : diagnosis and management. UK: 2014

4. Hanafi M. Penyakit pembuluh darah perifer . In: Rilantono LI, Baraas F, Karo SK,eds. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2003. h.185-9

(16)

6. Antono D, Ismail D. Penyakit arteri perifer. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Internal Publishing; 201ke-5.h.1518-1523.

7. Sudoyo AW, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 2. Edisi 6. Jakarta: Internal Publishing; 2014. h. 1516-19.

8. Sabiston. Buku ajar bedah. Jilid 1. Jakarta: EGC; 2007.h.114-8

9. Daniela C.Gey. in : management of peripheral arterial disease. Vol 69,Germany.University of Heidelberg School of Medicine, Heidelberg, 2004.

10. Creager MA, Loscalzo J. Vascular disease of the extremities. Harrison’s principles of internal medicine 17th ed. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser et al. New York: Mc. Graw Hill; 2009. p. 1568-75.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

c) Kolam air dingin. Kolam air dingin terletak pada atau dekat bagian bawah menara, dan menerima air dingin yang mengalir turun melalui menara dan  bahan pengisi. Kolam

 Hipotiroid adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan pada salah satu tingkat dari aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid-”end organ”, dengan akibat

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yesus Kristus atas segala rahmat, bimbingan dan perlindungan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir berjudul

Berdasarkan ketuntasan belajar individu dan rata-rata hasil evaluasi tes, peserta didik dapat dikatakan tuntas atau lulus apabila nilai rata-rata peserta didik di atas

Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kualitas air gambut, yaitu dengan proses koagulasi menggunakan koagulan cair.. Koagulan cair dapat diproduksi dari

Berdasarkan hasil tabulasi silang yang diperoleh diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai perilaku ku- rang baik dalam penanganan oral hidrasi anak diare,

Pasien hemodialisis merupakan pasien tetap sehingga diharapkan dalam rentang waktu satu minggu telah mencakup seluruh pasien PGK yang menjalani hemodialisis serta

Maksud dari studi ini adalah menyusun, mengevaluasi dan meninjau ulang Tataran Transportasi Lokal sejalan dengan dinamika perkembangan ekonomi wilayah, sebagai