• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Tutorial Skenario d Blok 15

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Tutorial Skenario d Blok 15"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO D BLOK 15

Disusun Oleh: Kelompok A6

Tutor: dr. Hendarmin

Yuventus Odie Devananda 04011381320055 Nina Mariana 04011381320059 Ajeng Mutia Oktrinalida 04011181320007 Hendri Fauzik 04011181320021 Ha Sakinah Se 04011181320027 Esty Risa Mubarani 04011181320033 Miranda Alaska 04011181320039 Rabiatul Adawiyah 04011181320045 Rismitha Andini 04011181320055 Yeni Meita 04011181320087 Rani Juliantika 04011181320089 Dwi Nopianti 04011181320101 Abi Rafdi 04011281320013 Alind Praditha 04011181320053

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2015

(2)

Pertama-tama marilah kita mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya lah kami dapat meyusun laporan tutorial ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Laporan ini merupakan tugas hasil kegiatan tutorial skenario D dalam blok 15 Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya tahun 2015. Di sini kami membahas sebuah kasus kemudian dipecahkan secara kelompok berdasarkan sistematikanya mulai dari klarifikasi istilah, identifikasi masalah, menganalisis, meninjau ulang dan menyusun keterkaitan antar masalah, serta mengidentifikasi topik pembelajaran.

Bahan laporan ini kami dapatkan dari hasil diskusi antar anggota kelompok dan bahan ajar dari dosen-dosen pembimbing.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, orang tua, tutor dan para anggota kelompok yang telah mendukung baik moril maupun materil dalam pembuatan laporan ini. Kami mengakui dalam penulisan laporan ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran dari pembaca demi kesempurnaan laporan kami di kesempatan mendatang. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.

Palembang, Februari 2015

(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar...2

Daftar Isi………...3

Skenario...4

I.

Klarifikasi Istilah...4

II.

Identifikasi Masalah...5

III.

Analisis Masalah...8

IV.

Hipotesis...22

V.

Sintesis Masalah...34

VI.

Kerangka Konsep...66

VII. Kesimpulan...67

Daftar Pustaka...67

(4)

Tn.Budi, umur 63 tahun dibawa ke UGD rumah sakit karena sulit berjalan karena kelemahan lengan dan tungkai kanan kira-kira 1 jam sebelumnya pada saat bangun dari tidur. Selain itu Tn.Budi juga mengeluh mulut mengot dan bicara pelo. Tn.Budi sudah lama

menderita DM dan hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, tetapi tidak minum obat secara teratur. Keluhan ini baru pertama kali dirasakan.

Pemeriksaan Fisik: Keadaan Umum: GCS 15

Tanda vital: TD 200/110 mmHg, nadi 96x/menit, RR 20x/menit, temp 37,2 C Kepala: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher: tidak ada pembesaran KGB Thoraks: simetris, retraksi tidak ada

Jantung: batas jantung normal, iktus kordis tidak tampak, bunyi jantung normal, bising jantung tidak ada

- Paru: stem fremitus normal, suara nafas vesikuler normal

Abdomen: datar, lemas, nyeri tekan (-), dan defans muskuler (-), bising usus normal Ekstremitas: edema

-/-Pemeriksaan Neurologis:

Pada pemeriksaan nervi kraniales:

- Nervus VII tampak mulut mengot ke kiri, lipatan nasolabialis kanan datar, tidak ada lagophthalmus, dan kerut dahi simetris

- Nervus XII bicara pelo dan lidah deviasi ke kanan Pada pemeriksaan fungsi motorik:

- Kekuatan otot ekstremitas atas 4/5, ekstremitas bawah 4/5 - Refleks fisiologis ekstremitas kanan meningkat

- Refleks patologis babinsky (+) pada kaki kanan.

(5)

Klarifikasi istilah Definisi

Tungkai Bagian kaki yang memanjang dari bagian atas paha ke telapak kaki namun dalam beberapa referensi medis

tungkai hanya mengacu pada bagian kaki di bawah dengkul sampai tumit

Mulut mengot Mulut miring, asimetris (abnormal)

Bicara pelo Kondisi dimana penderita tidak dapat berbicara secara jelas biasanya terjadi secara tiba-tiba

DM Gangguan metabolik kronis yan ditandai oleh kurangnya sekresi insulin atau peningkatan resistensi

seluler terhadap insulin, sehingga kadar darah gula sederhana (glukosa) meningkat dan menciptakan komplikasi yang melibatkan kerusakan pada mata,

ginjal, sistem saraf,dan sistem vaskuler. Hipertensi Tingginya tekanan darah arteri secara persisten

GCS Glasgow Coma Scale; Secara neurologi yang dapat digunakan untuk menilai kesadaran

Anemis Kondisi dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin dalam aliran darah berada pada tingkat di

bawah normal

Ikterik Perubahan warna kuning pada kulit, selaput lendir, dan bagian putih mata yang disebabkan oleh peningkatan

jumlah bilirubin dalam darah

Ictus cordis Pukulan atau tendangan apex jantung terhadap dinding dada

Stem fremitus Getaran yang terasa pada palpasi thoraks Suara nafas vesikuler Suara pokok paru yang normal dimana inspirasi lebih

panjang daripada ekspirasi

Defans muskuler Nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menentukan adanya rangsangan peritoneum parietal Lipatan nasolabialis Lipatan antara hidung dan sudut bibir

(6)

sempurna

Refleks babinsky Tindakan refleks jari-jari kaki yang ditimbulkan dengan stimulus gesekan pada telapak kaki, yang menghasilkan dorsofleksi jari besar dan pengembangan jari-jari yang

lebih kecil.

IDENTIFIKASI MASALAH

Tn.Budi, umur 63 tahun dibawa ke UGD rumah sakit karena sulit berjalan karena kelemahan lengan dan tungkai kanan kira-kira 1 jam sebelumnya pada saat bangun dari tidur.

vvvv

Selain itu Tn.Budi juga mengeluh mulut mengot dan bicara pelo.

vvv

Tn.Budi sudah lama menderita DM dan hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, tetapi tidak minum obat secara teratur

vv

Pemeriksaan Fisik: Keadaan Umum: GCS 15

Tanda vital: TD 200/110 mmHg, nadi 96x/menit, RR 20x/menit, temp 37,2 C Kepala: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher: tidak ada pembesaran KGB Thoraks: simetris, retraksi tidak ada

Jantung: batas jantung normal, iktus kordis tidak tampak, bunyi jantung normal, bising jantung tidak ada

- Paru: stem fremitus normal, suara nafas vesikuler normal

Abdomen: datar, lemas, nyeri tekan (-), dan

(7)

defans muskuler (-), bising usus normal Ekstremitas: edema

-/-Pemeriksaan Neurologis:

Pada pemeriksaan nervi kraniales: - Nervus VII tampak mulut

mengot ke kiri, lipatan nasolabialis kanan datar, tidak ada lagophthalmus, dan kerut dahi simetris

- Nervus XII bicara pelo dan lidah deviasi ke kanan

Pada pemeriksaan fungsi motorik:

- Kekuatan otot ekstremitas atas 4/5, ekstremitas bawah 4/5 - Refleks fisiologis ekstremitas

kanan meningkat

- Refleks patologis babinsky (+) pada kaki kanan.

v

ANALISIS MASALAH

1. Tn. Budi, umur 63 tahun dibawa ke UGD rumah sakit karena sulit berjalan karena kelemahan lengan dan tungkai kanan kira-kira 1 jam sebelumnya pada saat bangun dari tidur.

a. Apa penyebab sulit berjalan, lemah lengan dan tungkai kanan ?

Kelemahan sebelah badan (hemiparesis) pada kasus ini terjadi karena adanya embolus pada salah satu cabang a. cerebri media yang memperdarahi korteks motorik (dan area Broca), kemungkinan besar a. cabang subdivisi superior arteri cerebri media, pada hemisfer yang dominan.

(8)

b. Bagaimana mekanisme sulit berjalan, lemah lengan dan tungkai kanan ? Hipertensi tidak terkontrol kronikPeningkatan beban kerja (afterload) ventrikel kiriGangguan struktur (hipertrofi) dan kerja ventrikel kiri Gangguan fungsi atrium kiri  Pembentukan trombus.

Trombus lepas menjadi emboli dan mengalir ke sirkulasi sistemik  Memasuki a. karotis interna mengalir ke a. cerebri media dan menyumbat salah satu cabangnya yang memperdarahi korteks motorik dan area broca (kemungkinan a. cabang subdivisi superior arteri cerebri media)  Oklusi Arteri

Iskemia Pelepasan Glutamat

Kegagalan Pembentukan Energi Impuls pada reseptor glutamat

Influks Ca2+/Na2+

(9)

Apoptosis Kerusakan membran Pembentukan dan sitoskeletal sel radikal bebas

Kerusakan (kematian) sel otak,

bagian korteks motorik (dan broca) hemisfer dominan ( Hemisfer kiri)

Terhambatnya impuls mototrik ke ekstremitas kontralateral (kanan)

Kelemahan sebelah badan (kanan)

c. Bagaimana hubungan jenis kelamin dan usia dengan keluhan pada kasus? Berdasarkan jenis kelamin, pada laki-laki sampai usia sekitar 50 tahun memiliki risiko 2-3 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita untuk mengalami aterosklerosis dikarenakan kolesterol. Sedangkan pada wanita usia di bawah 50 tahun atau setelah menopause (mati haid), akan memiliki risiko yang sama dengan laki-laki. Hal ini dikarenakan pada masa premenopause, wanita dilindungi oleh hormon estrogen sehingga dipercaya mencegah terbentuknya aterosklerosis.

Estrogen dalam kaitan dengan kolesterol bekerja dengan cara meningkatkan HDL dan menurunkan LDL pada darah. Adanya hormon estrogen pada wanita yang masih aktif menstruasi akan menekan Lp(a) atau lipoprotein(a). Kadar Lp(a) rata-rata adalah 2 mg/dl, dan apabila Lp(a) meningkat sampai 20-30 mg/dl maka akan muncul risiko penyakit jantung koroner. Lp(a) ini berperan sebagai penggumpal yang kemudian bersama-sama plak yang ada dalam pembuluh arteri akan menyumbat aliran darah sehingga muncul serangan jantung.

Estrogen sebenarnya bukan sekedar hormon pada wanita, karena diketahui bahwa estrogen juga dapat menjalankan fungsi sebagai antioksidan. Kolesterol LDL lebih mudah menembus plak di dalam dinding nadi pembuluh darah apabila dalam kondisi teroksidasi. Peranan estrogen sebagai antioksidan adalah mencegah proses oksidasi LDL sehingga kemampuan LDL untuk menembus plak akan berkurang. Peranan estrogen yang lain adalah sebagai pelebar pembuluh darah jantung sehingga aliran darah menjadi lancar dan jantung memperoleh suplai oksigen secara cukup.Setelah menopause, kadar estrogen pada wanita akan menurun, risiko hiperkolesterol dan aterosklerosis akan menjadi setara dengan laki-laki.

(10)

d. Mengapa keluhan dirasakan setelah bangun tidur?

Karena gangguan pasokan aliran darah otak atau terhentinya aliran darah serebrum (CBF) dalam beberapa detik dapat menyebabkan disfungsi serebrum. Apabila berlanjut akan kehilangan kesadaran dan iskemia. Berhenti pasokan total oksigen selama 4-6 menit dapat menyebabkan kerusakan otak ireversibel.

 Emboli  bisa timbul kapan saja

 Istirahat  parasimpatis lebih dominan  vasodilatasi pembuluh darah  emboli dapat bergerak kemana-mana salah satunya obstruksi ke arteri yang menyuplai darah ke otak yang menyebabkan iskemia jaringan syaraf dan pembuluh darah tempat terjadinya iskemia.

 Emboli bisa terjadi secara tiba-tiba pada pembuluh darah hemisfer serebri saat istirahat sebab pada posisi istirahat (yang diidentikkan dengan posisi berbaring) tekanan darah ke otak lebih tinggi. Selain itu pada kasus, pasien memiliki riwayat hipertensi yang juga dapat memudahkan pembentukan emboli yang mana penyumbatan pembuluh darah tersebut dapat menyebabkan iskemik dan kematian jaringan hingga kelumpuhan apabila sumbatan tersebut menyebabkan kematian pada saraf yang mengatur kegiatan motorik pada tubuh.

2. Selain itu Tn.Budi juga mengeluh mulut mengot dan bicara pelo. a. Apa penyebab dari mulut mengot dan bicara pelo?

a. Gangguan pada saraf VII atau n. Facialis yg fungsi motoriknya untuk inervasi otot wajah, sehingga di kadus di temukan wajah yang mengot.Beberapa penyebab gangguan N.VII

o Strok (kebanyakan menyebabkan gangguan jenis sentral. o Gangguan jenis perifer:

- Paralisis idiopatis (Bell’s palsy) - Tumor di sudut serebelopontin - Otitis media

- Meningitis karsinomatosa - Tumor parotis

- Fraktur dasar tulang tengkorak

b. Gangguan pada netvus XII atau n. hipoglossus yg fungsinya antara lain untuk menggerakkan lidah, dan otot intrinsik mengubah-ubah bentuk lidah

- Inti saraf ini menerima serabut dari korteks traktus piramidalis dari satu sisi, yaitu sisi kontralateral. Dengan demikian ia sering terkena pada gangguan peredaran darah

(11)

di otak.

Gangguan Pada N.XII Dan Penyebabnya

- Lesi N.XII dapat bersifat supranuklir, misalnya pada lesi di korteks atau kapsula interna, yang dapat disebabkan oleh misalnya pada strok. Dalam hal ini didaptkan kelumpuhan otot lidah tanpa adanya atrofi dan fasikulasi.

- Pada lesi nuklir, didapatkan atrofi dan fasikulasi. Hal ini dapat disebabkan oleh siringobulbi, ALS, radang, gangguan peredaran darah dan neoplasma

- Pada lesi infranuklir didapatkan atrofi. Hal ini disebabkan oleh proses di luar medulla oblongata, tetapi masih di dalam tengkorak, misalnya trauma, fraktur dasar tulang tengkorak, meningitis, dll

Kerusakan pada n. Hipoglossus ini lah yg menyebabkan Tn. Budi berbicara pelo b. Bagaimana mekanisme dari mulut mengot dan bicara pelo?

 Mulut mengot

Hipertensi + DM  menyumbat peredaran jantung/ pembuluh darah  plak  thrombus  thrombus rupture  emboli masuk ke aliran otak  menyumbat a. cerebri media  Stenosis a.cerebri media  iskemik pada lobus temporaparietal sebelah kiri  lesi pada UMN (Upper Motor Neuron) N. VII (Nervus facialis) : lesi pada traktus piramidalis atau korteks motorik Parese otot-otot wajah bawah Manifestasi Klinik: Plica nasolabialis kanan datar, sudut mulut kanan tertinggal  mulut mengot.

 Bicara pelo

Hipertensi + DM  menyumbat peredaran jantung/pembuluh darah  plak  thrombus  thrombus rupture  emboli masuk ke aliran otak  menyumbat a. cerebri media  Stenosis a. cerebri media  iskemik pada lobus temporaparietal sebelah kiri  lesi N. XII (nervus Hypoglossus)  Manifestasi Klinik: Bicara pelo.

c. Struktur mana yang mungkin terganggu pada pasien dalam kasus ? Struktur yang terganggu adalah hemisfer kiri otak.

3. Tn.Budi sudah lama menderita DM dan hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, tetapi tidak minum obat secara teratur.

(12)

Hipertensi dan DM adalah faktor resiko dari stroke baik hemoragik maupun nonhemoragik. Pada kasus, Tn. Budi menderita DM sejak 5 tahun lalu artinya Tn. Budi menderita DM tipe 2. Biasanya pada DM tipe 2 terjadi pada orang yang obesitas dan dislipidemia. Pada pasien yang Obesitas dan dislipidemia biasanya terbentuk plak di pembuluh darah yang menyebabkan artherosklerosis. Apabila plak ruptur maka terbentuk trombus yang menghalangi supply darah. Tapi, bila trombusnya lepas dan berjalan maka dapat menghambat supply darah ke otak sehingga terjadi stroke iskemik. Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai enam kali ini sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama terjadinya stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan Klasifikasi menurut JNC 7 yang dimaksud dengan tekanan darah tinggai apabila tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mmHg, makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah, sehingga

mempermudah terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak. b. Apa komplikasi DM?

Komplikasi akut dapat berupa :

1.Hipoglikemia yaitu menurunnya kadar gula darah < 60 mg/dl

2.Keto Asidosis Diabetika (KAD) yaitu DM dengan asidosis metabolic dan hiperketogenesis

3.Koma Lakto Asidosis yaitu penurunan kesadaran hipoksia yang ditimbulkan oleh hiperlaktatemia.

4.Koma Hiperosmolar Non Ketotik, gejala sama dengan no 2 dan 3 hanya saja tidak ada hiperketogenesis dan hiperlaktatemia.

Komplikasi kronis :

Biasanya terjadi pada penderita DM yang tidak terkontrol dalam jangka waktu kurang lebih 5 tahun. Dapat dibagi berdasarkan pembuluh darah serta persarafan yang kena atau berdasakan organ. Pembagian secara sederhana sebagai berikut :

(13)

1. Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar (pembuluh darah yang dapat dilihat secara mikroskopis) antara lain pembuluh darah jantung / Penyakit Jantung Koroner, pembuluh darah otak /stroke, dan pembuluh darah tepi / Peripheral Artery Disease.

2. Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah mikroskopis antara lain

retinopati diabetika (mengenai retina mata) dan nefropati diabetika (mengenai ginjal).

3. Neuropati, mengenai saraf tepi. Penderita bisa mengeluh rasa pada

kaki/tangan berkurang atau tebal pada kaki atau kaki terasa terbakar/bergetar sendiri.

c. Apa komplikasi hipertensi tidak terkontrol?

1. Serangan jantung atau stroke. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan pengerasan dan penebalan arteri (aterosklerosis), yang dapat menyebabkan serangan jantung (penyakit jantung), stroke atau komplikasi lain. Serangan jantung dan stroke merupakan komplikasi hipertensi yang sangat umum ditemukan.

2. Aneurisma atau Aneurysm. Peningkatan tekanan darah dapat menyebabkan pembuluh darah melemah, membentuk suatu aneurisma. Jika aneurisma pecah, dapat mengancam jiwa. Komplikasi darah tinggi/hipertensi akibat aneurisma memerlukan perhatian gawat darurat yang khusus.

3. Gagal jantung. Untuk memompa darah terhadap tekanan tinggi dalam pembuluh, otot jantung perlu berkontraksi lebih sehingga otot akan menjadi kental. Otot kental memiliki kesulitan memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh, hal ini dapat menyebabkan komplikasi hipertensi yang berupa gagal jantung.

4. lemah dan menyempitnya pembuluh darah pada ginjal. Hal ini dapat mencegah dari organ-organ lain berfungsi normal.

4. Pemeriksaan Fisik: Keadaan Umum: GCS 15

(14)

Tanda vital: TD 200/110 mmHg, nadi 96x/menit, RR 20x/menit, temp 37,2 C Kepala: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher: tidak ada pembesaran KGB Thoraks: simetris, retraksi tidak ada

Jantung: batas jantung normal, iktus kordis tidak tampak, bunyi jantung normal, bising jantung tidak ada

- Paru: stem fremitus normal, suara nafas vesikuler normal

Abdomen: datar, lemas, nyeri tekan (-), dan defans muskuler (-), bising usus normal

Ekstremitas: edema

-/-a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik ?

Pemeriksaan Pada Kasus Keadaan Normal Interpretasi

Keadaan Umum GCS 15 14-15 Compos mentis

Tekanan Darah 200/110 mmHg 120/80 mmHg Hipertensi

Nadi 96x/menit 60-100x/menit Normal

RR 20x/menit 16-24x/menit Normal

Temperatur 37,2 C 36,5-37,5 C Normal

b. Bagaimana mekanisme abnormal pada pemeriksaan fisik ?

 Nadi 100 bpm irregular, irama jantung tidak teratur ditemukan pada atrial fibrilasi. Penyebab utama FA yang sering ditemukan antara lain adalah tekanan darah tinggi, cacat pada katup jantung, penyakit jantung rematik, dan diabetes. Ketidakteraturan denyut jantung (aritmia) yang berbahaya ini menyebabkan ruang atas jantung (atrium), bergetar dan tidak berdenyut sebagaimana mestinya, sehingga darah tidak terpompa sepenuhnya, yang pada gilirannya dapat menyebabkan pengumpulan dan penggumpalan darah. Gumpalan ini dapat terbawa sampai ke otak, menyumbat pembuluh arteri, dan mengganggu pasokan darah ke otak.

 Lidah deviasi ke kanan menunjukkan adanya lesi jaringan saraf pada nervus hipoglosus. Kerusakan nervus hipoglossus dapat disebabkan oleh kelainan di batang otak, kelainan pembuluh darah, tumor dan syringobulbia. Kelainan tersebut dapat menyebabkan gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut, gangguan menelan dan gangguan proses pengolahan makanan dalam

(15)

mulut, gangguan menelan dan gangguan bicara (disatria) jalan nafas dapat terganggu apabila lidah tertarik ke belakang. Pada kerusakan N. XII pasien tidak dapat menjulurkan, menarik atau mengangkat lidahnya. Pada lesi unilateral, lidah akan membelok kearah sisi yang sakit saat dijulurkan. Saat istirahat lidah membelok ke sisi yang sehat di dalam mulut.

 Plica nasolabialis kanan datar, sudut mulut kanan tertinggal disebabkan oleh gangguan pada nervus fasialis. Kelumpuhan fungsi motorik nervus fasialis mengakibatkan otot-otot wajah satu sisi tidak berfungsi, ditandai dengan hilangnya lipatan hidung bibir, sudut mulut turun, bibir tertarik kesisi yang sehat.

5. Pemeriksaan Neurologis:

Pada pemeriksaan nervi kraniales:

- Nervus VII tampak mulut mengot ke kiri, lipatan nasolabialis kanan datar, tidak ada lagophthalmus, dan kerut dahi simetris

- Nervus XII bicara pelo dan lidah deviasi ke kanan Pada pemeriksaan fungsi motorik:

- Kekuatan otot ekstremitas atas 4/5, ekstremitas bawah 4/5 - Refleks fisiologis ekstremitas kanan meningkat

- Refleks patologis babinsky (+) pada kaki kanan.

a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan neurologis? Pemeriksaan fungsi sensorik

Hasi Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi Nervus

VII Mulut mengot ke kiri Simetris

Gangguan saraf kranialis VII

Lipatan nasolabialis

kanan datar Simetris

Gangguan saraf kranialis VII

Lagoftalmus (-)

(16)

Kerut dahi simetris Simetris Normal

Nervus XII

Lidah deviasi ke

kanan simetris

Gangguan saraf kranialis XII; parese kiri Bicara pelo

(+) (-)

Gangguan saraf kranialis XII; pelo

Pemeriksaan fungsi motorik

Hasil Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi Ekstremitas Superior Dekstra 4 5 Abnormal (Hemiprase) Sinistra 5 5 Ekstremitas Inferior Dekstra 4 5 Abnormal (Hemiprase) Sinistra 5 5

Refleks Fisiologis Dekstra Meningkat Normal Abnormal

Sinistra Normal Normal Normal

Refleks Patologis (Babinsky)

Dekstra + - Abnormal

Sinistra - - Normal

b. Bagaimana mekanisme abnormal pemeriksaan neurologis ?

 Nervus VII tampak mulut mengot ke kiri, lipatan nasolabialis kanan datar, tidak ada lagophthalmus, dan kerut dahi simetris

Yang abnormal dari pemeriksaan neurologis ini adalah nervus VII tampak mulut mengot ke kiri, dan lipatan nasolabialis kanan datar. Mekanisme abnormalnya yaitu Plak aterosklerotik  trombus  emboli  oklusi a. vertebralis  mengenai N. VII

 Nervus XII bicara pelo dan lidah deviasi ke kanan

Nervus XII itu adalah nervus hipoglossus. Nervus hipoglossus adalah nervus yang mempersarafi otot-otot lidah seperti otot stiloglosus, hipoglosus,

(17)

dan genioglosus. Otot- otot lidah itu digunakan saat seseorang berbicara. Oleh karena itu, jika terjadi gangguan pada saraf di otot lidah, maka cara berbicara seseorang akan menjadi kacau dan tidak jelas (pelo). Nervus XII ada di hemisfer kiri maupun kanan. Pada keadaan normal lidah itu dapat mempertahankan kekuatannya seimbang kiri dan kanan. Namun, pada kasus ini terjadi kerusakan pada nervus XII hemisfer kiri yang menyebabkan kelumpuhan pada otot lidah kanan, sehingga lidah akan berdeviasi kearah kanan.

 Kekuatan otot ekstremitas atas 4/5, ekstremitas bawah 4/5

Artinya ext. superior (dextra et sinistra) 4/5, da ext. inferior (dextra et sinistra) 4/5. Kedua dextra dengan nilai 4, dan kedua sinistra dengan nilai 5. Kekuatan otot berdasarkan 5 skala kekuatan:

0 = tidak ada kontraksi sama sekali 1 = gerakan kontraksi yang sangat lemah

2 = mampu untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan/gravitasi

3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi 4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh 5 = kekuatan kontraksi yang penuh

 Refleks fisiologis ekstremitas kanan meningkat

Pada kasus ini kemungkinan terjasi oklusi pembuluh darah padah arteri serebri media sinistra dan arteri serebri anterior sinistra yang merupakan cabang dari arteri carotis interna. Kedua arteri ini memperdarahi gyrus precentralis (area motorik) yang menyebabkan keterbatasan gerak, berkurangnya kekuatan otot (lemah) pada ektremitas superior et inferior dextra. Gangguan pada UMN juga menjadi penyebab dari meningkatnya reflex fisiologis dan patologis ada.

upper motor neuron (UMN):

a. Tonus otot pada sisi yang lumpuh meningkat. b. Refleks tendon meningkat pada sisi yang lumpuh c. Refleks patologik positif pada sisi yang lumpuh.

(18)

 Refleks patologis babinsky (+) pada kaki kanan

Adanya reflex patologis babinsky pada kaki kanan menunjukkan bahwa adanya kerusakan pada traktus kortikospinalis lateral pada kaki kanan. Traktus kortiko spinalis ini merupakan traktus descenden paling besar pada manusia.Serabut-serabut di traktus tersebut berasal dari beberapa area motoric pada cortex serebri.

Traktus ini mengatur gerakan volunteer(sadar) yang terdiridari Upper Motor Neuron dan Lower Motor Neuron. Apabila traktus ini mengalami kerusakan, akan menghambat impuls volunteer darik orteks serebri menuju motor neuronnya masing-masing di kornu anterior medulla spinalis.

Refleks Babinski terjadi apabila adanya hambatan impuls karena lesi pada UMN (upper Motor Neuron).Lesi tersebut bias terjadi akibat adanya atherosclerosis ataupun plak.

c. Apa saja dan bagaimana fungsi nervus craniales?

Nervus Olfaktori (N. I):

– Fungsi: saraf sensorik, untuk penciuman

– Cara Pemeriksaan: pasien memejamkan mata, disuruh membedakan bau yang dirasakan (kopi, teh,dll)

Nervus Optikus (N. II)

– Fungsi: saraf sensorik, untuk penglihatan

– Cara Pemeriksaan: Dengan snelend card, dan periksa lapang pandang Nervus Okulomotoris (N. III)

– Fungsi: saraf motorik, untuk mengangkat kelopak mata keatas, kontriksi pupil, dan sebagian gerakan ekstraokuler

(19)

– Cara Pemeriksaan: Tes putaran bola mata, menggerakan konjungtiva, refleks pupil dan inspeksi kelopak mata

Nervus Trochlearis (N. IV)

- Fungsi: saraf motorik, gerakan mata kebawah dan kedalam – Cara Pemeriksaan: Sama seperti nervus III

Nervus Trigeminus (N. V)

- Fungsi: saraf motorik, gerakan mengunya, sensai wajah, lidah dan gigi, refleks korenea dan refleks kedip

– Cara Pemeriksaan: menggerakan rahang kesemua sisi, pasien memejamkan mata, sentuh dengan kapas pada dahi atau pipi. menyentuh permukaan kornea dengan kapas.

Nervus Abdusen (N. VI)

– Fungsi: saraf motorik, deviasi mata ke lateral – Cara pemeriksaan: sama seperti nervus III Nervus Fasialis (N. VII)

– Fungsi: saraf motorik, untuk ekspresi wajah

– Cara pemeriksaan: senyum, bersiul, mengngkat alis mata, menutup kelopak mata dengan tahanan, menjulurkan lida untuk membedakan gula dan garam Nervus Verstibulocochlearis (N. VIII)

- Fungsi: saraf sensorik, untuk pendengran dan keseimbangan – Cara pemeriksaan: test webber dan rinne

(20)

- Fungsi: saraf sensorik dan motorik, untuk sensasi rasa – Cara pemeriksaan: membedakan rasa manis dan asam Nervus Vagus (N. X)

- Fungsi: saraf sensorik dan motorik, refleks muntah dan menelan

– Cara pemeriksaan: menyentuh faring posterior, pasien menelan saliva, disuruh mengucap ah…

Nervus Asesoris (N. XI)

- Fungsi: saraf motorik, untuk menggerakan bahu

– cara pemeriksaan: suruh pasien untuk menggerakan bahu dan lakukan tahanan sambil pasien melawan tahanan tersebut.

Nervus Hipoglosus (N. XII)

- Fugsi: saraf motorik, untuk gerakan lidah

– cara pemeriksaan: pasien disuruh menjulurkan lidah dan menggerakan dari sisi ke sisi

d. Bagaimana anatomi dari N.VII dan N.XII ?

N. facialis mempunyai radix motoris di sebelah medial dan radix sensoris di sebelah lateral, disebut n. intermedius. Radix motoris mempersarafi otot-otot wajah, kulit kepala dan telinga, m. Buccinator, m. Platysma, m. Stylohyoideus, dan venter posterior m. Digastricus. Radix sensoris mengandung serabut-serabut pengecap dari dua per tiga bagian anterior lidah, dasar mulut, dan palatum. Juga membawa serabut parasimpatis sekretomotorik untuk glandula submandibularis dan sublingualis, glandula lacrimalis, dan kelenjar-kelenjar di hidung dan palatum.

Kedua radix n. facialis muncul dari permukaan anterior otakdi antara pinggir bawh pons dengan medulla oblongata. Semua berjalan ke lateral dan depan di dalam

(21)

fossa cranii posterior bersama dengan n. vestibulocochlearis menuju meatus acusticus internus. Pada dasar meatus, saraf ini masuk ke dalam canalis facialis dan berjalan ke lateral di atas vestibulum labyrinthus sampai saraf ini mencapai dinding medial cavum tympani.

N. hypoglossus merupakan saraf motoris yangg menyuplai semua otot-otot intrinsik lidah dan ditambah m. Styloglossus, m. Hyoglossus, daan m. Genioglossus. Saraf ini keluar sebagai sejumlah radix kecil pada permukaan anterior medulla oblongata di antara pyramis dan oliva, kemudian berjalan ke lateral di dalam fossa cranii posterior dan meninggalkan tengkorak melalui canalis hypoglossis.

e. Arteri apa yang mungkin mengalami gangguan pada kasus?

Arteri Cerebri Media yang memperdarahi gyrus pre centralis dan post centralis sehingga mempengaruhi fungsi komponen sensorik dan motorik.

Hipotesis : Tn Budi (63 tahun) mengalami stroke iskemik. a. Bagaimana kriteria diagnostik pada kasus?

· Anamnesis/ aloanamnesis • Identitas

• Onset keluhan

• Keluhan yang menyertai keluhan utama

• Identifikasi factor risiko (change dan unchanged risk factor) · Pemeriksaan Fisik

• Keadaan umum dan tanda vital • BMI atau waist-hip ratio

• Pemeriksaan neurologis

• Perhatikan gejala khas dari stroke:

- Lemah pada wajah, ekstremitas, terutama pada satu sisi tubuh. - Penurunan kesadaran, gangguan bicara

- Gangguan penglihatan pada salah satu/kedua mata

- Gangguan berjalan, kehilangan keseimbangan dari koordinasi - Severe headache

• Pemeriksaan fisik lengkap

- Kepala: pemeriksaan retina (mencari tanda hypertensive retinopathy /diabetic retinopathy), mencari tanda kelumpuhan wajah, wajah simetris atau tidak, periksa penglihatan.

- Leher: periksa adanya peningkatan JVP yang mengindikasikan CHF yang dapat menyebabkan stroke kardioembolus, auskultasi pada arteri karotis untuk mencari adanya bising (bruit).

(22)

- Dada: penentuan batas jantung untuk memeriksa adanya hipertrofi jantung, auskultasi. Murmur dan disritmia merupakan tanda yang harus dicari, karena pasien dengan fibrilasi atrium, penyakit katup jantung, infark miokardium akut, dapat mengalami stroke kardioembolus.

- Abdomen: perabaan hepar, hepatomegali dapat mengindikasikan keadaan CHF yang dapat menyebabkan stroke kardioembolus.

- Ekstremitas: periksa apakah ada kelemahan, kelumpuhan, atau hilangnya sensasi rasa, periksa tanda-tanda sianosis sebagai akibat embolisme perifer

· Pemeriksaan Laboratorium • Pemeriksaan darah rutin • Laju endap darah

• Pemeriksaan urin rutin • Lipid darah

• Panel metabolic dasar (natrium, kalium, klorida, bikarbonat, glukosa, nitrogen urea darah, dan kreatinin)

• Evaluasi untuk keadaan hiperkoagulasi: protrombin, waktu tromboplastin parsial, hitung trombosit

• Pungsi lumbal

• Serologi untuk sifilis · Pemeriksaan Penunjang

• Teknik pencitraan otak: CT-Scan, MRI • Pemeriksaan jantung: - Chest X-Ray - EKG - Ekokardiogram transesofagus - USG - USG karotis - Doppler transcranium

• Angiografi serebrum (dapat yang konvensional atau dengan menggunakan teknik MRA/ Magnetic Resonance Angiography)

• Pemeriksaan aliran darah (blood flow) - Positron Emission Tomography (PET)

- Single-Photon-Emission Computed Tomography (SPECT) - Xenon inhalation

b. Apa diagnosis banding pada kasus ?

STROKE NON

HEMORAGIK

STROKE

(23)

Awalmula kelumpuhan biasanya saat istirahat/ pasien tidak melakukan aktifitas

Awal mula kelumpuhan terjadi saat beraktifitas

Dengan gejala defisit neurologi sangat lambat sampai berbulan-bulan

Nyeri kepala sifatnya ringan atau sangat ringan

Pasien mengalami nyeri kepala yang hebat

Pasien mengalami nyeri hebat pada saat berakifitas yang menyebabkan peninggian LCS intrakranial. Seperti membungkuk, mengejan. Dan nyeri menurun apabila tidak beraktifitas

Tidak ditemukan adanya kejang atau muntah saat serangan terjadi

Adanya kejang dan muntah saat serangan terjadi

Mudah lesu , gangguan daya ingat dan penurunan kesadaran

Penurunana kesadaran bersifat ringan

Penurunan kesadaran bersifat sangat nyata

c. Apa diagnosis kerja pada kasus ? Stroke Iskemik

d. Apa epidemiologi pada kasus ?

Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan keganasan. Stroke diderita oleh ± 200 orang per 100.000 penduduk per tahunnya. Stroke merupakan penyebab utama cacat menahun. Pengklasifikasiannya adalah 65-85% merupakan stroke non hemoragik (± 53% adalah stroke trombotik, dan 31% adalah stroke embolik) dengan angka kematian stroke trombotik ± 37%, dan stroke embolik ± 60%. Presentase stroke non hemoragik hanya sebanyak 15-35%. ± 10-20% disebabkan oleh perdarahan atau hematom intraserebral, dan ± 5-15% perdarahan subarachnoid. Angka kematian stroke hemoragik pada jaman sebelum ditemukannya CT scan mencapai 70-95%, setelah ditemukannya CT scan mencapai 20-30%.Prevalensi stroke di USA adalah 200 per 1000 orang pada rentang usia 45-54 tahun, 60 per 1000 pada rentang usia 65-74 tahun, dan 95 per 1000 orang pada rentang usia 75-84 tahun. Dengan presentase kematian mencapai 40-60%.

(24)

Usia adalah faktor risiko tunggal terpenting. Sekitar 30% stroke terjadi pada usia 65 tahun dan 70% terjadi pada usia 65 tahun atau lebih. Faktor risiko meningkat dua kali lipat untuk setiap dekade setelah usia 55 tahun.

e. Apa Etiologi pada kasus ?

Menurut Adam dan Victor (2009) , penyebab kelainan pembuluh darah otak yang dapat mengakibatkan stroke, antara lain :

1. Trombosis aterosklerosis 2. Transient iskemik

3. Emboli

4. Perdarahan hipertensi

5. Ruptur dan sakular aneurisma atau malformasi arterivena 6. Arteritis

a. Meningovaskular sipilis, arteritis sekunder dari piogenik dan meningitis tuberkulosis, tipe infeksi yang lain (tipus, scistosomiasis, malaria, mucormyosis) b. Penyakit jaringan ikat (poliarteritis nodosa, lupus eritromatous), necrotizing arteritis. Wegener arteritis, temporal arteritis, Takayasu diseases, granuloma atau arteritis giant sel dari aorta.

7. Trombophlebitis serebral : infeksi sekunder telinga, sinus paranasal, dan wajah. 8. Kelaianan hematologi : antikoagulan dan thrombolitik, kelainan faktor pembekuan darah, polisitemia, sickle cell disease, trombotik trombositopenia purpura,

trombositosis, limpoma intravaskular.

9. Trauma atau kerusakan karotis dan arteri basilar 10. Angiopati amiloid

11. Kerusakan aneuriisma aorta 12. Komplikasi angiografi

f. Apa saja faktor resiko kasus tersebut? Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

a. Usia

b. Jenis kelamin c. Ras

d. Riwayat keluarga e. Riwayat stroke/ TIA

(25)

Hipoksia serebral

Penurunan perfusi jaringan serebral

Edema serebral

Kerusakan sel neuron

Defisit neurologis

Trombosis serebral Iskemik serebralEmbolisme serebral

a. Hipertensi b. Kolesterol c. Merokok d. Diabetes e. Penyakit Jantung f. Obesitas g. Konsumsi alkohol h. Stres

g. Bagaimana patofisiologi pada kasus ?

h. Bagaimana manifestasi klinis pada kasus ?

1. Nyeri kepala disertai penurunan kesadaran, bahkan bisa mengalami koma (perdarahan otak).

2. Kelemahan atau kelumpuhan pada lengan, tungkai atau salah satu sisi tubuh.

3. Mendadak seluruh badan lemas dan terkulai tanpa hilang kesadaran (drop attack) atau disertai hilang kesadaran sejenak (sinkop).

4. Gangguan penglihatan (mata kabur) pada satu atau dua mata

(26)

6. Rasa baal pada wajah atau anggota badan satu sisi atau dua sisi

7. Kelemahan atau kelumpuhan wajah atau anggota badan satu sisi atau dua sisi

8. Kehilangan sebagian atau seluruh kemampuan bicara (afasia) 9. Gangguan daya ingat atau memori baru (amnesia)

10. Gangguan orientasi tempat, waktu dan orang

11. Gangguan menelan cairan atau makanan padat (disfagia)

i. Bagaimana komplikasi pada kasus ?

Komplikasi stroke menurut Smeltzer (2002,hal 2131): 1. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama)

a. Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya menimbulkan kematian. b. Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.

2. Komplikasi Jangka pendek (1-14 hari pertama) a. Pneumonia: Akibat immobilisasi lama

b. Infark miokard

c. Emboli paru: Cenderung terjadi 7 -14 hari pasca stroke, seringkali pada saat penderita mulai mobilisasi.

d. Stroke rekuren: Dapat terjadi pada setiap saat.

3. Komplikasi Jangka panjang

Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskular lain: penyakit vaskular perifer. Kebanyakan morbiditas dan mortilitas stroke berkaitan dengan komplikasi non neurologis yang dapat di minimalkan dengan perawatan umum, komplikasi-komplikasi tersebut yaitu :

(27)

1. Demam, yang dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus di obati secara agresif dengan antipiretik atau kompres dingin. Penyebab demam biasanya adalah pneumonia aspirasi, kultur darah dan urin kemudian beri antibiotik intravena sesuai hasil kultur.

2. Kekurangan nutrisi, bila pasien sadar dan tidak memiliki risiko aspirasi maka dapat dilakukan pemberian makanan secara oral, tetapi jika pasien tidak sadar atau memiliki risiko aspirasi beri makanan secara enteral melalui pipa nasoduodenal ukuran kecil dalam 24 jam pertama setelah onset stroke. 3. Hipovolemia, dapat di koreksi dengan kristaloid isotonis. Cairan hipotonis

(dekstrosa 5% dalam air, larutan NaCl 0,45 %) dapat memperberat edema serebri dan harus di hindari.

4. Hiperglikemi dan hipoglikemi, ini dapat lakukan terapi setiap 6 jam selama 3-5 hari sejak onset stoke :

a. < 50 mg/dl : dekstrosa 40% 50 ml bolus intravena

b. 50-100 mg/dl : dekstrosa 5 % dalam NaCl 0,9 %, 500 ml dalam 6 jam c. 100-200 mg/dl : pengobatan (-), NaCl 0,9 % atau Ringer laktat

d. 200-250 mg/dl : insulin 4 unit intravena e. 250-300 mg/dl : insulin 8 unit intravena f. 300-350 mg/dl : insulin 12 unit intravena g. 350-400 mg/dl : insulin 16 unit intravena h. > 400 mg/dl : insulin 20 unit intravena

5. Atelektasis paru, dapat di cegah dengan fisioterapi dada setiap 4 jam

6. Dekubitus, dicegah dengan perubahan posisi tubuh setiap 2 jam, kontraktur dilakukan latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari, pemendekan tendo achiles di lakukan splin tumit untuk mempertahankan pergelangan kaki dalam posisi dorsofleksi.

7. Defisit sensorik, kognitif, memori, bahasa, emosi serta visuospasial harus di lakukan neurorestorasi dini.

8. Trombosis vena dalam, di cegah dengan pemberian heparin 5000 unit atau fraksiparin 0,3 cc setiap 12 jam selama 5-10 hari.

9. Infeksi vesika, pembentukan batu, gangguan sfingter vesika biasanya di karenakan pemasangan kateter urin menetap, latihan vesika harus segera di lakukan sedini mungkin bila pasien sudah sadar.

(28)

j. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus ?

Pada stroke iskemik didapatkan gangguan pemasokan darah ke sebagian jaringan otak. Ini disebabkan karena aliran darah berkurang atau berhenti. Bila gangguan cukup berat, akan ada sel saraf yang mati. Disamping sel yang mati didapatkan pula sel otak yang sekarat.

Sel yang sudah mati tidak dapat ditolong lagi. Yang kita lakukan ialah usaha agar sel yang sekarat jangan sampai mati. Setelah terjadi iskemia, di otak terjadi berbagai macam reaksi lanjutan, misalnya pembentukan edema (sembab) di sebagian otak, perubahan susunan neurotransmitter, perubahan vaskularisasi regional, perubahan tingkat metabolisme.

Tujuan terapi ialah agar reaksi lanjutan ini jangan sampai merugikan penderita. Kita berusaha agar sel otak yang belum mati tetap berada dalam keadaan gawat, jangan sampai menjadi mati. Diupayakan agar aliran darah di daerah yang iskemik dapat dipulihkan kembali. Demikian juga metabolismenya.

Banyak macam tindakan serta macam obat yang telah diselidiki, namun banyak yang hasilnya belum meyakinkan, masih kontroversial. Masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut.

Perlu disadari bahwa untuk meneliti khasiat terapi pada stroke bukanlah hal yang mudah. Antara lain disebabkan karena perjalanan penyakit stroke beragam, penyebab dan faktor resikonya juga bermacam-macam. Demikian juga daerah yang mengalami iskemia serta beratnya iskemia berbeda-beda. Semua hal ini ikut mempengaruhi perjalanan penyakit. Hal ini menyulitkan peneliti untuk memastikan apakah terapi yang diberikan ada manfaatnya.

Sekiranya terjadi perbaikan, sulit memastikan apakah perbaikan tersebut diakibatkan oleh obat atau tindakan yang diberikan. Mungkin saja perbaikan tersebut akan terjadi tanpa terapi yang diberikan. Untuk memastikan hal yang demikian dibutuhkan penelitian terhadap sangat banyak jumlah pasien. Mencapai ratusan jumlahnya, hal yang sulit dilakukan dengan mengingat fasilitas yang tersedia.

Berikut ini beberapa macam obat yang digunakan pada stroke iskemik : 1. Obat untuk sembab otak (edema otak)

Pada fase akut stroke dapat terjadi edema di otak. Bila edema ini berat akan mengganggu sirkulasi darah di otak dan dapat juga mengakibatkan herniasi

(29)

(peranjakan) jaringan otak. Herniasi ini dapat mengakibatkan keadaan lebih buruk atau dapat juga menyebabkan kematian.

Obat antiedema otak ialah cairan hiperosmolar (misalnya larutan Manitol 20%; larutan gliserol 10%). Membatasi jumlah cairan yang diberikan juga membantu mencegah bertambahnya edema di otak. Obat dexametasone, suatu kortikosteroid, dapat pula digunakan.

2. Obat antiagregasi trombosit

Ada obat yang dapat mencegah menggumpalnya trombosit darah dan dengan demikian mencegah terbentuknya thrombus (gumpalan darah) yang dapat menyumbat pembuluh darah. Obat demikian dapat digunakan pada stroke iskemik, misalnya pada TIA. Obat yang banyak digunakan ialah asetosal (Aspirin). Dosis asetosal berkisar dari 40 mg sehari sampai 1,3 gram sehari. Akhir-akhir ini juga digunakan obat tiklopidin untuk maksud yang sama, dengan dosis 2 x 250 mg atau Klopidogrel dengan dosis 1 x 75 mg sehari. Pada TIA, untuk mencegah kambuhnya, atau untuk mencegah terjadinya stroke yang lebih berat, lama pengobatan dengan antiagregasi berlangsung 1 – 2 tahun atau lebih.Tentu kita harus juga menanggulangi faktor-faktor resiko yang ada dengan baik.

3. Antikoagulansia

Antikoagulansia mencegah terjadinya gumpalan darah dan embolisasi thrombus. Antikoagulansia masih sering digunakan pada penderita stroke dengan kelainan jantung yang dapat menimbulkan embolus. Obat yang digunakan ialah heparin, kumarin, sintrom.

4. Obat Trombolitik (obat yang dapat menghancurkan thrombus)

Terapi trombolitik pada stroke iskemik didasari anggapan bahwa bila sumbatan oleh thrombus dapat segera dihilangkan atau dikurangi (rekanalisasi), maka sel-sel neuron yang sekarat dapat ditolong.

Penelitian yang cukup besar, yang membuktikan efektivitas penggunaan rt-PA pada stroke iskemik, ialah penelitian HINDS, yang melibatkan 624 penderita dan pengobatan dimulai dalam kurun waktu 3 jam setelah mulainya stroke. Terjadinya perdarahan sebagai akibat pengobatan ini cukup tinggi (6,4 % dibanding 0,6% pada kelompok tanpa trombolitik (plasebo). Namun demikian, pasien yang dapat pergi pulang ke rumah lebih banyak pada kelompok yang mendapat rt-PA, yaitu 48%

(30)

dibanding 36% pada plasebo. Terapi trombolitik pada stroke iskemik merupakan terapi yang poten, dan cukup berbahaya bila tidak dilakukan dengan seksama.

5. Obat atau tindakan lain

Berbagai obat dan tindakan telah diteliti dan dilaporkan di kepustakaan dengan tujuan memperbaiki atau mengoptimalisasi keadaan otak, metabolisme dan sirkulasinya. Hasilnya masih kontroversial dan masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.

Obat-obat ini misalnya : kodergokrin mesilat (Hydergin), nimodipin (Nimotop), pentoksifilin (Trental), sitikolin (Nicholin).

Tindakan yang perlu penelitian lebih lanjut ialah : hemodilusi (mengencerkan darah). Hal ini dilakukan bila darah kental pada fase akut stroke. Bila darah kental, misalnya hematokrit lebih dari 44 – 50 %, maka darah dikeluarkan sebanyak 250 cc, diganti dengan larutan dekstran 40 atau larutan lainnya. Bila masih kental juga, dapat dikeluarkan lagi 250 cc keesokan harinya.

Terapi farmakologi stroke iskemik dapat dilakukan dengan reperfusi. Reperfusi yaitu mengembalikan aliran darah ke otak secara adekuat sehingga perfusi meningkat, obat-obat yang dapat diberikan antara lain : thrombolytic agent, inhibitor platelet dan antikoagulan. Inhibitor platelet merupakan pilihan utama dalam penanganan stroke iskemik. Inhibitor platelet mencegah terbentuknya trombus karena penggumpalan trombosit darah. Beberapa contoh obat ini adalah asam asetil salisilat (asetosal) atau aspirin, tiklopidin, pentoksiflin, clopidogrel, kombinasi asetosal

dengan dipiridamol, dan cilostazol.

Terapi bedah bertujuan untuk pengeluaran bekuan darah, penyaluran cairan serebrospinal dan pembedahan mikro pada pembuluh darah. Faktor-faktor yang mempengaruhi pasien stoke dapat dilakukan tindakan pembedahan meliputi ( Soetjipto dan Muhibbi, 2007 ) :

1.Usia

Operasi dapat dilakukan lebih aman pada usia kurang dari 60 tahun. Jika usia sudah melewati 70 tahun tidak ada tindakan operasi, karena resiko setelah operasi sangat besar.

(31)

Tempat lesi yang dapat di operasi meliputi daerah kortikal dan subkortikal disertai tekanan intrakranial meningkat dan herniasi otak. Daerah putamen dan serebelum dengan syarat perdarahan lebih dari 3 cm dalam minggu pertama atau perdarahan ukuran kecil namun disertai tanda-tanda herniasi otak.

3.Waktu yang tepat untuk pembedahan

Dianjurkan untuk operasi secepat mungkin 6 – 7 jam setelah serangan sebelum timbulnya edema otak

k. Bagaimana pencegahan pada kasus ? S EIMBANG GIZI

T EKANAN DARAH NORMAL

R OKOK HINDARI O LAHRAGA TERATUR

K URANGI LEMAK

E NYAHKAN STRES

l. Bagaiamana prognosis pada kasus ?

Stroke dipengaruhi oleh sejumlah factor ,yang paling penting adalah sifat dan tingkat keparahan deficit neurologis yang dihasilkan . Usia pasien ,penyebab stroke ,gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi prognosis

Secara keseluruhan agak kurang dari 80 % pasien dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35 % . Angka terakhir ini tidak mengejutkan mengingat usia lanjut biasanya terjadi stroke . Dari pasien yang selamat dari periode akut ,sekitar satu setengah sampai dua pertiga kembali fungsi independen sementara sekitar 15 % memerlukan perawatan institusional,

- Sekitar 30%-40% penderita stroke dapat disembuhkan dengan perbaikan sempurna atau cacat sisa minimal bila ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu.

- Dilihat dari tingkat kesadaran akibat stroke haemoragik : (1) sadar 16 % meninggal (2) somnolen 39 % mati (3) yang stupor 71 %(4) koma, maka 100 % meninggal

(32)

- Dilihat dari jenis kelamin dan usia, laki – laki lebih banyak 61% yang meninggal dari perempuan 41 % dan usia 70 tahun atau lebih angka kematian meningkat tajam

- Di lihat dari prognosis fungsional stroke (1) 75 % mampu merawat diri secara mandiri dengan bantuan minimal (2) 75 % mampu melakukan ambulasi baik dengan atau tanpa alat bantu secara mandiri (3) hampir semuanya mengendalikan BAB dan BAK (4) hanya 10 % mengalami disabilitas/”bed ridden”

- Dilihat dari status keluaran rumah sakit menurut Misbach pada tahun 1990 yang dikutip oleh Soetedjo pada tahun 2003 (1). Hidup membaik : 59,9% (2) Mati : 23,3% (3) Hidup tak membaik : 1,6 % (4) Hidup Memburuk : 4,3 % (5) Hidup status tidak tercatat : 5,1 % (6) Tidak diketahui : 9,7 %.

“Untuk kasus ini prognosis nya adalah dubia at bonam” m. Apa SKDI pada kasus ?

3B (gawat darurat) mampu mendiagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan , merujuk ke rumah sakit .

SINTESIS MASALAH

(33)

Defenisi Stroke

Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat menimbulkan cacat atau kematian.

Secara umum, stroke digunakan sebagai sinonim Cerebro Vascular Disease (CVD) dan kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia (KIPDI) mengistilahkan stroke sebagai penyakit akibat gangguan peredaran darah otak (GPDO).

Stroke atau gangguan aliran darah di otak disebut juga sebagai serangan otak (brain attack), merupakan penyebab cacat (disabilitas, invaliditas).

Anatomi Pembuluh Darah Otak

Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial.

Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. Otak mendapat darah dari arteri. Yang pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan dan kiri), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus willisi.

Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat jalan serabutserabut saraf ke target organ. Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke.

(34)

Stroke Non Hemoragik

1. Klasifikasi Stroke Non Hemoragik

Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan proses patologik (kausal):

a. Berdasarkan manifestasi klinik:

i. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)

Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.

ii. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)

Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.

iii. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation) Gejala neurologik makin lama makin berat.

iv. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)

Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi. b. Berdasarkan Kausal:

i. Stroke Trombotik

Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis.

ii. Stroke Emboli/Non Trombotik

Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.

(35)

Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah:

a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna. i. Buta mendadak (amaurosis fugaks).

ii. Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan.

iii. Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.

b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.

i. Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol. ii. Gangguan mental.

iii. Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh. iv. Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air. v. Bisa terjadi kejang-kejang.

c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.

i. Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan. Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.

ii. Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.

iii. Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia). d. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar. i. Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas. ii. Meningkatnya refleks tendon.

iii. Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.

iv. Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala berputar (vertigo).

v. Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).

vi. Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga pasien sulit bicara (disatria).

vii. Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi).

i. Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia), gerakan arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang pada belahan kanan atau kiri kedua mata (hemianopia homonim).

viii. Gangguan pendengaran.

ix. Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.

(36)

i. Koma

ii. Hemiparesis kontra lateral.

iii. Ketidakmampuan membaca (aleksia). iv. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga. f. Gejala akibat gangguan fungsi luhur

i. Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi dua yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara, mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap baik. Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan orang lain, namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar, walau sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya kerusakan otak. ii. Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak. Dibedakan

dari Dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat membaca huruf. Lateral alexia adalah ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia.

iii. Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan otak.

iv. Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka setelah terjadinya kerusakan otak.

v. Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama jari yang disentuh sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).

vi. Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan dengan ruang.

vii. Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat kerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisphere dominan yang menyebabkan terjadinya gangguan bicara.

viii. Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan massa di otak.

ix. Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah kemampuan.

3. Diagnosis Stroke Non Hemoragik Diagnosis didasarkan atas hasil: a. Penemuan Klinis

(37)

Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang mendadak. Tanpa trauma kepala, dan adanya faktor risiko stroke.

ii. Pemeriksaan Fisik

Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko seperti hipertensi, kelainan jantung dan kelainan pembuluh darah lainnya.

b. Pemeriksaan tambahan/Laboratorium i.Pemeriksaan Neuro-Radiologik

Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat membantu diagnosis dan membedakannya dengan perdarahan terutama pada fase akut. Angiografi serebral (karotis atau vertebral) untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pembuluh darah yang terganggu, atau bila scan tak jelas. Pemeriksaan likuor serebrospinalis, seringkali dapat membantu membedakan infark, perdarahan otak, baik perdarahan intraserebral (PIS) maupun perdarahan subarakhnoid (PSA).

ii. Pemeriksaan lain-lain

Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti: pemeriksaan darah rutin (Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit), hitung jenis dan bila perlu gambaran darah. Komponen kimia darah, gas, elektrolit, Doppler, Elektrokardiografi (EKG).

Stroke Hemoragik

1. Klasifikasi Stroke Hemoragik

Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problem 10th Revision, stroke hemoragik dibagi atas:

a. Perdarahan Intraserebral (PIS)

Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma. Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor penyebab lainnya adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah seperti hemofilia, leukemia, trombositopenia, pemakaian antikoagulan angiomatosa dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat, amiloidosis serebrovaskular.

b. Perdarahan Subarakhnoidal (PSA)

Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) adalah keadaan terdapatnya/masuknya darah ke dalam ruangan subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi karena pecahnya aneurisma (50%), pecahnya malformasi arteriovena atau MAV (5%), berasal dari PIS (20%) dan 25% kausanya tidak diketahui.

(38)

c. Perdarahan Subdural

Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam durameter atau karena robeknya araknoidea.

2. Gejala Stroke Hemoragik

a. Gejala Perdarahan Intraserebral (PIS)

Gejala yang sering djumpai pada perdarahan intraserebral adalah: nyeri kepala berat, mual, muntah dan adanya darah di rongga subarakhnoid pada pemeriksaan pungsi lumbal merupakan gejala penyerta yang khas. Serangan sering kali di siang hari, waktu beraktivitas dan saat emosi/marah. Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara 1/2-2 jam, dan 12% terjadi setelah 3 jam).

b. Gejala Perdarahan Subarakhnoid (PSA)

Pada penderita PSA dijumpai gejala: nyeri kepala yang hebat, nyeri di leher dan punggung, mual, muntah, fotofobia. Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan pemeriksaan kaku kuduk, Lasegue dan Kernig untuk mengetahui kondisi rangsangan selaput otak, jika terasa nyeri maka telah terjadi gangguan pada fungsi saraf. Pada gangguan fungsi saraf otonom terjadi demam setelah 24 jam. Bila berat, maka terjadi ulkus pepticum karena pemberian obat antimuntah disertai peningkatan kadar gula darah, glukosuria, albuminuria, dan perubahan pada EKG.

c. Gejala Perdarahan Subdural

Pada penderita perdarahan subdural akan dijumpai gejala: nyeri kepala, tajam penglihatan mundur akibat edema papil yang terjadi, tanda-tanda defisit neurologik daerah otak yang tertekan. Gejala ini timbul berminggu-minggu hingga berbulan-bulan setelah terjadinya trauma kepala.

3. Diagnosis Stroke Hemoragik a. Perdarahan Intraserebral (PIS)

Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda-tanda klinis dari hasil pemeriksaan. Untuk pemeriksaan tambahan dapat dilakukan dengan Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Elektrokardiografi (EKG), Elektroensefalografi (EEG), Ultrasonografi (USG), dan Angiografi cerebral.

(39)

Diagnosis didasarkan atas gejala-gejala dan tanda klinis. Pemeriksaan tambahan dapat dilakukan dengan Multislices CT-Angiografi, MR Angiografi atau Digital Substraction Angiography (DSA).

c. Perdarahan Subdural

Diagnosis didasarkan atas pemeriksaan yaitu dilakukan foto tengkorak anteroposterior dengan sisi daerah trauma. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan CT-Scan dan EEG. Oleh karena tidak seluruh Rumah Sakit memiliki alat-alat di atas, maka untuk memudahkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain, misalnya sistem skoring yaitu sistem yang berdasarkan gejala klinis yang ada pada saat pasien masuk Rumah Sakit.

Epidemiologi Stroke

1. Distribusi Frekuensi Stroke a. Menurut Orang

Menurut penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001, terdapat 264 orang penderita stroke iskemik pada usia 18-45 tahun, yang disebabkan oleh kelebihan lemak, merokok, hipertensi dan riwayat stroke. Berdasarkan data penderita stroke yang dirawat oleh Pusat Pengembangan dan Penanggulangan Stroke Nasional (P3SN) RSUP Bukittinggi pada tahun 2002, terdapat 501 pasien, yang terdiri dari usia 20-30 tahun sebesar 3,59%, usia 30-50 tahun sebesar 20,76%, usia 51-70 tahun sebesar 52,69% dan usia 71-90 tahun sebesar 22,95%.17 Hasil penelitian Syarif. R di Rumah Sakit PTP Nusantara II Medan tahun 1999-2003 menunjukkan bahwa dari 220 sampel yang diteliti, berdasarkan suku penderita stroke yang dirawat inap sebagian besar bersuku Jawa sebanyak 120 orang (54,5%) dan yang terendah suku Minang sebanyak 3 orang (1,4%), berdasarkan status perkawinan penderita stroke yang dirawat inap sebagian besar berstatus kawin sebanyak 217 orang (98,6%) dan yang berstatus tidak kawin sebanyak 3 orang (1,4%).10

b. Menurut Tempat

Menurut American Heart Association, diperkirakan terjadi 3 juta penderita stroke pertahun, dan 500.000 penderita stroke yang baru terjadi pertahun. Angka kematian penderita stroke di Amerika adalah 50-100/100.000 penderita pertahun. Di China (2005), terdapat 1,5 juta penderita stroke dan 1 juta penderita stroke meninggal dunia dengan CFR 66,66%.19 Di India, angka prevalensi stroke sebesar 8,6 per 100.000 populasi pertahun. Di Indonesia diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 orang terkena serangan stroke, 125.000 orang

(40)

meninggal dunia dengan CFR 25% dan yang mengalami cacat ringan atau berat dengan proporsi 75% (375.000 orang).

c. Menurut Waktu

Menurut WHO (2005), stroke menjadi penyebab kematian dari 5,7 juta jiwa di seluruh dunia, dan diperkirakan meningkat menjadi 6,5 juta penderita pada tahun 2015 dan 7,8 juta penderita pada tahun 2030.19 Berdasarkan Penelitian Misbach di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2000-2003, menunjukkan bahwa jumlah penderita stroke tahun 2000 sebanyak 641 orang, tahun 2001 sebanyak 722 orang, tahun 2002 sebanyak 706 orang dan tahun 2003 sebanyak 522 orang. Di RSU Banyumas, terjadi peningkatan penderita stroke yang dirawat inap pada tahun 1997-2000. Pada tahun1997 terdapat penderita stroke sebanyak 255 orang, tahun 1998 sebanyak 298 orang, tahun 1999 sebanyak 393 orang dan tahun 2000 sebanyak 459 orang.

2. Determinan Stroke

Faktor risiko stroke terdiri dari dua kategori, yaitu: a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi: i. Usia

Risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setiap penambahan usia tiga tahun akan meningkatkan risiko stroke sebesar 11-20%. Dari semua stroke, orang yang berusia lebih dari 65 tahun memiliki risiko paling tinggi yaitu 71%, sedangkan 25% terjadi pada orang yang berusia 65-45 tahun, dan 4% terjadi pada orang berusia <45 tahun. Menurut penelitian Siregar F (2002) di RSUP Haji Adam Malik Medan dengan desain case control, umur berpengaruh terhadap terjadinya stroke dimana pada kelompok umur ≥45 tahun risiko terkena stroke dengan OR: 9,451 kali dibandingkan kelompok umur < 45 tahun.

ii. Jenis Kelamin

Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata laki-laki banyak menderita stroke dibandingkan perempuan.3 Insiden stroke 1,25 kali lebih besar pada laki-laki dibanding perempuan.

iii. Ras/bangsa

Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada orang kulit putih. Hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya hidup. Pada tahun 2004 di Amerika terdapat penderita stroke pada laki-laki yang berkulit putih sebesar 37,1% dan yang berkulit hitam

(41)

sebesar 62,9% sedangkan pada wanita yang berkulit putih sebesar 41,3% dan yang berkulit hitam sebesar 58,7%.

iv. Hereditas

Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, jantung, diabetes dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko terkena stroke. Menurut penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001 riwayat stroke pada keluarga meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 29,3%.

b. Faktor risiko yang dapat dirubah: i. Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke. Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 4 sampai 6 kali. Makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga memudahkan terjadinya penyumbatan/perdarahan otak. Sebanyak 70% dari orang yang terserang stroke mempunyai tekanan darah tinggi.

ii. Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat hipertensi. Diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke.24 Menurut penelitian Siregar F (2002) di RSUP Haji Adam Malik Medan dengan desain case control, penderita diabetes melitus mempunyai risiko terkena stroke dengan OR: 3,39. Artinya risiko terjadinya stroke pada penderita diabetes mellitus 3,39 kali dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes mellitus.

iii. Penyakit Jantung

Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium/atrial fibrillation (AF), karena memudahkan terjadinya penggumpalan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah di otak. Di samping itu juga penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, pasca operasi jantung juga memperbesar risiko stroke. Fibrilasi atrium yang tidak diobati meningkatkan risiko stroke 4-7 kali.

(42)

Sekitar 1 dari seratus orang dewasa akan mengalami paling sedikit 1 kali serangan iskemik sesaat (TIA) seumur hidup mereka. Jika diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini kemudian akan mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan pertama.12 Risiko TIA untuk terkena stroke 35-60% dalam waktu lima tahun.

v. Obesitas

Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes melitus. Obesitas meningkatkan risiko stroke sebesar 15%. Obesitas dapat meningkatkan hipertensi, jantung, diabetes dan aterosklerosis yang semuanya akan meningkatkan kemungkinan terkena serangan stroke.

vi. Hiperkolesterolemia

Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung meningkatkan faktor risiko, tingginya kolesterol dapat merusak dinding pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung koroner. Kolesterol yang tinggi terutama Low Density Lipoprotein (LDL) akan membentuk plak di dalam pembuluh darah dan dapat menyumbat pembuluh darah baik di jantung maupun di otak. Kadar kolesterol total > 200 mg/dl meningkatkan risiko stroke 1,31-2,9 kali. vii. Merokok

Berdasarkan penelitian Siregar F (2002) di RSUP Haji Adam Malik Medan dengan desain case control, kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 4 kali. Merokok menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di seluruh tubuh (termasuk yang ada di otak dan jantung), sehingga merokok mendorong terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran darah, dan menyebabkan darah mudah menggumpal

viii.Alkohol

Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme tubuh, sehingga terjadi dislipidemia, diabetes melitus, mempengaruhi berat badan dan tekanan darah, dapat merusak sel-sel saraf tepi, saraf otak dan lainlain. Semua ini mempermudah terjadinya stroke. Konsumsi alkohol berlebihan meningkatkan risiko terkena stroke 2-3 kali.

ix. Stres

Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres psiokososial dapat menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi dengan faktor risiko lain (misalnya, aterosklerosis berat, penyakit jantung atau hipertensi) dapat memicu terjadinya stroke. Depresi meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 2 kali.

Gambar

Gambar homunculus diatas (pada precentral dan postcentral gyrus) menunjukan fungsi   tiap-tiap   area   yang   berbada,   hal   ini   dapat   dijadikan   petunjuk   seberapa   besar nekrosis yang terjadi pada lobus-lobus ini.

Referensi

Dokumen terkait

Hipertensi, tekanan darah tinggi merupakan factor risiko yang utama yang menyebabkan pengerasan dan penyumbatan arteri.Penderita hipertensi.. memiliki factor risiko stroke empat

Ada 2 kemungkinan yang terjadi pada Panji.Pertama, penyakit pasien yang 3 bulan lalu sudah benar-benar sembuh dan terjadi infeksi oleh patogen baru, jadi pasien masih dalam

atau 2 (m Cejala mola hidatidosa berupa  perdarahan per vaginam berulang-ulang dan darah (enderung ber7arna (oklat 3gejala utama5, amenore, mual, muntah dan pusing yang

Istri pasien mengatakan pasien memiliki riwayat hipertensi yang terkontrol, namun 2 Istri pasien mengatakan pasien memiliki riwayat hipertensi yang terkontrol, namun 2 minggu

6 Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan angka

Defek septum atrium Kebanyakan terjadi secara sporadis (secara kebetulan), tanpa alasan yang jelas bagi perkembangan mereka. Faktor lingkungan bisa menjadi faktor resiko

ln*eksi parasit malaria pada manusia mulai saat nyamuk anopheles betina menggigit manusia dan nyamuk akan melepaskan sporoCoit ke dalam pembuluh darah dimana sebagian

Pada kebanyakan pasien, keadaan normokarbia lebih disukai. Hiperventilasi dilakukan dengan menurunkan PCOa dan akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah