EFEK TERAPI EKSTRAK ETANOL DAUN SAWO MANILA
EFEK TERAPI EKSTRAK ETANOL DAUN SAWO MANILA
((
M
Ma
anilka
nilkarra
a zza
ap
po
otttta
a))
TERHADAP GASTROENTERITIS PADA
TERHADAP GASTROENTERITIS PADA
TIKUS
TIKUS PUTIH
PUTIH ((
Rattus norvegicus
Rattus norvegicus
)) INDUKSI
INDUKSI
EE sc
sche
herriich
chiia c
a co
oli
li
BERDASARKAN KADAR
BERDASARKAN KADAR
M
Ma
alo
lond
ndyya
ald
lde
ehid
hide
e
(MDA)
(MDA)
DAN HISTOPATOLOGI KOLON
DAN HISTOPATOLOGI KOLON
SKRIPSI
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan ( ini ndik halaman yg tulisannya i , buat sampul dpn Sarjana Kedokteran Hewan ( ini ndik halaman yg tulisannya i , buat sampul dpn
sedniri gak pakek ay ) sedniri gak pakek ay )
Oleh : Oleh : RISKI NURHIDAYATI RISKI NURHIDAYATI 125130101111021 125130101111021
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
MALANG
2017
2017
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
EFEK TERAPI EKSTRAK ETANOL DAUN SAWO MANILA
EFEK TERAPI EKSTRAK ETANOL DAUN SAWO MANILA
((
M
Ma
anilka
nilkarra
a zza
ap
po
otttta
a))
TERHADAP GASTROENTERITIS PADA
TERHADAP GASTROENTERITIS PADA
TIKUS
TIKUS PUTIH
PUTIH ((
Rattus norvegicus
Rattus norvegicus
)) INDUKSI
INDUKSI
EE sc
sche
herriich
chiia c
a co
oli
li
BERDASARKAN KADAR
BERDASARKAN KADAR
M
Ma
alo
lond
ndyya
ald
lde
ehid
hide
e
(MDA)
(MDA)
DAN HISTOPATOLOGI KOLON
DAN HISTOPATOLOGI KOLON
Oleh: Oleh: RISKI NURHIDAYATI RISKI NURHIDAYATI 125130101111021 125130101111021
Setelah dipertahankan di depan Majelis Penguji Setelah dipertahankan di depan Majelis Penguji
pada tanggal………. pada tanggal……….
dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan Sarjana Kedokteran Hewan
Pembimbing
Pembimbing I I Pembimbing Pembimbing IIII
Dr.
Dr. Sri Sri Murwani, Murwani, drh., drh., MP. MP. drh. drh. Dahliatul Dahliatul Qosimah, Qosimah, Mkes.Mkes. NIP. 1963010
NIP. 19630101 198903 2 001 1 198903 2 001 NIP. 1982012NIP. 19820127 201504 2 0017 201504 2 001
Mengetahui, Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya Universitas Brawijaya
Prof. Dr.
Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DESAulanni’am, drh., DES
NIP. 196009
LEMBAR PERNYATAAN LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini: Saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama
Nama : Riski Nurhidayati: Riski Nurhidayati NIM
NIM : 125130101111: 125130101111021021 Program Studi : Kedokteran Hewan Program Studi : Kedokteran Hewan Penulis Skripsi berjudul:
Penulis Skripsi berjudul:
EFEK TERAPI EKSTRAK ETANOL DAUN SAWO MANILA
EFEK TERAPI EKSTRAK ETANOL DAUN SAWO MANILA
((
M
Ma
anilka
nilkarra
a zza
ap
po
otttta
a))
TERHADAP GASTROENTERITIS PADA
TERHADAP GASTROENTERITIS PADA
TIKUS
TIKUS PUTIH
PUTIH ((
Rattus norvegicus
Rattus norvegicus
)) INDUKSI
INDUKSI
EE sc
sche
herriich
chiia c
a co
oli
li
BERDASARKAN KADAR
BERDASARKAN KADAR
M
Ma
alo
lond
ndyya
ald
lde
ehid
hide
e
(MDA)
(MDA)
DAN HISTOPATOLOGI KOLON
DAN HISTOPATOLOGI KOLON
Dengan ini menyatakan bahwa:Dengan ini menyatakan bahwa: 1.
1. Isi dari skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya saya sendiriIsi dari skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya saya sendiri dan tidak menjiplak karya orang lain, selain nama-nama yang dan tidak menjiplak karya orang lain, selain nama-nama yang termaktub di isi dan tertulis di daftar pustaka dalam skripsi ini.
termaktub di isi dan tertulis di daftar pustaka dalam skripsi ini. 2.
2. Apabila di kemudian hari ternyata skripsi yang saya tulis terbukti hasilApabila di kemudian hari ternyata skripsi yang saya tulis terbukti hasil jiplakan,
jiplakan, maka maka saya saya akan akan bersedia bersedia menanggung menanggung segala segala resiko resiko yangyang akan saya terima.
akan saya terima.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran. Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.
Malang, ……… Malang, ……… Yang menyatakan, Yang menyatakan, (Riski Nurhidayati) (Riski Nurhidayati) NIM. 1251301 NIM. 12513010111102101111021
EFEK TERAPI EKSTRAK ETANOL DAUN SAWO MANILA
(
Manilkara zapotta)
TERHADAP GASTROENTERITIS PADA
TIKUS PUTIH (
Rattus norvegicus
) INDUKSI
E scherichia coli
BERDASARKAN KADAR
Malondyaldehide
(MDA)
DAN HISTOPATOLOGI KOLON
ABSTRAK
E. coli menghasilkan endotoksin yang menyebabkan gastroenteritis. Gastroenteritis ditandai dengan adanya inflamasi pada membran mukosa saluran pencernaan dan ditandai dengan diare dan muntah. Daun sawo ( Manilkara zapota L.) mengandung flavonoid dan tannin yang berfungsi sebagai antibakteri dan antioksidan.(ini menjelaskan flavonoid dan tannin) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek terapi ekstrak etanol daun sawo manila ( Manilkara zapotta) terhadap gastroenteritis pada tikus putih ( Rattus norvegicus) induksi E. coli berdasarkan kadar Malondyaldehide (MDA) dan histopatologi kolon judulmu etanol tapi. (etanol sama flovonoid dan tannin itu sama ay?) Rancangan penelitian ini bersifat eksperimental dengan post test control only menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Penelitian menggunakan hewan model tikus putih ( Rattus norvegicus) jantan berumur 5-6 minggu yang dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu: kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif. Kelompok terapi ekstrak etanol daun sawo dengan dosis 200 mg/kg BB, 300 mg/kg BB dan dosis 400 mg/kg BB. Kadar MDA diukur dengan metode TBA dan histopatologi kolon menggunakan pewarnaan HE ( Hematoksilin-Eosin). MDA dianalisis dengan one way ANOVA dengan tingkat kepercayaan = 0.05 dan histopatologi kolon
dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan pemberian terapi ekstrak etanol daun sawo dosis 400 mg/kg BB merupakan dosis terbaik yang mampu menurunkan kadar MDA organ kolon serta mampu memperbaiki kerusakan mukosa kolon ditandai dengan tidak adanya erosi epitel serta menurunnya infiltrasi sel radang. Disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun sawo manila dapat digunakan sebagai terapi gastroenteritis.
Kata kunci: E. coli, Rattus norvegicus, Daun sawo, Kolon, MDA ( urut abjab kayak e )
Therapeutic Effects of Ethanol Extracts of Manilkara Leaves (
Manilkara
zapota L.
) Against Gastroenteritis in Male White Rats (Rattus norvegicus
)Induced
E scherichia coli
as Seen fromMalondialdehide
(MDA) level and Colon HistopathologyABSTRACT
E. coli produce endotoxin which cause gastroenteritis. Gastroenteritis is inflammation of the mucous membrane of the digestive tract and is characterized by diarrhea and vomit. The leaves of sawo tree ( Manilkara zapota L.) are contain chemical compounds, flavonoids and tannins that act as antibacteria and antioxidant. This research aims to know therapeutic effects of ethanol extracts from manilkara leaves (Manilkara zapota L.) against gastroenteritis in male white rats ( Rattus norvegicus) induced Escherichia coli as seen from Malondialdehyde (MDA) level and colon histopathology. This research used RAL experimental with post test control design only. This research using animal model, the male white rat ( Rattus norvegicus) was 5-6 weeks are divided into 5 groups: were negative control group, gastroenteritis group, and three groups gastroenteritis rats with terapy ethanol extracts of Manilkara leaves are given for 8 days dose 200mg/kg BW, 300 mg/kg BW, and 400 mg/kg BW. MDA levels were measured by TBA method and colon histopathology using HE staining ( Hematoxylin- Eosin). MDA level analyzed by one way ANOVA with a confidence level is a α = 0.05 and colon histopathology analyzed are descriptively. The result showed that the ethanol extracts therapy dose of 400 mg/kg BW is the best dose because that dose could decreas MDA levels the colon and that dose could repair damage on colon mucosal and decreas the inflammatory cell in gastroenteritis rats. The conclusion of this study is ethanol extracts of manila leaves could use as gastroenteritis therapy.
Key words: Escherichia coli, Rattus norvegicus, The manilkara leaves, Colon, MDA
KATA PENGANTAR
( belom menjorok ke dalam ay) Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “EFEK TERAPI EKSTRAK ETANOL DAUN SAWO MANILA ( Manilkara zapotta) TERHADAP GASTROENTERITIS PADA TIKUS PUTIH ( Rattus norvegicus) INDUKSI Escherichia coli BERDASARKAN KADAR Malondyaldehide (MDA) DAN HISTOPATOLOGI KOLON” (kapital aja ay) dengan baik.
Penyusunan skripsi ini dapat terlaksana dengan baik berkat dukungan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Sri Murwani, drh., MP. dan drh. Dahliatul Qosimah, Mkes. Selaku dosen pembimbing yang telah memberikan kesabaran, fasilitas dan waktu untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
2. drh. Ahmad Fauzi, M. Sc. dan drh. Ajeng Erika PH, M. Si. Selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik yang sangat membangun. 3. Seluruh jajaran dekanat, dosen dan staff Program Studi Kedokteran
Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya atas dorongan semangat dan fasilitas yang diberikan.
4. Ayahanda Drs. H. Ramijan dan ibunda Yenny Yunani Erawati S.Pd yang telah memberikan doa, dukungan serta pengorbanan baik moril maupun materi selama ini.
5. Kakak saya dr. Ramadhani Akhmad Soleh dan adik saya Rizal Maulana yang selalu memberikan semangat dan dukungan.
6. Teman sepenelitian Violita Intan, Sarlita Nesti, Ayu Khoirunnisa, dan Satriya atas kekompakan, kerjasama, bantuan dalam menghadapi segala permasalahan yang dihadapi selama penelitian.
7. Teman-teman MORENA tersayang, Dika Putri (imut nan cantik ), Nevi Diah, Gabriella Dini, Redis Ferdiana, Andini Aprilia, Yulis Indah, Siti Qurnia, Ismi Lailatul, Roviqotul Hidayah, yang selalu memberikan dukungan doa, keceriaan, kebahagiaan, dan motivasi.
8. Keluarga besar 2012 B FKH UB atas persahabatan, semangat, inspirasi, keceriaan, dan motivasi yang sangat luar biasa.
9. Serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi menjadi lebih baik ke depannya.
Akhir kata, penulis berharap semoga skipsi ini dapat memberikan manfaat serta menambah pengetahuan tidak hanya bagi penulis tetapi juga bagi pembaca. Aamiin.
Malang, Maret 2017
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
DAFTAR ISTILAH DAN LAMBANG ... xiv
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 4 1.3 Batasan Masalah ... 4 1.4 Tujuan Penelitian ... 5 1.5 Manfaat Penelitian ... 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Gastroenteritis ... 6
2.1.1 Pengertian Gastroenteritis ... 6
2.2.2 Jenis-jenis Gastroenteritis ... 6
2.1.4 Penularan Gastroenteritis ... 11
2.1.5 Gejala Klinis ... 11
2.1.6 Patofisiologi Gastroenteritis Disebabkan E. coli ... 12
2.1.7 Patologi Anatomi ... 13 2.1.8 Histopatologi ... 14 2.1.9 Diagnosa ... 18 2.1.10 Pengobatan ... 18 2.2 Escherichia coli ... 19 2.2.1 Faktor Virulensi ... 20 2.3 Daun Sawo ... 22 2.3.1 Flavonoid ... 24 2.3.2 Tannin ... 25 2.4 Hewan Coba ... 27 2.5 Radikal Bebas ... 29 2.5.1 Malondialdehida (MDA) ... 31
BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 33
3.1 Kerangkan Konsep ... 33
3.2 Hipotesis Penelitian ... 37
BAB 4. METODELOGI PENELITIAN ... 38
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 38
4.2 Materi Penelitian ... 38
4.2.1 Alat Penelitian ... 38
4.2.2 Bahan Penelitian ... 39
4.4 Rancangan Penelitian ... 40
4.5 Variabel Penelitian ... 41
4.6 Tahapan Penelitian ... 42
4.6.1 Persiapan Hewan Coba ... 42
4.6.2 Pembuatan Model Hewan Coba ... 42
4.6.3 Pembuatan Ekstrak Daun Sawo Manila ... 44
4.6.4 Pemberian Ekstrak Etanol Daun Sawo pada Tikus yang Telah Diinduksi E. coli ... 46 4.6.5 Isolasi Kolon ... 47
4.7 Pengukuran Kadar MDA Menggunakan Uji Thiobarbituric Acid (TBA) ... 47 4.8 Pembuatan Preparat dan Pewarnaan HE Histopatologi Kolon .... 48
4.8.1 Pengamatan Histopatologi ... 50
4.9 Analisis Data ... 50
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51
5.1 Efek Induksi E. coli dan Terapi Ekstrak Etanol Daun Sawo Manila terhadap Kadar Malondyaldehide (MDA) pada Organ Kolon ... 51 5.2 Pengaruh Terapi Ekstrak Daun Sawo Manila Terhadap Perbaikan Gambaran Histopatologi Pada Kolon Tikus Gastroenteritis Hasil Induksi E. coli ... 57 BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 69
6.1 Kesimpulan ... 69
6.2 Saran ... 69
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 4.1 Rancangan Kelompok Penelitian ... 41 Tabel 5.1 Kadar MDA dari organ kolon tikus ... 53
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1 Struktur histologi tunika mukosa dan submukosa kolon 16
Gambar 2.2 Histopatologi kolon ... 17
Gambar 2.3 Escherichia coli ( E. coli) ... 19
Gambar 2.4 Tanaman Sawo Manila ( Manilkara zapota L. Van Royen) ... 24 Gambar 2.5 Tikus ( Rattus norvegicus) ... 27
Gambar 2.6 Struktur Kimia Malondialdehyde ... 31
Gambar 2.7 Mekanisme peroksidasi PUFA ... 32
Gambar 3.1 Kerangka konsep ... 33 Gambar 5.1 Rataan Kadar MDA organ kolon
... 52
Gambar 5.2 Histopatologi kolon kelompok kontrol negatif pewarnaan HE ...
59
Gambar 5.3 Histopatologi kolon kelompok kontrol positif pewarnaan HE ...
61
Gambar 5.4 Histopatologi kolon kelompok perlakuan 1 terapi dosis 200mg/BB pewarnaan HE ...
63
Gambar 5.5 Histopatologi kolon perlakuan 2 terapi dosis 300 mg/BB HE ...
65
Gambar 5.5 Histopatologi kolon perlakuan 3 terapi dosis 400 mg/BB HE ...
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1. Skema Penelitian ... 76
Lampiran 2. Laik Etik Penelitian ... 77
Lampiran 3. Determinasi Daun Sawo Manila ( Manilkara zapota) ... 78
Lampiran 4. Perhitungan Dosis ... 79
Lampiran 5. Pembuatan Suspensi Bakteri ... 81
Lampiran 6. Pembuatan Ekstrak Daun Sawo ... 82
Lampiran 7. Pembuatan Preparat Kolon ... 83
7.1 Pengambilan Organ ... 83
7.2 Pembuatan Preparat ... 83
7.3 Pembuatan Preparat Organ ... 84
Lampiran 8. Pewarnaan HE ... 85
Lampiran 9. Pembuatan Larutan Standart MDA ... 86
Lampiran 10. Pengukuran Kadar MDA Menggunakan Uji TBA ... 88
Lampiran 11. Kurva Baku MDA dan Data Absorbansi MDA ... 90
Lampiran 12. Pembuatan Kurva Baku MDA ... 92
Lampiran 13. Absorbansi dan Konsentrasi MDA pada Kolon ... 93
Lampiran 14. Hasil Uji Statistika Kadar MDA ... 94
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG Simbol/singkatan Keterangan ± lebih kurang % persen C derajat Celcius °F derajat Farenhait μm2 mikrometerpersegi
ANOVA Analisis of Variant
APC Antigen Presenting Cell
BB Berat Badan
BNJ Beda Nyata Jujur
BSA Bovine Serum Albumin
CAMP Cyclic Adenosine Monophospate
CFA Colonization Factor Antigen
CFU Colony Forming Unit
CGMP Cyclic Guaniosin Monophospate
CO2 Carbon Dioxide
DAB DiaminoBenzidine
DAEC Diffuse Adhering Escherichia coli
DNA Deoxyribose Nucleic Acid
E. coli Escherichia coli
EAEC Enteroaggregative Escherichia coli
EHEC Enterohemorrhagic Escherichia coli
EIEC Enteroinvasive Escherichia coli
EMB Eosin Methylene Blue
EPEC Enteropathogenic Escherichia coli
ETEC Enterotoxigenc Escherichia coli
H2O HidrogenDioksida
HE Haematoxylin Eosin
HNO2 Nitrous acid
HP Hydrogen Peroksida
HUS Hemolytic Uremic Syndrome
IFN-ɣ Interferon
LPS Lipopolysaccharidae
MDA malondialdehyda
MHC Mayor Histocompatibility Complex
mm milimeter
ml milliliter
N2O4 Nitrogen teroksida
NaCl Natrium Chloride
NO2● nitrogen dioksida
O2● Radikal Superoksida
O3 Ozon
OH● Radikal Hidroksil
ONOO● peroksinitrit
PBS Phosphate Buffer Saline
PFA Paraformaldehide
PUFA Poly Unsaturated Fatty Acids
RAL RancanganAcakLengkap
RO● Radikal alkoksil 8
ROO● Radikal Peroksin
ROS Reactive Oxygen Species
RNS Reactive Nitrogen Species
SA-HRP Strep Avidin Horse Radish Peroxidase
ST heat-Stabile Toxins
TBA Thiobarbituric Acid
TLR Toll Like Receptor
TNF-α Tumor Necrosis Factor -α
UV Ultra Violet
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gastroenteritis merupakan kondisi radang yang ditandai dengan peradangan pada saluran pencernaan yang melibatkan gastrium dan intestinal, sehingga mengakibatkan kombinasi diare, muntah, dan sakit serta kejang perut. Secara umum, gastroenteritis merupakan kelainan klinik yang disebabkan inflamasi mukosa lambung dan usus, terjadi secara (kata2 kurang) atau terbatas, dapat akut maupun kronik. Proses inflamasi ini biasanya terbatas pada mukosa (Suraatmaja, 2005).
Penyebab gastroenteritis, yaitu virus ( Rotravirus) (Rotavirus ta ay ?), bakteri atau toksin (Compylobacter , Salmonella, E.coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Cryptosporidium). Mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau cytotoksin dimana merusak sel-sel dengan melekat (yang mampu merusak sel-sel dengan cara melekat pada dinding usus) pada dinding usus pada gastroenteritis ( e gastroenteritis e ilangi coba opo diganti kata sing penak ) (Suraatmaja, 2005).
Di (tdk boleh) negara maju diperkirakan gastroenteritis sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun sedangkan di negara berkembang lebih dari itu. WHO memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun. Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta kasus diare pada orang dewasa per tahun (kalimat e kurang pie
beb) kurang titik K ebanyakan pasien dengan E. coli mengalami gejala ringan yang terdiri dari diare cair, mual dan kejang abdomen (Adyanasti, 2012).
E. coli menghasilkan endotoksin, kemudian direspon oleh sel-sel inflamator dan mengakibatkan inflamasi. Sel-sel inflamasi yang teraktivasi akan menghasilkan Reactive Oxygen Species dan Reactive Nitrogen Species (ROS dan RNS) sebagai respon terhadap beberapa rangsangan fisik dan kimiawi yang merusak (? Merusak apa ay) (Caramori, 2004). Ketidak seimbangan (sambung apa pisah?) antara radikal bebas dan antioksidan di dalam tubuh mengakibatkan stress oksidatif. Radikal bebas yang dihasilkan karena adanya ROS dapat menyebabkan kerusakan seluruh membran biologis dengan cara menyerang protein, lipid, asam nukleat, dan gliko-konjugat. Peroksidasi lipid merupakan proses oksidasi asam lipid tidak jenuh berantai panjang ( Poly Unsaturated Fatty Acids atau PUFA) pada membran sel yang menghasilkan radikal peroksida-lipid, hidroperoksida dan produk aldehida, seperti malondialdehyda (MDA) (Sharma et al ., 2003). Perhitungan kadar MDA merupakan salah satu parameter penting untuk menentukan peroksidasi lipid dan kerusakan oksidatif.
E. coli dalam usus besar bersifat patogen apabila melebihi dari jumlah normalnya. Galur-galur tertentu mampu menyebabkan peradangan selaput perut dan usus (gastroenteritis). Infeksi yang timbul pada pencernaan akibat dari serangan bakteri E. coli pada dinding usus menimbulkan gerakan larutan dalam jumlah besar dan merusak kesetimbangan elektrolit dalam membran mukus. Hal ini dapat menyebabkan penyerapan air pada dinding usus berkurang dan terjadi diare. Kemudian terjadi komplikasi yaitu kehilangan cairan dari tubuh atau
dehidrasi. Cairan akan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan kemudian akan diabsorpsi di dalam tubuh. Jika kemampuan untuk minum mengkompensasi kehilangan cairan akibat diare terganggu maka dehidrasi akan terjadi (Zein, et all ., 2004).
Menurut Astawan (2011) daun sawo manila mengandung ( ini font masih 11 ay )
senyawa aktif flavonoid yang mampu mendonorkan atom hidrogen dari gugus hidroksil (OH) kepada radikal bebas menjadi stabil (Rahmah, 2012). Senyawa tanin diharapkan dapat menginaktivasi adhesin sel mikroba sehingga bakteri tidak dapat melakukan perlekatan pada epitel usus, mengganggu sintesa peptidoglikan sehingga pembentukan dinding sel menjadi kurang sempurna, membentuk kompleks dengan protein sehingga menyebabkan denaturasi protein. Hal ini menyebabkan pertumbuhan bakteri menjadi terhambat. Selain itu, ta nin juga dapat menstimulasi sel-sel fagosit yang berperan dalam respon imun seluler. Mekanisme ini akan menstabilkan ROS dan menurunkan kadar Malondialdehyde (MDA) maka terjadi penurunan kerusakan jaringan kolon.
Sehingga diharapkan dalam penelitian ini kandungan ekstrak etanol daun sawo dapat digunakan sebagai salah satu terapi gastroenteritis pada tikus putih ( Rattus norvegicus) hasil induksi E. coli, melalui pengaruh pada kadar MDA dan histopatologi kolon.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah terdapat penurunan kadar MDA pada tikus model gastroenteritis yang diinduksi E. coli setelah mendapatkan terapi ekstrak etanol daun sawo manila?
2. Apakah terdapat perbaikan histopatologi kolon pada tikus model gastroenteritis hasil induksi E. coli yang mendapatkan terapi ekstrak etanol daun sawo manila?
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka penelitian ini dibatasi pada:
1. Hewan model yang digunakan adalah tikus ( Rattus norvegicus) dengan umur 5-6 minggu, berjenis kelamin jantan dan berat badan antara 120 - 130 g (Astawan dkk, 2011).
2. Pembuatan tikus ( Rattus norvegicu) model gastroenteritis yang (dihilangkan biar gak rancu ) dilakukan dengan diinduksi E.coli 106CFU/ml (1 ml selama
7 hari) (Astawan dkk, 2011).
3. Daun sawo manila yang diperoleh dari Desa Rogojampi, Kecamatan Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur yang telah dideterminasi dan digunakan sebagai terapi dengan dosis 200 mg/Kg BB, 300 mg/Kg BB, 400 mg/Kg BB selama 8 hari (Modifikasi Islam dkk, 2012).
4. Pengukuran kadar malondialdehyde (MDA) pada organ kolon menggunakan uji Thiobarbituric Acid (TBA) (Shofia, 2012).
5. Histopatologi organ kolon menggunakan pewarnaan Hemaktosilin-Eosin (HE). Variabel yang diamati dalam penelitian ini berupa histopatologi kolon yaitu adanya kerusakan mukosa dan adanya infiltrasi sel-sel radang yang diamati secara kualitatif dengan menggunakan mikroskop Olympus BX51 perbesaran 400x (Wresdiyati dkk, 2013).
1.4 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui efek terapi ekstrak etanol daun sawo manila terhadap penurunan kadar MDA kolon pada tikus gastroenteritis hasil induksi bakteri E. coli.
2. Mengetahui efek terapi ekstrak etanol daun sawo manila dalam memperbaiki kerusakan histopatologi kerusakan kolon tikus putih gastroenteritis hasil induksi E. coli.
1.5 Manfaat
Memberikan informasi tentang pemanfaatan ekstrak etanol daun sawo manila sebagai obat herbal untuk terapi gastroenteritis sebagai referensi untuk penelitian daun sawo manila terhadap penyakit gastroenteritis pada hewan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gastroenteritis
2.1.1 Pengertian Gastroenteritis
Gastroenteritis merupakan peradangan pada permukaan lambung dan usus yang biasanya terjadi akibat infeksi mikroorganisme, tetapi bisa ( bisa dikarenakan ) juga ( apus) akibat mengkonsumsi bahan kimia beracun atau obat tertentu. Gastroenteritis ditandai (diketahui) dengan adanya inflamasi pada membran mukosa saluran pencernaan dan ditandai dengan diare dan muntah. Faktor gastroenteritis dibagi atas 2 faktor, yaitu faktor infeksi dan faktor makanan. Faktor infeksi didapat dari virus, bakteri, parasit dan protozoa (Chow et al ., 2010). Salah satu bakteri yang dapat menimbulkan gastroenteritis yaitu E. coli. Dalam saluran pencernaan, E. coli patogen melekat pada permukaan mukosa usus dan menyebabkan terjadinya perubahan struktur sel epitel. Selanjutnya, E. coli melakukan invasi menembus sel mukosa sehingga menyebabkan terjadinya iritasi dan diare (Khairil dkk., 2014). Keadaan tersebut menimbulkan gangguan fungsi usus dimana peristaltik dan sekresi usus meningkat, namun fungsi dan absorpsi usus berkurang sehingga menimbulkan gejala klinis berupa diare (Fadhilah, 2015).
2.1.2 Jenis-jenis Gastroenteritis
Gastroenteritis menurut jenisnya dibagi menjadi dua yaitu, gastroenteritis akut dan gastroenteritis kronis. Gastroenteritis akut yaitu diare yang kurang dari 14 hari yang sebagian besar disebabkan oleh infeksi, dan gastroenteritis kronik yaitu diare yang lebih dari 14 hari atau lebih. Menurut patofisiologinya gastroenteritis dibagi menjadi tiga jenis yaitu, diare sekresi, diare osmotik dan diare campuran. Diare sekresi yaitu diare dengan volume banyak disebabkan oleh peningkatan produksi dan sekresi air serta elektrolit oleh mukosa usus kedalam lumen usus, diare osmotik terjadi apabila air terdorong ke usus oleh tekanan osmotik dari pertikel yang tidak dapat diabsorbsi, sehingga reabsorbsi air terlambat, serta diare campuran disebabkan oleh peningkatan kerja peristaltik dari usus (biasanya karena penyakit usus inflamasi) dan kombinasi peningkatan sekresi atau peningkatan absorbsi dalam usus (Yuliani, 2001).
2.1.3 Etiologi Gastroenteritis
Gastroenteritis dapat disebabkan oleh infeksi internal dan eksternal. 1. Infeksi internal sebagai berikut:
a. Golongan virus: penyebab utama oleh virus, yaitu rotavirus (40-60%) sedangkan virus lainnya ialah virus Norwalk , Astrovirus, Calcivirus, Coronavirus, Minirotavirus dan virus bulat kecil (Lucu ya)
b. Golongan bakteri: Aeromonashidrophilia, Bacillus cereus, Campylobacter jejuni, Clostridium defficile, Clostridium perfringens, E. coli, Plesiomonas, Shigelloides, Salmonella spp, Staphylococcus
c. Golongan parasit: Balantidium coli, Capillaria philippinensis, Cryptosporidium, Entamoeba histolitica, Giarsia lamblia, Isospora billi, Fasiolapsis buski, Sarcocystis suihominis, Strongiloides stercoralis, dan Trichuris trichuria.
2. Infeksi parenteral merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat menimbulkan gastroenteritis seperti: otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia, ensefalitis.
3. Faktor makanan: mengonsumsi makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas
Bakteri penyebab gastroenteritis dibagi dalam dua golongan besar, yaitu bakteri noninvasive dan bakteri invasive. Yang termasuk dalam golongan bakteri noninvasive adalah: vibrio cholera, E. coli pathogen. Sedangkan golongan bakteri invasiv adalah salmonella spp, shigella spp, E. coli infasif ( EIEC ), E. coli hemorrhagic ( EHEC ) dan Camphylobcter. Diare karena bakteri invasive dan noninvasive terjadi melalui suatu mekanisme yang berhubungan dengan pengaturan transport ion di dalam sel-sel usus berikut ini: CAMP (cyclic
adenosine monophospate), CGMP (cyclic guaniosin monophospate), Ca-dependent dan pengaturan ulang sitoskeleton (Setiati, 2009).
( spasi sama atas kejauhen ) E. coli diklasifikasikan oleh ciri khas sifat-sifat virulensinya, dan setiap kelompok menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda. Ada lima kelompok galur E. coli patogen, yaitu :
EPEC penyebab penting diare pada bayi, khususnya di negara berkembang. EPEC sebelumnya dikaitkan dengan wabah diare pada anak-anak di Negara maju. EPEC melekat pada sel mukosa usus kecil. Akibat dari infeksi EPEC adalah diare cair yang biasanya sembuh sendiri tetapi dapat juga kronik. Diare terjadi pada menusia, kelinci, anjing, kucing, dan kuda. EPEC menyebabkan diare melalui mekanisme molekular dari kolonisasi dan etiologi berbeda. EPEC memiliki sediit fimbria, Stabile toxin (ST) dan Labile toxin (LT) toksin, tetapi EPEC menggunakan adhesin yang dikenal sebagai intimin untuk mengikat inang sel usus. Sel EPEC invasif (jika memasuki sel inang) dan menyebabkan radang (Kusuma, 2010).
B. E. coli Enterotoksigenik (ETEC)
ETEC penyebab banyak kasus diare pada bayi di negara berkembang. Faktor kolonisasi ETEC yang spesifik untuk manusia menimbulkan pelekatan ETEC pada sel epitel usus kecil. Lumen usus terengang oleh cairan dan mengakibatkan hipermortilitas serta diare, dan berlangsung selama beberapa hari. Beberapa strain ETEC menghasilkan eksotoksin tidak tahan panas. Diare tanpa disertai demam ini terjadi pada manusia, babi, domba, kambing, kuda, anjing, dan sapi. ETEC menggunakan fimbrial adhesi (penonjolan dari dinding sel bakteri) untuk mengikat sel-sel enterosit di usus halus. ETEC dapat memproduksi 2 proteinous enterotoksin: dua protein yang lebih besar, LT enterotoksin sama pada struktur dan fungsi
toksin kolera hanya lebih kecil, ST enterotoksin menyebabkan akumulasi GMP pada sel target dan elektrolit dan cairan sekresi berikutnya ke lumen
usus (Kusuma, 2010). Infeksi ETEC disebabkan oleh toksin LT dan ST yang menyebabkan sekresi cairan secara melimpah melalui aktivasi adenil siklase dan guanil atsiklasi pada jejunum dan ileum. Hal ini menyebabkan watery diarrhea disertai kram (Hendrayati, 2012).
C. E. coli Enteroinvasif (EIEC)
EIEC menimbulkan penyakit yang sangat mirip dengan shigelosis. Penyakit yang paling sering pada anak-anak di Negara berkembang dan par a wisatawan yang menuju negara tersebut. Galur EIEC bersifat non-laktosa atau melakukan fermentasi laktosa dengan lambat serta bersifat tidak dapat bergerak. EIEC menimbulkan penyakit melalui invasinya ke sel epitel
mukosa usus (Kusuma, 2010).
D. E. coli Enterohemoragik (EHEC)
EHEC menghasilkan verotoksin, dinamai sesuai efek sitotoksisnya pada sel Vero, suatu ginjal dari monyet hijau Afrika. Terdapat sedikitnya dua bentuk antigenetik dari toksisn. EHEC berhubungan dengan holitis hemoragik, bentuk diare yang berat dan dengan sindroma uremia hemolitik, suatu penyakit akibat gagal ginjal akut, anemia hemolitik mikroangiopatik, dan trombositopenia. Banyak kasus EHEC dapat dicegah dengan memasak daging sampai matang. Diare ini ditemukan pada manusia, sapi, dan kambing (Kususma, 2010).
E. E. coli Enteroagregatif (EAEC)
EAEC menyebabkan diare akut dan kronik dengan durasi > 14 hari. Infeksi bakteri tersebut biasanya ditularkan melalui makanan (Hendrayati,
2012). Bakteri ini ditandai dengan pola khas pelekatannya pada sel manusia. EAEC memproduksi hemolisim dan ST enterotoksin yang sama dengan ETEC (Kususma, 2010).
2.1.4 Penularan Gastroenteritis
Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik. Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa, gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah (Suraatmaja, 2005).
2.1.5 Gejala Klinis
Infeksi E. coli salah satunya pada ayam dikenal dengan istilah kolibasilosis. Bentuk infeksinya bisa bersifat lokal atau sistemik. Bentuk infeksi lokal seperti omphalitis, cellulitis, diare dan salpingitis. Sedangkan bentuk infeksi sistemik seperti colisepticemia, panopthalmitis, meningitis dan coligranuloma. Bentuk kolibasilosis yang lebih spesifik menyerang saluran pencernaan ialah bentuk diare dan koligranuloma (Info Medion, 2011).
Salah satu gejala klinis infeksi E. coli pada ayam yang dapat diamati adalah adanya diare berwarna kuning. Gejala klinis tersebut diikuti pula oleh
perubahan patologi anatomi, dimana pada kolibasillosis bentuk diare ditemukan usus yang mengalami peradangan (enteritis). Pada koligranuloma ditemukan adanya granuloma (bungkul-bungkul) pada hati, sekum, duodenum dan penggantung usus (Info Medion, 2011).
Adapun penyakit lain pada ayam yang disebabkan oleh E. coli yaitu enterokolitis. Hal ini terjadi akibat E. coli enterotoksigenik menghasilkan toksin yang menyebabkan sekresi dan retensi cairan di beberapa usus terutama di sekum. Sekum menjadi pucat dan mengalami distensi akibat terlalu penuh dengan cairan yang mengandung banyak gelembung gas (Dinev, 2014).
2.1.6 Patofisiologi Gastroenteritis Disebabkan
E . coli
Faktor infeksi adanya virus, bakteri atau parasit didalam saluran pencernaan yang kemudian menetap pada usus dan lambung yang dapat merangsang produksi toksin/endotoksin di saluran pencernaan dan dapat mengakibatkan terjadinya peradangan pada usus dan lambung sehingga terjadi penurunan absorbsi karbohidrat yang mengakibatkan hipoglikemi. Akibat dari peradangan usus dan lambung dapat menimbulkan peningkatan asam lambung sehingga menimbulkan gejala mual, muntah yang mengakibatkan kekurangan volume cairan dan resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehingga terjadi hipoglikemi dan malnutrisi energi protein (Try, 2011).
Akibat dari peradangan usus dan lambung dapat menimbulkan peningkatan motilitas usus sehingga sekresi cairan dan elektrolit meningkat yang dapat menimbulkan gangguan cairan dan elektrolit seperti kalium dan natrium sehingga terjadi hipokalemi yang mengakibatkan kejang dan kram abdomen sehingga
menimbulkan rasa nyeri. Peradangan usus dan lambung juga dapat mengakibatkan meningkatnya permeabilitas usus yang dapat meningkatkan sekresi cairan dan elektrolit serta meningkatnya tekanan intra lumen, maka usus tidak mempunyai kemampuan untuk menyerap sehingga terjadi pengeluaran feses encer da frekuensi buang air besar yang berlebihan, konsistensi cair dan bersifat asam sehingga dapat menimbulkan gangguan integritas kulit. Selain itu peningkatan cairan dan elektrolit dapat mengakibatkan peningkatan tekanan pada intralumen yang akan menimbulkan terjadinya dehidrasi dan terjadi syok hipovolemik (Try, 2011).
Faktor malabsorbsi merupakan kegagalan dalam melakukan absorpsi yang mengakibatkan tekanan osmotik menigkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus keluar melalui saluran cerna sehingga terjadi diare. Faktor makanan terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kemampuan untuk menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare. Faktor psikologis seperti rasa takut dan cemas dapat menstimulus parasimpatis kemudian mempengaruhi terjadinya peningkatan paristaltik usus yang akhirnya dapat mempengaruhi proses penyerapan makanan
yang dapat menyebabkan diare (Try, 2011).
2.1.7 Patologi Anatomi
E. coli patogen menghasilkan enterotoksin akan berakibat menurunnya absorbsi natrium pada usus dan lumen usus meregang yang diikuti dengan
peningkatan peristaltik usus sehingga terjadi diare. Patologi oleh infeksi E. coli dapat diamati pada bagian usus, terutama usus halus. Perubahan patologi anatomi yang terlihat pada usus halus adalah adanya distensi usus halus. Kongesti maupun hiperemi akan teramati pada saluran pencernaan hewan yang terinfeksi (Rahmawandani dkk., 2014).
Pemeriksaan patologi anatomi dilakukan dengan pengamatan langsung perubahan patologi anatomi dari setiap sampel (Rahmawandani dkk., 2014).Pada penelitian Rahmawandani dkk.(2014) dilakukan pengamatan usus halus babi yang terinfeksi E. coli setelah dinekropsi. Hasil pemeriksaan patologi anatomi usus halus babi Landrace yang terinfeksi E. coli menunjukkan adanya distensi dan pembengkakan usus.
Infeksi E. coli pada ayam dikenal dengan istilah kolibasilosis. Bentuk infeksinya bisa bersifat lokal atau sistemik. Bentuk infeksi lokal seperti omphalitis, cellulitis, diare dan salpingitis. Sedangkan bentuk infeksi sistemik seperti colisepticemia, panopthalmitis, meningitis dancoligranuloma. Bentuk kolibasilosis yang lebih spesifik menyerang saluran pencernaan ialah bentuk diare dan koligranuloma (Info Medion, 2011).
2.1.8 Histopatologi
Histopatologi merupakan cabang biologi yang mempelajari kondisi dan fungsi jaringan dalam hubungannya dengan penyakit. Histopatologi penting dalam kaitan dengan diagnosis penyakit karena merupakan salah satu pertimbangan dalam penegakan diagnosis yaitu melalui hasil pengamatan
mengambil sampel jaringan atau dengan mengamati jaringan setelah kematian terjadi dengan membandingkan kondisi jaringan sehat terhadap jaringan sampel dapat diketahui apakah suatu penyakit yang diduga benar-benar menyerang atau tidak (Achmad, 2012).
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rektum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascendens, transversum, descendens, dan sigmoid. Fungsi utama kolon adalah absorbsi air dan elektrolit dari kimus untuk membentuk feses yang padat dan penimbunan bahan feses sampai dapat dikeluarkan (Guyton, 2008).
Jumlah gas di dalam usus mencapai 500 ml sehari. Pada infeksi usus, produksi gas meningkat dan bila mendapat obstruksi usus gas tertimbun di saluran cerna yang menimbulkan flatulensi (Pieter, 2005).
Dinding usus besar terdiri dari empat lapisan yaitu mukosa, sub mukosa, muskularis eksterna dan serosa. Mukosa terdiri dari epitel selapis silindris, kelenjar intestinal, lamina propia dan muskularis mukosa ( Gambar 2.1) (Eroschenko, 2003). Lapisan mukosa berfungsi untuk mencerna dan absorbsi makanan, lapisan muskularis berfungsi untuk menolak makanan ke bagian bawah, dan pada bagian lapisan serosa ini sangat licin sehingga dinding usus tidak berlengketan satu sama lain di dalam rongga abdomen. Usus besar tidak mempunyai plika dan vili, sehingga mukosa tampak lebih rata daripada yang ada pada usus halus (Sudoyo, 2006).
Gambar 2.1 Struktur Histologi Tunika Mukosa dan Submukosa Kolon. (H.E.; 100x). Sel-sel goblet (a), Lamina propria (b), Kelenjar intestinal (c) Lamina muskularis mukosa (d), Tunika submukosa (e) (Ketut dkk, 2010).
Secara umum bakteri E. coli patogen akan menghasilkan endotoksin dan LPS sehingga terjadi inflamasi dan meningkatnya poduksi Reactive Oxygen Species (ROS).hal ini menyebabkan terjadinya kerusakan kolon yang ditunjukkan dengan kerusakan mukosa kolon. Menurut Mitchell and Cotran (2003) bahwa inflamasi pada mukosa ditandai dengan adanya edema, infiltrasi sel-sel inflamasi seperti neutrophil, basophil dan eosinophil, serta kerusakan epitel.
Adanya kerusakan atau inflamasi pada kolon dapat dilihat dengan membandingkan histopatologi kolon normal dengan yang sakit. Menurut Ketut dkk (2010) tunika mukosa kolon dibalut oleh epitel kolumner simplek, dengan banyak sel mangkok dan kelenjar intestinal, tidak ditemukan adanya villi yang
merupakan ciri khas usus besar, menurut penelitian Dellman dan Brown (1992) kelenjar intestinal pada kolon lebih panjang serta sel mangkok yang relatif banyak
dibanding dengan usus halus contohnya jejenum, sehingga permukaan mukosa licin yang merupakan ciri usus besar terutama kolon (Ketut dkk, 2010).
Berbeda dengan histopatologi kolon yang telah diinduksi E. coli patogen dimana akan ditemukan nekrosis sel mukosa usus. Sel radang yang mendominasi pada jaringan usus adalah neutrofil. Derajat keparahan infiltrasi sel-sel radang juga dipengaruhi oleh lama waktu terjadinya peradangan, pada peradangan
subakut akan terjadi penurunan derajat keparahan..Hal itu terjadi karena sitokin menstimulasi peningkatan segmen neutrofil ke dalam sirkulasi darah. Selain itu derajat keparahan infiltrasi sel-sel radang juga dipengaruhi oleh jumlah agen asing, misalnya bakteri yang menginfeksi suatu jaringan pada suatu individu. Semakin banyak agen asing yang masuk kedalam tubuh, semakin banyak respon sel-sel radang yang akan terlihat pada proses peradangan (Gambar 2.2). Hal ini juga dapat teramati dari adanya perbedaan derajat peradangan dari jumlah infiltrasi sel-sel radang pada sampel jaringan usus yang terinfeksi kolibasilosis (Irawan dkk, 2014).
Gambar 2.2 Terlihat plak-plak kuning dari mukosa yang padat melalui kolonoskopi (A). Perubahan karakteristik jaringan yang terganggu oleh mucin, fibrin, netrofil, dan eosinofil yang membentuk inflamasi pseudomembran pada permukaan jaringan (B) (Tze et all , 2012).
B A
2.1.9 Diagnosa
Diagnosa gastroenteritis yang disebabkan bakteri dapat dilihat dari manifestasi klinis, yaitu individu mengalami diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah, demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Penegakan diagnosa dapat dilakukan isolasi feses untuk mengetahui penyebab adanya infeksi oleh bakteri, virus atau parasit dengan mengkultur di laboratorium khusus (Zein, 2004).
2.1.10 Pengobatan A. Terapi cairan
Pengobatan gastroenteritis dapat dilakukan dengan cara pemberian terapi cairan elektrolit untuk menjaga hidrasi yang adekuat dan keseimbangan elektrolit dalam tubuh. Cairan rehidrasi oral terdiri dari natrium klorida, natrium bikarbonat, kalium klorida, dan glukosa (Zein, 2004).
B. Antibiotik
Pemberian antibiotik di indikasikan pada pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten pada infeksi diare, diare, dan pasien immunocompromised . Pemberian antibiotik secara empiris dapat dilakukan tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman. Contoh antibiotik untuk gastroenteritis
yaitu, Ciprofloksasin,Tetrasiklin, Doksisiklin, Ciprofloksacin, Metronidazole (Zein, 2004).
C. Obat anti diare
Obat anti diare yang dapat diberikan, yaitu Loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Efek kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekwensi diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan (Nurmasari, 2010).
2.2
E scherichia coli
Escherichia coli ( E.coli) merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang tidak berspora dan bersifat anaerob fakultatif (Gambar 2.3), E.coli membentuk koloni yang bundar, cembung dan halus dengan tepi yang nyata, serta memiliki motilitas yang tinggi. Strain E.coli terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu : enterotoksigenik Escherichia coli (ETEC), enteropatogenik Escherichia coli (EPEC), enteroinvasif Escherichia coli (EIEC), enterohemoragi Escherichia coli (EHEC), verotoksigenik Escherichia coli (VTEC) dan enteroagregatif Escherichia coli (EAggEC) (Zinnah,et al ., 2007).
Klasifikasi ilmiah
Domain : Bacteria
Kelas : Gammaproteobacteria Ordo : Enterobteriales
Family : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia
Spesies : Escherichia coli
E.coli merupakan jenis flora normal usus yang bekerja untuk menfermentasi gula sederhana seperti dekstrosa, sukrosa, maltose, laktosa dan manitol menjadi bentuk asam dan gas. Pada kondisi normal, E.coli berperan sebagai flora normal yang melakukan fungsinya dengan menekan pertumbuhan bakteri berbahaya serta terlibat dalam proses sintesis beberapa jenis vitamin. E.coli mampu tumbuh optimal pada suhu 98,6°F serta tetap tumbuh pada suhu
antara 45-114°F (Zinnah , et al .,2007).
E.coli merupakan salah satu flora normal pada pencernaan, namun beberapa strain E.coli mampu bersifat pathogen dan menyebabkan infeksi pada sistem pencernaan. Patogenitas E.coli dalam menghasilkan beberapa jenis toksin, seperti enterotoksin, verotoksin, kolisin, dan siderofor serta resistensinya pada aksi litik dari komplemen hospes dan antibiotik. E.coli juga merupakan patogen utama dari infeksi gastroenteritis. E.coli diklasifikasikan oleh ciri khas sifat-sifat virulensinya dan setiap kelompok menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda (Biswas et al ., 2006).
2.2.1 Faktor Virulensi
Ada enam grup E. coli patogen yang telah diidentifikasi yaitu: enteropathogenic E. coli (EPEC), enterotoxigenc E. coli (ETEC) , Gambar 2.3 Escherichia coli
enterohemorrhagic E. coli (EHEC), enteroinvasive E. coli (EIEC), diffuse-adhering E. coli (DAEC), dan enteroaggregative E. coli (EAEC). Masing-masing grup memiliki virulensi dan mekanisme patogenik yang berbeda serta inang yang spesifik (Marzuki, 2013). E. coli menjadi patogen jika bakteri ini dalam saluran pencernaan meningkat atau berada di luar usus. Bakteri ini menghasilkan
enterotoksin yang menyebabkan beberapa kasus diare. Faktor virulensi bakteri E. coli:
a. Antigen Permukaan
E. coli memiliki sedikitnya dua tipe fimbria, yaitu tipe manosa sensitive (pili) dan tipe manosa resisten Colonization Factor Antigen (CFA I dan CFA II) (Maksum, 2009). Kedua tipe fimbria ini penting sebagai kolonisasi, yaitu untuk perlekatan sel bakteri pada sel hospes. Sebagai contoh CFA I dan II melekatkan E. coli enteropatogenik pada sel epitel usus. Enteropatogenik berarti dapat menimbulkan penyakit pada saluran intestin. Antigen kapsul K-1 sering ditemukan pada E. coli yang diisolasi dari penderita bakteremia dan penderita meningitis. Antigen K-1 berperan menghalangi proses fagositosis bakteri oleh leukosit (Maksum, 2009).
b. Enterotoksin
Enterotoksin yang berhasil diisolasi dari E. coli adalah toksin LT (termolabil) dan toksin ST (termostabil). Produksi kedua jenis toksin ini diatur oleh plasmid. Plasmid dapat pindah dari satu sel bakteri ke sel bakteri yang lain. Bakteri E. coli memiliki dua jenis plasmid, yaitu plasmid yang menyandi
pembentukan toksin LT dan ST dan plasmid yang menyandi pembentukan toksin ST saja (Maksum, 2009).
Toksin LT bekerja merangsang enzim adenilat siklase yang terdapat di dalam sel epitel mukosa usus, yang menyebabkan peningkatan permeabilitas sel epitel usus sehingga terjadi akumulasi cairan di dalam usus dan berakhir dengan diare. Seperti toksin kolera, toksin LT bersifat sitopatik terhadap sel tumor adrenal dan ovarium serta meningkatkan permeabilitas kapiler pada tes kulit kelinci. Kekuatan toksin LT 100 kali lebih rendah dibandingkan dengan toksin kolera dalam menimbulkan diare (Maksum, 2009).
Toksin ST tidak merangsang aktivitas enzim adenilat siklase dan tidak reaktif dalm tes kulit kelinci. Mendeteksi toksin ST, dipakai suckling mouse test yang setelah 4 jam inokulasi akan memberikan hasil positif. Toksin ST adalah asam amino berbobot molekul 1970 dalton dan mempunyai satu atau lebih ikatan disulfide yang penting untuk mengatur stabilitas suhu dan pH. Toksin ST bekerja dengan mengaktifkan enzim guanilat siklase menghasilkan guanosin monofosfat siklik, menyebabkan gangguan absorbs klorida dan natrium, serta menurunkan motilitas usus halus (Maksum, 2009).
c. Hemolisin
Pembentukan hemolisisn diatur oleh plasmid. Hemolisisn merupakan protein yang bersifat toksik terhadap sel pada biakan jaringan. Peranan hemolisin pada proses infeksi E. coli belum diketahui dengan jelas (Maksum, 2009).
Sawo yang disebut neesbery atau sapodilas adalah tanaman buah yang berasal dari Guatemala (Amerika Tengah), Meksiko dan Hindia Barat. Di Indonesia, tanaman sawo telah lama dikenal dan banyak ditanam mulai dari dataran rendah sampai tempat dengan ketinggian 1200 mdpl, seperti di Jawa dan Madura. Sawo manila termasuk sawo budidaya. Daun sawo manila mengandung flavonoida dan tanin. Beberapa bagian pohon sawo juga digunakan sebagai bahan obat tradisional untuk mengatasi diare (tanin), demam, dan bunga dari tanaman sawo dapat dijadikan sebagai bahan bedak untuk memulihkan tubuh setelah bersalin. Daun tunggal, terletak berseling, sering mengumpul pada ujung ranting. Helai daun bertepi rata, sedikit berbulu, hijau tua mengkilap, bentuk bulat telur jorong sampai sedikit lanset, 1,5-7 x 3,5-15 cm, pangkal dan ujungnya bentuk baji, bertangkai 1-3,5 cm, tulang daun utama menonjol di sisi sebelah bawah
(Gambar 2.4) (Setyo, 2015).
Taksonomi tanaman sawo menurut ITIS (2015) addalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Subkingdom : Viridiplantae Infrakingdom : Streptophyta Superdivision : Embryophyta Division : Tracheophyta Subdivision : Spermatophytina Class : Magnoliopsida Superorder : Asteranae
Order : Ericales
Family : Sapotaceae
Genus : Manilkara
Species : Manilkara zapota L.
Keterangan :(A) Buah,(B) Daun, (C) Cabang/Ranting
2.3.1 Flavonoid
Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari 15 atom karbon yang umumnya tersebar di dunia tumbuhan. Lebih dari 2000 flavonoid yang berasal dari tumbuhan telah diidentifikasi, namun ada tiga kelompok yang umum dipelajari, yaitu antosianin, flavonol, dan flavon. Antosianin (dari bahasa Yunani anthos, bunga dan kyanos, biru-tua) adalah pigmen berwarna yang umumnya terdapat di bunga berwarna merah, ungu, dan biru. Pigmen ini juga terdapat di berbagai bagian tumbuhan lain misalnya, buah tertentu, batang, daun dan bahkan
akar. Flavnoid sering terdapat di sel epidermis. Sebagian besar flavonoid A
B C
Gambar 2.4Tanaman Sawo Manila ( Manilkara zapota L. Van Royen) (Nurhalisah, 2013).
terhimpun di vakuola sel tumbuhan walaupun tempat sintesisnya ada di luar vakuola (Robinson, 2005).
Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba dapat dibagi menjadi tiga, yaitu menghambat sintesis asam nukleat, menghambat fungsi membran sel dan menghambat metabolisme energi. Mekanisme antibakteri flavonoid menghambat sintesis asam nukleat adalah cincin A dan B yang memegang peran penting dalam proses interkelasi atau ikatan hydrogen dengan menumpuk basa asam nukleat
yang menghambat pembentukanDNA dan RNA. Letak gugus hidroksil di posisi 2’,4’ atau 2’,6’ dihidroksilasi pada cincin B dan 5,7 dihidroksilasi pada cincin A berperan pentingterhadap aktivitas antibakteri flavonoid. Flavonoid menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom dan lisosomsebagai hasil interaksi antara flavonoid dengan DNA bakteri.Mekanisme kerja flavonoid menghambat fungsi membran sel adalah membentuk senyawa kompleks dengan protein ekstraseluler dan terlarut sehingga dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti dengan keluarnya senyawa intraseluler. Penelitian lain menyatakan mekanisme flavonoid menghambat fungsi membran sel dengan cara mengganggu permeabilitas membran sel dan menghambat ikatan enzim seperti ATPase dan phospholipase. Flavonoid dapat menghambat metabolisme energi dengan cara menghambat penggunaan oksigen oleh bakteri. Flavonoid menghambat pada sitokrom C reduktase sehingga pembentukan metabolisme terhambat. Energi dibutuhkan bakteri untuk biosintesis makromolekul (Geishman, 2002).
Leinmuler
Leinmuler et al.,et al., (1991) dalam Savitri (2014) menyebutkan bahwa tanin(1991) dalam Savitri (2014) menyebutkan bahwa tanin ditemukan dalam hampir semua genus tanaman dikotil misalnya leguminosa. ditemukan dalam hampir semua genus tanaman dikotil misalnya leguminosa. Penyebaran tanin dalam tanaman beragam. Perbedaan kadar tanin dipengaruhi Penyebaran tanin dalam tanaman beragam. Perbedaan kadar tanin dipengaruhi oleh tingkat kematangan, umur daun dan musim. Tanin terdapat dalam berbagai oleh tingkat kematangan, umur daun dan musim. Tanin terdapat dalam berbagai tanaman baik digunakan sebagai bahan makanan oleh manusia ataupun hewan. tanaman baik digunakan sebagai bahan makanan oleh manusia ataupun hewan.
Tanin tidak selalu berwarna kuning atau coklat. Savitri (2014) Tanin tidak selalu berwarna kuning atau coklat. Savitri (2014) menyebutkan bahwa oksidasi tanin akan menghasilkan senyawa berwarna coklat menyebutkan bahwa oksidasi tanin akan menghasilkan senyawa berwarna coklat yang tidak mampu mengendapkan protein. Fenol sangat peka terhadap oksidasi yang tidak mampu mengendapkan protein. Fenol sangat peka terhadap oksidasi enzim dan mungkin hilang pada proses isolasi akibat kerja enzim fenolase yang enzim dan mungkin hilang pada proses isolasi akibat kerja enzim fenolase yang terdapat pada tumbuhan.
terdapat pada tumbuhan.
Secara kimia tanin tumbuhan dibagi menjadi dua golongan, yaitu tanin Secara kimia tanin tumbuhan dibagi menjadi dua golongan, yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi.Tanin terhidrolisis mengandung ikatan ester terhidrolisis dan tanin terkondensasi.Tanin terhidrolisis mengandung ikatan ester yang dapat terhidrolisis jika dididihkan dalam asam klorida encer. Tanin yang dapat terhidrolisis jika dididihkan dalam asam klorida encer. Tanin terkondensasi merupakan senyawa tidak berwarna yang terdapat pada seluruh terkondensasi merupakan senyawa tidak berwarna yang terdapat pada seluruh dunia tumbuhan tetapi terutama pada tumbuhan berkayu. Tanin terkondensasi dunia tumbuhan tetapi terutama pada tumbuhan berkayu. Tanin terkondensasi telah banyak ditemukan dalam tumbuhan
paku-telah banyak ditemukan dalam tumbuhan paku- pakuan (Sa’adah, 2010 pakuan (Sa’adah, 2010).).
Tanin termasuk dalam senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui Tanin termasuk dalam senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui mempunyai beberapa khasiat yaitu sebagai astringen, anti diare, anti bakteri dan mempunyai beberapa khasiat yaitu sebagai astringen, anti diare, anti bakteri dan antioksidan. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya antioksidan. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut dapat dihambat. Tanin akan berperan dalam menstabilkan radikal bebas tersebut dapat dihambat. Tanin akan berperan dalam menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas dan dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas dan
menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas (
menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas (Sa’adahSa’adah,, 2010).
2010).
2.4 Hewan Coba 2.4 Hewan Coba
Hewan laboratorium atau hewan percobaan dapat digunakan sebagai Hewan laboratorium atau hewan percobaan dapat digunakan sebagai media dalam penelitian atau pengamatan laboratorik untuk mempelajari dan media dalam penelitian atau pengamatan laboratorik untuk mempelajari dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Hewan coba yang banyak digunakan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Hewan coba yang banyak digunakan dalam penelitian
penelitian adalah adalah tikus, tikus, kelinci, kelinci, hamster, hamster, unggas, unggas, kambing, kambing, domba, domba, sapi, sapi, kerbau,kerbau, kuda, dan simpanse. Tikus putih (
kuda, dan simpanse. Tikus putih ( Rattus Rattus norvegicusnorvegicus) merupakan hewan yang) merupakan hewan yang umum digunakan dalam penelitian, karena mudah dipelihara, secara garis besar umum digunakan dalam penelitian, karena mudah dipelihara, secara garis besar fungsi dan bentuk organ serta proses biokimianya antara tikus dan manusia fungsi dan bentuk organ serta proses biokimianya antara tikus dan manusia memiliki banyak kesamaan (Suckow, 2006). Tikus putih (
memiliki banyak kesamaan (Suckow, 2006). Tikus putih ( Rattus Rattus norvegicusnorvegicus)) digunakan sebagai hewan model intoksikasi dikarenakan memiliki kadar asam digunakan sebagai hewan model intoksikasi dikarenakan memiliki kadar asam amino dan sistem metabolismenya yang hampir sama dengan manusia sehingga amino dan sistem metabolismenya yang hampir sama dengan manusia sehingga memudahkan dalam melakukan penelitian (Miller
memudahkan dalam melakukan penelitian (Miller et al et al , 2010)., 2010).
Tikus galur wistar merupakan hewan yang sering dipergunakan dalam Tikus galur wistar merupakan hewan yang sering dipergunakan dalam berbagai
berbagai penelitian, penelitian, termasuk termasuk penelitian penelitian hormon hormon dan dan pengamatan pengamatan tingkah tingkah lakulaku kopulasi yang berkaitan dengan libido.
kopulasi yang berkaitan dengan libido. Rattus norvegicus Rattus norvegicus memiliki ciri antara lain memiliki ciri antara lain rambut tubuh berwarna putih dan mata yang merah, panjang tubuh total 440 mm, rambut tubuh berwarna putih dan mata yang merah, panjang tubuh total 440 mm, panjang
sekitar 250-500 gram (Suckow ,2006) (
sekitar 250-500 gram (Suckow ,2006) ( Gambar 2.5Gambar 2.5). ). Sistem Sistem klasifikasiklasifikasi Rattus Rattus norvegicus
norvegicus menurut Larasaty (2013) adalah sebagai berikut: menurut Larasaty (2013) adalah sebagai berikut: Kingdom
Kingdom : : AnimaliaAnimalia Filum
Filum : : ChordataChordata Subfilum
Subfilum : : VertebraeVertebrae Kelas
Kelas : : MammaliaMammalia Subkelas
Subkelas : : TheriaTheria Ordo
Ordo : : RodentiaRodentia Subordo
Subordo : : MyomorphaMyomorpha Famili
Famili : : MuridaeMuridae Genus
Genus : : RattusRattus Spesies :
Spesies : Rattus norvegicus Rattus norvegicus
Pembuatan hewan coba dengan induksi
Pembuatan hewan coba dengan induksi E.coli E.coli dapat dilakukan dengan dapat dilakukan dengan sonde lambung. Ada dua sifat yang membedakan antara hewan coba tikus dan sonde lambung. Ada dua sifat yang membedakan antara hewan coba tikus dan hewan coba yang lainnya, yaitu tikus tidak muntah sehingga memudahkan kita hewan coba yang lainnya, yaitu tikus tidak muntah sehingga memudahkan kita untuk melakukan sonde lambung. Selain itu, tikus hanya mempunyai kelenjar untuk melakukan sonde lambung. Selain itu, tikus hanya mempunyai kelenjar keringat di telapak kaki. Ekor tikus menjadi bagian tubuh yang penting karena keringat di telapak kaki. Ekor tikus menjadi bagian tubuh yang penting karena dapat berfungsi sebagai pengurang panas tubuh, dan mekanisme perlindungan lain dapat berfungsi sebagai pengurang panas tubuh, dan mekanisme perlindungan lain adalah tikus akan mengeluarkan banyak ludah dan menutupi bulunya dengan adalah tikus akan mengeluarkan banyak ludah dan menutupi bulunya dengan ludah tersebut (Sirois, 2005).
ludah tersebut (Sirois, 2005).
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Astawan dkk (2011) dalam Seperti penelitian yang dilakukan oleh Astawan dkk (2011) dalam Gambaran Histologi Tikus Putih (
Gambaran Histologi Tikus Putih ( Rattus Rattus norvegicusnorvegicus) yang Diinfeksi) yang Diinfeksi E. E. colicoli Enteropatogenik dan Diberikan Probiotik. Pada penelitian tersebut digunakan Enteropatogenik dan Diberikan Probiotik. Pada penelitian tersebut digunakan
Gambar 2.5
Gambar 2.5 Tikus ( Tikus ( Rattus norveg Rattus norvegicus)icus) S
tikus ( Rattus norvegicus) jantan umur 5-6 minggu dengan kisaran berat badan awal 120-130 gram. Penelitian Islam et al. (2012) menggunakan tikus putih jantan dengan berat badan 150 gram dalam Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Manilkara zapota. Sedangkan Towoliu dkk (2013) dalam Pengaruh Pemberian Lactobacillus terhadap Gambaran Mikroskopis Usus Halus Tikus Wistar yang Diinfeksi dengan E. coli. Pada penelitian tersebut digunakan tikus ( Rattus norvegicus) yang berumur 5 minggu dengan berat badan 130-170 gram.
2.5 Radikal Bebas
Radikal bebas (Bahasa Latin: radicalis) adalah molekul yang mempunyai sekelompok atom dengan elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas adalah bentuk radikal yang sangat reaktif dan mempunyai waktu paruh yang sangat pendek. Jika radikal bebas tidak diinaktivasi, reaktivitasnya dapat merusak seluruh tipe makromolekul seluler, termasuk karbohidrat, protein, lipid dan asam nukleat. Mekanisme terbentuknya radikal bebas dapat dimulai oleh banyak hal, baik yang bersifat endogen maupun eksogen (Siti, 2009).
Sumber radikal bebas ada dua, yaitu endogen dan eksogen. Radikal bebas endogen adalah radikal yang dihasilkan dari dalam tubuh misalnya radikal dari mitokondria, xantin oksidase, NADPH oksidase, mikrosom, membran inti sel dan peroksisom. Radikal bebas eksogen adalah radikal yang dihasilkan dari
lingkungan luar seperti, E. coli, radiasi UV, bahan kimia. Jenis-jenis radikal bebas yang merusak sel terdiri dari (Yusuf dkk., 2010):
a. Reactive Oxygen Species (ROS), yaitu senyawa reaktif turunan oksigen misalnya radikal superoksida (O2●), radikal hidroksil (OH●), radikal alkoksil 8
(RO●), radikal peroksil (ROO●) serta senyawa bukan radikal yang berfungsi sebagai pengoksidasian atau senyawa yang mudah mengalami perubahan menjadi radikal bebas seperti hydrogen peroksida (HP), dan ozon (O3).
b. Reactive Nitrogen Species (RNS), misalnya nitrogen dioksida (NO2● ), dan
peroksinitrit (ONOO●) dan bukan radikal seperti HNO2 dan N2O4.
Radikal bebas diproduksi dalam sel melalui reaksi pemindahan elektron. Produksi radikal bebas dalam sel dapat terjadi secara rutin dan sebagai reaksi terhadap rangsangan. Secara rutin adalah superoksida yang dihasilkan melalui aktifasi fagosit dan reaksi katalisa seperti ribonukleotida reduktase. Pembentukan melalui rangsangan adalah kebocoran superoksida, hidrogen peroksida dan kelompok oksigen reaktif (ROS) lainnya pada saat bertemunya bakteri dengan fagosit teraktifasi (Arief, 2006).
Radikal bebas dapat menimbulkan perubahan kimia dan kerusakan terhadap protein, lemak, karbohidrat, dan nukleotida. Ketika radikal bebas terbentuk dekat dengan DNA, maka perubahan struktur DNA akan terjadi dan memicu mutasi atau sitotoksisitas. Radikal bebas yang bereaksi dengan nukleotida menyebabkan perubahan pada komponen biologi sel. Apabila radikal bebas merusak grup thiol maka akan terjadi perubahan aktivitas enzim. Sel dirusak oleh radikal bebas melalui perusakan membran sel. Kerusakan pada membran sel ini dapat terjadi dengan cara:
a) Pengikatan radikal bebas dengan enzim dan/atau reseptor yang berada di membran sel dapat merubah aktivitas komponen-komponen yang terdapat pada membran sel dan mengakibatkan perubahan fungsi membran
b) Pengikatan radikal bebas dengan komponen membran sel dapat merubah struktur dan mengubah karakter membran menjadi seperti antigen;
c) Radikal bebas mengganggu sistem transport membran sel, mengoksidasi kelompok thiol, atau dengan merubah asam lemak polyunsaturated;
d) Radikal bebas menginisiasi peroksidasi lipid secara langsung terhadap asam lemak polyunsaturated dinding sel. Hasil peroksidasi lipid yang terbentuk dapat merusak organisasi membran sel, mempengaruhi fluiditas membran, cross-linking membran, serta struktur dan fungsi (Sharma et al., 2003).
2.5.1 Malondialdehida (MDA)
Malondialdehyde (MDA) adalah senyawa kristal higroskopis berwarna putih yang terbentuk dari hidrolisis asam 1,1,3,3- tetraethoxypropane (Gambar
2.6). Salah satu biomarker yang sering digunakan untuk mengetahui level peroksidasi lipid total adalah kadar dari malondialdehyde plasma. Pengukuran
MDA memberikan perkiraan aktivitas radikal bebas serta sebagai penanda terjadinya stres oksidatif di dalam tubuh (Karim, 2011).
Gambar 2.6Struktur Kimia Malondialdehyde (Karim, 2011)
Malondialdehyde terbentuk dari peroksidasi lipid (lipid peroxidation) pada membran sel yang merupakan reaksi radikal bebas seperti OH- dengan Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA) (Gambar 2.7). Reaksi tersebut terjadi secara
berantai dan akibat akhir dari reaksi rantai tersebut adalah terbentuknya hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida akan bereaksi dengan molekul-molekul biologi termasuk protein dan lipid serta dapat menyebabkan dekomposisi beberapa produk aldehid antara lain MDA, yang merupakan salah satu aldehid utama
(Hayati dkk., 2006).
Gambar 2.7 Mekanisme peroksidasi PUFA (Hayati dkk., 2006) Peroksidasi lipid yang terjadi pada kolon dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kadar malondialdehyde (MDA) dalam kolon. Kadar MDA yang tinggi dalam plasma menyebabkan sel mengalami stress oksidatif. Kadar malondialdehyde (MDA) pada organ kolon dapat diukur dengan menggunakan uji Thiobarbituric Acid (TBA) (Shofia, 2012).
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep Infeksi mukosa usus Tikus putih ( Rattus norvegicus) E. coli LPS Inflamasi Fagositosis Sitokin, MMP, grow factor Produksi ROS Ekstrak etanol daun sawo (flavonoid dan tannin) Stress oksidatif Peroksidasi lipid MDA ( Malondialdehyde) Histopatologi kolon Kerusakan jaringan kolon TCD4 TH1 TNFα, IFNɤ Keterangan : : perlakuan : peningkatan : penurunan : aktivitas
: variabel yang diteliti
Gambar 3.1 Kerangka konsep
Gastroenteritis pada tikus dibuat dengan cara menginduksi tikus dengan E. coli patogen menggunakan sonde lambung. E. coli patogen memicu terjadinya inflamasi karena kemampuannya yang berkolonisasi menggunakan fimbrial colonization antigens. E. coli kemudian berproliferasi dan berkolonisasi pada mukosa usus sehingga terjadi peningkatan jumlah E. coli di dalam kolon. Bakteri ini menghasilkan endotoksin berupa Lipopolisakarida (LPS) dan dilepaskan saat bakteri mengalami lisis atau pecahnya sel, yang dapat memicu sel makrofag dan sel lainnya yang memiliki reseptor LPS sehingga terjadi reaksi peradangan (inflamasi). Makrofag untuk mensekresi substansi sitokin sebagai respon terhadap stimulus sistem imun dengan cara mengikat reseptor-reseptor membran spesifik yang kemudian membawa sinyal ke sel melalui second messenger (tirosin kinase) untuk mengubah aktivitasnya (ekspresi gen). Makrofag juga mensekresikan enzim ekstraseluler untuk membersihkan jaringan nekrotik pada daerah luka. Enzim ini dikenal sebagai substansi Matrix Metalloproteases (MMPs). Selain itu makrofag juga mengaktivasi Grow Factor dimana ligan (protein) berikatan reseptor pada permukaan sel sehingga menimbulkan bermacam-macam respon seluler seperti proliferasi diferensiasi, survival dan angiogenesis. Makrofag memicu pelepasan mediator seperti sitokin, yaitu Tumor Necrosis Factor (TNF) dan