LAPORAN RESMI
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM PETROGRAFI
PRAKTIKUM PETROGRAFI
Disusun Oleh : Disusun Oleh :Nama
Nama
:
: Susilo
Susilo Teguh
Teguh H
H
No.Mhs
No.Mhs :
: 410011089
410011089
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN RESMI
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM PETROGRAFI
PRAKTIKUM PETROGRAFI
OLEH :
OLEH :
Susilo teguh H
Susilo teguh H
410011089
410011089
Diajukan sebagai laporan akhir
Diajukan sebagai laporan akhir praktikum petrograpraktikum petrografifi
Yogyakarta
Yogyakarta, 5 , 5 juni 2013juni 2013
ASISTEN PETROGRAFI ASISTEN PETROGRAFI
LABORATORIUM HARD ROCK
LABORATORIUM HARD ROCK
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
SEKOLAH TINGGI
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONALYOGYAKAR
TEKNOLOGI NASIONALYOGYAKARTA
TA
2013
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN RESMI
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM PETROGRAFI
PRAKTIKUM PETROGRAFI
OLEH :
OLEH :
Susilo teguh H
Susilo teguh H
410011089
410011089
Diajukan sebagai laporan akhir
Diajukan sebagai laporan akhir praktikum petrograpraktikum petrografifi
Yogyakarta
Yogyakarta, 5 , 5 juni 2013juni 2013
ASISTEN PETROGRAFI ASISTEN PETROGRAFI
LABORATORIUM HARD ROCK
LABORATORIUM HARD ROCK
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang Puji syukur senantiasa penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Laporan Resmi Petrografi yang di telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Laporan Resmi Petrografi yang di semester 4 jurusan teknik geologi STTNAS Yogyakarta ini dapat terselesaikan tepat pada semester 4 jurusan teknik geologi STTNAS Yogyakarta ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
waktunya.
Tak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen Petrografi yaitu Tak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen Petrografi yaitu Dr.Hilltrudis Gendoet Hartono, ST,MT yang dengan tabah berkenan membimbing dan Dr.Hilltrudis Gendoet Hartono, ST,MT yang dengan tabah berkenan membimbing dan mengajar pada mata kuliah Petrografi sehingga kedepannya mahasiswa didik dapat mengajar pada mata kuliah Petrografi sehingga kedepannya mahasiswa didik dapat menerapkan apa yang didapat di semester ini dan kepada kakak-kakak asisten praktikum menerapkan apa yang didapat di semester ini dan kepada kakak-kakak asisten praktikum telah memberi sedikit bimbingan dalam penyusunan laporan Petrografii serta pihak-pihak telah memberi sedikit bimbingan dalam penyusunan laporan Petrografii serta pihak-pihak yang tentu tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penyusunan yang tentu tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penyusunan laporan resmi praktikum Petrografi ini.
laporan resmi praktikum Petrografi ini.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak. Demikian pula dengan tugas ini yang masih Akhir kata, tiada gading yang tak retak. Demikian pula dengan tugas ini yang masih jauh
jauh dari dari sempurna. sempurna. Oleh Oleh karena karena itu, itu, saran saran dan dan kritik kritik yang yang membangun membangun tetap tetap penyusunpenyusun nantikan demi kesempurnaan
nantikan demi kesempurnaan laporan praktikum dan laporan praktikum dan laporan-laporan laporan-laporan yang akan yang akan diberikan didiberikan di lain waktu. lain waktu. Yogyakarta, 5 juni 2013 Yogyakarta, 5 juni 2013 Penyusun Penyusun
HALAMAN PERSEMBAHAN
HALAMAN PERSEMBAHAN
DAFTAR ISI
Halaman Judul……….. 1 Halaman Pengesahan……… 2 Kata Pengantar... 3 Halaman Persembahan... 4 Daftar isi………... 5 BAB I Pendahuluan ………... 9I.1 Pengertian Petrografi ... 9
I.2 Ruang Lingkup Petrografi... 10
I.3 Tujuan Pembelajaran Petrografi... 11
I.4 Peralatan dan Bahan... 11
I.5 Teknik Pengambilan Contoh Batuan... 11
I.6 Pemilihan Contoh Batuan... 14
I.7 Preparasi Batuan... 15
BAB II Petrografi Batuan Beku... 18
II.1 Pengertian Batuan Beku... 18
II.2 Tekstur... 18
II.3 Struktur... 24
II.4 Klasifikasi... 26
II.4.1 Konsep Kerabat Batuan... 26
II.4.1.1 Batuan Beku Asam... 27
II.4.1.2 Batuan Beku Intermediet... 30
II.4.1.3 Batuan Beku Basa dan Ultra basa... 33
II.4.2 Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Komposisi Mineralnya... 35
(a) Kelompok Batuan Beku Intrusi Plutonik... 35
(1) Batuan Beku Basa dan Ultra Basa... 35
(2) Batuan Beku Asam – Intermediet... 37
(b) Kelompok Batuan Beku Luar... 37
II.4.3 Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Deret Bowen... 39
II.4.3 Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Anthony R. Philphot (1989) 40 II.5 Penentuan Jenis Plagioklas... 41
II.6 Petrogenesa... 45
BAB III Petrografi Batuan Piroklastika... 46
III.1 Pengertian Batuan Piroklastika... 46
III.2 Komponen Penyusun Batuan Piroklastika... 47
III.3 Mekanisme Pembentukkan Endapan Piroklastika... 47
BAB IV Petrografi Batuan Sedimen ... 53
IV.1 Pengertian Batuan Sedimen... 53
IV.2 Tekstur... 53
IV.3 Komposisi Mineral Batuan... 57
IV.4 Struktur... 58
IV.5 Klasifikasi... 59
IV.5.1 Klasifikasi Konglomerat dan Breksi... 61
IV.5.2 Klasifikasi Batupasir... 62
IV.6 Provance... 69
Lampiran Acara Pengenalan Batuan Sedimen ... 52
BAB V Petrografi Batuan Metamorf ... 71
V.1 Pengertian Batuan Metamorf... 71
V.2 Metamorfisme... 71
V.3 Tekstur... 73
V.3.1 Tekstur Secara Petrografis... 73
V.3.2 Tekstur Metamorfisme ... 76
V.4 Struktur... 76
V.4.1 Struktur Foliasi... 77
V.4.2 Struktur Non Foliasi... 78
V.5 Klasifikasi... 79
Lampiran Acara Pengenalan Batuan Metamorf ... 83
KESIMPULAN... 84
DAFTAR PUSTAKA... 87
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Pengertian Petrografi
Petrografi adalah ilmu memerikan dan mengelompokkan batuan. Pengamatan seksama pada sayatan tipis batuan dilakukan dibawah mikroskop, dengan tentunya didukung oleh data-data pengamatan singkapan batuan di lapangan. Pada pemerian petrografi, pertama-tama akan diamati mineral penyusun batuan, selanjutnya tekstur batuan. Tekstur batuan sangat membantu dalam pengelompokan batuan selain memberikan gambaran proses yang terjadi selama pembentukan batuan.
Petrografi merupakan salah satu cabang dari ilmu kebumian yang mmempelajari batuan berdasarkan kenampakan mikroskopis, termasuk didalamnya untuk dipergunakan sebagai langkah pemerian, pendeskrifsian dan klasifikasi batuan. Pemerian secara petrografi pada batuan pertama-tama melibatkan identifikasi mineral (bila memungkinkan), dan penentuan komposisi dan hubungan tekstural antar butir batuan,
Petrografi sendiri merupakan kepentingan yang tak terbaras namun bila mempertimbangkan sebagian dari petrologi kepentingan akan menjadi luas, dimana petrografi memberikan data umum yang petrologi perjuangkan untuk menginterpretasikan
dan menerangkan asal-ususl batuan.
Batuan sebagai agregat mineral-mineral pembentuk kulit bumi secara genesa dapat dikelompokan dalam tiga jenis batuan, yaitu :
1. Batuan beku (Igneous Rock), adalah kumpulan interlocking agregat mineral-mineral silikat hasil magma yang mendingin (Walter T. Huang, 1962).
2. Batuan Sedimen (Sedimentary Rock), adalah batuan hasil litifikasi bahan rombakan batuan hasil denudasi atau hasil reaksi kimia maupun mengenai hasil kegiatan organisme (Pettijohn, 1964).
3. Batuan Metamorf (Metamorphic Rock), adalah batuan yang berasal dari suatu batuan induk yang mengalami perubahan tekstur dan komposisi mineral pada fase padat sebagai akibat perubahan kondisi fisika (tekanan, temperatur, atau tekanan dan temperatur, HGF. Winkler, 1967,1979).
I.2 Ruang Lingkup Petrografi
Ruang Lingkup Petrografi diamati secara mikroskopis dalam pemeriannya sangat bervariasi, tergantung kepentingannya.Tetapi pada umumnya untuk stantard semua batuan dipakai standart untuk batuan beku (sebagai contoh umumnya) sehingga batuan yang lain mengikuti,adapun ciri-ciri tersebut yaitu meliputi :
a. Warna
- Keadaan PPL (Tanpa Nikol Silang/Paralel Nicol) - Keadaan XPL (Dengan Nikol Silang/Crossed Nicol) b. Tekstur
- Bentuk butir/kristal - Ukuran butir/kristal
- Hubungan antar butir/kristal - Pola sebaran butir/kristal c. Struktur
- Vesikuler - Aliran - Perlapisan - dll
d. Komposisi dan Mineralogi
f. Kenampakan optik lainnya.
1.3 Tujuan Pembelajaran Petrografi
Tujuan dari studi petrografi adalah memerikan dan mengelompokkan batuan secara optis sehingga dapat diketahui pertologinya, hal ini akan sangat terbatas tanpa bantuan dari cabang ilmu geologi lain, seperti mineralogi, mineral optik, petrologi, dan petrografi. Kepentingan Petrogafi dalam hal ini merupakan bagian sangat berarti dalam petrologi ( ilmu tentang pembentukan batuan ).
Pada pemerian petrografi, pertama-tama akan diamati mineral penyusun batuan, selanjutnya tekstur batuan. Tekstur batuan sangat membantu dalam pengelompokan batuan selain memberikan gambaran proses yang terjadi selama pembentukan batuan.
1.4 Peralatan dan Bahan
Adapun Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum petrografi yaitu : a. Mikroskop polarisasi
b. Sayatan tipis
c. Tabel Interferensi warna d. Tabel Penamaan batuan
e. Tabel dan grafik penentuan plagioklase f. Format laporan dan alat tulis.
I.5. Teknik Pengambilan Contoh Batuan
Keberhasilan pembuatan sayatan tipis ditentukan oleh benar-tidaknya prosedur pengambilan contoh di lapangan dan teknik preparasin ya. Pembuatan sayatan tipis juga harus mengikuti petunjuk si pengamat. Apa tujuan pengamatan sayatan tipis, apakah ditujukan untuk mengetahui sifat optis mineral, komposisi batuan (eksplorasi kandungan mineral tertentu), tingkat sifat deformasi batuan atau ada tujuan yang lain. Untuk itu diperlukan koordinasi yang baik antara si pengambil, pemotong / penyayat dan pengamat.
Jika tujuan pengamatan adalah untuk mengetahui sifat optis mineral, komposisi dan sifat fisik batuannya, maka diperlukan contoh batuan yang segar. Ciri-ciri batuan yang segar adalah:
Warnanya segar, tidak dijumpai warna alterasi (lapuk). Contoh: andesit dan diorit
berwarna abu-abu terang-agak gelap; warna lapuk keputih-putihan, kemerah-merahan, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan. Warna segar dasit abu-abu agak keunguan; warna lapuk abu-abu terang bintik-bintik hijau, putih dan merah. Batupasir kuarsa segar warna putih dengan butiran- butiran transparan; warna lapuk putih terang agak kecoklatan hingga kekuningan. Batugamping dolomit warna segar abu-abu kemerahan cerah dengan pecahan tajam dan sangat keras; warna lapuk abu-abu kekuningan-kecoklatan (merah bata) dengan pecahan tumpul dan mudah hancur.
Jika dipukul berbunyi “cling”; batuan yang lapuk jika dipukul berbunyi “bug” atau
“blug”; pada batuan beku luar (bersifat gelasan) batuan yang segar sangat keras tetapi lebih mudah pecah, pecahannya runcing-runcing tajam, tetapi batuan yang lapuk tidak tajam feldsparnya (putih) mengembang sehingga ukurannya menjadi lebih besar.
Tidak terdeformasi, massif (inti lava / intrusi); batuan yang segar tidak dijumpai
rekahan-rekahan baik akibat deformasi saat pembekuan, pembebanan, tektonik maupun pelapukan; usahakan mengambil batuan yang betul-betul masif (tak-terdeformasi).
Singkapan batuan yang dapat direkomendasikan untuk lokasi pengambilan contoh batuan yang ditujukan untuk pengamatan sayatan tipis tersebut adalah:
Pada singkapan tanpa deformasi; kalau sekiranya tidak dapat dihindari, maka
diusahakan pada singkapan yang paling bebas dari deformasi.
Pada singkapan yang telah diledakkan (quarry): akan banyak dijumpai batuan yang
sangat segar, karena bagian yang lapuk telah dibersihkan pada saat penggalian (Gambar IV.1).
Gambar IV.1. Contoh singkapan yang direkomendasikan untuk pengambilan contoh batuan; yaitu pada lokasi penambangan (quarry).
Singkapan batuan yang tidak direkomendasikan untuk pengambilan contoh batuan adal ah:
Singkapan dengan struktur geologi, seperti sesar, kekar dan lipatan (Gambar
IV.2.kanan); kecuali jika pengamatan ditujukan untuk mikrotektonik. Jika pengamatan sayatan tipis batuan ditujukan untuk mikrotektonik, maka contoh harus
ditandai arah pengambilannya (N …. O E) dan arah pemotongan yang diinginkan
Lapuk; saran: sebaiknya jika tidak ada singkapan lain dicari batuan yang paling masif;
kecuali jika tujuan pengamatan batuan adalah untuk mengetahui tingkat pelapukan.
Tidak insitu : bongkah yang tidak jelas asalnya (Gambar IV.2 kiri); kecuali jika telah
jelas dketahui asalnya dari mana dan kondisinya segar. Saran: lakukan pengambilan bongkah hanya di daerah quarry yang sedang digali
Gambar IV.2. Contoh singkapan yang tidak direkomendasikan untuk pengambilan contoh batuan.
I.6. Pemilihan Contoh Batuan
Pengambilan contoh batuan juga dapat dilakukan pada inti bor: 1. Pilih batuan yang paling segar
2. Jangan mengambil bagian kontak (ditunjuk pena), karena ada kemungkinan mengandung fragmen lain (batuan yang lebih tua atau lebih muda) dan biasanya tidak segar
Sifat contoh batuan yang dapat disayat untuk analisis petrografi:
Contoh betul-betul segar
Besarnya setangan (segenggam)
Setelah contoh diambil, sesegera mungkin agar dikirim ke lab praparasi sayatan tipis
Gambar IV.4. Contoh diorit yang direkomendasikan untuk penyayatan (segar dan masif).
I.7. Preparasi Batuan
Contoh batuan yang telah di dapatkan dari lapangan dilabeli, meliputi no lokasi pengambilan, tahun pengambilan dan kode tujuan pengambilan. Untuk contoh yang ditujukan untuk analisis petrografi dengan tujuan pengamatan tertentu, diberi tanda khusus seperti arah penyayatan, posisi utara / timur dan kode-kode pendukung yang lain.
Contoh selanjutnya dibawa ke bengkel untuk dilakukan pemotongan, penyayatan dan preparasi selanjutnya seperti yang dapat dilihat pada Gambar IV.5 dan IV.6.
Gambar IV.5. Contoh diorit yang telah dipotong berukuran 10-15x 10 x 2,5 cm, pemotongan bertujuan untuk menghilangkan bagian yang lapuk.
Gambar : Komparasi persentasi komposisi Terry dan Chilingar (1955).
BAB II
PETROGRAFI BATUAN BEKU
menyusunnya merupakan kristalisasi dari unsur-unsur secara kimiawi, sehingga bentuk kristalnya mencirikan intensitas kristalisasinya.
Dalam mempelajari, menganalisa dan menginterprestasikan batuan beku terdapat beberapa hal yang sangat mendasar yang harus diperhatikan yaitu kenampak secara optik dan makronya.Dalam penamaan batuannya juga menggunakan persentasi mineral primer sebelum terjadi ubahan, namun dapat digunakan kata terubah lajut dibelakangnya.Dalam mempelajari sayatan tipis :Thin Section” juga dipelajari bersama-sama contoh setangannya,dikarenakan sayatan tipisnya tidak mewakili batuan secara menyeluruh, juga persentasi kehadiran mineraloginya.
II.2 Tekstur
Tekstur menunjukan hubungan individu butir dengan butir yang ada disekitarnya, tekstur berurusan dengan kenampakan skala kecil. Dalam contoh dari kenampakan mikroskopis seperti : Tingkat kristalisasi, ukuran dan bentuk butir, dan pertumbuhan bersama Kristal. Tekstur merupakan kenampakan hubungan antra komponen dari batuan yang dapat mereflikasikan sejarah kejadiannya atau petrogenesa.
Tekstur tergantung atas beberapa faktor : 1. Tingkat kristalisai
a. Holokristalin : Seluruhnya terdiri dari massa kristal – kristal
Gambar : Holokristalin b. Hollohialin : Seluruhnya terdiri dari massa gelas
Gambar : Hollohialin
c. Hipokristalin : Sebagian terdiri dari massa kristal dan sebagian terdi dari massa gelas.
Gambar Hipokristalin
2. Ukuran butir (wiliam, et, al, 1945) 1. Halus : Ø < 1 mm. 2. Sedang : Ø 1 – 5 mm. 3. Kasar : Ø 5 – 30 mm. 4. Sangat kasar : Ø > 30 mm.
3. Hubungan antar butir mineral didalam batuan ditunjukan dari dominasi bentuk butirnya.
c. Subhedral/Hipidiomorfik, bentuk – bentuk Kristal kurang baiksebagian sisi Kristal tidak jelas batasnya.
Anhedral Subhedral Euhedral
4. Hubungan Kristal
- Equigaranular, butiran Kristal sutu mineral yang mempunyai ukuran butir hampir sama atau seragam.
- Inequigranular, butiran mineral suatu Kristal yang mempunyai ukuran butir yang tidak sama atau tidak seragam.
II.2.1 Tekstur khusus.
Tektur khusus dalam batuan beku menggambarkan genesis proses kristalisasinya, seperti intersertal, intergrowth atau zoning. Batuan beku intrusi dalam (plutonik) memiliki tekstur yang sangat berbeda dengan batuan beku ekstrusi atau intrusi dangkal. Sebagai contoh adalah bentuk kristal batuan beku dalam cenderung euhedral, sedangkan batuan beku luar anhedral hingga subhedral (Tabel)
Tabel V.3. Tekstur batuan beku pada batuan beku intrusi dalam, intrusi dangkal dan ekstrusi dan pada batuan vulkanik
Jenis batuan
Tekstur
Intrusi dalam (plutonik)
Intrusi dangkal dan
Ekstrusi Batuan Vulkanik
Bentuk kristal Euhedral-anhedral
Subhedral-anhedral Subhedral-anhedral Ukuran kristal Kasar (> 4 mm) Halus-sedang Halus-kasar
Tekstur khusus -Porfiritik-poikilitik Ofitik-subofitik Pilotaksitik Porfiritik: intermediet- basa Vitroverik-Porfiritik: Asam-intermediet Derajad Kristalisasi Holokristalin Hipokristalin Holokristalin Hipokristalin Holokristalin
Tekstur khusus - Perthit-perlitik
Zoning pada plagioklas, tumbuh
bersama antara mineral mafik dan
plagioklas dan intersertal
a) Tekstur trakitik
Dicirikan oleh susunan tekstur batuan beku dengan kenampakan adanya orientasi
mineral ---- arah orientasi adalah arah aliran
Berkembang pada batuan ekstrusi / lava, intrusi dangkal seperti dike dan sill
Gambar V.7 adalah tekstur trakitik batuan beku dari intrusi dike trakit di G. Muria;
Gambar V.1. Tekstur trakitik pada traki-andesit (intrusi dike di Gunung Muria). Arah orientasi dibentuk oleh mineral-mineral plagioklas. Di samping tekstur trakitik juga masih menunjukkan tekstur porfiritik dengan fenokris plagioklas dan piroksen orto.
b) Tekstur Intersertal
Yaitu tekstur batuan beku yang ditunjukkan oleh susunan intersertal antar kristal
plagioklas; mikrolit plagioklas yang berada di antara / dalam massa dasar gelas interstitial .
Gambar V.2. Tekstur intersertal pada diabas; gambar kiri posisi nikol sejajar dan gambar kanan posisi nikol silang. Butiran hitam adalah magnetit
c) Tekstur Porfiritik
Yaitu tekstur batuan yang dicirikan oleh adanya kristal besar (fenokris) yang
dikelilingi oleh massa dasar kristal yang lebih halus dan gelas
Jika massa dasar seluruhnya gelas disebut tekstur vitrophyric .
Jika fenokris yang berkelompok dan tumbuh bersama, maka membentuk tekstur
Gambar V.3. Gambar kiri: Tektur porfiritik pada basalt olivin porfirik dengan fenokris olivin dan glomerocryst olivin (ungu) dan plagioklas yang tertanam dalam massa dasar plagioklas dan granular piroksen berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii). Gambar kanan: basalt olivin porfirik yang tersusun atas fenokris olivin dan glomerocryst olivin (ungu) dan plagioklas dalam massa dasar plagioklas intergranular dan piroksen granular berdiameter 6 mm (Maui,
Hawaii) d) Tekstur Ofitik
Yaitu tekstur batuan beku yang dibentuk oleh mineral plagioklas yang tersusun secara acak dikelilingi oleh mineral piroksen atau olivin (Gambar V.10). Jika plagioklasnya lebih besar dan dililingi oleh mineral ferromagnesian, maka membentuk tekstur subofitic (Gambar V.11). Dalam suatu batuan yang sama kadang-kadang dijumpai kedua tekstur tersebut secara bersamaan.
Secara gradasi, kadang-kadang terjadi perubahan tektur batuan dari intergranular menjadi subofitik dan ofitik. Perubahan tektur tersebut banyak dijumpai dalam batuan beku basa-ultra basa, contoh basalt. Perubahan tekstur dari intergranular ke subofitic dalam basalt dihasilkan oleh pendinginan yang sangat cepat, dengan proses nukleasi kristal yang lebih lambat. Perubahan terstur tersebut banyak dijumpai pada inti batuan diabasik atau doleritik (dike basaltik). Jika pendinginannya lebih cepat lagi, maka akan terjadi tekstur interstitial latit antara plagioclase menjadi gelas membentuk tekstur intersertal.
Gambar V.4. Tekstur ofitik pada doleritik (basal); mineral plagioklas dikelilingi oleh mineral olivin dan piroksen klino
Gambar V.5. Tekstur subofitik pada basal; mineral plagioklas dikelilingi oleh mineral feromagnesian yang juga menunjukkan tekstur poikilitik.
II.3 Struktur
Struktur Batuan Beku
Struktur batuan yang berhubungan dengan magma dikenal dengan struktur batuan vulkanik, struktur batuan plutonik, dan struktur dari hasil inklusi. Struktur batuan beku yang pada umunya merupakan kenampakan skala besar sehingga dapat dikenali dilapangan seperti :
a. Perlapisan
b. Lineasi (laminasi, segregasi) c. Kekar (lembar, tiang)
d. Vesikuler (bentuk, ukuran, pola) e. Aliran
Masif: padat dan ketat; tidak menunjukkan adanya lubang-lubang keluarnya gas;
dijumpai pada batuan intrusi dalam, inti intrusi dangkal dan inti lava; Ct: granit, diorit, gabro dan inti andesit
Skoria: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan yang tidak teratur;
dijumpai pada bagian luar batuan ekstrusi dan intrusi dangkal, terutama batuan vulkanik andesitik-basaltik; Ct: andesit dan basalt
Vesikuler: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan teratur; dijumpai
pada batuan ekstrusi riolitik atau batuan beku berafinitas intermediet-asam.
Amigdaloidal: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas, tetapi telah terisi oleh mineral
lain seperti kuarsa dan kalsit; dijumpai pada batuan vulkanik trakitik; Ct: trakiandesit dan andesit
Gambar V.6. Struktur batuan beku masif; terbentuk karena daya ikat masing-masing mineral sangat kuat, contoh pada granodiorit dengan komposisi mineral plagioklas berdiameter >1 mm (gambar atas) dan granit (gambar bawah)
Gambar V.7. Struktur batuan beku skoria; dijumpai rongga-rongga bekas keluarnya gas saat pembekuan yang sangat cepat. Contoh pada andesit basaltik porfirik pada posisi nikol sejajar (atas) dan nikol silang (bawah). Batuan tersusun atas fenokris plagioklas berdiameter >1 mm dan piroksen klino berdiameter 0,5-1,5 mm, dan tertanam dalam massa dasar gelas, kristal mineral (plagioklas dan piroksen) dan rongga tak beraturan berdiameter <1 mm.
II.4 Klasifikasi
II.4.1. Konsep kerabat batuan
Berdasarkan mineralogi dan tekstur batuan, maka Williams (1954) mengelompokkan kerabat batuan beku meliputi :
Kerabat batuan ultramafik dan lamprofir Karabat batuan gabro kalk alkali
Kerabat batuan gabro alkali
Kerabat batuan diorite monzonit syenit Kerabat batuan granodiorit adamelit granit
Tabel 2.1 Diagranm ciri-ciri kerabat batuan beku, Williams, 1954.
II.4.1.1 Batuan Beku Asam
Kerabat Batuan Granodiorit - Adamelit - Granit
a. Pembagiannya didasarkan atas perbandinganKF dengan TF.
b. Dibedakan dengan kerabat batuan Diorit – Monzonit – Syenit dari jumlah kuarsanya :
-
Ciri – ciri : - kuarsa > 10%-
KF > 1/8 TF-
Indeks warna 10-
Mineralogi : - kuarsa - Horblende << - Plagioklas asam (albit)Jenis batuan : TEKSTUR 1/8TF < KF< 1/3TF 1/3TF < KF< 2/3TF KF > 2/3 TF
Halus Dasit Riodasit Riolit
Kasar Granodiorit Adamelit Granit
Tekstur Halus
Kelompok Dasit – Riodasit – Riolit Mempunyai titik lebur yang rendah
Tekstur yang khas : vitroferik, porfiritik, grafik, granofirik.
Dasit
Indeks warna 10
Tekstur : porfiritik, vitroferik Mineralogi : - kuarsa > 10%
-
Biotit >>-
Hornblende <-
Plagioklas asam (albit) Pada fenokris kuarsa sering memperlihatkan “embayment” akibat proses korosi
larutan magma sisa.
Riodasit
Tekstur : trakhitik, vitroferik Mieralogi : - kuarsa > 10%
-
plagioklas asam,-
mafik mineral : Hornblende < Biotit >> Riolit-
KF > 2/3 TF-
Plagioklas asam (albit)-
Sering terdapat tekstur “Grafik” (pertumbuhsn bersama antara KF dengan kuarsa).Ada dua macam Riolit :
Potash Riolit :
-
kaya K-
Mineral mafik : biotit, hb-
embayment sangat jarang Soda Riolit : kaya akan Na Mineral mafik : amfibol
Tekstur Kasar Granodiorit
Tekstur : - Hipidiomorfik granular
-
Tekstur khusus “Granophirik”-
KF sering tumbuh bersama. Mineralogi : - Plagioklas (andesin)
-
Orthoklas-
Kuarsa > 10% Adamelit
Tekstur : - Hipidiomorfik granular
-
Tekstur khusus Granofirik, Grafik-
Sering tampak Rapakivi (KF ditutupi oleh plagioklas asam).-
Pertit terbentuk akibat gejala unmixing/exolution. Mineralogi : - Kuarsa > 10%
Granit
Tekstur : - Hipidiomorfik granular, kadang porfiritik
-
Khas : Granofirik, Grafik, rapakivi, mkirmekitik Mineralogi : - Kuarsa > 10%
- Plagioklas asam (oligoklas, albit)
-
Mafik mineral : Biotit >>Hb jarang
-
Bila hornblende > 10% Granit hornblende Granit kalk alkali
-
Mafik mineral : Hb hijau, biotit, kuarsa >>, muskovit-
Mineral tambahan : Apatit, Zircon, bijih besi, sphene. Granit alkali
-
Mafik mineral : Hb coklat anhedral-
Mineral tambahan : Apatit, Zircon, dll II.4.1.2 Batuan Beku IntermedietKerabat Batuan Diorit - Monzonit - Syenit Ciri - ciri : - Cl < 40
a. Kandungan silica 52% - 66%
b. Tidak mengandung kuarsa atau < 10% c. Feldspar : Plagioklas An50
d. Alkali feldspar (KF) e. Tekstur : porfiritik
f. Tekstur khusus : Pilotaksitik, vitriferik, trachyt
g. Mineralogi : Plagioklas, KF, Hornblende, Biotit, Olivine, Piroksen. h. Mineral penyerta : apatit, zircon
Jenis batuan : TEKSTUR KF<1/3TF 1/3TF < KF< 2/3TF KF > 2/3 TF Feldspatoid Halus Andesit Trachyandesit Trachyt Phonolite Kasar Diorit Monzonit Syenit Feldspatoid
syenit
Berbutir Halus Andesit
Tekstur : Porfiritik, pilotaxitic, vitroferik Komposisi : - KF < 1/3 TF
-
Plagioklas < An50 (oligoklas, Andesine)-
Mineral Mafik : Piroksen < , amfibol, Olivine <<< (jarang)Berdasarkan kandungan mineral mafik (>10%)
Andesit olivine (okivin > 10%) Andesit piroksen (piroksen > 10%)
Andesit hornblende/biotit (hornblende/biotit >10%)
Propilit : Andesit yang semua mineral mafiknya telah terubah menjadi mineral sekunder, sehingga indeks warna menjadi lebih rendah. Perubahan ter sebut karena larutan hydrothermal (“Propilitisasi”).
-
Plagioklas < An50 (oligoklas, andesine)-
mineral mafik : Hb >>, Px <<-
mineral penyerta : apatit, zircon-
masa dasar : kriptokristalin atau gelas Trakhit
Tekstur : Porfiritik, trakhitik, pilotaksitik Komposisi : - Kf > 2/3 TF
-
mineral mafik : Amfibol, biotit, piroksen << Masa dasar : mikrolitBila mengandung kuarsa > 10% = Rhyolit Bila mengandung feldspatoid > 10% = Phonolit Sulit dibedakan dengan trachyandesit
Ponolit Berbutir Kasar Diorit Monzonit Syenit Diorit
Tekstur : Equigranular, kadang – kadang Porfiritik Komposisi : - Plagioklas < An50 (Andesin)
- Orthoklas sedikit, KF < TF
-
mineral mafik : Px << , Hb >>, Biotit <<< Bila mengandung kuarsa > 10% disebut Diorit kuarsaStruktur zoning pada plagioklas macamnya progressive zoning, reverse zoning, oscillatory zoning.
Monzonit
Peralihan antara syeit dan diorite Indeks warna 30 – 40
Tekstur : Equigranular, hipidiomorfik granular
Tekstur khusus : poikilitik, pertit/antipertit, mirmekit Komposisi : - KF = Plagioklas
-
mineral mafik : Px , Hb, Biotit-
kuarsa < 10 %Bila mengandung kuarsa > 10% disebut Monzonit kuarsa Bila kuarsa banyak : Adamelit
Syenit
Indeks warna (cl) rendah KF > 2/3 TF
Kuarsa < 10 %
Bila mengandung kuarsa > 10% disebut Nordmakite, tekstur grafik, mirmekitik Bila tidak ada kuarsa, feldspatoid > 10 % : Feldspatoid syenit.
II.4.1.3 Batuan Beku Basa dan Ultra Basa Dasar Teori
Kerabat Batuan Gabbro Alkali
- Mineralogy : olivine, piroksen
- Tekstur : porfiritik, intergranular, ofitik, intersertal, poikilitik, trakhitik.
Macam – macam batuannya : Tekstur halus / berbutir halus
Trachybasalt Spilite Tekstur kasar Kentalinite Shonkinite Malignite
Kerabat Batuan Gabbro Kalk Alkali
Ciri – ciri : - Indeks warna (Cl) > 40
-
Plagioklas basa An50 – An80-
SiO2 45 % – 52 %-
Kuarsa, K. Feldspar bias hatir / tidak hadir denga kehadiran < 10 %.-
Mineralogy : olivine, piroksenMacam – macam batuannya :
Tekstur halus / berbutir halus Basalt Basalt olivine Diabas Tholeitik basalt Tekstur kasar Gabbro Norit Eucrit
Anortosit
Olivine gabbro Troctolit
Gabbro kuarsa
Kerabat Batuan Ultramafik dan Lamprofir
Ciri – ciri : - Disebut juga sebagai batuan atau kelompok peridotit
-
Indeks warna (Cl) > 70-
Tidak mengandung feldspar-
Kandunga silica < 45 %-
Mineral utama adalah mieral mafik-
Umumnya berbutir kasar-
Mineral bijih : kromit, magnetit-
Dijumpai pada dasar intrusi (sill, lapolith)-
Atau sebagai hasil diferensiasi atau pemisahan langsung dari substratum (mantle atas)-
Merupakan batuan yang tersuisun oleh mineral – mineral yang membeku pada kesempatan pertama.Macam – macam batuannya : Tekstur halus / berbutir halus
Picrite Limburgite Tekstur kasar
Dunite Peridotite
Kelompok batuan ini terbentuk pada suhu 1000-1200o C, dan melimpah pada wilayah dengan tatanan tektonik lempeng samudra, antara lain pada zona pemekaran lantai samudra dan busur-busur kepulauan tua. Dicirikan oleh warnanya gelap hingga sangat gelap, mengandung mineral mafik (olivin dan piroksen klino) lebih dari 2/3 bagian; batuan faneritik (plutonik) berupa gabro dan batuan afanitik (intrusi dangkal atau ekstrusi) berupa basalt dan basanit. Didasarkan atas tatanan tektoniknya, kelompok batuan ini ada yang berseri toleeit,
Kalk-alkalin maupun alkalin, namun yang paling umum dijumpai adalah seri batuan toleeit. Kelompok batuan basa diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar dengan didasarkan pada kandungan mineral piroksen, olivin dan plagioklasnya; yaitu basa dan ultra basa (Gambar V.2). Batuan beku basa mengandung mineral plagioklas lebih dari 10%
sedangkan batuan beku ultra basa kurang dari 10%. Makin tinggi kandungan piroksen dan olivin, makin rendah kandungan plagioklasnya dan makin ultra basa (Gambar V.2 bawah). batuan beku basa terdiri atas anorthosit, gabro, olivin gabro, troktolit (Gambar V.2. atas).
Batuan ultra basa terdiri atas dunit, peridotit, piroksenit, lherzorit, websterit dan lain-lain (Gambar V.2 bawah).
Gambar V.8. Klasifikasi batuan beku basa (mafik) dan ultra basa (ultra mafik; sumber IUGS classification)
2) Batuan beku asam - intermediet
Kelompok batuan ini melimpah pada wilayah-wilayah dengan tatanan tektonik kratonik (benua), seperti di Asia (daratan China), Eropa dan Amerika. Kelompok batuan ini membeku pada suhu 650-800oC. Dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu batuan beku kaya kuarsa, batuan beku kaya feldspathoid (foid) dan batuan beku miskin kuarsa maupun foid. Batuan beku kaya kuarsa berupa kuarzolit, granitoid, granit dan tonalit; sedangkan yang miskin kuarsa berupa syenit, monzonit, monzodiorit, diorit, gabro dan anorthosit (Gambar V.3). Jika dalam batuan beku tersebut telah mengandung kuarsa, maka tidak akan mengandung mineral foid, begitu pula sebaliknya.
Gambar V.9. Klasifikasi batuan beku bertekstur kasar yang memiliki persentasi kuarsa, alkali feldspar, plagioklas dan feldspathoid lebih dari 10% (sumber IUGS classification)
(b) Kelompok batuan beku luar
Kelompok batuan ini menempati lebih dari 70% batuan beku yang tersingkap di Indonesia, bahkan di dunia. Limpahan batuannya dapat dijumpai di sepanjang busur vulkanisme, baik pada busur kepulauan masa kini, jaman Tersier maupun busur gunung api yang lebih tua. Kelompok batuan ini juga dapat dikelompokkan sebagai batuan asal gunung api. Batuan ini secara megaskopis dicirikan oleh tekstur halus (afanitik) dan banyak mengandung gelas gunung api. Didasarkan atas kandungan mineralnya, kelompok batuan ini dapat dikelompokkan lagi menjadi tiga tipe, yaitu kelompok dasit-riolit-riodasit, kelompok andesit-trakiandesit dan kelompok fonolit (Gambar V.4).
Gambar V.10. Klasifikasi batuan beku intrusi dangkal dan ekstrusi didasarkan atas kandungan kuarsa, feldspar, plagioklas dan feldspatoid (sumber IUGS classification)
Tata nama tersebut bukan berarti ke empat unsur mineral harus menyusun suatu batuan, dapat salah satunya saja atau dua mineral yang dapat hadir bersama-sama. Di
samping itu, ada jenis mineral asesori lain yang dapat hadir di dalamnya, seperti horenblende (amfibol), piroksen ortho (enstatit, diopsid) dan biotit yang dapat hadir sebagai mineral asesori dengan plagioklas dan feldspathoid.
Pada prinsipnya, feldspatoid adalah mineral feldspar yang terbentuk karena komposisi magma kekurangan silika, sehingga tidak cukup untuk mengkristalkan kuarsa. Jadi, limpahan feldspathoid berada di dalam batuan beku berafinitas intermediet hingga basa, berasosiasi dengan biotit dan amfibol, atau biotit dan piroksen, dan membentuk batuan basanit dan trakit-trakiandesit. Batuan yang mengandung plagioklas dalam jumlah yang besar, jarang atau sulit hadir bersama-sama dengan mineral feldspar, seperti dalam batuan beku riolit.
Gambar klasifikasi batuan beku berdasarkan deret Bowen.
II.4.4 Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan ( Anthony R. Philpott, 1989 ).
Gambar : klasifikasi batuan beku ultramafik ( Anthony R. Philpott, 1989 ).
Gambar 2.3 klasifikasi batuan beku Volcanic ( Anthony R. Philpott, 1989 ). II.5 Penentuan Jenis Plagioklase
2.Metode dengan kembaran Carlsbad-Albit: menggunakan kurva F.E Wright 3.Sudut inklinasi dengan kembaran periklin : menggunakan kurva E.Schmidt.
Gambar Metode Michel Levy : dengan kembaran Albit
Gambar Metode Michel Levy : dengan kembaran Albit.Digunakan kurva:Michel Levy.
II.6 Petrogenesa
Petrogenesa batuan beku cukup didasarkan atas lokasi terjadinya pembekuan, batuan beku dikelompokkan menjadi dua yaitu betuan beku intrusif dan batuan beku ekstrusif ( lava). Pembekuan batuan beku intrusif terjadi di dalam bumi sebagai batuan plutonik; sedangkan batuan beku ekstrusif membeku di permukaan bumi berupa aliran lava, sebagai bagian dari kegiatan gunung api. Batuan beku intrusif, antara lain berupa batholith, stock (korok), sill, dike (gang) dan lakolith dan lapolith (Gambar V.1!). Karena pembekuannya di dalam, batuan beku intrusif memiliki kecenderungan tersusun atas mineral-mineral yang tingkat
kristalisasinya lebih sempurna dibandingkan dengan batuan beku ekstrusi. Dengan demikian, kebanyakan batuan beku intrusi dalam (plutonik), seperti intrusi batolith, bertekstur fanerik, sehingga tidak membutuhkan pengamatan mikroskopis lagi. Batuan beku hasil intrusi dangkal seperti korok gunung api (stock), gang (dike), sill, lakolith dan lapolith umumnya memiliki tekstur halus karena sangat dekat dengan permukaan.
BAB III
PETROGRAFI BATUAN PIROKLASTIKA
III. 1 Pengertian Batuan Piroklastika
Pada dasarnya batuan gunung api (vulkanik) dihasilkan dari aktivitas vulkanisme. Aktivitas vulkanisme tersebut berupa keluarnya magma ke permukaan bumi, baik secara efusif (ekstrusi) maupun eksplosif (letusan). Batuan gunung api yang keluar dengan jalan efusif mengahasilkan aliran lava, sedangkan yang keluar dengan jalan eksplosif menghasilkan batuan fragmental (rempah gunung api)..
Didasarkan atas komposisi materialnya, endapan piroklastika terdiri dari tefra (pumis dan abu gunung api, skoria, Pele's tears dan Pele's hair , bom dan blok gunung api, accretionary lapilli, breksi vulkanik dan fragmen litik), endapan jatuhan piroklastika, endapan aliran piroklastika, tuf terelaskan dan endapan seruakan piroklastika. Aliran piroklastika merupakan debris terdispersi dengan komponen utama gas dan material padat berkonsentrasi partikel tinggi.
Mekanisme transportasi dan pengendapannya dikontrol oleh gaya gravitasi bumi, suhu dan kecepatan fluidisasinya. Material piroklastika dapat berasal dari guguran kubah lava, kolom letusan, dan guguran onggokan material dalam kubah (Fisher, 1979). Material yang berasal dari tubuh kolom letusan terbentuk dari proses fragmentasi magma dan batuan dinding saat letusan. Dalam endapan piroklastika, baik jatuhan, aliran maupun seruakan; material yang menyusunnya dapat berasal dari batuan dinding, magmanya sendiri, batuan kubah lava dan material yang ikut terbawa saat tertransportasi.
III.2 Komponen penyusun batuan piroklastik : 1. Kelompok material Esensial (Juvenil).
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah material langsung dari magma yang diteruskan baik yang tadinya berupa padatan atau cairan serta buih magma. Masa yang tadinya berupa padatan akan menjadi blok piroklastik, masa cairan akan segera membeku selama diletuskan dan cenderung membentuk bom piroklastik dan buih magma akan menjadi batuan yang porous dan sangat ringan, dikenal dengan batuapung.
2. Kelompok material Asesori (Cognate).
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah bila materialnya berasal dari endapan letusan sebelumnya dari gunungapi yang sama atau tubuh vulkanik yang lebih tua.
3. Kelompok Asidental (bahan asing)
Yaitu material hamburan dari batuan dasar yang lebih tua dibawah gunungapi tersebut, terutama adalahbatuan dinding disekitar leher vulkanik. Batuannya dapat berupa batuan beku, endapan maupun batuan ubahan.
III.3 Mekanisme pembentukan endapan piroklastik Endapan Piroklastik Jatuhan (pyroclastic fall)
Yaitu onggokan piroklastik yang diendapkan melalui udara. Endapan ini pada umumnya akan berlapis baik, dan pada lapisannya akan memperlihatkan struktur butiranbersusun. Endapan ini meliputi Aglomerat, Breksi, Piroklasti, tuff dan lapili.
Endapan Piroklastik Aliran (pyroclastic flow)
Yaitu material hasil langsung dari pusat erupsi kemudian teronggokan disuatu tempat. Umumnya berlangsung pada suhu tinggi antara 500 0C – 600 0C dan temperaturnya cenderung menurun selama pengalirannya. Penyebaran pada bentuk endapan sangat dipengaruhi oleh morfologi sebab sifat – sifat endapan tersebut adalah menutup dan mengisi cekungan. Bagian bawah menampakkan morfologi asal dan atasnya datar.
Endapan Piroklastik Surge (pyroclastic surge)
Yaitu suatu awan campuran dari bahan padat dan gas atau uap air yang memiliki rapat masa rendah dan bergerak dengan kecepatan tinggi secara turbulen diatas permukaan. Umumnya memiliki struktur pengendapan primer seperti laminasi dan perlapisan
bergelombang hingga planar. Yang khas dari endapan ini adalah struktur silang siur, melensa dan bersudut kecil. Endapan surge umumnya kaya akan keratan batuan dan kristal.
III.4 Tekstur
Menurut Pettijohn (1975), endapan gunung api fragmental bertekstur halus dapat dikelompokkan dalam tiga kelas yaitu vitric tuff, lithic tuff dan chrystal tuff. Menurut Fisher (1966), endapan gunung api fragmental tersebut dapat dikelompokkan ke dalam lima kelas didasarkan atas ukuran dan bentuk butir batuan penyusunnya. Gambar VI.1 adalah klasifikasi batuan vulkanik menurut keduanya.
Gambar VI.1. Klasifikasi batuan gunung api fragmental berdasarkan tekstur menurut Pettijohn (1975; kiri) dan Fisher (1966; kanan)
III.5 Klasifikasi
1) Tuf: merupakan material gunung api yang dihasilkan dari letusan eksplosif, selanjutnya terkonsolidasi dan mengalami pembatuan. Tuf dapat tersusun atas fragmen litik, gelas
Gambar VI.2. Batuan tuf gunung api dalam sayatan tipis (kiri: nikol silang dan kanan: nikol sejajar). Dalam sayatan menunjukkan adanya fragmen litik dan kristal dengan sifat kembaran pada hancuran plagioklas, dan klastik litik teralterasi berukuran halus.
2) Lapili: adalah batuan gunung api (vulkanik) yang memiliki ukuran butir antara 2-64 mm; biasanya dihasilkan dari letusan eksplosif (letusan kaldera) berasosiasi dengan tuf gunung
api. Lapili tersebut kalau telah mengalami konsolidasi dan pembatuan disebut dengan batu lapili. Komposisi batu lapili terdiri atas fragmen pumis dan (kadang-kadang) litik yang tertanam dalam massa dasar gelas atau tuf gunung api atau kristal mineral. Gambar VI.3 adalah batu lapili yang tersusun atas fragmen pumis dan kuarsa yang tertanam dalam massa dasar tuf.
Litik teralterasi Litik teralterasi plagioklas plagioklas
Gambar VI.3. Breksi pumis (batu lapili) yang hadir bersama dengan kristal kuarsa dan tertanam dalam massa dasar tuf halus..
3) Batuan gunung api tak-terelaskan (non-welded ignimbrite): Glass shards, dihasilkan dari fragmentasi dinding gelembung gelas (vitric bubble) dalam rongga-rongga pumis. Material ini nampak seperti cabang-cabang slender yang berbentuk platy hingga cuspate, kebanyakan dari gelas ini menunjukkan tekstur simpang tiga (triple junctions) yang menandai sebagai dinding-dinding gelembung gas. Dalam beberapa kasus, walaupun gelembung gas tersebut tidak terelaskan, namun dapat tersimpan dengan baik di dalam batuan (Gambar VI.4).
Gambar VI.4. Tuf tak-terelaskan dari letusan Gunung Krakatau tahun 1883 dengan glass shards yang sedikit terkompaksi.
4) Batuan gunung api yang terelaskan (welded ignimbrite): yaitu gelas shards dan pumis yang mengalami kompaksi dan pengelasan saat lontaran balistik hingga pengendapannya. Biasanya pumis dan gelas tersebut mengalami deformasi akibat jatuh bebas, yang secara petrografi dapat terlihat dengan: (1) bentuk Y pada shards dan rongga-rongga bekas gelembung-gelembung gas / gelas, arah jatuhnya pada bagian bawah Y, (2) arah sumbu memanjang kristal dan fragmen litik, (3) lipatan shards di sekitar fragmen litik dan kristal, dan (4) jatuhnya fragmen pumis yang memipih ke dalam massa gelasan lenticular yang disebut fiamme (Gambar VI.6.c). Derajad pengelasan dalam batuan gunung api dapat diketahui dari warnanya yang kemerahan akibat proses oksidasi Fe. Pada kondisi pengelasan tingkat lanjut, massa yang terelaskan hampir mirip dengan obsidian. Batuan
ini sering berasosiasi dengan shards memipih yang mengelilingi fragmen litik dan kristal.
a. b. c.
Gambar VI.6. a. Tuf terelaskan dari Idaho, b. Tuf terelaskan dari Valles, Mexiko utara, c. tuf terelaskan dengan cetakan-cetakan fragmen kristal.
LAMPIRAN
ACARA PENGENALAN
PETROGRAFI
BAB IV
PETROGRAFI BATUAN SEDIMEN
IV.1 Pengertian Batuan Sedimen
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk sesuai dengan pemadatan dari bahan endapan lepas atau penguapan kimia dari suatu larutan pada atau dekat permukaan bumi, suatu batuan aorganik yang terdiri dari sisa – sisa tetumbuhan dan hewan yang sudah mati. Material pembentukan batuan sedimen terjadi karena ketidakstabilan secara kimia maupun secara fisika dari pembentukan batuan beku maupun batuan metamorf terhadap kondisi atmosfer. Keseimbangan yang baru ini akan membentuk material baru ataupun material rombakan sebagai material pembentuk batuan sedimen.
Di dalam proses sedimentasi berlangsung proses erosi, transportasi, sedimentasi dan litifikasi. Batuan vulkanik tidak termasuk di dalam kelompok batuan sedimen, karena dihasilkan langsung dari aktivitas gunungapi, tidak ada proses erosi. Terdiri dari:
Batuan sedimen klastik; didiskripsi berdasarkan komposisi dan fraksi butirannya Batuan sedimen non-klastik --- menyesuaikan dengan kondisi batuannya.
IV.2 Tekstur
Tekstur batuan sedimen merefleksikan sejarah pembentukannya.Tekstur batuan sedimen terdiri dari Klastik (merupakan tekstur hasil transportasi) dan Non klastik (tekstur yang dihasilkan tidak dari proses transportasi : kalsitifikasi, evaporit, biokimia, dan proses alami lainnya),Tekstur batuan sedimen terdiri dari :
a. Bentuk butir
Bentuk butir didapatkan berdasarkan perbandingan diameter panjang, menengah dan pendek. Maka eda empat bentuk butir didalam batuan sedimen yaitu : Oblate, Equant,
Gambar: Empat kelas bentuk butir berdasarkan perbandingan diameter panjang (l), menengah (i) dan pendek (s) menurut T. Zingg. Kelas A = oblate (tabular atau bentuk
disk); B = equant (kubus atau bulat); C = bladed dan D = prolate (bentuk rod). b. Kebundaran
Berdasarkan kebundaran atau keruncingan dari butir sedimen maka kategori kebundaran ditunjukan dalam enam tingkat, yaitu :
1. Sangat meruncing (sangat menyudut) (very angular ) 2. Meruncing (menyudut) (angular )
3. Meruncing (menyudut) tanggung ( subangular ) 4. Membundar (membulat) tanggung ( subrounded ) 5. Membundar (membulat (rounded ), dan
c. Ukuran Butir
Pada umumnya ukuran butir pada batuan sedimen menggunakan klasifikasi Pettijohn, yaitu :
Ukuran butir (mm)
Nama butiran Nama batuan
Ø – 256
Boulder/ bongkah Breksi ( bentuknya runcing) 64 – 256
Cobble/ kerakal Konglomerat ( bentuknya relative
membulat 4 – 64 Pebble Batupasir kasar
2 – 4 Granule ( kerikil ) Batupasir sedang 1/16 – 1/ 2 Sand ( pasir ) Batupasir halus 1/16 – 1/256 Silt ( lanau ) Batulanau
Ø Clay ( lempung ) batulempung d. Kemas/ fabric
Pada batuan sedimen kemas terbagi kedalam dua istilah yaitu kemas tertutup dan kemas terbuka.
1. Kemas tertutup, bila butiran fragmen di dalam batuan sedimen saling bersentuhan atau bersinggungan atau berhimpitan, satu sama lain ( grain/clast supported ). Apabila ukuran butir fragmen ada dua macam (besar dan kecil), maka disebut bimodal clast supported . Tetapi bila ukuran butir fragmen ada tiga macam atau lebih maka disebut polymodal clast supported .
2. Kemas terbuka, bila butiran fragmen tidak saling bersentuhan, karena di antaranya terdapat material yang lebih halus yang disebut matrik (matrix supported ).
Gambar : memperlihatkan kemas di dalam batuan sedimen, meliputi bentuk pengepakan ( packing ), hubungan antar butir/fragmen (contacts), orientasi butir atau arah-arah
Gambar 3.4 Batuan sedimen berkemas butir: paking, kontak dan orientasi butir serta hubungan antara butir matrik.
e. Pemilahan
Pemilahan adalah keseragaman dari ukuran butir penyusun batuan sediment, artinya bila semakin seragam ukurannya dan besar butirnya juga seragam maka pemilahan semakin baik.
1. Pemilahan baik, bila ukuran butir dalam batuan sedimen tersebut seragam. Hal ini biasanya terjadi pada batuan sedimen dengan kemas tertutup
2. Pemilahan sedang, bila ukuran butir didalan batuan sedimen ada yang seragam dan ada yang tidak seragam.
3. Pemilahan buruk, bila ukuran butir didalam batuan sedimen sangat seragam, dari halus hingga kasar. Hal ini biasanya terdapat dalam batuan sedimen dengan kemas terbuka.
f. Porositas
Porositas adalah tingkatan banyaknya lubang dalam atau pori didalam batuan. Batuan dikatakan mempunyai porositas yang tinggi apabila dijumpai pori. Sedangkan batuan dikatakan berporositas rendah apabila kenampakannya kompak atau tersementasi dengan baik sehingga tidak ada pori.
g. Permeabilitas
Tingkat kemampuan suatu batuan untuk meluluskan air yang terdiri dari batuan yang permeabel yaitu batuan yang dapat meloloskan air dan batuan impermiabel yaitu batuan
yang tidak dapat meloloskan air lewat porinya.
IV.3 Komposisi Mineral Batuan
Mineral-mineral yang biasanya menyusun batuan sediment berupa mineral tek stabil (olivine, piroksen, hornblende, biotit, dan feldspar) dan mineral stabil (albit, ortoklas, mikroklin, muscovite, dan kuarsa).
Mineral tak stabil terbagi dalam dua kelompok yaitu :
Mineral Alogenik
Mineral ini dimulai dari mineral yang paling tidak stabil yaitu olivine, piroksen, plagioklas Ca (An 50 – 100), hornblende, andesine – oligoklas, sfene, epidot, andalusit,
staurolit, kianit, megnetit, ilmenit, garnet, dan spinel.
Mineral Autigenik
Mineral stabil dalam kondisi diagenesa dan tidak stabil dalam proses pengendapan, yaitu : gypsum, karbonat, apatit, glaukonit, pirit, zeolit (terutama yang kaya akan Ca), klorit, ortoklas, mikroklin.
Mineral stabil dalam siklus sedimentasi baik mineral alogenik maupun produk autigenik seperti : mineral lempung, kuarsa, rijang, muskovit, tourmaline, sirkon, rutil, brokit, anatase.
IV.4 Struktur
Struktur sedimen merupakan suatu kelainan Dari perlapisan normal dari batuan sedimen sebagai akibat dari proses pengendapan dan kondisi energi pembentukannya. Pembentukannya dapat tejadi pada waktu pengendapan ataupun segera setelah proses pengendapan.Pembelajaran struktur sedimen akan sangat baik dilakukan di lapangan
menjadi 2 yaitu: struktur syngenetik dan struktur epygenetik. 1. Struktur syngenetik
a. Karena proses fisik
Struktur ekstemal: kelihatan dari luar, misal:(contoh: bentuk lembaran, lensa, lidah,
delta,dan lain-lain).termasuk didalamnya berupa konkresi menjari dan melidah.
Struktur intemal : tercermin pada batuan sedimen itu sendiri. (contoh: a.Perlapisan
dan laminasi: pelapisan normal, perlapisan silang siur, perlapisan bersusun.b.Kenampakan
permukaan lapisan: ripple mark, md curk, rain drops print, swash and rill marks, flute cast dan load cast.c.Struktur deformasi: terjadinya perubahan struktur batuan pada saat sedimen terendapkan karena adanya tekanan).
b. Karena proses biologi
Struktur ekatenal: contoh: biostromes dan bioherm. Struklur intemal: contoh: fosil dalam batuan.
2. Struktur epigenetik a. Karena proses fisik
Struktur eksternal: kelihatan dari luar, (contoh: batas antara tiap lapiaan seperti
batas tegas atau gradual, batas selaras atau tidak selaras: lipatan dan struktur).
Struktur intemal: tercermin pada batuan sedimen itu sendiri. (contoh: "clastic
dike” yaitu terjadi karena adanya tekan hidrostiatika yang kuat sehingga materlal seperti diinjeksikan).
b. Karena proses kimia dan organisme
Contoh: Corrosion zone, concreations, stilolites, cone in cone, crystal mold and cast seins and dike.
IV.5 Klasifikasi
Berdasarkan proses dominan yang mempengaruhi: Sedimen Klastika terrigen (silisiklastika atau epiklastika); Sedimen biogen, biokimia dan organik; Sedimen kimiawi dan Sedimen volkaniklastika.
Konglomerat/ breksi, batupasir
dan mudrocks
Batugamping, rijang, fosfat, batubara dan “oil
shale”
Sedimen evaporit dan “ironstone”
Ignimbrit, aglomerat, tuf
Tabel : Klasifikasi Batuan Sedimen
Gambar : Klasifikasi umum batuan sedimen
V.5.1 Klasifikasi Konglomerat dan breksi
Gambar : Klasifikasi Batuan sedimen yang fragmennya pebble dan cobble.
V.5.2.Klasifikasi Batupasir
Bahan penyusun utama batu pasir:
Gambar5.1 Klasifikasi batupasir menurut Pettijohn (1973)
Gambar 5.2 Klasifikasi batupasir (modifikasi dari Dott, 1964 dalam WTG 1982.Komponentiga mineral dari pasir : Q kuarsa, F feldsapr, dan L lithik.
Macam – macam batu pasir menurut Pettijhon (1973), yaitu :
• Feldspathic sandstone (Batupasir felspar) : Batupasir dengan penyusun utama felspar (felspar > 10 %)
• Arkose : jenis batupasir felspar yang banyak juga mengandung kuarsa (Gbr. 7-7, hal. 214, Pettijohn, 1975).
• Lithic sandstone (Batupasir litik) = batupasir graywacke, yaitu batupasir dimana proporsi fragmen batuan sama dengan proporsi felspar.
• Batupasir subgraywacke = lithic arenit, yaitu batupasir dengan matriks < 15 %, dan proporsi butiran lithik sebanding dengan felspar, yaitu 25 %.
• Quartz arenit = batupasir kuarsa, yaitu batupasir dengan penyusun utama mineral kursa.
Batupasir yang lain:
• Green sand: batupasir banyak mengandung glaukonit.
• Phosphatic sandstone: batupasir banyak mengandung mineral fosfat.
• Calcarenaceous sandstone: batupasir yang tersusun oleh detrital kuarsa dan karbonat (dalam bentuk pecahan cangkang atau oolit).
• Calcareous sandstone: batupasir dimana karbonat berfungsi sebagai semen.
• Calclithites: batupasir dimana komponen litik berasal dari rombakan batuan karbonat. • Ilacolumite: Batupasir banyak mengandung sekis (Fig. 7-32, hal. 247, Pettijohn,
1975).
V.5.3 Sedimen Karbonat (Non Klastik)
Gambar : Tekstur batugamping menurut Dunham (1962 dalam Tucker & Wright, 1990)
Gambar :Klasifikasi batugamping berdasar kedewasaan tekstur (Folk,1959 dalam Tucker & Wright, 1990)
Gambar : Klasifikasi Batugamping modifikasi dari Dunham dalam Tucker & Wright, 1962 oleh C.G.St.C Kendal 2005)
Gambar : Klasifikasi dan penamaan batugamping (Dunham, Folk, Grabau dalam WTG 1982).
Gambar : Klasifikasi Batugamping modifikasi dari Folk 1959 dalam Tucker & Wright, 1962 oleh (C.G.St.C Kendal 2005)
Gambar : Klasifikasi Lempung karbonat ~ batugamping oleh Barth, Correns dan Eskola 1939.
VI.Provance
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk oleh konsolidasi sedimen, sebagai material lepas, yang terangkut ke lokasi pengendapan oleh air, angin, es dan longsoran gravitasi, gerakan tanah atau tanah longsor. Batuan sedimen juga dapat terbentuk oleh penguapan larutan kalsium karbonat, silika, garam dan material lain.
Batuan sedimen klastika (detritus, mekanik, eksogenik) adalah batuan sedimen yang terbentuk sebagai hasil pengerjaan kembali (reworking ) terhadap batuan yang sudah ada. Proses pengerjaan kembali itu meliputi pelapukan, erosi, transportasi dan kemudian redeposisi (pengendapan kembali). Sebagai media proses tersebut adalah air, angin, es atau efek gravitasi (beratnya sendiri). Media yang terakhir itu sebagai akibat longsoran batuan yang telah ada. Kelompok batuan ini bersifat fragmental, atau terdiri dari butiran/pecahan batuan (klastika) sehingga bertekstur klastika.
Batuan sedimen non-klastika adalah batuan sedimen yang terbentuk sebagai hasil penguapan suatu larutan, atau pengendapan material di tempat itu juga (insitu). Proses pembentukan batuan sedimen kelompok ini dapat secara kimiawi, biologi /organik, dan
kombinasi di antara keduanya (biokimia). Secara kimia, endapan terbentuk sebagai hasil reaksi kimia, misalnya CaO + CO2 CaCO3. Secara organik adalah pembentukan sedimen
oleh aktivitas binatang atau tumbuh-tumbuhan, sebagai contoh pembentukan rumah binatang laut (karang), terkumpulnya cangkang binatang (fosil), atau terkuburnya
kayu-kayuan sebagai akibat penurunan daratan menjadi laut.
Sanders (1981) dan Tucker (1991), membagi batuan sedimen menjadi : 1. Batuan sedimen detritus (klastika)
2. Batuan sedimen kimia
3. Batuan sedimen organik, dan
4. Batuan sedimen klastika gunungapi.
Batuan sedimen jenis ke empat itu adalah batuan sedimen bertekstur klastika dengan bahan penyusun utamanya berasal dari hasil kegiatan gunungapi.
Graha (1987) membagi batuan sedimen menjadi 4 kelompok juga, yaitu : 1. Batuan sedimen detritus (klastika/mekanis)
2. Batuan sedimen batubara (organik/tumbuh-tumbuhan) 3. Batuan sedimen silika, dan
LAMPIRAN
ACARA PENGENALAN
PETROGRAFI
BAB V
PETROGRAFI BATUAN METAMORF
V.1 Pengertian Batuan Metamorf
Batuan metamorf adalah batuan yang berasal dari batuan induk (batuan beku, sedimen, maupun batuan metamorf) yang telah mengalami perubahan minerologi, tekstur dan struktur akibat pengaruh temperatur dan tekanan yang tinggi.
Kata “metamorf” berasal dari Yunani, “META” = perubahan, “MORPH” = bentuk, jadi metamorf adalah perubahan bentuk. Dalam ilmu geologi, metamorf khusus menjelaskan perubahan kumpulan dan tekstur mineral dimana hasilnya berasal dari inti batuan berupa tekanan dan perbedaan temperature dari bentuk batuan dasar. Diagenesis juga menjelaskan perubahan bentuk dari batuan sediment. Didalam geologi proses diagenesa terbentuk pada temperature kurang lebih 2000 C, dan tekanan kurang dari 300Mpa standard Mpa berupa mega pascal dengan eqivalen tekanan berkisar 3000 atm. Metamorfisme terbentuk pada temperature dan tekanan minimal lebih dari 2000 C dan lebih dari 300 Mpa. Batuan dapat juga terbentuk pada temperature dan tekanan yang tinggi, seperti halnya batuan yang berada dibawah pada suatu kedalaman di dalam bumi. Burial biasanya berada pada suatu tempat seperti hasil dari proses tektonik, misalnya tumbukan benua ( Subduksi ). Batas tertinggi dari metamorfisme terjadi pada tekanan dan temperature yang menyebabkan Partial melting . V.2 Metamorfisme
Metamorfisme adalah proses perubahan struktur dan mineralogy batuan yang berlangsung pada fase padatan, sebagai tanggapan atas kondisi kimia dan fisika yang berbeda
dari kondisi batuan tesebut sebelumnya. Metamorfosa tidak temasuk pada proses pelapukan dan diagenesa. Wilayah proses berada antara suasana akhir proses diagenesa dan permulaan proses peleburan batuan menjadi tubuh magma.
Berdasarkan penyebabnya batuan metamorf dibagi menjadi empat yaitu (1) Metamorfisme kontak/ termal, pengaruh T dominan
Metamorfisme Kontak
Terjadi pada batuan terpanasi leh intrusi magma yang besar. Pancaran panas tersebut akan semakin menurun bila semakin jauh dari tubuh intrusinya.
Metamorfisme Kataklastik
Terbatas pada sekitar sesar, dengan penghancuran mekanik dan tekanan shear menyebabkan perubahan fabric batuan. Batuan hasil kataklastik seperti breksi sesar, milonit, filonit, dinamai berkaitan dengan ukuran butirnya.
Metamorfisme Regional Dinamothermal
Sering dikaitkan dengan jalur orogenesa, berlangsung berkaitan dengan gerak – gerak penekanan. Hal ini dibuktikan dengan struktur siskositas.
Metamorfisme Regional Beban
Metamorfisme ini tidak berkaitan dengan orogenesa atau intrusi magma. Suatu sediment pada cekungan yang dalam akan terbebani material diatasnya. Suhunya hingga pada kedalaman yang besar yang berkisar antara 4000C – 4500C.
100 200 300 400 500 600 700 800 ° C 5 1 0 1 5 2 0 2 5 3 0 3 5 km 2 4 6 8 2 4 6 8 10 Diagenesis Anatexis Kondisi P & T tak diketahui tipe A tipe B tipe C
Gambar Diagram skematik yang memperlihatkan hubungan antara T & P untuk jenis-jenis metamorfosa yang berbeda (Winkler, 1967).
V.3 Tekstur
V.3.1 Tekstur Secara Petrografi
Secara umum kandungan mineral didalam batuan metamorf akan mencerminkan tekstur, contoh melimpahnya mika akan memberikan tekstur skistose pada batuannya. Dengan demikian tekstur dan minerologi memegang peranan penting di dalam penamaan batuan metamorf. Dengan munculnya konsep fasies, penamaan batuan kadang – kadang rancu dengan pengertian fasies.
Mineral dalam batuan metamorf disebut mineral metamorfisme yang terjadi karena kristalnya tumbuh dalam suasana padat dan batuan mengkristal dalam lingkungan cair.
1. Bentuk
- Idioblastik, merupakan suatu Kristal asal metamorfisme yang dibatasi oleh muka Kristal itu sendiri
- Xenoblastik, merupakan suatu Kristal asal metamorfisme yang dibatasi bukan oleh muka kristalnya sendiri, ini ekivalen dan anhedral.
2. Orientasi
a. Orientasi yang tidak kuat
Batuan equigranuler yaitu batuan dengan butiran – butiran mineral yang hampir sama ukurannya.
- Tekstur mosaik : kristalnya eqiudimensional, pada umumnya berbentuk polygonal dengan batas – batas Kristal lurus atau melengkung.
- Tekstur suture : kristalnya equidimensional atau lentikuler, mempunyai batas – batas tak teratur, banyak diantaranya saling menembus terhadap butir – butir
disampingnya. Jika batuan xenoblastik sangat interlocking disebut suture.
- Tekstur mylenitik : suatu penghancuran mekanik, berbutir amat halus tanpa rekristalisasi mineral – mineral primer dan beberapa batuannya memperlihatkan kenampakan berarah sebagai lapisan – lapisan tipis material terhancurkan dapat
batupasir memperlihatkan sedikit menjadi kuarsit. Perwujudan nyata berupa pembentukan mika dan klorit yang terlihat sebagai bintik – bintik.
Batuan inequigranuler yaitu batuan yang ukuran butirannya relatif tidak seragam. Secara mendasar berasal dari 2 proses : 1) rekristalisasi dalam suatu batuan polimineral sebagai hasil metamorfisme tanpa dipengaruhi oleh tegangan yang berarah ; 2) penghancuran mekanik yang tidak sempurna dan tidak disertai oleh perkembangan suatu orientasi yang kuat.
- Tekstur kristaloblastik : suatu tekstur kristalin yang terbentuk oleh kristalisasi metamorfisme
a) Xenonoblstik , bila kristalnya subhedral dan unhedral. b) Idioblastik , bila kristalnya euhedral.
c) Lepidoblastik , bila orientasi mineral - mineral pipih atu tabular menunjukkan hampir paralel atau paralel.
d) Nematoblastik , bila susunan paralel atu hampir parallel merupakan mineral – mineral prismatik atau fibrous.
- Tekstur porfiriblastik : merupakan tekstur kristoblastik yang tersusun oleh 2 mineral atau lebih. Berbeda ukuran butirnya dan ekivalen dengan tekstur porfiritik dalam batuan beku, kristal – kristal yang besar yang besar (tunggal) disebut porfiroblast.
- Tekstur poikiloblastik : istilah lain dari tekstur saringan ”sieve” yang dicirakan oleh porfiroblast – porfiroblast yang mengandung sejumlah butiran – butiran yang lebih kecil (inklusi).
Gambar Tekstur poikiloblastik
- Tekstur dedussate : merupakan tekstur kristoblastik pada batuan polimineral yang tidak menunjukkan butiran – butir terorientasi. Biotit melimpah dalam hornfels dan umumnya tersusun sembarangan.
- Tekstur kataklastik atau autoklastik : dihasilkan oleh penghancuran mekanik tanpa disertai proses rekristalisasi yang esensial. Batuan dapat atau tanpa memperlihatkan kenampakan berarah.
- Tekstur mortal : suatu tekstur yang terdiri dari fregmen mineral lebih besar di dalam masa dasar material terhancurkan dan tersusun oleh Kristal – Kristal yang sama. Setiap individu mineral mineral sering memperlihatkan pembengkokan mekanik, bagian tepi terhancur. Struktur mortar berkembang sebagai tekstur kataklastik dalam batuan quartztose atau quartz feldspar.
Gambar Tekstur batuan metamorf oleh Spry (1969) dalam Graha 1987.
V.3.2 Tekstur Metamorfisme
Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme secara tipikal penamaanya mengikuti kata-kata yang mempunyai akhiran -blastik . Contohnya, batuan metamorf yang berkomposisi kristal-kristal berukuran seragam disebut dengan granoblastik . Secara umum satu atau lebih mineral yang hadir berbeda lebih besar dari rata-rata; kristal yang lebih besar tersebut dinamakan porphiroblast .
Gambar Tekstur Granoblastik
Atau juga menunjukkan batuan asalnya misal awalan “meta” untuk mem berikan nama suatu batuan metamorfisem apabila masih dapat dikenali sifat dari batuan asalnya contoh : metasedimen, metaklastik, metagraywacke, metavolkanik,dan lain- lain.Jika batuan masih terlihat tekstur sisa maka tekstur diakhiri akhiran “Blasto” misal blasto
tidak kelihatan lagi karena telah mengalami proses rekristalisasi contoh “Granolobastik” dan lain lain.
V.4 Struktur
Struktur dalam batuan metamorf adalah kenampakan pada batuan yang tediri dari bentuk, ukuran dan orientasi kesatuan banyak butir mineral. Secara umum dapat dibedakan menjadi : struktur foliasi dan struktur non foliasi.
V.4.1 Struktur Foliasi
a. Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral pipih (biotit, muskovit, felspar) lebih banyak dibanding mineral butiran.
b. Struktur Gneisik : struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral granular, jumlah mineral granular relatif lebih banyak dibanding mineral pipih.
c. Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan kesejajaran mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung).
d. Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral dan kesejajarannya sudah mulai agak kasar.
Gambar : Diagram yang mempersentasikan variasi unsur-unsur kemas untuk mendefinisikan foliasi (Hoobs et al.1976)
Gambar : Sayatan tipis batuan metamorf yang memperlihatkan struktur foliasi (penjajaran mineral pipih) pada kuarsit
V.4.2 Struktur Non Foliasi
a. Struktur Hornfelsik : struktur yang memperlihatkan butiran-butiran mineral relatif seragam.
b. Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya penghancuran terhadap batuan asal.
c. Struktur Milonitik : struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya orientasi mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya halus.