• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Transportasi

Transportasi adalah pergerakan manusia dan barang antara satu zona asal dan zona tujuan dalam wilayah yang bersangkutan. Pergerakan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan sarana atau moda dan tenaga untuk keperluan tertentu Dalam skala perorangan transportasi adalah suatu perjalanan (trip) dari tempat asal ke tempat tujuan dalam usaha melakukan aktivitas tertentu di tempat tujuan. (Santoso,1996).

Masalah transportasi biasanya menyangkut masalah penyediaan sarana (moda) dan prasarana yang digunakan (Salim, 2000). Kegiatan transportasi selalu diusahakan perbaikan dan kemajuannya sesuai dengan perkembangan peradaban dan teknologi, agar kegiatan transportasi menjadi semakin efisien, yaitu berusaha mengangkut barang atau orang dengan waktu secepat mungkin dan dengan biaya seminimal mungkin, serta dengan resiko sekecil mungkin.

2.2 Sistem Transportasi

Menurut Marvin L. Manheim (1979), sistem transportasi secara keseluruhan didefinisikan dalam tiga variabel dasar yaitu : Sistem transportasi (T), Sistem aktivitas (A) , dan Pola pergerakan aliran (F),

Ketiga variabel tersebut saling berinteraksi dan saling mempengaruhi, dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Pola pergerakan aliran (F) pada sistem tranportasi ditentukan/dipengaruhi oleh sistem transportasi itu sendiri (T) dan sistem kegiatannya (A).

2. Pola pergerakan aliran (F) menyebabkan perubahan sistem kegiatan (A) dari waktu ke waktu melalui penyediaan pola pelayanan pergerakan tersebut, dan dalam jangka panjang F akan mempengaruhi A.

3. Pola pergerakan aliran (F) dapat menyebabkan terjadinya perubahan sistem transportasi (T) pola aliran, dan dalam jangka panjang F juga akan mempengaruhi T.

(2)

Dengan demikian terdapat beberapa pilihan perencanaan transportasi agar pola aliran atau flow (F) menjadi baik yaitu dengan adanya pengaturan/perubahan melalui sistem aktivitasnya (pendekatan sistem demand) dan sistem transportasinya (pendekatan sistem supply).

Gambar II.1

Pola Hubungan Sistem Transportasi Marvin L. Manheim (1979)

Melihat hubungan diatas, maka terdapat beberapa individu, kelompok dan lembaga pemerintah atau swata yang keputusannya akan mempengaruhi interaksi sistem transportasi tersebut, yaitu:

 User, dapat memutuskan kapan, ke mana, dan bagaimana melakukan perjalanan.

 Operator, dapat memutuskan jenis pelayanan, rute, jadwal, macam dan jumlah kendaraan, maupun fasilitas lainnya yang akan disediakan bagi pengguna jasa.  Regulator, dapat memutuskan kebijaksanaan mengenai retribusi, tarif dasar

angkutan, pajak, persyaratan fasilitas, subsidi, administrasi peraturan, serta dapat menganjurkan dan atau membatasi keputusan user maupun operator.

2.3 Sistem Angkutan Umum

Sistem angkutan umum pada dasarnya dibentuk dari sekumpulan perangkat keras (hardware) utama yang terdiri dari prasarana dan sistem sarana. Selanjutnya kedua komponen perangkat keras tersebut dioperasikan dengan sistem pengoperasian atau sistem perangkat lunak yang terdiri dari komponen-komponen seperti frekuensi dan tarif. (Santoso,1996).

(3)

Adapun komponen prasarana dan sarana angkutan umum itu sendiri antara lain:

a. Komponen prasarana angkutan umum, meliputi: sistem jaringan rute, terminal, track di sepanjang right of way dari tiap rute, dan halte.

b. Komponen sarana angkutan umum, meliputi: jenis kendaraan yang digunakan, dimensi dan desain kendaraan.

Dari komponen-komponen tersebut di atas maka penting untuk menyiapkan sistem prasarana yang baik, agar pelayanan angkutan umum secara keseluruhan mempunyai performansi yang baik dan layak.

Aspek-aspek yang terlibat dalam penataan angkutan umum meliputi: pola kebutuhan pergerakan, sistem operasi, serta tingkat pelayanan.

Penataan sistem angkutan umum yang kurang baik bisa menambah permasalahan yang ada seperti: tumpang tindihnya rute, jumlah armada yang telalu besar, tingkat pelayanan yang rendah, waktu tempuh yang lama dan lain-lain. Hal ini akan menyebabkan menurunnya tingkat pelayanan angkutan umum dan dapat menambah tingkat kemacetan di jalan.

2.4 Faktor-faktor Pengaruh Terhadap Pemilihan Moda Angkutan Umum

Pemilihan moda angkutan umum dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: a. Tingkat pendapatan keluarga

Perjalanan yang dilakukan oleh penumpang kendaraan angkutan umum dapat dibedakan untuk golongan yang tidak mempunyai pilihan moda (captive) dan untuk golongan yang mempunyai pilihan moda yaitu menggunakan kendaraan pribadi atau kendaraan umum (choice). Golongan penumpang ini pada dasarnya tergantung pada tingkat pendapatan tinggi, yang umumnya memiliki kendaraan. Persentase penumpang yang tidak mempunyai pilihan (captive) seharusnya lebih rendah dibandingkan dengan golongan penumpang dengan tingkat pendapatan rendah.

Untuk menunjang efektivitas sarana angkutan umum, perlu diusahakan untuk memperkecil proporsi penumpang choice agar beralih menggunakan kendaraan angkutan umum. Tiga faktor berikut akan mempengaruhi proporsi penumpang kendaraan umum.

(4)

b. Waktu Perjalanan

Rasio waktu perjalanan dengan menggunakan kendaraan angkutan umum dan kendaraan pribadi akan mempengaruhi pemilihan moda angkutan. Penumpang cenderung memilih moda angkutan yang memerlukan waktu tersingkat untuk sampai pada tempat tujuan. Makin tinggi rasio waktu perjalanan tersebut, maka akan makin sedikit penumpang yang tertarik pada angkutan kendaraan umum.

c. Waktu Pelayanan

Rasio waktu pelayanan adalah perbandingan antara waktu pelayanan yang diperlukan oleh kendaraan angkutan umum dan yang diperlukan oleh kendaraan pribadi. Rasio waktu pelayanan pada dasarnya serupa dengan rasio waktu perjalanan. Makin tinggi rasio waktu pelayanan, maka makin sedikit penumpang yang tertarik pada angkutan kendaraan umum. Rasio waktu pelayanan dipertimbangkan secara terpisah dari waktu perjalanan karena penumpang cenderung kurang mentolelir waktu tunggu yang lama. Sedangkan. lamanya waktu perjalanan di dalam kendaraan angkutan umum, umumnya masih dapat diterima.

d. Biaya Perjalanan.

Rasio biaya perjalanan dengan menggunakan kendaraan angkutan umum dan kendaraan pribadi juga akan mempengaruhi pemilihan moda angkutan. Penumpang cenderung memilih moda angkutan yang murah. Makin tinggi rasio biaya perjalanan. maka akan sedikit penumpang yang memilih kendaraan angkutan penumpang umum.

2.5 Trayek Angkutan Umum

Trayek menurut Keputusan Menteri Perhubungan No 35 Tahun 2003 Pasal 1 adalah lintasan kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil bus, yang mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap, dan jadwal tetap maupun tidak berjadwal.

Keputusan Menteri Perhubungan No 35 Tahun 2003, Pasal 6 ayat 3 menyebutkan bahwa dalam melakukan Evaluasi kebutuhan penambahan kendaraan dalam suatu trayek, dilakukan dengan mempertimbangkan:

(5)

a. Jumlah perjalanan pergi-pulang per hari rata-rata dan tertinggi; b. Jumlah rata-rata tempat duduk kendaraan;

c. Laporan realisasi faktor muatan; d. Faktor muatan 70 %;

e. Tersedianya fasilitas terminal yang sesuai; f. Tingkat pelayanan jalan.

Sedangkan pada PP Nomor 41 tahun 1993 pasal 5 menyebutkan trayek pengangkutan orang dengan kendaraan umum dilayani dengan :

1. Trayek tetap dan teratur adalah pelayanan angkutan yang dilakukan dalam jaringan trayek secara tetap dan teratur, dengan jadwal tetap atau tidak berjadwal. Misalnya bus besar, bus sedang, bus kecil, mikrolet, dan sebagainya;

2. Tidak dalam trayek adalah pelayanan angkutan umum yang dilakukan tidak dalam jaringan trayek melainkan dilakukan dalam daerah operasional tertentu. Misalnya taksi dengan daerah operasional Banda Aceh.

Berdasarkan kawasan yang dilayani, jenis kendaraan, dan sifat pelayanan, maka jaringan trayek kendaraan angkutan umum dapat diklasifikasikan ke dalam trayek utama, trayek cabang, trayek ranting, dan trayek langsung.

Jenis angkutan berdasarkan ukuran kota dan trayek dapat dibagi berdasarkan empat klasifikasi yaitu Kota Raya dengan penduduk > 1.000.000 jiwa, Kota Besar dengan penduduk 500.00 – 1.000.000 jiwa, Kota Sedang dengan penduduk 500.000 – 100.000 jiwa, dan Kota Kecil dengan penduduk < 100.000 jiwa. Adapun uraian mengenai penentuan jenis angkutan berdasarkan ukuran kota dan trayek dapat dilihat pada Tabel II.1. dan Tabel II.2

Tabel II.1

Jenis Angkutan Berdasarkan Ukuran Kota dan Trayek

Ukuran Kota Klasifikasi Trayek Kota Raya Penduduk > 1.000.000 Kota Besar Penduduk 500.00 – 1.000.000 Kota Sedang Penduduk 500.000 – 100.000 Kota Kecil Penduduk < 100.000 Utama  KA  Bus Besar (SD/DD)  Bus Besar  Bus Besar/Sedang  Bus Sedang Cabang  Bus Besar/Sedang  Bus Sedang  Bus Sedang/Kecil  Bus Kecil

Ranting  Bus Sedang/Kecil  Bus Kecil  Mobil Penumpang Umum (hanya roda 4)  MPU (hanya roda 4)

Langsung  Bus Besar  Bus Besar  Bus Sedang  Bus Sedang

(6)

Tabel II.2 Klasifikasi Trayek

Klasifikasi

Trayek Ciri-ciri Pelayanan

Jenis Pelayanan Jenis Angkutan Kapasitas Penumpang/hari /Kendaraan Jumlah Penumpang Minimal/Hari/Bus Utama

a. Mempunyai jadwal tetap, sebagaimana tercantum dalam jam perjalanan pada kartu pengawasan kendaraan yang dioperasikan;

b. Melayani angkutan antar kawasan utama, antara kawasan utama dan pendukung dengan ciri melakukan perjalanan ulang-alik secara tetap; c. Pelayanan angkutan secara terus menerus

d. Berhenti pada tempat-tempat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang yang telah ditetapkan untuk angkutan kota.

 Non ekonomi  Ekonomi  Bus Besar (lantai ganda).  Bus Besar (lantai tunggal)  Bus Sedang 1.500 – 1.800 1.000 – 1.200 500 – 600 1.500 1.000 500 Cabang

a. Berfungsi sebagai trayek penunjang terhadap trayek utama;

b. Mempunyai jadwal tetap sebagaimana tercantum dalam jam perjalanan pada kartu pengawasan kendaraan yang dioperasikan;

c. Melayani angkutan pada kawasan pendukung dan antara kawasan pendukung dan permukiman;

d. Pelayanan angkutan secara terus menerus serta berhenti pada tempat-tempat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang yang telah ditetapkan untuk angkutan kota.  Non ekonomi  Ekonomi  Bus Besar  Bus Sedang  Bus Kecil 1.000 – 1.200 500 – 600 300 – 400 1.000 500 400 Ranting

a. Tidak mempunyai jadwal tetap;

b. Pelayanan angkutan secara terus menerus serta berhenti pada tempat-tempat untuk menaikkan dan menurunkan punumpang yang telah ditetapkan untuk angkutan kota;

c. Melayani angkutan dalam kawasan permukiman;

 Ekonomi  Bus Sedang

 Bus Kecil  Bus MPU (hanya roda empat) 500 – 600 300 – 400 250 - 300 500 400 250 Langsung

a. Mempunyai jadwal tetap sebagaimana tercantum dalam jam perjalanan pada Kartu pengawasan kendaraan yang dioperasikan;

b. Pelayanan angkutan secara terus menerus serta berhenti pada tempat-tempat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang yang telah ditetapkan untuk angkutan kota;

c. Melayani angkutan antara kawasan utama dengan kawasan pendukung dan

 Non ekonomi  Bus Besar  Bus Sedang  Bus Kecil 1.000 – 1.200 500 – 600 300 – 400 1.000 500 400

(7)

2.6 Angkutan Umum Ideal

Wells (1975) mengatakan bahwa tujuan dasar dari penyediaan angkutan umum, adalah menyediakan pelayanan angkutan yang baik – andal, nyaman, aman, cepat dan murah, untuk umum. Secara umum dapat dikatakan angkutan umum selalu kalah bersaing dengan kendaraan pribadi.

Beberapa studi mengenai angkutan umum Harries (1976) menyatakan pelayanan angkutan umum dapat diusahakan mendekati angkutan pribadi untuk membuat angkutan umum menjadi lebih menarik dan pemakai angkutan pribadi tertarik berpindah ke angkutan umum Hal ini dapat diukur secara relatif dari kepuasan pelayanan beberapa kriteria angkutan umum ideal antara lain dapat dilihat pada Tabel II.3 dan Gambar II.2

Tabel II.3

Kriteria Angkutan Umum Ideal

Keandalan Kenyamanan Keamanan Murah Waktu Perjalanan

 Setiap saat tersedia,  Kedatangan dan sampai

tujuan tepat waktu,  Waktu total perjalanan

singkat – dari rumah, menunggu, dalam kendaraan, berjalan ke tujuan,

 Waktu tunggu singkat,  Sedikit berjalan kaki ke

bus stop,

 Tidak perlu berpindah kendaraan.

 Pelayanan yang sopan,

 Terlindung dari cuaca buruk di bus stop,  Mudah turun naik

kendaraan,  Tersedia tempat

duduk setiap saat,  Tidak berdesakan,  Interior yang

menarik,

 Tempat duduk yang enak.  Terhindar dari kecelakaan,  Badan terlindung dari luka benturan,  Bebas dari kejahatan.  Ongkos relatip murah terjangkau.  Waktu di dalam kendaraan singkat. Sumber : Harries (1976)

Gambar II.2 menunjukkan perbandingan kepuasan relatif, antara pelayanan penggunaan angkutan umum dengan angkutan pribadi. Skala Likert untuk kepuasan relatip dibuat 5 (1- sangat kurang, 2- kurang, 3-cukup, 4- baik, 5-sangat baik). Dari diagram dapat dilihat perbandingan kenyamanan, keandalan, keamanan dan waktu, memakai kendaraan pribadi lebih menguntungkan dari pada memakai angkutan umum. Dengan angkutan umum besar biaya atau ongkos perjalanan memang dinyatakan lebih murah.

(8)

Gambar II.2

Perbandingan Tingkat Kepuasan Relatif Penggunaan Angkutan Umum dan mobil Pribadi

2.7 Tarif Jasa Transportasi

Tarif ini dapat diartikan berbeda - beda tergantung sudut pandang masing-masing pihak yang secara langsung berkepentingan. Dalam konteks demikian, maka tarif jasa transportasi sebagai berikut :

o Dari sudut pandang pemakai jasa transportasi adalah harga yang harus dibayar untuk menggunakan jasa transportasi.

o Dari sudut pandang operator, adalah harga dari jasa transportasi yang diberikan. o Dari sudut pandang pemerintah, sebagai pihak yang menentukan besaran tarif,

besaran tarif yang berlaku akan sangat mempengaruhi besarnya pengeluaran dan pendapatan daerah pada sektor transportasi yang bersangkutan.

2.7.1 Sistem Penentuan Tarif Jasa Transportasi

Sistem penentuan tarif jasa transportasi dapat didasarkan salah satu dari tiga cara berikut :

1. Sistem Tarif Atas Dasar Biaya Produksi Jasa Transportasi.

Dengan sistem ini tarif dibentuk atas dasar biaya produksi jasa transportasi ditambah dengan keuntungan yang layak bagi kelangsungan hidup dan pengembangan perusahaan. Tarif yang dibentuk atas dasar biaya produksi dinyatakan sebagai tarif minimum, dimana perusahaan tidak akan menawarkan lagi jasa transportasinya dibawah tarif serendah itu. Sistem ini digunakan setelah terlebih dahulu menentukan biaya yang dikeluarkan operator baik biaya langsung maupun tak langsung.

(9)

2. Sistem Tarif Atas Dasar Nilai Jasa Transportasi

Dengan sistem ini tarif didasarkan atas nilai yang dapat diberikan oleh pemakai terhadap jasa pelayanan transportasi. Besar kecilnya nilai tersebut tergantung keadaan elastisitas permintaan jasa pelayanan transportasi. Tarif yang didasarkan pada nilai jasa transportasi biasanya dinyatakan dengan tarif maksimum.

3. Sistem Tarif Atas Dasar Charging What The Traffic Will Bear.

Tarif ini berada diantara tarif minimum dan tarif maksimum. Tarif ini ditetapkan sedemikian rupa sehingga dengan volume angkutan tertentu, dapat menghasilkan penerimaan yang paling menguntungkan. Penentuan besarnya tarif sangat tergantung dan elastisitas permintaan dan biaya-biaya utama untuk menghasilkan jasa angkutan tersebut.

2.7.2 Struktur Tarif

Dalam menangani kebijakan tarif akan mempertimbangkan dua hal yaitu :

o Tingkatan tarif atau besaran tarif yang dikenakan dan mempunyai rentang dan tarif bebas atau gratis sama sekali sampai pada tingkatan tarif yang dikenakan akan menghasilkan keuntungan pada pelayanan

o Struktur tarif (cara tarif tersebut dibayarkan).

Beberapa pilihan Struktur tarif yang umum digunakan adalah tarif seragam (flat fare) dan tarif berdasarkan jarak (distance base fare).

2.7.2.1 Tarif Seragam (Flat Fare)

Tarif dikenakan tanpa memperhatikan jarak yang dilalui. Struktur tarif ini menawarkan sejumlah keuntungan, diantaranya :

a. Kemudahan dalam pengumpulan ongkos, sehingga memungkinkan transaksi yang cepat terutama sekali bermanfaat dalam kendaraan berukuran besar dan dioperasikan oleh satu orang.

b. Struktur ini memudahkan pengecekan karcis penumpang dan persediaan karcis. Struktur tarif ini juga mempunyai kerugian yaitu tidak memperhitungkan kemungkinan untuk menarik penumpang yang melakukan perjalanan jarak pendek dengan membuat perbedaan tarif. Struktur tarif seragam ini, disatu pihak merugikan penumpang yang melakukan perjalanan jarak pendek, sebaliknya penumpang yang melakukan perjalanan jarak panjang menikmati keuntungannya.

(10)

Gambar II.3

Struktur Tarif Seragam

2.7.2.2 Tarif Berdasarkan Jarak (Distance Based Fare)

Tarif dibedakan secara mendasar oleh jarak yang ditempuh. Perbedaan dibuat berdasarkan tarif kilometer, tahapan dan zona.

A. Tarif Kilometer

Struktur tarif ini sangat tergantung pada jarak yang ditempuh, yakni penetapan besarnya tarif merupakan perkalian ongkos tetap per kilometer dengan panjang perjalanan, dimana jarak dan tarif minimum ditentukan terlebih dahulu. Sistem tarif ini mempunyai kesulitan dalam pengumpulan ongkos, karena sebagian besar penumpang melakukan perjalanan jarak pendek dalam menggunakan angkutan lokal dan ini membutuhkan waktu yang lama untuk mengumpulkannya.

Gambar II.4

Struktur Tarif Kilometer B. Tarif Bertahap

Dihitung berdasarkan jarak yang ditempuh oleh penumpang. Tahapan adalah suatu penggal dan rute yang jaraknya antara satu atau lebih tempat pemberhentian sebagai dasar perhitungan tarif. Untuk itu jaringan perangkutan yang dilalui dibagi dalam penggal-penggal rute yang mempunyal panjang yang kira-kira sama.

(11)

Gambar II.5

Struktur Tarif Bertahap C. Tarif Zona

Merupakan bentuk penyederhanaan dari tarif bertahap jika daerah pelayanan transportasi dibagi ke dalam zona-zona. Pusat kota biasanya sebagai zona terdalam dan dikelilingi oleh zona terluar yang tersusun seperti sebuah sabuk. Daerah pelayanan transportasi juga dibagi ke dalam zona-zona yang berdekatan. Jika terdapat jalan melintang dan melingkar, panjang jalan ini harus dibatasi dengan membagi zona-zona ke dalam sektor-sektor. Skala jarak dan tarif dibentuk dengan cara yang sama dengan struktur tarif bertahap, misalnya berdasarkan suatu jarak dan suatu tingkatan tarif.

Kerugian pada struktur tarif ini adalah bagi penumpang yang hanya melakukan suatu perjalanan jarak pendek di dalam dua zona yang berdekatan, mereka harus membayar ongkos untuk dua zona. Sebaliknya, suatu perjalanan yang panjang dapat menjadi lebih murah apabila dilakukan di dalam sebuah zona dibandingkan dengan perjalanan pendek yang melintasi batas zona. Untuk kota - kota di Indonesia struktur tarif yang diterapkan diantaranya struktur tarif seragam dan struktur tarif bertahap, walaupun tidak diterapkan secara murni.

Gambar II.6

Struktur Tarif Zona

Jarak Tempuh (Km) Tarif (Rp)

(12)

2.8 Struktur Biaya Usaha Angkutan

Berdasarkan Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum di Wilayah Perkotaan dalam Trayek Tetap dan Teratur (Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor : SK.687/AJ.206/DRJD/2002), jika ditinjau dari kegiatan usaha angkutan, biaya yang dikeluarkan untuk suatu produksi jasa angkutan yang akan dijual kepada pemakai jasa, terbagi dalam tiga bagian, yaitu :

a. Biaya yang dikeluarkan untuk pengelolaan perusahaan; b. Biaya yang dikeluarkan untuk operasi kendaraan, dan

c. Biaya yang dikeluarkan untuk retribusi, iuran, sumbangan, dan yang berkenaan dengan pemilikan usaha dan operasi.

Untuk memudahkan perhitungan biaya pokok, perlu dilakukan pengelompokan biaya dengan teknik pendekatan sebagai berikut :

a. Kelompok biaya menurut fungsi pokok kegiatan :

1. Biaya produksi : biaya yang berhubungan dengan fungsi produksi atau kegiatan dalam proses produksi.

2. Biaya organisasi : semua biaya yang berhubungan dengan fungsi administrasi dan biaya umum perusahaan, dan

3. Biaya pemasaran : biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan pemasaran produksi jasa.

b. Kelompok biaya menurut hubungannya dengan produksi jasa yang dihasilkan.

1. Biaya Langsung : biaya yang berkaitan langsung dengan produk jasa yang dihasilkan, yang terdiri atas : biaya tetap dan biaya tidak tetap

2. Biaya Tidak Langsung : Biaya yang secara tidak langsung berhubungan dengan produk jasa yang dihasilkan, yang terdiri atas : biaya tetap dan biaya tidak tetap  Biaya tetap : biaya yang tidak berubah (tetap) walaupun terjadi perubahan

terjadi perubahan pada volume produksi jasa sampai ke tingkat tertentu.  Biaya tidak tetap : biaya yang berubah apabila terjadi perubahan pada volume

produksi jasa.

Berdasarkan pengelompokan biaya itu struktur perhitungan biaya pokok jasa angkutan adalah sebagai berikut :

a. Biaya Langsung

(13)

2) Bunga modal kendaraan produktif 3) Awak bus (sopir dan kondektur)

 Gaji/ upah

 Tunjangan kerja operasi (uang dinas)  Tunjungan sosial

4) Bahan Bakar Minyak (BBM) 5) Ban

6) Service Kecil 7) Service Besar

8) Pemeriksaan (Overhaul) 9) Penambahan Oli

10) Suku Cadang dan bodi 11) Cuci bus 12) Retribusi Terminal 13) STNK/pajak kendaraan 14) Kir 15) Asuransi  Asuransi Kendaraan  Asuransi awak bus b. Biaya tidak langsung

1) Biaya pegawai selain awak kendaraan a. gaji/upah

b. uang lembur c. tunjangan sosial

 tunjungan perawatan kesehatan  pakaian dinas

 asuransi kecelakaan 2) Biaya pengelolaan

a. Penyusutan bangunan kantor b. Penyusutan pool dan bengkel c. Penyusutan inventaris / alat kantor d. Penyusutan sarana bengkel

e. Biaya administrasi kantor f. Biaya pemeliharaan kantor

g. Biaya pemeliharaan pool dan bengkel h. Biaya listrik dan air

(14)

i. Biaya telepon dan telegram

j. Biaya perjalanan dinas selain awak kendaraan k. Pajak perusahaan

l. Izin trayek m. Izin usaha n. Biaya pemasaran

2.9 Perspektif Performansi Sistem Transportasi

Menurut Manheim (1979:171), kegiatan transportasi melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda. Masing masing pihak mempunyai pandangan sendiri mengenai “performansi sistem transportasi”. Dalam konteks ini, performansi sistem transportasi dapat dilihat dari beberapa sudut pandang (perspektif): a. Dari sudut pandang pengguna jasa (users)

Adalah ‘pelayanan” yang dapat dinikmati dalam setiap penggunaan transportasi untuk perjalanan yang mereka lakukan. Atribut tingkat pelayanan yang biasanya menjadi indikator penilaian adalah total waktu perjalanan, total waktu menunggu, total ongkos, probabilitas kerusakan atau kehilangan barang, jarak berjalan kaki untuk menjangkau kendaraan, headway (waktu /jarak selang antara dua kendaraan umum), dan aspek kenyamanan dalam kendaraan.

b. Dari sudut pandang penyedia jasa (operator)

Pada umumnya operator memandang performansi berdasarkan dimensi finansial dan sub sistem yang mereka tangani, yaitu performansi sarana, tenaga kerja dan fasilitas operasi yang digunakan.

Setiap pelayanan (operasi) yang operator lakukan membutuhkan biaya karena mengkonsumsi sejumlah sumber daya. Oleh karena itu, operator lebih berkepentingan terhadap jumlah keuntungan (net revenue) yang dihasilkan dari sejumlah biaya yang dikeluarkan untuk memberikan pelayanan transportasi.

c. Dari sudut pandang pihak lain (selain operator dan users)

Kelompok orang yang tidak terlibat secara langsung dalam kegiatan transportasi, tetapi turut merasakan dampak dari kegiatan transportasi. seperti dampak pencemaran lingkungan, dampak sosial dan dampak ekonomi yang timbul akibat adanya konsumsi berbagai sumber daya untuk kegiatan transportasi. Kelompok ini biasanya terdiri dari masyarakat umum dan pemerintah.

(15)

2.10 Teori Perilaku Konsumen

Dasar teori perilaku konsumen adalah setiap individu selalu berusaha memilih barang atau jasa yang dianggap dapat memberikan kepuasan maksimal. Dalam menilai suatu barang atau jasa, konsumen lebih menekankan pada nilai dari sekumpulan atribut yang tawarkan oleh barang atau jasa tersebut (a bundle of atribute), bukan pada barang atau jasa itu sendiri.

Konsep rasionalitas ini juga dimanfaatkan dalam teori perilaku, terutama untuk menggambarkan sikap konsisten dan transitif dari konsumen. Konsisten artinya dalam sitüasi yang sama, pilihan/keputusan yang akan diambil konsumen akan tetap sama. Sedangkan sikap transitif terjadi apabila konsumen lebih menyenangi moda 1 daripada moda 2 dan moda 2 lebih senangi daripada moda 3, maka moda 1 pasti akan lebih disenangi dari pada moda 3 (Akiva, 1985).

Manheim (1979:69) menyatakan bahwa perbedaan preferensi konsumen tidak hanya dalam atribut pelayanan tetapi juga dalam nilai relatif dari berbagai atribut. Untuk menggambarkan perbedaan preferensi digunakan konsep kurva Indifferent. Kurva ini menunjukkan seluruh kombinasi pilihan yang memberikan kepuasan sama (Indifferent).

Gambar II.7

Kurva Indifferent (Sumber: Manheim, 1979)

Gambar II.7 menunjukkan serangkaian kurva Indifferent yang melibatkan 2 atribut pelayanan; yaitu: waktu perjalanan (t) dan biaya (c). Kurva ini menggambarkan preferensi konsumen tertentu. Pada suatu kurva tertentu, konsumen tidak berbeda kepuasannya terhadap seluruh kombinasi dari waktu (t) dan biaya (c). Sebagai contoh, seseorang kepuasannya tidak berbeda antara kombinasi waktu dan biaya yang ditunjukkan pada titik A pada kurva I dengan kombinasi yang ditunjukkan pada titik B.

(16)

Sebaliknya kedua titik kombinasi waktu dan biaya pada kurva I lebih disukai daripada titik C pada kurva II,7 sebab pada titik C baik waktu maupun biaya lebih tinggi daripada titik A dan titik B.

Selanjutnya kombinasi biaya dan waktu pada titik A dan B lebih disukai daripada titik D, walaupun pada titik D mempunyai biaya yang lebih rendah dari titik B, tetapi waktunya jauh lebih besar dari pada titik B. Oleh karena itu titik D kurang disukai. Sebagai tambahan, konsumen tidak berbeda kepuasannya antara kombinasi waktu dan biaya pada titik C dan titik D. Serangkaian kurva Indifferent dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi :

U = f (S,θ)

di mana: S = vektor atribut pelayanan, θ = vektor parameter

Nilai U dapat diartikan sebagai derajat ukuran kombinasi tertentu (t,c) yang diinginkan konsumen. Utility dinilai secara positif, jika UA > UD maka berarti konsumen lebih menyukai A daripada D. Atribut pelayanan antara waktu dan biaya dinilai secara negatif, artinya konsumen lebih memilih sedikit waktu atau biaya. Oleh karena itu pada saat t dan c meningkat maka nilai utility menurun.

Manheim (1979) menyatakan utility dapat diukur dalam berbagai unit, seperti waktu, nilai moneter atau nilai umumnya “util”. Nilai dari parameter kurva indifferent secara eksplisit mengungkapkan preferensi konsumen, ditunjukkan oleh rasio trade off slope kurva. Untuk kurva Indifferent yang berbentuk linier rasio trade off adalah

α/β.

Rasio ini menyatakan nilai waktu konsumen atau jumlah yang ingin dibayarkan konsumen terhadap penghematan dari waktu perjalanan. Konsumen yang berbeda mempunyai fungsi utility dengan kurva Indifferent yang berbeda dari rasio trade off. Sebagai contoh seseorang dengan penghasilan tinggi akan memberikan nilai yang tinggi terhadap waktu perjalanan dan bersedia membayar relatif tinggi biaya perjalanan untuk menghemat waktu perjalanan. Sebaliknya konsumen yang berpenghasilan rendah akan mungkin menambah waktu perjalanan untuk menghemat biaya perjalanan.

Bentuk fungsi utilitas sendiri bisa beragam, yang paling sering digunakan adalah utilitas ordinal dan utilitas kardinal. Utilitas ordinal merupakan ekspresi metematik dari tingkat minat (preference) dari berbagai alternatif, sedangkan utilitas kardinal bersifat unit dan terukur menurut fungsi matematik (Samuelson, 1995:76).

(17)

2.11 Atribut Pelayanan Jasa Transportasi

Dalam proses pemilihan jasa transportasi atribut pelayanan jasa transportasi sangat berpengaruh terhadap keputusan pelanggan. Misalnya : kapan. kemana., untuk apa. rute mana dalam melakukan perjalanan. Konsumen yang berbeda akan mempertimbangkan atribut pelayanan yang berbeda sesuai dengan karakteristik sosial ekonomi dan preferensinya.

Dalam kenyataannya konsumen tidak mempertimbangkan semua atribut pelayanan yang ada pada suatu jenis pelayanan tertentu. Tetapi konsumen hanya akan mengidentifikasi beberapa variabel pelayanan yang dianggap paling berpengaruh terhadap preferensinya. Menurut Manheim; (1979:66), pelayanan jasa transportasi memiliki 5 atribut utama. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel dibawah ini

Tabel II.4

Atribut Pelayanan Transportasi

Waktu Ongkos Keamanan dan Keselamatan Kenyamanan pelanggan Kesenangan dan Pengangkutan Pelayanan

 Waktu perjalanan total  Variasi waktu perjalanan  Waktu transfer  Frekuensi perjalanan  Jadwal waktu perjalanan  Ongkos transportasi langsung (tarif, biaya peralatan, biaya bahan bakar, dan biaya parkir).

 Ongkos operasi langsung lainnya (biaya muat dan dokumentasi)  Ongkos tidak Iangsung (biaya pemeliharaan, biaya gudang, asuransi).  Resiko kerusakan./ kehilangan barang  Resiko kecelakaan  Resiko kejahatan  Perasaan aman

 Jarak berjalan kaki untuk memperoleh fasilitas

 Jumlah kendaraan yang tersedia untuk antisipasi perubahan yang terjadi.

 Kenyamanan secara fisik (suhu, kelembaban. kebersihan. kualitas kendaraan, kesesuaian dengan cuaca)

 Kenyamanan psikologis (status kepemilikan kendaraan, terjaminnya privasi/kebebasan dalam memakai kendaraan)  Kenikmatan lainnya misalkan

keramaharn dalam penjualan tiket, penanganan bagasi, layanan makan dan minuman.  Kenikmatan perjalanan.  Pengalaman estetika.  Keistimewaan perigiriman dan distribusi  Asuransi jaminan Sumber :Manheim; (1979:66) 2.12 Fungsi Utility

Fungsi utility adalah mengukur derajat kepuasan yang diperoleh seseorang terhadap pilihannya. Besarnya utility ini tergantung karakteristik atau atribut tiap pilihan dan karakteristik individu (status sosial ekonomi) yang membuat pilihan. Dalam menspesifikasikan fungsi utility, harus memilih variabel yang relevan dari serangkaian variabel dan bentuk fungsi yang sesuai dengan variabel yang dipilih.

(18)

Utility yang melekat pada suatu barang diturunkan dari sifat yang dimiliki oleh barang tersebut dalam memenuhi kepuasan. Oleh karena itu utility memiliki sifat-sifat objektif dan subjektif, sesuai dengan selera individual, preferensi, kepribadian dan keadaan akal. Akibatnya utility suatu barang merupakan suatu variabel bukan nilai atribut, dapat bervariasi dari waktu ke waktu dan tempat yang berbeda. Konsep utility memberikan dasar yang sangat berguna dalam menetapkan preferensi konsumen dalam membandingkan kepuasan yang diterima dengan tingkat konsumsi yang berbeda atas barang dan jasa.

2.13 Model Utility Pendekatan Deterministik

Apabila seorang pelaku perjalanan dihadapkan dengan serangkaian alternatif I, maka setiap alternatif i yang merupakan elemen I bisa digambarkan oleh fungsi Vi

deterministik. Hal ini merupakan fungsi pilihan yanag berisi semua variabel permintaan dan penawaran yang mempunyai utility dan disutility dari setiap alternatif. Pada umumnya fungsi Vi dianggap sebagai fungsi linier dari variabel permintaan dan

penawaran (Kanafani 1983:120). Bentuk umum dari fungsi Vi adalah sebagai berikut :

V (i) = βi . Xi ...(2.1)

dimana :

V (i) = fungsi utility dari moda angkutan i

βi = vektor variabel permintaan dan penawaran yang mempengaruhi pilihan

Xi = vektor parameter yang merepresentasikan pengaruh dari tiap variabel/atribut

Dalam fungsi utility deterministik, alternatif dengan V(.) paling tinggi mempunyai kesempatan dipilih lebih besar. Dalam fungsi yang bersifat detreministik, nilai utiliy bersifat pasti (constant utiliy). Hal ini bisa terjadi dengan asumsi bahwa pengambil keputusan mengetahui secara pasti seluruh atribut yang berpengaruh terhadap nilai utility setiap moda alternatif. Asumsi demikian sulit terpenuhi, sehingga merupakan kelemahan dari model ini dan penggunaannya sangat terbatas.

2.14 Model Utility Pendekatan Stokastik

Manski (1977) dalam Akiva (1985) mencetuskan konsep utility acak. Keacakan tersebut, disebabkan :

1. Adanya atribut yang tidak teramati.

(19)

3. Adanya kesalahan pengukuran (measurement errors) karena informasi dan perhitungan yang tidak sempurna.

4. Adanya peubah yang bersifat instrumental (proxy).

Model stokastik dilandasi pada pemikiran bahwa proses pemilihan bukanlah suatu deteministik melainkan merupakan masalah random yang tidak dapat diperhitungkan sempurna. Hal ini dapat terjadi karena ketidakonsistenan perilaku pembuat pilihan, kurangnya informasi dengan mengabaikan atribut-atribut perjalanan lain yang tersedia, atau karena fluktuasi stokastik di mana atribut-atribut ini dapat diterima.

Kanafani (1983: 122) menyatakan bahwa ada 3 alasan utama model pemilihan stokastik lebih disukai, yaitu:

1. Perilaku individu mungkin tidak selalu mengikuti prinsip rasionalitas dalam pemilihan dan irrasionalitas perilaku perjalanan tidak dapat diantisipasi dalam model pendekatan deterministik.

2. Umumnya tidak mungkin untuk memasukkan seluruh variabel ke dalam fungsi utility yang mungkin dapat mempengaruhi pemilihan.

3. Pelaku perjalanan potensial tidak mempunyai informasi yang sempurna tentang sistem transportasi dan altematif moda yang tersedia.

Oleh karena itu untuk mendapatkan model pilihan yang terbaik diperlukan suatu fungsi pilihan yang mengandung unsur random yang memberikan nilai berbeda pada probabilitas tertentu. Setiap orang akan mempunyai nilai yang berbeda atau orang yang sama mempunyai nilai yang berbeda pada situasi dan kondisi yang berbeda. Model stokastik memberikan alat yang lebih baik jika dibandingkan dengan model deterministik dalam meramalkan perilaku perjalanan dan lebih konseptual serta mendekati kenyataan.

Pendekatan stokastik memasukkan unsur error atau unsur residual yang bersifat random (stochastic). Model pendekatan stokastik sebagai berikut (Kanafani, 1983: 123): U (i) = V(i) + e (i) ...(2.2) d.imana:

U(i) = fungsi pilihan untuk alternatif i V(i) = fungsi deterministik dari atribut ke i

(20)

Prinsip dasar dari model pilihan U (i) bahwa individu-individu akan memilih alternatif i yang mempunyai nilai paling tinggi dari yang lainnya. Dengan demikian probabilitas (i) dipilih adalah:

P(i) = P [U (i) > U (j) , untuk seluruh j ≠ i ] ... (2.3) Persamaan diatas dapat dikembangkan menjadi sebagai berikut:

P(i)= [V (i) + e (i) > V(j) + e (j) ,untuk seluruh j ≠ i ] = P [e (j) < V (i) – V (j) + e (i) ,untuk seluruh j ≠ i ] =

) (i

e

F [ V (i) — V (j) + e (i) , untuk seluruh j ≠ i ] fi (θ) d θ ... (2.4)

dimana:

F [.] = fungsi distribusi bersama dan [ e (i), e (j),... ] fi (θ) = fungsi marginal density dari e(i)

Bentuk distribusi e (i) ini akan menentukan bentuk bangun dari model pilihan stokastik tersebut. Penerapan yang umum dan model ini adalah model Probit dan model Logit.

2.15 Model Probit

Model Probit hanya melibatkan dua alternatif pilihan. Model probabilitas pemilihan yang didapatkan kan sangat bergantung pada bagaimana bentuk fungsi density unsur . Jika in dan jn berdistrubusi normal, dengan masing-masing

mempunyai mean  = 0, variasi  i2 dan  j2 serta kovarian  ij2 sehingga  yaitu ( 1 -

2) juga berdistribusi normal dengan mean = 0, varainsinya adalah  2 =  i2 + j2 - 2

ij, maka probabilitas individu memilih moda i adalah:

P n (i) = P (jn - in  V in –V jn) ... (2.5) = = P n (i) = Ф ... (2.6)

Dimana : Ф (.) adalah fungsi probabilitas distribusi standar normal kumulatif. Fungsi probabilitas pilihan ini disebut model Probit (karena kasus dua pilihan alternatif). Untuk Vin = β’ Xin dan Vjn = β’ Xjn (akiva, 1985), maka :

  d e jn in V V 1/2( / )2 2 1    

d

e

Vjn Vin

   / ) ( 1/2 2

2

1

jn in

V

V

(21)

P n (i) = Ф ... (2.7)

Diagram fungsi probabilitas pemilihan ini, untuk kasuss  = 1, dapat dilihat pada gambar II.8

Gambar II.8

Fungsi Probabilitas Probit Biner (Sumber : Kanafani, 1983:128)

Harga Vin – Vjn ini dapat berharga positif, yang perlu diingat bahwa untuk 

tertentu 1/ merupakan konstanta yang menyatakan skala dari fungsi utilitas tersebut. Dari diagram diatas terlihat bahwa fungsi probabilitas ini adalah sigmoid dan asymtotic terhadap nilai probabilitas 0 atau 1. Ini berarti suatu moda akan tetap mempunyai probabilitas terpilih walupun sangat klecil nilainya. Jika perbedaan harga atribut-atribut sangat besar (sehingga dapat dikatakan tak berhingga), barulah suatu moda mempunyai probabilitas terpilih = 1. Pada kenyataannya kejadian seperti ini sangat sulit terjadi

2.16 Model Logit

Model Logit adalah suatu bentuk pendekatan matematis untuk mengetahui persentasi pengguna masing-masing moda pada sistem transportasi dengan manipulasi proporsi dari utilitas yang terdapat pada setiap moda. Asumsi dasar dalam model probabilitas pemilihannya adalah bahwa : = n jn in akan bersifat bebas dan terdistribusi secara identik (Independent and Indentically Distributed) menurut distribusi logistik atau Gumbel, yaitu sebagai berikut :

        '(Xin Xjn) 0 50% Vin -Vjn 100% P n (i)

(22)

) 1 ( 1 ) (    e F n ,  0,n . . . .. . . . .. . . (2.8)

 merupakan skala parameter positif, bentuk distribusi ini sebenarnya mirip dengan distribusi normal. Dengan asumsi terdistribusi secara logistik maka probabilitas individu n memilih moda i dapat dirumuskan dalam suatu persamaan (Akiva, 1985): Pn (i) = Prob. (Uin  Ujn) . . . .. . . . .. . . .. . . . .. . (2.9) =

(

1

)

1

(Vin Vjn

e

 

 . =

(

Vin Vjn

)

Vin

e

e

e

  

. . . .. . . . .. . . .. . . . .. . . (2.10) Karena Vin dan Vjn adalah linier dalam parameter, sehingga persamaan di atas

dapat ditulis menjadi

Pn (i) =

(

in n

)

in xj x x

e

e

e

  

.. . . .. . . . .. . . .. . . . .. . . (2.11) =

)

1

(

1

(xin xjn

e

 

 . . . .. . . . .. . . .. . . . .. . .(2.12) Dengan asumsi Vin dan Vjn linier dalam parameter, maka persamaan di atas

dapat ditulis dalam bentuk persamaan berikut: Pn (i) = z e  1 1 . . . . .. . . . .. . . .. . . . .. . . .. . . .(2.13) di mana Z merupakan kombinasi linier:

k kX X X X Z 0 1 12 2 3 3 ...

2.17 Kalibrasi Parameter Model Logit

Untuk menyelesaikan persamaan (2.13) di atas, ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk mengestimai parameter Logit Model, yang paling sering digunakan adalah metode penaksiran kemiripan maksimum dan metode penaksiran regresi linier (Tamin, 2000: 243). Pada penelitian ini digunakan metode metode penaksiran regresi linier.

(23)

2.17.1 Metode Penaksiran Kimiripan Maksimum

Langkah-langkah kalibrasi parameter βk pada model logit diestimasi dengan

metode Maximum Likehood. Misalkan sampel penelitian terdiri dari N responden, maka fungsi likehood (L) dari keseluruhan sampel adalah sebgai berikut :

L(β1, β2,..., βk) = .. . . . .. . . ... . .(2.14)

Dimana :

P n (i) = f (β1, β2,..., βk)

Yin = peubah indikator bila responden memilih alternatif moda i

K = jumlah parameter N = jumlah responden

Dengan menggunakan transformasi logaritma natural, maka persamaan (2.14) dapat diubah menjadi sebagai berikut :

Loge(β1, β2,..., βk) =

  N n n e jn e in Pn i Y P j Y 1 ) ( log ) ( log

Untuk kasus linier, maka Yin= 1-Yjn dan Pn (j) = 1- Pn (i), maka :

L1 = loge(β1, β2,..., βk) =

    N n n e in n e in P i Y P i Y 1 ) ( 1 log ) 1 ( ) ( log . . . .. . . ... . (2.15)

Untuk memecahkan persamaan (2.15), maka turunan pertama L1 terhadap setiap

nilai βk harus sama dengan nol

0 1   k L  . . . . .. . . ... . . .. . . .. . . ... . .. . . ... . ... . .. . . ... . .. . . ... . (2.16) Untuk kasus model Logit biner, maka :

Pn (i) = Xin

e



1

1

dan Pn (j) = in in X X

e

e

   

1

Untuk memudahkan manipulasi matematis, maka perlu didefinisikan Xn = Xin

-Xjn. Jadi untuk setiap elemen k didefinisikan hal sebagai berikut ;

Xnk = Xink – Xjnk untuk, k = 1,2...,K

Dengan demikian persamaan (2.16) dapat ditulis kembali dan disederhanakan sebagai berikut :

. ( ). . ().

0 1 1  

N n nk n jn nk n in k X i P Y X j P Y L  . .. . . ... . ... . .. . . ... . .. . . ... (2.17) jn in Y n Y N n n

i

P

j

P

(

)

(

)

1

(24)

.(1 ( )) (1 ). ().

0 1 1  

N n nk n in n in k X i P Y i P Y L  . .. . . ... . ... . .. . . ... . .. . . (2.18)

( ).

0 1 1  

N n nk n in k X i P Y L  . .. . . ... . ... . .. . . ... . .. . . ... . .. . . ... . .. .... (2.19)

Proses kalibrasi parameter ini selanjutnya dilakukan dnegan bantuan paket program SPSS (Statistical Package Social Science) for Window Release 11.5

2.17.2 Metode Penaksiran Regresi Linier

Dalam metode regresi linier dapat digunakan dua alternatif model, yaitu : 1. Model Selisih, dirumuskan sebagai berikut :

Xin dan Xjn = nilai variabel utilitas ke-n yang diekspresikan dalam ongkos masing-masing moda, hingga bentuknya menjadi:

Ci dan Cj = harga karcis (cost). Secara matematis diperoleh :

Pn (i) = in n in xj x x

e

e

e

  

. .. . . . .. . . .. . . …. . .. . . . (2.20) = 1 1 2 2 1 1 x a x a x a

e

e

e

     

.. . . . . . .. . . . .. . . .. (2.21) substitusikan variabel utilitas Xi = X1 oleh Ci = C1 dan Xj = X2 dan Cj = C2, maka

diperoleh : Pn (i) = ( ) ( ) ) ( 2 2 2 1 1 1 1 C a C a C a

e

e

e

     

.. . . . . . .. . . . . . . .. . . . (2.22) Apabila persamaan diatas dibagi dengan e (a + β1 C1), maka diperoleh :

P (1) =

1

( 2 2 2) ( 1 1 1)

1

C a C a

e

  

dengan asumsi : β1= β2 = β, maka diperoleh :

P(1) =

1

( 2 2) ( 1 1)

1

C a C a

e

  

P(1) = ( 2 1) ( 2 1)

1

1

C C a a

e

  

(25)

Dimana ; A = a2 - a1 dan ∆C = C2-C1 maka diperoleh : P(1) =

1

( )

1

C B A

e

 

1 1 ) 1 ( ) (   P e A B C

dengan menyederhanakan ruas kiri dan kanan menggunakan Ln, menjadi : Ln e (A + B ∆ C) = Ln ) 1 ( ) 1 ( ) 1 ( P P  A + B ∆ C = Ln ) 1 ( ) 1 ( ) 1 ( P P  Dengan mengasumsikan Y = Ln ) 1 ( ) 1 ( ) 1 ( P P  , serta X = ∆ C

Maka diperoleh bentuk persamaan linier : Y = A + B X, sehingga dengan menggunakan analisis regresi linier , dapat diperoleh nilai A dan B.

2. Model Rasio

Sama halnya dengan model selisih, contoh penggunaan model rasio adalah sebagai berikut Ci dan Cj = biaya moda 1 dan moda 2. Dengan demikian, secara matematis dapat diperoleh : P 1 = b Cj Ci

a

( / )

1

1

P 1 (1 + a (Ci / Cj) b) = 1 P 1 + a P1 (Ci / Cj) b = 1 a P1 (Ci / Cj) b = 1 – P1 a (Ci / Cj) b = 1 1 1 P P

dengan mengambil logaritma kedua ruas, diperoleh : Log a (Ci / Cj) b = Log

1 1 1 P P

Log a + b Log (Ci / Cj) = Log

1 1 1 P P  Dengan mengasumsikan Y = Ln 1 1 1 P P  , serta X = log Cj Ci

Maka diperoleh bentuk persamaan linier: Y = A + B X, sehingga dengan menggunakan analisis regresi linier , dapat diperoleh nilai A dan B.

(26)

2.18 Regresi Logistik

Regresi logistik adalah bentuk khusus analisis regresi dengan variabel respon bersifat kategori dan variabel prediktor bersifat kategori, kontinu, atau gabungan antara keduanya. Regresi ini dinamakan dengan regresi logistik karena pembentukan modelnya didasarkan pada bentuk kurva logistik.

Kurva ini berbentuk landai atau kemiringannya kecil pada bagian atas dan bawah variabel prediktor, namun berbentuk curam pada bagian tengah. Persamaan regresi logistik ini tidak menghasilkan nilai pada variabel respon, namun menghasilkan peluang kejadian pada variabel respon. Nilai peluang ini yang dipakai sebagai ukuran untuk mengklasifikasikan pengamatan.

Dalam penerapannya, regresi logistik tidak memerlukan asumsi multivariat normal atau kesamaan matrik varian kovarian seperti halnya analisis diskriminan (Hosmer dan Lemeshow, 1989). Oleh karena itu metode ini cukup tahan (robust) untuk dapat diterapkan dalam berbagai skala/keadaan data (Tatham et. al, 1998).

Model regresi logistik multivariate dengan k variabel prediktor adalah :

) x β ... x β x β β ( exp 1 ) x β ... x β x β β ( exp (x) π k k 2 2 1 1 0 k k 2 2 1 1 0           ……….………… (2.23)

Apabila model persamaan (3) ditransformasi dengan transformasi logit, akan diperoleh bentuk logit

g (x) = 0 + 1 x1 + ….. + k xk ……….………… (2.24) dengan g(x) =        ( ) 1 ) ( ln x x  

Metode untuk mengestimasi parameter regresi logistik adalah dengan menggunakan metode maximum likelihood. Metode ini memperoleh dugaan maksimum likelihood bagi  dengan iterasi Newton Raphson. Estimasi maksimum likelihood merupakan pendekatan dari estimasi Weighted Least Square, dimana matrik pembobotnya berubah setiap putaran. Proses menghitung estimasi maksimum likelihood ini disebut juga sebagai Iteratif

Reweighted Least Square.

Regresi logistik, mempunyai syarat-syarat sebagai berikut :

a. Variabel independen merupakan campuran antara variabel diskrit dan kontinyu; b. Distribusi data yang digunakan tidak normal.

(27)

 Regresi logistik tidak memiliki asumsi normalitas atas variabel bebas yang digunakan dalam model. Artinya variabel penjelas tidak harus memiliki distribusi normal, linier, maupun memiliki varian yang sama dalam setiap group.

 Variabel bebas dalam regresi logistik bisa campuran dari variabel kontinyu, diskrit dan dikotomis;

 Regresi logistik amat bermanfaat digunakan apabila distribusi respon atas variabel terikat diharapkan non linier dengan satu atau lebih variabel bebas (Kuncoro, 2001:217 )

21.9 Penentuan Jumlah Armada Optimal

Penentuan jumlah armada optimal dilakukan dengan metoda Break Even yang berdasarkan pada prinsip keseimbangan antara Biaya Operasi Kendaraan (BOK) dan pendapatan.

Ofyar Z. Tamin menerangkan rumus Penentuan jumlah armada optimal, pada makalah “Optimasi Jumlah Armada Angkutan Umum Dengan Metoda Pertukaran Trayek: Studi Kasus Di Wilayah Dki-Jakarta”, sebagai berikut:

 x KO L LF KT BE F ………(2.25) LF x PD BOK LFBE  ………(2.26) dimana:

LF = Load Faktor BOK = Biaya Operasi Kendaraan LFBE = Load Faktor pada kondisi Break Even KT = jumlah armada optimal

KO= jumlah kendaraan yang beroperasi PD = pendapatan yang diterima Pendapatan per rit ditentukan dengan persamaan:

Tr x Pg

PDrr ………(2.27)

dimana:

Pgr = jumlah penumpang yang diangkut per rit PDr = pendapatan yang diterima per rit

(28)

2.20 Load Factor

Load Factor (LF) didefinisikan sebagai perbandingan antara permintaan (demand) dengan sediaan (supply) yang tersedia.Karena tinjauan dilakukan pada seluruh panjang rute, maka permintaan dinyatakan sebagai kebutuhan penumpang yang ada, baik yang terangkut maupun yang tidak terangkut dengan satuan zona-penumpang.

Faktor muatan terdiri dari Faktor muatan statis dan Faktor muatan dinamis. Faktor muatan yang digunakan didalam penelitian ini adalah load factor statis, sesuai dengan standar penentuan Dinas Perhubungan Kota Banda Aceh.

Load Factor (LF) ditentukan dengan menggunakan rumus: % 100 x C Pg LF z ……….………(2.28) dimana: LF = Load Factor (100%)

Pgz = jumlah penumpang pada suatu zona tertentu

C = kapasitas angkut

2.21 Studi Terdahulu

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan yang berkaitan dengan studi kebutuhan angkutan umum di Kota Banda Aceh antara lain :

a. Syafril. Estimasi Jumlah Armada keseimbangan Berdasarkan Potensi Permintan (Studi Kasus Angkutan Kota Trayek Panorama – Sungai Hitam, Kotamdaya Bengkulu), 2000.

b. Mudiyono, Rachmat. Analisa Kebutuhan Angkutan Umum Bus Sedang Jurusan Semarang – Jepara (pp), 2001

c. Karno,Achmad. Analisa Pemilihan Angkutan Umum Kota Banjarmasin – Martapura Berdasarkan Kebutuhan Penumpang, 2001

d. Sucipto. Studi Pangsa Pasar pada Sistem Angkutan Antar Propinsi Perum DAMRI (Studi kasus Trayek Purwokerto-Jakarta), 1999.

Untuk lebih jelas mengenai studid terdahulu yang pernah dilakukan, maka dapat dilihat pada tabel II.5 dibawah ini

(29)

Tabel II.5

Peta Penelitian Terdahulu

Peneliti

Judul dan Tahun Penelitian Variabel Yang Mempengaruhi Penelitian Pendekatan Hasil Penelitian

Syafril. Estimasi Jumlah Armada keseimbangan Berdasarkan Potensi Permintaan (Studi Kasus Angkutan Kota Trayek Panorama – Sungai Hitam, Kotamdaya Bengkulu), 2000

1. Biaya Operasi Kendaraan/kendaraan/tahun 2. Jarak tempuh/kendaran/tahun

3. Permintaan angkutan umum harian (analisa kategori) 4. Tarif rata-rata per penumpang

5. Tingkat pelayanan menurut persepsi pengguna jasa 6. Pendapatan/kendaraan/tahun

7. Jumlah armada (fleet) keseimbangan

Keseimbangan Potensi Permintaan

1. Estimasi demand harian, sebesar 39.326 penumpang per hari .

2. BOK per kilometer yang ditanggung operator adalah rata-rata Rp 392,27. 3. Tarif rata-rata formal adalah Rp 311,98 per penumpang.

4. Tarif rata-rata menurut persepsi pengguna jasa adalah 277,24 per penumpang. 5. Pengalokasian 150 kendaraan mengakibatkan operator rugi karena tidak

terpenuhi kriteria keseimbangan usaha (break even).

6. Fleet keseimbangan berdasarkan tarif rata-rata adalah 133 kendaraan. 7. Fleet keseimbangan berdasarkan tarif persepsi user adalah 118 kendaraan. Mudiyono, Rachmat. Analisa

Kebutuhan Angkutan Umum Bus Sedang Jurusan Semarang – Jepara (pp), 2001

1. Load factor

2. Jumlah armada bus sedang yang seharusnya disediakan 3. Headway

4. Penyediaan jumlah bus sedang untuk masa yang akan datang

Keseimbangan Supply dan Demand

1. Faktor pengisian (Load factor) sebesar 127,75 %

2. Rata-rata jumlah penumpang per-kendaraan sebesar 35 penumpang. 3. Jumlah bus optimal sebanyak 89 armada

4. Jumlah armada bus sedang yang dibutuhkan pada tahun 2002 adalah sebanyak 91 armada.

Karno,Achmad. Analisa Pemilihan Angkutan Umum Kota Banjarmasin – Martapura Berdasarkan

Kebutuhan Penumpang, 2001

1. Trip distribution MAT 2. Trip Assignment 3. Headway

5. Nilai kapasitas (Cv)

Demand Minibus adalah kendaraan yang diperkirakan sesuai untuk melayani penumpang sepanjang jalur jalan A. Yani dari Terminal Induk Banjarmasin sampai Terminal Martapura hingga tahun 2005.

(30)

Peneliti

Judul dan Tahun Penelitian Variabel Yang Mempengaruhi Penelitian Pendekatan Hasil Penelitian

Sucipto. Studi Pangsa Pasar pada sistem Angkutan Antar Propinsi Perum DAMRI (Studi kasus Trayek Purwokerto-Jakarta), 1999.

Ongkos Tiket (O1), Ongkos dari terminal akhir ke tujuan (O2),

Waktu tunggu di terminal (W1), Waktu Perjalanan (W2), Waktu

perjalanan dari terminal akhir ke tempat tujuan (W3), Ketepatan

waktu pemberangkatan (X1), Kesesuaian jadwal pemberangkatan

(X2), Frekuensi perjalanan (X3), Resiko terhadap kerusakan

barang bawaan (X4), Resiko Kecelakaan (X5), Tingkat

kebisingan, getaran, dan goncangan (X6), Keleluasaan tempat

duduk (X7), Kebersihan ruangan dalam Kendaraan (X8),

Pelayanan awak (X9), Servis makanan dan minuman (X10), Unsur

prestise (X11), Potongan harga tiket (X12)

Model Logit Biner U = - 8,84 – 0,0035 O1 – 0,0047 O2 – 30,54 W1 + 4,60 X1 + 4,42 X2 + 5,069 X3

– 2,94 X4 – 1,47 X6 + 3,065 X7 + 4,14 X8 + 3,08 X12

Dirangga, Karlia . Studi Kebutuhan Angkutan Umum di Kota Banda Aceh (Studi Kasus Rute Keudah – Darussalam). 2008

1. Tingkat Pelayanan (frekuensi, headway, waktu tunggu, tarif dan load factor).

2. Performansi Angkutan Umum Sudut Pandang Operator. 3. Performansi Angkutan Umum Sudut Pandang User 4. Waktu tempuh, Waktu tunggu, Biaya perjalanan,

Keleluasaan tempat duduk, Resiko kecelakaan, Resiko kehilangan/kerusakan barang, Kebisingan, goncangan atau getaran, Kebersihan dan kesejukan ruangan, Unsur prestise, Perilaku supir, Kemudahan mendapatkan angkutan umum

 Keseimbangan Supply dan Demand  Model Logit Biner

 Estimasi demand harian, moda Labi-Labi sebesar 28.362 penumpang per hari., moda Bus Damri sebesar 2.800 penumpang per hari. Total demand 31.162 pnp/hr.  Tarif rata-rata Labi –Labi menurut persepsi pengguna jasa adalah Rp 1.500 per

penumpang.

 Tarif rata-rata Bus Damri menurut persepsi pengguna jasa adalah Rp 800 per penumpang.

 Pengalokasian 163 armada Labi-Labi dan 5 Bus Damri sudah memnuhi kepentingan operator.

 Armada optimal berdasarkan tarif formal adalah 225 Labi-Labi dan 6 Bus Damri  Armada optimal berdasarkan tarif persepsi user adalah 147 Labi-Labi dan 5 Bus

Damri.

 Armada optimal berdasarkan tarif Per Km adalah 137 Labi-Labi dan 4 Bus Damri  Nilai probabilitas agregat pemilihan moda Bus Damri 63,31 %, sedangkan moda

Labi-Labi 36,69 %.

 Kebutuhan Armada Berdasarkan Preferensi Terhadap Moda :

a. Kebutuhan Armada Bus Damri Adalah 60 Armada (Tarif Formal), 39 Armada (Tarif Persepsi) , 37 Armada (Tarif Per Km)

b. Kebutuhan Armada Labi-Labi Adalah 25 Armada Tarif Formal), 20 Armada (Tarif Persepsi), 37 Armada (Tarif Per Km).

Gambar

Gambar II.1
Tabel II.1
Tabel II.2  Klasifikasi Trayek
Tabel II.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun oleh karena jumlah substrat sebesar 0,18 mM, berdasarkan hasil penelitian sebagaimana tampil dalam Tabel 2, dapat meninggalkan residu H2O2, maka untuk langkah aplikasi pada

220 Program Magister LN Senop Amos Sulle Delft University of Technology 221 Program Magister LN Stefania Wageningen University 222 Program Magister LN Steffen Hardayanto Hadi

Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Terdapat Hubungan yang signifikan antara Pengetahuan Desain Busana dengan Hasil Menggambar Busana Kreasi

Sumber daya manusia untuk setiap kelas Rumah Sakit disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit.. PEMERINTAH MENETAPKAN KLASIFIKASI RS BERDASARKAN

Penelitian ini dilakukan untuk melihat persebaran bangunan kolonial di kota Bandung, wilayah yang memiliki intensitas bangunan kolonial terbanyak sehingga diharapkan dapat

Sangat baik (4) jika selalu menunjukan adanya usaha bekerjasama dalam menyelesaikan tugas kelompok secara terus menerus dan ajeg/konsisten Indikator sikap toleran terhadap

Bab keempat adalah hasil penelitian dengan menyajikan tentang gambaran umum Madrasah Ibtidaiyah Sabilul Khairaat Kota Tarakan, keadaan guru dengan

 Konsep rumah tangga pertanian adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya melakukan dan bertanggungjawab dalam kegiatan pembudidayaan,