• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Merpati (Columba livia) sebagai Sumber Protein Hewani di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Potensi Merpati (Columba livia) sebagai Sumber Protein Hewani di Indonesia"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Potensi Merpati (

Columba livia

) sebagai Sumber Protein Hewani di

Indonesia

(The Potential of Pigeons as a Source of Animal Protein in Indonesia) Erna Winarti, Widyastuti A

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta

Jln. Stadion Maguwoharjo No 22, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta ernawinarti@gmail.com

ABSTRACT

Animal protein is one of the nutrients that is required by our bodies. However it is relatively expensive, hence only limited number of families can provide such protein. Pigeons are one of the bird types that are available to meet the protein requirements. This study aims to determine the potential of a pigeon as a meat producer. A total of five pairs adult pigeons reared in semi-intensive. The composition of the feed consisted of corn, brown rice and commercial broiler feed while the water were given ad libitum. The pigeons were slaughtered at four weeks old. The parameters measured were number of eggs per laying period, egg weight, laying egg interval, squab weight of aged 1, 2, 3 and 4 weeks, as well as carcass weight. The result showed the mean number of eggs per laying period is two eggs, with the weight of 18.0±2.05 g, moreover the laying egg interval was 36.6±5.13 days and the squab weight of aged 1, 2, 3 and 4 weeks were 157.9±29.9; 260.5±22.4; 317.8±50.2; and 324.3±34.3 g respectively. Lastly the carcass weight is roughly 225.8±11.21 g. Pigeons have opportunities as animal protein sources which supported by potential quick growth of squab and short slaughtered (3-4 weeks).

Key Words: Pigeon, Squab, Body Weight, Egg

ABSTRAK

Protein hewani merupakan salah satu nutrisi yang sangat diperlukan tubuh. Protein hewani relatif mahal harganya, sehingga tidak semua keluarga mampu menyediakan dalam menu sehari-hari. Burung merpati merupakan salah satu jenis unggas yang dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi burung merpati sebagai penghasil daging. Sebanyak lima pasang burung dara dewasa dipelihara secara semi intensif. Pakan yang diberikan berupa jagung, beras merah dan pakan ayam pedaging komersial. Pakan dan air minum diberikan secara ad libitum. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah telur per periode bertelur, berat telur, jarak antar periode bertelur, berat anak merpati umur 1, 2, 3 dan 4 minggu serta berat karkas pada pemotongan umur empat minggu. Hasil penelitian jumlah telur per perode bertelur dua butir, berat telur 18,0±2,05 g, jarak antar periode bertelur 36,6±5,13 hari, berat anak merpati umur 1, 2, 3 dan 4 minggu berturut-turut 157,9±29,9; 260,5±22,4; 317,8±50,2; 324,3±34,3 g dan berat karkas 225,8±11,21 g. Merpati mempunyai peluang sebagai sumber protein hewani, yang didukung adanya potensi pertumbuhan anak merpati yang sangat cepat dan umur potong yang pendek (3-4 minggu).

Kata Kunci: Merpati, Anak Merpati, Bobot Badan, Telur PENDAHULUAN

Pangan dan gizi merupakan salah satu faktor yang mempunyai peran sangat penting dalam pencapaian indeks pembangunan manusia (IPM) dari suatu negara (Bappenas 2011). Sejumlah penelitian telah menunjukkan peran penting zat gizi tidak saja pada

(2)

pertumbuhan fisik tubuh tetapi juga dalam pertumbuhan otak, perkembangan perilaku, motorik dan kecerdasan (Jalal 2009).

Salah satu unsur penting dalam pangan dan gizi adalah protein hewani. Konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia pada tahun 2013 adalah sebesar 5,45 g, yang terdiri dari daging 2,38 g serta susu dan telur 3,07 g (BPS 2014). Tingkat konsumsi protein hewani Indonesia baru mencapai 60% per orang per tahun. Sementara tingkat konsumsi protein hewani negara Association of South East Asian Nation (ASEAN) lain sudah lebih tinggi, Vietnam dan Thailand tingkat konsumsi protein hewaninya telah mencapai 80% dan 100%. Sedangkan apabila dilihat dari konsumsi daging ayam dan telur, Indonesia baru 8 kg per orang per tahun dan 100 butir per orang per tahun jauh di bawah Malaysia yang telah mencapai 40 kg per orang per tahun untuk daging ayam dan telur ayam 500 butir per orang per tahun (Ditjen P2HP 2014).

Protein hewani relatif mahal harganya, sehingga tidak semua keluarga mampu menyediakan dalam menu sehari-hari. Merpati (Columba livia) merupakan salah satu jenis unggas yang berpotensi dimanfaatkan sebagai sumber protein hewani. Merpati pertama kali diternakkan di Timur Tengah dan telah dikonsumsi sejak peradaban Mesir Kuno hingga ke Kerajaan Romawi dan Eropa abad pertengahan (Levi 1977). Merpati telah diternakkan secara komersial di Amerika Utara sejak tahun 1900 (Levi 1977). Pada tahun 1986 produksi daging merpati Amerika Serikat dan Kanada 1,5 juta ekor. Daging merpati mudah dicerna, kaya protein, vitamin dan mineral (Aliza 2005; Jane 2005; Morgan 2006).

Merpati sangat mudah beradaptasi pada berbagai lingkungan, menyebabkan merpati cepat berkembangbiak serta dapat dijumpai pada berbagai agroekosistem. Pertumbuhan anak merpati sangat cepat, pada umur empat minggu merpati memiliki bobot badan sebesar 20 kali dibandingkan saat menetas. Merpati dapat ditemui hampir di semua wilayah Indonesia baik di kota maupun di desa, namun data populasi merpati sampai saat ini belum ada. Merpati pada umumnya dipelihara sebagai hewan kesayangan, seperti merpati balap dan merpati pos. Budidaya merpati relatif mudah dan tidak memerlukan lahan yang luas serta biaya yang diperlukan tidak banyak sehingga sangat memungkinkan dilakukan oleh semua lapisan masyarakat.

Merpati bertelur sebanyak 1,75±0,43 butir per periode bertelur dengan interval bertelur 37,17±3,74 hari (Kabir 2013), dengan lama mengerami telur 17 hari (Sukardi & Muljowati 1999). Memelihara anak merpati untuk diambil dagingnya diperlukan waktu relatif singkat. Anak merpati (squab) dipotong pada umur 25-30 hari atau rata-rata 27,5 hari (Bokhari 2002). Sedangkan Blechman (2006) menyatakan bahwa pemotongan anak merpati dilakukan pada umur 28 dan 30 hari. Sampai saat ini, di Indonesia masih sangat sedikit yang memanfaatkan merpati untuk dipotong sebagai sumber pangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi merpati sebagai sumber pangan protein hewani.

MATERI DAN METODE

Sebanyak lima pasang merpati lokal dipelihara secara semi intensif. Merpati dikandangkan dan disediakan tempat umbaran terbatas. Pakan diberikan dua kali sehari yaitu sekitar pukul 06.00-07.00 dan 17.00-18.00. Pakan yang diberikan terdiri dari jagung (50%), gabah (30%) dan konsentrat ayam broiler (20%). Pengamatan dilakukan terhadap berat telur, jumlah telur, jarak bertelur antar periode bertelur, berat anak merpati umur 1, 2, 3 dan 4 minggu. Anak merpati dipotong pada umur empat minggu sebanyak lima ekor dan diamati bobot karkasnya.

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah telur, bobot telur dan jarak bertelur

Rata-rata jumlah telur yang dihasilkan dalam satu periode bertelur merpati adalah dua butir. Hal ini lebih banyak dibandingkan dengan hasil penelitian Kabir (2013) yang menyatakan bahwa rata-rata jumlah telur merpati adalah 1,75±0,43 butir per periode bertelur. Rata-rata bobot telur merpati adalah 18,0±2,05 g. Berat telur merpati pada penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian Kabir (2013) yaitu 11,17±1,07 g. Hal ini diduga karena perbedaan jenis merpati. Jarak bertelur antar periode bertelur adalah 36,6±5,13 hari. Hal ini berarti pada saat induk bertelur kembali, anak merpati berumur kurang lebih 20 hari, karena lama pengeraman telur hingga menetas adalah 17 hari (Sukardi & Muljowati 1999). Anak merpati belum mampu makan sendiri hingga umur empat minggu, sehingga pada saat induk merpati telah mulai bertelur kembali maka tugas menyuap anak merpati dilakukan oleh merpati jantan. Jarak bertelur merpati hasil penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian Kabir (2013) yaitu 37,17±3,74 hari.

Tabel 1. Jumlah telur, bobot telur dan jarak bertelur merpati

Uraian Nilai

Jumlah telur (butir/periode bertelur) 2 Bobot telur (g) 18,0±2,05 Jarak bertelur (hari) 36,7±5,13 Pertumbuhan anak merpati

0 50 100 150 200 250 300 350 1 2 3 4 Bo bo t h id up (g r) Umur (minggu)

Gambar 1. Laju pertumbuhan bobot hidup merpati sampai umur empat minggu

Rata-rata bobot anak merpati umur 1, 2, 3 dan 4 minggu berturut-turut adalah 157,9±29,9; 260,5±22,4; 317,8±50,2; dan 324,3±34,3 g. Pertumbuhan anak merpati setelah menetas sampai umur tiga minggu sangat cepat dan selanjutnya pertumbuhan melambat (Gambar 1). Bobot badan anak merpati pada penelitian ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Kabir (2013), bobot anak merpati pada umur 1, 2, 3 dan 4 minggu berturut-turut 39,43±19,88; 99,29±20,08; 146,43±10,59; dan 175,14±15,40 g. Perbedaan

(4)

ini diduga karena perbedaan pakan dan jenis merpati. Bobot badan anak merpati pada umur tiga minggu (317,8±30,2 g) hampir sama dengan bobot badan ayam buras umur empat minggu yaitu sebesar 277-311 g (Winarti & Wiranti 2013). Apabila dibandingkan dengan pertumbuhan puyuh jantan, anak merpati juga lebih lebih unggul. Pertambahan bobot badan puyuh jantan pada umur 15 hari hingga 42 hari (27 hari) adalah sebesar 119,22±2,46 g (Napirah et al. 2014), sedangkan pertambahan bobot badan anak merpati umur 1-3 minggu (21 hari) pada penelitian ini sebesar 159,9 g. Pertumbuhan anak merpati sampai umur tiga minggu sangat cepat dan melambat setelah itu. Hal ini merupakan petunjuk bahwa apabila akan dimanfaatkan dagingnya maka pada umur 3-4 minggu tersebut merupakan waktu yang tepat untuk memotong merpati.

Karkas

Rata-rata bobot karkas anak merpati umur empat minggu 225,8±11,21 g atau 65,6±4,18% dari bobot hidup. Bobot karkas anak merpati hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Ibrahim & Bashrat (2013) yaitu 118,60±5,51 g atau 59,03% dari bobot badan. Bobot karkas merpati umur empat minggu hampir sama dengan bobot karkas ayam F1 silangan pelung-kampung umur enam minggu yang memiliki bobot karkas 256 g (Iskandar et al. 1999). Persentase karkas merpati tidak jauh berbeda dengan karkas ayam broiler persentase yang besarnya antara 65,35±1,56-68,04±4,22% (Daud 2006). Menurut Brake et al. (1993) persentase karkas berhubungan dengan jenis kelamin, umur dan bobot badan.

Tabel 2. Bobot karkas merpati umur empat minggu

Uraian Nilai

Bobot hidup (g) 344,2±12,18

Bobot karkas (g) 225,8±11,21

Persentase karkas terhadap bobot hidup (%) 65,6±4,18

KESIMPULAN

Merpati mempunyai peluang sebagai sumber protein hewani, yang didukung adanya potensi pertumbuhan anak merpati yang sangat cepat dan umur potong yang pendek (3-4 minggu).Untuk pengembangan merpati secara komersial, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memperpendek jarak bertelur atau penetasan telur merpati menggunakan mesin tetas, serta pemeliharaan anak merpati tanpa induk. Mengingat produksi telur hanya dua butir per periode bertelur.

DAFTAR PUSTAKA

Aliza G. 2005. Field guide to meat. How to identify, select and prepare virtually every meat, poultry and guide cut. Philadelphia (US): Quirk Productions.

Bappenas. 2011. Rencana aksi nasional pangan dan gizi 2011-2015. Jakarta (Indonesia): Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

Blechman AD. 2006. Pigeons: The fascinating saga of the world’s most revered and reviled bird. New York (US): Grove Press.

(5)

BPS. 2014. Statistik Indonesia. Jakarta (Indonesia): Badan Pusat Statistik.

Brake J, Havestein GB, Scheideler SE, Ferket PR, Rives D V. 1993. Relationship of sex, age and body weight to broiler carcass yield and offalproduction. Poult Sci. 72:1137-1145.

Daud M. 2006. Persentase dan kualitas karkas ayam pedaging yang diberi probiotik dan prebiotik dalam ransum. J Ilmu Ternak. 6:126-131.

Ditjen P2HP. 2014. Konsumsi daging ayam dan telur di masyarakat masih rendah. Jakarta (Indonesia): Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. Kementerian Pertanian. Ibrahim T, Bashrat O. 2013. Carcass characteristics of pigeons reared in Bauchi Metropolis, north

eastern Nigeria. African Journals Online [Internet]. Available from: http://www.ajol.info /index.php/ \apra/article/view/49852

Iskandar S, Resmawati H, Zainudin D. 1999. Karkas dan potongan bagian karkas ayam F1 silangan pelung-kampung yang diberi ransum berbeda protein. JITV. 4:28-34.

Jalal F. 2009. Pengaruh gizi dan stimulasi psikososial terhadap pembentukan kecerdasan anak usia dini: Agenda Pelayanan tumbuh kembang anak holistik-integratif. Padang (Indonesia): Universitas Andalas.

Jane C. 2005. Monuments to the birds. Dovecotes and pigeon eating in the land of fields. Gastronomica. 5:50-59.

Kabir MA. 2013. Productivity of crossed indigenous pigeon in semi intensive system. J Agric. 2:1-4.

Levi W. 1977. The Pigeon. Sumter (US): Levi Publishing Co, Inc.

Morgan JL. 2006. Culinary creation: An introduction to foodservice and world cuisine. Oxford (UK): Elsevier Butterworth-Heinemann.

Napirah A, Supadmp, Zuprizal. 2014. Pengaruh penambahan tepung kunyit (Curcuma domestica Valet) dalam pakan terhadap performans pertumbuhan, kandungan lemak dan kolesterol daging puyuh (Coturnix coturnix japonica) jantan. Buletin Peternakan. 38:78-82.

Sukardi, Muljowati S. 1999. Dasar ternak unggas. Purwokerto (Indonesia): Fakultas Peternakan UNSOED.

Winarti E, Wiranti EW. 2013. Pengaruh penggantian sebagian pakan komersial ayam broiler dengan bahan pakan lain terhadap pertumbuhan ayam kampung dan pendapatan peternak. J Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 16:223-229.

Gambar

Gambar 1. Laju pertumbuhan bobot hidup merpati sampai umur empat minggu
Tabel 2. Bobot karkas merpati umur empat minggu

Referensi

Dokumen terkait

Concrete vibrator adalah alat yang berfungsi untuk menggetarkan adukan beton yang belum mengeras pada saat pengecoran, agar adukan beton dapat mengisi seluruh ruangan dan tidak

[r]

Maka dari itu pada penelitian kali ini, penulis ingin lebih memperdalam topik yang sama dengan mencari tahu karakteristik usaha dan pengaruh inovasi terhadap keputusan

Penelitian ini hanya mengambil responden yang mempunyai bayi baru lahir sampai dengan usia 6 bulan, sehingga perlu diberikan pengetahuan untuk tahap selanjutnya

Indonesia Marina Shipyard, maka dapat diambil kesimpulan bahwa sebuah pesawat pengangkat dengan kapasitas angkat sebesar 15 ton dan daya angkat floating dock sebesar 5000 TLC

Jadi apabila dalam kenyataannya terdapat pengeluaran untuk pembangunan infra struktur di suatu daerah namun tidak diimbangi dengan kenaikan PDRB yang lebih besar maka

Layanan perpustakaan UGM dalam melakukan pencegahan penyebaran covid-19 adalah perpustakaan UGM membuka layanan sumber belajar daring (online) melalui lib.ugm.ac.id yang

Fama dan French tidak mencatumkan Adjusted R-Squared pada penelitiannya, namun kesimpulan secara umum dari hasil uji model 3FF dan 5FF untuk berbagai sorts (