• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS ATAS PEMBATALAN PERJANJIAN KERJASAMA EVENT ORGANIZER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS YURIDIS ATAS PEMBATALAN PERJANJIAN KERJASAMA EVENT ORGANIZER"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS ATAS PEMBATALAN PERJANJIAN KERJASAMA EVENT

ORGANIZER DENGAN PENGGUNA JASA (STUDI PADA CV.BINTANG

MANDIRI IN7 WEDDING ORGANIZER & DECORATION DI MEDAN)

SITI AYU REVANI

ABSTRACT

The development of legal agreement causes many people to be connected with other people in a certain contract. In a contract, there is a force majeure which is useful for proving whether there is a force majeure or not in the contract. Therefore, the coverage of force majeure is very wide so that the attachment of force majeure in a contract is very useful to prevent the parties concerned from any dispute. In the mutual agreement, the Wedding Organizer explains the definition of compensation when there is a default and failure in a contract done by one of the parties, and how about the provision of compensation when there is a force majeure. The research used judicial normative method. The data were gathered by conducting library research and field research with descriptive analysis approach and analyzed by using qualitative analysis. The mutual agreement used by the Wedding Organizer was unilateral agreement, based on standard agreement.

Keywords: Agreement, Force Majeure, Wedding Organizer

I. Pendahuluan

Dengan perkembangan di sektor ekonomi yang sangat pesat, hukum perjanjian juga turut berkembang pesat, di mana masyarakat semakin banyak yang mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian dengan masyarakat lainnya, yang kemudian menimbulkan berbagai perjanjian, termasuk salah satunya adalah perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh wedding organizer.

Wedding Organizer adalah salah satu jenis usaha yang sangat dekat dan erat kaitannya dengan konsumen. Sering kali dikatakan demikian karena sebuah Wedding

Organizer harus mampu menghadirkan setiap keinginan dan impian calon pasangan

pengantin pada pesta pernikahan, meskipun harus tetap dalam perjanjian (kontrak) yang sudah disepakati bersama. Wedding organizer juga harus bisa memberikan pelayanan dan rasa aman serta nyaman terhadap calon pasangan pengantin yang sering kali merasa sangat tertekan, frustasi, dan gelisah dalam menghadapi hari besar disepanjang hidupnya.

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa itu

(2)

timbulah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dari perikatan yang terjadi itu, maka akan menimbulkan adanya suatu hak dan kewajiban yang mengikat dan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya, sebagaimana termasuk dalam Kitab Undang-undangHukum Perdata Pasal 1338 :

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan- alasan yang oleh undang- undang dinyatakan cukup untuk itu, dan perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik”.1

Dalam pelaksanaan suatu perjanjian terkadang terjadi permasalahan dimana salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan yang disepakati dalam perjanjian. Akibat hukum yang dialami karena tidak dipenuhinya suatu perikatan adalah penggantian biaya, rugi, dan bunga, pada Pasal 1243 BW disebutkan bahwa “Barulah mulai diwajibkan apabila debitur, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaui”.

Dalam perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh CV. Bintang Mandiri In7 Wedding Organizer & Decoration dengan pengguna jasanya dalam hal ini konsumen jelas disebutkan jika terjadi pembatalan yang dilakukan oleh pihak pertama maka pihak kedua berhak mendapatkan 50 % (lima puluh persen) dari biaya kegiatan yang telah disepakati, namun apabila pihak kedua yang melakukan pembatalan, maka pihak pertama berhak mendapat ganti rugi 50 % (lima puluh persen) dari biaya kegiatan yang telah disepakati.

Pada Pasal 1266 KUHPerdata secara khusus memberikan pengaturan tentang syarat batal dalam perjanjian timbal balik. Undang-undang tersebut menentukan bahwa “syarat yang membatalkan perjanjian timbal balik adalah kalau salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya”. Ketentuan undang-undang ini, terutama Pasal 1266 KUHPerdata adalah merupakan suatu yang menarik perhatian, dikarenakan didalamnya banyak mengandung

1 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan“ Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456 BW,

(3)

kelemahan-kelemahan yang kadang-kadang satu sama lain mempunyai sifat yang bertentangan.

Pada saat seorang calon pengguna jasa wedding organizer mengajukan untuk memakai jasa yang telah disediakan, maka mereka telah menyetujui syarat- syarat yang ditentukan oleh CV. Bintang Mandiri In7 Wedding Organizer & Decoration dan membuat kata sepakat yang dituangkan dan dijelaskan dalam suatu perjanjian, yang bertujuan untuk menjamin dan melindungi kepastian hukum bagi pengguna jasa dengan CV. Bintang Mandiri In7 Wedding Organizer & Decoration, karena di dalam perjanjian tersebut akan diatur secara jelas hak dan kewajiban antara pengguna jasa dengan pihak wedding organizer, Di samping itu juga berpedoman kepada Undang- undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang pada hakekatnya bertujuan untuk menciptakan sistem perlindungan kepada pengguna jasa (konsumen) serta keterbukaan informasi sekaligus menumbuhkan kesadaran CV. Bintang Mandiri In7 Wedding Organizer & Decoration sebagai pelaku usaha (produsen) mengenai pentingnya perlindungan konsumen sebagai perwujudan kepedulian wedding organizer terhadap pengguna jasa. Perumusan masalah penelitian ini adalah :

1. Bagaimana akibat hukum yang ditimbulkan dari pembatalan kerjasama CV. Bintang Mandiri In7 Wedding Organizer & Decoration dengan pengguna jasa jika terjadi wanprestasi yang dikarenakan oleh salah satu pihak, baik dari pihak wedding organizer maupun pihak pengguna jasa ?

2. Bagaimanakah pentingnya pencantuman klausula force majeure dalam sebuah perjanjian yang dilakukan oleh CV. Bintang Mandiri In7 Wedding Organizer &

Decoration dengan pengguna jasa ?

3. Bagaimana ketentuan biaya ganti rugi akibat tidak terpenuhinya perjanjian dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama yang terjadi antara CV. Bintang Mandiri In7 Wedding Organizer & Decoration dengan pengguna jasa ?

Sesuai dengan perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini ialah :

1. Untuk mengetahui akibat hukum yang ditimbulkan dari pembatalan kerjasama CV. Bintang Mandiri In7 Wedding Organizer & Decoration dengan pengguna jasa apabila

(4)

terjadi wanprestasi yang dikarenakan oleh salah satu pihak baik, dari pihak wedding

organizer maupun pihak pengguna jasa

2. Untuk mengetahui dan menganalisis pentingnya pencantuman klausula force Majeure dalam suatu Perjanjian Kerjasama yang dilakukan oleh CV. Bintang Mandiri In7 Wedding Organizer & Decoration dengan pengguna jasa

3. Untuk mengetahui ketentuan biaya ganti rugi akibat tidak terpenuhinya perjanjian oleh CV. Bintang Mandiri In7 Wedding Organizer & Decoration dengan pengguna jasa dalam hal ini disebut konsumen.

II. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yakni penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Norma yang dimaksud adalah cara meneliti bahan kepustakaan atau bahan data sekunder yang meliputi buku-buku serta norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang- undangan, asas-asas hukum, kaedah hukum dan sistematika hukum putusan pengadilan, perjanjian dan badan hukum lainnya.2 Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari :

1. Bahan hukum primer yang terdiri dari : a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2. Bahan hukum sekunder yang terdiri dari pendapat para ahli yang termuat dalam literatur, buku-buku, artikel, media cetak maupun elektronik.

3. Bahan hukum tersier terdiri dari kamus hukum, atau ensiklopedia yang berhubungan dengan materi penelitian ini.

Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode pengumpulan data : 1. Kepustakaan (library research) yaitu untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin,

pemikiran konseptual dan penelitian yang dilakukan oleh pihak lain yang relevan dengan penelitian ini dengan cara menelaah menginventarisasi pemikiran atau pendapat juga sejarah atau latar belakang pemikiran tentang perjanjian kerjasama.

2 Mukti Fajar, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

(5)

Pemikiran dan gagasan serta di konsepsi tersebut dapat diperoleh melalui peraturan perundang- undangan yang berlaku, literatur dari para pakar yang relevan dengan objek penelitian dalam hal ini pihak wedding organizer, yang termuat dalam data ataupun dalam bentuk dokumen dan putusan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini.

2. Studi Lapangan (Field research) yaitu untuk melakukan wawancara dengan pihak wedding organizer yang dalam hal ini sebagai informan, untuk memperoleh data primer, dilakukan wawancara dengan mempergunakan pedoman wawancara dan daftar pertanyaan yang disusun secara kombinasi antara bentuk tertutup dan bentuk terbuka. Supaya wawancara yang dilakukan lebih terarah dan sistematis, maka wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara.3

III. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Event organizer atau biasa disebut dengan EO, dalam bahasa Inggris disebut dengan “ Phrase “ yang artinya adalah penyelenggaraan acara, di Indonesia pola kerja EO sudah ada lama dimulai dari pesta - pesta adat dimana panitia pesta tersebut mulai membagi tugas masing - masing untuk mendukung suksesnya suatu acara.

Sedangkan istilah event organizer di Indonesia mulai populer sekitar tahun 1990 yang semakin popular lagi pada tahun 1998 pasca era krisis dimana begitu banyak tenaga kerja yang keluar dari perusahaan tempatnya bekerja dengan berbagai alasan dan mulailah mencari alternativ penghasilan lain yang salah satunya melalui dengan membuat EO.

Jasa event organizer sendiri adalah jasa penyelenggaraan sebuah acara atau kegiatan yang terdiri dari serangkaian mekanisme yang sistematis dan memerlukan ketekunan serta kesungguhan dan kekompakan tim. Salah satu perkembangan event organizer adalah dengan hadirnya wedding organizer sebagai salah satu kategori yang dapat memperluas ruang lingkup event organizer tersebut.

3 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2005), hal

(6)

Wedding organizer adalah suatu jasa khusus yang secara pribadi membantu calon pengantin dan keluarga dalam perencanaan dan supervisi pelaksanaan rangkaian pernikahan sesuai jadwal yang ditetapkan.4Wedding organizer sebagai pelaku usaha sering mendapati pasang surut, sehingga tidak jarang juga melakukan tindakan yang terkadang dapat merugikan pengguna jasa begitu juga sebaliknya, dalam keadaan yang sulit itu maka perlu mengadakan tindakan perikatan yang dalam hal ini disebut perjanjian.5

Dengan tujuan demi melindungi kepentingan masing-masing pihak, maka perlu adanya suatu kesepakatan yang bertujuan mengatur interaksi tersebut dengan segala akibat hukum yang akan ditimbulkan oleh perjanjian tersebut, karena mungkin saja masalah belumlah timbul dalam waktu dekat, akan tetapi masalah akan timbul seiring berjalannya perjanjian di masa yang akan datang.

Apabila terjadi permasalahan dalam pelaksanaannya perjanjian tersebut, dapat dengan seksama melindungi semua pihak yang terkait didalam perjanjian tersebut. Dengan demikian perjanjian kerjasama yang dilakukan wedding organizer dengan pengguna jasa dalam hal ini konsumen dapat memberikan batasan-batasan hukum yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak.

Dalam membuat suatu perjanjian banyak cara atau jenis yang diperlukan dalam masyarakat, baik hal itu telah diatur dalam undang-undang maupun hanya berupa kebiasaan yang dilakukan sehari-hari.6

Dengan demikian tujuan perjanjian adalah untuk memberikan perlindungan hukum terhadap pihak-pihak yang melakukan perjanjian sehingga ketentuan yang diatur didalam sebuah kontrak dapat terlaksana dengan baik dan mempunyai batasan-batasan hak dan kewajiban bagi para pihak yang terlibat didalam perjanjian suatu kontrak tersebut.

Perjanjian yang sah artinya, perjanjian yang memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang sehingga perjanjian tersebut diakui oleh hukum. Oleh karena tidak semua perjanjian yang dibuat oleh setiap orang sah dalam pandangan hukum

4http://tradisiperkawinan0.tripod.com/, diakses pada tanggal 23 November 2012 5

Ahmadi Miru dan Pati Sakka, Hukum Perikatan “ Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456 BW ,( Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2008), hal 36.

(7)

Didalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Untuk sahnya suatu perjanjian juga harus memenuhi syarat yang dinamakan sebab atau yang diperbolehkan. Menurut Pasal 1320 KUHPerdata pengertian sebab di sini ialah tujuan dari pada perjanjian, apa yang menjadi isi, kehendak dibuatnya suatu perjanjian.7

Dengan demikian apabila dalam membuat perjanjian tidak terdapat suatu sebab yang halal, maka dapat dikatakan bahwa objek perjanjian tidak ada. Oleh karena itu perjanjian tersebut tidak dapat dilaksanakan karena tidak terang dan jelas apa yang diperjanjikan.8

Dalam pembahasan mengenai syarat-syarat sahnya suatu perjanjian telah disebutkan sebelumnya dikatakan bahwa apabila suatu syarat objektif tidak dipenuhi maka perjanjian batal demi hukum, sedangkan tentang syarat subyektif, perjanjian baru dapat dibatalkan apabila diminta kepada hakim. Menurut KUHPerdata pengertian pembatalan perjanjian digambarkan dalam dua bentuk yaitu :9

1. Pembatalan Mutlak (absolute nietigheid)

Pembatalan mutlak (absolute nietigheid) yang dimaksud adalah suatu perjanjian harus dianggap batal, meskipun tidak diminta oleh salah satu pihak, dimana perjanjian seperti ini dianggap tidak pernah ada sejak semula terhadap siapapun juga. Misalnya, terhadap suatu perjanjian yang akan diadakan tidak mengindahkan cara yang dikehendaki oleh Undang- Undang secara mutlak.

Suatu perjanjian adalah batal mutlak apabila kausa bertentangan dengan kesusilaan (geode zeden), bertentangan dengan ketertiban umum (openvare orde), ataupun dengan Undang-Undang. Misalnya, penghibahan benda tidak bergerak harus dengan akte notaries, perjanjian perdamaian harus dibuat secara tertulis, konsekuensinya adalah terhadap perjanjian-perjanjian tersebut batal demi hukum.10

2. Pembatalan Relatif (relatif nietigheid)

7

Suharnoko, Hukum Perjanjian, Kencana, Jakarta, 2004, hal 18

8 Gunawan Widjaya, Memahami Prinsip Keterbukaan dalam Hukum Perdata, ( Jakarta : PT.Raja

Grafindo Persada, 2006 ), hal 263

9

R. Subekti, Hukum Perjanjian, ( Jakarta : Pembimbing Masa, 1980 ), hal 36

10 Hartono Hadisoeprapto, Pokok- Pokok Hukum Perikatan Dan Hukum Jaminan, Yogyakarta:

(8)

Pembatalan relatif (relatif nietigheid) adalah suatu perjanjian yang tidak batal dengan sendirinya, tetapi perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalan kepada hakim oleh pihak- pihak yang merasa dirugikan.

Pembatalan relatif ini dapat dibagi menjadi dua macam pembatalan, yaitu :

a. Pembatalan atas kekuatan sendiri, maka kapan hakim diminta supaya menyatakan batal (nieting verklaard) misalnya dalam perjanjian yang diadakan oleh seorang yang belum dewasa atau dibawah umur, pengampuan atau yang berada dibawah pengawasan curatele.

b. Pembatalan belaka oleh hakim yang putusannya harus berbunyi ‘membatalkan’ misalnya dalam hal perjanjian yang terbentuk secara paksaan, kekeliruan ataupun penipuan.11

Perjanjian batal demi hukum terjadi akibat tidak memenuhi syarat obyektif dari sebuah kontrak atau perjanjian. Tiap-tiap pihak yang berjanji untuk memenuhi prestasi kepada pihak lainnya harus pula memperoleh prestasi yang dijanjikan oleh pihak lainnya prestasi dapat dirumuskan secara luas sebagai sesuatu yang diberikan, dan dapat diperjanjikan, atau dilakukan secara timbal balik.

Pada Pasal 1266 KUHPerdata secara khusus memberikan pengaturan tentang syarat batal dalam perjanjian timbal balik. Undang-undang tersebut menentukan bahwa “syarat yang membatalkan perjanjian timbal balik adalah kalau salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya”. Ketentuan undang-undang ini, terutama Pasal 1266 KUHPerdata adalah merupakan suatu yang menarik perhatian, karena pihak-pihak yang berjanji itu harus terikat secara sah. Terikat secara sah adalah menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak.

Dalam perjanjian untuk melakukan jasa-jasa, suatu pihak menghendaki dilakukannya suatu pekerjaan untuk mencapai sesuatu tujuan. Undang- undang membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaan dalam berbagai macam, yaitu : 12

1. Perjanjian untuk melakukan jasa- jasa 2. Perjanjian kerja

11 Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Hukum Perjanjian, Yogyakarta : Gadjah Mada, 1980, hal 26 12

(9)

3. Perjanjian pemborongan pekerjaan

4. Perusahaan yang melayani jasa untuk berprilaku dan bekerja sesuai dengan ketentuan hukum perjanjian ( kontrak ) yang berlaku.

Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak yang dirugikan karena wanprestasi. Tindakan wanprestasi dapat terjadi karena :

1. Kesengajaan 2. Kelalaian

3. Tanpa kesalahan (tanpa kesengajaan atau kelalaian)

Wanprestasi atau tidak terpenuhinya janji dapat terjadi baik karena sengaja maupun tidak sengaja. Wanprestasi dapat berupa :

1. Sama sekali tidak memenuhi prestasi 2. Prestasi yang dilakukan tidak sempurna 3. Terlambat memenuhi prestasi

4. Melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan

Wanprestasi mengakibatkan salah satu pihak dirugikan, oleh karena pihak lain dirugikan akibat wanprestasi tersebut, maka pihak yang melakukan wanprestasi harus menanggung akibat dari tuntutan pihak lawan yang dapat berupa tuntutan :

1. Pembatalan kontrak (disertai atau tidak disertai ganti rugi) 2. Pemenuhan kontrak (disertai atau tidak disertai ganti rugi)

Dengan demikian, kemungkinan pokok yang dapat dituntut oleh pihak yang dirugikan adalah pembatalan dan pemenuhan kontrak. Namun jika kedua kemungkinan pokok tersebut diuraikan lebih lanjut, kemungkinan tersebut dapat dibagi menjadi empat (4), yaitu : 13

1. Pembatalan kontrak

2. Pembatalan kontrak disertai tuntutan ganti rugi 3. Pemenuhan kontrak saja

13 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, ( Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2008

(10)

4. Pemenuhan kontrak disertai ganti rugi

IV. Kesimpulan dan Saran A.Kesimpulan

1. Perjanjian kerjasama yang dipakai oleh pihak wedding organizer memakai perjanjian sepihak dan berlandaskan perjanjian standar ( baku ) karena memberikan kewajiban pada seseorang sekaligus memberikan hak kepada seseorang lain untuk menerima prestasi yang telah dibuat, dan bisa juga memakai perjanjian timbal balik karena dalam perjanjian tersebut memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Salah satu kasus ketika segala yang diperjanjikan telah sesuai dengan keinginan maka terdapat halangan yaitu pembatalan perjanjian atau kontrak yang dilakukan pengguna jasa secara sepihak. Hal itu termasuk kedalam wanprestasi karena sengaja dibatalkan oleh alasan yang bukan termasuk kedalam force majeure, salah satunya adalah putusnya hubungan antara calon pengantin. Dengan demikian mengakibatkan pengguna jasa harus membayar kerugian karena dinyatakan melakukan kelalaian.

2. Pencantuman force majeure untuk memberitahukan batasan- batasan apa saja yang termasuk lalai dan dan batasan apa yang termasuk dalam keadaan memaksa jenis force majeure berdasarkan karena keadaan alam, force majeure karena keadaan darurat, force majeure karena keadaan kebijakan. Force majeure yang dipakai dalam perjanjian kerjasama wedding organizer dengan pengguna jasa adalah force majeure karena keadaan alam dan keadaan darurat. Kasus orang tua pengguna jasa meninggal dunia, hal itupun tetap dapat diberikan hak kepada pihak wedding organizer untuk mendapatkan ganti rugi, walaupun hal yang terjadi itu termasuk dalam force majeure subjektif. Karena

force majeure memiliki ruang lingkup yang sangat luas dalam merumuskan force

majeure dalam konsep hukum perdata Indonesia harus terpenuhi beberapa hal yaitu : a. Merupakan hal yang tidak terduga, di luar kemauan, kemampuan atau kendali para

pihak;

b. Tidak dapat dipersalahkan kepadanya atau tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya;

(11)

d. Para pihak telah melakukan upaya sedemikian rupa untuk menghindari peristiwa tersebut;

e. Menimbulkan kerugian bagi para pihak atau salah satu pihak;

f. Terjadinya peristiwa tersebut menyebabkan tertunda, terhambat, terhalang, atau tidak dilaksanakannya prestasi para pihak;

g. Kejadian tersebut sangat mempengaruhi pelaksanaan perjanjian.

Dan dalam membuktikan hal-hal diatas di hadapan pengadilan, merupakan kewajiban dari pihak yang mengajukan pembelaan bahwa telah terjadi force majeure. 3. Didalam suatu perjanjian konsekuensi yang didapat apabila terjadi wanprestasi atau

pembatalan secara sepihak adalah ganti rugi. Perjanjian kerjasama yang dilakukan wedding organizer dengan pengguna jasa adalah ganti rugi dalam bentuk out of pocket. Ganti rugi dalam bentuk out of pocket seluruh biaya yang telah dikeluarkan salah satu pihak dalam rangka melaksanakan kontrak harus diganti oleh pihak yang melakukan wanprestasi. Maka ketentuan biaya ganti rugi yang harus dipenuhi oleh salah satu pihak yang melakukan wanprestasi dalam perjanjian kerjasama CV. Bintang Mandiri In7

Wedding Organizer dengan pengguna sebesar 50 % ( lima puluh persen ) dari kegiatan

yang telah disepakati bersama bagi pihak yang melakukan wanprestasi. Apabila terjadi

force majeure dalam pelaksanaan perjanjian ini yang diakibatkan oleh keadaan memaksa

yang terdapat dalam Pasal 5 yang diatur dalam kontrak antara CV. Bintang Mandiri In7

Wedding Organizer & Decoration kewajiban pihak pengguna jasa untuk

menyelesaikannya. Apabila terjadi ketidaksepahaman pada pelaksanaan perjanjian mengenai ruang lingkup klausula force majeure dalam suatu force majeure atau bukan mengenai contoh kasus diatas yang menyebutkan bahwa banjir memang termasuk dalam ruang lingkup force majeure karena keadaan alam akan tetapi unsur dari force majeure itu tidak terpenuhi dimana banjir dalam perkara ini adalah hal yang dapat diduga karena curah hujan yang sangat besar selalu terjadi dalam musim hujan dan bulan- bulan tertentu, oleh karena itu seharusnya wedding organizer dapat melakukan upaya sedemikian rupa untuk menghindari peristiwa tersebut misalnya dengan menyediakan tempat dan tenda-tenda khusus yang sudah dirancang sedemikian rupa guna memberikan

(12)

kelancaran acara apabila terjadi curah hujan yang berlebihan yang mengakibatkan pesta taman tersebut terganggu pelaksanaannya.

B.Saran

1. Putusnya hubungan antara calon pasangan pengantin tersebut selain mendapatkan penetapan ganti rugi sesuai dengan perjanjian kerjasama pada pasal 4 yaitu sebanyak 50 % ( lima puluh persen ) dari biaya kegiatan yang telah disepakati apabila salah satu pihak melakukan pembatalan yang disebabkan oleh wanprestasi, sebaiknya dapat juga dilihat dari segi teori konvensional karena jika dihubungkan dengan analisis ini layak tidaknya suatu penetapan ganti rugi dalam suatu kontrak haruslah dilihat pada saat kontrak itu dibuat. Oleh sebab itu sebaiknya sebelum kontrak ditandatangani sebaiknya kedua belah pihak secara rinci melihat apakah ketentuan yang dibuat tidak merugikan pihak yang menjalani perjanjian tersebut. Sementara jika dilihat dari teori modern besarnya ganti rugi yang disebut dalam suatu kontrak dianggap layak jika dilihat pada waktu dibuat atau ditandatanganinya suatu kontrak. Karena jika kerugian lebih kecil dari yang diperkirakan sedangkan jumlah ganti rugi dalam kontrak layak dan lebih besar maka kontrak dapat terus dilaksanakan. Kedua teori itu dapat dijadikan acuan mengenai penetapan ganti rugi agar terjadi keadilan dalam menjalankan ganti rugi dalam suatu perjanjian.

2. Apabila terjadi pembatalan yang dikarenakan oleh keadaan memaksa atau force majeure diharapkan terdapat keputusan yang adil bagi kedua belah pihak, dalam kasus force

majeure menyangkut orang tua yang meninggal dunia yang menyebabkan pihak

pengguna jasa harus secara terpaksa membatalkan perjanjian sebaiknya dapat diselesaikan dengan cara bermusyawarah walaupun pada isi perjanjian tersebut tidak terdapat aturan dan batasan yang diberikan bagi pengguna jasa akan tetapi demi rasa kemanusiaan pihak wedding organizer seharusnya dapat memaklumin dan bermusyawarah dengan pihak pengguna jasa dan memberi kelonggaran pada pengguna jasa dalam memenuhi prestasinya. Pencantuman klausula force majeure yang terdapat dalam perjanjian kerjasama sebaiknya memberikan keadilan kepada kedua belah pihak dalam membuatnya bukan saja melindungi pihak wedding organizer namun sebaiknya juga dapat memasukkan poin- poin klausula perjanjian khususnya mengenai force

(13)

majeure untuk pengguna jasa sehingga terdapat suatu keadilan dalam menilai batasan- batasan yang juga dapat melindungi pengguna jasa seandainya force majeure didapati oleh pihak pengguna jasa, sehingga timbul rasa adil bagi kedua belah pihak bukan hanya pada satu pihak saja.

3. Ketika para pihak merumuskan klausula force majeure dalam perjanjian selain merumuskan tentang ruang lingkup dari force majeure dalam perjanjian tersebut, juga perlu ditekankan bahwa force majeure itu terjadi di luar kendali yang layak dan tanpa kesalahan atau kealpaan dari pihak-pihak yang ada sehingga dimengerti oleh para pihak bahwa kejadian-kejadian seperti banjir, kebakaran dan sebagainya tidak langsung menjadikan peristiwa tersebut sebagai force majeure.

(14)

V. DAFTAR PUSTAKA Buku :

Fajar Mukti, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010.

Gunawan Widjaya, Memahami Prinsip Keterbukaan dalam Hukum Perdata, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006.

Hartono Hadisoeprapto, Pokok- Pokok Hukum Perikatan Dan Hukum Jaminan, Liberty, Yogyakarta 1984.

Marzuki Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005.

Miru Ahmadi dan Pati Sakka, Hukum Perikatan “ Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456 BW “,PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008.

_________, Hukum Perancangan Kontrak, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008.

Subekti R., Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995.

_________, Hukum Perjanjian, Pembimbing Masa, Jakarta, 1980. Suharnoko, Hukum Perjanjian, Kencana, Jakarta, 2004.

Sofwan Masjchun Sri Soedewi, Hukum Perjanjian, Gadjah Mada, Yogyakarta, 1980.

Subekti, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995.

Internet :

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu pertanyaan penelitian yang coba dijawab adalah “Sejauh mana favoritisme terhadap kelompok sendiri dan kecenderungan bersikap Negatif terhadap kelompok lain

Israel'in Yahudi entelektüel ha­ yatını tanımlaması kısmi ve eksiktir, çünkü kendisi erken modern Yahudi tarihçiler için çok ilginç olmasına rağmen, sadece bir

O skaitantysis, laike nutolęs suvo - kėjas, gauna nuorodas į daugybę skaitymo ir supratimo strategijų, nes skaitymo kodo ar tvarkos šis tekstas (laiškų masyvą va - dinsime

Jika surat keputusan yang mengawali adanya peralihan hak atas tanah tersebut tidak lahir dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, seharusnya surat keputusan

Didalam Putusan Hakim atas perkara grant sultan dengan nomor register : 96/PDT/2012/PN-MDN telah sesuai hukum, ini dapat dilihat karena hakim tersebut memutuskan menurut Pasal

Outputnya berjumlah 10 buah yang menyatakan hasil pengenalan ubin retak atau tidak untuk 5 jenis ubin Untuk arsitektur yang menggunakan ekstraksi ciri Haar

Nomor Lead Umum Puteri: Medali Emas direbut oleh Wilda B.A (FPTI Jatim), Perak direbut oleh Nindy Febrianti (FPTI Jatim),d an medali Perunggu oleh Risky Bin

1. Analisis Jenis Manfaat Ekonomi Kawasan Berdasarkan Tipologi Nilai Ekonomi Total, penulis melakukan pengklasifikasian terhadap jenis manfaat ekonomi kawasan Lawang