1
ANALISIS STABILITAS DAN PENGENDALIAN OPTIMAL PADA TERAPI OBAT DALAM PENGOBATAN HIV
Oleh: Pitut Fariana 1204 100 040 Pembimbing: Dr. Erna Apriliani, M.Si
Abstrak
Highly Active Antiretroviral Theraphy (HAART) adalah metode pengobatan yang dilakukan pada penderita HIV yang bertujuan untuk memperlambat perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS. Terapi ini dilakukan dengan cara menggabungkan 2 atau 3 obat antiretroviral. Pada model dinamik HIV ini dilakukan pengendalian optimal dengan meminimumkan fungsi tujuan untuk meningkatkan konsentrasi sel CD4+T dan mengurangi pengaruh efek samping obat yang diberikan terhadap tubuh. Pada Tugas Akhir ini dibahas pengendalian optimal dari gabungan terapi menggunakan metode Pontryagin Minimum Principle untuk mendapatkan penyelesaian yang optimal. Hasil analisa menunjukkan bahwa kontrol obat yang diberikan dapat meningkatkan konsentrasi sel CD4+T.
Kata kunci : HIV/AIDS, Optimal Control, Prinsip Minimum Pontryagin. 1. Pendahuluan
HIV (Human Immunodefficiency Virus)
adalah virus penyebab AIDS, sedangkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah sindrom menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia yang disebabkan oleh HIV. Orang yang mengidap AIDS sangat mudah tertular oleh berbagai macam penyakit karena sistem kekebalan tubuhnya telah menurun.
Sampai saat ini belum ditemukan cara yang benar-benar efektif bisa menyembuhkan AIDS. Metode perawatan yang biasa dilakukan selama ini hanya bertujuan untuk memperlambat kondisi penderita yang telah terinfeksi HIV berkembang menjadi AIDS dan meningkatkan daya tahan tubuh yang diharapkan bisa memberikan harapan baru bagi penderita yaitu bisa mempertahankan hidupnya lebih lama lagi.
HIV merupakan golongan retrovirus sehingga
metode perawatan yang selama ini dilakukan adalah melalui terapi antiretroviral yaitu HAART (Highly
Active Antiretroviral Theraphy) yang mengkombinasikan paling sedikit dua atau tiga jenis obat antiretroviral. Kombinasi yang sering digunakan terdiri dari Reverse Transcriptase Inhibibitor (RTI) dan Protease Inhibitor (PI). Akan tetapi terapi ini memiliki kelemahan diantaranya muncul efek samping yang berlebihan dalam penggunaan obat-obatan dan juga harga obat yang relatif mahal (Card JJ, dkk, 2007). Oleh karena itu perlu adanya kontrol atau pengendalian agar terapi pada penderita bisa optimal.
Metode pengendalian ini dideskripsikan dalam bentuk model matematika yang berupa sistem
persamaan differensial yang menggambarkan
interaksi antara partikel HIV dan sel-sel kekebalan tubuh yang menjadi target dengan adanya suatu kontrol (pemberian obat). Beberapa penelitian tentang metode pengendalian optimal pada model dinamik HIV telah dilakukan sebelumnya oleh (Fariyanto, 2008) dan (Maghfiroh, 2009) yang masing-masing
melakukan analisis mengenai eksistensi dan
ketunggalan kontrol optimalnya.
Dalam Tugas Akhir ini akan dibahas masalah pengendalian optimal dalam pemberian dosis obat dengan meminimumkan fungsi obyektif yang bertujuan untuk meningkatkan populasi sel kekebalan tubuh dan mengurangi reproduksi virus. Selain itu juga akan dianalisis kestabilan lokal sistem untuk mengetahui perilaku dinamiknya. Dari penelitian ini akan didapatkan informasi mengenai kontrol yang tepat untuk penanganan penderita HIV.
2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan untuk
memecahkan permasalahan ini adalah sebagai berikut:
1. Menentukan Titik Kesetimbangan
2. Menganalisa Kestabilan Lokal Titik Setimbang 3. Penyelesaian Optimal Control
a. Membentuk persamaan Hamiltonian
b. Menentukan persamaan state dan co-state dengan menggunakan kondisi perlu dari
Pontryagin Minimum Principle
c. Menentukan bentuk optimal control u*
berdasarkan kondisi stasioner (prinsip
optimal) 4. Simulasi Numerik
2
5. Interpretasi Hasil Simulasi dan Penarikan Kesimpulan
3. Tinjauan Pustaka
3.1 Sistem Kekebalan Tubuh
Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan tubuh dari pengaruh luar (bakteri maupun virus) yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme khususnya makrofag dan sel T CD4+. Makrofag merupakan sel yang menelan dan mencerna patogen. Selain itu makrofag juga menstimulasi sel kekebalan tubuh lain seperti sel T CD4+ untuk memberikan reaksi pada patogen. Sel T CD4+ tidak langsung menyerbu patogen akan tetapi membantu aktivasi sel T Cytotoxic. Sel T Cytotoxic berperan sebagai penghancur sel-sel yang telah terinfeksi virus ataupun tumor. (Card,JJ, 2007)
3.2 HIV dan AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus)
merupakan salah satu jenis virus yang hanya menginfeksi manusia dan menyebabkan menurunnya sistem kekebalan tubuh penderita HIV. HIV juga disebut sebagai lentivirus. Lenti berarti lambat sehingga lentivirus adalah virus yang memiliki jangka waktu yang lama antara waktu pertama kali
menginfeksi manusia dengan waktu dimana
seseorang menunjukkan gejala-gejala infeksi yang serius. HIV menghancurkan sistem kekebalan tubuh manusia dengan cara merusak sel yang dibutuhkan oleh sel T Cytotoxic untuk menjadi aktif.
Infeksi HIV pada akhirnya menyebabkan penderita mengalami AIDS (Acquired Immune
Deficiency Syndrome) yaitu suatu kondisi dimana
penderita HIV mengalami penurunan tingkat
kekebalan tubuh. Tanpa adanya sel kekebalan yang cukup, tubuh tidak mampu mempertahankan diri dari berbagai macam infeksi yang ada di lingkungan sekitarnya. Berbagai macam infeksi yang dialami oleh penderita HIV karena melemahnya sistem kekebalan tubuh disebut sebagai infeksi oportunistik.
Tahap infeksi virus HIV yang lebih lanjut (AIDS) diindikasikan oleh dua hal. Pertama dideteksi dari jumlah sel T CD4+ yang kurang dari 200 /
dan dilihat dari munculnya infeksi oportunistik.
3.3 Model Dinamik HIV
Model dinamik HIV pada penelitian Tugas Akhir ini diberikan dalam bentuk sistem persamaan differensial biasa sebagai berikut (Banks, 2008) :
̇ = Λ − − ̇ = Λ − − ̇′= − ′− ′ ̇′= − ′− ′ (1) ̇ = ( ′+ ′) − [ + + ] ̇ = − ̇ = Λ + ( ′+ ′) ( ′+ ′+ ) − ( ′+ ′) ( ′+ ′+ ) −
Pada model diatas diberikan suatu tindakan
yang diharapkan dapat memperlambat laju
perkembangan dari HIV menjadi keadaan yang lebih parah lagi yaitu AIDS berupa perawatan dengan pemberian obat secara kemoterapi yang secara matematis dinyatakan dalam fungsi kontrol yang melambangkan persentase dosis obat yang memiliki tujuan untuk menekan jumlah populasi virus dan merangsang pertumbuhan populasi sel T Cytotoxic. Setelah diberikan kontrol, virus yang ada dalam tubuh penderita terbagi menjadi dua populasi yaitu virus yang infektif dan virus non-infektif.
Selanjutnya model diatas menjadi : ̇ = Λ − − (1 − ) ̇ = Λ − − (1 − ) ̇′= (1 − ) − ′− ′ ̇′= (1 − ) − ′− ′ (2) ̇ = (1 − ) ′+ ′ − [ + (1 − ) + (1 − ) ] ̇ = ( ′+ ′) − ̇ = Λ + ( ′+ ′) ( ′+ ′+ ) − ( ′+ ′) ( ′+ ′+ ) −
Tindakan pengendalian ini bertujuan untuk
meningkatkan konsentrasi sel-sel target dan
mengurangi pengaruh efek samping obat yang diberikan terhadap tubuh. Untuk itu, dipresentasikan dalam bentuk pemodelan fungsi tujuan sebagai berikut:
( , ) = [ ( ) + ( ) + ( ) − ( )] (3) dengan :
: Populasi sel T CD4+
yang sehat : Populasi makrofag yang sehat
′ : Populasi sel T CD4+
yang telah terinfeksi virus
′ : Populasi makrofag yang telah terinfeksi virus
: Populasi virus yang infektif : Populasi virus non-infektif : Populasi sel imun (sel T Cytotoxic) Λ : Laju kelahiran sel T CD4+
yang sehat μ : Laju kematian sel T CD4+
yang sehat k : Tingkat infeksi sel T CD4+ yang sehat m : Tingkat pemusnahan sel T CD4+
infektif oleh sel imun ρ : Rata-rata jumlah virus yang menginfeksi sel T CD4+
Λ : Laju kelahiran makrofag yang sehat μ : Laju kematian makrofag yang sehat k : Tingkat infeksi makrofag yang sehat
m : Tingkat pemusnahan makrofag infektif oleh sel imun ρ : Rata-rata jumlah virus yang menginfeksi makrofag
: Laju kematian sel yang telah terinfeksi : Jumlah virus yang diproduksi oleh sel infektif : Laju kematian alami virus
Λ : Laju kelahiran alami sel imun b : Laju kelahiran minimum sel imun
: Konstanta saturasi untuk kelahiran sel imun d : Laju kematian minimum sel imun
: Konstanta saturasi untuk kematian sel imun μ : Laju kematian alami sel imun
u : Kontrol yang berupa presentase dosis RTI u : Kontrol yang berupa presentase dosis PI Q : Matriks pembobot konstan untuk virus
: Matriks pembobot konstan untuk kontrol pertama R : Matriks pembobot konstan untuk kontrol kedua
3 3.4 Titik Setimbang dan Kestabilannya
Suatu sistem persamaan differensial yang berbentuk : = ( , , ′, ′, , , ) = ( , , ′, ′, , , ) ′ = ℎ( , , ′, ′, , , ) ′ = ( , , ′, ′, , , ) (4) = ( , , ′, ′, , , ) = ( , , ′, ′, , , ) = ( , , ′, ′, , , )
mempunyai titik setimbang = , , ′, ′, , ,
jika memenuhi: ( , , ′, ′, , , ) = ( , , ′, ′, , , ) = ℎ( , , ′, ′, , , ) = ( , , ′, ′, , , ) = ( , , ′, ′, , , ) = ( , , ′, ′, , , ) = ( , , ′, ′, , , ) = 0
Kestabilan suatu titik setimbang , , dapat diperiksa dari akar-akar karakteristik (nilai eigen ).
Dengan menyelesaikan persamaan ( − )
dengan A adalah matriks dari sistem persamaan (4) akan menghasilkan polinomial yang memiliki bentuk umum sebagai berikut :
+ + + + + + + ℎ = 0
Sifat stabilitas titik setimbang
, , ′, ′, , , berdasarkan tanda pada
bagian real dibedakan menjadi tiga macam, yaitu : 1. Stabil
Titik setimbang , , ′, ′, , , dikatakan
stabil jika dan hanya jika akar karakteristiknya mempunyai bagian real tak positif.
2. Stabil Asimtotis
Titik setimbang , , ′, ′, , , dikatakan
stabil asimtotis jika dan hanya jika akar karakteristiknya mempunyai bagian real negatif. 3. Tidak Stabil
Titik setimbang , , ′, ′, , ,
dikatakan
tidak stabil jika dan hanya jika akar
karakteristiknya real dan positif atau mempunyai paling sedikit satu akar karakteristik dengan bagian real positif.
Kriteria kestabilan Routh-Hurwitz adalah suatu metode untuk menunjukkan kestabilan sistem dengan memperhatikan koefisien dari persamaan karakteristik tanpa menghitung akar-akar karakteristik secara langsung.
Jika diketahui suatu persamaan karakteristik dengan orde ke-n sebagai berikut :
() = + + + ⋯ + = 0
maka susun koefisien persamaan karakteristik tersebut menjadi :
Tabel 2.1 Tabel Routh – Hurwitz ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ dengan: = − , = − , = − , = − , = −
Dengan menggunakan akar karakteristik (nilai eigen ), sistem dikatakan stabil atau mempunyai bagian real negatif jika dan hanya jika elemen-elemen pada kolom pertama ( , , , … ) memiliki tanda yang sama.
Untuk sistem tak linear harus dilinearkan terlebih dahulu sehingga didapatkan bentuk sistem linear. Tinjau kembali persamaan (4) dimana f, g, h, i,
j, k dan l adalah persamaaan nonlinear dan
, , ′, ′, , , adalah titik setimbang dari persamaan (4). Selanjutnya akan dicari pendekatan
linear disekitar , , ′, ′, , , dengan
melakukan ekspansi menurut deret Taylor disekitar
titik , , ′, ′, , , didapatkan: ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡ ⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ = ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡ ℎ ℎ ℎ ℎ ℎ ℎ ℎ ⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ , , , , , , ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡ ⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤
Dalam hal ini matriks :
⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡ ℎ ℎ ℎ ℎ ℎ ℎ ℎ ⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ , , , , , ,
disebut matriks Jacobian di sekitar titik setimbang
( , , , , , , ).
3.5 Teori Pengendalian Optimal
Dalam teori pengendalian, persoalan
pengendalian optimal adalah untuk mendapatkan kendali pada sistem dinamik yang sesuai dengan
4
target atau variabel keadaan dan pada waktu yang sama dapat dilakukan optimasi maksimum/minimum pada fungsi tujuan.
3.6 Prinsip Minimum Pontryagin
Prinsip Minimum Pontryagin merupakan suatu kondisi sehingga dapat diperoleh penyelesaian
optimal kontrol yang sesuai dengan tujuan
(meminimumkan performance index). Berikut ini akan dibahas contoh kasus yang menjadi ide dasar untuk membantu mendapatkan penyelesaian optimal kontrol pada suatu model. Diberikan permasalahan dengan suatu kontrol yang terbatas sebagai berikut:
( , , ) (5)
dengan kendala :
̇ = ( , , ) (6) ( ) =
≤ ≤ (7)
Bentuk persamaan Hamiltonian :
= ( , , ) + ( , , )
dengan persamaan keadaan (State dan Co-State)
̇ =
̇ = −
( ) = dan = 0
Persamaan Lagrangian yang terbentuk dari (5) dan (6) adalah = ( , , ) + ( , , ) + ( − ) + ( − ) dengan ≥ 0, ≥ 0 ( − ) = 0 ( − ) = 0
supaya optimal maka harus memenuhi persamaan 1. Kondisi Stationer = ( , , ) + ( , , ) − + = 0 (8) 2. Persamaan Keadaan ̇ = ̇ = − dengan ( )= dan = 0.
Dari persamaan (8) dapat diperoleh bentuk optimal
control ( ∗).
4. Analisis Dan Pembahasans 4.1 Deskripsi Model dan Asumsi
Pada bagian ini akan dibahas dinamika penyebaran virus HIV pada tubuh manusia yang terdiri dari populasi sel target yang sehat yaitu sel T CD4+
T1 sel makrofag
T2 , populasi sel T CD4+
terinfeksi
T 1 , sel makrofag terinfeksi 2 T ,populasi virus yang infektif
VI , virus non-infektif
V
NI
, populasi sel T Cytotoxic
E . Diasumsikan : a. Populasi Sel T CD4+ Sehat
T
1Pertumbuhan sel T CD4+ dipengaruhi oleh laju
kelahiran alami
1
dan kematian alami
1 .Populasi sel yang sehat akan berkurang ketika ada sel yang telah terinfeksi oleh virus infektif dengan tingkat infeksi sebesar k1. Sedangkan proses infeksi dinyatakan oleh k1T1VI . Dengan demikian persamaan
untuk populasi sel T CD4+ sehat adalah :
1 1 1 1 1 1 T kV T dt dT I
b. Populasi Sel Makrofag Sehat
T
2
Populasi sel makrofag sehat dipengaruhi oleh adanya laju kelahiran alami
2
dan kematianalami
2 . Populasi sel ini akan berkurang jika adasel yang telah terinfeksi oleh virus dengan tingkat infeksi sebesar
2
k . Tingkat infeksi pada
masing-masing sel sehat berbeda tergantung pada tingkat aktivasi sel-sel tersebut. Proses infeksi pada makrofag dinyatakan oleh k2T2VI.Persamaan untuk populasi
sel makrofag yang sehat adalah :
2 2 2 2 2 2 T k V T dt dT I
c. Populasi Sel T CD4+ yang Terinfeksi
T
1 Munculnya populasi sel T CD4+ yang telah terinfeksi disebabkan oleh adanya interaksi antara sel yang sehat dengan virus yang mampu menginfeksi dengan proses infeksi sebesar k1T1VI. Populasiberkurang dengan adanya kematian alami sel sebesar . Sel yang telah terinfeksi akan meninggalkan kompartemen menjadi virus baru sebanyak NT . Selain itu populasi ini akan berkurang dengan adanya pemusnahan sel-sel yang telah terinfeksi oleh sel-sel imun yaitu sel T Cytotoxic
E dengan laju pemusnahan sebesar m1E. Sehingga persamaan untukpopulasi ini adalah :
1 1 1 1 1 1k
V
T
T
m
ET
dt
dT
I
d. Populasi Sel Makrofag yang Terinfeksi
2 T
Selain sel T CD4+, virus juga menginfeksi sel makrofag dengan tingkat infeksi k2T2VI. Makrofag
yang telah terinfeksi dan berhasil menjadi virus baru
sejumlah NT , meninggalkan kompartemen dan
bergabung dengan populasi virus. Berkurangnya populasi pada sel makrofag yang telah terinfeksi juga disebabkan oleh adanya pemusnahan sel terinfeksi
5
oleh sel T dengan laju sebesar m2E dengan asumsi
nilai m 1 m2 yang menyatakan tingkat pemusnahan
masing-masing sel terinfeksi oleh sel imun. Proses pertumbuhan pada populasi ini dinyatakan oleh persamaan:
2 2 2 2 2 2k
V
T
T
m
ET
dt
dT
I
e. Populasi Virus yang Infektif
V
I
Laju rekruitment virus baru dipengaruhi oleh adanya populasi sel-sel yang telah terinfeksi sebesar
2 1 T T
NT dan rata-rata jumlah virus yang
menginfeksi tiap sel target yang sehat adalah
. Populasi virus juga dipengaruhi oleh adanya virus yang mati sebelum menginfeksi sel-sel target dengan laju kematian alami sebesar . Sejumlah virussebesar 1k1T1 dan 2k2T2 akan meninggalkan
kompartemen untuk menginfeksi sel target baru. Dengan demikian perubahan populasi pada virus digambarkan sebagai:
I T I N T T kT kT V V 1 2 1 1 12 2 2 f. Populasi Sel T
E
Perubahan populasi pada sel T Cytotoxic juga dipengaruhi oleh adanya laju kelahiran ( E) dan kemusnahan alami (E). Sel T Cytotoxic memiliki reseptor pada membrannya yang berfungsi untuk mengikat antigen (sel-sel yang infektif). Reseptor sel merupakan untaian asam amino yang berperan sebagai enzim. Enzim akan mengikat sel-sel yang telah terinfeksi yang merupakan substrat. Adanya proses pengikatan substrat oleh enzim akan menstimulasi proliferasi sel-sel imun tambahan
sebesar E K T T b b i i E
dengan TiT1T2dan
K
badalahkonstanta saturasi untuk kelahiran sel T Cytotoxic yang baru. Namun adanya proses pengikatan substrat oleh enzim juga dapat melemahkan sel T Cytotoxic sehingga tidak mampu memusnahkan sel-sel yang telah terinfeksi. Tingkat kerusakan sel dinyatakan
dengan
E
K
T
T
d
d i i E
dengan
K
d adalah konstanta saturasi untuk kerusakan sel T Cytotoxic. Dinamika sel T Cytotoxic dapat dinyatakan sebagai :E E K T T T T d E K T T T T b dt dE E d E b E E
2 1 2 1 2 1 2 1g. Pengendalian populasi virus dilakukan dengan pemberian kontrol yang berupa kombinasi
obat-obatan jenis RTI (u1) dan PI (u2) yang bertujuan
untuk mengurangi populasi virus HIV dan
merangsang sel T Cytotoxic yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh.
h. Populasi Virus Non- Infektif / Virus Mandul
V
NI
Adanya kontrol menyebabkan munculnya
populasi baru dalam kompartemen yaitu populasi virus non-infektif (virus mandul) akan tetapi ketika tidak diberikan kontrol populasi virus ini tidak ada. Persamaan untuk populasi virus mandul dinyatakan dalam persamaan :
NI
NI
V
V
4.2 Daerah Penyelesaian Model
Daerah penyelesaian model dinamik HIV pada persamaan (1) adalah : Ω = ( , , , , , , ) ∈ ℜ | 0 < ≤Λ , 0 < ≤Λ , 0 ≤ ≤ Λ Λ +Λ , 0 ≤ ≤ Λ Λ +Λ , 0 ≤ ≤ Λ +Λ , ( ) ≤ (0), 0 < ( ) ≤1 + Λ
4.3 Titik Setimbang Model
Persamaan (1) memiliki dua macam titik
kesetimbangan yaitu :
i. Titik Setimbang Bebas Penyakit
E E NI IV E V T T T T E , ,0,0,0,0, , , , , , , ˆ 2 2 1 1 2 1 2 1 0
ii. Titik Setimbang Endemik
E T k T k T T N E m T V k E m T V k V k V k E T I I I I , 0 , , , , , ˆ 2 2 2 1 1 1 2 1 2 2 2 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 dengan : b E d E E E K T T T T b K T T T T d E 2 1 2 1 2 1 2 1 4.4 Kestabilan Lokal Titik Setimbang
Setelah didapatkan titik setimbang bebas penyakit
E
ˆ
0 dan endemik
E
ˆ
1 selanjutnya akan dianalisis kestabilan lokal dari masing – masing titik setimbang. Karena pada persamaan model (1) terlihat bahwa persamaan tersebut adalah non linear, maka6
untuk dapat menentukan kestabilan titik setimbang berdasarkan nilai eigen , persamaan (1) harus dilinearkan terlebih dahulu sehingga didapatkan matrik Jacobian sebagai berikut :
E T T I I I I I I J J J T k T k N N V k V k T m T k E m V k T m T k E m V k T k V k T k V k J ˆ 7 , 7 4 , 7 3 , 7 2 2 2 1 1 1 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 dengan : 2 2 1 2 2 1 4 , 7 3 , 7 d d E b b E K T T E K d K T T E K b J J dan : E b E b E T T K T T d K T T b J
1 2 2 1 2 1 7 , 7Selanjutnya nilai eigen didapatkan dengan
menyelesaikan det
I J
0 dengan I adalah matriks identitas.i. Kestabilan Lokal Titik Setimbang Bebas Penyakit Pada titik setimbang bebas penyakit :
E E NI I V E V T T T T E , ,0,0,0,0, , , , , , , ˆ 2 2 1 1 2 1 2 1 0
didapatkan matriks jacobian sebagai berikut :
E E E E d E b E E E d E b E T T E E K d K b K d K b k k N N k E m k m k k E J ˆ 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2 2 2 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 ˆ
Untuk persamaan karakteristik
I
J
0
,didapatkan : 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2 2 2 1 1 1 1 E E E d E b E E E d E b E T T E E E E K d K b K d K b k k N N k m k m k k
dengan menggunakan ekspansi kofaktor didapatkan :
0 0 0 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2 2 2 1 1 1 1 2 1 k k N N k m k m T T E E E E E Misalkan : 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2 1 1 1 1 2 1 k j k i k k h N g m f m e T E E E E
Sehingga matriks tersebut dapat ditulis menjadi :
0 0 0 2 1 h g g j f i e E
Didapatkan empat nilai eigen dari persamaan karakteristik di atas yaitu :
1
1,
2
2,
3
E,
4
Sedangkan tiga nilai eigen yang lain didapatkan dengan menyelesaikan determinan matriks 3x3 tersebut sebagai berikut :
0
0
0
h
g
g
j
f
i
e
Didapatkan:
2
( )
0 3 e f h e f h fh gj gi e fh gj fgi Misalkan :
e fh gj fgi
A gi gj fh h f e A h f e A 3 2 1 ) (Sehingga polinomial derajat tiga tersebut dapat ditulis dalam bentuk : 0 3 2 2 1 3 A A A
Selanjutnya untuk mendapatkan akar
karakteristik (nilai eigen
) dari polinomial derajat tiga dapat digunakan kriteria kestabilan Routh-Hurwitz untuk menentukan jenis kestabilannya. Dengan menggunakan aturan Routh-Hurwitz maka dapat dibuat tabel sebagai berikut :3 1 A2 0 2 A1
A
3 0 1 1 2 1A
A
A
A
0 0 0 A
3 0 0Empat nilai eigen yang didapat sebelumnya yaitu :
7
1
1,
2
2,
3
E,
4
semuanyabertanda negatif. Agar sistem stabil maka syarat yang harus dipenuhi adalah nilai
A
1A
2
A
3.ii. Kestabilan Lokal Titik Setimbang Endemik Titik setimbang endemik yang didapat adalah :
E T k T k T T N E m T V k E m T V k V k V k E T I I I I , 0 , , , , , ˆ 2 2 2 1 1 1 2 1 2 2 2 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 dengan : b E d E E E K T T T T b K T T T T d E 2 1 2 1 2 1 2 1
Matriks Jacobian untuk titik setimbang endemik adalah : = ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡− − 0 0 0 − 0 0 0 − − 0 0 − 0 0 0 − − 0 0 − 0 0 − − 0 − − − −[ + + ] 0 0 0 0 0 0 0 − 0 0 0 , , 0 0 , ⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ = (− − ), = , = − , = − − , = , = − , = − − , ℎ = , = , , = − − , = , , = − , = − , = −[ + + ], = − , = − , = , E b E b E T T K T T d K T T b J
1 2 2 1 2 1 7 , 7Dengan menggunakan operasi baris elementer, didapatkan matriks sebagai berikut :
( ) = ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡0 0 00 00 00 00 0 0 0 − − 0 0 0 0 − − 0 0 0 0 0 0 −ℎ −ℎ 0 0 0 0 0 − 0 0 0 0 0 0 0 , ⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ dengan : = − − +ℎ + ℎ
Nilai eigen diperoleh dari − ( ) = 0.
Karena ( ) merupakan matriks segitiga atas maka nilai eigen ada pada diagonal utamanya yaitu :
= (− − ) = − − = − − = − − = − − +ℎ + ℎ = − = ,
Agar sistem stabil, maka nilai real dari harus
negatif. Dari , , , , yang didapatkan
sebelumnya maka dipastikan bahwa
, , , , < 0. Selanjutnya akan diberikan
syarat agar dan bernilai negatif, yaitu :
1. − − + + < 0
2. , < 0
Dapat disimpulkan bahwa titik setimbang stabil jika syarat dipenuhi.
4.5 Penyelesaian Optimal Control
Untuk menyelesaikan model dinamika virus HIV dengan menggunakan pengendalian optimal, hal pertama yang harus dilakukan adalah membentuk fungsi Hamiltonian. = ( , , ) + ( , , ) = + + − + [Λ − − (1 − ) ] + [Λ − − (1 − ) ] + [(1 − ) − − ] + [(1 − ) − − ] + {(1 − ) ( + ) − [ + (1 − ) + (1 − ) ] } + [ ( + ) − ]+ Λ + ( + ) ( + + ) − ( + ) ( + + ) −
Untuk kontrol yang dibatasi pada ≤ ≤ dan
≤ ≤ dapat dibentuk persamaan Lagrangian
sebagai berikut : = + + − + [Λ − − (1 − ) ] + [Λ − − (1 − ) ] + [(1 − ) − − ] + [(1 − ) − − ] + {(1 − ) ( + ) − [ + (1 − ) + (1 − ) ] } + [ ( + ) − ]+ Λ + ( + ) ( + + ) − ( + ) ( + + ) − − ( − ) − ( − ) − ( − ) − ( − ) (9) dengan : , , , ≥ 0 ( − ) = 0 ( − ) = 0 ( − ) = 0 ( − ) = 0
Pengendalian optimal diperoleh dengan
meminimumkan persamaan keadaan terhadap semua pengendali dalam daerah pengendali, sedangkan
8
variabel yang lain dianggap sebagai konstanta. Dengan kata lain dicari titik stasionernya. Jadi kondisi perlu yang dibentuk oleh Prinsip Minimum Pontryagin adalah kondisi stasioner dari persamaan Lagrangian, persamaan state, dan persamaan co-state. 1. Persamaan State dan Co-State
Dari persamaan Lagrangian yang terbentuk dapat diperoleh persamaan state dan co-state sebagai berikut : ̇ = = Λ − − (1 − ) ̇ = = Λ − − (1 − ) ̇′= = (1 − ) − ′− ′ ̇′= = (1 − ) − ′− ′ ̇ = = (1 − ) ( ′+ ′) − [ + (1 − ) + (1 − ) ] ̇ = = ( ′+ ′) − (10) ̇ = = Λ + ( ′+ ′) ( ′+ ′+ ) − ( ′+ ′) ( ′+ ′+ ) − ̇ ̇ = − = −{ [− − (1 − ) ] + (1 − ) − (1 − ) } ̇ = − = −{ [− − (1 − ) ] + (1 − ) − (1 − ) } ̇ = − ′= − [− − ] + (1 − ) + + ( ′+ ′+ ) − ( ′+ ′+ ) ̇ = − ′ = − [− − ] + (1 − ) + + ( ′+ ′+ ) − ( ′+ ′+ ) ̇ = − = −{ − (1 − ) − (1 − ) + (1 − ) + (1 − ) + [− − (1 − ) − (1 − ) ]} ̇ = − = ̇ = − = − − − ′− ′+ ( ′+ ′) ( ′+ ′+ )− ( ′+ ′) ( ′+ ′+ )− ̇
dengan kondisi batas sebagai berikut :
0 2 2 1 1 2 2 1 1(0) T,T(0) T0,T(0) T0,T (0) T0,V(0) V0,E(0) E T I I
dan untuk
p
i
t
f
0
untuk i1,2,3,4,5,6,7. 2. Kondisi Stationer = 0 sehingga didapatkan : 2 + ( − + ) + ( − + ) − + = 0 ⟺ = − 1 2 [( − + ) + ( − + ) − + ] (11) = 0 sehingga didapatkan : 2 − ( + ) + ( + ) − + = 0 ⟺ = 1 2 [( − ) ( + ) + ( + ) + − ] (12) Dari persamaan (11) dan (12) dapat diperoleh bentukoptimal control,
u
1* danu
2*yaitu:∗= { , ( , )} (13) dengan : = − 1 2 [( − + ) + ( − + ) ] dan ∗= { , ( , )} (14) dengan: = 1 2 [( − ) ( + )]
Dengan mensubstitusikan persamaan (13) dan (14) ke dalam persamaan (10) maka didapatkan sistem yang optimal.
4.6 Simulasi dan Hasil Analisa
Proses simulasi dilakukan dengan waktu awal
0
0
t
dan waktu akhir tetapt
f
400
. Nilaivariabel kontrol obat jenis pertama (u1) berkisar antara 0 u10.7 dan untuk variabel kontrol obat jenis kedua (u2) berkisar antara 0 u20.3.
Simulasi dilakukan untuk proses pengobatan selama 400 hari (
13
bulan) dengan menggunakan nilai parameter pada tabel 4.1Tabel 4.1 Parameter dan Nilainya Parameter Nilai Satuan Parameter Nilai Satuan Λ 10 Sel.mm-3.hari-1 0.7 Hari-1
μ 0.01 Hari-1 100 Virions.sel-1 k 8.10-4 Mm3virion-1hari -1 13 Hari-1 m 0.01 Mm3 .sel-1 .hari-1 Λ 10-3 Sel.mm-3 .hari-1 ρ 1 Virions.sel-1 b 0.3 Hari-1 Λ 31.98.10-3 Sel.mm-3 .hari-1 0.1 Sel.mm-3 μ 0.01 Hari-1 d 0.25 Hari-1 k 0.1 Mm3 virion-1 hari -1 0.5 Sel.mm -3 m 0.01 Mm3.sel-1.hari-1 μ 0.1 Hari-1 ρ 1 Virions.sel-1 f 0.34 * Proses simulasi dibagi menjadi beberapa kondisi, sebagai berikut:
a. Kondisi Normal (Susceptible)
Simulasi pertama dengan kondisi awal :
= 1000, = 3.198, = = = =
0 dan = 0.01 mengindikasikan bahwa belum adanya virus HIV dalam tubuh manusia, sehingga semua sel T CD4+ dan makrofag berada dalam keadaan sehat atau tidak ada sel tubuh yang terinfeksi oleh virus HIV.
9
Gambar 4.1a – 4.1c terlihat bahwa pertumbuhan sel adalah konstan yang berarti bahwa tidak ada gangguan dalam proses reproduksi sel dalam tubuh.
Gambar 4.1a Populasi Sel T CD4 Sebelum Adanya Virus
Gambar 4.1b Populasi Makrofag Sebelum Adanya Virus
Gambar 4.1c Populasi Sel T Cytotoxic Sebelum Adanya Virus
b. Kondisi Telah Terinfeksi (Infected)
Simulasi kedua dilakukan pada saat virus mulai menginfeksi tubuh penderita HIV, dengan
kondisi awal yaitu : = 10 , = 3.198, =
10 , = 10 , = 10 , = 10 dan
= 10 .
1. Tanpa Treatment
Pada saat telah terjadi infeksi virus namun belum/tidak diberikan treatment maka kondisi masing-masing sel normal adalah sebagai berikut :
Gambar 4.2a Populasi Sel T CD4 Tanpa Treatment
Gambar 4.2b Populasi Makrofag Tanpa
Treatment
Dari gambar 4.2a dan 4.2b terlihat bahwa sebelum adanya pengobatan, infeksi virus dengan nilai awal 10-3 duplikat/sel mengakibatkan populasi sel T CD4+ yang sehat
T1 dan sel makrofag sehat
T2 mengalami penurunan hingga masing-masingberjumlah 164 sel/mL dan 0,005 sel/mL dimana jumlah awal sel T CD4+ adalah
1000
sel/mL dan makrofag sebanyak 3,198 sel/mL.Gambar 4.2c Populasi Sel T CD4 Terinfeksi Tanpa Treatment
Gambar 4.2d Populasi Makrofag Terinfeksi Tanpa Treatment
10
Pada gambar (4.2c) dan gambar (4.2d) terlihat populasi sel-sel yang telah terinfeksi meningkat pada tahap infeksi awal dan semakin menurun namun tidak pernah habis dikarenakan belum ada pengobatan sehingga populasi sel yang terinfeksi akan terus ada.
Gambar 4.2e Populasi Virus Infektif Tanpa
Treatment
Gambar 4.2e menunjukkan pada hari ke 20 sampai dengan hari ke 40 populasi virus berkurang
dan konsentasi sel-sel target mengalami
pertumbuhan. Hal ini disebabkan ketika pertama kali virus menginfeksi tubuh, Sel T Cytotoxic masih dapat
melakukan perlawanan terhadap virus. Virus
seringkali tidak dapat terdeteksi oleh Sel T Cytotoxic ataupun sel-sel kekebalan tubuh lainnya sehingga dapat dengan mudah melakukan replikasi diri dengan cepat.
Gambar 4.3f Populasi Virus Mandul Tanpa
Treatment
Gambar 4.2f menunjukkan populasi virus mandul (virus yang tidak bisa menginfeksi) sebelum diberikan obat-obatan menunjukkan jumlah sel yang konvergen ke 0 berarti bahwa hingga akhir simulasi populasi virus ini terus berkurang pada saat diberikan nilai awal
V
NI
10
5sel/mL. Tidak adanyapengobatan menunjukkan bahwa seluruh virus yang ada dalam tubuh penderita memiliki kemampuan untuk menginfeksi sel target yang sehat.
Gambar 4.2g Populasi Sel T Cytotoxic Tanpa
Treatment
Munculnya virus HIV pada tubuh manusia menyebabkan populasi Sel T Cytotoxic meningkat karena perkembangbiakan sel ini dipengaruhi oleh munculnya zat-zat asing dalam hal ini adalah virus. Jumlah Sel T Cytotoxic mencapai nilai maksimum di sekitar hari ke 30 sebanyak 0.0235 sel/mL yaitu pada saat virus mulai berkembangbiak.
2. Dengan Treatment
Simulasi kedua dilakukan dengan
mensimulasikan kondisi dengan adanya kontrol selama 400 hari. Didapatkan hasil sebagai berikut:
Gambar 4.3a Populasi Sel T CD4+ Dengan
Treatment
Gambar 4.3b Populasi Sel Makrofag Dengan
Treatment
Dari gambar 4.4a dan gambar 4.3b terlihat bahwa populasi sel-sel yang sehat yakni sel T CD4+ dan makrofag mengalami penurunan drastis pada awal-awal terjadinya infeksi. Hal ini disebabkan munculnya populasi virus yang menyebabkan terinfeksinya sel-sel target yang sehat.
11
Gambar 4.3c Populasi Sel T CD4+ (Inf) Dengan
Treatment
Gambar 4.3d Populasi Sel Makrofag (Infected) Dengan Treatment
Gambar 4.3c dan 4.3d menunjukkan adanya penurunan jumlah populasi pada saat diberikan kontrol yang berupa obat-obatan. Akan tetapi pada hari-hari dimana tidak ada kontrol, populasi sel-sel yang terinfeksi akan menjadi bertambah.
Gambar 4.3e Populasi Virus (Infected) Dengan
Treatment
Gambar 4.3f Populasi Virus Mandul (Inf) Dengan
Treatment
Di sekitar hari 50, 100, 150 dan ke-250 dan 400, populasi virus dan sel-sel target yang terinfeksi mengalami penurunan sedangkan sel-sel target yang sehat bertambah karena adanya jumlah kontrol yang meningkat. Sedangkan untuk hari-hari dimana kontrol yang diberikan mendekati 0, populasi virus dan sel-sel yang telah terinfeksi mengalami kenaikan.
Gambar 4.3g Populasi Sel T Cytotoxic Dengan
Treatment
Sel T Cytotoxic menjadi aktif pada saat virus mulai menginfeksi sel target. Pertumbuhan sel di akhir simulasi sebanding dengan populasi virus dan sel-sel terinfeksi yang mengalami penurunan.
Pada akhir simulasi jumlah sel T CD4+ sebanyak 663 sel/mL, makrofag sebanyak 0.3 sel/mL, sel T CD4+ terinfeksi sejumlah 0.25 sel/mL, makrofag terinfeksi sejumlah 0.038 sel/mL, virus infektif sebanyak 1.12 duplikat/sel, virus mndul sebanyak 0.4 duplikat/sel sdangkan sel T Cytotoxic berjumlah 6,4 sel/mL.
Gambar 4.3h Kondisi Kontrol
Gambar 4.3h menunjukkan bahwa pada saat tidak diberikan kontrol/obat pada penderita maka jumlah sel yang terinfeksi dan jumlah virus meningkat. Penderita HIV selalu mengkonsumsi
obat-obatan sepanjang masa hidupnya untuk
meningkatkan jumlah sel-sel imun terutama jumlah sel T CD4+ .
12 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1 Kesimpulan
Dari analisis yang dilakukan pada model dinamik HIV, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada analisis stabilitas dapat diketahui bahwa Kestabilan lokal titik setimbang bebas penyakit :
E E NI I V E V T T T T E , ,0,0,0,0, , , , , , , ˆ 2 2 1 1 2 1 2 1 0 dan titik setimbang endemik :
E T k T k T T N E m T V k E m T V k V k V k E T I I I I , 0 , , , , , ˆ 2 2 2 1 1 1 2 1 2 2 2 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 b E d E E E K T T T T b K T T T T d E 2 1 2 1 2 1 2 1
bersifat stabil jika syarat terpenuhi
2. Pada model pengendalian virus HIV pada tubuh manusia diselesaikan dengan menerapkan Prinsip Minimum Pontryagin dan dapat diketahui bahwa nilai kontrol yang optimal didapat.
∗( ) = , − 1 2 [( − + ) + ( − + ) ], ∗( ) = , 1 2 [( − ) ( + )], dengan
∗( ) : Presentase dosis RTI
∗( ) : Presentase dosis PI
3. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kontrol dosis
obat yang diberikan dapat meningkatkan
konsentrasi sel CD4+T dan mengurangi efek samping dari obat yang diberikan serta dapat menurunkan beban viral yang harus ditanggung oleh pasien HIV.
5. 2 Saran
Adapun saran dari Tugas Akhir ini adalah perlu adanya analisis terkait dengan mutasi virus yang sangat tinggi sehingga menyebabkan virus menjadi kebal terhadap obat – obatan yang berkembang saat ini. Oleh karena itu, model matematika pada virus HIV bisa dikembangkan dengan memperhatikan kehadiran virus mutan yang resisten terhadap obat.
6. DAFTAR PUSTAKA
Banks, HT. (2008). HIV Model Analysis Under
Optimal Control Based Treatment Strategies.
North Caroline: North Caroline State
University.
Card, J.J. (2007), The Complete HIV/AIDS
Teaching Kit. New York: Springer Publishing
Company.
Fariyanto, A. (2008), Analisis Eksistensi dan Ketunggalan Optimal Control Pada Model Immunology HIV. Tugas Akhir S1 Jurusan Matematika ITS Surabaya.
Finizio, N. dan Ladas, G. 1988. Ordinary
Differential Equations with Modern Applications. California: Wadsworth Publishing Company.
Hirmajer, T., Canto, E.B., dan Banga, J.R., (2009),
DOTcvpSB: a Matlab Toolbox for Dynamic Optimization in Systems Biology, User’s Guide Technical Report, Instituto De Investigaciones Marinas [IIM-CSIC], Spanyol. Maghfiroh, F. (2009), Pengendalian Optimal Dari Gabungan Terapi Pada HIV-1 Satu Strain. Tugas Akhir S1 Jurusan Matematika ITS Surabaya.
Naidu, D. S. 2002. Optimal Control Systems. USA: CRC Presses LLC.
Pontryagin, L.S. et al. The Mathematical Theory of
Optimal Processes, vol. 4. Interscience, 1962.
Subchan, S. dan Zbikowski, R. 2009.
Computational Optimal Control : Tools and Practice. UK : John Wiey & Sons