• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Lansia 1. Pengertian Lansia

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Ada juga yag berpendapat menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.B Tahun 1998 tentang kesehatan di katakana bahwa lanjut usia adalah sasaran yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008).

Lansia secara umum apabila usianya lebih dari 65 tahun. Lansia bukan suatu penyakit namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehiduan yang di tandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan, dan ada juga yang di tandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi dan Makhfudli, 2009).

2. Klasifikasi Lansia

Adanya beberapa klasifikasi pada lansia, diantaranya sebagai berikut : a. Pralansia (prasenilis)

Seseorang yang berusia antara 45 - 59 tahun. b. Lansia

Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih c. Lansia Risiko Tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.

d. Lansia Potensial

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.

(2)

e. Lansia Tidak Potensial

Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantug pada bantuan orang lain (Maryam dkk, 2008).

3. Karakteristik Lansia

Adanya beberapa karakteristik lansia, yaitu sebagai berikut : a. Berusia lebih dari 60 tahun

b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptive.

c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi (Maryam dkk, 2008).

B. Konsep Posyandu Lansia

1. Pengertian Posyandu Lansia

Pemanfaatan posyandu melainkan suatu proses pengambilan keputusan yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti nilai-nilai budaya sosial budaya, pengetahuan, dan kesadaran akan kesehatan, pola relasi gender yang ada dimasyarakat yang sangat mempengaruhi pola hidup di masyarakat (Kemenkes, 2010).

Pos Pelayanan Terpadu (posyandu) Lanjut Usia adalah suatu bentuk pelayanan bagi lanjut usia, dengan proses pembentukannya dilakukan oleh masyarakat bersama lembaga swadaya masyarakat (LSM) dengan mengoptimalkan pelayanan kesehatan pada upaya promotif dan preventif (Komnas Lansia, 2010).

Posyandu lansia merupakan pos pelayanan terpadu yang digerakkan oleh masyarakat di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Posyandu lansia merupakan pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya (Fallen & Budi, 2011).

(3)

2. Sasaran Posyandu Lansia

a. Sasaran langsung yaitu kelompok pra usia lanjut (45 – 59 tahun), kelompok usia lanjut ( 60 tahun keatas), kelompok usia lanjut dengan resiko tinggi (70 tahun keatas).

b. Sasaran tidak langsung yaitu keluarga dimana usia lanjut berada, masyarakat luas, organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan usia lanjut dan masyarakatt luar (Depkes RI, 2003).

3. Tujuan Posyandu Lansia

Adanya tujuan dari pelayanan Posyandu Lansia menurut Komnas (2010), diantaranya :

a. Meningkatkan mutu kehidupan lanjut usia.

b. Mencapai masa tua bahagia dan berdayaguna dalam kehidupan berkeluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya. Pencapaian dalam hal ini tidak hanya sehat fisik, tetapi meliputi emosi, intelektual, social, vokasional dan spiritual.

c. Mencapai usia sehat dan mandiri. 4. Manfaat Posyandu Lansia

a. Kesehatan fisik lanjut usia dapat dipertahankan tetap bugar, kesehatan rekreasi tetap terpelihara, dapat menyalurkan minat dan bakat untuk mengisi waktu luang, pengetahuan lansia menjadi meningkat yang menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat mendorong minat lansia sehingga lebih percaya diri untuk dihari tuanya.

b. Suatu pelayanan bagi para lanjut usia yang tergolong kurang mampu diupayakan dapat diberikan dapat diberikan secara gratis melalui prosedur yang telah berlaku.

c. Adanya Posyandu Lansia, para lansia dapat berkumpul, sehingga merasa terhibur bersama dengan teman sebayanya dan berbagi cerita masa lalu.

(4)

5. Sumber Daya Manusia (SDM)

Berdasarkan Komnas (2010) yang dibutuhkan dalam pelaksanaan Posyandu lansia sebaiknya 8 orang petugas, akan tetapi bisa kurang dengan konsekuensi bekerja rangkap. Kepengurusan yang dianjurkan yaitu:

a. Ketua Posyandu

Tugas dan fungsi ketua Posyandu ialah bertanggung jawab terhadap semua kegiatan yang dilakukan posyandu serta bertanggung jawab terhadap kerjasama dengan semua stake holder dalam rangka meningkatkan mutu pelaksanaan posyandu.

b. Sekretaris

Tugas dari sekretaris yaitu mencatat semua aktivitas perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan serta pengendalian Posyandu.

c. Bendahara

Tugas dari bendahara yaitu mencatat pemasukan dan pengeluaran serta pelaporan keuangan posyandu.

d. Kader jumlah 5 orang

Tugas kader dalam posyandu usia lanjut antara lain : Mempersiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan pada kegiatan posyandu, memobilisasi sasaran pada hari pelayanan posyandu, melakukan pendaftaran sasaran pada pelayanan posyandu usia lanjut, dimulai dari kegiatan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan para lanjut usia dan mencatatnya dalam Kartu Menuju Sehat (KMS) atau buku pencatatan lainnya, membantu petugas dalam pelaksanaan pemeriksaan kesehatan dan pelayanan lainnya, melakukan penyuluhan (Kesehatan Gizi, Sosial, Agama dan Karya) sesuai dengan minatnya. 6. Mekanisme Pelayanan Posyandu lansia

Menurut Komnas (2010), mekanisme pelayanan Posyandu lansia terdiri atas 5 meja, yaitu :

(5)

a. Meja 1 : Tempat pendaftaran, lansia mendaftar, kemudian kader mencatat lansia tersebut. Lansia yang sudah terdaftar dibuku register kemudian menuju meja selanjutnya. b. Meja 2 : Tempat penimbangan dan pencatatan berat badan,

pengukuran dan pencatatan tinggi badan serta penghitungan indek masa tubuh (IMT)

c. Meja 3 : Tempat melakukan kegiatan pemeriksaan dan pengobatan sederhana (tekanan darah, gula darah, Hb, Kolesterol, asam urat, pemberian vitamin dan lain – lain).

d. Meja 4 : Tempat melakukan konseling (Kesehatan gizi dan

kesejahteraan). Penyuluhan kesehatan individu berdasarkan KMS.

e. Meja 5 : Tempat memberikan informasi dan melakukan kegiatan sosial (pemberian makan tambahan, bantuan modal, pendampingan dan lain – lain sesuai kebutuhan).

7. Kegiatan Posyandu Lansia

Lansia memiliki permasalahan yang bersifat kompleks, tidak hanya masalah kesehatan namun juga masalah social ekonomi dan pendidikan yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Oleh karena itu kegiatan posyandu lansia tidak hanya mencakup upaya kesehatan saja, tetapi juga upaya sosial dan karya serta pendidikan. Menurut Komnas (2010), jenis kegiatan yang dilakukan posyandu lansia untuk pencapaian kesejahteraan lansia antara lain :

a. Kegiatan pengukuran tinggi badan dan berat badan. Kegiatan ini dilakukan 1 bulan sekali. Kegemukan atau kekurusan dapat dilihat dengan perhitungan IMT. Akibat dari kegemukan yaitu orang cenderung mudah terkena penyakit seperti kencing manis, hipertensi, penyakit jantung, batu empedu. Bila terlalu kurus dicurigai adanya penyakit menahun.

(6)

b. Kegiatan pemeriksaan tekanan darah. Pemeriksaan dilakukan minimal 1 bulan sekali, tetapi bagi yang menderita hipertensi dianjurkan periksa setiap minggu.

c. Kegiatan pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb), gula darah, asam urat dan kolesterol darah. Bagi lansia sehat cukup diperiksa 6 bulan sekali, namun bagi lansia yang mempunyai faktor resiko seperti keturunan DM sebaiknya periksa 3 bulan sekali, dan bagi yang sudah menderita maka dilakukan di Posbindu setiap bulan. Kegiatan pemeriksaan laboratorium ini dapat dilakukan oleh tenaga dari Puskesmas atau dikoordinasikan dengan laboratorium setempat. d. Kegiatan konseling, penyuluhan kesehatan dan gizi dilakukan setiap

bulan karena permasalahan lanjut usia akan meningkat seiring dengan waktu. Selain itu dapat memantau faktor resiko penyakit degenerative agar mengetahui dan dapat mengendalikannya.

e. Konseling usaha ekonomi produktif dilakukan sesuai dengan kebutuhan.

f. Kegiatan aktifitas fisik senam dilakukan minimal 1 minggu sekali diluar jadwal.

8. Pedoman Pelaksanaan Posyandu a. Bagi Petugas kesehatan

1) Upaya promotif yaitu upaya petugas kesehatan untuk menggairahkan semangat hidup usia lanjut, agar merasa tetap dihargai dan tetap berguna baik bagi dirinya sendiri, keluarga maupun masyarakat.

2) Upaya preventif yaitu upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya komplikasi dari penyakit – penyakit yang disebabkan oleh proses penuaan.

3) Upaya kuratif yaitu pengobatan bagi usia lanjut dimana penanggulangannya perlu melibatkan banyak multidisiplin ilmu kedokteran.

(7)

4) Upaya rehabilitative yaitu upaya mengembalikan fungsi organ tubuh yang telah menurun.

b. Bagi lanjut usia yaitu kesadaran akan pentingnya kesehatan bagi dirinya, keluarga, masyarakat luas, agar selama mungkin tetap mandiri dan berdaya guna (Depkes RI, 2003).

9. Hal yang Mempengaruhi Kehadiran Lansia ke Posyandu Lansia Menurut Penelitian Pertiwi (2013), adapun faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan berkaitan dengan kehadiran lansia di Posyandu Lansia adalah :

a. Pendidikan : Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah mencegah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTS), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah umum dan pendidikan mnengah kejuruan. Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doctor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.

b. Pengetahuan : Pengetahuan adalah hasil tahu yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh oleh mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

c. Pekerjaan sekarang : Bagi lansia yang bukan pegawai negeri atau karyawan swasta, misalnya wiraswasta, pedagang, ulama, guru dan lain-lain pikiran akan pension mungkin tidak terlintas, mereka umumnya mengurangi kegiatannya setelah lania dan semakin tua

(8)

tugas-tugas tersebut secara berlangsung berkurang sampai suau saat secara rela dan tulus menghentikan kegiatannya. Kalau masih melakukan kegiatan umumnya sebatas untuk bramal tau seolah-olah menjadi kegiatan hobby.

d. Keyakinan : Suatu sikap yang ditunjukkan oleh manusia saat dia merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai kebenaran. Karena keyakinan merupakan suatu sikap, maka keyakinan seseorang tidak selalu benar atau, keyakinan semata bukanlah jaminan kebenaran.

e. Kader Posyandu : Masyarakat akan memanfaatkan pelayanan tergantung pada penilaian tentang pelayanan tersebut. Jika pelayanan kurang baik atau kurang berkualitas, maka kecenderungan untuk tidak memanfaatkannyapun akan semakin besar. Perepsi tentang pelayanan selalu dikaitkan dengan kepuasan dan harapan pengguna layanan. Konsumen akan mengatakan mutu pelayanan baik jika harapan dan keinginan sesuai dengan pengalaman yang diterimanya.

f. Ketersediaan fasilitas kesehatan : Ketersediaan fasilitas pelayanan terhadap lanjut usia yang teratas ditingkat masyarakat, pelayanan tingkat dasar, pelayan tingkat I dan tingkat II, sering menimbulkan permasalahan bagi lanjut usia.

g. Lingkungan masyarakat : Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap pembentukan dan perkembangan perilaku individu, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis, termasuk didalamnya adalah belajar.

Menurut Penelitian Juniardi (2012), adapun faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya kunjungan lansia ke posyandu lansia, diataranya antara lain:

a. Pengetahuan, merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

b. Jarak Rumah dengan Lokasi Posyandu, jarak antara rumah tempat tinggal dan tempat layanan kesehatan (dalam km) dan biaya transport

(9)

adalah biaya yang dikeluarkan dari rumah menuju ke fasilitas pelayanan kesehatan (dalam rupiah).

c. Dukungan keluarga, dukungan sebagai informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya.

d. Sarana dan Prasarana Penunjang Pelaksanaan Posyandu, sarana prasarana dapat diartikan sebagai suatu aktifitas maupun materi yang berfungsi melayani kebutuhan individu atau kelompok di dalam suatu lingkungan kehidupan.

e. Sikap dan perilaku Lansia, sikap sebagai suatu pola perilaku terdensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana. Sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisi.

f. Penghasilan atau Ekonomi, penghasilan menentukan tingkat hidup seseorang terutama dalam kesehatan. Apabila penghasilan yang didapat berlebih, maka seseorang lebih cenderung untuk menggunakan fasilitas kesehatan yang lebih baik, contohnya seperti rumah sakit dengan fasilitas yang ada di lingkungan tempat tinggalnya.

Sedangkan menurut penelitian Henniwati, dkk (2008), hal yang mempengaruhi pemanfaatan ke Posyandu lansia diantaranya :

a. Pekerjaan : Dibandingkan penduduk lansia desa dan kota, masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan lebih banyak yang masih bekerja pada usia tua dibandingkan dengan perkotaan, dikarenakan jaminan sosial dan kesehatan yang masih kurang.

b. Kualitas pelayanan : Kualitas pelayanan posyandu lansia yang baik sangat mempengaruhi lansia dalam memanfaatkan posyandu lansia yang hadir.

(10)

c. Jarak tempuh : pemanfaatan posyandu lansia lebih banyak dimanfaatkan oleh lansia dengan jarak rumah yang dekat daripada yang jauh dengan posyandu lansia.

d. Petugas kesehatan : adanya petugas kesehatan yang baik maka lansia juga akan lebih memanfaatkan posyandu lansia.

C. Konsep Dasar Niat 1. Definisi Niat

Niat merupakan untuk berperilaku, seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya dengan orang lain, ia juga ingin melakukannya (Ajzen dan Fishbein, (1980) dalam Azwar (2013).

Niat ditentukan oleh sikap, norma masyarakat dan norma subyektif. Komponen pertama mengacu pada sikap terhadap perilaku. Sikap ini merupakan hasil pertimbangan untung dan rugi dari perilaku tersebut (out comes of behavior). Disamping itu juga dipertimbangkan pentingnya konsekuensi-konsekuensi yang akan terjadi bagi individu. Komponen kedua mencerminkan dampak dari norma- norma subyektif, norma social mengacu pada keyakinan seseorang terhadap bagaimana dan apa yang dipikirkan orang-orang yang dianggap penting dan motivasi seseorang untuk mengikitu pikiran tersebut (Afandi, dkk, 2010). Niat digunakan untuk memprediksi seberapa kuat keinginan individu untuk menampilkan perilaku. Niat untuk berprilaku merupakan kecenderungan seseorang untuk menentukan sesuatu atau tidak melakukan suatu tindakan.

Menurut Ajzen, 1988 dalam Azwar, 2013, keyakinan mengenai tersedia-tidaknya kesempatan dan sumber yang diperlukan akan menentukan niat untuk berpeilaku. Keyakinan dapat berasal dri pengalaman dengan perilaku yang bersangkutan dimasa lalu, dapat juga dipengaruhi oleh informasi tak langsung mengenai perilaku tersebut, missal melihat pengalaman tenan atau orang lain yang pernah

(11)

melakukannya, dan juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang mengurangi atau menambah kesan kesukaran untuk melakukan perbuatan yang mungkin akan dilakukan. Disamping berbagai faktor penting seperti hakikat stimulus itu sendiri, latar belakang, pengalaman individu, motivasi, status kepribadian, dan sebagiannya, memang sikap individu memegang peranan dalam menentukan bagaimana perilaku sseorang dilingkungannya.

2. Faktor Pembentuk Niat

Theory Reasoned Action (TRA) adalah realisasi dari kemauan atau niat seseorang untuk berperilaku (Fishbein dan Ajzen, 1980). Faktor-faktor yang membentuk niat seperti sikap dan norma subyektif berpengaruh pada pendapat seseorang, apakah referen akan mempengaruhi perilakunya atau tidak (Sigit, 2006). Niat adalah seseorang untuk bertindak sehubungan dengan objek atau stimulus di luar dirinya (Notoatmodjo, 2010).

Keterkaitan antara niat untuk berperilaku dengan perilaku aktual yang menyebabkan study tentang sikap dan perilaku. Theory Reasoned Action (TRA) menerapkan teori perilaku manusia secara umum. Teori ini memberikan diskripsi yang jelas dari hubungan antara kepercayaan atau opini yang diucapkan dengan kata-kata, sikap (sebuah penilaian akan suatu perilaku yang baik atau buruk dan apakah seseorang memilih atau tidak untuk menampilkan perilaku tertentu) dan niat untuk melakukan sesuatu (Afandi dkk, 2010).

TRA menyatakan bahwa niat seseorang untuk melakukan suatu perilaku menetukan akan dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku. Niat untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu dipengaruhi oleh dua penentu dasar, yaitu :

a. Sikap

(12)

Adapun penjelasan dari ke 2 penentu dasar tersebut adalah : a. Sikap

Sikap adalah fungsi dari kepercayaan tentang konsekuensi perilaku atau keyakinan normative, persepsi terhadap konsekuensi atau perilaku atau penilaian terhadap perilaku tersebut. Sikap juga berarti perasaan umum yang menyatakan keberkenaan atau ketidakberkenaan seseorang terhadap suatu objek yang mendorong tanggapannya. Faktor sikap merupakan point penentu perubahan perilaku yang ditunjukkan oleh perubahan sikap seseorang dalam menghadapi sesuatu (Afandi, 2010).

Sikap merupakan hasil yang semestinya individu peroleh dari keyakinan suatu sikap tertentu. Ajzen (1991) dalam Albery & Munafo (2011). Di waktu yang sama, individu juga memegang keyakinan tentang nilai dari hasil itu bagi individu sendiri. sikap merupakan antaseden pertama dari niat berperilaku. Sikap terhadap perilaku ditentukan oleh keyakinan yang diperoleh mengenai konsekuensi dari suatu perilaku atau disebut juga kepercayaan berperilaku (behavioral beliefs). Sesorang akan berperilaku bila dia menilai konsekuensi akibat melakukan perilaku tersebut berakibat positif (outcome evaluations) (Kholid, dkk, 2010).

Fishbein membedakan antara sikap terhadap objek dan sikap terhadap perilaku. Sebagai contoh, sebagian besar penteori sikap mengukur sikap terhadap objek (contoh sikap terhadap kanker) untuk memprediksi perillaku diantaranya (seperti mammography atau skrining kanker payudara). Fishbein mendemonstrasikan bahwa sikap terhadap perilaku (contoh sikap terhadap mammography) adalah prediktor yang lebih baik untuk perilaku (melakukan mammography) dari pada sikap terhadap objek (kanker) dimana perilku ditujukan (Fishbein dan Ajzen (1975) dalam Kholid, dkk (2010).

(13)

1) Keyakinan

Keyakinan berperilaku yaitu bagaimana pembentukan individu untuk meyakini tindakan dari suatu cara tertentu, yang dikenal juga sebagai penetapan tujuan dan perilaku yang akan dilakukan. (Ajzen, 1991 dalm Albery & Munafo, 2011). Misalnya bahwa mengikuti posyandu sangat penting bagi kesehatan, karena itu individu menjadi tergerak untuk mengikutinya.

Keyakinan merupkan suatu hal yang diyakini oleh seseorang dan tertanam dalam pikiran yang nantinya akan menentukan tindakan yang akan dilakukan. Keyakinan datang dari penglaman, dari apa yang individu ketahui, dari membaca, mendengar, lihat dan dirasakan. Baik secara sadar maupun tidak sadar, keyakinan akan melandasi cara kita berfikir, berbicara, dan bertindak dimasa sekarang dan dimasa yang kan datang. Keyakinan merupakan satu hal awal yang paling penting bagiseseorang untuk memulai sesuatu.Jika keyakinan yang ditananm dalam diri sudah positif. Akan tetapi, jika keyakinan yang ditanam negative, maka hasil yang akan dioeroleh menjadi negative. Jika kita yakin akan membuat kita positif, maka hasil yang diperoleh juga akan baik (Judirman, 2010). Misal mengikuti posyandu lansia akan membuat kita menjadi lebih sehat, maka sehat pun akan menjadi tampak dan kita akhirnya akan menjadi lebih sehat.

Keyakinan akan memanfaatkan atau hasil yang di peroleh lansia, ada tahap perkembangan lansia misalnya, lansia dapat mempersiapkan diri dengan kodisi tubuhnya yang semakin tua semakin menurun, bertemu teman sebaya atau memperbaiki hubungan yang lebih baik dengan orang-orang seusianya, dengan saling bercerita dan bertukar fikiran (Maryam, 2008).

2) Evaluasi Hasil

Evaluasi hasil merupakan keyakinan tentang nilai hasil bagi dirinya sendiri dari apa yang telah individu sikapi (Ajzen, 1991

(14)

dalam Albery & Munafo, 2011). Misalnya memikirkan tentang manfaat kegiatan posyandu lansia secara teratur. Akan menjadikan lansia dapat memutuskan bahwa kegiatan posbindu secara teratur akan menjadi lebih sehat.

Evaluasi akan hasil perilaku merupakan penilaian yang diberikan oleh individu terhadap tiap akibat atu hasil yang dapat diperoleh apabila menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu. Evaluasi atau penilaian ini dapat bersifat menguntungkan dapat juga merugikan, berharga atau tidak berharga, menyenangkan atau tidak menyenangkan. Semakin positif evaluasi tersebut semakin positif pula sikap terhadap objek tersebut, demikian pula dengan sebaliknya (Widyarini, 2009).

Sikap terhadap sesuatu perilaku terpenuhi oleh keyakinan bahwa perilaku tersebut akan membawa pada hasil yang diinginkanatau tidak diinginkan. Misal lansia berpendapat bahwa kegiatan posyandu lansia mungkin bermanfaat (Ajen, 1980 dalam Azwar, 2013). Sikap merupakan penilaian yang bersifat pribadi dan individu yang bersangkutan, menyangkut pengetahuan dan keyakinan mengenai perilaku tertentu. Sikap meliputi rasa suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, mendekati atau menghindari situasi, orang, kelompok, atau lingkungan yang dikenal (Taufiq, 2006).

b. Norma Subyektif

Norma subyektif adalah sebuah dorongan anggota keluarga, termasuk kawan terdekat juga mempengaruhi agar seseorang dapat menerima perilaku tertentu, yang kemudin diikuti dengan saran, nasehat dan motivasi dari keluarga atau kawan. Norma subyektif ini juga mempengaruhi anggota keluarga dan kawan terdekat untuk berperilaku seperti yang mereka harapkan diperoleh dari pengalaman, pengetahuan dan penilaiannya terhadap perilaku tertentu, dan keyakinan melihat seperti apa yang disarankan (Afandi, dkk, 2010).

(15)

Menurut Ajzen, (1991) dalam Albery & Munafo, (2011), norma subyektif merupakan suatu keyakinan apa yang orang lain perbuat agar kita lakukan. Persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan perilaku apa yang dimaksud.

Norma subjektif adalah fungsi kepercayaan bahwa suatu perilaku akan disetujui atau tidak disetujui oleh orang penting dalam kehidupan sesorang missal teman, dokter, saudara, dll. Persepsi bersifat individual terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu. Norma subjektif dibangun oleh kepercayaan normative (normative beliefs) dan motifasi untuk memenuhi (motivation to comply). Beberapa penulis membedakan kepercayaan normative antara harapan social dan tekanan social.Ada pula yang membedakannya menjadi hubungan vertical dan horizontal. Hubungan vertical data dilihat pada hubungan atasan dan bawahan, guru-murid, orang tua-anak, harapan juga dapat dipersepsi sebagai tuntutan (injunctive) sehingga pembentukan norma subjektif akan di warnai oleh adanya motifasi untuk patuh terhadap tuntukan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Adapun hubungan horizontal dapat dilihat ada hubungan orang lain yang besifat selevel. Harapan terbentuk secara deskriptif sehingga konsekuensinya adalah keinginan untuk meniru atau mengikuti (identifikasi) perilaku orang lain disekitarnya (Kholid, dkk. 2010).

Norma subyektif meliputi : 1) Keyakinan Normatif

Keyakinan normatif yaitu bagaimana keyakinan yang individu miliki tentang orang lain yang dianggap penting dalam mengambil keputusan (Ajzen, 1991 dalam Albery & Munafo, 2011). Misalnya ketika individu mengikuti kegiatan posyandu secara teratur, bisa jadi ia melakukan karena percaya dengan orang terdekat, petugas kesehatan, ataupun kader.

(16)

Dalam posyandu lansia misalnya, mereka dapat melihat kebiasaan teman sebaya, kader, petugas kesehatan, dan lain-lain. Awalnya mereka melihat, kemudian mereka akan mulai meniru apa yang diperbuat, mengikuti kebiasaan tersebut sperti ketika lania melakukan kegiatan posyandu lansia secara teratur, bisa jadi lansia tersebut melakukannya atas kepercayaan dan keyakinan dari saran dari orang lain atau tentang persetujuan dan ketidaksetujuan orang lain terhadap perilaku yang kan individu lakukan (Ajzen, 1980 dalam Abraham & Shanley, 1997).

2) Motivasi Pencapaian

Motivasi secara umum memgacu pada adanya kekuatan dorongan yang menggerakkan kita untuk berperilaku tertentu. Motivasi juga mempelajari hubungan dengn hasrat, keinginan, dorongan dan tujuan. Di dalam konsep motivasi kita juga akan mempelajari sekelompok fenomena yang mempengaruhi sifat, kekuatan dan ketetapan dari tingkah laku manusia (Quinn, 1995 di dalam Notoatmodjo, 2010).

Motivasi untuk mencapai keinginan mencerminkan keyakinan bahwa individu ingin melakukan apa yang orang lain penting bagi individu tersebut ingin individu dapat melakukannya (Ajzen, 1990 dalam Albery & Munafo, 2011). Misalnya seperti jika kita yakin bahwa kader dan petugas kesehatan ingin kita mengikuti kegiatan posyandu lansia secara teratur dan kita suka, kemudian kita melaksanakan apa yang diharapkan oleh petugas keehatan, maka potensi besar untuk membentuk niat melakukan kegiatan posyandu lansia yang teratur ini, dan arena itulah kita ingin bersikap seperti apa yang diinginkan.

Motivasi sasarannya adalah mempelajari penyebab atau alasan yang membuat individu melakukukan apa yang individu lakukan, motivasi akan merujuk pada suatu pross individu yang menyebabkan bergerak untuk menuju suatu tujuan atau bergerak

(17)

menjauhi situasi yang tidak menyenangkan (Wade & Carol, 2008).

Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi terjadinya sikap. Seseorang yang kita anggap penting, seseorang yang kita anggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak langkah dan pendapat kita, seseorang yang kita ingin dikecewakan atau seseorang yang berarti khusus bagi kita, akan banyak memepengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu (Azwar, 2013). Harapan dari orang lain yang berepngaruh lebih kuat apabila orang lain lebih memotivasi orang yang bersangkuatan untuk memenuhi tersebut, akan lebih mempengaruhi seseorang untuk bertingkahlaku sesuai dengan harapan tersebut (Widyarini, 2009).

3. Hubungan Sikap, Norma Subyektif dengan Niat

Menurut Fishbein dan Ajzen (1980) dalam Mandasari (2012), dalam TRA perilaku seseorang merupakan kemauan atau niat seseorang untuk berperilaku. Faktor-faktor pembentuk niat adalah sikap dan norma subyektif dari suatu perilaku. Model tindakan beralasan merupakan komponen sikap yang saling berhubungan. Keyakinan terjadinya sikap dan keyakinan normatif menyebabkan adanya norma subyektif. Sikap dan norma subyektif menyebabkan niat dan niat menyebabkan perilaku yang aktual.

Faktor pertama yang berhubugan dengan faktor pribadi adalah sikap. Sikap (attitude) adalah evaluasi dari kepercayaan perasaan positif atau negatif dari seeorang yang melakukan perilaku yang sudah ditentukan. Sikap seseorang terhadap kegiatan posyandu lansia ditentukan seberapa jauh dari lansia untuk menggunakan posyandu lansia, serta setuju atau tidak setuju lansia dalam mengikuti kegiatan posyandu lansia (Dreana, 2012).

(18)

Faktor kedua dari hubungan dengan pengaruh sosial adalah norma subyektif. Norma subyektif (subjective norm) adalah persepsi individu mengenai kepercayaan orang lain yang akan mempengaruhi niat untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang sedang dipertimbangkan. Sikap dan norma subyektif akan membentuk sebuah niat, hal tersebut adalah penentu utama dari sebuah perilaku (Dreana, 2012)

D. Kerangka Teori

Skema 2.1 : Teori tindakan beralasan (Ajzen and Fishbein, 1980 dalam Azwar, 2013)

Sikap lansia terhadap perilaku lansia mengikuti posyandu

Evaluasi lansia mengikuti posyandu Niat lansia memilih mengikuti posyandu Norma subyektif lansia memilih mengikuti posyandu

Keyakinan bahwa orang lain berpendapat sebaikanya lansia

mengikuti posyandu

Motivasi untuk mengikuti masukan orang lain Keyakinan lansia mengikuti

(19)

E. Kerangka Konsep

Skema 2.2 Kerangka Konsep

F. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas (variabel independen)

Adalah variabel yang mempengaruhi variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengaruh sikap, norma subjektif dengan niat lansia.

2. Variabel terikat (variabel dependen)

Adalah variabel yang dipengaruhi, variabel terikat dalam penelitian ini adalah niat lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu lansia.

G. Hipotesis Penelitian

1. Adakah hubungan antara sikap dengan niat mengikuti kegiatan posyandu lansia.

2. Adakah hubungan antara norma subjektif dengan niat lansia mengikuti kegiatan posyandu lansia.

Sikap

Niat lansia untuk mengikuti kegiatan

posyandu lansia Norma Subyektif

Referensi

Dokumen terkait

Merupakan periode waktu dari awal persalinan hingga ketitik ketika pembukaan mulai berjalan secara progresif, yang umumnya dimulai sejak kontraksi mulai muncul

coli O157:H7 dapat disebabkan dari feses hewan yang sehat yang awalnya menderita diare saat muda yang mengkontaminasi daging akibat kesalahan dalam penanganan mulai dari

Lalu muncul hal menarik ketika mereka menggunakan jejaring sosial ini, terjadi sedikit perubahan terhadap wawasan mereka yang sedikit mulai mengetahui interaksi

Pada umumnya lansia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor, intelegensi diduga secara umum makin mundur terutama faktor penolakan abstrak, mulai lupa terhadap kejadian

hal tersebut digolongkan internal ketika mereka bekerja dengan baik, mereka yakin bahwa hal tersebut disebabkan oleh keberuntungan, digolongkan sebagai eksternal Menurut

Karna itu, lansia yang terlibat dalam aktifitas kehidupan sehari-hari biasanya menganggap dirinya sehat, sedangkan mereka yang aktifitasnya terbatas karena kerusakan

Feurstein mengungkapkan sepuluh alasan mengapa evaluasi perlu dilakukan yaitu pencapaian, guna melihat apa yang sudah dicapai; mengukur kemajuan, melihat kemajuan dikaitkan

pertanyaan apa yang harus diperbuat guna mengatasi masalah tersebut, dengan menjatuhkan pilihan pada satu alternatife.46Sedangkan nasabah , menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia , adalah