• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINTAKSIS INDONESIA PROF. DR A. A. FOKKER. DJONJiAR. ^enerbit PRADNJA PARAM ITA DJAKARTA \912 O LEK. D IlN D O N psia K A N OLE]*

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SINTAKSIS INDONESIA PROF. DR A. A. FOKKER. DJONJiAR. ^enerbit PRADNJA PARAM ITA DJAKARTA \912 O LEK. D IlN D O N psia K A N OLE]*"

Copied!
192
0
0

Teks penuh

(1)

p e n g a n t a r

SINTAKSIS

INDONESIA

O L E K

P R O F . D R A. A. F O K K E R

D IlN D O N p S IA K A N O LE]*

D JO NJiAR

^enerbit PRADNJA PARAM ITA — DJAKARTA

(2)

S I N T A K S I S

I N D O N E S I A

OLEH P R O F . D R A. A. F O K K E R D IINDONESIAKAN OLEH DJONHAR i

PENERBIT PRADNJA PARAMITA — DJAKARTA Djl. Madiun 8 — 1972

gelar

Sutan Panduko Sati

PERPUSTAKAAK

PAKULTAS-SASI8A U.I

(3)

VA&.

T .a g g .l

(4)

3 A W A L K A T A

Studi Bahasa Indonesia masih dalam tingkat permulaan. Kitab ini dimaksudjcaji untuk mentjukupi kebutuhan a k a n sehnah peladiaran untuk pengadjaran tinggi, jang dldaKmnja diperhitungkan 'perkembangan janglerbaru dalam"bahasa ini. Untuk sem entarasaja membatasi diri saja pada sintaksis, oleh sebab pembahasan sistimatis jang tersendiri tentang hal tersebut sampai sekarang belum ada untuk bahasa Indonesia jang manapun. Nama kitab dapat diakui sebagai sudah sewadjarnja, oleh sebab saja, biarpun bahasa Melaju dan Bahasa Indonesia jang selalu mendjadi titik permulaan, pada banjak tempat menundjukkan gedjala2 jang serupa dalam bahasa2 Indonesia jang lain. Kitab ini tidak merasa sama sekali, bahwa ia memberikan sin* taksis perbandingan, ia tidak mungkin lebih dari suatu pengantar sadja, Bukankah sintaksis bahasa2 Indonesia sebagian besar masih ,terra incognita, sehingga penjelidik jang memberanikan diri kedalam lapang^ an ini, memang harus terpaksa mentjari djalannja sendiri. Pelukisan3 bahasa jang tersedia memberikan terutama ilmu suara dan ilmu bentuk, spdaiigkan tentang sintaksis kebaniakan hania diberikan sedikit sekali 'iJ te ia n p S ^ Kalaupun ada perhatian jang agak lebnrditjufahkan pada hal tersebut, maka hal itu dilakukan dengan memakai' metode2 jang sekarang telah kuno, jang masih sama sekali terbelenggu oleh pandang- an bahasa jang ’’atomistis” dari abad ke^l9. Satu2nja pengetjualiian dalam hal ini ialah kitab „Beknopte Javaanse Grammatica’ oleh Uh-

le n b e c k . Pada Uhlenbeck patut diberikan kehormatan, karena ia telah memberikan tempat sepatutnja pada sintaksis dan telah membahas hal ini menurut pandangan2 jang modern, jang bertitik tolak pada kalimat sebagai keseluruhan. Oleh sebab itulah maka dalam kitab ini akan terlihat beberapa persamaan dengan kitabnja, biarpun Peng­ antar ini pada hakekatnja lebih luas dan lebih pandjang-lehar. " Biarpun bahan jang saja pergunakan untuk perbandingan dengan

^ bahasa2 jang se.keliiai£a. hanja masih sangat terbatas, tetapi biarpun demikian saja pertjaja, bahwa banjak dari apa jang dibahas disini, akan terbukti dapat ditrapkan dengan lebih luas. Bukankah dalam sintaksis — dan tentang ini saja jakin — tampil kemuka ber-matjam3 watak bahasa2 Indonesia jang paling karakteristik ?

i.

Oleh sebab itu pada pendapat saja amatlah pentingnja untuk terlebih dahulu menguraikan dengan se-teliti2nja sintaksis anggota2 jang besar dan jang sudah terkenal betul dari keluarga bahasa itu, untuk dengan demikian lambat-laun membangun suatu sistimatik dan metodik jang sesuai dengan watak bahasa2 itu, jang dapat berguna sekali untuk penjelidik bahasa2 Indonesia, jang masih sedikit sekali diketahui, dalam menguraikan bahannja. Demikianlah maka kitab iai disamoing pengantar ingin djuga mendjadi ’’anleitung” untuk penje-

(5)

-4

R eatjana dan penguraian memuita beberapa keterangan jang agak landjut. Kitab ini lahir dari praktik mengadjar sebagai gum selama tiga tafnm pada~Trcrrsus"TiitJavyah pilnpinan saja, jang didirikan "gada tarnrn 1V477 uiituk mendidik guru~ dalam ~bahasa Indonesia dis&kolah menengah, dalaifi~ lmglcurigan Fakultas Sastera Universitas Indonesia. Untuk para mahasiswa, jang sebagian besar terdiri "dan bangsa Indonesia, kursus ini tidaklah sadja perlu untuk mempeladjari B.I., tetapi disamping itu djuga menginsafi sifat pribadi bahasa2 Indo­ nesia. Selain itu mereka harus diperkenalkan pada pandangan bahasa modern jang lebih sehat dari pada apa jang dikenal mereka sampai se- karang ini. Oleh sebab itu kita djum pai disini ber-matjam2 keterangan tentang soal2 pokok, seperti sintaksis pada umumnja, aspek, koordi- nasi, transposisi dan jang sematjam itu, jang didalam kitab, jang hanja tertudju kepada teman2 sedjawat jang sama kedjuruannja, pad'a hakekatnja akan tidak berguna. Selain perbandingan dengan bahasa2 jang serumpun, amatlah perlunja untuk para mahasiswa ini untuk mempunjai sedikit pandangan dalam bangun bahasa2 Indogerman, jang kerap kali berhubungan dengan mereka, seperti bahasa2 Belanda, Inggris, Prantjis dan Djerman. Per-tama2 oleh karena konfrontasi dengan bahasa2 dari type jang menjimpang sama sekali amat berguna sekali untuk mendapatkan pengertian jang sebenarnja tentang struktur bahasa2 itu masing21). Mengingat hal itu saja tundjukkan disana-sini, biarpun untuk sementara hanja masih dengan amat terbatas sekali, titik2 perbedaan dan persamaan jang mendjadi tjiri bahasa2 tadi pada satu pihak dan bahasa5 Indonesia pada pihak lain. Kedua oleh sebab dengan tjara demikian kita dapat beladjar mengerti dalam keseluruh- annja pengaruh bahasa2 Barat dan istimewa bahasa Belanda pada Bahasa Indonesia, dan dapat membendung ekses2 dilapangan ini.

Selandjutnja saja terus-menerus memberikan tjontoh2 dalam djoimlah jang besar. Saja berpendirian, bahwa kita dalam kitab jang sematjam ini tidaklah lekas2 dapat mengatakan, bahwa tjontoh2 itu teriam pau banjak. Kebanjakan kita terlalu berhemat dalam hal jang begini. Si pem batja harus diberi kesempatan untuk membentuk seni- diri pendapatnja dan untuk itu satu dua tjontoh sadja tidaklah me- madai.

T jontoh2 saja ambil dari penulis2 dari duapuluh tahun jang ter- achir2), sedang jang am at saja pentingkan sekali ialah masa setelah perang — jang dinamakan kalimat2 Melaju Klasik hanja saja perguna- kan disana-sini — selandjutnja <iari koran2, madjalah2 dan tentu djuga dari pertjakapan.

*) "C om parison o f languages o f d ifferen t types w ith o u t .my reg ard to th e ir genetic relations is o f th e greatest value fo r any w o rk in concrete linguistic chanacterology, fo r it considerably fu rth e rs th e rig h t understanding o f the re a l n a tu re and m eaning o f the analysed linguistic fac ts’" (M athesius, Actes, hal. 56).

(6)

5 Pandangan ilmu bahasa jang mendjadi dasar kitab ini, tidak perlu dibcri keterangan lebih landjut. Hal itu telah tjukup diperhitung- kan dengan tjatatan2 pada kaki halaman dan keterangan2.

Terima kasih saja utjapkan kepada Dr. J. L. Swellengrebel atas tegur-sapanja jang memberikan kebaikan kepada kitab ini, kepada Tuan A. H. Harahap, jang memberikan saja ber-matjam3 tjontoh dari bahasa Batak dan, last not least, kepada djuru tik saja, Tuan R. S. Nurhidajat jang tidak sadja melakukan tugasnja dengan amat teliti sekali, tctapi disamping itu memeriksa tjontoh2 dalam bahasa Sonda.

Segala ketjaman tentu sadja saja terima dengan senang hati.

Djakarta, Mei 1950. Prof. Dr. A A. FOKKER.

SEPATAH KATA DARI PENTERDJEMAH

Dalam kitab jang telah saja terdjemahkan ini — Inleiding tot de studie van de Indonesische syntaxis — Bahasa Indonesia (Melaju) berat diperbandingkan dengan bahasa Belanda dan ditudjukan ke­ pada mereka jang masih menguasai bahasa ini.

Oleh karena pada umumnja mahasiswa kita tidak lagi mengerti bahasa Belanda dan mengingat, bahwa kitab ini amat penting isinja __analisa tentang sintaksis Bahasa Indonesia modern, jaitu bahasa Angkatan 1945 — dan mengingat pula, bahwa ia ditjetak pada saat2 pemerintah R.I. mengadakan persetudjuan bahasa dengan pemerintah Persekutuan Tanah Melaju, dimana hanja bahasa Inggrislah jang di- pahami, rnaka saja memberanikan diri, setelah mendapat izin dari prof. Dr. A. A. Fokker, menambahkan kalimat2 Inggrisnja, d&ngan pertolongan pater Van Wessem, pemimpin kursus B I bahasa Inggeris di Malang.

Lebih2 kepada beliaulah saja tudjukan kata sepatah dua ini, dengan utjapan terima kasih jang se-besar2nja, dan saja kira djuga atas nama pengarang.

Sekianlah.

(7)

SEPATAH KATA PADA TJETAKAN KE-2. Tjetakan ini pada dasarnja sama dengan tjetakan pertama. H anja pada beberapa tata kalimat, beberapa istilah, diadakan perobahan sedikit.

Beberapa kata diganti dengan kata2 jang lebih tepat nilai katanja. Nomor2 paragraf ditjetak lebih tebal daripada nomor2 b3giannja, agar para pemaikai buku ini lebih mudah ,ymentjari djalan” dalam menelaah isinja.

Sekian.

Malang, Mei 1972

SEPATAH KATA D A R I PENERB1T

Cetakan ke-2 ini sudah dipersiapkan lama sebelum ejaan yang disempurnakan diresmikan pemakaiannya.

H arap p ara pem akai maklum hendaknya.

Penterdjemah

(8)

7

I S I

Hal.

Awal k a t a ... , ... ... 3

Sepatah kata dari penterdjemah ... 5

Sepatah kata pada tjetakan k e - 2 ... 6

Sepatah kata dari Penerbit ... 6

i s i ... 7

Bab I K a lim a t... ... 9

A. Umum ... ... 9

B. Beberapa type kalimat jang penting ... 15

C. Ichtisar type kalimat jang telah d ib a h a s ... 52

D. Bentuk d i - ... 53

Bab II Matjam kalimat ... 58

Bab III Hubungan k a lim a t... 63

Bab IV Merapatkan kalimat ... 72

Bab V Kalimat luas I ... 85

Bab VI Kalimat luas II ... ... 95

Bab V II Kalimat luas I I I ... ... 114

Bab V III Pandangan kembali dan penjim pulan... .. 121

Bab IX Kelompok kata ... ... 125

A. U m u m ... . . 125

B. Kelompok bertin g k at... 130

C. Kelompok setara ... 157

D. Pandangan kembali dan penjimpulan ... ... 165

Daftar kata ... ... 167

Daftar hal ... 170

T e k s ... 172

Daftar publikasi jang d ik u tip ... ... , 173

(9)

9 Bab I

K A L I M A T A. U M U M

1. Tiap kita dapat dengan mudah menjaksikan, bahwa pertja- kapan manusia berlangsung dalam kesatuan2, jang dengan djelas dapat di-beda2kan. Tiap2 kali sipembitjara mulai lagi dengan utjapan jang tertentu, dilandjutkannja hal itu sebentar atau lebih lama dan kemudi- an diselesaikannja pula utjapannja itu. Kesatuan2 jang demikian dinamakan k alim at:).

Djadi manusia berbitjara dalam kalimat2. Tentu sadja sekarang dengan segera timbul pertanjaan : bagaimana dapat’ kita membeda. bedakan 'kesatuan2 ini dari kesatuan2 bahasa jang lain, seperti fonim ataupun kata ? Kalimat dapat kita beri definisi sebagai berik ut: K a l i m a t i a l a h u t j a p a n b a h a s a j a n g m e m p u n j a i a r t i p e n u h d a n b a t a s k e s e l u r u h a n n j a d i t e n t u - k a n o l e h t u r u n n j a s u a r a 2). Djadi kriterium jang akan kita * pakai untuk menentukan apakah kita berhadapan dengan kalimat atau tidak ialah jang dinamakan bunji kalimat atau intonasi. Hanja intonasi inilah satu2nja jang memberikan keputusan jang terachir. Hal ini lebih2 berlaku untuk bahasa seperti Bahasa Indonesia, oleh sebab dalam bahasa ini, lebih2 dalam bahasa pertjakapan, pengelompokan sintaksis, artinja relasi jang ber-matjam2 antara kata, dalam banjak hal hanja dapat dikenali pada intonasi.

Intonasi ini hendaklah kita bajangkan sebagai sesuatu keselurulw an gedjala2 musik jang amat muskil, jang bagian2nja jang terutama ia la h : warna suara (timbre), tinggi-rendah suara, tjepat-lambat suara bitjara (tempo), ritme dan djeda. Dalam hal ini boleh dikatakan, bahwa kita dapat mengemukakan variasi jang tidak terbatas banjaknja. Ingat sadjalah, bagaimana 'kita kerap kali, dengan djalan sedikit perV obahan dalam suara, dengan djalan aksen tertentu atau dengan djalan ,,djeda jang penuh arti”, dapat mengusahakan beda arti jang halus2, bahkan dapat merobah sama sekali efek suatu kalimat. Memang tidak mungkin kita dalam kitab jang sekian ini dapat memberikan lukisan jang teliti tentang intonasi. Untuk itu kita memerlukan alat2 dan suatu staf pembantu untuk melakukan penjelidikan2 tersendiri jang luas, jang akan djauh melewati batas jang telah ditentukan dalam kitab ini. Oleh sebab itu tentang intonasi kita harus membatasi diri pada penentuan2 jang amat kasar dan sementara, seperti naik-turunnja suara, djeda pendek atau lama, tempo lambat atau tjepat d sb .3).

1) Reichling: De taal, haar wetten en h aar wezen. E.N .S.I.E. II, hal. 38. dbb. 2) Lerch. Satzdefinition und Stimmfiihrung, Leuv. Bijdr. 1940, dl. 1-2. ;!) Perbandingkan apa jang dikatakan tentang hal ini pad a Overdiep, hal. 80

(10)

10 1. KALIM AT A. UMUM

Djuga sama sekali tidak mungkin, bahwa kita akan melajani ber- matjam2 soal jang muntjul berhubungan dengan intonasi*).

1 BANGUN KALIM AT

2.- Tiap2 kita, jang pernah berpikir tentang bahasa jang kita pakai se-hari2, mengetahui, bahwa kalimat2 jang kita utjapkan ter- bentuk dengan tjara jang tertentu. Dalam pembentukan kalimat2 kita itu kita bekerdja bukan dengan tidak menentu sadja, tetapi kita dengan tidak sadar mengikuti aturan2 jang tertentu, misalnja tentang urutan kata2nja. Aturan2 atau undang2 itu dipeladjari oleh tiap2 manusia dalam masa kanak2nja dengan menirukan orangtuanja dan orang* sekelilingnja. Kalau ada orang dalam berbitjara menjimpang dari aturan2 atau undang2 itu, akan dapat djuga difahaminja — kadang3 djuga tidak — tetapi penjimpangan itu akan dirasakannja sebagai sesuatu jang aneh, dan orang jang memakainja, dengan alasan itu, akan dianggapnja sebagai orang asing atau se-tidak2nja sebagai orang jang berasal dari daerah lain sama sekali. Dan kalau kita pada umur jang lebih landjut mempeladjari bahasa kedua, maka kita akan segera merasakan, bahwa kalimat2 dalam bahasa tersebut kerap kali dibentuk dengan tjara jang lain, dan intonasinjapun berlainan. Misalnja kita tidak mungkin dengan begitu sadja menterdjemahkan bahasa Belanda kedalam bahasa Inggeris, ataupun bahasa Djawa kedalam Bahasa Indonesia, dengan menterdjemahkan kata2nja satu demi satu. Kalau kita berlaku demikian, maka dalam banjak hal bukanlah kalimat jang terdjadi, tetapi omong kosong (onzin). Hal jang demikian tentu sadja akan nampak benar- pada bahasa2 jang tidak serumpun jang mem- punjai type jang menjimpang sama sekali, seperti misalnja bahasa Djawa dan Belanda. Lebih2 beda intonasi akan nampak dan terasa benar pada orang2 jang mengutjapkan isi hatinja dalam bahasa asing. Dalam berbitjara mereka sebagian mempergunakan intonasi bahasanja sendiri. Kalau kita mendengar mereka berbitjara pada djarak jang demikian djauhnja, sehingga kita hanja mendengar suaranja dengan djelas, tetapi tidak kata demi kata, maka kita akan m endapat kesan, bahwa mereka berbitjara dalam bahasanja sendiri. Waktu m endekati mereka barulah kita tahu, bahwa mereka berbitjara dalam bahasa jang asing untuk mereka.

Undang2 untuk membangun kalimat dari tiap2 bahasa memang berlainan. Barang siapa jang mempunjai tugas untuk melukiskan se­ suatu bahasa, entah untuk tudjuan ilmu pengetahuanj entah untuk keperluan pengadjaran, haruslah mentjari undang2 itu, jaitu undang2

ilmu tatakalimat atau sintaksis.

i) P a d a b anjak hal jang penting djuga belum ad a kesatuan pendapat, dem i­ k ian m is, tentang p ertanjaan, apakah b entuk2 tonal konvensionil atau spon- tan , a ta a , k alau ia boleh ke-dua2nja, dim ana h aru s k ita letak k an batasnja. L ih a t D uijker, T a a l en psychische w erkelijkheid.

(11)

SUBJEK DAN PREDIKAT 11

SIFAT SCHEMATIS PADA SINTAKSIS

3. Dalam melukiskan bangun kalimat tiap2 kali kita akan me- inulai dengan sedjumlah kalimat- tjontoh, jang diambil dari keadaan se-hari2. Djadi kita disini tidak mungkin mendjumpai kalimat2, jang oleh sesuatu sebab, tidak mungkin ada dalam praktik. Tetapi hendak- nja benar2 harus diinsafi, bahwa kita dalam hal ini tidak pemah mungkin 100% sesuai dengan praktik kehidupan se-hari2. Memang manusia selamanja dibawah pengaruh emosi dan ia tidak berbitjara dengan kalimat2 jang teratur dan jang sudah ditentukan batas2nia, seperti jang kita djumpai dalam kitab2. Jang demikian hanjalah se- orang ahli pidato, seorang jang berbitjara dimuka umum dengan pendengar2 jang amat banjak. Dalam kehidupan se-hari2 kalimat2 kerap kali diputuskan di-tengah2, sebagian ditelan, atau ditambahi dengan isjarat2 dan air muka jang penuh arti. Semuanja itu oleh sintaksis jang tertulis boleh dikatakan tidak dapat diperhitungkan; dengan demikian sebagian dari kenjataan mendjadi hilang. Djadi pe- lukisan bentuk kalimat tidak pernah dapat sama sekali disesuaikan dengan apa jang kita dengar disekeliling kita dalam kehidupan se- hari2 dan dengan demikian pelukisan tadi terpaksa bersifat schematis. Tambahan lagi dalam pelukisan jang demikian kita hanjalah dapat raemulai dengan kalimat2 jang tersendiri. Tetapi dalam kenjataan tidak ada kalimat jang sama sekali terpentjil. Tiap2 kalimat adalah selamanja sebagian dari hubungan jang lebih besar, jang diutjapkan atau tidak. Untuk menjebut hubungan tiap2 kalimat dalam pemakai- annja, tentulah akan lebih baik, tetapi tentu sadja tidak mungkin dilakukan.

Selandjutnja dalam membahas bangun kalimat kita tiap2 kali akan memulai dengan konstruksi jang amat elementer dan dari sini Iambat-laun meningkat kepada kalimat2 jang lebih rumit bangunnja 1). Djadi menurut metodos ini tiap2 konstruksi baru harus dapat dihubung- kan dengan konstruksi, jang telah diperbintjangkan sebelumnja dan konstruksi baru tadi hanjalah suatu peluasan sadja. Dengan demikian dapat kita lihat nanti, bahwa tiap2 type kalimat jang ter­ sendiri dapat didjumpai kembali dalam bagian2 kalimat jang lebih besar, jang dengan fungsinja jang ber-matjam2 menjatakan idee2 jang sama 2).

SUBJEK DAN PREDIKAT

4. Pada dasarnja tiap2 kalimat terdiri atas dua bagian jang isi- ^ mengisi dan jang satu tidak dapat dipikirkan tanpa jang lain, jaitu : sesuatu jang kita pertjakapkan, jang dinamakan subjek — dengan singkatan S — dan apa jang kita katakan tentang hal itu, jang

dina-i) Perb. Bally dan Sechehaye: ”Le noyau central de tout expos6 syntaxique est naturellem ent la phrase independante la plus elem entaire, celle qui unit un sujet sim ple avec un predicat sim ple.” (Actes, hal. 51).

(12)

m akan predikat — dengan singkatan P. Tidaklah pula berarti, bahwa tiap2 kalimat pada lahimja terdiri atas dua bagian. S dan P sama sekali tidaklah perlu selamanja ada ber-sama2 dalam kita berbitjara. Tiukuplah kalau dia ada dalam pikiran sipembitjara dan dalam pikiran sipendengar. Bila seorang mendengar tentang sesuatu penipu- an dan m engutjapkan: „ B a d j i n g a n m a k a untuk sipendengar sudah djelas sama sekali, apa jang dimaksudkan oleh sipembitjara. Kadang2 keadaan jang menjebabkan pengutjapan kalimat jang se- pendek itu oleh pembitjara sendiri hanjalah disaksikan dengan samar2, ja mungkin hanja ada dalam daerah tak sadar. Kita misalnja dapat mengutjapkan „Terlalu !” disebabkan oleh keadaan2 jang keseluruh­ annja tak menentu, sehingga semuanja hampir tidak dapat dilukiskan dengan kata2, tetapi pula tidak seorangpun akan terpikir untuk meng­ utjapkan „terlalu !” dengan tidak ada sesuatu seb ab 1).

Istilah subjek dan predikat dan terdjemahannja pokok dan sebutan, telah mengakibatkan banjak sekali diskusi dan kesalah- pahaman. U ntuk mendjernihkan pengertian dapat dikatakan hal se­ bagai berikut ini. Istilah subjek adalah terdjemahan k ata Junani ^ hypokeimenon, jang sebenarnja berarti „lapisan bawah” atau „bagian baw ah” . Dalam pengertian jang demikianlah ingin kita masukkan istilah tersebut dalam karangan ini. Dengan kata lain, subjek ialah se-akan2 lapisan bawah atau bagian bawah, diatas mana diletakkan inti pemberitaan jang sebenarnja, atau predikat. Djadi hal itu berarti, bahw a subjek tidak perlu orang atau sebuah benda, seperti biasanja dianggap orang. Kita akan melihat nanti, bahwa ber-matjam2 elemen lain, seperti' penentuan2 waktu, tempat, sebab, tjara, keadaan dsb.

sam a benarnja untuk bertindak sebagai subjek.

Istilah pokok dan sebutan akan kita pakai djuga disini, tetapi hanja untuk kalimat2 jang ditransponir, artinja kalimat2 jang hanja mempunjai bentuk lahir sebagai kalimat2 jang berdiri sendiri, tetapi tidak fungsinja. Djadi apakah sebuah kata atau sekelompok kata dalam hal jang tertentu harus dinamakan subjek ataukah pokok, hal itu ber- gantung kepada fungsi jang ditempati oleh sesuatu keseluruhan jang tertentu, dimana kata atau kelompok kata tersebut mendjadi

bagiannja-P ada umumnja dapat kita katakan, bahwa pandjang suatu kalimat, djadi djumlah kata jang kita perlukan untuk menjatakan m aksud kita kepada sipendengar, tergantung kepada keadaan, artinja keseluruhan keadaan2, dimana sipembitjara dan sipendengar berada, jaitu jang melingkupi tidak sadja apa jang disaksikan oleh pantjaindera sewaktu berbitjara, tetapi djuga hal jang sudah diketahui oleh kedua pihak 2).

I. KALIMAT A. UMUM [4

L i h l t V an G inneken. D e kataloog van een taalm useum . N ieuw e T aalgids V , h al. 273 dbb.

(13)

4, 5, 6] TYPE2 KALIMAT 13 Bilamana sipembitjara dan sipendengar ada dalam situasi jang sama mengingat ruang dan waktu, maka utjapan kita dengan kalimat jang amat pendek kerap kali sudah tjukup untuk difahami. Teriakan „Amok !” atau „Maling !” tidak memerlukan keterangan jang lebib djauh. Sekarang mendjadi teranglah, apa sebab maka bahasa tertulis, djadi bahasa dalam buku, terpaksa lebih luas dari pada bahasa per- tjakapan. Memang pembitjara dalam hal tersebut berbitjara dengan djalan tulisan dengan sipendengar jang tidak dikenalnja, jaitu sipem- batja.

ELEMEN2 KALIMAT JANG LAIN

5. Selain S dan P, sebuah kalimat masih dapat mengandung elemen2 jang lain.

Pertama, jang dinamakan kata2 penghubung, ialah kata2 jang mempunjai tugas untuk menjatakan hubungan dan kerap kali djuga relasi antara ber-matjam2 kalimat.

Kata2 penghubung jang banjak didjumpai ialah misalnja: dan;

lagi; sebab. Kedua, jang dinamakan kata2 modal, jaitu kata2 jang mengubah arti seluruh kalim at1) seperti sesungguhnja; memang;

tentu; agaknja; rasanja; djangan. Kebanjakan bahasa2 Indonesia, djadi djuga B.I. sendiri, mempunjai banjak sekali „kata2 warna” (nuanceiingswoorden) jang demikian, jang kerap kali sukar untuk menterdjemahkannja kedalam bahasa Belanda.

Banjak dari kata2 tersebut dapat dimasukkan kedalam P. TYPE2 KALIMAT

6. Apabila kita menjelidiki bangun kalimat dari salah satu bahasa, maka dengan segera kita dapat mem-beda2kan schema2 atau type2 tertentu, artinja kalimat2 itu rupanja dibangun menurut pola2 tetap dan tertentu. Pola2 jang sematjam itu termasuk kepunjaan kolektif suatu masjarakat jang sama 'bahasanja (persekutuan bahasa : taalgemeenschap), dan ber-sama2 dengan kata2 dan elemen2 jang lain diterima dan dipeladjari oleh individu2).

1) G ardiner m em akai untuk ini ’’sentence-qualifiers”. Tetapi u ntuk dia istilah ini lebih banjak isinja, seperti terbukti dari: ”... sentence qualifiers, i.e. words which either qualify the purport of the sentence as a whole, like doubtless and perhaps, or else describe its relation to the gist o f some other sentence like accordingly, moreover”. (Gardiner, hal. 269).

Tetapi pendapat ini m enurut kita tidak benar. Band, tentang hal ini "djuga 43.

2) Band, apa jang dikatakan tentang hal ini oleh Weisgerber: ” ... dass alle Anghorigen der deutschen Sprache in gleichartigen bestimm ten Weisen Satze bilden, (- uns diese Satzbildung steht, wie wir sahen, in allerengster Beziehung zur Gedankenbildung -), das ist nur verstandlich, wenn diese Satzschenata als Bestandteile des K ulturgutes Sprache iiberpersonliche Gel- tung haben; sonst miiszte m an sich auf den unhaltbaren Standpunkt stellen, dass sie dem Menschen angeboren oder naturgemass seien. Also die Syntak- tischen Form ungsm ittel einer Sprache m it der G esam theit der in ihnen auf- tretenden Beziehungsarten, ihrer Worstellung, ihren Abstufungen in Nach- druck und Tonbeweging usw. sind genau so wirklich, so wenig Abstrak- tionen wie die enderen Sprachbestandteile auch.” (Weisgerber, hal. 69).

(14)

D alam hal ini antara ber-matjam2 bahasa mungkin ada persama- an, ja, bahkan dalam banjak sekali bahasa beberapa type kalimat — istilah ini akan kita pakai untuk seterusnja — jang sematjam itu sama. Sudah tentu, bahwa hal jang demikian lebih2 berlaku untuk bahasa2 jang bersaudara, biarpun hal itu tidak mendjadi keharusan. Sebaliknja pula persamaan jang sempurna tidak pernah ada. Djadi tidak ada dua bahasa jang type2 kalimatnja sama sekali sama. Adalah mendjadi tugas sintaksis untuk mentjari type2 ini dan melukiskannja. Biarpun demikian mungkin djumlah type dalam banjak hal menurut keadaannja ketjil, tetapi djumlah variasinja amatlah banjaknja. Skala type dapat kita buat dari jang se-sederhana2nja sampai2 kepada jang se~muskil2nja.'M emang tidak mungkin rasanja kita akan pernah dapat menjusun suatu sintaksis, didalam mana terdapat sekalian kemungkin- an dalam hal type kalimat, dengan lengkap dan teliti diatur dan di* lukiskan, biarpun apabila kita meniadakan penjimpangan2 jang se-m ata2 bersifat tersendiri. Djadi djuga dalam hal ini sintaksis selama­ nja memberikan gambaran jang disederhanakan tentang kenjataaD, jang variasinja tak terbatas.

(15)

7. 1, 2] TYPE2 KALIMAT 15

B. BEBERAPA TYPE KALIMAT JANG PENTING TYPE KALIMAT PERTAMA

7. 1. Marilah kita ambil sebagai tjontoh pertama kalimat ber-drat:

(1) Pekarangan/bersih.

Kalimat ini mungkin mendjadi djawab tentang pekarangan. Djadi fcata ini disini mendjadi titik permulaan sesuatu jang kita pertjakap- kan, djadi S. Bersih ialah apa jang dikatakan orang tentang ha] tersebut, djadi P.

Kalau kita menjelidiki, bagaimana tjaranja kalimat ini diutjapkan, maka kita ketahui, bahwa pada S terdengar sedikit kenaikan suara dan pada P turun suara. Antara S dan P tidak (terdengar djeda 1).

Sekarang kita berikan lagi beberapa tjontoh kalimat sederhana jang dem ikian:

(2) Saja/pergi.

(3) Pertjobaan itu/gaga1. (4) Suaminja/orang Batak. (5) M atanja/hitam.

2. Tentang no. 4 dan no. 5 dapat dikatakan disini, bahwa relasl sesamanja sudah tjukup dinjatakan dengan mendjadjarkan bagian5 kalimat, berlainan dengan bahasa Belanda (German), jang dalam hal jang demikian mempergunakan jang dinamakan katakerdja kopula 2).

Selandjutnja bahasa Indonesia djuga mempunjai kata tertentu ✓ untuk menjatakan relasi3) ini setjara eksplisit, ja itu : adalah, jaitu,

ialah dan * V / u *.'1 a“n < a r ‘

s ' d f n V Dari inlonasi terbukti, bahwa kata* ini tidak berdin lepas dalam kalimat, tetapi mendjad, bagian dart dan msmbentuk s f t n keseiuruhan dengan predikat. Pemaka.atmja dapaUah dibuku- kan dengan tjontoh2 berikut:

(6) Dia adalah seorang saudagar kaja raja.

(7) Kota Padang ialah kota besar. i (8) Alm arhum bapanja djadi tabib di Medan.

i) A rtinja tidak dengan telinga.

gv T etapi djuga tidak selam anja. Ingatlah kepada h a P seperti: „H ij een dief?” (Belanda) ”H e a thief?” (Inggris).

*) B l o o m f i e l d dalam h a l jang dem ikian m enjebutkan ’’equational predicate”,

(16)

Apabila S terdiri atas sebuah kata jang didahului oleh jang, maka kata2 ini bahkan lebih digemari pemakaiannja. M is .:

(9) Jang perlu kini ialah menambah pengetahuan. (10) Jang akan djadi suamimu ialah Abdullah.

3. Diatas ini^ dengan sengadja dipilih kalimat2 dengan pembe- ritaan jang pendek” dan dengan bangun jang amat sederhana. Sudah tentu kerap kali ada kalimat2 jang lebih rumit, oleh sebab kalimat2 itu berisi petundjuk" jang lebih landjut, misalnja tentang tempat, waktu, sebab, tjara dsb. Marilah kita berikan beberapa tjontoh tentang hal i n i :

(11) Kebentjian hatinja terbajang sampai kemukanja. (12) Kami tak tertidur semalam-malaman.

(13) Negeri itu baru sadja pindah ketangannja. (14) M ukanja berkerut-kerut seperti limau purut.

(15) Dia telah menanggung penjakit dengan sabar dan tawak-kal.

Dalam semua hal ini petundjuk2 jang lebih landjut itu mendjadi ^ bagian dari P. Tem pat petundjuk2 jang lebih landjut sematjam itu dalam kalimat, atau, seperti jang dikatakan orang, keterangan dalam b anjak hal bergantung kepada hal penting atau

tidaknja

ia terhadap bagian kalimat jan g

lain. Dengan

demikian ia kerap kali djuga dapat ditempatkan dimuka, djadi dimuka S. M is .:

(16) Seminggu lagi kita akan bertemu muka. .RELASI ANTARA S DAN P ^

8. Sudah tentu relasi antara S dan P mempunjai sifat ber- m atjam2 dan isi kalimat2 jang sematjam itu mempunjai variasi jang tak terbatas. A kan kita sebutkan sekarang beberapa dari relasi ini dengan tersendiri:

1. S mendjadi peiaku pekerdjaan. M is .: (17) Polisi telah menangkap pembunuh. ;

2.

S mendjadi objek pekerdjaan. Mis. •

(18) Pembunuh telah ditangan polisi.

Djadi 1 dan 2 sesuai dengan pertentangan aktif — pasif. Pex- tentangan ini dinjatakan dalam hal ini disini dalam bentuk awalan rrte- p ada satu pihak, menangkap, dan pada pihak jang lain dalam bentuk awalan di-, ditangkap. Tetapi hal itu tidak berarti sam a sekali, bahwa pengertian pertentangan m e /d i djuga selamanja sesuai dengan penger­ tian pertentangan aktif/pasil. Djuga bentuk -di dalam hal2 jang ter-16 I B. BEBERAPA TYPE KALIMAT JANG [7, 2, 3, 8

(17)

8, 2, 3, 4, 5, 9, 1] OBJEK 17

tentu pun dapat pula mempunjai arti jang a k tifJ). Sebaliknja perten- tangan aktif/pasif pun tidak konsekwen dinjatakan oleh ber-bagai2 bentuk. Kadang2 beberapa kata berisi kedua kemungkinan. M is.:

(19) a. Ia lupa akan perdjandjian itu.

b. Perdjandjian itu sudah lupa olehnja.

(20) a. Tombak tembus kedadanja.

b. Dadanja tembus oleh tombak.

Selandjutnja dalam hubungan ini kita sebutkan penurunan dengan ber- dan ter-, jang djuga berisi kedua kemungkinan tersebut2).

3. S mendjadi tempat tudjuan pekerdjaan. Relasi ini dapat di- ungkapkan dengan penurunan jang memakai achiran M is.:

(21) Negeri mereka didatangi musuh.

4. S mendjadi orang jang berkepentingan, djadi untuk siapa pekerdjaan dilakukan. Relasi ini dapat diungkapkan dengan peaurun- an jang memakai achiran -kan. M is.:

(22) Saja ditjarikannja pekerdjaan.

5. S ialah alat atau perkakas untuk melakukan tindakan. Djuga relasi ini dapat diungkapkan dengan penurunan jang memakai achiran

-kan. Mis. :

(23) Uang dibelikan kepada beras.

(24) Tongkat dipukulkannja kepada andjing. O B J E K

9. 1. Sebagai tjontoh pertama kita berikan kalimat berikut: (25) Aku mendengar perkataan itu. '

Kita lihat, bahwa dalam kalimat ini P terdiri atas dua unsur, jang berbanding satu sama lain sedemikian rupa, sehmgga unsur jang per­ tama tidak dapat dipikirkan tanpa jang kedua. Bukankah mendengar tidak mungkin tanpa ada jang didengar ? Perkataan itu L«» namakan o b je k 8) mendengar. Relasi antara kedua unsur ini, mendengar dan

perkataan, dalam hal ini hanja se-tnata2 dapat dikenal pada keduduk- an keduanja antara sesajnanja.

V J-m ai oa.

2) T jontoh2 gedjala jang sam a dalam bahasa-* la g kita djum pai pad a G onda. O ver Indonesische werkwoordsvorm en (I), Bijdragen dl. 105, hal. 343. 3) Band. D e G root, hal. 118 dbb.

(18)

2. Apabila objek terdiri atas pembitjara dan pendengar itu sendiri, dapat dipergunakan ku dan m u untuk pengganti aku dan

engkau. Ku dan mu dihubungkan setjara enklitis 1). M is .:

(26) Orang itu tidak mau menurutku. (27) Saja tak sanggup menolongmu.

Apabila objek terdiri atas orang atau hal jang dikenal, maka achiran -nja dapat dipakai untuk menggantikan (d) ia. M is .:

(28) Dokter mengobatinja.

3. Kerap kali relasi dengan objek dinjatakan setjara eksplisit, artinja diungkapkan dengan pertolongan kata penghubung. U ntuk ini umumnja dipakai akan. M is .:

(29) Saja tidak mengerti akan maksud Tuan. (30) Ia menerima akan kadarnja.

(31) Orang itu memaki-maki ^ akan dia. (32) Tidak mengindahkan lagi akan dirinja.

Untuk pengganti akan djuga dipakai katapenghubung jang lain* untuk mengungkapkan relasi ini, jaitu :

tentang(an) h a l 3) p e r i3) terhadap

(ke)pada p erihal3) atas Beberapa tjo n to h :

(33) Tempoh hari telah saja uraikan tentang keadaan itu. (34) Hal demikian merusakkan pada perdjuangan kita.

(35) Orang lain telah mengetahui hal kelakuannja jang djahat itu. (36) Nanti saja mengabarkan perihal jang terdjadi disana. (37) Aku memikirkan peri tingkah laku sahabatku itu.

Peri hanja masih dipakai dalam bahasa jang lebih tua atau bahasa

kesusasteraan. Dalam B.I. umumnja lebih banjak dipergunakan kedua kata jang terachir, atas dan terhadap. M is .:

' ' (38) Kedua-duanja menjesal atas perkawinannja.

Terhadap hanja terutama Sipakai dalam hal2 jang akan dibitjara-

kan dibawah ini, ‘ i

i) E nklitis artinja: dem ikian b ersatu n ja dengaft1 k a ta sebelum nja, sehingga ter

b en tu k satu keseluruhan. , ' '

*) P en g u la n g an disini m em punjai a rti frekw entatif. •) L ih a t 71, 2

18 B. BEBERAPA TYPE KALIMAT JANG [9 , 2 , 3

(19)

OBJEK 19

4. Dalam tjontoh2 jang lampau (no. 29 s/d no. 37) pemakaian katapenghubung adalah fakultatif atau hanja membawakan perbedaan arti jang amat sedikit. Sebaliknja pemakaiannja diharuskan *) dalam hal2 sebagai berikut:

(39) Tidak suka akan anak muda itu.

(40) Seorangpun tidak pertjaja akan kabar itu. (41) Aku kenal akan dia.

D ju g a:

awas akan hormat akan loba akan rindu akan

bangga 99 ingat „ lupa 99 sadar

bentji 99 insaf „ maklum 99 sajang ♦»

biasa 99 jakin „ malu 99 segan

bimbang 99 kasih „ marah 99 tahu •>

gemar 99 kesal „ paham 99 takut

gusar 99 ketjewa „ (tidak

peduli 99 tjemas >*

heran 99 kuatir „ perlu 99 tjinta

Untuk menggantikan akan kerap kali djuga kita lihat disini di- pakai (ke)pada. M is.:

bentji kepada honnat kepada sajang kepada

gemar „ pertjaja „ takut „

Beda dengan akan tidaklah nampak disini. Beberapa kata boleh dikatakan selamanja dihubungkan dengan kepada, demikian mis. :

tunduk kepada 2) ; patuh kepada. Selain dengan kepada maka akan

djuga bersaingan dengan atas. Mis. :

heran atas ; kesal atas ; ketjewa atas ; (tidak) peduli atas ; pertjaja atas. Sebagai penutup kita berikan beberapa tjontoh dengan terhadap awas terhadap bentji terhadap tjinta terhadap

K c a d a a n B. I. d e w a s a i n i t i d a k m e n g - i z i n k a n u n t u k m e n e n t u k a n d e n g a n s e - t e l i t i 2 - n j a , b i l a d i u t a m a k a n k a t a p e n g h u b u n g j a n g s a t u d a n b i l a j a n g l a i ' n , a t a u b i l a k a h k e = m u n g k i n a n i t u l e b i h d a r i s a t u m a t j a m. Hal itu berlaku djuga untuk hal2 jang tersebut pada no. 29 s/d no. 38.

l ) A rtinja dalam bahasa tertulis. D alam bahasa lisan kita dalam hal ini lebih m erdeka.

(20)

Tjatatan 1. Dalam hal jang tersebut diatas dengan sengadja 'kita hindari istilah „katakerdja transitif”, karena tidak akan sesuai disini. Bukankah dalam hal2 seperti kam i sudah biasa

akan keadaan jang demikian tidak biasa orang berbitjara tentang

katakerdja transitif ? Biarpun demikian relasi antara biasa dan

keadaan adalah sesuai sifatnja dengan relasi antara mendengar

dan perkataan itu dalam no. 25. H anja jang pertam a tidak dapat dibalikkan 1). U ntuk mem-beda2kan hal2 jang begini satu sama lain, maka dapatlah kiranja dalam hal seperti pada biasa akan

dikatakan „komplemen”, sedangkan istilah „objek” dapat disedia-

kan untuk hal2 seperti tersebut pada no. 25 s /d no. 38. Tetapi kita lebih menjukai istilah „objek” dan dengan demikian djadi memberinja arti jang lebih luas dari pada biasa.

Tjatatan 2. Dalam banjak bahasa2 Indonesia relasi dengan objek dapat diungkapkan setjara eksplisit. Dalam bahasa Djawa untuk itu dipakai orang a.i. menjang, marang dan dateng, dalam bahasa Sunda ka atau kana. Djuga disana kadang2 diharuskan dan kadang2 fakultatif: kadang2 pemakaian kata penghubung djuga membawakan perbedaan arti. Peraturan2 jang tertentu sukar di- adakan. Tetapi djuga disana kita lihat kerap kali seperti dalam B.I., bahwa pada bentuk2 jang mempunjai persengauan awal tidak perlu dipakai kata penghubung, sedangkan hal itu djustru diharuskan pada bentuk2 jang tidak mempunjai persengauan awal.

EL1PS OBJEK2)

10. Objek tidaklah selamanja perlu diungkapkan dalam per- tjakapan. Kalau objek itu sudah disebut sebelumnja atau dapat di- anggap terkenal pada umumnja mengingat situasinja, m aka daparlah objek tadi dihilangkan. Miis.:

(42) Inilah suamimu datang mendjemput

Dengan tjara begini terdjadilah beberapa ungkapan tetap, jang objeknja jang sebenarnja biasanja tidak disebut lagi. M is .:

(43)

Hasil pertjobaan itu memuaskan benar.

D juga:

menjena_ngkan menguntungkan mengharukan mengerikan memadai mentjukupi j mendjemukan mengagumkan 3) m erugikan mengherankan , mengetjewakan

A gaknja disini kita mungkm berhadapan dengan pengaruh bahasa Belanda.

2 0 I. B. BEBERAPA TYPE KALIMAT JANG [9, 4, 10 PENTING

1) L ih a t 8, N o. 17 dan 18. 2) B a ndingkan 42, 3.

(21)

PENJEKATAN SINTAKSIS

11. Dalam hal2 jang tertentu timbul penjekatan (isolering) sintaksis, artinja elemen pertama dan kedua (objek) telah turnbuh mendjadi suatu kesatuan jang kokoh dan tak dapat di-pis ah2kan. Mis. : menarik hati merintis djalan menjolok m a ta ') menuntut bela minta diri menggantang asap

Kelompok2 ini ialah kelompok2 tetap dan tidak dipakai dalam bentuk di- . z).

BENTUK BE-KAN

12. 1. Dalam hubungan ini masih meminta perhatian kita pe­ nurunan dengan awalan ber- dan achiran -kan.

Marilah kita ambil sebagai tjontoh pertama kalimat sebagai ber-ik u t:

(44) Kebudajaan jang baru itu bersendikan kebudajaan lama. Djuga dalam kalimat ini P terdiri atas dua bagian, bersendikan dan kebudajaan lama, jang berbanding satu sama lain sedemikian rupa, sehingga jang pertama djuga tidak dapat dipikirkan tanpa jang kedua.

Tjatatan. Namun demikian relasi antara kedua bagian disini mempunjai sifat jang agak lain daripada jang sudah dibitjarakan pada 9. Djuga hal itu dibuktikan oleh relasinja disini, jang tidak dapat dibalikkan. Tetapi disinipun kita pertahankan lagi istilah „objek”.

2. Dalam bahasa kesusasteraan jang lebih tua bentuk ber-kan seperti jang dimaksudkan diatas agak banjak kita djumpai. Kita sebutkan mis. :

bertatahkan ratna mutu manikam berbuahkan emas

bersulamkan benang sutera kuning.

Relasi jang serupa boleh djuga diungkapkan dengan bentuk ber- sadja. M is.:

(45) Dari pada hidup betjermin bangkai lebih baik mati ber- kalang tanah.

Djuga dalam ungkapan2 : makan hati berulam djantung. bertopang dagu.

11, 12, 1, 2] BENTUK BER- KAN 2 ]

1) D ari bahasa D jaw a (Sunda) njolok mata. D alam B.I. m enjolok m ata = me- njakitkan hati, tetapi sekarang djuga b erarti ,.m enarik perhatian”.

(22)

3. Djuga dalam B.I. masih terus kita djumpai bentuk ber-kan jang serupa itu. M is .:

(46) Persatuan jang ditanara oleh P.N.I. berbuahkan petjah

belah kaum saudara. 1

Demikian djuga :

berasaskan kebudajaan bersendjatakan golok berdasarkan ketachjulan berbantalkan tas kulit berpandjikan keadilan bersaksikan arwah Djuga tanpa -kan. Mis. :

bersembojan perkataan kemerdekaan berkepala sembojan jang tegas bertudung daun pisang

berm enantu pemuda jang kaja raja

t e Pa ^ ^ h S t s a t S ° “ Sebe“,ar « Demikian d ju g a :

berpedoman kepada kejakinan berguru kepada si Anu bertupang kepada masa jang silam

berpihak kepada lawan bertuan kepada g. Aqu

Demikianlah maka untuk pengganti berdasarkan dan bersendikan djuga kita d ju m p ai: berdasar kepada dan bersendi kepada

5 Achirnja - oleh pengaruh bahasa Belanda _ - ‘ reiasi ^ djuga diungkapkan orang dengan memakai atas. Mis. •

kapital jang bersandar atas negara modem berdasar atas pengalam anx).

D j u g a d i s i n i k e a d a a n b a h a s a I n d o n e s i a d e w a s a i n i b e l u m m e n g i z i |n fc a n u n t u k m e - n e n ' t u k a n , k o n s t r u k s i m a n a j a n g l e b i h rfi u t a m a k a n ^

DUA OBJEK

13. 1. Pada achirnja kita minta perhatian atas sekumpulan kata jang isi pengertiannja menghendaki tambahan dua unsur. M is .:

(48) G uru memberi kami kitab.

K ita lihat disini, bahwa P terdiri atas tiga elemen, jaitu memberi,

kam i dan kitab. Kedua kata terachir ialah tambahan jang perlu

l) S am p a i2 dju g a : berdasarkan atas,

2 2 I. B. BEBERAPA TYPE KALIMAT JANG [12, 3, 4 5, 1 3 1

(23)

13, 1, 2, 3, 4] DUA OBJEK 23

Kita lihat disini, bahwa P terdiri atas tiga elemen, jaitu memberi,

xami dan kitab. Kedua kata terachir ialah tambahan jang perlu pada

jang pertama. Bukankah memberi itu tidak dapat dipikirkan tanpa orang kepada siapa kita memberi dan hal jang diberikan ? Dengan kata lain, memberi mempunjai dua objek. Relasi antara ketiga elemen tersebut disini se-mata2 lagi dapat dikenal pada kedudukannja (posisi- Qja) terhadap sesamanja. Urutan kedua objek, kami dan kitab, adalah tetap dan tidak berubah. Atas dasar itu maka kami kita namakan objek pertama dan kitab objek kedua,

Beberapa tjontoh jang lain :

(49) Ajah mengirimi saja uang tiap2 bulan. (50) Pemimpin menjerahinja pekerdjaan penting. (51) Rakjat mentjurahi orang itu kepertjajaan penuh.

2. Kalau konstruksi ini kita balikkan, maka objek jang pertama mendjadi S, sedangkan objek jang kedua kembali lagi tempatnja di- belakang sekali. D ja d i:

(52) Orang itu ditjurahi rakjat kepertjajaan penuh.

Djuga dalam hal ini urutan kata tetap. Rakjat dan kepertjajaan hanjalah dapat bertukar tempat, apabila dipakai kata penghubung D jadi:

(53) Orang jang ditjurahi kepertjajaan penuh oleh rakjat.

3. Pada no. 49 s /d no. 53 terus-menerus kita djumpai kata- kcrdja jang memakai achiran -i, dengan arti dasar umum „memberi”. Konstruksi jang sama kita lihat sekarang pada sedjumlah katakerdja jang lain, djuga dengan achiran -i, jang, biarpun tidak mempunjai arti „memberi”, mempunjai arti jang berdekatan.

Bedanja dalam hal ini hanjalah, bahwa elemen ketiga disini biasanja disertai oleh kata penghubung dengan, biarpun hal itu tidak selamanja diharuskan benar. M is.:

(54) Amerika membandjiri seluruh dunia dengan barangnja. (55) Mereka melempari andjing dengan batu.

(56) Pak tani menanami sa\Vah dengan padi. Dengan konstruksi jang dibalikkan :

(57) Sawah ditanami pak tani dengan padi. A ta u :

(58) Sawah ditanami (dengan)' padi oleh pak tani.

Dalam hal jang achir ini pemakaian dengan adalah fakultatif.

4. Selandjutnja dalam kelompok ini termasuk sedjumlah kata­ kerdja jang memakai achiran -kan, dengan arti dasar umum „me- ngerdjakan sesuatu untuk seseorang”. Sebagai objek pertama bertindak orang, untuk siapa sesuatu itu dilakukan dan sebagai objek kedua sesuatu jang dikenai pekerdjaan. M is.:

(24)

I.B . BEBERAPA TYPE KALIMAT JANG [ 13, 4 , 5 , 14 > 1 PENTING

(59) T iap2 pagi ia m enjadjikan ajahnja roti. (60) A jah m em intakan saja kerdja.

(61) Tolong, am bilkan aku air teh sedikit. Selandjutnja kita sebutkan la g i :

m em buatkan m em bukakan membelikan m entjarikan D engan konstruksi jang d ib alik k an :

(62) Saja dim intakan ajah kerdja. A t a u :

(63) Saja dim intakan kerdja oleh ajah.

Selain itu konstruksi ini boleh djuga agak dipu tar sedikit dengan pertolongan salah satu dari kata penghubung untuk, bagi atau buot- Mas. : '

(64) A nak mengambil obat untuk ibunja.

5. A.chirnja p ad a kelompok ini masih term asuk sediumlah kata- kerdja jang djuga memakai achiran -kan, dengan arti dasar umum

dengan pertolongan atau djalan sesuatu jang lain” . . . S^ baf ' obJek pertam a bertindak disini sesuatu dengan apa kita berbuat, sebagai objek kedua ialah sesuatu iane dikenai oerbuatan- O bjek kedua selalu didahului oleh katapenghubung he- atau (ke)pada.

(65) Seorang telah menikamkan goloknia Veleher hnhi (66) Saja memukulkan tongkat klpada hartaat

D engan konstruksi jang dibalikkan : (67) U ang itu dibelikannja 'kepada beras.

Konstruksi2 jang terachir ini diarano , T .

£ £ % £ £ £ £ £ *

lebU^pandjang TY PE K ALIM AT KEDUA 14. 1. T y p e k a l i m a t k e d u a k e r a n t n 1 i m ^ m b o d a k a n d i r i n j a d a r i t y p e p e r t a i £ a h a n j a ° l e h i n t o n a s i s e h i n g g a d a l a m b a h a s a t e r t u l i s t i d a k n a m p a k s e d i k r c p u n b e d a n j a . M is.:

(68) A naknja jang perempuan itu beladjar pada sekolah rendah. A pabila ldta menerima, bahwa anaknja jang perempuan itu

me-

rupak an subjek, m aka ia dapat dm tjapkan dengan beda2 tinggi suara jang am at sedikit d an tanpa djeda. M aka ia lalu termasuk ty p fk a lim a t pertam a jang b aru sadja kita pertjakapkan. Tetapi kalimat ini dapat

(25)

H 1, 2] TYPE KALIMAT KEDUA 2 5 )u8a diutjapkan dengan tjara sebagai b erik u t: suara jang amat me- ^ lnggi dan tempo jang dilambatkan pada S dan kemudian djeda jang eraug terdengar (disini kebanjakan penulis memakai koma). Setelah . dimulai lagi dan P mempunjai intonasi type kalimat pertama Jang biasa.

■Dalam kalim at2 jang sematjam ini pokok pemberitaan, jaitu S, niula2 digeser kemuka, sehingga ia mendjadi pusat perhatian. . . se-akan2 m erupakan antjang2. Inti pemberitaan jang sebenarnja, jaitu sesuatu jang ingin kita beritakan tentang pokok pembitjaraan, J2kni p } dipisahkan dari S oleh suatu djeda.

Djeda inilah tjiri lahir jang menjatakan hubungan jang longgar antara kedua bagian kalimat. M enurut tatabahasa hubungan jang longgar ini dinam pakkan oleh P, jang mempunjai konstruksi jang berdiri sendiri, dengan kata2 lain p r e d i k a t m e n u r u t b e n t u k n j a a d a l a h k a l i m a t j a n g t e r s e n d i r i 1). Ikatan dengan subjek, kalau perlu, dapat dikembalikan lagi dengan memakai salah satu kata penundjuk. Sebagai tjontoh penundjukan jang demikian 'kita berikan kalimat b e rik u t:

(69) Orang jang melanggar aturan itu, tentulah ia dihukum berat.

D alam kalimat ini ia menundjuk kepada S. orang jang melanggar

aturan itu. Apabila kita nam akan ia dan dihukum berat, atas dasar

relasi sesamanja, masing2 pokok, dengan singkatan p2), dan sebutan, dengan singkatan s, maka no. 69 dapat kita lukiskan setjara skematis d e n g a n :

S / - - L _ 3) pS

P, tentulah ia dihukum berat, menurut bentuknja kalimat tersen­ diri, jang dalam keadaan lain djuga dapat bertindak demikian. Tepat serupa itu ialah djuga P pada no. 68, beladjar pada sekolah rendah, dengan tidak suatu keberatan dapat bertindak sebagai kalimat ter­ sendiri. Beda satu2nja ialah, bahwa pada no. 68 p tidak ada, seperti djuga dalam kalim at berdiri sendiri S kerap kali tidak ada. Djadi no. 68 dapatlah kita lukiskan:

S / .

(p)s *

Tjatatan. Dalam bahasa Belanda no. 68 sebenarnja harus kita terdjem ahkan dengan „Zijn dochtertje, die is op de lagere school” („His daughter, she is at the elementary school”).

2. Kalimat type ini dapat kita kemukakan sifatnia sebagai ber­ ikut :

1) J o n k e r m e m b erik a n fo rm u le jang kurang te p at dengan m engatakan, bahw a „p o k o k d ite rn p atk a n d ilu a r hubungan k alim at jang seb en arn ja” . (Jonker, B im ancesche sp raak k u n st, hal. 351).

2) B an d in g k an 4.

(26)

2 6 I. B. BEBERAPA TYPE KALIMAT JANG [1 4 , 2 , 3 PENTING

k* -vS ™en§aklbatkan Pada Pendenear sesuatu kete"an<*an ■ ia mem- b en k an harap an padania terhadan P ; o „ „ , * .cic0 d n s d n , .

tnendaoatkan nilainja jam; pen u h P ' JMg 0,eh karena P=™a Pan “ “

d a n s a t u h n <r ■J 3 ° ^ m e m b e r i k a n k e t e g a n g a D

a n i t u Oleh sebab3 itu W 115 ^ * e l e P a s k a n k e t e p a n f b e r u a s . kalim at begini kita nam akan k a l i m a t

d en sa^ te'g as ^ n t S ^ a p a ^ n " akan dibit' Pevmbit.}ara minta per5 ? tjaS demikian m entjapai kedielasan dan KeQjeiasan dan ekspresivitas jang lebih banjak.■ ?nnja dan den-2an d,al

3. K a l i m a t 2 b e r u a <= k •

b a h a s a2 I n d o n e s i a , d a I a m I 11 ^ a s ,k a 1 i d a 1 a rn d a n v a r i a s i . Bahkan daoat b e r " m 3 t j a m» b e n t u k beruas am at berkuasa. ^atakan, bahwa bangun kalim af

T jatatan. Tyt>e kalim at ian» kitn t , j dalam bahasa2 Ide., tetapi terutama T ? 2 ? disini’ djUga perhatian ahli2 bahasa terutama ditnri* I™ bahasa 1!san‘ W aktu tulis, konstruksi2 jang be»ini tent„in?J " kePada bahasa ter- atau orang se-kurang2nia& belum dn maSlh tetap tersembuni1’ mlai jang sewadjarnja. Barulah ilirm k L m enshar«!ain;a dengan nerangi dengan se-teran°2nia Daflasa abad ke-20 ini me-„tidak Iogis” ini. ° J baJlgun kalimat jang kerap kali Telah diketahui, bahwa kalimat2 berua* „t i.

tees , lebih2 dalam bahasa perea,illn i ? U ”phrases se?men' peranan jang amat penting. Oleh s e h a h \ memainkan kaum lmguis Perantjis jang mula2 nS? ? h pula> maka lebih U ntuk bahasa Belanda k lU n a t !b e r S b v ^ 3 ’>■

kan dengan ber-matjam2 tjontoh oleh , dlblt^ .rakan dan diterang- an djuga oleh Overdiep. Jang teraoV.^3-11- e k e n ^ - Kemudi* nam a „prolepsis” dan meneranskan £ mi ® enjebutnja. dengan l k u t : „Prolepsis ialah suatu g an * g u an ^ * feil lan ini sebaSai ber" dengan djalan meletakkan dimuka 5 bangun kalim at Iogis psichologis” lebih baik dikatakan c ,,v n, P ^ ^ i ^ a n „subjek Tentang pentingnja kedudukan k a W ? ? Jang sebenarnja” . 3). Indonesia, sedjauh jang kita ketnh.,; v. dalam sintaksis

> hanja ditundjukkan oleh

*) L ih. B ally, Stylistique gendrale (Le latum

lin g u ist,q u e g enerate et linguistique francai™ la vie> hal- 79 dbb. dan *) V a n G in n ek e n , D e K atalo o g van een ta a . ‘ ’ haI' 60 d b b -

„ 273 d b b . een ^ I m u s e u m . N ieuw e T aalgids V ., hal.

(27)

H 3’ 4 ’ 15, l j KATAa p e n g a n t a r 2 7

ncsia ? a la lA a ta - jLu'y j!,afca? sesuai sekali UDtuk bahasa Ind0‘

* r s £ s Z

? £ £

'%££?

« c r 5 S ? d S ? pa ” un hasard si ■a syntaxe segmentce joue ;ci un r. , . irnI)ori0n t : elle est avec KsemleTde comprSensionn l-‘'-Sera queslion pluS l0 'n' ““ faCM“r S h w a l a I S ' , kalimat beruas, Bally berpendapat, madiemuk. Hal ini r r / ^ rapatan (condensation) dua kalimat dencan bahasa Indon Cl?Urut pandangan kita, jang berhubungan 4. M arilah sekarang ? b?,h semua lJin " raPata° ka‘ll™1*} >' lain dari type kalimat kedua : berikan beberapa tjontoh jang

(70) biSra~kJaafaV penting begini, tentunja kau tuuggu mem-(72) Ja?Ptapiaapa %°ai menf nJakan PukulT b.erapa hari'

banjak lagi nenek tn u^ 311 am bahasa Indonesia itu, (73) Ibu jang kerap k u , '

berpindah keoadn t ° erdusta, biasanja sifat pendusta itu Tjontoh2 diatas sudah menn. Ja; ,

ia masuk golongan type kedna t an dengan bangunnja, bahwa oleh kita, bahwa type ini k e n A w P1 pada mulanJa telah namPak intonasinja. Kita dapat meneatX- ,se-mata2 hanJa dibedakan oleh berubah mendjadi sebuah b e m „ t ? : ba? kalimat ^ peJ Pertam a. daPat Mis . entuk type kedua (tapi tidak sebaliknja).

(74) H idup demikian naiah •

(75, Se-ga,a=„ja d alamP L ^ a n g ' f e n a ini datang dari pada £ 6)-, ^ ng begitU’ sesungguhnja djahat sekali.

c h u s u s ja n g dapat b e d a k u s f b a S a T^ " 3? 3 U beber Pa JaDg type ini seoagai hal jang karaktenstik untuk bangun

K ATA2 PENGANTAR.

dinprirMnt ^ ek Persiapan seperti tersebut diatas masih dapat lagi d ^ T ak; , ^ a,aa pc“ 0,0nS Jans se-akan® itu iane S , a n i a k r t i ! v l Pa .d‘“ llkan * n g a i „tentangan hal”. Untuk art) . i . ? at ia la h : adapun, akan, tentang (atau

tentang-an). untuk, bum , perkara dan, lebih* dalam bahasa pw fjakapan, kalau.

! ^ d a r i s t p a ^ L ? Pdaapaht kka'sLdiWSUt''P PU,a ^ ia"S bersanskutan ) .Kaily, h al. 70.

8) B an d in g k an B ab IV. ■*) U n tu k kaita ini lihat 2 x .

(28)

Selandjutnja kita lihat dalam kalimat2 type ini kerap kali djuga kata-penghubung ialah dan jaitu, jang telah kita sebut pada 7, 2. Hal itu dap at kita paham i, oleh sebab kata2 ini, seperti adapun, akan dsb. m em punjai tugas untuk mendjadi batas antara S dan P.

T jatatan. Jaitu terdjadi dari ia itu, dan ialah sebenamja gunanja untuk mengulangi S. D jadi kata2 ini ialah kata2 penundjuk *)• Dengan jaitu dapat disamakan benar kata Sunda nja eta.

2. Sekarang kita berikan beberapa tjo n to h :

(77) A dapun tempat tinggalnja, tidak diketahui orang. (78) A dapun jang punja rumah itu ialah orang hartawan. (79) A kan kam arku jang dahulu, ditempati oleh orang jang

baharu itu.

D engan pertolongan kata2 ini djuga dapat diungkapkan sesuatu jang berlawanan. M is .:

(81) A dapun akan namaku, Sjamsu’ddin.

Tetapi ini tetap terbatas pada bahasa jang lebih tua atau kuno. (82) Tentangan persediaan alat2 dan mesin, akan diberikan

bantuan jang banjak.

(83) Perkara memberi nasihat, sudah lama dalam ingatan saja. (84) Kalau buku ini, belum lagi pernah dibatja abang.

(85) K alau saja, sekali-kali tidak sepakat dengan mereka.

3. Selandjutnja pemakaian kata2 pengantar sematjam itu tidak­ lah berarti bahwa kita berhadapan dengan kalimat type kedua. Kita hanja dapat mengatakan, bahwa dalam kalimat type kedua kerap kali dipergunakan kata2 ini untuk lebih mengemukakan S.

Tjatatan. K ata2 pengantar seperti tersebut diatas terdapat dalam kebanjakan bahasa2 Indonesia, biasanja dalam kalimat2 beruas, Bahasa Djawa memakai untuk ini diantaranja jen dan

d e n i. Mis. :

Jen kowe, weruh d6we (Kalau kamu, tahu sendiri)

Bahasa Sunda memakai diantaranja ari. M is .: Ari- tungtungan mah 2), nja 3) salah V a n g duaan. (A chirnja, kita berdua jang salah).

B ahasa B atak-Toba memakai antara lain anggo dan ija. M is .: 28 I. B. BEBERAPA TYPE KALIMAT JANG [1 5 , 2, 3 ^

PENTING ,

1) L ih . 41.

2) M a h g u n an ja u n tu k m enjatakan pertentangan.

(29)

15 » 3, 1 6, 1, 2] SUBJEK PILIHAN 2 9 Anggo parhalakna, na gindjang na bolon ib a n a *)

(Kalau ru p a m ja . buikan mam paindjaaig d an tegap diia). Perlu diketahui, bahwa kata Djawa Jen, kata Sunda ari dan djuga kata Toba anggo dapat menjatakan relasi sjarat (kondisi). Mungkin sekali fungsi pengantar jang sederhana itu harus dianggap prim er dan arti sjarat harus kita anggap sebagai perkembangan art! kemudian 2). Perkembangan jang sama berlaku pula pada kalau, jang djuga me- njatukan kedua fungsi dalam dirinja.

U ntuk bahasa2 Indonesia jang lain dapat pula kita bandingkan Kahler, dalam penjelidikannja tentang bahasa Nias 3) dan J o n k e r4).

SUBJEK PTLIHAN

16. 1. Tiap bagian jang mana sadja dari kalimat type pertam a dapat berlaku sebagai S dari sebuah kalimat type kedua. Untuk mem- buktikan ini dengan se-djelas2nja, akan kita berikan sedjumlah tjontoh, tiap2 kali dua kalimat, jang sudah dipilih demikian rupa, sehingga ia dibangun dari unsur2 jang sama, tetapi jang lain tjara pengelompok- annja, oleh sebab unsur2 tadi diletakkan dalam urutan jang Iain. 8).

Tjatatan. Disini harus diingat benar2, bahwa perbandingan kalimat-, jang dipakai disini biarpun terdiri atas unsur2 jang sama, tetapi dalam pengelompokan jang ber-m atjam 2, selan­ djutnja tidak menjatakan apa2 tentang hubungan sesamanja. Djadi kita tidak mengatakan, bahwa jang satu terdjadi dari jang lain. Kalimat2 tersebut ialah kalimat2 jang berdiri sendiri2 jang mungkin kita djumpai, andai kata kita dapat mengumpul- kan kalimat jang tak terbatas djumlahnja dan mengaturnja, dan disinii hainja diletaik'kan berd'amipingan sebagai perbandLngam, agar kemungkinan3 pentrapan type kalimat, jang kita bahas disini, dapat dikemukakan dengan djelas.

2. Sebagai tjontoh pertam a hendaklah dibandingkan kedua kalimat b e rik u t:

(86) a. Atap rumah itu/seng.

b. Rumah itu /atapnja seng.

n Lih. V an der T uuk, T obase S praakkunst. hal. 340, 364, 390. I tu diakui djuga oleh V an der T u u k (o.c., hal. 367).

3) K ah ler, U ntersuchungen iiber die L aut, W o rt u n d S atzlehre des N ias, zeit- s c h tif t f. E ingeborenen-Sprachen, B and X X V II, 1937. P en g ara n g ini m em - b e rik a n djuga tjo n to h 2 dari bhs Sam oa. M in an g k ab au d a n T o n to m b o an . 4) O .c., hal. 351 dbb., 407, 345.

8) p en g elo m p o k an jang la in d ap a t djuga d ilakukan dengan se-m ata2 m em akai in tonasi. T etap i h al itu disini u n tu k se m en tara k ita b ia rk a n d ilu a r pem bitja-raa n .

(30)

Kalau kita menerima, bahwa a mendjadi djawab pertanjaan tentang atap suatu rumah tertentu, maka S disini terdiri atas atap

rumah itu dan P ialah seng dan kalimat ini dapat kita masukkan ke­

dalam go!ongan kalimat type pertama ; tetapi b sebaliknja mendjadi djawab pertanjaan tentang suatu rumah te rte n tu ; djadi S terdiri atas

rumah itu, sedangkan kedua unsur jang lain, jaitu atap dan seng,

sekarang ber-sama2 membentuk P. Kalimat b masuk golongan type kalimat kedua. Selain itu ada lagi beda antara a dan b. Relasi antara

atap dan rumah, jang pada a hanja dinjatakan oleh posisi sesamanja,

tekarang harus dinjatakan oleh penundjukan dengan achiran -nja Djadi -nja disini menundjukkan S. Tentang keanehan hal jang terachir ini nanti akan kita tindjau lebih dekat.

3. Sekarang kita berikan lagi sedjumlah tjontoh kalimat, dalam bangun jang sama sekali sama dengan no. 86, b :

(87) Perkumpulan itu/anggotanja beribu-ribu.

(88) Maka riwajat pemberontakan itu/bunjinja seperti b e r i k u t .

(89) Hampir sekalian penduduk/pentjahariannja bertjotjok tanam.

(90) A nak perempuan itu/kelakuannja baik.

(91) Orang pegawai itu/pekerdjaannja masih perlu dimata- matai.

4. Sebagai tjontoh kedua dari kalimat2 dengan p e n g e l o m p o k a n

ber-matjam2, bandingkanlah:

(92) a. Mereka tidak insaf akan perubahan zaman.

b. A kan perubahan zaman, mereka tidak insaf.

Tentang akan tidak selamanja dapat ditentukan, apakah ia ber- fungsi pengantar, seperti pada no. 79 dan 80, atau ia bertindak so- bagai kata penghubung. Dalam hal2 seperti jang disebut terachir (no. 92 b) dapat dikatakan, bahwa ia menjatakan kedua fungsi- Tentang ini kita berikan lagi beberapa tjo n to h :

(93) A kan tinggal di Sumatera, semua teman tidak suka. (94) A kan mengatakan terus terang, ia malu.

(95) A kan bertanjakan lebih landjut, saja tidak berani.

5. Djuga penundjukan waktu dapat berlaku sebagai S. Bandmg- kanlah lagi kalimat b e rik u t:

(96) ‘ a. M aka orang tua itu mengulang perkataannja keesokan harinja.

b. Keesokan harinja maka orang tua itu mengulang Per'

'kataannja.

Pada a penundjukan waktu, keesokan harinja, dimasukkan dalam P. Pada b penundjukan waktu itu berlaku sebagai S. M enarik pe " 30 I. B. BEBERAPA TYPE KALIMAT JANG [1 6 , 2, 3, 4, 5

(31)

16, 5, 6, 17, 1] PENUNDJUKAN 31 hatian selandjutnja ialah pemakaian maka. Pada a ia mendjadi unsur penghubung/penegas. Ia menghubungkan kalimat ini dengan hal sebelumnja.

Pada b ia mempunjai fungsi jang sama, tetapi sekarang didalam raneka kalimat itu sendiri: ia, menurut intonasi, dimasukkan dalam P dan gunanja ialah untuk mendjadi batas antara S dan P. Pemakai­ an maka jang demikian kita djumpai pada kalimat berikut :

(97) Setelah itu maka aku berangkat ke Surabaja.

Sebuah lagi tjontoh penundjukan waktu jang berfungsi se­ bagai S :

(98) Semalam-malaman itu, saja tak dapat tidur.

Kadang2 kita djumpai djuga disini pengantaran S dengan akan. M is.:

(99) . Akan sekarang, ia meneruskan pekerdjaan bapanja.

6. Dengan tjara jang sama maka djuga keterangan tempat, sebab, tjara, keadaan, pendeknja segala matjam keterangan, dapat berfungsi sebagai S dalam kalimat beruas. Kita berikan disini se- djumlah tjontoh la g i:

(100) Akan ke Malaka, uang tidak tjukup. (101) Karena marah, badannja gemetar rasanja.

(102) Dengan se-dalam2nja, saja memikirkan maksudnja. (103) Kepada kaum keluarganja, ia memperlihatkan budi

bahasanja jang baik.

(104) Dari dia sendiri, aku tak pernah menerima surat. (105) Dengan orang kaja itu, ia menjesal betul memutuskan

pertunangannja.

(106) Atas pertolongan gurunja, ia mendapat pekerdjaan, (107) Oleh obat itu, anaknja lekas sembuh.

(108) Seorang demi seorang, mereka masuk kedalam. (109) Sepandjang hemat saja, hal itu salah belaka,

PENUNDJUKAN

17. 1. Kerap kali terdjadi dalam type kalimat ini, bahwa suatu unsur jang termasuk dalam P, mewakili S atau menundjukkan- nja. Hal itu sesuai benar dengan watak kalimat beruas. Dalam type pertama S dan P tidak sadja merupakan setjara tatabahasa, tetapi djuga setjara psichis suatu keseluruhan jang rapat. Sebaliknja type kedua mempunjai watak jang terbuka; S dan P ditjeraikan oleh suatu djeda. Djeda ini ialah tjiri jang lahii jang menandakan hubungan psichis jang longgar.

Tjatatan. Bahwa kita merasakan hubungan ini memang longgar, ouktinja ialah, bahwa hubungan itu dapat djuga diputuskan. M is,:

(32)

Manusia. Adakah manusia berbeda dengan bunga?

Hidup. Hidup mesti mempunjai maksud, tudjuan jang hendak ditjapai.

Penulis menggeser titik permulaan, jaitu masing2 manusia dan hidup, sama sekali kemuka, menutupnja dan mulai dengan kalimat baru sama sekali dengan mengulangi titik permulaan. Setjara tatabahasa hubungan jang longgar antara S dan P di- buktikan oleh kenjataan, bahwa P dapat m erupakan konstruksi jang dapat berdiri sendiri. Hubungan dengan S dapat kembali ditimbulkan dengan pemakaian salah satu kata penundjuk.

Tjatatan. Dalam bahasa Belanda kerap kali dipakai »die” atau „dat” sebagai kata penundjukkan. (Inggeris : ”he” atau ’’she ). M is.:

„Mijn vader, die is al lang dood” . (”My father, he has been dead for a long time”).

2. Pada no. 69 sudah kita berikan tjontoh penundjukan jang demikian, Tentu s a d j a masih ada lagi ber-matjam2 tjara p e n u n d j u k a n .

Pada 16, 2 telah kita sebutkan penundjukkan dengan achiran -nja- Sekarang akan kita pertjakapkan lagi beberapa kemungkinan Jan* lain dalam hal itu. Marilah kita ambil sebagai tjontoh pertam a kalima beruas s.b .b .:

(110) Bangsa kita di-kampung2, perkara jang sematjam ini susah dikerdjakannja.

Dalam kalimat ini achiran -nja dalam dikerdjakannja menundjuk- kan S, bangsa kita di-kampung2. Relasi antara S dan P dengan djalan ini diungkapkan dengan tjukup djelas. M arilah 'kita bandingkao kalimat terachir dengan kalimat b e rik u t:

(111) Oleh bangsa kita, hal jang sematjam ini belum diadatkan-Dalam kalimat ini relasi antara bangsa kita dan diadatkan njatakan oleh kata oleh. Jang achir ini disini tidak dapat dihilangkaIJ- T anpa oleh kalimat akan tidak dapat dipahami. Sebaliknja achiran

-nja disini tidak perlu.

3. Oleh dan -nja dalam hal jang demikian dapat pula bertindak dengan berkombinasi. M is .:

(112) Oleh si Taram diputarnja langkahnja.

Tetapi konstruksi jang begini kita djumpai terutam a dalam bahasa kesusasteraan jang lebih tua. M is .:

(113) M aka oleh orang K uantan Sang Sapurba d i r a d j a k a n n j 3 J2 I.B. BEBERAPA TYPE KALIMAT JANG [1 7, 1, 2, 3

Referensi

Dokumen terkait

1. Perkalian akar ganda.. Merasionalkan penyebut yang terdiri dari dua suku dg n indek akar 3. Memberi contoh penulisan bilangan berpangkat bentuk akar ke bentuk bilangan

Puguh Wicaksono atau yang biasa dikenal dengan panggilan akrabnya Pak Puguh ini lahir di Lumajang pada 17 oktober 1984. Dialah awal mulanya yang mempunyai

Sesuai rekomendasi IMO, klasifikasi barang/ muatan berbahaya haru diberi tanda (markings) dan nama teknisnya yang jelas. Tanda muatan berbahaya dengan nomor

Berdasarkan dari latar belakang dan batasan masalah yang telah disebutkan tujuan yang ingin dicapai pada tugas akhir ini antara lain mampu menganalisa perubahan profil benda

Skripsi dengan judul “Peningkatan Pemahaman Konsep Penjumlahan Dan Pengurangan Bilangan Bulat Melalui Penerapan Teori Bruner Berbantuan Media Mistar Bilangan Pada

Hampir semua wilayah pesisir di gorontalo utara memiliki topografi yang tidak rata atau bergelombang, dan akibatnya pengelolaan yang didarat yang menghilangkan daerah penyangga

Bidang Pemberdayaan Perempuan mempunyai tugas Penyelenggaraan Pengkoordinasian, Pemantauan dan evaluasi serta Penyelenggaraan Pemberdayaan Perempuan dari segi pembinaan

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T atas rahmat dan karunia-Nyasehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Analisis Faktor-Faktor