• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIP KARYA SENI DWI SWARA TUNGGAL OLEH: I WAYAN AGUS BUDI SETIAWAN NIM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIP KARYA SENI DWI SWARA TUNGGAL OLEH: I WAYAN AGUS BUDI SETIAWAN NIM :"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIP KARYA SENI

DWI SWARA TUNGGAL

OLEH:

I WAYAN AGUS BUDI SETIAWAN NIM : 2010 02 028

PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN JURUSAN KARAWITAN

FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN

INSTITUT SENI INDONESIA

DENPASAR

(2)

SKRIP KARYA SENI

DWI SWARA TUNGGAL

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Seni (S1)

MENYETUJUI :

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

(I Gede Mawan, S.Sn.,M.Si) (I Gde Made Indra Sadguna, S.Sn.,M.Sn) NIP. 197301212006041001 NIP. 198701032012121002

(3)

Karya seni ini telah dipergelarkan dan diuji oleh Dewan Penguji, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Denpasar pada :

Hari, Tanggal : Kamis, 8 Mei 2014

Ketua : I Wayan Suharta, SSKar., M.Si

Sekretaris : I Dewa Ketut Wicaksana, SSP., M.Hum Anggota : Dr. I Gede Arya Sugiartha, SSKar., M.Hum

Wardizal, S.Sen., M.Si

I Wayan Suweca, SSKar., M.Mus I Gede Mawan, S.Sn.,M.Si

I Gde Made Indra Sadguna, S.Sn.,M.Sn                              

(4)

Skrip karya ini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Denpasar, pada:

Hari, tanggal : Selasa, 13 Mei 2014

Ketua : Dr. I Gede Arya Sugiartha, SSKar., M.Hum (……..………) NIP. 19661201 199103 1 003

Anggota : Wardizal, S.Sen., M.Si (……..………)

NIP. 19660624 199303 1 002

Anggota : I Wayan Suweca, SSKar., M.Mus (……..………) NIP. 19571231 198503 1 014

Anggota : I Gede Mawan, S.Sn.,M.Si (……..………)

NIP. 19730121 200604 1 001

Anggota : I Gde Made Indra Sadguna, S.Sn.,M.Sn (……..………) NIP. 19870103 201212 1 002

Disahkan pada tanggal:

Mengesahkan: Mengetahui:

Fakultas Seni Pertunjukan Jurusan Seni Karawitan Institut Seni Indonesia Denpasar Ketua,

Dekan,

I Wayan Suharta, SSKar., M.Si Wardizal, S.Sen., M.Si NIP. 19630730 199002 1 001 NIP.19660624 199303 1 002  

   

(5)

                   

MOTTO

KESULITAN ADALAH AWAL DARI

KESUKSESAN

(6)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat-Nya maka penulisan skrip karya seni ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Skrip ini pada dasarnya merupakan uraian atau deskripsi dari beberapa pokok pemikiran penata yang melandasi terwujudnya karya seni Balaganjur inovatif yang penata garap dan selanjutnya dipersembahkan kepada Dewan Penguji sebagai salah satu syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Seni Srata Satu (S1) di Institut Seni Indonesia Denpasar Tahun Akademik 2013/2014

Penata sepenuhnya menyadari dan memahami, bahwa tanpa bantuan dan kerjasama semua pihak yang terkait, garapan karawitan Dwi Swara Tunggal ini tidak akan terwujud sebagai mana mestinya. Untuk itu pada kesempatan ini tidak lupa penata menyampaikan terimakasih kepada :

1. Dr. I Gede Arya Sugiartha, SSKar., M.Hum selaku Rektor Institut Seni Indonesia Denpasar yang telah memberikan kemudahan-kemudahan dalam menggunakan fasilitas yang ada di Institut Seni Indonesia.

2. I Wayan Suharta, SSKar., M.Si selaku Dekan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar beserta jajarannya yang telah membantu kelancaran persiapan terselenggaranya Ujian Tugas Akhir pada tahun 2014.

(7)

3. Wardizal, S.Sen., M.Si selaku Ketua Jurusan Karawitan Institut Seni Indonesia Denpasar yang telah membantu persiapan ujian Tugas Akhir pada tahun 2014.

4. I Gede Mawan, S.Sn.,M.Si selaku pembimbing I dan I Gde Made Indra Sadguna, S.Sn.,M.Sn selaku pembimbing II, atas petunjuk dan bimbingannya dalam mewujudkan serta menuntaskan semua tugas yang mesti diselesaikan.

5. Seluruh dosen pengajar dan staf kepegawaian di Jurusan Karawitan Institut Seni Indonesia Denpasar yang telah banyak memberikan motivasi dalam mewujudkan karya seni ini.

6. Orang tua tercinta I Nyoman Mudra dan Ni Nyoman Sutrisni yang dengan tulus memberikan dukungan baik dari material dan spiritual dalam kesuksesan serta kelancaran ujian ini.

7. Pacar tercinta Ni Made Arya Anggreni yang sudah memberikan semangat dan motivasi dalam menuntaskan ujian tugas akhir ini.

8. Kelian Banjar Pande Desa Adat Sumerta Kaja yang telah memberikan peminjaman tempat dalam proses penggarapan dan para pendukung serta Sekaa Gong Remaja Dharma Astuti yang sudah membantu dan menyukseskan garapan ini.

9. I Ketut Adi Wirahasa, S.Sn dan I Wayan Arik Wirawan, S.Sn yang telah memberikan masukan-masukan mengenai proses penggarapan yang lebih inovatif.

(8)

Penata menyadari garapan karya seni ini dan karya tulis ini masih jauh dari sempurna, sehingga pada kesempatan yang baik ini pula dengan segala kerendahan hati penata mohon masukan, saran, dan kritik yang sifatnya membangun dalam rangka penyempurnaan selanjutnya. Semoga apa yang dipersembahkan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan pengembangan kualitas pendidikan di Institut Seni Indonesia Denpasar.

Denpasar, Mei 2014

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN DEWAN PENGUJI KARYA SENI ... iii

HALAMAN DEWAN PENGUJI SKRIP KARYA SENI ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Ide Garapan ... 4 1.3 Tujuan Garapan ... 5 1.4 Manfaat Garapan ... 6 1.5 Ruang Lingkup ... 6

BAB II KAJIAN SUMBER ... 8

2.1 Sumber Pustaka ... 8

2.2 Sumber Diskografi ... 9

(10)

BAB III PROSES KREATIFITAS ... 12

3.1 Tahap Penjajagan (Eksplorasi) ... 13

3.2 Tahap Percobaan (Improvisasi) ... 14

3.3 Tahap Pembentukan (Forming) ... 14

BAB IV WUJUD GARAPAN ... 22

4.1 Deskripsi Garapan ... 22 4.2 Struktur Garapan ... 24 4.3 Instrumentasi ... 31 4.4 Analisa simbol ... 42 4.5 Analisa Penyajian ... 45 BAB V PENUTUP ... 50 5.1 Kesimpulan ... 50 5.2 Saran-saran ... 50 DAFTAR SUMBER/REFERENSI ... 52 LAMPIRAN ... 54

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Pelaksanaan Kegiatan Latihan ... 18

Tabel 2 Simbol Bunyi Pada Instrumen Ceng-Ceng Kopyak ... 37

Tabel 3 Simbol Bunyi Pada Instrumen Bambu Krepyak ... 38

Tabel 4 Penganggening Aksara Bali ... 42

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Instrumen Kendang Cedugan ... 32

Gambar 2 Instrumen Kendang Krumpungan ... 33

Gambar 3 Instrumen Reyong dan Panggul ... 34

Gambar 4 Instrumen Reyong Timbung dan Panggul ... 35

Gambar 5 Instrumen Kajar dan Panggul ... 39

Gambar 6 Instrumen Kempli dan Panggul ... 40

Gambar 7 Instrumen Gong ... 40

Gambar 8 Instrumen Kempul ... 41

Gambar 9 Instrumen Bebende ... 42

Gambar 10 Kostum Penata ... 46

Gambar 11 Kostum Pendukung ... 47

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Sinopis ... 55

Lampiran 2 Nama Para Pendukung ... 56

Lampiran 3 Notasi “Dwi Swara Tunggal” ... 57

Lampiran 4 Susunan Panitia Pelaksana Ujian Tugas Akhir ... 63

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pulau Bali merupakan pulau yang terkenal dengan beraneka ragam kebudayaan khususnya kesenian yang telah diwariskan secara turun-temurun. Secara garis besar, kesenian di Bali terbagi menjadi seni rupa dan pertunjukan. Salah satu jenis seni pertunjukan yang tetap eksis dan berkembang hingga saat ini adalah seni karawitan. Seni karawitan merupakan musik tradisional yang berkembang di Indonesia baik seni suara vokal dan instrumental. Seni suara vokal di Bali lebih lazim disebut tembang. Istilah tembang merupakan seni suara yang diwujudkan melalui suara manusia atau suatu perwujudan rasa keindahan yang ada dalam diri manusia melalui suara vokal. Sedangkan seni suara instrumental terdiri dari berbagai jenis instrumen gamelan.

Gamelan bali sangat beragam jenisnya, hingga kini diperkirakan terdapat 35 jenis barungan gamelan yang hidup dan berkembang di masyarakat. Salah satu diantara gamelan tersebut adalah gamelan Balaganjur. Balaganjur merupakan salah satu gamelan bali yang digolongkan ke dalam kelompok gamelan madya dan diperkirakan berkembang setelah abad ke-10 (Yudarta dalam Dita, 2007: 33). Hal tersebut dapat dilihat dari penggabungan dari beberapa instrumen yang telah ada dan diambil paling banyak dari gamelan Bebonangan. Hal ini menimbulkan kesan bahwa Balaganjur merupakan perkembangan dari gamelan Bebonangan (Dita, 2007: 36). Kata Balaganjur terbentuk dari penggabungan dua suku kata yaitu Bala dan Ganjur. Bala berarti prajurit, laskar, atau tentara (Dinas

(15)

Pendidikan Dasar Provinsi Dati I Bali, 1991: 53) sedangkan Ganjur yang berarti tombak yaitu sejenis senjata tajam dengan tangkai yang panjang (Dinas Pendidikan Dasar Provinsi Dati I Bali, 1988: 98) Bila kedua suku kata ini digabungkan, kata Balaganjur akan mempunyai arti sebagai sekelompok orang, pasukan atau tentara yang membawa tombak.

Gamelan Balaganjur merupakan sebuah orkestra tradisional bali yang didominasi oleh alat-alat perkusi. Ciri yang sangat menonjol untuk menentukan identitas Balaganjur, yaitu pada umumnya Balaganjur dimainkan sambil berjalan kaki yang biasanya berfungsi untuk mengiringi kegiatan-kegiatan yang sifatnya prosesi. Gamelan Balaganjur terbentuk dari berbagai jenis alat dengan warna suara yang beraneka ragam, namun semua jenis alat tersebut masih memiliki kesamaan dari cara memainkannya yaitu dengan cara dipukul.

Secara fisik Balaganjur didominasi oleh instrumen-instrumen yang berpencon dan juga alat-alat yang menjadi kesatuan barungan Balaganjur yang dapat dikelompokkan menjadi kelompok instrumen pemegang melodi, kelompok instrumen pemberi ornamentasi, kelompok instrumen pemurba irama dan kelompok instrumen pengatur matra (Suharta, 2007: 58). Dalam gamelan Balaganjur bentuk instrumen-instrumen tersebut pada dasarnya sama, hanya saja terdapat perbedaan ukuran besar-kecil setiap bagian instrumen. Yang termasuk dalam kelompok instrumen pemegang melodi yaitu instrumen reyong dan instrumen ponggang. Kelompok instrumen pemberi ornamentasi yaitu instrumen ceng-ceng kopyak. Kelompok instrumen pemurba irama yaitu instrumen kendang, dan kelompok instrumen pengatur matra yaitu instrumen kajar, kempli, kempul, bende, dan gong.

(16)

Perubahan yang cukup mendasar dari gamelan Balaganjur belakangan ini adalah yang menyangkut fungsi dan statusnya, dari yang selama ini sebagai gamelan pengiring prosesi menjadi gamelan yang dipertunjukan secara mandiri (Dibia, 2012:107). Gamelan Balaganjur yang biasanya mengiringi prosesi di mana ditempatkan di bagian paling belakang (sebagai penutup prosesi), berbeda dengan perkembangan sekarang ketika gamelan Balaganjur mulai disajikan sebagai atraksi utama atau dipertontonkan serta dilombakan. Para pemain mulai mengubah sikap tampil dengan menambahkan gerak-gerak tubuh atau menabuh sambil menari. Melihat adanya perubahan tersebut, Balaganjur saat ini merupakan media kreativitas untuk mengungkapkan rasa indah seorang seniman. Dengan dimulainya tradisi baru ini, lomba-lomba Balaganjur yang diselenggarakan dalam berbagai even di Bali telah berhasil membuat gamelan prosesi ini menjadi semakin populer di masyarakat terutama di kalangan generasi muda.

Dengan melihat perkembangan Balaganjur yang sekarang dan berdasarkan pengalaman penata yang sering bergelut di bidang Balaganjur sejak sekolah dasar dan sering mengikuti ajang perlombaan Balaganjur, penata merasa terdorong untuk membuat sebuah garapan Balaganjur yang berbeda dengan suasana yang baru. Dalam garapan ini penata membuat sebuah perpaduan warna suara dalam gamelan Balaganjur melalui instrumen yang berbahan dari kerawang dengan instrumen yang berbahan dari bambu, di mana dalam perpaduan ini menimbulkan warna suara yang berbeda yang ditimbulkan dari kedua instrumen yang berbahan berbeda tersebut.

(17)

1.2 Ide Garapan

Ide garapan adalah hal yang paling awal dari suatu proses penciptaan. Bagi seorang komposer/penggarap, ide garapan merupakan gagasan pikiran yang ingin disampaikan melalui karya yang dihasilkannya. Gagasan bisa berupa intuisi, imajinasi, interpretasi bahkan argumentasi dari sebuah proses berpikir pada tujuan tertentu pada sebuah kekaryaan. Berdasarkan pengalaman penata, untuk mendapatkan sebuah ide terkadang muncul dengan sendirinya atau secara tiba-tiba, namun terkadang juga harus mencarinya dengan beberapa aktivitas seperti membaca, menonton, mendengar, ataupun merenungi kembali pengalaman empiris yang pernah dialami, dan lain sebagainya.

Garapan ini terinspirasi pada saat penata berbicang-bincang dengan seorang teman dekat. Dalam diskusi tersebut, dibahas tentang pengalamannya bermain gamelan Balaganjur saat menginjak bangku sekolah dasar dengan menggunakan instrumen reyong yang terbuat dari bambu. Berdasarkan cerita tersebut penata terinspirasi untuk menggarap gamelan Balaganjur lima nada dengan memadukan reyong yang berbahan dari kerawang dengan reyong yang berbahan dari bambu yang menyerupai instrumen timbung.

Timbung merupakan salah satu instrumen dalam barungan gamelan Geguntangan. Instrumen timbung digunakan sebagai pemegang tempo dalam barungan Geguntangan, namun pada karya ini penata merubah fungsi instrumen timbung menjadi instrumen yang bernada sebagai pembawa melodi. Dalam hal ini instrumen reyong dan timbung ini dibagi menjadi dua bagian di mana masing-masing kedua instrumen tersebut memiliki lima buah nada (3, 4, 5, 7, 1) dengan

(18)

oktaf nada yang sama. Selain itu penata menggunakan bambu krepyak sebagai instrumen ritmis yang berfungsi sama seperti instrumen ceng-ceng. Terdapat tiga pasang bambu krepyak yang digunakan dalam garapan ini.

Dari ide tersebut, penata mengaplikasikannya menjadi sebuah karya seni Balaganjur inovatif yang berjudul Dwi Swara Tunggal. Menurut Kamus Kawi– Bali dan Kamus Bali-Indonesia Dwi Swara Tunggal berasal kata Dwi yang berarti dua (Dinas Pendidikan Dasar Provinsi Dati I Bali, 1991: 176), Swara yang berarti suara (Dinas Pendidikan Dasar Provinsi Dati I Bali, 1988: 283) dan Tunggal berarti satu (Dinas Pendidikan Dasar Provinsi Dati I Bali, 1991: 751). Dalam garapan ini Dwi Swara Tunggal merupakan dua unsur warna suara yang dijadikan satu, di mana dua instrumen yang bahannya berbeda dijadikan sebagai satu kesatuan karya seni Balaganjur yang inovatif.

1.3 Tujuan Garapan

Sebuah karya seni yang diciptakan dengan dasar pemikiran yang terkonsep dan matang akan memiliki sebuah tujuan yang jelas. Tujuan dari penciptaan karya seni Dwi Swara Tunggal adalah untuk :

• Untuk menyelesaikan ujian sarjana S-1 di Institut Seni Indonesia Denpasar.

• Mewujudkan garapan karawitan dengan media ungkap gamelan Balaganjur lima nada dengan memadukan instrumen timbung yang bernada sehingga menghasilkan perbedaan warna suara.

(19)

• Mengembangkan seni karawitan sebagai tontonan musikal instrumen dengan mengaplikasikan konsep keseimbangan (balance) yang terealisasi dalam komposisi yang menyangkut teknik dan penapsiran instrumen.

• Untuk mencoba menawarkan kesan baru dalam gamelan Balaganjur.

1.4 Manfaat Garapan

• Memberikan informasi sekaligus apresiasi terhadap masyarakat terhadap eksistensi gamelan Balaganjur.

• Meningkatkan kreativitas dalam berkarya seni, khususnya dalam penciptaan komposisi Balaganjur serta menambah wawasan dalam berkarya seni.

• Menambah kasanah seni pertunjukan di lingkungan Institut Seni Indonesia Denpasar khususnya seni karawitan, dengan harapan dapat dijadikan acuan dan bahan perbandingan dalam meningkatkan kreativitas di kalangan seniman akademis.

1.5 Ruang Lingkup

Dalam penggarapan komposisi ini terdapat berbagai variasi yang menimbulkan beraneka ragam macam suasana, sehingga perlu adanya batasan tertentu untuk menghindari pembahasan yang terlalu meluas terhadap karya karawitan ini. Pada bagian ini dikemukakan aspek-aspek yang digarap berdasarkan latar belakang dan ide garapan. Berikut ini dibahas ruang lingkup wujud garapan yang disajikan.

(20)

• Garapan ini adalah garapan komposisi karawitan yang berangkat dari pola-pola tradisi, diolah dan diekspresikan ke dalam bentuk yang lebih inovatif dengan judul Dwi Swara Tunggal.

• Dalam karya ini penata menggunakan gamelan Balaganjur lima nada yang dipadukan dengan instrumen timbung dan tiga pasang instrumen bambu krepyak.

• Komposisi karawitan ini merupakan sebuah garapan karawitan berbentuk konser yang bertitik tolak pada pola-pola tradisi. Garapan ini dibagi menjadi tiga bagian di mana pada masing-masing bagian memiliki karakteristik secara musikal yang berbeda.

Adapun instrumen yang digunakan dalam garapan Dwi Swara Tunggal ini adalah :

Ø Sepasang kendang cedugan Ø Sepasang kendang krumpungan Ø Tiga pasang ceng-ceng kopyak Ø Tiga pasang bambu krepyak

Ø Lima buah reyong dengan nada ( 3, 4, 5, 7, 1 ) Ø Lima buah timbung dengan nada ( 3, 4, 5, 7, 1 ) Ø Sebuah kajar

Ø Sebuah kempli

Ø Sepasang gong lanang dan wadon Ø Sebuah kempul

(21)

BAB II KAJIAN SUMBER

Terciptanya sebuah garapan tidak terlepas dari sumber-sumber yang digunakan untuk memperkuat data serta informasi. Data-data yang digunakan diperoleh dari sumber kepustakaan, sumber diskografi, serta wawancara. Melalui sumber kepustakaan diperoleh berbagai pengertian, pemahaman, konsep, dan pengetahuan yang bermanfaat untuk mendukung dan mewujudkan sebuah garapan Balaganjur inovatif ini.

Sumber diskografi didapatkan dari menonton dan mendengarkan kaset-kaset rekaman komposisi Balaganjur. Dari sini pula penata mendapatkan inspirasi sekaligus merupakan tantangan tersendiri bagi penata untuk dapat melahirkan suatu garapan karya seni Balaganjur inovatif dengan warna suara yang ditimbulkan dari instrumen yang penata pakai sehingga menimbulkan kesan yang berbeda dari Balaganjur-Balaganjur yang sudah ada. Selain sumber kepustakaan dan diskografi, juga dilakukan wawancara langsung dengan beberapa narasumber yang kompeten dalam bidang Balaganjur inovatif. Adapun sumber-sumber tersebut adalah sebagai berikut :

2.1 Sumber Pustaka

Prakempa: Sebuah Lontar Gamelan Bali (1986), oleh I Made Bandem. Buku ini memuat tentang empat unsur pokok, yaitu filsafat atau logika, susila atau etika, estetika (lango), dan gegebug (teknik) yang berkaitan dengan gamelan yang

(22)

ada dalam Karawitan Bali, di mana keempat unsur tersebut akan menjadi fondasi atau landasan dalam penciptaan karya seni Dwi Swara Tunggal ini.

Metode Penyusunan Karya Musik (Sebuah Alternatif) (2011), oleh Pande Made Sukerta. Dalam buku ini dikemukakan cara menyusun karya musik. Sumber ini digunakan sebagai acuan dalam penyusunan garapan. Dalam buku ini penata menggunakan metode bentuk karya musik di mana terdapat karya musik pengembangan tradisi dan juga penata menggunakan metode kreativitas dan eksplorasi yang terdapat dalam buku ini.

“Makna Balaganjur Dalam Aktivitas Sosial Masyarakat Bali” oleh I Wayan Suharta dalam Mudra Jurnal Seni Budaya, Volume 20 tahun 2007. Dalam jurnal ini penata mengetahui tentang beberapa instrumen yang ada dalam gamelan Balaganjur dan mengetahui perkembangan Balaganjur di tengah-tengah masyarakat dewasa ini.

“Analisis Tabuh Kreasi Balaganjur Karya I Ketut Suandita”dalam Skripsi Tugas Akhir di Institut Seni Indonesia Denpasar (2007) oleh I Kadek Wahyu Dita. Dalam skripsi ini di bahas tentang analisis proses kreatif I Ketut Suandita dalam menggarap kreasi Balaganjur. Dengan membaca skripsi ini penata mendapatkan sentuhan inovasi-inovasi guna lahirnya kreasi-kreasi Balaganjur dengan tafsir garap sesuai dengan perkembangan nilai estetis kekinian.

2.2 Sumber Diskografi

Selain sumber tertulis ada beberapa sumber acuan secara audio dan visual yang dapat menunjang terwujudnya garapan ini yaitu berupa rekaman dalam bentuk VCD maupun MP3. Beberapa buah sumber tersebut antara lain.

(23)

Kreasi Balaganjur Se-Bali (2008), VCD Kreasi Balaganjur Karya I Ketut Suandita,S.Sn. Bali Record. Dalam rekaman ini benyak terdapat teknik-teknik pengembangan melodi dan teknik pengembangan pola-pola dalam Balaganjur.

Kreasi Balaganjur Se-Bali (1997), Kaset Rekaman Lomba Cipta Kreasi Balaganjur Karya I Wayan Darya,S.Sn, Dkk. Bali Record. Dalam rekaman ini terdapat pembaharuan dalam Balaganjur, yaitu masuknya instrumen angklung kocok dan Gamelan Jegog.

Ujian Tugas Akhir Balaganjur “Sapta” (2007), berupa MP3 karya I Gede Suwestra. Dalam rekaman ini terdapat suatu penambahan vokal dalam Balaganjur. Ujian Tugas Akhir Balaganjur “Baladhika” (2011), berupa rekaman Video karya Agus Ary Andhika. Dalam rekaman video ini penata tertarik dengan adanya penambahan-penambahan alat dalam gamelan Balaganjur.

Ujian Tugas Akhir “Bengkiwa” (2012) berupa rekaman video karya I Wayan Andina Suldastyasa. Dalam video garapan ini terdapat kesan Balaganjur yang beda dengan pola garap yang berbeda dan banyak terdapat motif-motif atau aksen-aksen yang dalam motif pukulan ceng-ceng dan reyong.

2.3 Sumber Wawancara

Selain melalui sumber pustaka dan sumber diskografi terwujudnya garapan ini juga dilakukan wawancara langsung dengan beberapa narasumber yang kompeten dalam bidang Balaganjur inovatif.

Wawancara dengan I Ketut Adi Wirahasa S.Sn dalam wawancara ini penata diberikan penjelasan mengenai cara-cara berkomposisi dan memberi sedikit saran mengenai instrumen yang dipakai penata.

(24)

Wawancara dengan I Wayan Arik Wirawan, S.Sn dalam wawancara ini penata mendapat masukan-masukan mengenai pengolahan-pengolahan media yang penata pakai untuk mewujudkan garapan yang inovatif.

(25)

BAB III

PROSES KREATIVITAS

Sebuah karya seni tidak akan tercipta begitu saja, tanpa adanya proses kreatif dari seniman pendukungnya. Proses ini diperlukan usaha yang sungguh-sungguh dan teliti di dalam pelaksanaannya. Pengalaman para pendukung, keterampilan menabuh, wawasan seni yang dimiliki serta kreativitas yang tinggi merupakan hal-hal yang sangat menunjang dalam penggarapan.

Erich Formm menyatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan dan atau daya seseorang mencipta sesuatu yang baru yang dapat dilihat, didengar, dan dinikmati orang lain (Garwa, 2009 : 25). Seseorang diberi kemampuan khusus untuk mencipta, maka ia dapat memasukkan ide-ide, simbol-simbol, dan objek-objek.

Penciptaan dalam dunia seni karawitan sangat bebas sumbernya. Bila dikaitkan dalam kajian teks dan konteks sumbernya ada di mana saja, sangat luas dan tak terbatas. Walaupun kita ketahui secara definisi karawitan hanya sebatas musik tradisi Indonesia tetapi jika ditelusuri secara mendalam makna ini dapat memberikan imajinasi dan pemahaman untuk membangun sebuah karya cipta karawitan yang inovatif. Media ekspresi, ruang serta waktu yang ada dapat memberikan imajinasi dan juga interpretasi yang berkembang sehingga secara naluri dapat memberikan respon fisik maupun non-fisik untuk melakukan sesuatu. Bertitik tolak pada pandangan tersebut, maka dalam membangun suatu karya diperlukan pola tindak seperti apa yang dinamakan kreativitas.

(26)

Untuk mewujudkan karya seni Balaganjur inovatif ini, terdapat tiga tahapan penting yang digunakan penata dalam melakukan proses penggarapan. Ketiga tahapan itu adalah : tahap penjajagan (Eksplorasi), tahap percobaan (Improvisasi), dan tahap pembentukan (Forming). Berikut ini diuraikan secara singkat ketiga tahapan yang dipakai dalam proses penggarapan untuk mewujudkan garapan ini.

3.1 Tahap Penjajagan (Eksplorasi)

Tahapan ini merupakan langkah awal di dalam melakukan proses penggarapan sebuah karya seni. Pada tahapan ini yang dilakukan adalah pencarian ide atau bahan yang akan diangkat untuk dijadikan sebuah karya seni. Ide untuk menggarap sebuah karya seni Balaganjur inovatif itu tidaklah muncul begitu saja. Dalam rangka penemuan ide, selain mengadakan observasi dengan banyak menonton, menyimak, dan sering juga terlibat langsung dalam proses penggarapan komposisi Balaganjur, penata juga sering melakukan diskusi atau bertanya langsung kepada beberapa teman maupun beberapa seniman yang kompeten di bidang komposisi Balaganjur, sehingga penata mendapatkan wawasan yang lebih luas tentang ide-ide yang layak diangkat menjadi karya seni karawitan Balaganjur inovatif.

Tahap eksplorasi ini dimulai sejak minggu pertama bulan Desember 2013. Sebagai langkah awal penata melakukan observasi terhadap media ungkap yang akan digunakan. Selanjutnya, penata melakukan diskusi dengan teman dekat penata yang juga berkompeten dan sering menggarap Balaganjur. Setelah itu penata juga melakukan diskusi kepada paman penata yang bernama I Ketut Adi

(27)

Wirahasa S.Sn. tentang ide dan konsep garapan yang akan penata angkat sebagai karya seni karawitan Balaganjur inovatif. Dari hasil diskusi tersebut penata memilih media ungkap yang akan penata gunakan dalam garapan. Pada hari Sabtu, 14 Desember 2013 penata melakukan pemesanan alat yang akan dipakai dalam garapan. Selanjutnya penata juga melakukan kegiatan mendengarkan beberapa kaset rekaman baik rekaman audio maupun rekaman visual yang dapat mendukung dalam garapan yang penata akan garap.

3.2 Tahap Percobaan (Improvisasi)

Pada tahap ini penata melakukan percobaan mencari melodi-melodi untuk pembuatan bagian pertama dalam pembentukan Balaganjur inovatif supaya awalan yang dibuat mau menggambarkan tentang konsep yang sudah dirancang oleh penata dan menuangkan melodi-melodi tersebut ke dalam notasi, serta penata mencoba untuk mendata pendukung yang akan membantu dalam garapan ini.

3.3 Tahap Pembentukan (Forming)

Tahapan ini merupakan tahapan akhir dari keseluruhan tahap yang penata lakukan dalam proses kreativitas untuk mewujudkan sebuah garapan karya seni Balaganjur Inovatif. Pada tahap ini, mengarah pada bagaimana kita memulai menerapkan atau melaksanakan ide dan konsep yang telah disiapkan, dengan mengaplikasikan segala bentuk percobaan atau eksperimen yang telah dilakukan sebelumnya untuk dapat diwujudkan menjadi sebuah karya seni.

Proses pembentukan ini dimulai pada hari Jumat, 21 Februari 2014 dengan melakukan upacara nuasen yang merupakan kebudayaan umat Hindu dalam

(28)

memulai suatu kegiatan. Upacara nuasen bertujuan untuk memohon keselamatan dan kelancaran selama proses penggarapan karya seni ini. Kegiatan ini dilakukan di balai Banjar Pande, Desa Sumerta Kaja. Setelah upacara nuasen selesai penata memberikan sedikit gambaran tentang konsep garapan kepada pendukung garapan dan mengadakan kesepakatan dalam menentukan jadwal latihan. Dalam garapan ini para pendukung adalah orang-orang yang memiliki keinginan untuk memahami perkembangan kesenian khususnya komposisi Balaganjur inovatif. Dengan kesungguhan, semangat belajar yang besar dan keterampilan yang mereka miliki, ternyata mereka mampu memahami dan mengerti tentang konsep garapan ini walaupun terdapat sedikit kendala yang tak berarti dalam proses ini yang menyangkut masalah waktu latihan karena kesibukan yang dimiliki oleh pemain yang berbeda. Namun hal itu dapat diatasi dengan selalu mengadakan kesepakatan tentang jadwal latihan. Setelah selesai mengadakan kesepakatan dan memaparkan sedikit gambaran tentang konsep garapan ini penata melakukan penuangan bagian pertama. Tatkala penata mengalami kebuntuan dari segi pemikiran, diharapkan para pendukung dapat memberikan masukan yang tentunya masih erat kaitannya dengan ide garapan. Latihan kali ini penata dapat menuangkan setengah dari bagian pertama.

Latihan selanjutnya dilakukan pada hari Senin, 24 Februari 2014. Dalam latihan ini penata tidak menambah materi hanya memantapkan bagian pertama yang baru dituangkan setengah karena dalam latihan ini banyak pendukung yang berhalangan. Rabu, 26 Februari 2014 melakukan bimbingan skrip bab I dan bab II kepada pembimbing di Institut Seni Indonesia Denpasar.

(29)

Latihan selanjutnya adalah pada hari Minggu 2 Maret 2014. Pada latihan ini penata menambahkan bagian pertama. Terkait dengan waktu pelaksanaan yang semakin dekat, penata mengharapkan pengertian dari para pendukung untuk meluangkan waktunya agar hadir di setiap latihan. Latihan kali ini berjalan lancar namun ada saja kendala yang terdapat pada pendukung yang berhalangan hadir.

Latihan selanjutnya dilaksanakan pada hari Rabu, 5 Maret 2014 dalam latihan ini penata menambah dan menyelesaikan bagian pertama. Latihan dilanjutkan pada hari Minggu, 9 Maret 2014, dalam latihan ini penata memantapkan bagian pertama, latihan tidak berjalan lancar karena dua orang pendukung berhalangan hadir. Latihan dilanjutkan pada hari Selasa, 11 Maret 2014, latihan kali ini memantapkan bagian pertama dan merekamnya untuk dipertunjukan pada pembimbing. Latihan dilakukan hanya sebentar karena banyak pendukung yang berhalangan. Kamis, 13 Maret 2014 melakukan bimbingan karya dengan membawa rekaman karya bertempat di Ruang Sidang Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia. Latihan dilanjutkan pada hari Senin, 17 Maret 2014, pada latihan ini penata menuangkan bagian 2 namun latihan ini terdapat kendala karena banyak pendukung yang berhalangan hadir.

Berhubungan dengan adanya upacara melasti dan Nyepi latihan dilanjutkan kembali pada hari Rabu, 2 april 2014. Pada latihan ini penata menyelesaikan bagian 2, latihan tidak berjalan maksimal yang dikarenakan banyaknya pendukung yang berhalangan hadir. Latihan dilanjutkan pada hari Kamis, 3 April 2014 dalam latihan ini penata memantapkan bagian ke dua dan menambah bagian awal dari bagian ke tiga. Latihan kali ini terdapat kendala

(30)

karena ada saja beberapa pendukung yang berhalangan hadir. Latihan kembali dilakukan pada hari Jumat, 4 April 2014 pada latihan ini penata hanya mengingat bagian ketiga karena latihan pada hari ini dilakukan hanya sebentar mengingat sebagian pendukung berhalangan. Latihan dilanjutkan pada hari Senin, 7 April 2014 latihan kali ini penata menambahkan bagian ketiga dan menghafalkannya.

Latihan selanjutnya di lakukan pada hari Kamis, 10 April 2014 pada latihan kali ini penata menambah bagian ketiga, latihan berjalan lancar. Latihan diliburkan sampai tanggal 15 April 2014 karena banyak pendukung yang mengikuti Ujian Nasional. Latihan dilanjutkan pada Hari Rabu, 16 April 2014 pada latihan ini memantapkan bagian I dan bagian II , latihan dilanjutkan pada hari Kamis, 17 April 2014 latihan kali ini mengingat bagian ke III latihan hanya sebentar karena banyak pendukung yang berhalangan.

Latihan kembali dilanjutkan pada hari Minggu, 20 April 2014 pada latihan kali ini penata memantapkan bagian II untuk direkam dan dipertunjukan pada pembimbing keesokan harinya, latihan kurang maksimal karena banyak pendukung yang tidak hadir. Latihan selanjutnya pada hari Senin, 21 April 2014 pada latihan ini penata menyelesaikan bagian III dan menyelesaikan garapan secara kasar, latihan berjalan lancar. Latihan dilanjutkan hari Selasa, 22 April 2014 pada latihan ini penata melakukan proses penghafalan lagu. Latihan dilanjutkan pada hari Kamis, 24 April 2014 pada latihan ini penata mengundang pembimbing untuk melihat Garapan dan memberikan masukan-masukan mengenai garapan penata.

(31)

Latihan kembali dilanjutkan pada hari Jumat, 25 April 2014, latihan kali ini penata melakukan proses penghafalan lagu dan mencari dinamika lagu. Latihan kembali pada hari Minggu, 27 April 2014, latihan kali ini penata mengundang dosen pembimbing untuk melihat garapan dan memberikan masukan-masukan mengenai garapan penata. Latihan dilanjutkan kembali pada hari Rabu, 30 April 2014 bertempat di gedung Natya Mandala Institut Seni Indonesia Denpasar untuk mencoba panggung sebelum gladi keesokan harinya. Kamis, 1 Mei 2014 melakukan gladi bersih di gedung Natya Mandala Institut Seni Indonesia. Setalah gladi bersih dilaksanakan, sambil menunggu hari pementasan, dilakukan latihan-latihan ringan yang bertujuan untuk menghafal dan memantapkan garapan. Akhirnya pada hari Kamis, 8 Mei 2014 garapan ini dipentaskan sekaligus dinilai oleh dosen penguji yang bertempat di gedung Natya Mandala Instituit Seni Indonesia Denpasar.

Tabel 1

Pelaksanaan Kegiatan Latihan

NO Hari/Tanggal Jenis Kegiatan Tempat Hambatan Keterangan 1 Jumat, 21

Februari 2014

Nuasen /latihan pertama kali dan mencari setengah dari bagian pertama

Br. Pande Sumerta Kaja Latihan berjalan lancar 2 Senin, 24 Februari 2014 Tidak menambah materi hanya memantapkan setengah dari bagian pertama Br. Pande Sumerta Kaja Banyak pendukung yang berhalangan Latihan tidak berjalan maksimal 3 Rabu, 26 Februari 2014 Melakukan bimbingan skrip bab I dan bab II dengan dosen pembimbing.

ISI Denpasar

(32)

4 Minggu, 2 Maret 2014 Menambah materi bagian pertama Br. Pande Sumerta Kaja Banyak pendukung yang berhalangan hadir Latihan kurang berjalan lancar 5 Rabu, 5 Maret 2014 Menambah dan menyelesaikan bagian pertama Br. Pande Sumerta Kaja 6 Minggu, 9 Maret 2014 Memantapkan bagian pertama Br. Pande Sumerta Kaja Dua pendukung berhalangan hadir Latihan kurang maksimal 7 Selasa, 11 Maret 2014 Memantapkan bagian pertama dan merekamnya untuk dipertunjukan ke pembimbing Br. Pande Sumerta Kaja 8 Kamis, 13 Maret 2014 Melakukan bimbingan karya dengan dosen pembimbing ISI Denpasar 9 Senin, 17 Maret 2014 Menuangkan bagian kedua Br. Pande Sumerta Kaja Banyak pendukung yang berhalangan hadir Latihan kurang berjalan maksimal 10 Rabu, 2 April 2014 Menambah dan menyelesaikan Bagian kedua Br. Pande Sumerta Kaja Banyak pendukung yang berhalangan hadir Latihan kurang maksimal 11 Kamis, 3 April 2014 Menambah bagian ke tiga Br. Pande Sumerta Kaja 12 Jumat, 4 April 2014 Menambah bagian ketiga Br. Pande Sumerta Kaja Latihan hnya sebentar karena sebagian pendukung akan permisi

(33)

13 Kamis, 10 April 2014 Menambah bagian ketiga Br. Pande Sumerta Kaja 14 Rabu, 16 April 2014 Mengingat bagian I dan II Br. Pande Sumerta Kaja 15 Kamis, 17 April 2014 Mengingat bagian ke III Br. Pande Sumerta Kaja Latihan hanya sebentar bnyak pendukung yang berhalangan 16 Minggu, 20 April 2014 Merekam bagian I dan II untuk dipertunjukan kepada dosen pembimbing Br. Pande Sumerta Kaja Banyak pendukung yang berhalangan Rekaman kurang maksimal 17 Senin, 21 April 2014 Menyelesaikan bagian III dan menyelesaikan garapan secara kasar Br. Pande Sumerta Kaja Latihan berjalan lancar 18 Selasa, 22 April 2014 Melakukan proses penghafalan lagu Br. Pande Sumerta Kaja 19 Kamis, 24 April 2014 Melakukan bimbingan karya Br. Pande Sumerta Kaja Latihan berjalan lancar 20 Jumat, 25 April 2014 Penghafalan lagu dan mencari dinamika lagu Br. Pande Sumerta Kaja 21 Minggu, 27 April 2014 Melakukan bimbingan karya Br. Pande Sumerta Kaja 22 Rabu, 30 April 2014 Mencoba panggung sebelum gladi bersih ISI Denpasar

(34)

23 Kamis, 1 Mei 2014

Gladi bersih ISI Denpasar 24 Kamis, 8 Mei 2014 Pementasan dan ujian garapan ISI Denpasar

(35)

BAB IV WUJUD GARAPAN

4.1 Deskripsi Garapan

Garapan Dwi Swara Tunggal ini merupakan garapan Balaganjur yang inovatif yang dilihat dari segi pengolahan struktur dan penggunaan alat-alat musik sebagai media dalam ungkapnya. Melalui pengolahan unsur musikal seperti tempo, dinamika, melodi, dan ritme garapan ini diharapkan mampu menampilkan kesan yang lebih inovatif, dan juga dilakukan penataan dalam penyajiannya agar musik yang disajikan tidak hanya dapat dinikmati secara audio melainkan juga dapat dinikmati secara visual. Selain itu rasa estetis yang bersifat umum seperti unity (keutuhan), dominance (penonjolan), dan balance (keseimbangan) yang penata jadikan acuan dalam mewujudkan karya seni ini untuk memberikan bobot terhadap garapan yang berkualitas.

1. Unity (Keutuhan)

Keutuhan yang dimaksud adalah karya yang indah dalam keseluruhannya sesuatu yang utuh, yang tidak ada cacatnya (Djelantik, 1990: 32). Hal ini berarti bahwa hubungan yang relevan (bermakna) antara bagian-bagian, tanpa adanya bagian yang sama sekali tidak berguna atau tidak ada hubungannya dengan bagian yang lain. Hubungan relevan ini merupakan hubungan bagian-bagian yang saling mengisi sehingga ada kekompakan antara bagian-bagian. Kaitannya dengan garapan ini adalah antara bagian satu dengan yang lain saling terkait baik dari suasana yang ingin digambarkan

(36)

maupun dari segi motif dan teknik permainan sehingga menjadikan suatu karya seni musik Balaganjur inovatif yang utuh.

2. Dominance (Penonjolan)

Penonjolan yang dimaksud, yaitu mengarahkan perhatian orang yang menikmati suatu karya seni ke suatu hal yang tertentu, yang dipandang lebih penting daripada hal-hal yang lain dalam karya seni itu (Djelantik, 1990: 41). Kaitannya dengan garapan ini terdapat penonjolan warna suara yang berbeda yang dihasilkan dari kedua instrumen yang berbahan dari bambu dan berbahan dari kerawang, dan juga penonjolan-penonjolan pada masing-masing bagian yang disebut dengan trik lagu. Dalam garapan ini penonjolan instrumen yang berbahan dari kerawang dan bambu terdapat dalam setiap bagian.

3. Balance (Keseimbangan)

Rasa keseimbangan dalam karya seni paling mudah tercapai dengan simetri, yaitu merupakan ciri dari suatu kesatuan, di mana kesatuan itu dapat dibagi dengan suatu garis tengah menjadi dua bagian yang sama bentuk dan wujudnya. Kaitannya dalam garapan ini adalah dalam perpaduan unsur yang berbeda dapat menjadi seimbang dengan rasa kekuatannya dan juga keseimbangan dalam garapan ini dilakukan dengan memberikan proporsi panjang pendeknya penonjolan yang dilakukan oleh masing-masing instrumen baik berupa melodi, ritme, tempo, dan dinamika sehingga tidak ada kesan mengubur dari masing-masing unsur dalam garapan ini.

(37)

4.2 Struktur Garapan

Istilah komposisi atau struktur secara umum merupakan susunan. Dalam kaitannya dengan musik adalah susunan elemen-elemen musikal menjadi sebuah lagu atau gending. Begitu juga dengan musikalitas garapan karya seni Dwi Swara Tunggal ini, secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian, yang disebut bagian pertama, kedua, dan ketiga yang di mana dalam masing-masing bagian ini memiliki karakter yang berbeda sesuai dengan ungkapan suasana yang diinginkan dalam garapan ini. Adapun uraian dari masing-masing bagian tersebut adalah sebagai berikut :

• Bagian Pertama

Bagian ini merupakan bagian awal dari garapan Dwi Swara Tunggal yang dimulai dengan teknik kekebyaran dilanjutkan dengan motif kilit besik pada instrumen ceng, namun semua instrumen selain instrumen ceng-ceng diam dan dilanjutkan dengan kilit besik pada instrumen bambu krepyak. Selanjutnya dilanjutkan dengan pola reyong kerawang tunggal dan diikuti dengan motif kekebyaran. Selesai motif kekebyaran pada reyong dilanjutkan dengan pukulan reyong timbung yang juga diikut dengan pukulan bambu krepyak dengan menggunakan kendang krumpungan. Setelah itu dilanjutkan dengan motif kendang cedugan dan motif kendang krumpungan. Pada bagian ini penata memasukan motif bersautan atau saling saut (merupakan motif tanya jawab dalam musik) antara instrumen yang berbahan dari kerawang dengan instrumen yang berbahan dari bambu sehingga menimbulkan suasana atau kesan yang berbeda dari warna suara yang dihasilkan dari kedua

(38)

instrumen yang berbeda tersebut. Setelah bagian ini diulang sebanyak tiga kali dengan tempo yang berbeda-beda yaitu tempo pelan, tempo cepat, dan tempo sedang, serta diikuti dengan aksen-aksen pada ceng-ceng, dilanjutkan dengan motif-motif ceng-ceng kopyak dan bambu krepyak secara bergiliran.

Kbyr Bsm

3 45 .7 .4 .5 .7 .4 57 1 . CC CC CC CC CC Pyk Pyk Pyk Pyk Pyk Pyk Pyk Pyk Pyk Pyk Klk Pyk KlkPyk .Klk.Pyk .Klk Pyk CC CC CC CC CC Ryg 5 571571 .5 .7 .4 .75457.5. 3454 3 Kbyr 1 71 .5 .7 .4 .5 .3 .4 1 55 43 1 55 43 1 345 7 17 5 3 4 1 3 45 43 45 .7 .4 5 117 57 .1 .5 7175 47 54 7547 5475 4754 3543 5435 4354 3 34 53 .453 .453 45 74 5 R.Tbg 45 43 45 74 57 15 74 57 1751 75 17 5715 71 57 1751 7517 57 15 74 54 3 11 33 11 33 4534 5715 74571 Kbyr 7 57 5 45 4 34 3 43 4 54 5 75 7 17 1 2x 5175 7457 5175 Ryg 44 47 54 5 45 74 57 5 11 .3 3 45 74 5 K.cdg KP O^ O^ O^ .O .^ .^ O^ .K P Ryg 4574 5 K.kr, R.Tbg, D T D T DDT D 17 5175 17 57 1571 5717 51 75 1757 15 7157 1 XX KP TT D TD T XX KP TT D

(39)

K.cdg tt t ^O ^ tt t ^O ^ O^ O^ PK O^ PK O^ O^ PK O^ PK O^ PK O^ PK O^ PK O^ O^ PK O^ PK O^ O^ PK O^ PK tt t tttttttttt ^O ^ KP

Bende, kempur, kajar, kempli dan gong

tg tg tg + tg tg tg - .- tg + .... .- .- .- .- (.)

tg tg tg + tg tg tg - tg tg tg + tg tg tg – tg tg + tg tg (.) Ryg dan R.Tbg

.5 5 .7 7 .5 5 .7 7 .5 5 .7 7 .4 4 .4 4

.5 5 .5 5 .1 1 2 X masuknya tempo lambat, cepat dan sedang

Pukulan Reyong menggunakan teknik Ngubit

R.Tbg 7 57 45 7 47 54 5 7 57 57 1 7 57 45 7 47 54 5 7 57 57 1 Ryg .5 35 .7 1 . . . 17 .5 35 .7 1 . . . (17) R.Tbg . 75 .3 57 .1. . . . 75 .3 57 .1 . . . Ryg .5 35 .7 1 . . . . . . . . . . . (17) R.Tbg . . . . . . .(17) .5 35 .7 1 . . . . .5 35 .7 1 . . . . . 17 .5 17 .5 35 .7 1 Ryg . 17 .5 17 .5 35.7 17 .5 35 .7 1 . . . 3453 4574 5715 74571 . . . . . . . . R.Tbg . . . 3453 4574 5715 74571 . . . Ryg . . . 3453 4 . . . 3453 4574 5715 7457 1 R.Tbg . . . 4574 5. . 34 53 4574 5715 7457 1

(40)

Ryg & R.Tbg

(3) 45 75 73 .5 71 75 4 34 57 15 74 543 45 7 53 45 74 57 15 7 44 .5 5 44 .5 5 57 47 5 .457 1574571 . (1)

Ryg & R. Tbg menggunakan teknik Ngubit 75 17 53 .5 .3 .5 .7 (1) Ryg 3454 3 . . 3454 3 . . 5 3 4 5 74 57 1 5 3 4 5 74 571 R.Tbg . . .1 7571. .1 7571... . . . . . . . . 2 x 1154 3 1154 3 1 11 54 311 54 3 1 Bsm Ryg & R. Tbg 33 44 55 77 44 55 77 1 Kebyar Bsm C CK C CKC .C .CK CCK C CKC .C .CK CCK C • Bagian Kedua

Pada bagian ini penata menggunakan tempo cepat dan berubah menjadi tempo pelan. Dalam bagian ini penata memainkan perbedaan warna suara yang dihasilkan dari instrumen kendang cedugan dengan kendang krumpungan dan juga pada bagian ini penata memasukan motif pukulan gong yang mengikuti melodi. Pada bagian II di ulang sebanyak dua kali.

Tempo cepat, pola pukulan gong gilak, permainan ceng-ceng dengan bambu krepyak dan dibarengi dengan instrumen kendang cedugan dan krumpungan.

(41)

T. & Ccg . C CK CK C CK CK C CK C 2X

K.kr . . . . . . . . . D T D TD .T .D T XX .K PK PK PK P DT D T D ToTe .To TeTo Te DT .K P DT .K P Pyk Pyk Pyk D T D TD .T .D TK P ccccc TeTe Te D T D TD .T .D T XX .K PK PK PK P DT D T D ToTe .To TeTo Te DT .K P DT .K P Pyk Pyk Pyk D T D TD .T .D TK P

Tempo pelan

Ryg 17 57 45 .7 .4 .5 43 1 . . . . . . . . .5 43 R.Tbg . . . . . . . 17 57 45 74 53 31 31 .3 45 7

Ryg 45 74 5

Pola pukulan kendang dengan tempo yang cepat K.Cdg & K.kr

.^K P^ O ^O .^ .O ^K P TeTo TeD T DD TD DT D DD T DD TK PT D XX XD T

Ryg, R.Tbg, Bm. Kpyk & Ccg

45 45 74 5 Pyk C Pyk C Pyk C B BB .B BB B J Masuknya teknik Nerumpuk pada instrumen reyong

Ryg 1 . 7 3 5 . 3 5 7 5 . 3 1 . . . .

R.Tbg . . . 15 71 57 1 1571 5715 71571

Permainan angsel reyong yang dibarengi dengan permainan gong, kempur, bende Gong,Kempur bende

+( ) Tg+ ( )Tg +( ) Tg +( ) Tg . +( ) Tg+ ( )Tg +( ) Tg +( ) Tg Ryg & R.Tbg

(42)

K.kr D T D . TeTo TeTo Te D .T D . TeTo TeTo Te K. Cdg ^ ^ ^ ^ ^ PK P ^ PK P ^ P ^

Bagian kedua diulang 2x Peralihan ke bagian ketiga

Tempo yang dipergunakan cepat dan perlahan-lahan melambat.

T. .

Ccg CCK CKC CKCK CCK CCK CKC CKCK CCK CCCC CCCC CCCC CCCC CCCC CCCC CCCC CCCC CCCC CCCC CCCC CCCC CCCC CCCC CCCC CCCC CCCC CCCC CCCC CCCC

• Bagian Ketiga

Pada bagian ini penata menggabungkan kedua instrumen reyong yang dengan cara satu orang memainkan satu instrumen reyong kerawang dan satu instrumen reyong timbung sehingga menimbulkan perbedaan warna suara yang dihasilkan. Dalam bagian ini digunakan tempo yang sedang dan perlahan-lahan menjadi cepat dan juga adanya permainan dinamika. Pada bagian tiga merupakan bagian yang terakhir dalam garapan ini yang diulang sebanyak 2 kali dan diakhiri dengan pola kekebyaran dengan tempo yang cepat.

Ryg & R. Tbg

34 54 3 4 . 5 . 7 . 4 5 . 17 57 1 .3 54 34 57 13 54 34 57 1

Masuknya teknik pukulan Nerumpuk pada instrumen reyong kerawang dan reyong bambu dengan tempo yang cepat.

(43)

11 77 55 44 33 55 33 44 55 77 55 44 33 55 33 44 55 3543 4534 5745

Jatuhnya pukulan reyong dengan tempo yang sedang 15 71 57 54 35 34 5 . 15 71 57 54 35 34 5

Kembali dengan tempo yang cepat dan dilanjutkan dengan tempo yang sedang. 11 77 55 44 33 55 33 44 55 77 55 44 33 55 33 44 55 15 71 57 54 35 34 5 . 15 71 57 54 35 34 5 15 71 .5 .7 .4 .5 71 75 4 53 45 .3 45 .3 45 74 54 3 11 .7 7 55 45 34 5 .4 54 3 K.kr TT T DD DT TD TD DT D XX .K P XX .K P Ryg & R.Tgb . .4.5 34 54 3 Ccg & Bm. Kpyk

PykPyk Pyk PykPyk PykPyk KlkKlk CC PykPyk Pyk PykPyk PykPyk KlkKlk CC PK P C TeTo Te Pyk O^ O C TeTo Te Ryg & R.Tgb 3 4 5 7 1 K.kr . . . XX X Tempo cepat 34 57 15 74 57 15 74 57 15 74 57 15 74 57 15 74 57 15 74 57 15 74 57 15 74 57 15 74 57 15 74 57 1 T. lambat 3457 1574 57 15 7457 1574 57 15 7457 1 . XX X 3X Ryg & R.Tgb .3 45 74 57 13 45 74 57 1

(44)

.3 54 34 53 45 74 57 15 74 57 13 54 34 53 45 74 57 15 74 57 1

33 44 55 77 44 55 77 1 33 44 55 77 44 55 77 1 Bagian ketiga diulang 2x

Kbyr (1) 7 17 54 5 . 71 75 4 . 54 31 31 34 5 7 (1) 4 X Gong & kempul

. + (.) . + (.) . + (.) . +(.) . + (.). + (.) . 75 45 7 17 54 5 . 75 45 75 4 17 17 5 17 17 1 3 X 7 17 54 5 . 71 75 4 . 54 31 31 34 5 7 (1) 2 X Ryg & R.Tgb 17 17 54 5 . 71 75 4 . 54 31 31 34 5 XX X 17 17 54 5 . 71 75 4 . 54 31 31 34 5 7 (1) 4.3 Instrumentasi

Berdasarkan konsep garapan ini, tentunya dalam pemakaian atau pemanfaatan media ungkap menggunakan instrumen yang sesuai dengan hasil observasi, penata lakukan untuk mewujudkan karya seni Balaganjur inovatif ini. Pemakaian alat tersebut dimaksudkan untuk memberikan atau menawarkan suatu hal yang baru yang dapat ditimbulkan dari alat tersebut.

Fungsi dari masing-masing instrumen Balaganjur dalam garapan ini tidak jauh menyimpang dari fungsi sebelumnya (tradisi), hanya saja ada beberapa insrtumen yang dikembangkan fungsinya, tentunya disesuaikan dengan kebutuhan musikalitas untuk mendukung ide dari garapan ini.

(45)

1) Kendang Cedugan

Kendang merupakan salah satu instrumen yang digolongkan ke dalam jenis instrumen membranofon. Jenis kendang yang digunakan dalam barungan gamelan Balaganjur adalah sepasang kendang cedugan lanang dan wadon. Kendang ini dimainkan dengan mempergunakan alat pukul yang sering disebut panggul kendang. Fungsi kendang dalam gamelan Balaganjur adalah sebagai pemurba irama, dan tugas pemain kendang adalah sebagai pemimpin di dalam memberikan aba-aba atau komando kepada pemain lainnya. Teknik pukulan kendang cedugan yang di pakai dalam garapan ini adalah teknik gegulet, gilak (jalinan pukulan pada bagian muka kanan antara kendang lanang dan wadon).

Gambar 1

Instrumen Kendang Cedugan dan Panggul (Dokumen : I Wayan Agus Budi Setiawan )

2) Kendang Krumpungan

Kendang krumpungan adalah salah satu kendang yang dimainkan tanpa menggunakan panggul. Kendang krumpungan ini sering disebut dengan kendang palegongan. Perbedaan ukuran kendang krumpungan lebih kecil dari pada kendang cedugan, dan juga ini dilihat dengan teknik memainkannya

(46)

sehingga menimbulkan suasana yang berbeda. Dalam garapan ini fungsi kendang krumpungan membuat suasana yang berbeda dalam Balaganjur dan juga membuat warna suara yang berbeda yang dihasilkan dari kendang cedugan dengan kendang krumpungan. Teknik pukulan yang dipakai dalam dalam garapan ini yaitu teknik pukulan kendang geguletan krumpungan.

Gambar 2

Instrumen Kendang Krumpungan (Dokumen : I Wayan Agus Budi Setiawan ) 3) Reyong kerawang

Reyong adalah merupakan salah satu jenis instrumen idiophone yang juga digolongkan ke dalam keluarga berpencon. Fungsi reyong dalam sebuah penyajian repertoar Balaganjur adalah sebagai pemangku melodi. Teknik pukulan reong yaitu ;

- Ngubit : pukulan yang mengisi ketukan yang kosong yaitu terjalin antara pukulan polos dan sangsih.

- Norot : pukulan tangan kanan dan tangan kiri salah satu pemain dengan memukul sambil menutup atau nekes yang dilakukan secara bergantian.

(47)

- Memanjing : memukul tepi reong atau pukulan pada waktu membuat angsel-angsel.

- Nerumpuk : memukul satu pencon atau satu nada dengan tangan kanan dan tangan kiri secara berurutan. Pengembangan teknik permainan reong pada garapan ini disamping adanya permainan seperti semula (tradisi), juga terdapat permainan tunggal dengan membuat jalinan melodi sendiri.

- Kekebyaran : memukul pencon secara bersamaan dengan volume keras sesuai melodi yang dimainkan.

Gambar 3

Instrumen Reyong dan Panggul ( Dokumen : I Wayan Agus Budi Setiawan)

4) Reyong Timbung

Timbung merupakan sebuah instrumen kajar dalam gamelan Geguntungan yang berfungsi sebagai pengendali tempo, namun dalam garapan ini instrumen timbung dirubah oleh penata menjadi sebuah timbung yang memiliki nada yang berfungsi sama seperti instrumen reyong yaitu sebagai pemangku melodi. Alat pukul yang digunakan dalam memainkan

(48)

timbung ini yaitu menyerupai panggul reyong namun tidak menggunakan benang. Teknik pukulannya sama seperti teknik pukulan reyong namun tidak menggunakan teknik memanjing karena reyong timbung merupakan instrumen yang berbilah.

Gambar 4

Instrumen Reyong Timbung dan Panggul (Dokumen : I Wayan Agus Budi Setiawan)

5) Ceng-Ceng Kopyak

Ceng-ceng merupakan salah satu instrumen yang bahannya terbuat dari perunggu. Ceng-ceng yang dipergunakan dalam barungan Balaganjur adalah ceng-ceng kopyak. Ceng-ceng kopyak adalah ceng-ceng yang ukuran diameternya berkisar antara 21-25 cm. Cara memainkannya adalah dengan cara mebenturkan dengan pasangannya. Dalam gamelan Balaganjur umumnya menggunakan 6-10 pasang ceng-ceng kopyak. Fungsi ceng-ceng kopyak adalah untuk memperkaya ornamentasi ritme dalam sebuah repertoar Balaganjur. Dalam garapan ini hanya menggunakan 3 pasang ceng-ceng kopyak. Teknik pukulan ceng-ceng, yaitu membuat sebuah jalinan ritme yang akan menghasilkan sebuah kekilitan, seperti kilit besik dan kilit dua.

(49)

Pola kekilitan ceng-ceng : Kilit besik : .c . c .c . c .c . c .c . c .c . c .c . c .c . c .c . c .c . c .c . c .c . c .c . c .c . c .c . c .c . c .c . c . c .c . c .c . c c .c . c .c . c .c .c . c .c . c .c . Kilit dua : .c c cc .c c cc .c c cc .c c cc .c c cc .c c c cc c c cc c cc .c c cc .c c cc .c c cc .c c cc .c c cc .c c cc .c c cc .c c cc c cc .c c cc .c c cc cc .c c cc .c c cc .c .c c cc .c c cc .c c

Teknik pukulan dalam ceng-ceng yang menimbulkan warna suara yang berbeda yaitu

(50)

Tabel 2

Simbol Bunyi Pada Instrumen Ceng-Ceng Kopyak

Gambar Bunyi Simbol

Ceng C

Cek Ck

Teng Te

(51)

6) Bambu krepyak

Bambu krepyak merupakan instrumen yang berbahan dasar dari bambu yang dibelah dengan ukuran bambu kurang lebih 40 cm yang dimainkan dengan cara membenturkan kedua bambu tersebut. Setiap pemain membawa dua buah bambu. Fungsi bambu krepyak dalam garapan ini sama seperti instrumen ceng-ceng kopyak yaitu sebagai instrumen ritmis yang memperkaya ornamentasi ritme dalam sebuah repertoar Balaganjur. Teknik pukulan bambu krepyak sama seperti teknik pukulan ceng-ceng kopyak yaitu dengan membenturkan dengan pasangannya. Teknik pukulan nya sama seperti ceng-ceng kopyak dengan membuat sebuah jalinan ritme yang membentuk sebuah kekilitan.

Tabel 3

Simbol Bunyi Pada Instrumen Bambu Krepyak

Gambar Bunyi Simbol

Pyak Pyk

7) Kajar

Kajar merupakan salah satu jenis instrumen berpencon yang materialnya terbuat dari perunggu. Untuk memainkan instrumen ini caranya adalah dengan memukulnya pada bagian penconnya dan di bagian pinggir

(52)

penconnya ditutup dengan cara telapak tangan ditempelkan pada bagian itu. Alat yang dipakai untuk memainkan kajar adalah panggul kajar, jenis panggul ini berbentuk seperti panggul reyong namun ukurannya lebih besar. Instrumen ini ini berfungsi sebagai pemegang matra atau tempo. Jenis pukulannya adalah ngeremuncang rerames seperti orang mebat.

Gambar 5

Instrumen Kajar dan Panggul

(Dokumen : I Wayan Agus Budi Setiawan )

8) Kempli

Kempli merupakan instrumen yang bentuknya sama seperti kajar. Instrumen kempli fungsinya sama seperti kajar, namun hitungan sekali pukulan kempli umumnya adalah dua kali pukulan kajar.

(53)

Gambar 6

Instrumen Kempli dan Panggul (Dokumen : I Wayan Agus Budi Setiawan )

9) Gong

Gong merupakan salah satu jenis instrumen berpencon yang ukurannya paling besar dalam keluarga pencon. Gong bentuknya bulat dan materialnya ada yang terbuat dari besi dan ada juga yang terbuat dari perunggu. Di dalam barungan Balaganjur biasanya digunakan sepasang gong yang sering disebut gong lanang dan gong wadon. Fungsi gong dalam gamelan Balaganjur adalah sebagai tonika dan finalis dari suatu lagu yang dimainkan.

Gambar 7 Instrumen Gong

(54)

10) Kempul

Kempul merupakan instrumen yang berasal dari keluarga berpencon, bentuk instrumen ini menyerupai instrumen gong namun ukurannya lebih kecil dari pada gong yang berfungsi memberikan aksen pada hitungan tertentu.

Gambar 8 Instrumen Kempul

(Dokumen : I Wayan Agus Budi Setiawan)

11) Bebende

Bebende merupakan instrumen yang menyerupai kempul namun permukaan moncolnya masuk ke dalam sehingga terlihat rata dengan permukaanya. Dengan bentuk yang demikian suara yang dihasilkan berbeda dan memiliki ciri khas. Alat pukul yang dipakai menyerupai alat pukul instrumen gangsa. Fungsi bende dalam garapan ini sebagai pelengkap Balaganjur dan dalam garapan ini terdapat teknik pukulan tunggal.

(55)

Gambar 9 Instrumen Bebende

(Dokumen : I Wayan Agus Budi Setiawan)

4.4 Analisa Simbol

Pemakaian simbol dalam karya karawitan ini bersumber dari penganggening aksara bali, yaitu pengangge aksara yang terdiri dari pengangge aksara 3 (Ulu) yang dibaca Ding, pengangge aksara 4 (Tedong) yang dibaca Dong, pengangge aksara 5 (Taleng) yang dibaca Deng, pengangge aksara 7 (Suku) yang dibaca Dung, dan pengangge aksara 1 (Carik) yang dibaca Dang. Peniruan bunyi disesuaikan dengan simbol yang digunakan seperti pada tabel.

Tabel 4

Penganggening Aksara Bali

No Simbol Nama Aksara Dibaca

1 3 Ulu Ding

(56)

3 5 Taleng Deng

4 7 Suku Dung

5 1 Carik Dang

Di samping simbol-simbol tersebut di atas, juga dilengkapi beberapa simbol suara dari beberapa instrumen, seperti tabel dibawah ini :

Tabel 5

Simbol Bunyi Pada Setiap Instrumen

No Nama Instrumen Simbol Dibaca

1 Kendang Cedugan Lanang ^ Dug

2 Kendang Cedugan Wadon O Dag

3 Kendang Cedugan Lanang P Pak

4 Kendang Cedugan Wadon K Ka

5 Kendang Cedugan Lanang dan Wadon T Tek

6 Kendang Krumpungan Lanang T Tut

7 Kendang Krumpungan Wadon D De

8 Kendang Krumpungan Lanang Te Teng

9 Kendang Krumpungan Wadon To Tong

10 Kendang krumpungan Lanang X Pong

11 Instrumen Reyong J Jong

12 Instrumen Reyong C Cek

13 Instrumen Reyong Bt Byot

(57)

15 Kajar . Tuk

16 Kempli - Pli

17 Gong (.) Gir

18 Kempur + Pur

19 Bebende Tg Teng

Selain penggunaan simbo-simbol suara di atas, juga dilengkapi dengan simbol dalam pencatatan atau penotasian gamelan Bali. Adapun simbol-simbol tersebut, antara lain :

a) Tanda ulang ...

Tanda ini berupa dua garis vertikal diletakkan didepan dan dibelakang kalimat lagu yang mendapat pengulangan

b) Tanda pukulan mati 3

Tanda ini merupakan tanda pukulan mati dalam nada yang dipukul. c) Garis nilai . . . .

Garis nilai berupa horizontal yang ditempatkan di atas simbol nada, maupun simbol suara lainnya yang menunjukkan nilai nada maupun nilai suara dalam satu ketukan titik.

d) Tanda bersama ...

Tanda ini diletakkan pada bagian belakang yang menandai permainan dilakukan bersama-sama.

(58)

e) Singkatan nama-nama instrumen

Untuk memudahkan dalam penulisan notasi, nama-nama instrumen dipergunakan singkatan sebagai berikut :

K.Cdg = Kendang Cedugan K.Kr = Kendang Krumpungan

Kndg = Kendang Cedugan dan Krumpungan Ryg = Reyong

R.Tbg = Reyong Timbung Ccg = Ceng-Ceng Kopyak Kpyk = Bambu Krepyak Bsm = Bersama

T = Tempo

Kbyr = Kebyar

4.5 Analisa Penyajian

Penyajian garapan Balaganjur inovatif ini dilihat dari penataan busana atau kostum menjadi bagian yang berperan dalam hal penampilan. Dalam penyajian garapan ini penata menggunakan kostum tradisi adat Bali. Kostum yang penata gunakan dalam garapan ini adalah Udeng batik berisi hiasan prada, sesaputan di dada, kamen warna hitam dan selendang dikenakan di bahu. Sedangkan kostum yang di pakai penata perbedaannya terletak pada kamen yang berwarna putih dan selendang yang digunakan penata bercorak prada. Penata memilih kostum ini karena didasari oleh pemikiran bahwa penata ingin melestarikan tradisi adat Bali.

(59)

Kostum penata

Gambar 10 Kostum penata

(60)

Kostum pendukung

Gambar 11 Kostum pendukung

(61)

Garapan Dwi Swara Tunggal dipentaskan di Stage Natya mandala Institut Seni Indonesia Denpasar. Karena garapan ini merupakan sebuah bentuk sajian musik konser maka setting diatur sedemikian rupa sehingga musik yang dihasilkan tidak hanya enak didengar tetapi juga menarik untuk dipertunjukan. Untuk latar panggung penata menggunakan latar kain yang berwarna putih.

Adapun penempatan masing-masing instrumen dalam garapan ini dapat dilihat seperti pada gambar berikut :

Gambar 12 Setting Instrumen 1 2   2 3 4 5 6   7 10 0 1 1 8 8 9 9

(62)

Keterangan :

1 : Instrumen kempur

2 : Instrumen gong lanang dan wadon 3 : Instrumen bebende

4 : Instrumen reyong

5 : Instrumen reyong timbung 6 : Instrumen ceng-ceng kopyak 7 : Instrumen bambu krepyak

8 : Instrumen kendang Cedugan lanang dan wadon 9 : Instrumen kendang krumpungan lanang dan wadon 10 : Instrumen kajar

(63)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan yang diuraikan pada bab-bab di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut. Garapan Balaganjur inovatif yang berjudul Dwi Swara Tunggal ini merupakan garapan yang menggabungkan dua buah instrumen yang berbeda bahan yaitu berbahan dari bambu dan berbahan dari kerawang yang akan menimbulkan warna suara yang berbeda, sehingga dapat dijadikan satu kesatuan karya seni Balaganjur yang inovatif.

Garapan Balaganjur inovatif ini merupakan hasil sebuah pengembangan dengan cara-cara sendiri secara individual, melalui proses eksplorasi dan eksperimen untuk menghasilkan karya seni yang inovatif.

Garapan Balaganjur inovatif ini terdiri dari tiga bagian pokok yaitu bagian pertama, bagian kedua dan bagian ketiga dengan beberapa peralihan yang menghubungkan bagian-bagian tersebut.

5.2 Saran-saran

Mewujudkan karya seni bukanlah hal yang mudah, maka dari itu sarana-sarana penunjang secara internal seperti kesiapan mental pendukung dan penata maupun secara eksternal seperti peralatan, tempat dan lain sebagainya sangat diperlukan dalam penggarapan karya seni. Konsep garapan merupakan fondasi awal yang berisikan rancangan dan pokok-pokok pikiran yang nantinya merupakan batasan dari bentuk yang kita inginkan dari suatu proses penciptaan karya seni.

(64)

Selalu percaya diri dalam membuat garapan, kita mesti bisa berpikir bahwa setelah mengenyam pendidikan di bangku kuliah ini, apa yang bisa kita perbuat dan yang terpenting tunjukan jati diri. Sekalipun garapan kita tidak terlalu bagus, namun itulah jati diri kita. Bagi mahasiswa–mahasiswi yang terlibat dalam mendukung garapan, diharapkan dapat meningkatkan disiplin latihanya agar pihak yang didukung bebanya sedikit berkurang, karena hal seperti ini akan dialami bagi calon Sarjana Seni yang akan mempersiapkan tugas akhirnya.

(65)

DAFTAR SUMBER/REFERENSI

A. Sumber Pustaka

Bandem, I Made. 1986. Prakempa Sebuah Lontor Gamelan Bali. Denpasar : Akademi Seni Tari Indonesia Denpasar.

Dibia, I Wayan. 2012. Geliat Seni Pertunjukan Bali.  Denpasar : Arti Foundation Dita, I Kadek Wahyu. 2007. “Analisis Tabuh Kreasi Balaganjur Karya I Ketut

Suandita” (Skripsi). Denpasar: Institut Seni Indonesia Denpasar.

Djelantik, A. A. M. 1990. Pengantar Dasar Ilmu Estetika Jilid I estetika Instrumental. Denpasar : Sekolah Tinggi Seni Indonesia Denpasar.

Garwa, I Ketut. 2009. “Komposisi Karawitan IV”.Denpasar : Institut Seni Indonesia Denpasar.

Kamus Bali-Indonesia. 1991. Bali : Dinas Pendidikan Dasar Provinsi Dati I Bali. Kamus Kawi-Bali. 1988. Bali : Dinas Pendidikan Dasar Propinsi Dati I Bali.

Suharta, I Wayan. 2007. “Makna Balaganjur Dalam Aktivitas Sosial masyarakat

Bali” dalam Mudra Jurnal Seni Budaya, Volume 20. Denpasar: Institut Seni Indonesia Denpasar.

Sukerta, Pande Made. 2011. Metode Penyusunan Karya Musik. Surakarta: Pascasarjana Institut Seni Indonesia Surakarta.

B. Diskografi

Andhika, Agus Ary. 2011. Karya Tugas Akhir Balaganjur “Baladhika”. (Video Koleksi pribadi I Wayan Agus Budi Setiawan).

Darya, I Wayan. 1997. Kreasi Balaganjur Se- Bali. Bali Record. (Kaset Rekaman koleksi pribadi I Wayan Agus Budi Setiawan)

Suandita, I Ketut. 2008. Kreasi Balaganjur Se-Bali. Bali Record. (VCD koleksi pribadi I Wayan Agus Budi Setiawan)

Suldastyasa, I Wayan Andina. 2012. Karya Tugas Akhir “Bengkiwa”. (Video Koleksi pribadi I Wayan Agus Budi Setiawan).

Suwestra, I Gede. 2007. Karya Tugas Akhir ‘Sapta”. (Video Koleksi pribadi I Wayan Agus Budi Setiawan).

(66)

C. Informan

Nama : I Ketut Adi Wirahasa, S.Sn TTL :16 Maret 1983

Alamat : Jl. Kartini No. 172 Denpasar Utara Pekerjaan : Karyawan swasta

Nama : I Wayan Arik Wirawan, S.Sn TTL : Denpasar, 11 April 1991

Alamat : Jl. Sulatri No. 36, Banjar Kehen, Kesiman Pekerjaan : Mahasiswa S-2

(67)
(68)

Lampiran 1 Sinopsis

Dwi Swara Tunggal

Penata

Nama : I Wayan Agus Budi Setiawan

NIM : 201002028

Program Studi : Seni Karawitan

Dwi yang berarti dua, Swara yang berarti suara, dan Tunggal yang berarti satu. Dwi Swara Tunggal merupakan dua unsur warna suara yang berbeda yang dijadikan satu, di mana instrumen yang berbahan dari bambu dan kerawang dijadikan satu kesatuan dalam karya seni musik Balaganjur inovatif. Dalam garapan ini penata mengolah unsur melodi, tempo, dinamika, dan ritme sehingga terbentuk sebuah garapan musik baru yang inovatif tanpa menghilangkan unsur-unsur yang ada pada karawitan Bali.

Adapun pendukung karya :

1. Mahasiswa Institut Seni Indonesia Denpasar

(69)

Lampiran 2 Nama Para Pendukung

Kendang cedungan : I Gede Wahyu Sukma Yoga Kendang krumpungan : I Wayan Eka Darma Putra

I Kadek Agus Sastrawan Reyong : I Made Runing Widarsa

I Putu Gede Wahyu Kumara Putra I Putu Adi Partha

I Putu Hendra Wahyudi I Made Aditya Pratama Ceng-ceng kopyak : Made Madyasa Putra Bun

Gede Sucaya Putra I Kadek Wahyu Saputra

Bambu Krepyak : I Made Ryan Anditha Febbriana I Gede Surya Anjasmara

I Gede Anggara Putra Kajar : I Made Dharma Yasa Kempli : I Gede Eka Geryasta Gong : I Komang Aditya Juliartha Kempur : I Komang Alit Febri Saputra Bende : I Putu Yogi Swara

(70)

Lampiran 3 Notasi

“ Dwi Swara Tunggal ” Kbyr Bsm

3 45 .7 .4 .5 .7 .4 57 1 . CC CC CC CC CC Pyk Pyk Pyk Pyk Pyk Pyk Pyk Pyk Pyk Pyk Klk Pyk KlkPyk .Klk.Pyk .Klk Pyk CC CC CC CC CC Ryg 5 571571.5.7.4.75457.5.34543 Kbyr 1 71 .5 .7 .4 .5 .3 .4 1 55 43 1 55 43 1 345 7 17 5 3 4 1 3 45 43 45 .7 .4 5 117 57 .1 .5 7175 47 54 7547 5475 4754 3543 5435 4354 3 34 53 .453 .453 45 74 5 R.Tbg 45 43 45 74 57 15 74 57 1751 75 17 5715 71 57 1751 7517 57 15 74 54 3 11 33 11 33 4534 5715 74571 Kbyr 7 57 5 45 4 34 3 43 4 54 5 75 7 17 1 2x 5175 7457 5175 Ryg 44 47 54 5 45 74 57 5 11 .3 3 45 74 5 K.cdg KP O^ O^ O^ .O .^ .^ O^ .K P Ryg 4574 5 K.kr, R.Tbg, D T D T DDT D 17 5175 17 57 1571 5717 51 75 1757 15 7157 1 XX KP TT D TD T XX KP TT D K.cdg tt t ^O ^ tt t ^O ^ O^ O^ PK O^ PK O^ O^ PK O^ PK O^ PK O^ PK O^ PK O^ O^ PK O^ PK O^ O^ PK O^ PK tt t tttttttttt ^O ^ KP

Gambar

Gambar 7  Instrumen Gong
Gambar 8  Instrumen Kempul
Gambar 9  Instrumen Bebende
Gambar 10  Kostum penata
+3

Referensi

Dokumen terkait

instrumen penyacah, jublag, suling dan jegogan untuk menjadikan atau menjalankan dari sebuah melodi yang sudah ditata. Bagian pertama dari motif bapang ini

Konsep garapan ini mengacu pada keanekaragaman bentuk, teknik dan motif pukulan, namun tetap pada satu kesatuan dalam bingkai komposisi musik yang memadukan unsur tradisional

Yang terakhir adalah forming yaitu tahapan paling akhir dalam pembentukan karya, yakni mulai dilakukannya penyempurnaan gerak tari dengan musik iringan sehingga garapan tari

Keindahan yang terdapat dalam genitri itu direpresentasikan kedalam sebuah karya karawitan Bali dengan motif yang sederhana pada bagian awalnya yang tidak