• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KELAYAKAN USAHA PRODUKSI ALAT DAN MESIN PERTANIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI KELAYAKAN USAHA PRODUKSI ALAT DAN MESIN PERTANIAN"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KELAYAKAN USAHA PRODUKSI ALAT DAN MESIN PERTANIAN

(Studi Kasus : Produksi Ditcher Lengan Ayun Untuk Saluran Drainase Pada Budidaya Tanaman Tebu Lahan Kering)

Oleh:

KETSIA APRILIANNY LAYA F14102099

2006

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

STUDI KELAYAKAN USAHA PRODUKSI ALAT DAN MESIN PERTANIAN

(Studi Kasus : Produksi Ditcher Lengan Ayun Untuk Saluran Drainase Pada Budidaya Tanaman Tebu Lahan Kering)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Peranian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

KETSIA APRILIANNY LAYA F14102099

2006

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Peranian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

KETSIA APRILIANNY LAYA F14102099

Dilahirkan pada tanggal 16 April 1985 di Manado

Tanggal lulus : 24 Agustus 2006

Disetujui, Bogor, Agustus 2006

Dr. Ir. I Nengah Suastawa, MSc Dosen Pembimbing

Mengetahui,

(4)

RINGKASAN

KETSIA APRILIANNY LAYA. F14102099. Studi Kelayakan Usaha Produksi

Alat Dan Mesin Pertanian (Studi Kasus : Produksi Ditcher Lengan Ayun Untuk Saluran Drainase Pada Budidaya Tanaman Tebu Lahan Kering).

Di bawah bimbingan Dr. Ir. I Nengah Suastawa, MSc. 2006

Pembangunan industri gula merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian. Dengan demikian, pembangunan industri gula diarahkan menuju tercapainya swasembada gula yang mantap dan dinamik. Namun, impor gula masih terjadi karena diperkirakan konsumsi gula terus meningkat sementara produksi gula di Indonesia tidak akan bertambah lagi. Hal ini disebabkan semakin menciutnya lahan tanam tebu (lahan basah) sebagai bahan baku gula khususnya di pulau Jawa.

Kedudukan lahan kering sebagai pemasok utama kebutuhan bahan baku tebu pabrik gula di masa mendatang akan semakin penting sejalan dengan semakin menyempitnya lahan sawah yang ditanami tebu. Untuk mengoptimalisasikan waktu kerja dan tenaga kerja, perlu juga dilakukan budidaya tanaman tebu berbasis teknologi yaitu dengan menggunakan peralatan kebun dan mesin budidaya yang sesuai. Alat yang digunakan dalam budidaya tebu khususnya dalam persiapan lahan tanam adalah kair, furrower dan rotary ditcher yang ditarik oleh traktor roda empat. Alat-alat digunakan untuk membuat guludan tanah atau suatu gundukan tanah yang nantinya akan menjadi tempat bibit tebu akan ditanam sekaligus membuat saluran drainase. Kendalanya adalah bahwa alat-alat yang telah ada ini sama-sama menghasilkan saluran dengan bentuk V dengan buangan tanahnya menumpuk di kedua sisi saluran. Dengan kondisi ini, limpasan air dari arah melintang saluran akan terhalang oleh tanah di sisi saluran tersebut, sehingga sistem drainase tidak efektif. Oleh karena itu diperlukan alat pembuat saluran drainase, dalam hal ini ditcher lengan ayun (DILA) yang dapat mengatasi masalah tersebut. Mengingat fungsi dan manfaatnya yang sangat membantu dalam proses budidaya tanaman tebu khususnya pada proses persiapan lahan, maka perlu dilakukan suatu perhitungan nilai manfaat (analisis kelayakan usaha) dari DILA tersebut.

Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) menganalisis tingkat kelayakan usaha produksi DILA sebagai alat pembuat saluran drainase pada budidaya tebu lahan kering berdasarkan aspek pasar, aspek teknis, aspek manejemen/organisasi dan aspek finansial, 2) menganalisis kelayakan usaha produksi DILA dilihat dari kriteria NPV, Net B/C ratio, IRR dan Payback Period, 3) menganalisis kembali usaha produksi DILA jika terjadi perubahan dalam komponen manfaat dan biaya (analisis nilai pengganti), dan 4) mencoba alternatif cara produksi DILA, yaitu jika hanya memproduksi per unit (skala kecil) dan kemungkinan bagi perusahaan yang telah beroperasi untuk menambah DILA ini sebagai produk tambahan.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin dan Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian dan beberapa toko besi dan material di sekitar Bogor-Jakarta. Data yang diperoleh berupa data primer yang merupakan hasil wawancara langsung dengan pihak yang terkait langsung dengan penelitian

(5)

serta data sekunder yang diambil dari internet, studi literatur, text book, dll. Pengolahan data dilakukan menggunakan automatic spreadsheet.

Analisis dilakukan dengan penilaian aspek pasar, aspek teknis dan menejemen. Sedangkan analisis finansial dilakukan menggunakan kriteria kelayakan investasi berupa perhitungan NPV, Net B/C ratio, IRR dan Payback Period. Usaha dikatakan layak jika nilai NPV> 0, Net B/C ratio ≥1, IRR ≥ discount rate, serta payback period sebelum umur proyek berakhir (semakin cepat semakin baik). Selain itu dilakukan suatu analisis sensitivitas berupa analisis nilai pengganti (switching value analysis) untuk melihat seberapa jauh proyek sensitif terhadap perubahan pada biaya dan manfaat. Analisis lain yang dilakukan adalah mencoba alternatif cara produksi DILA, yaitu jika hanya memproduksi per unit (skala kecil) dan kemungkinan bagi perusahaan yang telah beroperasi untuk menambah DILA ini sebagai produk tambahan.

Dari hasil analisis aspek pasar, teknis serta manajemen/organisasi didapatkan bahwa proyek layak untuk dilaksanakan. Hal ini ditunjukkan dengan tersedianya pasar yang luas mengingat DILA ini baru pertama kali diproduksi, manajemen pengelolaan perusahaannya juga sederhana, terciptanya lapangan kerja, serta kemudahan penggunaan teknologi dalam proses produksinya. Analisis finansial melalui kriteria kelayakan investasi pada discount rate 16% menghasilkan nilai NPV sebesar Rp –262 645 881, Net B/C ratio sebesar 0.771, dan Payback period > 10 tahun (umur proyek). Dari hasil analisis finansial, dapat disimpulkan bahwa perusahaan pembuat DILA ini tidak layak beroperasi karena akan menghasilkan kerugian.

Analisis switching value tidak dapat dilakukan karena perusahaan ternyata tidak layak untuk beroperasi. Oleh karena itu, dilakukan suatu metode trial and error dengan cara menaikkan harga jual. Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kenaikkan harga jual akan menyebabkan perusahaan pembuat DILA ini menjadi layak beroperasi (keuntungan normal). Dari hasil perhitungan didaptkan bahwa perusahaan ini akan layak beroperasi jika menaikkan harga jual minimal 22.5% dari harga awal.

Alternatif pembuatan DILA dalam skala kecil sesuai kebutuhan akan mengeluarkan biaya yang lebih sedikit dibandingkan membeli DILA yang sudah jadi. Alternatif menjadikan DILA sebagai produk tambahan pada perusahaan yang telah beroperasi sebelumnya menghasilkan nilai NPV sebesar Rp 7 204 224, B/C ratio 1.011, IRR 29% dan payback period pada tahun ketiga (discount rate16 %).

Berdasarkan hasil penelitian ini, saran yang dapat diberikan adalah: 1) pendirian perusahaan pembuat DILA yang baru ternyata tidak menguntungkan, oleh karena itu sebaiknya jika ingin mendirikan perusahaan baru, jangan hanya memproduksi DILA sebagai produk utama, melainkan menambah variasi produk yang akan dibuat supaya pangsa pasarnya juga meluas dan pemasukan bertambah, dan 2)jika mendirikan perusahaan pembuat DILA yang baru dianggap tidak menguntungkan maka baik juga jika DILA ini dijadikan salah satu produk tambahan pada perusahaan lain yang telah berproduksi sebelumnya, karena akan jauh lebih menguntungkan

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas setiap karunia dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi.

Skripsi yang berjudul “Studi Kelayakan Usaha Produksi Alat Dan

Mesin Pertanian (Studi Kasus : Produksi Ditcher Lengan Ayun Untuk

Saluran Drainase Pada Budidaya Tanaman Tebu Lahan Kering)”disusun

sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr.Ir. I Nengah Suastawa, MSc selaku dosen pembimbing yang telah banyak

memberikan bimbingan dan bantuan selama proses penyusunan skripsi ini 2. Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS dan Ir. Mohamad Solahudin, Msi yang telah

berkenan menjadi penguji pada ujian skripsi penulis.

3. Orang tua penulis yang senantiasa mendoakan dan mendukung penulis.

4. Alam, Ado, Azmi dan Bang Samsyul selaku rekan penulis selama melakukan penelitian. Terima kasih atas segala bantuan dan semangatnya.membantu penulis.

5. Teman-teman TEP 39 atas segala bantuan dan dukungannya

6. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, namun penulis tetap berharap skripsi ini bisa bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2006

(7)

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR. ... i DAFTAR ISI. ... ii DAFTAR TABEL. ... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi BAB I. PENDAHULUAN. ... 1 A. Latar Belakang. ... 1 B. Tujuan. ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. ... 4

A. Kondisi Pergulaan di Indonesia... 4

B. Alat Pembuat Alur Tanam, Guludan dan Saluran Drainase. ... 6

C. Studi Kelayakan Proyek... 9

1. Analisis Finansial. ... 11

2. Kriteria Kelayakan Investasi. ... 12

D. Analisis Nilai Pengganti (Switching Value Analysis)... 12

BAB III. METODE PENELITIAN. ... 14

A. Waktu dan Tempat... 14

B. Jenis Data. ... 14

C. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data. ... 14

1. Analisis Kelayakan Finansial. ... 15

2. Perhitungan Nilai Sisa (Residual Value). ... 17

3. Analisis Nilai Pengganti (Switching Value Analysis)... 17

4. Asumsi-Asumsi Dasar. ... 18

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. ... 20

A. Aspek Pasar, Teknis dan Manajemen... 20

1. Aspek Pasar... 21

a. Permintaan dan Penawaran. ... 23

b. Program Pemasaran. ... 25

(8)

b.2. Sasaran Pemasaran... 25

b.3. Standar Harga dan Pola Distribusi. ... 26

2. Aspek Teknis... 26

a. Penilaian Lokasi... 26

b. Komponen Fisik. ... 28

b.1. Bangunan... 28

b.2. Fasilitas Tenaga Listrik. ... 29

b.3. Pagar... 29

b.4. Peralatan/Perlengkapan Lainnya... 29

c. Spesifikasi dan Proses Produksi. ... 29

c.1. Spesifikasi Produk... 29

c.2. Proses Pembuatan (Produksi). ... 31

c.2.1. Proses Pembuatan Ditcher. ... 31

c.2.2. Proses Pembuatan Mekanisme Lengan Ayun. ... 33

3. Aspek Organisasi dan Manajemen. ... 36

1. Organisasi Pengelola. ... 36

2. Kebutuhan Tenaga. ... 37

B. Analisis Kelayakan Finansial ... 37

1. Arus Tunai (Cash Flow). ... 38

a. Arus Manfaat (Arus Masuk/Inflow)... 38

b. Arus Biaya (Arus Biaya/Outflow). ... 40

b.1. Biaya Investasi... 40

b.2. Biaya Operasional... 40

2. Kriteria Kelayakan Investasi. ... 42

3. Analisis Nilai Pengganti (Switching Value)... 44

4. Analisis Finansial Pembuatan DILA Sebagai Produk Tambahan... 44

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN. ... 46

A. Kesimpulan. ... 46

B. Saran. ... 47

DAFTAR PUSTAKA. ... 48

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Perkembangan jumlah penduduk, produksi, konsumsi dan impor

gula Indonesia. ... 5

Tabel 2. Harga eceran gula pasir di pasar domestik 1998-2004 (dalam rupiah per kg)... 6

Tabel 3. Penyusutan dan nilai sisa asset tiap tahun hingga akhir proyek. ... 39

Tabel 4. Rincian biaya pemeliharaan perusahaan pembuat DILA. ... 41

Tabel 5. Rincian biaya operasional perusahaan pembuat DILA. ... 42

Tabel 6. Hasil perhitungan kriteria kelayakan investasi pada discount rate 16%. ... 43

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Komponen-komponen yang menentukan harga gula. ... 4

Gambar 2. a) Furrower, b) Rotary ditcher. ... 8

Gambar 3. Bagian-bagian ditcher... 30

Gambar 4. Bagian-bagian mekanisme lengan ayun. ... 31

Gambar 5. a) Rangka ditcher, b) Ditcher. ... 33

Gambar 6. a) Pengeruk tanah, b) Roda mekanisme ... 34

Gambar 7. Ditcher lengan ayun (DILA)... 35

Gambar 8. DILA (tampak samping)... 35

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan DILA di Indonesia... 51 Lampiran 2. Biaya investasi perusahaan pembuat DILA. ... 53 Lampiran 3. Cash flow analisis kelayakan finansial perusahaan pembuat

DILA dengan discount rate 16%. ... 55 Lampiran 4. Cash flow perusahaan pembuat DILA ketika beroperasi

pada keuntungan normal (harga jual naik 22.5%) dengan

discount rate 16%... 57 Lampiran 5. Biaya pembuatan DILA per unit. ... 59 Lampiran 6. Cash flow usaha pembuatan DILA sebagai produk tambahan

pada perusahaan yang telah beroperasi. ... 61 Lampiran 7. Aliran pembuatan automatic worksheet... 63

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan industri gula merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian. Dengan demikian, pembangunan industri gula diarahkan menuju tercapainya swasembada gula yang mantap dan dinamik. Namun, hingga saat ini Indonesia masih mengimpor gula guna memenuhi konsumsi dalam negeri. Kenyataan ini tentu mengejutkan ditengah-tengah usaha pemerintah selama ini untuk mengusahakan tercapainya swasembada gula.

Impor gula ini terjadi karena diperkirakan konsumsi gula terus meningkat sementara produksi gula di Indonesia tidak akan bertambah lagi. Hal ini disebabkan semakin menciutnya lahan tanam tebu (lahan basah) sebagai bahan baku gula khususnya di pulau Jawa.

Menurunnya luasan lahan tanam tebu ini menyebabkan terjadinya pergeseran pertanaman atau budidaya tebu dari lahan sawah ke lahan kering. Oleh sebab itu, peningkatan produksi gula nasional pada saat ini lebih ditekankan pada upaya pengembangan budidaya tebu di lahan kering, baik di pulau Jawa maupun di luar Jawa.

Kedudukan lahan kering sebagai pemasok utama kebutuhan bahan baku tebu pabrik gula di masa mendatang akan semakin penting sejalan dengan semakin menyempitnya lahan sawah yang ditanami tebu. Namun, seperti yang diungkapkan Mayasari (2000) dalam penelitiannya, bahwa ada beberapa kendala yang dihadapi dalam pengembangan tebu lahan kering, antara lain: kemiringan lahan yang curam dengan tingkat erosi yang tinggi, iklim yang kering, pertumbuhan gulma yang tinggi, tingkat kesuburan tanah yang rendah dan reaksi tanah yang masam dengan kejenuhan alumunium yang tinggi.

Selain itu untuk mengoptimalisasikan waktu kerja dan tenaga kerja, perlu juga dilakukan budidaya tanaman tebu berbasis teknologi yaitu dengan menggunakan peralatan kebun dan mesin budidaya yang sesuai.

Salah satu alat yang digunakan dalam budidaya tebu khususnya dalam persiapan lahan tanam adalah kair yang ditarik oleh traktor roda empat. Kair ini

(13)

digunakan untuk membuat guludan tanah atau suatu gundukan tanah yang nantinya akan menjadi tempat bibit tebu akan ditanam. Alat lain yang digunakan adalah furrower. Furrower ini digunakan untuk membuka dan melempar tanah yang terpotong ke sisi sebelah kanan dan kiri sehingga terbentuk alur tanam. Selain itu pembuatan alur tanaman (sekaligus saluran drainase permukaan) di kebun tebu dapat dilakukan dengan alat khusus berupa rotary ditcher yang ditarik traktor roda empat dan diputar oleh tenaga PTO (Power Take Off) traktor. Saluran yang terbentuk di tepi alur tanam tersebut biasa digunakan sebagai saluran drainase. Saluran (got) drainase tersebut dibuat dalam dua jenis yaitu sejajar arah barisan tanam dan melintang barisan tanam untuk menyalurkan kelebihan air dari barisan-barisan tanam.

Baik alat rotary ditcher maupun furrower sama-sama menghasilkan saluran dengan bentuk V dengan buangan tanahnya menumpuk di kedua sisi saluran. Dengan kondisi ini, limpasan air dari arah melintang saluran akan terhalang oleh tanah di sisi saluran tersebut, sehingga sistem drainase tidak efektif. Oleh karena itu diperlukan alat pembuat saluran drainase (ditcher drainase) yang dapat mengatasi masalah tersebut.

Untuk mengatasi masalah yang ada, saat ini telah dibuat satu jenis alat yang berfungsi untuk membuat saluran drainase khususnya saluran (got) melintang. Alat ini dilengkapi dengan pengeruk dibagian belakangnya sehingga dapat mengatasi masalah penumpukan buangan tanah pada kedua sisi saluran. Alat yang diberi nama Ditcher Lengan Ayun (DILA) ini akan dapat membuat suatu saluran drainase yang dengan lebih efektif dan efisien. DILA ini juga dioperasikan dengan cara digandeng pada traktor roda empat namun tidak lagi menggunakan tenaga PTO dalam proses penggerakannya. Hal ini tentunya akan meminimalkan dan meringankan kerja traktor. DILA ini baru mulai dikembangkan dan diujicobakan, oleh karena itu masih belum diproduksi dalam skala besar.

Selain dapat menghasilkan bentuk saluran drainase sesuai yang diharapkan, DILA ini akan sangat menguntungkan bagi perkebunan tebu karena dapat menghemat waktu kerja dan biaya.

(14)

Mengingat fungsi dan manfaatnya yang sangat membantu dalam proses budidaya tanaman tebu khususnya pada proses persiapan lahan, maka perlu dilakukan suatu perhitungan nilai manfaat (analisis kelayakan usaha) dari DILA tersebut.

B. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis tingkat kelayakan usaha produksi DILA sebagai alat pembuat saluran drainase pada budidaya tebu lahan kering berdasarkan aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen/organisasi, dan aspek finansial.

2. Menganalisis kelayakan usaha produksi DILA dilihat dari kriteria NPV, Net B/C ratio, IRR dan Payback Period.

3. Menganalisis kembali usaha produksi DILA jika terjadi perubahan dalam komponen manfaat dan biaya (analisis nilai pengganti).

4. Mencoba alternatif cara produksi DILA, yaitu jika hanya memproduksi per unit (skala kecil) dan kemungkinan bagi perusahaan alat dan mesin pertanian yang telah beroperasi untuk menambah DILA ini sebagai produk tambahan.

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kondisi Pergulaan di Indonesia

Sebagai salah satu dari sembilan bahan pokok yang dibutuhkan banyak orang, harga gula harus bisa dicapai semua orang dan masih memberikan keuntungan bagi petani. Oleh karena itu, pemerintah turut serta dalam membuat ketentuan mengenai gula dengan tujuan :

1. melindungi produksi agar merangsang peningkatan produksi 2. menjaga kemampuan konsumen, dan

3. mengembangkan tata niaga gula pasir pedagang dalam negeri maupun perdagangan internasional.

Namun demikian, menurut Tim Penulis PS (2000) para petani masih lebih tertarik untuk menanam komoditas selain tebu yang dinilai lebih menguntungkan. Hal ini menunjukkan bahwa berbagai upaya yang dilakukan pemerintah masih belum efektif untuk mewujudkan berbagai tujuan di atas. Apabila harga gula tinggi, petani belum tentu memperoleh keuntungan dari tingginya harga tersebut. Hal ini dikarenakan banyaknya komponen yang menentukan harga gula, sebagai berikut :

Biaya tebang dan angkut tebu

Nilai yang diterima petani Harga provenue gula

Biaya penggilingan Biaya eksploitasi Harga pokok di PG

Pajak-pajak Harga eceran

Dana manajemen Marjin –distribusi

Gambar 1. Komponen-komponen yang menentukan harga gula (Tim Penulis PS, 2000)

Dengan demikian, jika harga pokok di Pabrik Gula (PG) sama, maka harga eceran sangat tergantung dari besar biaya distribusi. Semakin jauh dari PG atau semakin sukar jalan yang ditempuh, maka harga gula eceran semakin tinggi (Tim Penulis PS, 2000).

(16)

Pada tahun 1930-an, Indonesia pernah dikenal sebagai negara pengekspor gula yang sangat efisien di dunia. Dewan Gula Indonesia mencatat rata-rata produksi perusahaan perkebunan negara pernah mencapai 17,43 ton gula per hektar pada tahun 1940. Produktivitas ini menurun menjadi 10,74 ton gula per hektar pada tahun 1971. Sedangkan kini, rata-rata produksi kebun tebu hanya sekitar 4,7 ton gula per hektar (Hidayati, 2004).

Sementara produksi menurun, kebutuhan konsumsi gula nasional terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Tahun 2004, kebutuhan gula untuk konsumsi rumah tangga dan industri makanan mencapai 3,3 juta ton per tahun, sedangkan total produksi gula domestik sekitar 2 juta ton per tahun. Tak dapat dihindarkan, bahwa kekurangan pasokan gula sekitar 1,3 juta ton atau 45 % dari kebutuhan nasional dipenuhi dengan impor. Pergerakan volume produksi gula dalam negeri, volume konsumsi masyarakat dan kebutuhan impor gula dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan jumlah penduduk, produksi, konsumsi dan impor gula Indonesia Tahun Jumlah Penduduk (Ribu jiwa) Produksi (Ribu ton) Konsumsi (Ribu ton) Impor (Ribu ton) 1995 193 486 2 059 2 586 544 1996 196 807 2 094 3 193 1 099 1997 199 837 2 191 3 030 578 1998 202 873 1 488 2 327 844 1999 205 004 1 493 2 857 1 398 2000 209 004 1 690 3 223 1 538 2001 212 348 1 727 2 753 1 025 2002 218 980 1 755 3 190 1 435 2003 221 429 1 631 3 321 1 689 2004 224 418 2 051 3 366 1 314

Sumber : Dewan Gula Indonesia, 2004

Dari Tabel 1 di atas diperoleh bahwa impor gula meningkat pada tiap tahunnya. Impor terendah terjadi pada tahun 1995 yaitu sebesar 544.000 ton dan peningkatan tajam untuk impor terjadi pada tahun 2003 sebesar 1.689.000 ton atau hampir 50% dari kebutuhan konsumsi dalam negeri. Sedangkan produksi gula terendah terjadi pada tahun 1998 sebesar 1.488.000 ton.

(17)

Menurut Widyastutik (2005), berdasarkan gambaran dari Tabel 1 di atas terlihat bahwa ketergantungan Indonesia sangat tinggi terhadap impor gula dan kecenderungan produksi gula nasional yang rendah karena kondisi permasalahan industri gula nasional, akan menghambat kelangsungan industri pangan nasional pada umumnya. Sedangkan untuk harga eceran gula pasir di pasaran domestik dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Harga eceran gula pasir di pasar domestik tahun 1998-2004 (dalam rupiah per kg) Bulan Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Januari 1.763 3.500 2.616 3.600 3.857 3.963 3.941 Februari 1.756 3.388 2.494 3.628 3.784 4.269 3.963 Maret 1.636 2.875 2.431 3.712 3.632 4.242 3.944 April 2.100 2.397 2.510 3.790 3.494 4.945 4.025 Mei 2.238 2.397 2.497 3.926 3.263 4.544 4.063 Juni 2.316 2.638 2.789 4.069 3.206 4.902 4.066 Juli 2.788 2.269 3.235 3.823 3.222 4.282 4.065 Agustus 3.731 2.263 3.410 3.576 3.241 4.059 4.088 September 3.938 2.438 3.413 3.572 3.313 4.131 4.081 Oktober 3.669 2.390 3.366 3.875 3.456 4.138 4.094 November 3.406 2.400 3.566 3.656 3.913 4.175 4.246 Desember 3.500 2.722 3.545 3.719 3.966 4.038 4.797 Rata-rata 2.737 2.640 2.989 3.746 3.529 4.307 4.114

Sumber : Dewan Gula Indonesia, 2005

Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan produktivitas gula adalah dengan menerapkan program akselerasi bongkar ratoon. Arum Sabil, Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX, dalam Liliasari (2004) mengatakan bahwa dengan adanya program akselerasi bongkar ratoon ini, produksi tebu petani akan meningkat 100 –150 ton per hektar dari produksi saat ini yang hanya 80 ton per hektar. Peningkatan produksi tebu petani, menurut Arum, tidak akan berhasil jika tidak diimbangi dengan perbaikan pabrik gula. Perbaikan ini antara lain dalam investasi lahan, infrastuktur dan pemanfaatan teknologi (mesin-mesin) yang lebih modern.

(18)

B. Alat Pembuat Alur Tanam, Guludan dan Saluran Drainase

Menurut Pramuhadi (2005) dalam penelitiannya tentang pengolahan tanah pada budidaya tebu lahan kering, tindakan budidaya tebu optimum diawali dengan kegiatan pengolahan tanah optimum sehingga dihasilkan kondisi fisik tanah optimum.

Alat-alat pengolahan tanah yang biasa digunakan untuk penyiapan lahan di areal kebun tebu lahan kering adalah bajak subsoiler, bajak piring, bajak singkal, garu piring dan kair (Fauconnier, 1993).

Salah satu proses persiapan lahan tanam tebu adalah proses pengkairan. Pengkairan bertujuan membuat alur tanam (guludan) dengan menggunakan alat kair yang digandengkan pada traktor roda empat. Selain pembuatan guludan dan alur tanam, diperlukan juga pembuatan suatu got sejajar dan got melintang yang nantinya akan berfungsi sebagai saluran drainase. Proses pembuatan saluran drainase ini dikenal dengan nama ditching dengan alat berupa ditcher yang juga digandengkan pada traktor roda empat. Pembuatan saluran drainase ini ditentukan oleh topografi, ukuran petakan dan jenis tanah.

Fauconnier (1993) mengatakan bahwa tanaman tebu membutuhkan drainase perakaran yang baik. Bagi daerah-daerah yang bertanah poros dan mempunyai muka air tanah dalam (≥ 1m), biasanya tidak dijumpai masalah drainase. Muka air tanah yang yang disarankan adalah ± 40 cm dan idealnya 60 cm. Masalah ini biasanya timbul terutama di daerah tanah berat dengan muka air tanah yang dangkal dan daerah yang datar dimana pembuangan air selalu jadi masalah.

Karena fungsinya yang penting tersebut maka sangat perlu dibuat sebuah saluran drainase yang baik. Pembuatan saluran drainase ini biasanya dilakukan setelah pengkairan sedangkan pembuatan kairan dilakukan setelah pembajakan kedua atau setelah penggaruan tergantung dari kondisi tanah. Alat-alat yang berhubungan dengan pembuatan alur, guludan maupun saluran drainase yang umum digunakan pada budidaya tanaman tebu di Indonesia, yaitu furrower, rotary ditcher dan ridger.

Koga (1988) dalam Pramuhadi (2005) menyebutkan bahwa suatu furrower mempunyai dua buah sayap menyerupai singkal yang berfungsi untuk membuka

(19)

dan melempar tanah yang terpotong oleh ujung pisau furrower ke sisi sebelah kanan dan kiri. Hasil akhir pekerjaan ini berupa alur tanah dengan gundukan tanah di sisi kanan dan kiri sepanjang alur yang dibentuk oleh furrower. Kelebihan furrower antara lain :

a) dapat digunakan untuk satu atau lebih alur baris

b) dapat menggunakan hewan maupun traktor sebagai tenaga penarik c) dapat dikombinasikan dengan implemen yang lain

d) dapat digunakan sebagai alat penyiang.

Rotary ditcher merupakan implemen pengeruk tanah yang menggunakan sudu yang diputar oleh tenaga PTO traktor dan ditarik oleh traktor roda empat. Rotary ditcher ini mempunyai beberapa kelebihan, yaitu :

- mampu dioperasikan pada lahan yang lebih beragam - saluran yang dihasilkan lebih tepat dan rapi

- tidak terjadi penumpukan tanah di kedua sisi saluran - draft traktor lebih kecil

- saluran yang dibentuk dapat di tengah maupun di sebelah kiri atau kanan traktor.

Disamping itu, rotary ditcher ini juga mempunyai beberapa kekurangan, yaitu : - pemanfaatan PTO memberatkan kerja traktor

- perawatan harus lebih intensif karena merupakan bagian yang bergerak - harga relatif lebih mahal

- diperlukan maintanance yang lebih intensif sehingga kurang disukai.

(a) (b)

(20)

Ridger mempunyai fungsi untuk membuka alur (Smith, 1976). Ada beberapa macam ridger yaitu disk opener, hoe opener, runner opener, lister opener. Smith (1976) mengatakan bahwa alat pembuat alur pada prinsipnya adalah alat perata tanah dan pencetak yang dapat membentuk permukaan tanah dengan tanah yang rata. Prinsip kerja alat pembuat alur adalah mengeruk tanah dan membuangnya ke sisi kanan dan kiri sepanjang alur yang dibuat sehingga akan terbentuk bedengan atau guludan dengan profil yang seragam diseluruh lahan. Alat pembuat alur ini biasa disebut dengan furrower atau ridger.

C. Studi Kelayakan Proyek

Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari pengalokasian sumberdaya dari berbagai kebutuhan. Pilihan terhadap suatu sumberdaya timbul karena adanya faktor kelangkaan dan adanya kebutuhan sumberdaya yang semakin meningkat.

Menurut Pramudya (1991), proyek merupakan suatu rangkaian kegiatan menggunakan sejumlah sumber daya untuk memperoleh suatu manfaat (benefit). Didalamnya terdapat kegiatan-kegiatan yang mengeluarkan uang/biaya-biaya dengan harapan akan memperoleh hasil (Gittinger, 1986). Karena sumber-sumber yang tersedia dan yang dapat digunakan sifatnya terbatas, maka perlu dilakukan pemilihan antara berbagai penggunaan kompetitif dari berbagai sumberdaya.

Studi kelayakan proyek merupakan suatu analisa sistematis dan mendalam atas setiap faktor yang ada pengaruhnya tehadap kemungkinan proyek mencapai sukses (Edris, 1983). Disamping pengkajian mendalam atas semua faktor yang terlibat dalam proyek, studi kelayakan harus dapat menyuguhkan hasil analisis secara kuantitatif tentang manfaat yang akan diperoleh dibanding dengan sumber daya yang diperlukan (Soeharto, 2002)

Tujuan dilakukannya studi kelayakan proyek adalah untuk menghindari keterlanjuran penanaman modal yang terlalu besar untuk kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan (Husnan dan Suwarsono, 2000). Selain itu, Pramudya (1991) mengatakan bahwa studi kelayakan proyek ini perlu dilakukan untuk membantu pengambil keputusan dalam menentukan pemilihan investasi di dalam suatu proyek yang tepat, dari berbagai alternatif yang dapat dilaksanakan. Menurut Gray (2002), studi kelayakan proyek dapat juga digunakan untuk

(21)

mengetahui tingkat keuntungan yang dapat dicapai melalui investasi dalam suatu proyek.

Menurut Edris (1983) ada beberapa aspek penting yang perlu dikaji dalam suatu studi kelayakan proyek, antara lain: aspek pasar, aspek teknis, aspek institusional –manajemen - organisasi, aspek finansial dan aspek sosial ekonomi. a. Aspek Pasar

Menurut Husnan dan Suwarsono (2000) aspek pasar ini menempati prioritas pertama dan utama dalam suatu studi kelayakan proyek. Banyak dijumpai kegagalan proyek karena tidak tersedianya pangsa potensial yang cukup.

Pengkajian aspek pasar memang mencakup lingkup yang amat luas, tetapi umumnya dibatasi kepada analisis masalah prakiraan permintaan dan penawaran produk, pangsa pasar serta strategi pemasaran (Soeharto, 1998).

b. Aspek Teknis

Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan proyek secara teknis dan pengoperasiannya setelah proyek tersebut selesai dibangun (Husnan dan Suwarsono, 2000). Berdasarkan analisa teknis ini pula dapat diketahui rancangan awal penaksiran biaya investasi termasuk biaya eksploitasinya.

Pada dasarnya pengkajian aspek teknis ini terdiri dari penentuan letak geografis lokasi, pemilihan teknologi produksi, penentuan kapasitas produksi, denah instalasi dan bangunan instalasi (Soeharto, 2002)

c. Aspek Institusional - Manajemen - Organisasi

Aspek institusional membahas hal-hal yang berkenaan dengan pertimbangan mengenai sesuai tidaknya proyek dengan pola sosial masyarakat dan pemerintahan setempat serta susunan organisasi proyek agar sesuai dengan prosedur organisasi dan pemerintahan setempat (Gittinger, 1986).

Sedangkan aspek manajemen dan organisasi secara khusus mengkaji pertimbangan-pertimbangan pokok dalam membentuk suatu organisasi, bentuk kepemilikan usaha, skema organisasi, tenaga kerja (beserta spesifikasinya) serta jadwal proyek (Edris, 1983).

(22)

d. Aspek Finansial

Aspek finansial membahas cara untuk memperoleh modal/dana yang diperlukan untuk menjalankan proyek, serta bagaimana proyek dapat mengembalikan dana yang telah diperolehnya (Pramudya, 1991)

Sedangkan menurut Edris (1983), aspek finansial mencakup bagian-bagaian penting seperti : asumsi-asumsi pokok keuangan, jumlah biaya proyek, kebutuhan awal modal kerja, sumber pembiayaan proyek, laporan keuangan dan analisis keuangan.

e. Aspek Sosial Ekonomi

Menurut Soeharto (2002) pengkajian aspek sosial ekonomi menitikberatkan pada penelitian masalah biaya (cost), manfaat (benefit) dan kerugian atau beban (disbenefit) dari sudut kepentingan masyarakat/ nasional secara menyeluruh.

Sedangkan Edris (1983) mengungkapkan aspek sosial ekonomi ini dalam beberapa hal, seperti : bagaimana proyek berpengaruh pada penyerapan tenaga kerja dan penghasilan masyarakat sekitar lokasi proyek dengan mengingat perbaikan standar hidup keluarga dan perorangan (aspek sosial) serta pajak-pajak, dengan memperlihatkan bertambah besarnya pendapatan daerah dan pusat yang dapat dipergunakan pemerintah untuk membangun masyarakat.

1. Analisis Finansial

Dalam proses mengkaji kelayakan proyek atau investasi dari aspek finansial, pendekatan konvensional yang dilakukan adalah dengan menganalisis perkiraan arus kas keluar dan masuk selama umur proyek (Soeharto, 1998). Menurut Edris (1983) kelayakan finansial harus mengungkapkan secara terperinci apakah proyek akan menguntungkan dalam suasana persaingan yang ada dan dalam perekonomian yang tidak menguntungkan keadaannya.

Pramudya (1991) mengatakan bahwa analisis finansial ini dilakukan untuk kepentingan individu atau lembaga yang menanamkan modalnya dalam proyek tersebut, misalnya petani, wiraswastawan atau perusahaan. Nilai barang yang digunakan (misal: upah, harga barang) digunakan nilai yang berlaku di pasar (market price).

(23)

2. Kriteria Kelayakan Investasi

Dalam menilai suatu proyek atau usaha, kelayakan suatu usaha produksi sangat penting untuk dilihat agar keefektifan suatu proyek dapat direncanakan dan dianalisis. Mereka yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan suatu proyek atau usaha harus mempertimbangkan banyak aspek yang saling berhubungan dan berpengaruh dalam pengambilan keputusan.

Menurut Gray (2002), terdapat 3 macam kriteria investasi yang umum digunakan dan dapat dipertanggungjawabkan, yaitu:

1. Net Present Value (nilai bersih sekarang) atau NPV merupakan selisih present value arus manfaat dan biaya dihitung berdasarkan discount rate. 2. Internal Rate of Return (tingkat hasil internal) atau IRR merupakan

discount rate yang menjadikan NPV suatu proyek = 0

3. Net Benefit Cost (rasio manfaat biaya netto) atau Net B/C ratio merupakan angka perbandingan arus benefit bersih positif terhadap benefit bersih negatif.

Suatu proyek dapat dikatakan layak untuk dikembangkan jika dalam perhitungannya diperoleh NPV > 0, IRR > Discount Rate, Net B/C ≥1.

Tiga kriteria investasi yang disebutkan diatas memperhitungkan nilai waktu dan uang, sedangkan kriteria investasi yang tidak memperhitungkan nilai waktu dan uang adalah pay-back period (periode pengembalian). Menurut Soeharto (1995), pay-back period adalah jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal suatu investasi, dihitung dari aliran kas bersih (net). Aliran kas bersih adalah selesih pendapatan (revenue) terhadap pengeluaran (expenses) per tahun. Pay-back period biasanya dinyatakan dalam jangka waktu per tahun.

Berdasarkan pay-back period ini, suatu proyek yang yang mempunyai periode pengembalian lebih cepat akan lebih disukai dan proyeknya layak dikembangkan (Soeharto, 1995).

D. Analisis Nilai Pengganti (Switching Value Analysis)

Karena dalam analisa proyek banyak diperlukan ramalan (forecasting), maka perhitungan-perhitungan biaya dan manfaat mengandung banyak

(24)

ketidakpastian. Perubahan yang terjadi pada biaya serta manfaat yang diperoleh akan menimbulkan perubahan nilai NPV, B/C Ratio, dan IRR. Analisa kepekaan atau analisis sensitivitas (sensitiviy analysis) membantu menemukan unsur yang sangat menentukan hasil proyek (the critical elements). Analisa ini dapat membantu mengarahkan perhatian orang pada variabel-variabel yang penting untuk memperbaiki perkiraan-perkiraan dan memperkecil bidang ketidakpastian (Kadariah, 1988).

Analisis nilai pengganti atau switching value merupakan suatu variasi pada analisis sensitivitas dengan menentukan elemen-elemen yang mengalami perubahan dalam analisis usaha, yang akan diganti agar usaha dapat memenuhi tingkat minimum diterimanya dan menghasilkan NPV = 0 (Gittinger, 1986). Analisis nilai pengganti ini mencoba melihat kondisi kelayakan yang terjadi apabila dilakukan perubahan-perubahan dalam biaya dan manfaat. Analisis nilai pengganti dilakukan untuk melihat sampai sejauh mana perubahan yang terjadi dapat ditoleransi dan akhirnya membuat suatu usaha tidak layak untuk dilaksanakan.

Pada analisis nilai pengganti dicari beberapa nilai pengganti pada komponen biaya dan manfaat yang masih memenuhi kriteria minimun kelayakan investasi atau masih mendapatkan keuntungan normal. Keuntungan normal yang dimaksud terjadi jika NPV sama dengan nol, nilai IRR sama dengan tingkat diskonto yang digunakan dan nilai B/C ratio sama dengan satu.

(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret 2006 –Mei 2006. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Alat dan Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor serta beberapa Toko Besi, Material dan Teknik di Bogor dan Jakarta.

B. Jenis Data

Data yang dipakai dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer berupa komponen biaya pembuatan DILA, cara pembuatan DILA dan lain-lain diperoleh dari hasil pengamatan (survey) dan perhitungan di lapangan, dan keterangan langsung dari pihak-pihak yang terlibat dalam proses penelitian ini. Sedangkan data sekunder berupa harga eceran gula, luasan pabrik tebu, rumus perhitungan, tabel nilai discount rate dan lain-lain diperoleh dari Dewan Gula Indonesia, internet, studi literatur serta hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan suatu instansi/lembaga yang berkaitan dengan penelitian yang dilaksanakan.

C. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data

Metode pengolahan data dan analisis data dilakukan dengan menyusun daftar variabel yang akan ditabulasikan ke dalam tabel yang telah disediakan. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan Automatic Spreadsheet.

Metode analisis data yang digunakan dalam melakukan perhitungan adalah analisis kelayakan finansial dan analisis sensitivitas. Metode analisis finansial yang dilakukan adalah perhitungan kriteria investasi berupa NPV,IRR, B/C Ratio, dan Pay-back Period. Keempat metode kriteria investasi ini dipilih karena telah mewakili semua aspek penting, seperti nilai waktu dari uang serta evaluasi proyek untuk kepentingan umum atau sektor publik. Sedangkan

(26)

analisis sensitivitas dilakukan dengan menggunakan perubahan harga bahan baku dan perubahan harga jual produk.

1. Analisis Kelayakan Finansial

Analisis kelayakan finansial dari dari proyek pengembangan usaha produksi DILA ini dapat dilihat dari berbagai kriteria kelayakan investasi antara lain:

a. Net Present Value (nilai bersih sekarang) atau NPV merupakan

perbedaan antara nilai sekarang (present value) dari manfaat dan biaya yang dihitung berdasarkan discount rate. Dengan demikian apabila NPV bernilai positif, dapat diartikan juga sebagai besarnya keuntungan yang diperoleh dari proyek, begitu pula sebaliknya jika nilai NPV negatif, menunjukkan kerugian. NPV dapat dihitung dengan persamaan:

 

t t t i C B NPV     1 ...(1) di mana:

Bt = Keuntungan tahun ke-t (Aliran kas masuk tahun ke-t) Ct = Biaya tahun ke-t (Aliran kas keluar tahun ke-t)

i = indeks bunga per tahun atau arus pengembalian (rate of return) Dari hasil perhitungan NPV ini akan dapat diambil keputusan sebagai berikut:

- Jika NPV ≥0,maka proyek layak untukdilaksanakan. - Jika NPV < 0 maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan.

- Jika NPV = 0 maka proyek akan mendapat modalnya kembali setelah diperhitungkan discount rate yang berlaku.

b. Internal Rate of Return (tingkat hasil internal) atau IRR merupakan

discount rate yang menjadikan NPV suatu proyek = 0. Nilai IRR dapat dihitung dengan persamaan :

(27)

dimana:

Bt = Keuntungan tahun ke-t (Aliran kas masuk tahun ke-t) Ct = Biaya tahun ke-t (Aliran kas keluar tahun ke-t)

i = IRR = indeks bunga per tahun atau arus pengembalian (rate of return)

Dari hasil perhitungan IRR yang diperoleh dapat diambil keputusan sebagai berikut:

- Jika IRR ≥discount rate, maka proyek layak untuk dilaksanakan - Jika IRR < discount rate, maka proyek tidak layak untuk

dilaksanakan, karena pertumbuhan uang akibat investasi dari proyek tersebut lebih kecil daripada pertumbuhan uang jika ditabung di bank.

c. Net Benefit Cost (Rasio manfaat biaya netto) atau Net B/C ratio

merupakan angka perbandingan arus benefit bersih positif terhadap benefit bersih negatif. Net B/C ratio dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: negatif NPV positif NPV C NetB C B C B      / ...(3) dimana :

 

    n t t t t C B i C B positif NPV 1 1

untuk semua NPVB-Cpositif

 

    n t t t t C B i C B negatif NPV 1 1

untuk semua NPVB-Cnegatif

Dari hasil perhitungan Net B/C, pengambilan keputusan dapat dilakukan berdasarkan kriteria berikut :

1

0...(2) 1    

n t t t t IRR C B NPV

(28)

- Jika B/C ≥1,makaproyek layak untuk dilaksanakan - Jika B/C < 1, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan.

d. Pay-back Period (periode pengembalian)

Pay-back period adalah jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal suatu investasi, dihitung dari aliran kas bersih (net). Aliran kas bersih adalah selisih pendapatan (revenue) terhadap pengeluaran (expenses) per tahun. Pay-back period biasanya dinyatakan dalam jangka waktu per tahun. Pay-back period ini dapat dihitung dengan rumus :

I

V

P

...(4)

dimana :

P = waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal investasi V = jumlah modal investasi

I = Manfaat bersih rata-rata per tahun per periode

Semakin cepat modal investasi dikembalikan, maka semakin baik usaha/ proyek tersebut.

2. Perhitungan Nilai Sisa (Residual Value)

Menurut Gittinger (1986) dalam suatu kegiatan investasi, tidak semua biaya modal habis digunakan selama periode rencana investasi, sehingga tersisa satu nilai yang disebut nilai sisa (residual value). Nilai sisa dihitung pada saat proyek berakhir berdasarakan perhitungan penyusutan (depresiasi) asset per tahun sesuai dengan perkiraan umur ekonomisnya.

Soeharto (1998) mendefinisikan nilai sisa sebagai harga penjualan asset pada akhir umur penyusutan (depresiasi). Umumnya, untuk memudahkan perhitungan, nilai sisa dianggap sama dengan nol.

Metode penyusutan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode garis lurus (straight line depreciation). Metode garis lurus ini adalah

(29)

metode yang mengasumsikan bahwa penyusutan merata sepanjang periode asset masih berfungsi (Soeharto, 1998).

3. Analisis Nilai Pengganti (Switching Value Analysis)

Analisis sensitivitas dapat dilakukan dengan mengubah satu unsur atau mengkombinasikan perubahan beberapa unsur dan menentukan pengaruh perubahan tersebut pada hasil semula.

Pada penelitian ini akan dilakukan analisis nilai pengganti (switching value) yang merupakan bagian dari analisis sensitivitas yaitu dengan melakukan perubahan pada beberapa parameter penting, antara lain kenaikan harga bahan baku pembuatan DILA yang tentunya akan menaikkan biaya operasional dan penurunan harga jual produk yang juga akan mempengaruhi pemasukan perusahaan. Dari hasil yang didapatkan nantinya akan diketahui sejauh mana ketahanan proyek dapat berjalan seiring dengan perubahan-perubahan yang terjadi.

Dengan melakukan analisis nilai pengganti ini akan didapatkan nilai keuntungan normal, yaitu saat NPV bernilai nol, IRR sama dengan discount rate yang digunakan, dan B/C ratio sama dengan satu.

4. Asumsi-Asumsi Dasar

Berikut adalah asumsi-asumsi dasar yang digunakan dalam perhitungan analisis finansial:

1. Biaya investasi, yaitu biaya pembelian mesin dan alat produksi, alat-alat kantor dan lain-lain dikeluarkan pada tahun ke-nol.

2. Seluruh data fisik yang digunakan dalam analisis ini adalah data yang berlaku pada saat penelitian berlangsung yaitu dari bulan Maret hingga Mei 2006.

3. Umur proyek mengikuti dua kali umur ekonomis mesin dan alat produksi yaitu 10 tahun (dengan catatan mesin produksi utama mengalami reinvestasi pada tahun keenam), karena alat dan mesin produksi ini merupakan komponen yang penting dalam produksi DILA.

(30)

4. Diasumsikan pada tahun pertama, perusahaan sudah berproduksi dan mulai menjual produk untuk waktu penuh.

5. Nilai manfaat dan biaya selama umur proyek diasumsikan tetap. Perubahan yang terjadi akan diperhitungkan dalam analisis nilai pengganti (switching value).

6. Discount rate (bunga bank) yang digunakan sebesar 16%. Nilai ini didapatkan berdasarkan pada tingkat suku bunga rata-rata peminjaman/kredit dari bank umum di Indonesia tahun 2006, yaitu sebesar 16%.

7. Sumber modal seluruhnya adalah milik sendiri.

8. Besarnya pajak penghasilan ditentukan berdasarkan kriteria pajak dalam pasal 17 UU RI tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas UU no. 7 tahun 1983. Penghasilan bersih < 50 juta rupiah per tahun dikenakan pajak sebesar 10%, penghasilan bersih antara 50 –100 juta rupiah per tahun dikenakan pajak 15 %, dan penghasilan bersih > 100 juta rupiah per tahun dikenakan pajak 30%. Sedangkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah 10% karena DILA ini bukan termasuk barang mewah.

(31)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. ASPEK PASAR, TEKNIS DAN MANAJEMEN

Penelitian yang dilakukan ini cukup luas, mencakup hampir semua aspek penting yang harus dimiliki dan diketahui sebelum memulai sebuah usaha. Proyek pendirian perusahaan pembuat DILA ini direncanakan karena prospek penjualannya yang meyakinkan mengingat alat ini merupakan sebuah produk baru yang sangat bermanfaat dan membantu proses budidaya tanaman tebu.

Kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah menyusun suatu studi kelayakan usaha produksi DILA dilihat dari berbagai aspek, yang nantinya akan menunjukkan apakah usaha ini layak atau tidak layak. Selain perencanaan pendirian perusahaan pembuat DILA yang baru (kasus pertama), juga hendak dianalisis kemungkinan pengembangan DILA ini sebagai produk tambahan pada perusahaan alat dan mesin pertanian yang telah berproduksi sebelumnya (kasus kedua).

Pada kasus yang pertama (pendirian perusahaan pembuat DILA yang baru) ada begitu banyak hal yang harus dianalisis mengingat bahwa ini adalah suatu usaha yang menginvestasikan dana yang cukup besar. Hal-hal yang dianalisis mencakup beberapa aspek. Aspek pertama adalah aspek pasar yang merupakan aspek terpenting dalam memulai suatu usaha. Keadaan pasar yang baik tentunya akan menguntungkan dalam memulai suatu usaha. Beberapa hal yang dianalisis dalam aspek pasar ini adalah tentang permintaan dan penawaran produk, serta tentang program pemasaran produk, termasuk didalamnya kapasitas pemasaran (jumlah produksi), sasaran pemasaraan (konsumen) serta standar harga yang berlaku dan pola distribusi produk.

Aspek berikutnya adalah aspek teknis yang juga tak kalah pentingnya dari aspek pasar, karena dalam analisis aspek teknis ini tercakup hal-hal yang berkaitan dengan berjalanannya operasioanl perusahaan. Beberapa hal yang dianalisis dalam aspek teknis adalah penilaian lokasi usaha, komponen dan sarana fisik perusahaan seperti bangunan, kendaraan, fasilitas listrik dan lain-lain. Selain

(32)

itu aspek teknis ini juga menganalisis tentang spesifikasi produk serta cara pembuatan produk, dalam hal ini DILA.

Aspek ketiga yang dianalisis adalah aspek manajemen dan organisasi yang erat kaitannya dengan pelaksanaan kegiatan perusahaan. Aspek manajemen dan organisasi ini menganalisis tentang susunan jabatan organisasi pengelola perusahaan serta kebutuhan tenaga kerja, yang mencakup spesifikasi jabatan dan persayaratan untuk mengisi jabatan yang tersedia.

Aspek terakhir yang dibahas pada penelitian ini berkaitan dengan pendirian sebuah perusahaan pembuat DILA yang baru adalah aspek finansial. Aspek finansial ini penting karena menyangkut keuntungan dan kerugian yang akan didapatkan oleh perusahaan sebelum beroperasi, selama beroperasi bahkan pada saat proyek berakhir. Aspek finansial ini nantinya akan menganalisis arus masuk dan keluar dari proyek yang sedang dijalankan, serta menilai kelayakan usaha pembuatan DILA ini dilihat dari beberapa kriteria kelayakan usaha. Selain itu akan dilakukan beberapa percobaan perubahaan harga terhadap beberapa komponen penting untuk melihat sejauh mana usaha yang direncanakan ini dapat bertahan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi.

Sedangkan untuk kasus kedua, dimana DILA diproduksi sebagai produk tambahan pada suatu perusahaan alat dan mesin pertanian yang telah ada. Pada kasus kedua ini, masih perlu dilakukan analisis aspek pasar, aspek teknis, serta aspek finansial, namun pada penelitian ini analisis kasus kedua lebih difokuskan pada aspek finansial. Jika dibandingkan dengan kasus pertama seharusnya pembuatan DILA sebagai produk tambahan ini menghasilkan keuntungan yang lebih besar, karena pada kasus kedua ini perusahaan tidak perlu melakukan investasi berupa bangunan, kendaraan, alat dan mesin produksi, dll. Pada kasus kedua ini juga dimasukkan suatu alternatif bagi perusahaan gula atau perkebunan tebu yang hendak memproduksi (dalam skala kecil) DILA ini untuk kepentingan sendiri.

1. ASPEK PASAR

Dalam tujuan untuk mengembangkan suatu usaha, maka aspek pasar dari hasil produksi patut diketahui. Selain mempertimbangkan pasar dari produk yang

(33)

dihasilkan, perlu juga dilakukan pertimbangan terhadap persaingan usaha yang semakin tajam. Aspek pasar ini sangat penting sehingga menjadi tempat atau prioritas utama dari produsen atau investor untuk mempertimbangkan pendekatan yang akan digunakan untuk merebut minat konsumen.

DILA ini dibuat secara semi mekanis, dengan bantuan mesin, namun sebagian besar pengerjaannya dibuat oleh manusia. Hasil akhirnya akan berupa alat pembuat got melintang (DILA) siap pakai. Cara pemakaian alat ini adalah dengan menggandengkannya pada traktor roda 4, sama seperti penggunaan bajak singkal maupun rotari. Seperti sudah disebutkan sebelumnya, fungsi atau kegunaan DILA ini adalah sebagai pembuat got melintang sekaligus saluran drainase permukaan di kebun tebu, khususnya kebun tebu lahan kering.

Keistimewaan dari DILA ini adalah terdapatnya sepasang pengeruk dibagian belakangnya sehingga dapat mengatasi masalah penumpukan buangan tanah pada kedua sisi saluran, yaitu dengan mengangkat tumpukan tanah yang terdapat ditengah saluran dan menaruhnya ditumpukan guludan. Pada alat lain sejenis yang telah ada (furrower, kair maupun rotary ditcher), buangan tanah di kanan dan kiri saluran tampak menumpuk sehingga diperlukan tenaga manual (manusia) untuk menyingkirkan tumpukan tanah itu karena menghalangi jalannya air (menyebabkan kemampatan). Selain itu, DILA ini tidak menggunakan tenaga PTO dalam proses penggerakannya. Hal ini tentunya akan meminimalkan dan meringankan kerja traktor.

Dengan melihat aspek pasar yang sangat penting ini, maka perusahaan atau proyek yang dijalankan ini harus mempertimbangkannya sematang mungkin. Untuk DILA ini tentu saja pasarnya adalah perusahaan gula dan kebun tebu di seluruh Indonesia. Namun, mengingat sebagian besar perkebunan/areal tebu terdapat di pulau Jawa, maka target utama pemasaran DILA ini adalah di pulau Jawa. Pulau Jawa ini memberikan kontribusi 67% dari total hasil tebu di seluruh Indonesia. Dengan luas areal tebu yang mencapai 322 445 ha (tahun 2004), diperlukan alat-alat modern seperti DILA ini untuk membantu pengolahan dan persiapan lahan tanamnya sehingga berpengaruh dalam peningkatan produkstivitas tebu.

(34)

Dengan melihat luas areal perkebunan tebu yang mencapai 322 445 ha tersebut, tentu saja prospek penjualan alat ini akan sangat baik, karena produk sejenis belum pernah diproduksi dan dipasarkan di dalam negeri. Produk sejenis yang ada (furrower, kair, rotary ditcher) baru dapat dibeli secara impor dengan harga yang lebih mahal, dan kadang kurang sesuai dengan kontur dan jenis tanah kebun tebu di Indonesia. Selain itu, produk sejenis yang telah ada belum dapat memenuhi fungsi yang diinginkan.

Mengingat ini adalah perusahaan pertama yang memproduksi DILA pembuat got melintang di Indonesia, maka persaingan belum terlalu berat. Selain itu karena DILA ini merupakan produk yang telah dipatenkan, maka perusahaan pembuat DILA yang akan didirikan ini akan memegang seluruh lisensi penjualan DILA (memonopoli usaha produksi DILA). Jadi diasumsikan bahwa seluruh permintaan dan kebutuhan DILA di Indonesia akan dipenuhi oleh perusahaan pembuat DILA ini. Jika ada perusahaan lain yang ingin memproduksi DILA ini, maka perusahaan lain itu harus membayarkan royalti kepada perusahaan pembuat DILA ini.

Kompetitor dari luar negeri untuk produk sejenis sudah cukup banyak, namun produk yang dijual tidaklah sama persis. Persaingan ini dapat diatasi dengan meningkatkan kualitas produk serta menjual produk dengan harga yang murah, lebih murah dibandingkan produk lain yang sejenis. Harga yang murah sangat penting, karena di Indonesia selama ini konsumen masih lebih mementingkan harga yang murah dibandingkan kualitas produk. Namun tetap, harga yang murah juga harus disertai dengan kualitas produk yang baik.

a. Permintaan dan Penawaran

Melihat dari target pemasarannya yang berupa perkebunan dan petani tebu, maka perlu dilakukan suatu perkiraan permintaan. Dengan luas lahan tebu yang mencapai 322 445 ha pada tahun 2004, maka dapat diperkirakan prospek penjualan DILA ini akan baik, mengingat kegiatan pengolahan lahan sebelum tanam merupakan proses yang paling berat dari keseluruhan proses budidaya tanaman tebu. Proses pengolahan lahan ini mengkonsumsi energi sekitar ⅓ dari keseluruhan energi yang dibutuhkan dalam proses budidaya (Suastawa, 2001).

(35)

Untuk mengurangi konsumsi energi yang besar itu, maka diperlukan suatu sistem pengolahan lahan yang modern menggunakan alat-alat yang modern.

Kebutuhan DILA di Indonesia didapatkan dengan menghitung Kapasitas Lapang Efektif (KLE) DILA dan luasan lahan yang harus diolah pada setiap musim tanam. Dari hasil perhitungan pada Lampiran 1, didapatkan nilai KLE DILA sebesar 5.7 ha/jam.

Diasumsikan bahwa dalam satu hari DILA dapat beroperasi selama 5 jam (studi kasus PG Jatitujuh), sehingga DILA dapat mengolah 28.5 ha lahan per hari.

Untuk studi kasus kebutuhan DILA di PG Jatitujuh yang memiliki luas lahan plant cane sebesar 1800 ha dan waktu pengolahan lahan efektif tiap tahun selama 105 hari (Hidayat, 2005), maka hanya diperlukan 1 unit DILA dengan asumsi bahwa luas lahan plant cane yang harus diolah adalah sama setiap hari selama waktu pengolahan lahan efektif, yaitu 17.14 ha per hari selama 105 hari.

Namun, penggunaan DILA pada PG Jatitujuh dianggap kurang efektif menurut nilai KLE-nya. Dengan kemampuan DILA mengolah lahan seluas 28.5 ha per hari hanya dipakai untuk mengolah lahan seluas 17.14 ha per hari.

Perhitungan kebutuhan DILA di Indonesia juga didapatkan dengan menghitung luasan lahan yang mengalami plant cane setiap tahunnya. Diasumsikan tiap tahunnya, lahan tebu yang mengalami plant cane adalah 1/3 dari total luas lahan tebu yaitu sekitar 107 481.667 ha. Namun tidak semua lahan plant cane ini akan diolah menggunakan mekanisasi yang modern. Oleh karena itu, dengan mengasumsikan bahwa 1/3 dari lahan plant cane tersebut akan mengalami pengolahan secara manual (sistem Reynoso), maka luasan lahan plant cane di Indonesia tiap tahunnya adalah 71 654.45 ha (2/3 dari 107 481.667 ha).

Mengingat kemampuan DILA mengolah 28.5 ha lahan per hari dengan waktu kerja efektif 105 hari, maka diperlukan 24 unit DILA untuk mengolah lahan seluas 71 654.45 ha dengan asumsi luasan lahan yang diolah adalah sama setiap hari selama 105 hari efektif pengolahan yaitu seluas 682.42 ha.

Dari total kebutuhan DILA per tahun yang mencapai 24 unit, maka perusahaan pembuat DILA ini akan memproduksi seluruhnya. Proses produksinya sendiri tidak akan berlangsung sekaligus (24 alat) dalam satu tahun, namun akan dibagi menjadi 2 tahun produksi, dimana setiap tahun perusahaan ini akan

(36)

memproduksi DILA sebanyak 12 unit. Hal ini disebabkan asumsi bahwa konsumen tidak akan langsung membeli DILA ini pada tahun pertama, melainkan bergantian di tahun pertama dan kedua.

Umur ekonomis dari DILA ini adalah 3 tahun. Hal ini diasumsikan berdasarkan beratnya kerja DILA di lapangan serta luasnya lahan yang harus diolah pada setiap musim tanam. Pada tahun ketiga produksi, konsumen dianggap akan membeli DILA ini sebagai stok selain DILA yang sudah dibeli pada tahun sebelumnya. Barulah pada tahun keempat, konsumen yang membeli pada tahun pertama akan melakukan reinvestasi karena umur ekonomis alat yang sudah habis. Jika dibandingkan dengan umur ekonomis alat dan mesin pertanian lain yang biasanya mencapai 5 tahun, maka umur DILA ini dapat dikategorikan cepat. Selain mempertimbangkan kerja DILA yang cukup berat, juga dipertimbangkan dari segi perawatan DILA sendiri. Jika DILA mengalami proses maintanance yang baik, maka umur ekonomisnya juga akan lebih lama.

b. Program Pemasaran

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keadaan pasar dari DILA ini, baik faktor intern maupun faktor ekstern. Faktor intern antara lain adalah kualitas produk, harga jual dan pemasaran. Sedangkan faktor ekstern meliputi persaingan pasar dan masalah transportasi produk.

b.1. Kapasitas Pemasaran

Berdasarkan perhitungan total kebutuhan DILA di Indonesia (Lampiran 1), maka tiap tahun perusahaan akan memproduksi 12 unit DILA. Keadaan ini diasumsikan tetap, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk produksi dan penerimaan yang didapatkan juga tetap selama umur proyek (10 tahun).

Harga jual DILA yang ditetapkan adalah sebesar Rp15 253 909/ unit.

b.2. Sasaran Pemasaran

Sasaran pemasaran DILA ini adalah pabrik gula, petani dan pemilik perkebunan tebu di seluruh Indonesia, khususnya kebun tebu lahan kering. Luas areal kebun tebu di Indonesia tahun 2004 adalah sebesar 322 445 ha, dengan spesifikasi 248 566 ha milik BUMN dan 73 879 ha milik swasta. Luasan areal kebun tebu terbesar sejauh ini masih didominasi pulau Jawa, oleh karena itu target pemasaran terbesar adalah di pulau Jawa.

(37)

b.3. Standar Harga dan Pola Distribusi

Dari perhitungan yang telah dibuat maka diperoleh harga produksi DILA per unitnya adalah sebesar Rp 15 253 909. Harga DILA ini akan menjadi patokan harga untuk penjualan, tentunya setelah ditambahkan dengan persenan keuntungan yang diharapkan oleh perusahaan. Dengan demikian, proyek diharapkan akan mampu bersaing dalam merebut minat konsumen.

Selain itu juga perlu dilakukan peningkatan pelayanan yang baik seperti ketepatan waktu pengiriman, sistem pembayaran, dan kompensasi atas kerusakan produk (penggantian atau servis).

Dalam hal penjualan DILA ini, pembayaran akan dilakukan secara tunai atau maksimal jatuh tempo setelah 1 (satu) bulan dengan persyaratan uang muka sebesar minimal 50% dari harga penjualan.

2. ASPEK TEKNIS

Kelancaran suatu usaha sangat ditentukan oleh teknis dan teknologi dan dimiliki oleh perusahaan. Jika suatu perusahaan mempunyai aspek teknis yang baik, sudah pasti produksi akan berjalan dengan lancar.

Analisa teknis dalam usaha produksi DILA ini dimaksudkan sebagai suatu cara untuk menguji hubungan-hubungan teknis yang mungkin dalam kegiatan yang sedang direncanakan, diusulkan atau sedang dilaksanakan.

a. Penilaian Lokasi

Pemilihan lokasi merupakan suatu titik awal yang menentukan terhadap keberhasilan suatu industri. Pemilihan lokasi yang salah atau kurang tepat, akan menimbulkan berbagai masalah termasuk tambahan input dan biaya operasional yang lebih besar serta dampak lingkungan yang merugikan.

Analisa teknis dalam penilaian dan pemilihan lokasi ini terutama didasarkan atas berbagai pertimbangan kondisi lingkungan. Kriteria utama yang harus dipertimbangkan dalam menentukan lokasi proyek antara lain: ketersediaan bahan baku, letak pasar yang dituju, tenaga listrik dan sumber air, suplai tenaga kerja serta fasilitas transportasi yang memadai.

Untuk lokasi proyek dan tempat usaha sendiri direncanakan perusahaan pembuat DILA ini akan menyewa suatu lahan dan bangunan produksinya.

(38)

Pertimbangan untuk menyewa tempat usaha ini antara lain untuk menghemat biaya investasi, mengingat tingkat produksi DILA per tahun yang tidak terlalu besar. Selain itu perusahaan pembuat DILA ini termasuk dalam skala usaha kecil dengan jumlah karyawan kurang dari 20 orang. Untuk menutupi berbagai biaya operasional dan lainnya, maka diputuskan bahwa perusahaan akan menyewa tempat usaha.

Lokasi usaha yang dipilih tentunya harus sesuai dengan kriteria utama yang diharapkan. Selain kriteria utama pemilihan lokasi di atas, masih ada beberapa kriteria pendukung yang harus diperhatikan dalam menentukan lokasi proyek. Pertama lokasi proyek harus memikirkan kondisi iklim dan keadaan tanah. Keadaan tanahnya harus cukup baik dan layak dipakai menjalankan usaha serta iklimnya cukup baik.

Kedua mengenai sikap masyarakat setempat (adat istiadat). Lokasi proyek harus terletak agak jauh dari pemukiman penduduk agar kegiatan produksi dan usahanya tidak mengganggu keadaan masyarakat sekitar proyek.

Yang ketiga tentang rencana masa depan perusahaan atau rencana perluasan produksi. Lokasi yang dipilih harus mendukung rencana perluasan proyek sewaktu-waktu dengan lokasi proyek tambahan yang berdekatan dengan lokasi proyek yang sudah ada.

Sebelumnya telah direncanakan untuk membeli tanah dan mendirikan bangunan sebagai investasi awal dari pembuatan perusahaan pembuat DILA ini. Lokasi perusahaan yang dipilih adalah Jalan Raya Sindang Barang dekat Terminal Bubulak Darmaga Bogor, Terminal Angkutan Umum dan Pasar Laladon. Selain letaknya yang strategis di pinggir jalan dan dekat dengan pusat transportasi, sumber listrik, air dan bahan bakar juga dapat diperoleh dengan mudah. Tenaga kerja yang diperlukan juga mudah diperoleh dengan pemilihan lokasi tersebut, karena daerah Terminal Bubulak Darmaga Bogor itu terletak dipinggir jalan raya sehingga mudah dijangkau, baik dengan kendaraan umum maupun dengan kendaraan pribadi.

Kendala yang ada pada lokasi ini memang pada distribusi dan ketersediaan bahan baku. Bahan baku pembuatan DILA ini didatangkan dari Jakarta, oleh karena itu agak jauh dan membutuhkan biaya tambahan untuk pengangkutannya

(39)

sampai ke lokasi proyek (Bogor). Kendala yang lain adalah daerah pemasaran yang terletak cukup jauh dari lokasi perusahaan sehingga membutuhkan biaya distribusi yang cukup tinggi serta waktu distrbusi yang juga cukup lama. Namun, pemborosan biaya pengangkutan bahan baku dan pengiriman dapat diimbangi dengan kelebihan-kelebihan lain dari lokasi ini.

Alternatif pendirian perusahaan pembuat DILA diatas lahan dan bangunan milik sendiri akan menghasilkan kerugian, mengingat biaya pembelian tanah dan pendirian bangunan usaha yang memakan biaya Rp 735 400 000. Nilai ini cukup besar sebagai investasi awal mengingat pemasukan yang didapatkan perusahaan tiap tahunnya tidak terlalu besar karena kapasitas produksi yang terbatas.

b. Komponen Fisik

Komponen fisik perusahaan pembuat DILA yang direncanakan ini terdiri dari: bangunan, fasilitas tenaga listrik, pagar dan perlengkapan lainnya. Untuk bangunan, instalasi listrik serta pagar telah tersedia pada saat penyewaan lokasi produksi, sedangkan peralatan produksi dan perlengkapan kantor dan lain-lain diinvestasi sendiri oleh perusahaan. Seperti telah disebutkan diatas bahwa perusahaan awalnya hendak beroperasi pada lahan dan bangunan milik sendiri, namun dengan biaya invesatsi tanah dan bangunan yang cukup besar tampaknya keuntungan perusahaan tidak akan mampu menutupi biaya investasi bahkan hingga proyek berakhir.

b.1. Bangunan

Secara umum, konstruksi bangunan dipilih haruslah yang tahan terhadap cuaca dan korosi serta terbuat dari bahan yang ringan tapi kuat. Bangunan yang dimaksud meliputi: bangunan unit produksi (pabrik/bengkel), kantor, gudang penyimpanan bahan baku, gudang penyimpanan stok, kamar mandi, pos satpam, serta musholla. Untuk bangunan pabrik (bengkel) dan gudang, diinginkan bangunan yang sederhana saja dengan atap berupa asbes dan lantai semen, sedangkan untuk kantor dan bangunan lainnya menggunakan atap genting dan lantai keramik.

(40)

b.2. Fasilitas Tenaga Listrik

Listrik sangat diperlukan untuk mengoperasikan peralatan dan mesin-mesin produksi serta sebagai sarana penerangan lingkungan, kantor, pabrik dan lain sebagainya. Fasilitas ini dipilih dari jenis yang tahan karat.

b.3. Pagar

Pagar diperlukan untuk membatasi lokasi dan wilayah pabrik. Pemasangan pagar ini bertujuan untuk menjaga keamanan dan sebagai batasan wilayah proyek.

b.4. Peralatan/ perlengkapan lainnya

Termasuk ke dalam kategori ini adalah peralatan/perlengkapan yang diperlukan dalam proyek produksi DILA ini tetapi tidak termasuk dalam kategori yang telah disebutkan di atas. Perlengkapan/peralatan yang dimaksud meliputi: alat dan mesin produksi, alat sanitasi, alat transportasi, alat komunikasi, alat-alat kantor, dan sebagainya.

c. Spesifikasi dan Proses Produksi c.1. Spesifikasi Produk

DILA didisain untuk membentuk saluran drainase berbentuk trapesium. Prinsip kerja dari DILA ini adalah membuka tanah, mengangkat dan menumpahkannya di atas guludan. Mekanisme yang digunakan pada DILA ini adalah suatu DILA yang menggunakan tenaga tarik traktor dengan tiga titik gandeng sebagai mekanisme penggandengannya tanpa menggunakan tenaga PTO. Terdapat dua bagian utama dari DILA ini, yaitu ditcher dan mekanisme lengan ayun.

Ditcher tersusun dari beberapa bagian, antara lain:

1. Kaki ditcher yang berfungsi sebagai penyokong sayap

2. Pisau penusuk yang berfungsi untuk membuka tanah pertama dan mengatur dalam pencapaian kedalaman tanah yang diinginkan.

3. Sepasang pisau bajak berbentuk V yang berfungsi untuk memotong tanah dan membentuk profil bagian dasar saluran drainase. Pisau ini nantinya akan disambungkan dengan sayap menggunakan dudukan pisau yang telah disesuaikan dengan kelengkungan sayap.

(41)

4. Sayap memiliki permukaan lengkung yang lebih landai dari bajak sehingga dapat mengalirkan tanah yang telah dipotong oleh pisau ke arah samping kanan dan kiri ditcher tanpa membalik tanah. Selain itu sayap juga berfungsi untuk membentuk profil bagian kiri dan kanan saluran drainase. Untuk mempertahankan posisi sayap tetap berada ditengah, maka dipasang batang penopang di bagian belakang sayap.

5. Pisau samping berfungsi untuk memotong dan merapikan profil dinding samping saluran drainase.

6. Rangka tarik berfungsi menarik DILA dengan traktor sekaligus sebagai penopang mekanisme lengan ayun.

Rangka tarik Pisau penusuk Pisau bajak kaki Stabilizer Sayap Pisau samping

Gambar 3. Bagian-bagian ditcher

Sedangkan mekanisme lengan ayun sendiri terdiri dari:

1. Rangka mekanisme yang berfungsi sebagai tempat dudukan lengan ayun. 2. Roda penggerak mekanisme yang berfungsi sebagai sumber gerak translasi

dan menghasilkan gaya angkat.

3. Pemegang roda yang berfungsi sebagai tempat roda penggerak mekanisme lengan ayun.

(42)

4. Lengan ayun yang berfungsi menjaga pergerakan roda penggerak dan pemegang roda tetap horizontal dan sejajar permukaan lintasan roda. 5. Pipa mekanisme yang berfungsi meneruskan gaya angkat dari lengan ayun

ke lengan ayun belakang.

6. Lengan ayun belakang berfungsi untuk menjaga pergerakan pengeruk tetap horizontal dan sejajar permukaan tanah.

7. Pengeruk tanah berfungsi untuk mengeruk tanah dan menggeser serta memindahkan tanah dari dasar alur antara guludan ke puncak guludan. 8. Standar mekanisme lengan ayun yang berfungsi untuk menahan lengan

ayun pada posisi terendah.

pengeruk pengeruk

roda

rodamekanismemekanisme

rangka rangkautamautama

lengan lenganayunayun

depan depan lengan

lenganayunayun belakang belakang

poros poros mekanisme

mekanisme rangkarangkamekanismemekanisme

Gambar 4. Bagian-bagian mekanisme lengan ayun

c.2. Proses Pembuatan (Produksi) c.2.1. Proses Pembuatan Ditcher

Pada bagian Ditcher ini, yang pertama kali dibuat adalah kaki ditcher. Kaki ditcher ini terbuat dari plat besi setebal 30 mm yang telah dipotong sesuai dengan pola yang diinginkan. Pada bagian kaki dibuat lubang baut pengunci menggunakan mata bor M23. Kaki ditcher ini nantinya akan dipasang pada suatu

(43)

dudukan remanen (jig) dan ditempelkan dengan besi siku 30×30 mm tebal 3 mm pada bagian belakangnya menggunakan las titik.

Pisau penusuk terbuat dari besi plat ukuran 30 × 5 cm dan tebal 15 mm. Pisau penusuk yang dibuat haruslah sangat tajam. Oleh karena itu, besi plat yang telah dipotong membentuk pola dasar pisau penusuk harus ditajamkan dan dikeraskan lagi. Pisau ini kemudian dipasang miring dengan dengan sudut 15o. Pemasangannya dengan cara meratakan pisau dengan ujung atas kaki ditcher.

Selanjutnya pembuatan pisau bajak. Pisau ini terbuat dari plat besi setebal 10 mm. Pisau ini dibuat sepasang membentuk huruf V dengan sudut potong 35o. Pisau kemudian ditempelkan pada dudukan pisau dengan cara dilas titik bagian pinggirnya dan dikunci dengan 3 buah baut. Bagian tengah dudukan pisau dilengkungkan sesuai dengan kelengkungan sayap. Dudukan pisau (yang sudah ditempeli pisau bajak) kemudian dipasangkan pada dudukan remanen dan kaki ditcher dengan cara dilas.

Sayap ditcher terbuat dari plat besi setebal 8 mm yang mengalami proses pelengkungan. Pelengkungan dilakukan dengan cara memanaskan plat besi menggunakan gas elpiji kemudian dipukul sesuai garis kelengkungan yang diinginkan (diameter 65 cm). Sayap ini terdiri dari dua buah. Keduanya menempel pada badan sisi kanan dan kiri kaki ditcher. Sepasang sayap ini dilengkapi dengan batang penopang dari besi pipa (d=40 mm).

Pisau samping ditcher ini terbuat dari plat besi setebal 10 mm. Pisau ini menempel di bagian luar kanan dan kiri sayap dengan kemiringan 55o terhadap horizontal.

Bagian terakhir dari ditcher ini adalah rangka ditcher. Konstruksinya berbentuk segitiga. Bahan utama pembuatan rangka ini adalah tiga batang pipa kotak. Pipa kotak berukuran dibentuk dengan cara menangkupkan dua buah besi siku. Kedua batang pipa kotak yang sama panjang disatukan membentuk sudut 28o. Sedangkan tiga titik gandeng terbuat dari plat besi setebal 10 mm yang dilas ke rangka segitiga yang telah dibuat. Dudukan ditcher dibuat dari besi siku ukuran 10 cm × 10 cm, tebal 8 mm dan panjang 40 cm. Pemasangan dudukan ditcher pada dua pipa pipa kotak yang berada ditengah segitga rangka menggunakan baut M16. Untuk mengunci ditcher pada dudukan ditcher, maka digunakan baut M20.

Gambar

Gambar 1. Komponen-komponen yang menentukan harga gula (Tim Penulis PS, 2000)
Tabel 1. Perkembangan jumlah penduduk, produksi, konsumsi dan impor gula Indonesia Tahun Jumlah Penduduk(Ribu jiwa) Produksi (Ributon) Konsumsi (Ribu ton) Impor (Ributon) 1995 193 486 2 059 2 586 544 1996 196 807 2 094 3 193 1 099 1997 199 837 2 191 3 030
Tabel 2. Harga eceran gula pasir di pasar domestik tahun 1998-2004 (dalam rupiah per kg) Bulan Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Januari 1.763 3.500 2.616 3.600 3.857 3.963 3.941 Februari 1.756 3.388 2.494 3.628 3.784 4.269 3.963 Maret 1.636 2.875 2
Gambar 2. a) Furrower, b) Rotary ditcher
+7

Referensi

Dokumen terkait

Segala puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat serta ridho-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “

Menyampaikan hasil diskusi tentang proses booting pada sistem operasi closed source. 

Panitia Pengadaan Non Konstruksi APBD Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Tengah akan melaksanakan Pelelangan Sederhana dengan pascakualifikasi secara

Pemilihan strategi tindak tutur direktif guru (STDG) d alam p em belajaran sangat p enting karena berkaitan erat dengan respons warna afektif positif siswa (RWAPS)

Hasil kinerja UPT Museum Daerah dan Taman Budaya Provinsi Riau belum dapat diterima oleh masyarakat, hal ini dapat dilihat dari masih adanya keluhan mengenai

lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan.. komunikasi, pemantauan secara bersama- sama dapat berpengaruh dan signifikan terhadap

Kedua hal inilah (fenomena empiris dan research gap) yang kemudian mendorong dilakukannya penelitian ini untuk mengenalisis data penelitian yang menggabungkan aspek

Pada dasarnya OS windows sudah membatasi bandwidth untuk koneksi internet sebanyak 20% dari total bandwidth yang seharusnya bisa maksimal,Jika anda ingin menambah bandwidth