• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori

2.1.1. Ilmu Pengetahuan Alam

Conant (Patta Bundu, 2006: 10) mengemukakan pendapatnya bahwa sains adalah “bangunan atau deretan konsep dan skema konseptual (conseptual schemes) yang saling berhubungan sebagai hasil eksperimentasi dan observasi”. Hal senada juga dikemukakan oleh Surjani Wonorahardjo (2010: 11) bahwa “sains mempunyai makna merujuk ke pengetahuan yang berada dalam sistem berpikir dan konsep teoritis dalam sistem tersebut, yang mencakup segala macam pengetahuan, mengenai apa saja”.

Menurut Conant (yang dikutip oleh Maslichah Asy’ari, 2006: 7) IPA diartikan sebagai bangunan atau deretan konsep yang saling berhubungan sebagai hasil dari eksperimen dan observasi. Kemudian menurut Abdullah Aly dan Eni Rahma (2008: 18) bahwa “IPA adalah suatu pendekatan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus yaitu melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori dan demikian seterusnya kait mengait antara cara yang satu dengan yang lain”. Hal senada juga diungkapkan oleh Carin dan Sund (Patta Bundu, 2006: 4) “IPA merupakan suatu pengetahuan tentang alam semesta yang bertumpu pada data yang dikumpulkan melalui pengamatan dan percobaan sehingga di dalamnya memuat produk, proses, dan sikap manusia”.

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 dijelaskan mengenai pembelajaran IPA yaitu IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan proses penemuan. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar

(2)

memahami alam sekitar secara ilmiah. Menurut BNSP (2007:13) pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Tujuan pembelajaran IPA menurut Asep Herry Hernawan, dkk (2008: 8.28) bahwa “mata pelajaran IPA berfungsi untuk memberikan pengetahuan tentang lingkungan alam, mengembangkan ketrampilan, wawasan, dan kesadaran teknologi dalam kaitan dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari – hari”. Prinsipnya pembelajaran sains di Sekolah Dasar membekali siswa kemampuan berbagai cara untuk “mengetahui” dan “cara mengerjakan” yang dapat membantu siswa dalam memahami alam sekitar.

Tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar berdasarkan KTSP 2006 adalah sebagai berikut :

a. Menanamkan pengetahuan dan konsep – konsep IPA yang bermanfaat dalam kehidupan sehari–hari.

b. Menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap IPA dan teknologi. c. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah dan membuat keputusan.

d. Ikut serta dalam memelihara, menjaga, melestarikan lingkungan alam. e. Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling

mempengaruhi antar IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

f. Menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek – aspek berikut: a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan

dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas. c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,

(3)

d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

2.1.2. Model Pembelajaran Somatik, Auditori, Visual, Intelektual (SAVI) Pendekatan SAVI diperkenalkan pertama kali oleh Dave Meier. Meier (Sidjabat,2008) mengemukakan bahwa manusia memiliki empat dimensi, yakni: tubuh atau somatik (S), pendengaran atau auditori (A), pengelihatan atau visual (V) dan pemikiran atau intelektual (I). Teori yang mendukung pembelajaran. SAVI adalah Accelerated Learning. Pembelajaran SAVI menganut aliran ilmu kognitif modern yang menyatakan belajar yang paling baik adalah melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua indera, dan segenap kedalaman serta keluasan pribadi, menghormati gaya belajar individu lain dengan menyadari bahwa orang belajar dengan cara-cara yang berbeda. Mengkaitkan sesuatu dengan hakikat realitas yang non linear, non mekanis, kreatif dan hidup.

Prinsip dasar pembelajaran SAVI sejalan dengan gerakan Accelerated Learning, maka prinsipnya juga sejalan dengan Acecelerated Learning, yaitu: 1) pembelajaran melibatkan seluruh pikiran dan tubuh, 2) pembelajaran berarti berkreasi bukan megkonsumsi, 3) kerjasama membantu proses pembelajaran, 4) pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan, 5) belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri dengan umpan balik, 6) emosi positif sangat membantu pembelajaran, 7) otak–citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis.

Karakteristik model pembelajaran SAVI sesuai dengan singkatan dari SAVI sendiri yaitu Somatik, Auditori, Visual dan Intelektual, maka karakteristiknya ada empat bagian, yaitu: Somatik berasal dari bahasa Yunani yaitu tubuh – soma. Jika dikaitkan dengan belajar maka dapat diartikan belajar dengan bergerak dan berbuat. Sehingga pembelajaran somatik adalah pembelajaran yang memanfaatkan dan melibatkan tubuh (indera peraba, kinestetik, melibatkan fisik dan menggerakkan tubuh sewaktu kegiatan pembelajaran berlangsung).

(4)

Yang kedua adalah auditori merupakan belajar dengan berbicara dan mendengar. Dengan demikian materi akan lebih lama tersimpan dipikiran. Hal ini dapat diartikan dalam pembelajaran siswa hendaknya mengajak siswa membicarakan apa yang sedang mereka pelajari, menerjemahkan pengalaman siswa dengan suara. Mengajak mereka berbicara saat memecahkan masalah, membuat model, mengumpulkan informasi, membuat rencana kerja, menguasai keterampilan, membuat tinjauan pengalaman belajar, atau menciptakan makna-makna pribadi.

Berikutnya adalah visual, belajar dengan mengamati dan menggambarkan. Dalam otak kita terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indera yang lain. Setiap siswa yang menggunakan visualnya lebih mudah belajar jika dapat melihat apa yang sedang dibicarakan seorang penceramah atau sebuah buku atau program komputer. Secara khususnya pembelajar visual yang baik jika mereka dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon dan sebagainya ketika belajar.

Selanjutnya intelektual atau pemikiran yaitu belajar dengan memecahkan masalah dan merenung. Tindakan pembelajar yang melakukan sesuatu dengan pikiran mereka secara internal ketika menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. Hal ini diperkuat dengan makna intelektual adalah bagian diri yang merenung, mencipta, dan memecahkan masalah

Pada Model Pembelajaran SAVI ini, terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan, diantaranya: kelebihan model pembelajaran SAVI adalah 1) membangkitkan kecerdasan terpadu siswa secara penuh melalui penggabungan gerak fisik dengan aktivitas intelektual, 2) siswa tidak mudah lupa karena siswa membangun sendiri pengetahuannya, 3) suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena siswa merasa diperhatikan sehingga siswa tidak cepat bosan untuk belajar, 4) memupuk kerjasama karena siswa yang lebih pandai diharapkan dapat membantu yang kurang pandai, 5) memunculkan suasana belajar

(5)

yang lebih baik, menarik dan efektif, 6) mampu membangkitkan kreativitas dan meningkatkan kemampuan psikomotor siswa, 7) memaksimalkan ketajaman konsentrasi siswa, 8) siswa akan lebih termotivasi untuk belajar lebih baik, 9) melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat dan berani menjelaskan jawabannya, 10) merupakan variasi yang cocok untuk semua gaya belajar.

Sedangkan kelemahan yang terdapat pada model pembelajaran SAVI sebagai berikut: 1) pendekatan ini menuntut adanya guru yang sempurna sehingga dapat memadukan keempat komponen SAVI secara utuh, 2) penerapan pendekatan ini membutuhkan kelengkapan sarana dan prasarana pembelajaran yang menyeluruh dan disesuaikan dengan kebutuhannya, sehingga memerlukan biaya pendidikan yang sangat besar, 3) karena siswa terbiasa diberi informasi terlebih dahulu sehingga siswa kesulitan dalam menemukan jawaban ataupun gagasannya sendiri, 4) membutuhkan waktu yang lama terutama bila siswa yang lemah, 5) membutuhkan perubahan agar sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu, 6) pendekatan SAVI masih tergolong baru, sehingga banyak pengajar guru yang belum mengetahui pendekatan SAVI tersebut.

Agar proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran SAVI dapat berhasil dengan maksimal, ada beberapa langkah yang harus dilakukan dan direncanakan, berikut empat tahap yang harus dilalui yaitu: tahap persiapan, tahap penyampaian, tahap pelatihan, tahap penampilan hasil.

Tahap yang pertama adalah tahap persiapan, pada tahap ini guru membangkitkan minat siswa dengan memberikan perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang, dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar agar lebih konsentrasi dalam mengikuti aktivitas belajar. Secara spesifik meliputi hal : a) memberikan sugesti positif, b) memberikan tujuan pembelajaran yang jelas dan bermakna, c) membangkitkan rasa ingin tahu, d) mengajak siswa terlibat penuh sejak awal.

(6)

Pada tahap yang kedua yaitu tahap penyampaian, pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa menemukan materi belajar yang baru dengan cara menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan panca indera, dan cocok untuk semua gaya belajar. Hal – hal yang dapat dilakukan guru adalah a) berbagi pengetahuan dengan bertanya jawab dengan siswa seputar materi yang akan dibahas, b) pengamatan fenomena dunia nyata melalui pengalaman – pengalaman siswa, c) pelibatan seluruh otak dan seluruh tubuh, d) presentasi interaktif, e) grafik dan sarana yang presentasi barwarna–warni serta media yang menarik, f) proyek belajar berdasar kemitraan dan berdasar tim, g) latihan menemukan (sendiri, berpasangan, berkelompok), h) pelatihan memecahkan masalah dengan guru meberikan contoh soal latihan.

Pada tahap yang ketiga yaitu tahap pelatihan, pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara. Secara spesifik, yang dilakukan guru yaitu: a) usaha aktif atau umpan balik, b) simulasi dunia nyata, pada kegiatan ini guru dapat bercakap – cakap dengan siswa tentang bagaimana pengetahuan itu diterapkan pada kehidupan sehari – hari, c) permainan dalam belajar, guru bisa memberikan kuis kecil agar siswa sejenak dapat bersantai dari proses pembelajaran, d) aktivitas pemecahan masalah.

Pada tahap yang terakhir yaitu tahap penampilan hasil, pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa menerapkan dan memperluas pengetahuan atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan sehingga hasil belajar akan melekat dan penampilan hasil akan terus meningkat. Hal –hal yang dapat dilakukan adalah a) penerapan dunia nyata dalam waktu yang segera, b) umpan balik dan evaluasi kinerja.

Agar lebih rinci dan mudah di pahami, berikut dicantumkan contoh kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan sintaks model pembelajaran SAVI.

(7)

Tabel 1

Sintaks Model Pembelajaran SAVI

Tahap – Tahap Langkah – Langkah Kegiatan 1. Tahap

Persiapan

1. Membangkitkan minat siswa.

Guru dapat mengajak siswa untuk bernyanyi lagu yang berhubungan dengan materi pembelajaran.

2. Memberikan perasaan positif.

Sikap guru harus bersahabat, guru ramah terhadap semua murid.

3. Membuat siswa dalam kondisi yang optimal.

Guru dapat mengajak siswa melakukan ice breaking

sejenak untuk membangkitkan semangat siswa. 4. Memberikan tujuan pembelajaran yang jelas. Sebelum pembelajaran dimulai sebaiknya guru menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa, agar siswa tahu manfaat dari proses pembelajaran yang akan diikuti.

5. Membangkitkan rasa ingin tahu siswa.

Guru dapat melakukan tanya jawab dengan murid seputar materi yang akan dipelajari. 2. Tahap

Penyampaian

1. Menemukan materi belajar yang baru.

Guru dapat mengembangkan materi pembelajaran dengan melihat kondisi lingkungan yang ada disekitar.

(8)

pengalaman pengalamannya kepada teman – temannya.

3. Pengamatan dunia nyata.

Guru bertanya jawab dengan siswa mengenai pengalaman yang terjadi pada kehidupan sehari – hari.

4. Pelibatan seluruh tubuh.

Guru mengajak siswa melakukan pengamatan menggunakan media pembelajaran. 5. Presentasi interaktif. Setelah melakukan pengamatan, siswa mempresentasikan hasil pengamatan. 6. Menggunakan media yang menarik.

Guru dapat menggunakan media pembelajaran untuk mengkonkritkan materi yang sedang diajarkan. 7. Bekerja secara tim atau berkelompok. Kegiatan pengamatan dilakukan secara berkelompok. 8. Latihan menemukan sendiri.

Dari kegiatan pengamatan siswa dapat menemukan sendiri konsep materi yang sedang dipelajari.

9. Pelatihan memecahkan masalah.

Siswa mengerjakan soal latihan.

3. Tahap Pelatihan

1. Usaha aktif atau umpan balik.

Guru bersama siswa membuat kesimpulan.

(9)

2. Simulasi dunia nyata.

Guru bercakap – cakap dengan siswa tentang penerapan materi yang diajarkan kedalam kehidupan sehari – hari.

3. Permainan dalam belajar.

Guru mengadakan kuis dalam bentuk kelompok tentang materi yang diajarkan.

4. Aktivitas pemecahan masalah.

Siswa mengerjakan soal uji kompetensi. 5. Tahap Penampilan Hasil 1. Penerapan dunia nyata.

Guru meminta siswa membuat uraian tentang penerapan konsep IPA kedalam kehidupan sehari – hari.

2. Evaluasi. Siswa mengerjakan soal evaluasi.

2.1.3. Hasil Belajar

Joko susilo (2009:23) mengatakan bahwa “belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman”. Dalam pengertian ini belajar merupakan suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan pengetahuan baru. Belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengobservasi, mengamati, mendengarkan dan meniru. Perubahan hasil belajar pada diri seseorang ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku. Belajar akan membawa sesuatu perubahan pada individu – individu yang belajar. Bila tidak terjadi perubahan pada individu – individu yang belajar maka belajar dikatakan tidak berhasil.

(10)

Untuk mengetahui penguasaan siswa atas berbagai hal yang telah diajarkan dapat dilihat dari hasil belajar yang diperoleh siswa. Menurut Hamalik (2001:159) bahwa hasil belajar menunjukkan kepada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya derajat perubahan tingkah laku siswa. Menurut Nasution (2006:36) hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru. Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2002:36) hasil belajar adalah hasil yang ditunjukkan dari suatu interaksi tindak belajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru.

Dari berbagai pengertian diatas, maka dapat dinyatakan bahwa belajar mengandung tiga unsur, yaitu: 1) belajar berkaitan dengan perubahan tingkah laku, 2) perubahan perilaku terjadi karena didahului oleh proses pengalaman, 3) perubahan perilaku karena belajar bersifat permanen.

Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli mengenai hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh sesuatu dari pengalaman yang dilakukan dan menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, sikap, nilai, pemahaman, dan ketrampilan yang menghasilkan suatu perubahan yang diukur melalui tes tertulis, tes lisan, maupun tes perbuatan sesuai kemampuan yang akan diukur baik kognitif, afektif, atau psikomotorik.

Hasil belajar peserta didik dipengaruhi dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri peserta didik dan faktor yang datang dari luar diri peserta didik. Menurut Slameto (2003:54-72), faktor – faktor yang mempengaruhi hasil belajar sebagai berikut:

Adapun faktor internal yang meliputi, 1) jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh), 2) psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan), 3) kelelahan.

(11)

Dan faktor – faktor eksternal meliputi, 1) keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan), 2) sekolah yaitu metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah, 3) masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat).

Berdasarkan pendapat di atas faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah kemampuan intelegensi peserta didik, kurangnya minat dalam belajar, alat pelajaran, metode mengajar dan lingkungan masyarakat.

Menurut Bloom (Kamdi, 2010: 6) menyatakan bahwa, “tujuan belajar siswa diarahkan untuk mencapai ketiga ranah. Ketiga ranah tersebut adalah ranah kognitif, efektif dan psikomotorik”. Dalam proses kegiatan belajar mengajar, maka melalui ketiga ranah ini pula akan terlihat tingkat keberhasilan siswa dalam menerima hasil pembelajaran atau ketercapaian siswa dalam penerimaan pembelajaran. Dengan kata lain, prestasi belajar akan terukur melalui ketercapaian siswa dalam penguasaan ketiga ranah tersebut.

Untuk lebih spesifiknya, Latuheru (2002: 69) merincinya sebagai berikut: Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku – perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.

Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Tujuan pendidikan ranah afektif adalah hasil belajar atau kemampuan yang berhubungan dengan sikap atau afektif.

Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang

menekankan aspek keterampilan motorik, karena keterampilan ini (kognitif, afektif dan psikomotor) tersebut tidak dapat berdiri sendiri-sendiri tetapi

(12)

Hasil belajar dapat dilihat dari penilaian yang dilakukan oleh guru. Instrumen penilaian terdiri atas penilaian tes dan non tes. Berikut adalah macam – macam instrument tes dan non tes:

a. Instrumen tes adalah suatu pertanyaan atau tugas atau seperangkat tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang atribut pendidikan atau psikologi yang setiap butir pertanyaan atau tugas tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar.

Jenis – jenis instrument tes adalah tes essay, tes objektif, menjodohkan, dan pilihan ganda.

b. Instrumen non tes digunakan untuk mengukur perubahan tingkah laku yang berkenaan dengan ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor terutama yang berhubungan dengan apa yang dibuat atau dikerjakan oleh peserta didik selama mengikuti pelajaran.

Jenis – jenis instrumen non tes adalah bagan partisipasi, daftar cek, skala lajuan, skala sikap.

2.1.4. Hubungan antara Model Pembelajaran SAVI dengan Hasil Belajar Model pembelajaran SAVI dengan hasil belajar mempunyai hubungan yang sangat erat. Model pembelajaran SAVI memiliki banyak kelebihan salah satunya adalah siswa dapat membangun sendiri pengetahuannya, sehingga siswa tidak mudah lupa akan materi yang telah disampaikan. Dengan demikian saat siswa mengerjakan soal tes siswa bisa menjawab dengan baik dan benar serta mendapatkan nilai atau hasil belajar yang baik.

Model pembelajaran SAVI dan hasil belajar memiliki satu hubungan. Dimana hubungan ini dapat menimbulkan akibat positif atau negatif. Hubungan model pembelajaran SAVI dengan hasil belajar dikatakan positif apabila dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran SAVI dapat meningkatkan hasil belajar. Sebaliknya, hubungan ini dikatakan negatif apabila dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran SAVI menurunkan hasil belajar siswa.

(13)

2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Dari penelitian Sura Menda Ginting dan Hermansyah Amir dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu secara umum model pembelajaran Somatis, Auditori, Visual dan Intelektual (SAVI) dapat meningkatkan kualitas pembelajaran Mata Kuliah Kimia Fisik II di Program Studi Pendidikan Kimia JPMIPA FKIP tahun ajaran 2011/2012. Hasil belajar mahasiswa secara umum meningkat walaupun terjadi fluktuasi akibat perbedaan tingkat kesulitan materi yang diajarkan. Keaktifan mahasiswa meningkat dari 70% hingga 90% dalam pembelajaran menggunakan model SAVI berbantuan media berbasis komputer.

Sedangkan pada penelitian Elfa Stefiani mahasiswa Universitas Negeri Manado menggunakan rancangan tes awal (pretest) – tes akhir (posttest) dua kelompok yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran SAVI terhadap hasil belajar mata pelajaran kejuruan pada pokok bahasan Menginstal software pada siswa kelas X TKJ SMK Negeri 1 Tomohon. Data yang terkumpul, dianalisis dengan menguji perbedaan dua rata-rata (uji-t). Data hasil penelitian di SMK Negeri 1 Tomohon dalam pembelajaran menginstal software yang menunjukan bahwa pada taraf nyata 5% terdapat perbedaan hasil belajar siswa. Hasil belajar dari siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran SAVI lebih tinggi dari hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Berdasarkan hasil penelitian di atas, terdapat pengaruh model pembelajajaran SAVI terhadap hasil belajar siswa kelas X TKJ SMK Negeri 1 Tomohon.

Berbeda dengan kedua penelitian diatas yang menggunakan subjek penelitian mahasiswa dan siswa kelas 1 Sekolah Menengah Atas, penelitian yang akan dilakukan ini melibatkan siswa kelas 4 Sekolah Dasar, dengan menerapkan model pembelajaran SAVI pada mata pelajaran IPA. Sehingga dengan dilakukan penelitian ini dapat dibuktikan bahwa penggunaan model pembelarajan SAVI dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 4 Sekolah Dasar.

(14)

2.3. Kerangka Pikir

Dengan penerapan model pembelajaran SAVI diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas 4 SD Negeri Kecandran 01 semester II tahun pelajaran 2013/2014.

Dari hasil kajian teori dan hasil kajian penelitian diatas dapat dibuat kerangka sebagai berikut : Gambar 1 Kerangka Pikir Hasil belajar meningkat Pemantapan penerapan model pembelajaran SAVI Hasil belajar siswa lebih meningkat

Penerapan Model Pembelajaran SAVI Kelebihan model pembelajaranSAVI : 1. Student centered. 2. Pembelajaran bersifat aktif.

3. Daya ingat terhadap materi lebih lama. 4. Dapat memupuk

kerjasama antar siswa. 5. Siswa lebih termotivasi

untuk belajar. Kondisi Awal Hasil belajar siswa rendah Pembelajaran Konvensial

Ciri – ciri Pembelajaran Konvensional :

1. Teacher centered.

2. Pembelajaran bersifat pasif. 3. Daya ingat siswa terhadap

materi kurang.

(15)

2.4. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir tersebut diatas, maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah : “Dengan menerapkan model pembelajaran SAVI sesuai sintaks maka diduga hasil belajar IPA siswa kelas 4 SD Negeri Kecandran 01 semester II tahun pelajaran 2013/2014 akan meningkat”.

Referensi

Dokumen terkait

Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sesuai yang tertulis dalam kajian teori yaitu: (1) mengembangkan kemampuan siswa bekerja sama di dalam kelompok,

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan kelebihan model pembelajaran kontekstual adalah Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil, artinya siswa

Setiap model memiliki kelebihan dan kekurangan, kelebihan model PBL menurut (Magdalena, 2016) antara lain: 1) peserta didik dilatih untuk memiliki

Temuan penelitian menunjukkan bahwa 1) Pelaksanaan pembelajaran daring dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas II A kurang efektif. 2) Kelebihan pembelajaran

Depdiknas dalam Trianto (2010: 79), bahwa pembelajaran tematik sebagai model pembeajaran termasuk salah satu tipe/jenis daripada model pembelajaran terpadu istilah

Kelebihan model PBI berbantuan media kokami antara lain: (1) siswa akan terbiasa untuk dapat menyelesaikan masalah yang muncul tidak hanya dalam pembelajaran, tetapi juga

Menurut Sanjaya (2011:220-221) model Problem Based Learning memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan model Problem Based Learning sebagai model pembelajaran

Berdasarkan kelebihan dan kekurangan model pembelajaran ini, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran dengan ceramah dapat membosankan untuk digunakan dalam kegiatan