• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINERJA LEMBAGA LEGISLATIF (Studi: Analisis Kinerja DPRD Kota Medan Periode )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KINERJA LEMBAGA LEGISLATIF (Studi: Analisis Kinerja DPRD Kota Medan Periode )"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

KINERJA LEMBAGA LEGISLATIF

(Studi: Analisis Kinerja DPRD Kota Medan Periode 2004-2009)

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Sarjana

Diajukan oleh

SRI PUJI NURHAYA 050906056

Dosen Pembimbing : Drs. Zakaria Taher, Ms.P

Dosen Pembaca : Indra Fauzan S.H.I. M.Soc. Sc

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

MEDAN

(2)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kinerja Lembaga Legislatif ( Studi : Analisis Kinerja DPRD Kota Medan Periode 2004 -2009 )” , guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada Kedua Orang Tua Penulis Ayahanda M.Hayat, SH dan Ibunda Nurasyiah, Nst yang merupakan sumber inspirasi dan senantiasa memberikan kasih sayang, bimbingan, motivasi, nasehat, bantuan, material serta doa yang tak pernah hentinya kepada Penulis, dan Kepada Kakak dan Abang Penulis serta Keluarga Besar yang memberikan dukungan baik moril dan materil serta doa yang tak pernah hentinya kepada Penulis.

Dalam menyusun Skripsi ini, Penulis banyak memperoleh bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Dengan kerendahan hati, Penulis ucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak, Prof.Dr.H.M.Arif Nasution, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak, Drs. Heri Kusmanto, MA selaku Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

(3)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

3. Bapak, Drs. Zakaria Taher, Ms.P selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan banyak saran selama penulisan skripsi ini.

4. Bapak, Indra Fauzan, S.H.I.M.Soc.Sc selaku Dosen Pembaca yang telah memberikan arahan dan petunjuk dalam penulisan skripsi.

5. Ibu Dra.Evi Novida Ginting selaku Dosen Wali yang memberikan bantuan dan perhatiannya selama diperkuliahan.

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Jurusan Ilmu Politik yang telah memberikan bekal ilmu yang tidak ternilai harganya selama masa kuliah.

7. Seluruh Staf Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bantuan kepada Penulis semasa kuliah hingga selesai.

8. Kepada Senior – senior Ilmu Politik, bg Hendra, bg Rudi, bg Fuad yang telah memberikan masukan dan saran selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

9. Seluruh Staf DPRD Kota Medan, Penulis ucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.

10. Khususnya kepada Sahabat – sahabat qu, Nina, Icha, Filza, Nanda, Zaky dan semua teman – teman ilmu politik angkatan 2005 terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini.

11. Kepada Teman-temanku diluar Perkuliahan, PieY MargoNda qu, LabOo MarHotop, Yuni, Rissa Kapor, Maya Wali, Linda Jidad, Fanny, Kel Aji Unyung”, yang telah banyak membantu dan mendukung sepenuh hati selama penulis

(4)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

menyelesaikan skripsi ini. Dan Teramat Special kepada Abg Yudi qu yang selama ini telah banyak memberi Support, dan kepada semua pihak terkait yang telah banyak membantu Penulis menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu dan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis dengan segala kerendahan hati yang tulus berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang bersangkutan.

Medan, November 2009 Penulis

(5)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

ABSTRAK

Skripisi ini berjudul Kinerja Lembaga Legislatif ( Studi Tentang Kinerja DPRD Kota Medan ). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan Kinerja DPRD serta faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja DPRD Kota Medan Periode 2004-2009. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diolah dari hasil pengamatan dan wawancara dengan anggota DPRD serta pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi DPRD Kota Medan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Sekretariat DPRD dan Tokoh Masyarakat. Unit analisis dalam penelitian ini adalah DPRD Kota Medan sebagai suatu lembaga organisasi. Adapun variabel dalam penelitian ini adalah Kelembagaan (Organisasi), Sumber Daya Manusia, dan Informasi sebagai variabel independen. Sedangkan yang menjadi variabel dependen adalah Kinerja DPRD Kota Medan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja DPRD Kota Medan Periode 2004-2009 masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari indikator Akuntabilitas, Responsivitas dan Efektifitas. Rendahnya Kinerja DPRD Kota Medan ini dipengaruhi oleh faktor kelembagaan yaitu sarana dan prasarana, Sumber Daya Manusia yaitu pendidikan dan pengalaman, serta faktor informasi yaitu sumber informasi yang digunakan, keterbukaan menerima dan menyampaikan informasi, serta intensitas menyerap aspirasi masyarakat yang dimiliki oleh DPRD Kota Medan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ternyata faktor anggaran dan pembiayaan yang tinggi tidak berpengaruh terhadap kinerja DPRD Kota Medan.

Dalam peran serta pemberdayaan DPRD untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja DPRD Kota Medan dimasa yang akan datang, perlu diadakan pengenalan dan orientasi melalui pelatihan/kursus terhadap pelaksanaan tugas pokok dan fungsi DPRD sebagai lembaga perwakilan masyarakat daerah serta melalui pengembangan kualitas terhadap sistem persyaratan anggota legislatif melalui partai politik.

(6)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... iv BAB I ... Pendahuluan ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 6 1.3. Tujuan Penelitian ... 7 1.4. Manfaat Penelitian ... 7 1.5. Kerangka Teori ... 7 1.5.1. Parlemen... 7 1.5.1.1. Pengertian Parlemen... 8 1.5.1.2. Fungsi Parlemen ... 9 a. Fungsi Perwakilan ... 9 b. Fungsi Legislasi... 12 c. Fungsi Pengawasan ... 13 d. Fungsi Anggaran ... 14

1.5.2. Teori Perwakilan Politik ... 16

1.5.2.1. Teori Mandat ... 16 1.5.3. Kinerja Lembaga DPRD ... 17 1.5.3.1 Pengertian Kinerja ... 17 1.5.3.2. Pengukuran Kinerja ... 18 a. Akuntabilitas ... 22 b. Responsivitas ... 25 c. Efektifitas ... 26

1.5.4. Faktor- faktor yang mempengaruhi Kinerja... 27

a. Faktor– Faktor Internal ... 27

(7)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

1.6. Metodologi Penelitian ... 35

1.6.1. Jenis Penelitian ... 35

1.6.2. Lokasi Penelitian ... 36

1.6.3. Sumber Data ... 36

1.6.4. Teknik Mengumpulkan Data ... 37

1.6.5. Teknik Analisis Data ... 38

1.6.6. Definisi Konsep ... 38

1.6.7. Definisi Operasional... 39

1.6.8. Sistematika Penulisan... 41

BAB II ... Sejarah Kota Medan ... 42

2.1. Medan Tanah Deli ... 42

2.2. Kampung Medan dan Tembakau Deli ... 43

2.3. Legenda Kota Medan ... 47

2.4. Penjajahan Belanda di Tanah Deli ... 48

2.5. Kota Medan Menyambut Kemerdekaan Republik Indonesia ... 51

2.6. Deskripsi DPRD Kota Medan ... 53

2.6.1. Sejarah Perkembangan DPRD ... 53

2.6.2. Susunan Organisasi dan Tata Kerja DPRD Kota Medan ... 57

a. Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ... 57

b. Wewenang dan Tugas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ... 58

c. Hak - Hak Anggota DPRD ... 59

BAB III... Hasil Dan Pembahasan ... 66

(8)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

3.2. Indikator Kinerja DPRD Kota Medan ... 69

a. Akuntabilitas ... 69

b. Responsivitas ... 72

c. Efektifitas... 74

3.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja DPRD... 82

a. Kelembagaan (Organisasi)... 82

b. Sumber Daya Manusia ... 86

c. Informasi ... 94

BAB IV ... Simpulan Dan Saran ... 100

4.1. Simpulan ... 100

4.2. Saran ... 102

(9)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan salah satu lembaga atau badan perwakilan rakyat di daerah yang mencerminkan struktur dan sistem pemerintahan demokratis di daerah, sebagaimana terkandung dalam pasal 18 UUD 1945, penjabarannya lebih lanjut pada UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. DPRD dalam melaksanakan tugasnya, mempunyai hak (Pasal 19, 20 dan 21), wewenang (Pasal 18) dan kewajiban (Pasal 22) didalam mengemban tugas sebagai wakil rakyat. Pemberian hak-hak yang luas kepada DPRD, merupakan suatu petunjuk bahwa upaya demokratisasi pemerintahan daerah diharapkan makin menunjukkan bentuk yang lebih nyata. Selanjutnya menurut Marbun (1994, 129) DPRD adalah merupakan unsur pemerintah daerah yang susunannya mencerminkan perwakilan seluruh rakyat daerah dan komposisi serta anggotanya adalah mereka yang telah diambil sumpah/janji serta dilantik dengan keputusan Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden, sesuai dengan hasil Pemilu maupun pengangkatan.

Secara umum, fungsi badan perwakilan berkisar pada fungsi perundang-undangan, fungsi keuangan dan fungsi pengawasan. Keseluruhan hak DPRD yang diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 pada dasarnya telah memuat fungsi-fungsi tersebut. Sebagai lembaga legislatif, DPRD berfungsi membuat peraturan perundang-undangan. Melalui fungsi ini DPRD mengaktualisasikan diri sebagai wakil rakyat.

(10)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

Pasal 18 (d) dan 19 (d) UU Nomor 32 Tahun 2004 mengatur kewenangan DPRD dalam menjalankan fungsi perundang-undangan. Fungsi lain DPRD adalah menetapkan kebijaksanaan keuangan. Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 telah diatur hak anggaran sebagai salah satu hak DPRD. Hak anggaran memberi kewenangan kepada DPRD untuk ikut menetapkan atau merumuskan kebijakan daerah dalam menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Disamping itu, DPRD juga mempunyai hak untuk menentukan anggaran belanja sendiri (pasal 19 g). Dalam konteks pengawasan, penetapan kebijakan dan peraturan perundangan oleh DPRD, merupakan tahap pertama dari proses pengawasan. Penilaian terhadap pelaksanaan peraturan-peraturan daerah oleh eksekutif adalah bentuk pengawasan lainnya. DPRD sebagai lembaga politik melakukan pengawasan secara politis, yang tercermin dalam hak-hak DPRD yaitu hak mengajukan pertanyaan, hak meminta keterangan dan hak penyelidikan.

DPRD sebagai organisasi publik, senantiasa mengalami dinamika dan perubahan yang diakibatkan oleh adanya perubahan lingkungan, sehingga dalam organisasi perlu menyesuaikan dengan perubahan tersebut agar lebih efektif, efisien, kompetitif, adaptif dan responsibility dalam pencapaian tujuan. Widodo (2001) mempertegas hal ini, bahwa “organisasi mengalami perubahan dalam rangka mencapai tujuan, bukan saja karena lingkungan dimana organisasi berada mengalami perubahan, tapi juga tujuan organisasi”. Ini merupakan suatu keharusan agar organisasi dapat menyesuaikan permasalahan, tuntutan dan keinginan masyarakat. Perubahan tujuan ini akan menjadi pedoman, referensi dan sekaligus mengukur

(11)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

kinerja (performance) organisasi yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Lebih lanjut, Icklis (Rondinelly, 1990) menegaskan bahwa didalam organisasi yang berusaha untuk menjadi lebih kompetitif, responsif dan adaptif, tujuan utama haruslah pada upaya mendorong semangat kerja sendiri diantara para kliennya atau di dalam masyarakat dimana ia berhubungan.

Sisi kelemahan dimasa Orde Baru dapat juga dilihat dari besarnya kekuasaan pemerintah (eksekutif) dibandingkan lembaga perwakilan rakyat (legislatif). Sebagai negara demokrasi masing-masing lembaga, yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif seharusnya mempunyai kekuasaan mandiri, tanpa intervensi kekuasaan antar lembaga tersebut. Selama Orde Baru dapat dikatakan kuatnya dominasi eksekutif terhadap legislatif dan yudiktif sehingga terdapat kerancuan dalam proses pembangunan negara. Istilah kekuasaan otoriter berselubungkan demokrasi dapat diungkapkan melihat fenomena negara Republik Indonesia selama 32 tahun di bawah pemerintahan Orde Baru.

Dari kondisi ini dapat ditarik beberapa persoalan yang dapat didentifikasi sebagai bentuk kurang berfungsi lembaga DPRD, dalam mendukung demokrasi di daerah baik dalam proses pembentukan maupun kinerja yang dihasilkan sebagai berikut :

1. Penyalahgunaan jabatan sebagai lembaga DPRD dalam pelaksanaan tugas Pemerintah Daerah sehingga menjadikan tidak optimalnya fungsi kontrol lembaga DPRD terhadap kinerjanya. Disisi lain juga mengakibatkan

(12)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

kerancuan pemehaman terhadap kedudukan DPRD sebagai lembaga DPRD yang berfungsi sebagai tempat penyaluran aspirasi masyarakat di daerah. Pada hasil jajak pendapat (Kompas 9/3/2003 :32) mengatakan :

“Fungsi pengawasan terhadap kinerja Eksekutif yang selama ini mandul, kini rajin dijalankan. Namun sebuah prestasi tidak selalu identik dengan kesempurnaan. Apalagi jika beragam kasus korupsi, penyalahgunaan jabatan dan tindakan tercela tidak luput dalam segenap akitifitas para wakil rakyat. Bahkan kini nyaris terjadi diseluruh pelosok negeri ini”.

2. Dipihak lain masalah lembaga DPRD yang juga dipersoalkan, karena keanggotannya lebih banyak mementingkan terhadap golongan/partai yang diwakilinya dari pada kepentingan masyarakat sehingga berdampak terhadap tidak tersalurnya aspirasi masyarakat dengan baik dan efektif sesuai dengan tuntutan yang dikehendaki.

Pada hasil jajak pendapat (Kompas 9/3/2003 :32) mengatakan :

“Kesimpulan ini terangkum dari pernyataan 35 persen responden yang beranggapan DPRD di daerah lebih mengutamakan kepentingan partai politiknya dibanding kepentingan masyarakat. Bahkan hal ini diperkuat pula oleh separuh responden yang menyatakan kinerja DPRD di daerah saat ini lebih banyak menyuarakan kepentingan pribadi masing-masing individu”. Padahal peran yang diharapkan dari Lembaga DPRD amat strategis dalam upaya pemberdayaan masyarakat dalam proses pembangunan daerah. DPRD diharapkan mampu menjadi penyambung aspirasi dan kepentingan masyarakat daerah, guna kemajuan kemakmuran masyarakat sehingga dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 membawa perubahan dan paradigma baru terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.

(13)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang diemban oleh lembaga legislatif sebagai representasi dari masyarakat/rakyat yang diwakilinya, peningkatan kinerja merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan output guna pencapaian tujuan dari keberadaan lembaga ini. Pada umumnya, kinerja organisasi adalah seberapa jauh output yang dihasilkan memenuhi target (rencana yang telah ditetapkan), sehingga optimalisasi peran DPRD dalam pelaksanaan otonomi daerah menjadi sangat krusial. Itu bukan saja karena ia merupakan tempat lahirnya semua peraturan yang menjadi landasan bagi setiap kebijakan publik yang diterapkan di daerah, tetapi karena posisinya yang menentukan dalam proses pengawasan pemerintahan. Karena itu, penguatan posisi lembaga DPRD di era otonomi daerah ini merupakan kebutuhan yang harus diupayakan jalan keluarnya, agar dapat melaksanakan tugas, wewenang dan hak-haknya secara efektif sebagai lembaga legislatif daerah. Optimalisasi peran ini sangat dipengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal lembaga ini.

Peran yang diharapkan dari Lembaga DPRD amat strategis dalam upaya pemberdayaan masyarakat dalam proses pembangunan daerah. DPRD diharapkan mampu menjadi penyambung aspirasi dan kepentingan masyarakat daerah, guna kemajuan kemakmuran masyarakat sehingga dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 membawa perubahan dan paradigma baru terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah, DPRD mempunyai peran yang sangat besar dalam mewarnai jalannya pemerintahan daerah otonom. Dengan peran

(14)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

yang demikian itu, aspek responsibilitas dalam pelaksanaan tugas menjadi salah satu faktor penentu dalam memaknai dan memberikan manfaat terhadap jalannya pemerintahan di daerah guna mewujudkan masyarakaet yang sejahtera dan berdaulat. Pemahaman ini sekaligus menyajikan pandangan bahwa lembaga legislatif perlu terus mengembangkan dirinya, yang tentunya tidak bisa terlepas dari dinamika kualitas infrastruktur politik, hubungan dengan lembaga lainnya dalam bingkai nilai-nilai pemerintahan nasional.

Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang diemban oleh lembaga legislatif sebagai representasi dari masyarakat/rakyat yang diwakilinya, peningkatan kinerja merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan output guna pencapaian tujuan dari keberadaan lembaga ini. Pada umumnya, kinerja organisasi adalah seberapa jauh output yang dihasilkan memenuhi target (rencana yang telah ditetapkan), sehingga optimalisasi peran DPRD dalam pelaksanaan otonomi daerah menjadi sangat krusial. Itu bukan saja karena ia merupakan tempat lahirnya semua peraturan yang menjadi landasan bagi setiap kebijakan publik yang diterapkan di daerah, tetapi karena posisinya yang menentukan dalam proses pengawasan pemerintahan. Karena itu, penguatan posisi lembaga DPRD di era otonomi daerah ini merupakan kebutuhan yang harus diupayakan jalan keluarnya, agar dapat melaksanakan tugas, wewenang dan hak-haknya secara efektif sebagai lembaga legislatif daerah. Optimalisasi peran ini sangat dipengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal lembaga ini.

(15)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengetahui dan membahas, bagaimana kinerja lembaga DPRD di Kota Medan dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya.

1.2. Perumusan Masalah

Dari uraian di dalam latar belakang sebagaimana di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan pengkajian terhadap kinerja lembaga legislatif yang menjadi the core problem penelitian tentang kinerja DPRD Kota Medan penulis memberikan rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Mengapa Kinerja DPRD Kota Medan rendah dilihat dari aspek Akuntabilitas, Responsivitas dan Efektifitas?

2. Bagaimana meningkatkan Kinerja DPRD Kota Medan?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian adalah sarana fundamental untuk memenuhi pemecahan masalah secara ilmiah, untuk itu penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimanakah kinerja DPRD Kota Medan yang dilihat dari aspek Akuntabilitas, Responsivitas dan Efektifitas.

(16)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi rendahnya kinerja DPRD, sehingga dapat diidentifikasi dan dianalisis masalah dan kendala dalam pelaksanaan fungsi DPRD Kota Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat penelitian ini diharapkan adalah :

1. Dapat memberikan hasil atau manfaat dalam usaha meningkatkan serta mengembangkan kualitas agar menghasilkan kinerja yang lebih baik sebagai lembaga DPRD, khususnya DPRD Kota Medan.

3. Untuk memberikan sumbangsih pemikiran dalam rangka meningkatkan kinerja DPRD Kota Medan.

1.5. KERANGKA TEORI

1.5.1. PARLEMEN

Badan politik yang kita kenal sebagai DPR, dalam bahasa Eropa adalah Parliament, di Amerika dikenal sebagai legislature. Perbedaan istilah ini mengandung makna yang cukup dalam dan strategis. Dalam bahasa Eropa parlemen mengandung makna “pembicaraan” masalah-masalah kenegaraan, sedangkan di Amerika legislator mengandung makna badan pembuat undang-undang (badan legislatif atau law making body). Dalam kenyataan kedua perbedaan tersebut terlihat pada fungsi politik masing-masing. Namun karena badan politik ini diciptakan di Eropa maka kita akan mengkaji sejarah pertumbuhan parlemen dalam konteks sejarah Eropa.

(17)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

Pada mulanya parlemen terdiri dari para raja, bangsawan, tuan-tuan tanah serta petinggi agama.1

Parlemen dalam istilah teknis biasanya disebut legislature yang artinya badan pembuat undang-undang (legislator). Ditinjau dari fungsinya maka parlemen tidaklah berbeda dengan institusi perpolitikan. Untuk memperoleh defenisi parlemen sebagai badan politik yang berbeda dari badan-badan politik lainya harus ditemukan ciri-ciri khusus yang dapat membedakannya dengan badan lain di luar parlemen. Nelsom W. Polsby yang mencoba membandingkan parlemen (legislature) dengan badan politik lain, eksekutif dan birokrasi. Parlemen berbeda secara khusus dari badan lain karena psarlemen merupakan organisasi yang beranggotakan lebih dari satu (multimember), Pada abad ke empat belas, pertemuan dengan raja dikembangkan menjadi media penghubung yang diperlukan raja. Para petinggi kerajaan diharapkan kehadiranya dalam pertemuan ini untuk dimintai informasi atau nasehat oleh raja berkenaan dengan persoalan-persoalan politik dan administrasi kerajaan yang dirasa mempengaruhi masa depan kerajaan, sejak itu pertemuan konsultasi lambat laun berkembang menjadi yang kita kenal dengan parlemen di Inggris. Pada abad ke-17 hubungan antara raja dengan parlemen berubah. Pengaruh para bangsawaan, pengusaha dan gereja dalam kehidupan ekonomi tercermin pada keanggotaan parlemen. Sumber daya yang mereka kuasai menyebabkan parlemen didominasi oleh tiga kekuatan politik tersebut.

1.5.1.1.Pengertian Parlemen

1 Bambang Cipto. 1995. Dewan Perwakilan Rakyat. Jakarta: Raja Grafindo Persada. hal.2

(18)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

menggunakan metode negoisasi dan pemilihan sebelum mengambil keputusan, dan bertanggung jawab pada rakyat.2

a. Fungsi Perwakilan

1.5.1.2. Fungsi Parlemen

Fungsi pokok parlemen tidak harus diartikan sebagai pembuat undang-undang (law-making body) semata-mata namun juga perlu juga dilihat sebagai media komunikasi antara rakyat dengan pemerintah. Dalam pemerintahan sistem Parlemen ia juga berfungsi sebagai jalur rekrutmen kepemimpinan politik.

Di Indonesia, menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan kedudukan DPR, DPD, DPRD adalah, sbb :

Fungsi perwakilan (representasi) pada hakekanya merupakan hubungan antara lembaga legislatif, khususnya anggota DPRD dengan anggota masyarakat yang mereka wakili, baik secara individu, berdasarkan kelompok maupun secara keseluruhan. Pandangan yang melihat bahwa hubungan tersebut merupakan salah satu masalah politik di dalam kehidupan sistem politik pada umumnya dan di dalam proses kehidupan badan legislatif pada khususnya, bertolak dari teori demokrasi yang mengajarkan bahwa anggota masyarakat mengambil bagian atau berpartisipasi di dalam proses perumusan dan penentuan kebijakan pemerintah. Dengan kata lain, pemerintah melakukan kegiatan sesuai dengan kehendak rakyat. Oleh karena sedemikian banyaknya rakyat dalam suatu sistem politik, maka demokrasi

(19)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

menentukan bahwa sebagian dari partisipasi anggota masyarakat dilakukan melalui wakil mereka di dalam badan legislatif. Dalam konteks ini, para wakil rakyatlah yang bertindak atas nama pihak yang mewakili dan merumuskan serta memutuskan kebijakan tentang berbagai aspek kehidupan, sehingga kita mengenal adanya Pemilihan Umum guna melembagakan partisipasi masyarakat dalam menentukan anggota badan legislatif. Oleh karena itu, idealnya anggota DPRD harus bertindak dan berperilaku sebagai representasi masyarakat untuk setiap tindak tanduk dalam seluruh kegiatannya.

Memuaskan kehendak masyarakat atau kemauan publik adalah esensi dari fungsi anggota serta lembaga legislatif itu sendiri sebagai wakil rakyat. Akan tetapi perlu diingat bahwa badan legislatif merupakan salah satu unit dari sistem politik, disamping anggota masyarakat yang terdiri dari berbagai kelompok kepentingan, oleh karena itu anggota DPRD perlu mempertimbangkan berbagai kehendak atau opini yang ada, baik yang datang dari perorangan maupun dari berbagai kesatuan individu seperti kekuatan sosial politik, kelompok kepentingan, eksekutif dan sebagainya. Dengan demikian, para wakil rakyat dituntut untuk menyelaraskan berbagai kehendak atau opini tersebut dalam proses perumusan dan penetapan kebijakan, dengan mengutamakan kehendak atau opini publik yang diwakili tanpa mengorbankan sistem politik secara menyeluruh.

Atas dasar pemikiran tersebut, keberhasilan para wakil rakyat (DPRD) untuk menegakkan keserasian antara kepentingan anggota masyarakat yang

(20)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

diwakilinya dengan kepentingan berbagai kelompok dan lembaga menurut Sanit (1985, 205) harus memperhatikan empat faktor, yakni :

1) Integritas dan kemampuan atau keterampilan anggota badan legislatif. 2) Pola hubungan anggota badan tersebut dengan anggota masyarakat yang

mereka wakili yang tercermin di dalam sistem perwakilan yang berlaku. 3) Struktur organisasi badan legislatif yang merupakan kerangka formal bagi

kegiatan anggota dalam bertindak sebagai wakil rakyat.

4) Hubungan yang tercermin dalam pengaruh timbal balik antara badan legislatif dengan eksekutif dan lembaga-lembaga lainnya sebagai unit-unit pemerintahan di tingkat daerah, serta hubungan badan tersebut dengan lembaga-lembaga yang sama di tingkat yang lebih tinggi hierarkinya.

Berdasarkan kondisi tersebut, dapat digambarkan kemungkinan orientasi anggota DPRD dalam melaksanakan fungsinya sebagai lembaga legislatif di daerah. Tipe orientasi anggota DPRD menurut Sanit (ibid, 228) adalah sebagai berikut :

1) Orientasi kepada nilai dan kepentingan anggota itu sendiri (wali/trustee). 2) Orientasi kepada anggota masyarakat yang diwakilinya (delegasi/utusan). 3) Orientasi gabungan tipe wali dan utusan (politico).

4) Orientasi kepada organisasi politik yang menggerakkan dukungan terhadapnya (partisan).

5) Orientasi kepada pemerintah (eksekutif).

Dari pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa dari sekian banyak serta tingginya kompleksitas persoalan-persoalan yang dihadapi para wakil rakyat, maka idealnya fungsi representasi DPRD akan terpenuhi apabila anggota DPRD memenuhi persyaratan politik, pendidikan, moral, integritas, pengalaman, sehat jasmani dan rokhani serta kemampuan artikulasi yang memadai.

(21)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

Dengan mengikuti kelaziman teori-teori ketatanegaraan pada umumnya, maka fungsi utama lembaga perwakilan rakyat adalah di bidang legislatif. Keberadaan DPRD tidak dapat dilepaskan dari konsep “Trias Politica” yang ditawarkan oleh Montesquei (Thaib, 2001 ; 44), dengan memisahkan kekuasaan ke dalam tiga bidang kekuasaan, yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif. Lebih lanjut, konsep Trias Politica menghendaki terciptanya suasana “Check and balances” karena masing-masing organ kekuasaan dapat saling mengawasi, saling menguji, sehingga tidak mungkin organ-organ kekuasaan itu melampaui batas kekuasaan yang telah ditentukan, atau dengan kata lain terdapat perimbangan kekuasaan antar lembaga-lembaga tersebut.

Dalam konteks DPRD sebagai lembaga legislatif, fungsi pembuatan peraturan daerah merupakan fungsi utama karena melalui fungsi ini, DPRD dapat menunjukkan warna dan karakter serta kualitasnya baik secara material maupun fungsional. Disamping itu, kadar peraturan daerah yang dihasilkan oleh DPRD dapat menjadi ukuran kemampuan DPRD dalam melaksanakan fungsinya, mengingat pembuatan suatu peraturan daerah yang baik harus dipenuhi beberapa persyaratan tertentu, sebagaimana dikemukakan oleh Soejito (1983, 22).

a. Bahwa peraturan daerah harus ditetapkan oleh Kepala daerah dengan persetujuan DPRD yang bersangkutan.

b. Peraturan daerah dibuat menurut bentuk yang ditentukan oleh Menteri Dalam Negeri.

c. Peraturan daerah harus ditandatangani oleh Kepala Daerah serta ditandatangani oleh Ketua DPRD yang bersangkutan.

(22)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

d. Peraturan daerah yang memerlukan pengesahan tidak boleh diundangkan sebelum pengesahan itu diperoleh atau sebelum jangka waktu yang ditentukan oleh pengesahannya berakhir.

e. Peraturan daerah baru mempunyai kekuatan hukum dan mengikat setelah diundangkan dalam lembaran daerah yang bersangkutan.

Memperhatikan pendapat diatas, suatu peraturan daerah dapat dikatakan baik apabila telah memenuhi berbagai syarat tersebut, sehingga terlaksananya fungsi ini dengan baik akan sangat ditentukan oleh tingkat pemahaman anggota legislatif terhadap apa yang menjadi aspirasi masyarakat, kebutuhan daerah, proses pembuatan kebijakan serta pengawasan atas kebijakan yang dihasilkan.

c. Fungsi Pengawasan

Bertitik tolak dari hakekat DPRD sebagai lembaga legislatif daerah, maka pengawasan terhadap eksekutif merupakan fungsi lain DPRD. Pengawasan dilakukan melalui penggunaan hak-hak yang dimiliki oleh DPRD. Tuntutan akan pelaksanaan fungsi pengawasan menjadi sangat penting, sebagaimana dikemukakan oleh Effendi (1989, 23).

“Pelaksanaan fungsi pengawasan oleh badan perwakilan rakyat terhadap perumusan pelaksanaan kebijaksanaan-kebijaksanaan Negara amat menarik perhatian peneliti ilmu politik maupun peneliti administrasi negara oleh karena itu merupakan suatu indikator dari pelaksanaan kedaulatan rakyat yang menjadi inti sistem demokrasi Pancasila.

…………. terlepas dari ada atau tidaknya penyelewengan atau pemborosan dan inefisiensi, berbagai bentuk pengawasan, termasuk pengawasan legislatif tetap diperlukan karena fungsi ini merupakan salah satu fungsi intern dalam pengelolaan pembangunan.

…………. bahwa pengawasan legislatif adalah salah satu pencerminan demokrasi Pancasila dan karena itu perlu dilaksanakan agar rakyat dapat berpartisipasi dalam pengelolaan pembangunan.

(23)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

Dengan demikian, pengawasan oleh DPRD terhadap penyelenggaraan pemerintahan sangat penting guna menjaga adanya keserasian penyelenggaraan tugas pemerintah dan pembangunan yang efisien dan berhasil guna serta dapat menghindari dan mengatasi segala bentuk penyelewengan yang dapat merugikan atau membahayakan hak dan kepentingan negara, daerah dan masyarakat. Fungsi pengawasan oleh DPRD adalah salah satu bentuk pengawasan yang sangat penting diperlukan pelaksanaannya dalam pengelolaan pembangunan, sebagai refleksi partisipasi masyarakat dan hakekat kedaulatan rakyat yang dilaksanakan lewat para wakilnya dalam lembaga perwakilan, sebagai hakekat demokrasi Pancasila. d. Fungsi Anggaran

Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004, terdapat ketentuan yang mengatur tentang hubungan antara eksekutif dan legislatif, khususnya dibidang anggaran (Pasal 18 e). Sebenarnya, hubungan dibidang anggaran antara eksekutif dan legislatif telah tercermin dalam fungsi legislasi yang dimiliki oleh DPRD, mengingat APBD dituangkan kedalam Peraturan Daerah, sehingga tanpa adanya hubungan konstitusional tersebut, tidak mungkin ada Peraturan daerah yang akan mengatur segala sesuatu di bidang anggaran dan keuangan daerah.

Dalam konteks fungsi anggaran ini, hal yang paling mendasar adalah ketentuan konstitusional yang menggariskan bahwa kedudukan yang kuat

(24)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

diberikan kepada DPRD hendaknya disertai pula oleh tanggung jawab yang besar terhadap rakyat yang diwakilinya, mengingat kenyataan selama ini menunjukkan bahwa DPRD belum pernah menolak rancangan APBD yang disampaikan oleh pihak eksekutif pada setiap permulaan tahun anggaran, kecuali melakukan perubahan-perubahan. Dengan demikian, dalam hal menetapkan pajak maupun APBD, kedudukan DPRD lebih kuat daripada pemerintah. Hal ini menunjukkan besarnya kedaulatan rakyat dalam menentukan jalannya pemerintahan.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang telah dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab yang dimilikinya, sehingga pengukuran kinerja merupakan metode untuk menilai kemajuan yang telah dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi dibandingkan dengan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pengukuran digunakan untuk penilaian atas keberhasilan, kegagalan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi yang didasarkan pada tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi organisasi.

Indikator yang dapat dipergunakan untuk mengukur kinerja DPRD adalah sejauhmana pelaksanaan fungsi-fungsi yang melekat dalam institusi DPRD tersebut dilaksanakan dikaitkan dengan aspek responsivitas, produktivitas dan kualitas layanan. Meskipun DPRD sebagai lembaga legislatif daerah, namun penggunaan konsep organisasi publik dipandang tepat karena institusi ini merupakan lembaga

(25)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

yang berfungsi menyalurkan aspirasi masyarakat, membuat/menghasilkan kebijakan atau peraturan yang berdampak pada masyarakat banyak.

1.5.2. TEORI PERWAKILAN POLITIK

1.5.2.1. Teori Mandat

Duduknya seseorang di Lembaga Perwakilan baik itu karena penunjukan maupun melalui pemilihan umum, mengakibatkan timbulnya hubungan si wakil dengan yang diwakilinya. Pertama dibahas hubungan tersebut dengan teori yaitu: Si wakil dianggap duduk di Lembaga Perwakilan karena mandat dari rakyat sehingga disebut mandataris. Teori mandat dibagi atas 3 (tiga) jenis yakni :

1) Mandat Imperatif : menurut ajaran ini si wakil bertindak di lembaga perwakilan sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh yang diwakilinya. Si wakil tidak bisa bertindak diluar instruksi tersebut dan apabila ada hal-hal yang baru yang tidak terdapat dalam instriksi tersebut maka si wakil harus mendapat instruksi dari yang diwakilinya baru dapat dilaksanakannya.

2) Mandat Bebas : menurut ajaran ini si wakil adalah orang-orang yang terpercaya dan terpilih serta memiliki kesadaran hukum masyarakat yang diwakilinya, sehingga si wakil dapat bertindak atas nama mereka yang diwakilinya atau atas nama rakyat.

3) Mandat Reprensetatif : si wakil dianggap bergabung dalam satu lembaga perwakilan. Rakyat memilih dan memberikan mandat pada lembaga perwakilan, sehingga si wakil sebagai individu tidak ada hubungan dengan

(26)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

pemilihnya apalagi pertanggungjawabannya, lembaga perwakilan inilah bertanggung jawab pada rakyat.

1.5.3. Kinerja Lembaga DPRD

1.5.3.1. Pengertian Kinerja

Bagi setiap organisasi, penilian terhadap kinerja merupakan suatu hal yang penting untuk dapat mengetahui sejauh mana tujuan organisasi tersebut berhasil diwujudkan dalam jangka waktu atau periode tertentu. Secara umum kinerja adalah padanan kata dari “performance”. Konsep kinerja menurut Rue dan Byars3

Kemudian kinerja atau performance menurut Suyadi Prawirosentono

dapat didefinisikan sebagai pencapai hasil atau the degree of accomplishment. Dengan kata lain, kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi. Dengan demikian bahwa kinerja merupakan suatu tingkatan sejauhmana proses kegiatan organisasi itu memberikan hasil atau mencapai tujuan.

4

Berdasarkan pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa kinerja berhubungan dengan bagaimana melakukan suatu pekerjaan dan menyempurnakan hasil pekerjaan adalah “Hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika”.4

3

Dalam Yeremias T Keban, 1995, Indikator Kinerja Pemerintah Daerah : Pendekatan Manajement dan Kebijakan, Seminar Sehari Kinerja Organisasi Sektor Publik, Kebijakan dan Penerapan, 20 Mei 1995, Yogyakarta, MAP-UGM. Hal 1

4

Suyudi Prawirosentono, 1992, Kebijakan Kinerja Karyawan : Kiat Membangun Organisasi Kompetitif Menjelang Perdagangan Bebas Dunia, BPFE, Yogyakarta. Hal 2

(27)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

berdasarkan tanggungjawab namun tetap mentaati segala peraturan-peraturan, moral maupun etika.

Sejalan dengan pengertian di atas, Bernardin dan Rusell menyebutkan bahwa :5

Untuk dapat mempelajari kinerja suatu organisasi, harus diketahui ukuran keberhasilan untuk menilai kinerja tersebut. Sehingga indikator atau ukuran kinerja “Performance is defined as the record of out comes product on a specified job function or activity during a specified time period (Kinerja merupakan tingkat pencapaian/rekor produksi akhir pada suatu aktivitas organisasi atau fungsi kerja khusus selama periode tertentu)”.5

Dari beberapa pendapat pakar di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya atau sebagai gambaran mengenai tentang besar kecilnya hasil yang dicapai dari suatu kegiatan baik dilihat secara kualitas maupun kuantitas sesuai dengan visi, misi suatu organisasi yang bersangkutan.

Dengan demikian perlu kiranya menilai kinerja lembaga DPRD sebagai suatu lembaga yang mempunyai pengaruh besar dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, terutama sebagai penentu kebijakan di daerah. Dengan kinerja ini diharapkan mampu menjelaskan apakah DPRD mampu melaksanakan fungsinya secara optimal dalam mewujudkan aspirasi dan keinginan masyarakat daerah.

1.5.3.2. Pengukuran Kinerja

5

Jhon Bernardin, and Russel, E. A. Joyce,1998, Human Resource Management : An Experiental Aproach.Hal 379

(28)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

itu tentunya harus dapat merefleksikan tujuan dan misi dari organisasi yang bersangkutan, karena itu berbeda antara satu dengan yang lainnya.

Dalam organisasi publik, masih sulit untuk menentukan kriteria kinerja yang sesuai. Bila ditinjau dari tujuan dan misi utama kehadiran organisasi publik adalah untuk memenuhi dan melindungi kepentingan publik, maka kinerja organisasi publik dapat dikatakan berhasil apabila mampu mewujudkan tujuan dan misinya dalam memenuhi kepentingan dan kebutuhan publik tersebut. Mengenai kesulitan dalam pengukuran kinerja organisasi publik ini dikemukakan oleh Agus Dwiyanto: 6

“Kesulitan dalam pengukuran kinerja organisasi publik sebagian muncul karena tujuan dan misi organisasi publik seringkali bukan hanya sangat kabur, tetapi juga bersifat multidimensional. Organisasi publik memiliki stakeholders yang jauh lebih banyak dan kompleks ketimbang organisasi swasta. Staekholders organisasi publik seringkali memiliki kepentingan yang berbenturan antara satu dengan yang lain”.6

Namun berdasarkan atas pemahaman terhadap tujuan dan misi organisasi, Dwiyanto lebih lanjut mengemukakan ada lima indikator untuk menilai kinerja organisasi publik, yaitu : produktifitas, kualitas layanan, responsivitas, responsibilitas dan akuntabilitas. Mirip dengan pendapat tersebut Lenvine mengusulkan tiga konsep untuk mengukur kinerja organisasi publik, yaitu : responsivenees, responsibility dan accountability (dalam Dwiyanto).7

6

Agus Dwiyanto, 1995, Penilian Kinerja Organisasi Publik, Makalah dalam Seminar Sehari : Kinerja Organisasi Sektor Publik, Kebijakan dan Penerapannya, Fisipol UGM, Yogyakarta.Hal 1

7

Ibid, Hal 7

Guna mewujudkan lembaga ini agar berfungsi sebagaimana keinginan tersebut maka kedudukan, susunan, tugas, wewenang, hak dan kewajibannya diatur dalam Undang-Undang. Hal mana lembaga perwakilan

(29)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

rakyat di Daerah melaksanakan fungsi legislatif sepenuhnya sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat. Sebagaimana dikemukakan Imawan bahwa tujuan dari perwakilan politik adalah menerjemahkan will of the people menjadi will of the state dimana fungsinya dibedakan kedalam 2 (dua) katagori besar, yakni fungsi wakil dan fungsi lembaga perwakilan.8

Lebih lanjut dikemukakan Imawan bahwa sebagai institusi, para wakil dalam dewan atau lembaga perwakilan memiliki 4 (empat) fungsi dasar adalah :9

1. Fungsi legislasi (perundangan) meliputi pembuatan aturan sendiri, menentukan pucuk pimpinan Eksekutif secara mandiri, serta menjadi mediator kepentingan rakyat dan pemerintah.

2. Fungsi budget (penganggaran) meliputi merancang dan menentukan arah serta tujuan aktivitas pemerintahan.

3. Fungsi pengawasan, meliputi aktivitas memfasilitasi perkembangan kepentingan dalam masyarakat vis-à-vis agenda yang telah ditentukan oleh pemerintah. Lembaga perwakilan menilai apakah aktivitas pemerintahan masih selaras dengan aspirasi masyarakat, serta memastikan bahwa perkembangan aspirasi masih bisa diakomodir dalam rencana kerja pemerintah.

4. Fungsi regulator konflik, meliputi aktivitas menampung dan menyerap konflik kepentingan yang berkembang dalam masyarakat, sehingga konflik pada tataran masyarakat dapat diubah menjadi konflik internal lembaga perwakilan sebagai bagian dari sebuah sistem politik.9

Dari keempat fungsi dasar lembaga perwakilan tersebut maka dalam menjalankan tugas-tugasnya ia memiliki hak-hak untuk mengajukan pertanyaan, mengajukan usul pernyataan pendapat, meminta keterangan (interplasi), mengadakan

8

Riswandha Imawan, 2000, Agenda Politik dan Ekonomi Dalam Format Reformasi Menuju Terbentuknya Masyarakat Madani, Dalam Membongkar Mitos Masyarakat Madani, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Hal 23

9

(30)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

penyelidikan (angket) dan mengubah aturan yang berlaku (amandemen). Dalam mengaktualisasikan fungsi dan haknya anggota Dewan atau lembaga perwakilan rakyat sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor ini sekaligus merefleksikan kualitas dan akuntabilitasnya sebagai wakil rakyat.

Menurut Arbi Sanit, DPRD mempunyai fungsi legislasi, pengawasan, anggaran, pemilihan pejabat, internasional dan perwakilan, DPRD sebagai salah satu unsur Pemerintah Daerah merupakan fungsi legislatif yang mewakili kepentingan atau aspirasi masyarakat. Sedangkan hak dan kewajiban DPRD adalah melaksanakan secara konsekuen GBHN, Ketetapan-Ketetapan MPR, serta mentaati segala Peraturan Perundangan yang berlaku. Kemudian DPRD bersama Kepala Daerah menyusun APBD untuk kepentingan daerah dalam batas-batas wewenang yang diserahkan kepada daerah atau melaksanakan Peraturan Perundangan yang pelaksanaannya ditugaskan kepada daerah.

Sementara menurut Yeremias T. Keban untuk mengukur kinerja DPRD dilihat dari pendekatan kebijakan, yaitu seberapa jauh kebijakan yang ditetapkan telah secara efektif memecahkan masalah publik. Artinya apakah kebijakan yang dihasilkan DPRD dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan memecahkan masalah publik dengan tepat. Pendapat tersebut menggambarkan ukurun kinerja DPRD dilihat dari produk kebijakan yang dihasilkan sebab keterlibatan DPRD dalam penyelenggaraan pemerintahan lebih pada “policy making”.10

10

Yeremias T Keban, 1995, Indikator Kinerja Pemerintah Daerah : Pendekatan Manajement dan Kebijakan, Seminar Sehari Kinerja. Hal 7

(31)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

Soesilo Zauhar mengatakan :

“…… Peningkatan kinerja individu dapat dilihat dari keterampilannya, kecakapan praktisnya, kompetensinya, pengetahuan dan informasinya, keluasan pengalamannya, sikap dan prilakunya, kebijakannya, kreatifitasnya, moralitasnya dan lain-lain. Kinerja kelompok dilihat dari aspek kerjasamanya, keutuhannya, disiplinnya, loyalitasnya dan lain-lain. Sedangkan kinerja institusi dapat dilihat dari hubungannya dengan institusi lain, fleksibelitasnya, pemecahan konflik dan lain-lain”.

Berdasarkan pendapat diatas, kinerja sangat konfleks dan memiliki derajat yang tinggi dari suatu hasil pada kondisi tetentu, baik dilihat secara individu, kelompok dan institusi.

Dari berbagai pendapat dan penjelasan dari para ahli di atas, baik mengenai konsep-konsep atau pengertian tentang kinerja, pengukuran kinerja, pentingnnya pengukuran kinerja dan bagaimana mengukur kinerja, maka penelitian ini menggunakan ukuran kinerja organisasi, yang tentu saja dalam penentuan ukuran tersebut disesuaikan dengan tujuan dan misi organisasi yang berhubungan, pada : Akuntabilitas, Responsivitas dan Efektifitas sebagai indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian ini.

Untuk memperjelas penggunaan indikator tersebut berikut dikemukakan beberapa hal yang berhubungan dengan teori dan konsep dari masing-masing indikator adalah :

(32)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

Dilihat dari dimensi ini kinerja tidak bisa hanya dilihat dari ukuran internal organisasi, seperti pencapai target. Kinerja sebaliknya harus dilihat dari ukuran eksternal seperti nilai dan norma masyarakat.

Menurut Affan Gafar bahwa akuntabilitas adalah setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat mempertanggung jawabkan kebijaksanaan yang hendak dan telah ditempuhnya. Tidak hanya itu, ia juga harus dapat mempertanggungjawabkan ucapan atau kata-katanya. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah prilaku dalam kehidupan yang pernah, sedang bahkan akan dijalaninya.11

Lebih jauh Agus Dwiyanto mengemukakan bahwa :12

Dari pendapat dan penjelasan di atas mengisyaratkan bahwa kinerja organisasi dianggap atau mempuyai akuntabilitas yang baik apabila organisasi tersebut dalam melaksanakan kegiatannya tidak bertentangan dengan aturan-aturan yang tumbuh dan Dalam konteks Indonesia, konsep akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa besar kebijaksanaan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan kehendak masyarakat banyak. Karena itu dilihat dari dimensi ini, kinerja organisasi publik tidak bisa hanya dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh organisasi publik atau pemerintah, seperti pencapaian target. Kinerja sebaliknya harus dinilai dari ukuran eksternal, seperti nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu kegiatan organisasi memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.12

11

Afan Gaffar, 2000, Politik Indonesia : Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Hal 7

12

Agus Dwiyanto, 1995, Penilian Kinerja Organisasi Publik, Makalah dalam Seminar Sehari : Kinerja Organisasi Sektor Publik, Kebijakan dan Penerapannya, Fisipol UGM, Yogyakarta.Hal 8

(33)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

berkembang dalam masyarakat. Jadi penilaian akuntabilitas ini lebih legitimet apabila telah memenuhi acuan-acuan yang ada dimasyarakat.

DPRD secara moral dan faktual ikut bertanggungjawab atas kelancaran jalannya roda pemerintahan di daerah demi pelayanan kepada masyarakat. Dalam mengatur dan mengurus pemerintahan di daerahnya, harus benar-benar sesuai dengan kepentingan masyarakat dan berdasarkan aspirasi masyarakat, serta tindakannya dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Oleh karena itu, DPRD harus memperhatikan apakah pelaksanaan fungsinya telah sesuai dengan apa yang menjadi harapan masyarakat, menguntungkan rakyat dan memperdulikan rasa keadilan. Maka harus ada pertanggungjawaban secara moral kepada masyarakat, dengan kata lain menunjukkkan bahwa dalam konsep akuntabilitas mengandung adanya pertanggungjawaban kepada masyarakat. Sehingga dapat dirumuskan bahwa organisasi memiliki akuntabilitas yang tinggi jika kegiatan dan pelaksanaan fungsinya dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.

Dimensi ini hendaknya diperhatikan DPRD sebagai lembaga perwakilan masyarakat yang berfungsi legislasi, pengawasan, anggaran, pemilihan pejabat, internasional dan perwakilan dan menampung aspirasi masyarakat. DPRD merupakan aktor yang dominan dalam tahap perumusan kebijakan dalam arti bahwa mereka mempunyai kekuasaan dan wewenang untuk memberi legitimasi terhadap perumusan kebijakan di daerah. Sehingga masyarakat sebagai sasaran kebijakan tidak menjadi korban kekuasaan pembuat kebijakan, harus ada pertanggungjawaban kepada

(34)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

masyarakat sekaligus kontrol dari masyarakat. Sebab tanpa adanya kontrol dari masyarakat DPRD bisa saja berbuat semaunya sendiri.

Dari uraian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa akuntabilitas adalah salah satu ukuran kinerja DPRD untuk melihat seberapa besar kegiatan pelaksanaan tugas dan fungsi legislasi yang berhubungan dengan upaya menerjemahkan aspirasi masyarakat menjadi keputusan-keputusan politik yang nantinya dilaksanakan pihak eksekutif. Dalam hal ini kualitas anggota DPRD diuji, dimana ia harus mampu merancang dan menentukan arah tujuan aktivitas pemerintahan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat serta dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.

b. Responsivitas

Responsivitas sebagai salah satu indikator untuk mengukur kinerja pelayanan publik, secara sederhana dapat diartikan mau mendengarkan saran.13

Agus Dwiyanto dan Baveola Kusumasari mengemukakan tentang pentingnya responsivitas dalam hubungannya dengan penilian kinerja yaitu : Menurut pengertian ini terlihat adanya komunikasi dalam bentuk aspirasi atau kehendak dari satu pihak kepada pihak lain serta memperhatikan apa yang disampaikan oleh komunikan.

14

“Dalam kaitannya dengan penilaian kinerja pelayanan publik, responsivitas sangat diperlukan dalam pelayanan publik karena hal tersebut merupakan bentuk kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda, memperioritaskan pelayanan dan

13

John M Echols, and Shadily, Hassan, 1992, An English-Indonesian Dictionary ( Kamus Inggris Indonesia), PT Gramedia, Jakarta. Hal 481

14

Agus Dwiyanto, 2001, Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, UGM, Yogyakarta.Hal 2

(35)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat”.14

Suatu organisasi yang mempunyai peran pelayanan publik dituntut harus peka terhadap apa yang menjadi kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas (responsivity) menurut S.P Siagian adalah kemampuan aparatur dalam mengantisipasi dan meghadapi aspirasi baru, perkembangan baru, tuntutan baru dan pengetahuan baru, birokrasi harus merespon secara cepat agar tidak tertinggal dalam menjalankan tugas dan fungsinya.15

Dapat diambil suatu kesimpulan bahwa sikap dan produk kelembagaan DPRD yang dihasilkan harus dapat merefleksikan dinamika dan aspirasi yang berkembang Berpedoman pada pendapat di atas, bahwa organisasi publik harus mampu dan mau mendengarkan serta peka terhadap apa yang menjadi tuntutan dan aspirasi masyarakat. Tingkat responsivitas yang akan diteliti adalah kemampuan DPRD dalam mengenali kebutuhan masyarakat, merespon persoalan yang muncul, memahami kemauan masyarakat untuk kemudian dikembangkan dan dituangkan dalam kebijakan yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Kemampuan untuk merespon kebutuhan masyarakatlah maka suatu organisasi mampu bertahan dalam lingkungan yang dinamis dan kompleks serta mampu untuk mencapai keberlanjutan organisasi itu sendiri. Organisasi yang memiliki responsivitas yang rendah dengan sendirinya menunjukkan kinerja yang jelek dan menunjukkan kegagalan organisasi.

15

P. Sondang Siagian, 2000, Organisasi, Kepemimpinan dan Prilaku Administrasi, PT. Gunung Agung, Jakarta.Hal 165

(36)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

dimasyarakat (responsif dan aspiratif). Artinya dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat, memberi pelayanan dan kepuasan kepada masyarakat serta mampu memecahkan masalah yang dihadapi.

c. Efektifitas

Berbicara mengenai efektifitas, menurut Kumorotomo adalah menyangkut apakah tujuan dari didirikannya organisasi pelayanan publik tersebut tercapai ? Hal tersebut erat kaitannya dengan rasional teknis, nilai, misi tujuan organisasi serta fungsi agen pembangunan.16

16

Wahyudi Kumorotomo, dan Subando, Margono, Agus, 1998, Sistem Informasi Manajement Dalam Organisasi Publik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.Hal 25

Dari pendapat di atas efektifitas dari kinerja DPRD dapat dilihat dari seberapa jauh mereka dapat melaksanakan fungsinya dalam hal : legislasi, pengawasan, anggaran, pemilihan pejabat, internasional dan perwakilan. Legislasi yaitu merumuskan dan menetapkan Peraturan Daerah bersama-sama Pemerintah Daerah, Pengawasan yaitu meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah, Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) serta Keputusan Kepala Daerah, dan Menampung aspirasi masyarakat yaitu menangani dan menyalurkan aspirasi yang diterima dan masyarakat kepada pejabat dan instansi yang berwewenang.

(37)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

1.5.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Faktor-faktor yang menentukan kinerja dari sebuah organisasi adalah faktor-faktor internal maupun eksternal organisasi yang menyumbang atau memprediksikan keberhasilan organisasi. Setiap organisasi memiliki ukuran dan faktor penentunya sendiri dalam mencapai kinerja sebab setiap organisasi memiliki keunikan sendiri-sendiri.

Sejalan dengan itu Imawan mengemukakan bahwa mengklasifikasikan faktor-faktor yang dapat menghambat anggota legislatif dalam melaksanakan fungsinya kedalam 2 (dua) faktor, yakni faktor internal dan faktor eksternal.17

Hal yang paling menonjol dalam topik ini adalah terlambatnya anggota legislatif dalam memperoleh informasi yang diperlukan dibandingkan pihak Eksekutif. Kondisi ini dapat dimaklumi, sebab pihak Eksekutiflah yang bergelut dengan

1. Faktor-faktor internal meliputi :

a. Peraturan Tata Tertib

Tujuan diciptakannya sebuah peraturan adalah agar tugas-tugas yang dijalankan dapat dilaksanakan secara tertib dan efisien. Namun bila peraturan itu terlalu detail, hal ini dapat menghambat pelaksanaan satu tugas. Peraturan tata tertib yang terlalu detail yang menjerat para anggota legislatif untuk melaksanakan tugasnya.

b. Data dan Informasi

17

Riswandha Imawan, 1993, Faktor-Faktor Yang Menghambat Usaha Optimasi Peran Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Dalam Fungsi Legislatif Dalam Sistem Politik Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta.Hal 79

(38)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

masalah kenegaraan sehari-hari. Selain itu untuk memutuskan satu tindakan/kebijakan yang sifatnya kolektif organisasi jauh lebih sulit dibandingkan pada pihak Eksekutif, mengingat banyaknya kepentingan yang ada dalam lembaga legislatif sehingga perlu adanya bargaining para anggota/kelompok.

c. Kualitas Anggota Legislatif

Secara formal, kualitas teknis anggota legislatif mengalami peningkatan, akan tetapi hal ini tidak berimplikasi secara signifikan terhadap peningkatan kinerja anggota legislatif. Persoalannya terpulang pada tekad dan mental anggota legislatif untuk benar-benar mewakili rakyat. Bahkan rahasia umum, bahwa karena mereka dicalonkan oleh partai sehingga banyak anggota legislatif yang tidak memiliki akar dalam masyarakat. Kondisi semacam ini menimbulkan banyaknya anggota legislatif yang berperan seperti seorang birokrat, yang berfikir bahwa mereka harus dilayani rakyat dan bukan sebaliknya.

2. Sedangkan yang termasuk dalam katagori faktor eksternal, adalah :

a. Mekanisme Sistem Pemilu

Sistem Pemilu yang kita anut, sebenarnya sudah sangat memadai untuk mendapatkan wakil rakyat yang representatif, namun mekanisme pelaksanaan sistem perwakilan berimbang dengan stelsel daftar yang kita anut, telah banyak memunculkan tokoh-tokoh masyarakat karbitan. Pengguna vote getter yang dikenal selama ini, telah membuka kemungkinan bagi munculnya tokoh yang sama sekali tidak dikenal oleh masyarakat.

(39)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

b. Kedudukan Eksekutif dan Legislatif

Dalam sistem pemerintahan Indonesia, lemabaga legislatif ditempatkan sebagai partner eksekutif. Partner dalam konteks ini lebih bersifat kooptasi, dimana satu pihak (eksekutif) kedudukannya jauh lebih kuat dari pihak yang lain (legislatif) sehingga kondisi ini sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing institusi/lembaga.

Adapun argumen yang penulis ajukan adalah bahwa walaupun DPRD merupakan lembaga politik, tetapi kinerjanya sebagai suatu organisasi tetap tidak dapat dilepaskan dari faktor kelembagaan (organisasi), Sumber Daya Manusia dan informasi. Walaupun diakui faktor politik memberi pengaruh terhadap kinerja DPRD sebagai lembaga politik, tetapi ke 3 (tiga) faktor tersebut juga memberi pengaruh pula terhadap kinerja DPRD sebagaimana halnya kinerja organisasi pada umumnya. Selain itu penelitian ini merupakan studi dibidang administrasi publik, oleh karena itu layak pula menganalisis kinerja DPRD dari faktor kelembagaan (organisasi), Sumber Daya Manusia dan informasi dan bukan dari faktor politik.

Maka variabel penjelas dari kinerja lembaga DPRD tersebut adalah :

1. Kelembagaan (Organisasi)

Organisasi dapat diartikan 2 macam yaitu : 1) Dalam arti statis, organisasi sebagai wadah kerja sama sekelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. 2) Dalam arti dinamis, organisasi sebagai sistem atau kegiatan

(40)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu.18 Sebagai kelembagaan posisi dan bentuk DPRD sebagai institusi lembaga daerah, sebenaranya sudah cukup jelas, namun apakah hal ini dengan sendirinya akan menjadi hal positif? syarat apa yang masih diperlukan? Menurut Suhartono, ada dua hal yang perlu diperhatikan, Pertama, bagaimana lembaga daerah akan menjadi oposisi dari Eksekutif, tentu akan dipandang sebagai gangguan atas kemampuan yang sudah ada. Dalam posisi yang demikian, institusi atau kekuatan sosial politik apa yang diharapkan akan mendorong pelaksanaan lembaga daerah, sehingga kualitas lembaga daerah (DPRD) tidak dicemari oleh unsur-unsur Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Kedua, sebagai organisasi yang akan bekerja bagi kepentingan rakyat banyak, tentu saja secara teknis, lembaga daerah akan membutuhkan sarana dan prasarana operasional. Yang menjadi masalah siapa atau dari mana kebutuhan tersebut akan dipenuhi.19

Terhadap masalah ini muncul beberapa dugaan : 1) Pengurus lembaga daerah akan malas sebab tidak ada insentif yang jelas; 2) Pihak daerah (Perangkat Daerah) akan bisa mengendalikan karena pembiayaan masuk dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang dikelola oleh Eksekutif; dan 3) Akan terjadi konflik baru di daerah, sehubungan dengan kemungkinan administrasi operasional DPRD pada rakyat.

20

Dari berbagai uraian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan fungsi dan tugas serta kinerja dari DPRD terletak dari daya dukung

18

Ibnu Syamsi, 1994, Pokok-Pokok Organisasi dan Manajement, Rineka Cipta, Jakarta.Hal 13

19

Suhartono, dkk, 2000, Parlemen Desa, Dinamika DPR Kelurahan dan DPRK Gotong Royong, Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta. Hal 202-204

20

(41)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

organisasi dan sarana prasarana yang tersedia yang ada untuk menyelaraskan berbagai kepentingan atau pihak yang terlibat, sehingga memungkinkan kerja lembaga tersebut lebih efektif dan efisien. Maka untuk mengetahui kinerja DPRD dapat dilihat dari seberapa jauh kemandirian organisasinya.

2. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam menuju misi, tujuan dan pencapaian hasil organisasi. Tanpa adanya sumber daya manusia proses yang ada dalam organisasi tidak dapat dijalankan. Dari berbagai sumber daya yang ada dalam organisasi, manusia merupakan sumber daya yang paling penting dalam organisasi untuk mencapai keberhasilan. Sebab sumber daya manusia merupakan satu-satunya yang punya akal, perasaan keinginan, kemampuan, keterampilan, pengetahuan, dorongan, daya dan karya.21

Sebelum membahas mengenai kemampuan anggota DPRD, terlebih dahulu penyusun akan membahas obyek yang menjadi fokus perhatian atau orientasi anggota DPRD adalah kebijaksanaan yang dibahas atau yang disusun. Dalam kaitan ini, ia dapat cenderung kepada pihak terwakil (pemilih), organisasi politik yang mendukungnya, pihak eksekutif (pusat atau daerah), atau dirinya sendiri. Kecenderungan tindakan ini dapat dibedakan dalam lima kemungkinan orientasi anggota DPRD yaitu :

22

21

Faustino Cardoso Gomes, 1995, Manajemen Sumber Daya Manusia, Andi Offset, Yogyakarta. Hal 12

22

(42)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

1) Tipe Perwakilan : tipe ini menunjukkan anggota DPRD mempunyai kebebasan yang banyak dalam memberikan dukungan atau suaranya kepada pilihan-pilihan yang tersedia dalam proses perumusan dan pemutusan suatu kebijaksanaan.

2) Tipe Perwakilan delegasi atau utusan : tipe ini menunjukkan, dimana mereka tidak bebas mengambil keputusan, dan tetapi mengikuti instruksi dan pihak kliennya. Dalam tipe ini, bila dalam rangka pengambilan keputusan para anggota diharuskan berkonsultasi terlebih dahulu dengan pihak yang diwakili atau harus mengikuti petunjuk mereka.

3) Tipe Perwakilan Partisan : tipe ini menunjukkan bahwa orientasi anggota ditujukan kepada organisasi politik yang mendudukkan mereka dalam lembaga DPRD.

4) Tipe Perwakilan Policio : tipe ini merupakan gabungan dari tipe wali dan delegasi. Orientasi anggota disesuaikan dengan isu atau permasalahan yang diperdebatkan. Sekiranya isu atau masalah tersebut menyangkut kepentingan pihak yang diwakili, maka ia (wakil) bertindak sebagai utusan dan jika isu atau masalah itu langsung menyangkut kepentingan dari anggota, maka ia (wakil) bertindak sebagai wali.

5) Tipe Perwakilan Eksekutif : tipe ini menunjukkan bahwa orientasi anggota ditujukan kepada pihak pemerintah, terutama Pemerintah Daerah. 22

Memperhatikan kelima tipe tersebut di atas, yang menjadi fokus utama atau fokus perhatian adalah fokus perhatian wakil terhadap terwakil. Secara jelasnya untuk melihat bagaimana orientasi para anggota DPRD bila mana dihubungkan dengan konsep orientasi di atas, adalah terutama ditujukan kepada pelaksanaan pemerintahan daerah. Dalam kaitannya dengan kinerja DPRD yang langsung berhubungan dengan anggota DPRD Kota Medan.

Jika dikaitkan dengan kualitas kemampuan, maka dapat dikatakan bahwa anggota DPRD yang berkualitas adalah anggota DPRD yang mempunyai kemampuan dalam pelaksanaan tugas, sehingga bisa menjadi teladan bagi anggota DPRD lainnya.

(43)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

Sedangkan menurut Miftah Toha, arti penting manusia dalam organisasi dikatakan sebagai berikut :23

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, dapat dikatakan manusia merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan maupun kegagalan dalam suatu organisasi. Untuk mencapai keberhasilan dalam pembuatan kebijakan yang tepat dan bermutu, melalui tahap dan proses yang tidak mudah kerena kebijakan publik menyangkut berbagai aspek kehidupan masyarakat yang sangat kompleks. Sebagaimana pendapat Levelt yang menyatakan membuat Undang-Undang merupakan pekerjaan yang sulit. Untuk itu, disamping pengetahuan tentang hukum tata negara dan hukum tata usaha negara, diperlukan juga penguasaan sepenuhnya materi yang diatur, demikian pula pengalaman rutin.

“Betapapun majunya suatu organisasi dan betapapun modernnya peralatan yang digunakan, manusia dalam organisasi tetap menduduki peranan yang menentukan.” 23

24

Kemampuan disini dapat ditempuh melalui pendidikan formal dan pengalaman. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang aktifitasnya di sekolah dan bermanfaat untuk mengembangkan daya fikir. Arti penting pendidikan ialah dapat memberi pengetahuan yang luas dan mendalam, melatih manusia berfikir Sehingga untuk menunjang keberhasilan DPRD dituntut kemampuan yang tinggi, keahlian dan pengalaman tertentu.

23

Miftah Thoha, 1989, Pembinaan Organisasi : Proses Diagnosa dan Intervensi, Rajawali, Jakarta. Hal 60

24

Levelt Dalam Djoko Prakoso, 1985, Proses Pembuatan Peraturan Daerah dan Beberapa Usaha Penyempurnaannya, Ghalia Indonesia, Jakarta.Hal 7

(44)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

rasional dan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari, serta memberi kemampuan dan keterampilan untuk merumuskan fikiran dan pendapatnya.25

Sementara itu, Miftah Toha mengungkapkan bahwa kemampuan seseorang dalam organisasi ditempuh dengan pengalaman. Pengalaman adalah keseluruhan pelajaran yang dapat dipetik dari segenap peristiwa atau hal-hal yang dilalui dalam perjalanan hidup seseorang. Dari pengalaman, seseorang akan mendapat pengetahuan sehingga menjadikan mereka lebih menguasai bidang kerja yang ditekuninya dan pengalaman banyak membantu seseorang dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.

26

3. Informasi

Dengan demikian pengalaman suatu hal yang telah dikerjakan oleh seseorang, apa yang telah dikerjakan oleh seseorang itu kadang benar dan kadang salah. Dan bisa juga apa yang telah dilakukan pada masa lalu itu manis atau pahit, sehingga hal ini akan membekas pada kehidupan seseorang yang tentu saja hal ini akan mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa potensi sumber daya manusia akan menentukan kinerja organisasi. Dalam penelitian ini, sumber daya manusia dilihat dari tingkat pendidikan yang pernah ditempuh dan pengalaman dibidang organisasi.

25

Josef Riwo Kaho, 1991, Prospek Otonomi Daerah di Negara RI (Identifikasi Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Penyelenggaraan), CV. Rajawali, Jakarta.Hal 72

26

Miftah Thoha, 1989, Pembinaan Organisasi : Proses Diagnosa dan Intervensi, Rajawali, Jakarta.Hal 60

(45)

Sri Puji Nurhaya : Kinerja Lembaga Legislatif (Studi: Analisis Kinerja Dprd Kota Medan Periode 2004-2009), 2010.

Dalam masyarakat modern peranan dan pengaruh informasi dalam kehidupan seseorang dan organisasi sangat terasa. Tidak ada kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dan organisasi, yang tidak memerlukan informasi. Demikian pentingnya informasi khususnya dalam suatu oranisasi, informasi dianalogikan sebagai daerah dalam organisasi. Ini berarti kalau aliran darah mengalami hambatan maka organisasi akan jatuh pada posisi tidak sehat.27

Informasi adalah data yang tersusun sedemikian rupa sehingga bermakna dan bermanfaat karena dapat dikemukakan pada seseorang yang akan menggunakannya untuk membuat suatu keputusan.

Dalam setiap organisasi, keterangan atau informasi dianggap bahan pokok bagi setiap pembuatan keputusan.

28

Dari berbagai uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu informasi merupakan hal yang penting untuk mendukung kelancaran pelaksanaan fungsi dan tugas DPRD. Dalam penelitian ini, informasi dapat dilihat dari sumber informasi

Dengan demikian bahwa informasi sangat berguna dalam menunjang pelaksanaan fungsi DPRD, baik informasi dari media cetak seperti koran lokal dan buletin lokal maupun informasi dari masyarakat dengan melakukan pertemuan-pertemuan (dialog) dalam menjaring dan menampung informasi masyarakat. Maka apabila terhambatnya suatu informasi akan mengakibatkan tidak dapat berjalan dengan baik fungsi dan tugas DPRD sebagai wakil rakyat.

27

Wahyudi Kumorotomo, dan Subando, Margono, Agus, 1998, Sistem Informasi Manajement Dalam Organisasi Publik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.Hal 11

28

Gambar

Tabel Profil Anggota DPRD Kota Medan Periode 2004-2009

Referensi

Dokumen terkait

berkesinambungan membutuhkan berkoordinasi dengan semua bidang baik pada tingkat universitas (akademik dan non akademik), fakultas dan program pascasarjana, maupun program

Pengaruh Model Pembelajaran Learning Cycle dan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, And Share Terhadap Pemahaman Konsep Pada Pembelajaran Geografi Siswa

Data-data yang telah terkumpul yang berupa semua bunyi bahasa yang terdapat di daerah Motong Are Kecamatan Kediri tersebut dianalisis untuk mengetahui apakah bunyi tersebut

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi kambing Peranakan Etawa (PE) dan Kambing Kacang Karakteristik produksi (bobot badan, tipe kelahiran, lingkar dada, panjang badan,

Anak yang shalih adalah anak yang tumbuh dalam naungan DienNya, maka mustahil ada anak dapat bisa mendoakan orang tuanya jika anak tersebut jauh dari perintah-perintah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pajak reklame dan retribusi daerah terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pada Dinas Pendapatan Daerah

Apabila dilihat dari proporsi jenis kelamin maka kasus HIV AIDS di Kota Pasuruan tahun 2014 mayoritas adalah lak-laki seperti tergambar pada gambar 3.13 berikut

Pengakuan adalah proses penetapan terpenuhinya kriteria pencatatan suatu kejadian atau peristiwa dalam catatan akuntansi sehingga akan menjadi bagian yang melengkapi unsur