• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKTIVITAS KOMUNIKASI RITUAL SEREN TAUN (Studi Etnografi Aktivitas Komunikasi Ritual Seren Taun di Kasepuhan Cisungsang) - FISIP Untirta Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "AKTIVITAS KOMUNIKASI RITUAL SEREN TAUN (Studi Etnografi Aktivitas Komunikasi Ritual Seren Taun di Kasepuhan Cisungsang) - FISIP Untirta Repository"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS KOMUNIKASI RITUAL

SEREN TAUN

(Studi Etnografi Aktivitas Komunikasi Ritual

Seren Taun

di Kasepuhan Cisungsang)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Program Studi Ilmu Komunikasi

Oleh : JUHENDI NIM 6662121051

KONSENTERASI HUBUNGAN MASYARAKAT

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

TEKAD, UCAP, LAMPAH

-Juhendi-

Persembahan

(6)

ABSTRAK

Juhendi. NIM 6662121051. Skripsi. Aktivitas Komunikasi Ritual Seren Taun (Studi Etnografi Aktivitas Komunikasi Ritual Seren Taun di Kasepuhan Cisungsang).

Kasepuhan Cisungsang merupakan komunitas adat yang terletak di Lebak-Banten, masyarakat Cisungsang masih menjaga adat istiadat warisan Karuhun seperti

seren taun. Ritual seren taun merupakan sebuah prosesi yang unik, seren taun

dilaksanakan selama7 (tujuh) hari 7 (tujuh) malam dengan berbagai rangkaian ritual adat. Ritual seren taun mencerminkan sebuah aktivitas komunikasi yang kompleks, yang di dalamnya terdapat peristiwa-peristiwa komunikasi yang khas yang melibatkan tindak-tindak komunikasi tertentu dan dalam konteks komunikasi yang tertentu pula. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi komunikasi, yang memfokuskan pada aktivitas komunikasi yang terjadi selama ritual Seren Taun. Dell Hymes membagi aktivitas komunikasi meliputi situasi komunikatif, peristiwa komunikatif dan tindakan komunikatif. Situasi komunikatif menjelaskan tentang konteks terjadinya komunikasi, sedangkan peristiwa komunikatif merupakan keseluruhan komponen peristiwa komunikasi yang meliputi setting, partisipants, ends, act sequence, keys, instrumentalities, norm, dan genre. Tindakan komunikatif merupakan fungsi interaksi tunggal, seperti pernyataan, permohonan, perintah ataupun perilaku non verbal. Hasil penelitian menunjukan bahwa aktivitas komunikasi ritual seren taun

di Cisungsang memiliki ciri khas tersendiri, peristiwa yang muncul disetiap ritual memiliki maksud dan tujuan tertentu pula, ritual melibatkan tindak-tindak komunikasi yang tidak hanya komunikasi vertikal (manusia dengan manusia) tapi juga komunikasi horizontal (manusia dengan leluhur dan Sang Pencipta). Artefak yang digunakan memiliki fungsi tersendiri sebagai identitas dan juga sebagai media komunikasi yang sifatnya non verbal. Situasi, peristiwa ataupun tindakan komunikatif semuanya merujuk pada suatu aktivitas komunikasi yang mencerminkan rasa syukur masyarakat adat Kasepuhan kepada Tuhan yang maha kuasa atas berkah yang telah diberikan.

(7)

ABSTRACT

Juhendi. NIM 6662121051. Thesis. Communication Activity of Seren Taun Ritual (Ethnographic Study Communication Activity of Seren Taun Ritual in Kasepuhan Cisungsang).

Kasepuhan Cisungsang is an indigenous community located in Lebak-Banten, Cisungsang people still maintain customs of Karuhun heritage such as seren taun. The seren taun ritual is a unique procession, seren taun is performed for 7 (seven) days 7 (seven) nights with various customary rituals. The seren taun ritual reflects a complex communication activity, in which there are distinctive communication events that involve certain communication actions and in certain communication contexts. This research uses qualitative method with ethnographic approach of communication, which focus on communication activity that happened during Seren Taun ritual. Dell Hymes divides communication activities including communicative situations, communicative events and communicative actions. The communicative situation describes the context of communication, whereas communicative events are the entire components of communication events that include settings, participatory, ends, act sequences, keys, instrumentalities, norms, and genres. Communicative action is a single interaction function, such as statements, requests, orders or non-verbal behavior. The results showed that the activity of ritual communication seren taun in Cisungsang has its own characteristics, the events that appear in each ritual have a certain purpose and purpose also, the ritual involves communication acts that are not only vertical communication (human with human) but also horizontal communication (human with the ancestors and the Creator). Artifacts used have its own function as an identity and also as a non-verbal communication medium. Situations, events or communicative actions all refer to a communication activity that reflects the gratitude of the Kasepuhan indigenous people to God Almighty over the blessings that have been given.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan nikmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi dengan judul “Aktivitas Komunikasi Ritual Seren Taun (Studi Etnografi Aktivitas Komunikasi Ritual Seren Taun di Kasepuhan Cisungsang)”. Skripsi penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) pada program studi Ilmu Komunikasi.

Dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada,

1. Bapak Prof. Dr. Sholeh Hidayat, M.Pd Selaku Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si Selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

3. Ibu Dr. Rahmi Winangsih, M.Si Selaku Ketua Program Studi Ilmu

Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

4. Bapak Darwis Sagita, M.I.Kom Selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

5. Bapak Prof. A. Sihabudin Selaku dosen pembimbing skripsi I yang telah membimbing penulis selama proses bimbingan sehingga skripsi ini dapat

(9)

6. Bapak Dr. Yoki Yusanto M.I.Kom Selaku dosen pembimbing skripsi II. Terima kasih atas masukan dan saran yang diberikan sehingga skripsi ini

dapat selesai.

7. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa. Terima kasih atas ilmu yang diberikan selama ini.

8. Abah Usep Suyatma (Ketua adat Kasepuhan Cisungsang) yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian tentang Kasepuhan

Cisungsang.

9. Om Nochi (Henriana Hatra) selaku sekretaris Kasepuhan Cisungsang yang

telah membantu penulis dari proses awal sampai penelitian selesai.

10.Ibu dan Bapak yang terkasih, Ibu Rohani dan Bapak Adhia. Terima kasih atas doa, kasih sayang serta dukungan yang tidak pernah berhenti.

11.Sahabat dan teman-teman yang sudah mau direpotkan. Terima kasih banyak. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi maupun penyajiannya

masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis menanti saran yang membangun guna kesempuraan penelitian ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat sebagai referensi penelitian bagi pembaca.

Serang, Juni 2018

(10)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

PERNYATAAN ORISINALITAS ... i

(11)
(12)

4.3Hasil Studi Lapangan ... 52

4.3.2.2Peristiwa Komunikatif Bubuka (Pantun tradisional) ... 74

4.3.2.3Tindakan Komunikatif Bubuka (Pantun tradisional) ... 78

(13)

5.2Saran ... 100

5.2.1 Saran Teoritis ... 100

5.2.2 Saran Praktis... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 102

LAMPIRAN ... 104

(14)

DAFTAR TABEL

(15)

DAFTAR DIAGRAM

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 4.1 Imah Gede Kasepuhan Cisungsang... 48 Gambar 4.2 Lambang Kasepuhan Cisungsang ... 49 Gambar 4.3 Baris kolot dan rendangan sedang melaksanakan rasul

pare di leuit ... 55

Gambar 4.4 Aki Edis sedang melakukan papasrah kepada Apih

Jampana ... 57

Gambar 4.5 Para rendangan sedang berbaris menunggu giliran

carita kepada Abah ... 60 Gambar 4.6 Aki Samir sedang melakukan ngukus dalam ritual

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Dokumentasi Ritual Rasul Pare di Leuit ... 107

Lampiran 2 Dokumentasi Ritual Bubuka (pantun tradisional) ... 108

Lampiran 3 Dokumentasi Ritual Balik Taun Rendangan ... 109

Lampiran 4 Dokumentasi Ritual Ngareremokeun ... 110

Lampiran 5 Dokumentasi Ritual Upacara Adat Seren Taun ... 111

Lampiran 6 Jadwal Acara Seren Taun Cisungsang 2017... 112

Lampiran 7 Transkrip Wawancara Informan 1 ... 113

Lampiran 8 Transkrip Wawancara Informan 2 ... 118

Lampiran 9 Transkrip Wawancara Informan 3 ... 123

Lampiran 10 Transkrip Wawancara Informan 4 ... 126

Lampiran 11 Transkrip Wawancara Informan 5 ... 129

Lampiran 12 Lembar Bimbingan Skripsi ... 132

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Ritual upacara adat seren taun merupakan satu dari sekian banyak ritual yang ada di Kasepuhan Cisungsang. Ritual seren taun sudah dilaksanakan

sejak ratusan tahun lalu secara turun temurun, seren taun merupakan acara puncak dari rangkaian ritual yang terdapat dalam tradisi ngamumule pare

(memelihara padi). Acara seren taun dilaksanakan selama 7 (tujuh) hari 7 (tujuh) malam dengan berbagai ritual dan hiburan. Hiburan tersebut meliputi hiburan tradisional dan hiburan modern. Hiburan tradisional diantaranya

seperti wayang golek, angklung buhun, mantun, jaipong, dan debus. Henriana Hatra mengatakan bahwa masyarakat kasepuhan juga terbuka

dengan budaya hiburan modern seperti dangdut, musik rock, dan reggae.1

“seren taun ini adalah pesta kita, pesta panen masyarakat adat,

rasa syukur kita terhadap Tuhan, hiburan tradisional dan modern

ada di sini”

Ritual upacara adat seren taun di Banten Kidul pertama kali dilakukan

sekitar tahun 1368.2Seren taun merupakan wujud rasa syukur kepada Sang Pencipta yang telah memberikan keberkahan selama proses musim tanam padi sampai panen, warga percaya bahwa dengan terus mengadakan

1

Wawancara dengan Kang Henriana Hatra di Kasepuhan Cisungsang, 10 September 2016

2

Yoki Yusanto, Ahmad Sihabudin dan Henriana Hatra. 2014. Kasepuhan Cisungsang. Pustaka Getok Tular & PT. Kemitraan Energi Industri.Hal. 27

(19)

syukuran seren taun maka lahan pertanian akan tetap subur dan jauh dari hama penyakit.3 Saat ritual upacara adat berlangsung setiap rendangan,

baris kolot mengenakan pakaian warna hideung, dalam bahasa Indonesia

hideung berarti hitam, kata hideung merupakan bentuk lain dari hideng yang

bermakna paham atau mengerti, sementara Abah Usep dan putranya Raden Angga Kusuma memakai pakaian serba putih yang melambangkan kesucian atau kebersihan hati. Semua rendangan, baris kolot, diwajibkan memakai

iket (ikat kepala) sebagai ciri atau identitas masyarakat adat.4Iket sifatnya wajib dikenakan oleh setiap laki-laki, baik bagi masyarakat adat maupun

orang luar yang berada di Kasepuhan, terutama saat ritual sakral seperti upacara adat seren taun wajib dikenakan. Iket hanya dilepas ketika hendak mandi dan waktu tidur saja. Corak iket yang digunakan umumnya motif

batik berwarna cokelat ke‟emasan, ada pula iket hitam polos atau putih polos yang biasa dipakai oleh Abah Usep. Sedangkan untuk kaum wanita, mereka

biasanya mengenakan kebaya dan kain samping.

Upacara adat seren taun merupakan bentuk ritual memanjakan padi dengan cara diarak dan dihibur berbagai kesenian tradisional seperti kecapi,

angklung buhun dan dogdog lojor. Padi diarak dengan menggunakan tandu dan rengkong (alat untuk memanggul padi). Padi diayunkan ke kiri dan ke

kanan sehingga menghasilkan bunyi yang harmoni. Padi-padi dibawa menuju tempat upacara adat berlangsung yaitu di depan Leuit Si Jimat

(lumbung padi utama). Istilah Si Jimat merupakan penamaan yang

3

Yoki Yusanto, Ahmad Sihabudin dan Henriana Hatra. 2014. Kasepuhan Cisungsang. Pustaka Getok Tular & PT. Kemitraan Energi Industri.Hal. 10

4

(20)

digunakan orang Sunda untuk menggambarkan suatu benda yang sangat berharga. Padi dibacakan do‟a dan diiringi puji-pujian untuk kemudian dimasukan ke dalam leuit. Padi yang diarak pertama kali menggunkan tandu disebut pare indung (ibunya padi). Pare indung sama dengan padi yang

lainnya, yang membedakan hanya jumlah ikatan pada tangkai padi, jika padi biasa hanya terdapat satu ikatan, maka pare indung terdapat lima ikatan ditangkai padinya. Pare indung dihias dengan bermacam-macam bunga dan

sejumlah uang puluhan atau ratusan ribu sebagai lambang kesuburan dari keberkahan hasil panen.5

Ritual upacara adat seren taun terbuka untuk umum, baik masyarakat sekitar maupun wisatawan yang ingin mengenal tentang kearifan lokal masyarakat Cisungsang melalui tradisi seren taun. Keunikan masyarakat

Kasepuhan Cisungsang menjadi salah satu tujuan destinasi wisata budaya bagi masyarakat luar, bahkan media-media lokal dan nasional cetak maupun

elektronik ikut mengabadikan ritual tahunan tersebut. Selama seren taun

berlangsung setiap pengunjung dipersilakan menikmati hidangan yang disediakan secara gratis di dapur Imah Gede. Sebagian hidangan yang

disajikan merupakan hasil bumi dari warga yang dikumpulkan secara kolektif melalui rendangan, berupa padi, gula, kelapa, pisang dan hasil bumi

yang lainnya.

Upacara adat Seren taun merupakan cara untuk mentransmisikan rasa

syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan harapan agar hasil panen

5

(21)

berikutnya lebih dari sebelumnya. Keteguhan mempertahankan kelangsungan tradisi sampai sekarang tidak terlepas dari kekuatan

kepercayaan masyarakat terhadap amanat para karuhun (nenek moyang) yang secara lisan menjadi aturan adat. Masayarakat yakin bahwa hidup

berdasarkan ajaran dan perintah karuhun akan selalu membawa kemaslahatan bagi masyarakat adat.

Abah Usep merupakan tokoh sentral yang mampu mentransmisikan pesan dari karuhun tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan tradisi masyarakat adat, sehingga jika Abah tidak menghendaki satu perkara maka

pantang bagi warga masyarakat adat untuk melanggarnya.6 Abah Usep menentukan sesuatu perkara terkait boleh atau tidaknya untuk dilakukan, tentunya itu hanya perkara yang berkaitan dengan tradisi, misalnya kapan

mulai menanm padi, kapan harus panen, kapan pongokan (libur melakukan segala sesuatu yang berkaitan dengan pertanian), kapan waktu larangan

bulan (tidak boleh bepergian) dan ketentuan pelaksanaan seren taun serta aturan adat lain yang dapat mengakibatkan kabendon (kuwalat) bagi pelanggarnya.

Pesan-pesan yang ditransmisikan dalam ritual upacara adat seren taun

berupa pesan verbal dan non verbal, pesan verbal disampaikan melalui lagu

puji-pujian yang dilantunkan dan melalui jangjawokan (mantra). Adapaun pesan non verbal yaitu melaui lambing, gestur tubuh yang muncul, warna,

alat ritual yang digunakan dan artefak lain yang dapat diamati.

6

(22)

Ritual seren taun merupakan proses komunikasi yang di dalamnya terdapat aktivitas komunikasi. Aktivitas komunikasi menurut Hymes adalah

aktivitas yang khas dan kompleks, yang didalamnya terdapat peristiwa-peristiwa khas komunikasi yang melibatkan tindak-tindak komunikasi

tertentu dan dalam konteks yang tertentu pula7.

Ritual seren taun bukan hanya sekedar ritual tahunan yang menjadi perburuan wisatawan dari luar daerah. Seren taun mencerminkan berbagai

hal terkait kekuatan nilai-nilai luhur yang dijaga keutuhannya sampai sekarang. Ritual biasanya berupa kegiatan yang bersumber dari kebiasaan

tertentu yang kemudian menjadi rutinitas serta mempunyai siklus waktu dan berulang, ritual bersifat seremonial, seperti untuk mengenang, merayakan, maupun untuk mengukuhkan sesuatu. Masyarakat Cisungsang terbiasa

melakukan berbagai ritual seperti acara khitanan, pernikahan, atau ritual keagamaan berupa sembahyang, puasa, idul fitri, tahun baru dan berbagai

jenis ritual lain yang melekat dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Cisungsang.

Kasepuhan Cisungsang memiliki daya tarik tersendiri, khususnya yang berkaitan dengan siklus ritual ngamumule pare, ribuan orang berdatangan setiap tahunnya hanya untuk melihat langsung seperti apa prosesi seren

taun. Seren taun menjadi fenomena menarik, tidak hanya bagi wisatawan tapi juga akademisi untuk dijadikan bahan kajian penelitian, itu pula yang

menjadi alasan peneliti memilih seren taun sebagai fokus penelitian. Alasan

7

(23)

mendasar penelitian ini dilaksanakan yaitu berdasarkan observasi peneliti pada seren taun Kasepuhan Cisungsang 2016 lalu. Peneliti merasa bahwa

meski banyak orang yang menghadiri acara ritual tersebut, nampaknya tidak semua memahami apa maksud sebenarnya diadakan ritual tersebut.

Seren taun adalah acara multi generasi, siapa saja dapat hadir, anak-anak, remaja, orang dewasa bahkan orang tua juga termasuk di dalamnya. Hiburan atau konten dalam seren taun juga terbagi ke dalam dua segmen yaitu acara

tradisi dan non tradisi. Acara tradisi adalah acara inti yang tidak boleh dihilangkan dan memang sudah menjadi ketetapan adat, seperti ritual rasul

pare di leuit, balik taun rendangan, ngareremokeun, mantun, debus, dan acara puncak yaitu upacara adat. Sedangkan acara non tradisi yaitu acara yang sifatnya hiburan seperti turnamen sepak bola, pertandingan volly ball,

acara musik yang di dalamnya terdapat festival band, dangdut, jaipong, degung, wayang golek, musik rock, musik reggae dan hiburan lain yang

setiap tahun selalu berbeda-beda menyesuiakan dengan trend yang populer saat itu.

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, penulis merasa mulai ada

pergeseran pemahaman di beberapa kalangan, sehingga penulis ingin menggali kembali seperti apa ritual seren taun yang dimaksudkan para baris

kolot, merekonstruksi ulang dan memaparkan hasil temuan di lapangan dari sudut pandang ilmu komunikasi dengan pendekatan etnografi. Penulis akan

(24)

1.2 Rumusan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang sebelumnya telah dipaparkan di atas,

maka peneliti merumuskan masalah penelitian yaitu “Bagaimana Aktivitas Komunikasi Ritual Seren taun di Kasepuhan Cisungsang?”

1.3 Identifikasi Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditentukan, maka peneliti

menggunakan identifikasi masalah guna untuk memudahkan mendapatkan hasil penelitian dengan membagi menjadi sub fokus penelitian sebagai

berikut.

1. Bagaimana Situasi Komunikatif Ritual seren taun di Kasepuhan

Cisungsang?

2. Bagaimana Peristiwa Komunikatif Ritual seren taun di Kasepuhan

Cisungsang?

3. Bagaimana Tindakan Komunikatif Ritual seren taun di Kasepuhan

Cisungsang ?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dijabarkan ke dalam

(25)

1. Untuk Mengkaji Situasi Komunikatif Ritual seren taun di Kasepuhan

Cisungsang.

2. Untuk Mengkaji Peristiwa Komunikatif Ritual seren taun di Kasepuhan

Cisungsang.

3. Untuk Mengkaji Tindakan Komunikatif Ritual seren taun di

Kasepuhan Cisungsang.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi bidang ilmu komunikasi terutama pada kajian tentang Aktivitas Komunikasi Etnografi, sebagai bahan pengembangan atau referensi bagi penelitian di

masa mendatang, terutama yang berkaitan dengan Kasepuhan Cisungsang baik dari sudut pandang yang sama maupun berbeda.

1.5.2 Manfaat Praktis 1.5.2.1Peneliti

Penelitian ini diharapakan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan baru bagi peneliti terutama pada kajian etnografi komunikasi.

1.5.2.2Akademik

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa Untirta secara umum dan Ilmu Komunikasi khususnya sebagai rujukan atau

(26)

1.5.2.3Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi masyarakat,

untuk lebih peduli dan menghargai nilai-nilai tradisi atau adat istiadat yang diwariskan oleh para leluhur, sehingga kearifan lokal yang ada di

Kasepuhan Cisungsang tidak hanya diketahui sebagai objek wisata budaya tapi juga ikut dilestarikan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. 1.5.2.4Pemerintah

Pemerintah Kabupaten Lebak maupun Provinsi Banten sangat dibutuhkan peranannya, mengingat masih banyak hak-hak masyarakat adat

yang belum terpenuhi haknya. Masyarakat adat dan aturan-aturan adat di dalamnya haruslah menjadi kekayaan tak benda yang perlu regulasi pemerintah sehingga mempunyai payung hukum sebagai komunitas

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komunikasi Ritual

Komunikasi ritual merupakan peristiwa komunikasi yang dilakukan secara kolektif oleh suatu komunitas melalui acara-acara berlainan

sepanjang hidup.8 Ritual biasanya berupa kegiatan yang bersumber dari kebiasaan tertentu yang kemudian menjadi rutinitas serta mempunyai siklus

waktu dan berulang. Ritual bersifat seremonial, seperti untuk mengenang, merayakan, maupun untuk mengukuhkan sesuatu. Masyarakat Indonesia terbiasa melakukan berbagai ritual seperti acara khitanan, pernikahan, atau

ritual keagamaan berupa sembahyang, puasa, idul fitri, natal, tahun baru, dan berbagai jenis ritual lain yang melekat serta menjadi bagian dari kehidupan

kelompok masyarakat tertentu. Ritual bersifat khusus dan terkadang hanya dapat dipahami oleh mereka yang ada di dalamnya, sehingga untuk memahamai makna sebuah ritual tertentu maka perlu masuk dan menjadi

bagian dari ritual tersebut.

Ritual dalam aktivitas atau prosesnya terjadi interaksi, oleh sebab itu

kemudian muncul istilah komunikasi ritual. Komunikasi ritual bukan digunakan secara langsung untuk menyebarluaskan pesan, melainkan bentuk eksistensi dan menjaga kebiasaan komunitas dalam suatu waktu.

8

Ahmad Sihabudin dan Rahmi Winangsih. 2012. Komunkasi Antarmanusia. Pustaka Getok Tular. Hal. 26

(28)

Kajian komunikasi ritual erat kaitannya dengan komunikasi budaya, yaitu kajian yang memahami bagaimana manusia berkarya cipta. Ritual

dilaksanakan sepanjang kelompok penganutnya masih mempercayai akan ritual tersebut, hal ini berarti komunikasi ritual berkaitan dengan keyakinan

seseorang atau sekelompok orang akan nilai-nilai yang terkandung dalam ritual tersebut. Nilai budaya merupakan kepercayaan yang menetap dan lebih disukai sebagai cara bertindak, tata kelakuan atau cara mencapai tujuan

hidup.9

2.2 Komunikasi Budaya

Secara etimoligi (bahasa), budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa

Sanskerta, buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi

(budi/akal).10 Selanjutnya, budaya atau kebudayaan diartikan sebagai hal-hal

yang berkaitan dengan akal mausia. Sedangkan secara terminologi (istilah) kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan simbol, pemaknaan, penggambaran (image), struktur, aturan, kebiasaan, nilai, pikiran, perkataan,

pemrosesan, informasi, pengalihan pola-pola konversi (kesepakatan), dan perbuatan atau tindakan yang terjadi pada suatu kelompok masyarakat.

9

Yoki Yusanto. 2012. Jurnal Riset Komunikasi. Program Studi Ilmu Komnkasi. Hal. 89

10

(29)

Ki Hajar Dewantara mengartikan kebudayaan sebagai buah budi manusia atau hasil perjuanagan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni

zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup serta

penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya manusia berperilaku tertib dan damai.11

Mengacu pada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh beberapa

ahli tentang apa itu kebudayaan, maka peneliti menyimpukan bahwa budaya atau kebudayaan merupakan hasil karya cipta manusia yang di dalamnya

menggambarkan ciri dan cara manusia itu bertindak.

2.3 Upacara Adat

Upacara adat merupakan bagian dari kajian komunikasi budaya, upacara adat biasanya dilakuakan untuk tujuan tertentu yang berkaitan

dengan tradisi suatu kelompok masyarakat yang memiliki adat tersebut. Upacara adat dengan segala keunikannya mempunyai makna yang berbeda-beda, upacara adat merefleksikan sistem kepercayaan yang dianut masih

terjaga dan dilestarikan keberadaanya. Upacara adat memiliki aturan tersendiri dalam pelaksanaannya dan ini biasanya sudah berlangsung dalam

kurun waktu yang lama secara turun temurun diwariskan dari generasi ke generasi.

11

(30)

2.4 Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal merupakan komunikasi yang proses penyampaian

pesan antara komunikator (orang yang menyampaikan pesan) dan komunikan (orang yang menerima pesan) disampaikan secara lisan dan

tulisan.12 Pada prakteknya komunikasi verbal adalah komunkasi yang menggunakan simbol-simbol verbal (bahasa), bahasa digunakan sebagai perangkat utama manusia dalam berinterksi.

2.5 Komunikasi Non Verbal

Komunikasi non verbal adalah komunikasi yang menggunakan isyarat bukan kata-kata.13 Komunikasi non verbal, dapat didefinisikan juga sebagai kegiatan penyampaian pesan dengan tidak menggunakan lambang

komunikasi bahasa lisan, dan tulisan, tetapi menggunakan komunikasi tubuh seperti gestur, mimik wajah, gerakan mata, suara, atau cara

berpakaian (artificial).14 Jika dilihat dari cara penyampaian atau prosesnya maka komunikasi non verbal adalah komunikasi yang dilakukan selain dengan menggunakan bahasa lisan dan tulisan, sehingga kadang untuk

mengiterpretasinya dibutuhkan kedalaman pemahaman karena tidak disampaikan secara tersurat.

12

Ahmad Sihabudin dan Rahmi Winagsih. 2012. Komunikasi Antarmanusia. Pustaka Getok Tular. Hal.

13

Dedy Mulyana. 2001. Ilmu Komunikasi :Suatu Pengantar. Remaja Rosdakarya. Hal.343.

14

(31)

2.5.1 Jenis-jenis Komunikasi Non Verbal

Komunikasi nonverbal dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis-jenis

pesan yang digunakannya yaitu sebagai berikut.15

1. Bahasa :

a. Isyarat tangan

Orang Indonesia mengacungkan jempol ke atas untuk mewakili suatu hal yang baik, bagus, persetujuan atau pujian. Tapi di

bebrapa negara lain mungkin saja akan berbeda. b. Gerakan kepala

Menganggukan kepala adalah tanda persetujuan, penghormatan, sedangkan menggelengkan kepala adalah bentuk penolakan.

c. Postur tubuh dan posisi kaki

Seseorang yang menumpangkan kaki di atas meja dapat

dikatakan sebagai sesorang yang sombong dan tidak sopan, begitu juga dengan sesorang yang membusungkan dadanya ketika berjalan menunjukan kepercayaan dirinya.

d. Ekspresi wajah

Wajah adalah bagia tubuh yang juga banyak bekomunikasi,

bahkan kesuksesan komunikasi verbal sangat dipengaruhi oleh ekspresi wajah.

15

(32)

e. Tatapan mata

Mata memiliki peran vital dalam berkomunikasi, bahkan konon

mata tidak pernah berbohong. Artinya mata punya peranan penting dalam proses penyampaian pesan, mata juga dapat menjelaskan

berbagai hal. Tatapan mata dapat menympaikan kebahagian, kesukaan, kebencian, dan amarah.

f. Sentuhan

Kita mampu membedakan apa makna belaian atau cubitan. Artinya sentuhan merupakan bagian dari cara seseorang

mengekspresikan perasaannya. g. Parabahasa

Parabahasa berkaitan dengan hal-hal selain ucapan, seperti

intonasi, kecepatan berbicara, dialek, volume suara, gumaman dan sebagainya. Misalnya, kita dapat mengetahui dari mana seseorang

berasal dari dialek atau gaya bicara orang tersebut. 2. Penampilan fisik

a. Busana

Busana yang dikenakan sesorang merupkan representasi dari apa yang dirasakan atau kepribadiannya. Misalnya, busana seraba

(33)

b. Karakteristik fisik

Seseorang dengan tubuh kekar dan kumis tebal akan terlihat

lebih menyeramkan dan terkesan galak ketimbang laki-laki gemulai dengan tatanan rambut klimis.

c. Bau-bauan

Bau tidak hanya merefleksikan suatu benda tetapi juga memiliki makna dan merepresentasikan suatu makna. Misalnya,

bau farfum mawar akan dimaknai berbeda dengan farfum aroma melati yang cenderung dianggap mistis dalam beberapa

kepercayaan.

d. Orientasi ruang dan jarak pribadi

Setiap orang mempunyai perbedaan orientasi terhadap ruang

dan jarak yang dimilikinya, pada saat berbicara kita akan melakukan pengaturan ruang atau jarak yang berbeda ketika

berbicara dengan orang yang kita kenal dan orang asing yang tidak dikenal.

e. Konsep waktu

Dalam konteks komunikasi, waktu juga mempunyai makna. Waktu akan merepresentasikan kepribadian seseorang dalam

ranah pergaulan, seseorang yang terbiasa tepat waktu akan dianggap lebih baik ketimbang orang yang kurang menghargai

(34)

f. Diam

Diam dapat dimaknai kondisional dan situasional, artinya

makna diam tidak mutlak. Misalnya seseorang diam saat mendengarkan lawan bicara sedang berbicara, atau seseorang

diam saat ia tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya.

g. Warna

Warna dapat mewakili perasaan seseorang yang memakainya, lebih jauh warna juga mencerminkan kepribadian tertentu.Artinya

warna juga memiliki makna, misalnya warna merah melambangkan keberanian atau putih berarti kesucian.

h. Artefak

Artefak adalah segala sesuatu benda hasil buatan manusia.Benda-benda yang biasa digunakan manusia

mengandung makna tertentu. Misalnya seorang mahasiswa berangkat ke kampus dengan menggunkan mobil BMW keluaran terbaru, dari apa yang terlihat dapat dikatakan bahwa mahasiswa

tersebut berasal dari keluarga kaya raya.

2.5.2 Fungsi Komunikasi Non Verbal

Fungsi utama komunikasi non verbal adalah sebagai pengulang terhadap yang dikatakan secara verbal, sebagai pelengkap pesan verbal,

(35)

penekanan pada kata-kata tertentu.16 Mark L. Knapp, menyebut lima fungsi pesan nonverbal yang dihubungkan dengan pesan verbal:

1. Repetisi, yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal. Misalnya saya menganggukan kepala setelah saya

mengatakan “iya” kepada lawan bicara saya.

2. Substitusi, yaitu menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya

tanpa berkata saya mengacungkan jempol untuk memuji seorang teman.

3. Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberi makna yang lain

terhadap pesan verbal. Misalnya anda ‟memuji‟ prestasi teman dengan mencibirkan bibir, seraya berkata ”Hebat, kau memang hebat.”

4. Komplemen, yaitu melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal. Misalnya, air muka anda menunjukkan tingkat

penderitaan yang tidak terungkap dengan kata-kata.

5. Aksentuasi, yaitu menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya. Misalnya, anda membanting pintu kamar

ketika sedang kesal terhadap adik atau kakak anda.

16

(36)

2.6 Etnografi Komunikasi

2.6.1 Pengertian Etnografi Komunikasi

Etnografi komunikasi adalah pengkajian peranana bahasa dalam perilaku komunikatif suatu masyarakat, yaitu cara-cara bagaimana bahasa

dipergunakan dalam masyarakat yang berbeda-beda kebudayaannya.17 Etnografi menurut Handwerker yaitu menyangkut produk dan proses riset yang terdokumentasi mengenai apa, dan bagaimana orang-orang

mengetahui, merasakan, dan melakukan dengan cara spesifik di dalam sejarah hidup individu.18

Phillipsen dalam buku berjudul Theoris of Human Communication, menyebutkan ada empat asumsi etnografi komunkasi19: 1) para anggota budaya akan menciptakan makna yang digunakan bersama, mereka

menggunakan kode-kode yang memiliki derajat pemahaman yang sama; 2) para komunikator dalam komunitas budaya harus mengkordinasikan

tindakan-tindakannya, oleh karena itu terdapat aturan atau sistem dalam komunikasi; 3) makna dan tindakan bersifat spesifik dalam sebuah komunitas, sehingga antara komunitas satu dengan yang lainnya akan

memiliki perbedaan dalam hal makna dan tindakan tersebut; 4) selain memiliki kekhususan dalam hal makna dan tindakan, setiap komunitas juga

memilki kekhususan dalam hal cara memahami kode-kode makna dan tindakan.

17

Engkus Kuswarno. 2008. Etnografi Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya. Hal. 11

18

Yoki Yusanto, Ahmad Sihabudin dan Henriana Hatra. 2014. Kasepuhan Cisungsang. Pustaka Getok Tular & PT. Kemitraan Energi Industri.Hal. 28

19

(37)

2.6.2 Objek Penelitian Etnografi Komunikasi

Berikut adalah Objek penelitian etnografi komunikasi:20

1. Masyarakat tutur (speech community).

Hymes memberi batasan mengenai masyarakat tutur adalah suatu

kategori masyarakat di mana anggota-anggotanya tidak saja sama-sama memilliki kaidah untuk berbicara, tetapi juga satu variasi linguistik tertentu.

2. Aktivitas Komunikasi

Sebagai makhluk sosial kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan

dari aktivitas komunikasi, karena komunikasi merupakan bagian yang penting dalam kehidupan sosial manusia. Aktivitas komunikasi adalah aktivitas yang khas atau kompleks, yang didalamnya terdapat

peristiwa-peristiwa khas komunikasi yang melibatkan tindak-tindak komunikasi tertentu dan dalam konteks yang tertentu pula. Untuk menelaah

aktivitas komunikasi maka diperlukan pemahaman tentang unit-unit diskrit aktivitas komunikasi, Hymes mengungkapkan bahwa unit-unit itu adalah speech situation (situasi tutur), speech event (peristiwa tutur),

dan speech act (tindakan tutur).21

Pada konteks aktivitas komunikasi dalam penelitian ini, unit yang

dimaksud meliputi: (1) situasi komunikasi, yaitu konteks terjadinya komunikasi, situasi komunikasi dapat menggambarkan bagaimana

terjadinya suatu peristiwa dalam suatu waktu dalam tempat tertentu; (2)

20

Engkus Kuswarno. 2008. Etnografi Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya.Hal. 38

21

(38)

peristiwa komunikasi, hal ini berkaitan dengan bagaimana sebuah peristiwa komunikasi terjadi pada suatu waktu, peristiwa komunikatif

mencakup keseluruhan perangkat komponen yang utuh meliputi tujuan umum komunikasi, topik umum yang sama, partisipan yang secara

umum menggunakan varietas bahasa yang sama, dengan kaidah-kaidah yang sama, dan setting yang sama pula; (3) tindakan komunikasi, adalah bagian dari peristiwa komunikasi, yaitu fungsi interaksi tunggal ,

seperti pernyataan, permohonan, perintah, ataupun perilaku non verbal. 3. Komponen komunikasi

Merupakan bagian yang paling penting dalam kajian etnografi komunikasi. Yang dimaksud komponen komunikasi dalam etnografi komunikasi menurut Hymes tertuang dalam model speaking

(dijelasakan dalam sub bab lain). 4. Kompetensi Komunikasi

Perspektif etnografi komunikasi lahir dari integrasi tiga ketrampilan yaitu ketrampilan linguistik, ketrampilan interaksi dan ketrampilan kebudayaan. Kompetensi inilah yang akan sangat

memengaruhi penutur ketika mereka menggunakan atau menginterpretasikan bentuk-bentuk linguistik.

5. Varietas Bahasa.

Pemolaan komunikasi (communication patterning) akan lebih jelas

(39)

code). Variasi ini akan mencakup semua varietas dialek atau tipe yang digunakan dalam populasi sosial tertentu.

2.6.3 Komponen Komunikasi Dell Hymes

Komponen komunikasi mendapat tempat yang paling penting dalam etnografi komunikasi. Selain itu, melalui komponen komunikasilah sebuah peristiwa dapat diidentifikasi. Pada kahirnya melalui etnografi komunikasi

dapat ditemukan pola komunikasi sebagai hasil hubungan antarkomponen komonukasi itu, meskipun aktivitas komunikasi tidak bergantung pada

adanya pesan, komunikator, komunikan, media, efek dan sebagainya. Sebaliknya aktivitas komunikasi adalah kativitas yang khas dan kompleks, yang di dalamnya terdapat peristiwa-peristiwa khas komunikasi yang

melibatkan tindak-tindak komunikasi dalam konteks tertentu pula. Sehingga proses komunikasi dalam aktivitas komunikasi merupakan

persitiwa yang khas dan berualang.

Hymes membagi komponen kajian etnografi komunikasi menjadi sebuah model yang diakronimkan ke dalam kata speaking, yang terdiri

dari: setting, participants, ends, act sequence, key, instrumentalities, norms, genre. Berikut penjelasannya:22

1. Setting, merupakan lokasi (tempat), waktu, dan aspek fisik situasi tersebut. Scene adalah abstrak psikologis, definisi kebudayaan mengenai

situsi tersebut;

22

(40)

2. Participants, partisipan adalah pembicara, pendengar atau yang lainnya, termasuk kategori sosial yang berhubungan dengannya;

3. Ends, merupukan tujuan mengenai peristiwa secara umum dalam bentuk tujua partisipan secara individual, secara konvensional dikenal juga

sebagai fungsi dan diharapkan sebagai hasil akhir dari eristiwa yang terjadi;

4. Act sequence, disebut juga urutan tindakan komunikatif atau tindak tutur,

termasuk di dalamnya isi pesan dan apa yang dikomunikasikan;

5. Keys, mengacu pada cara atau pelaksanaan tindakan tutur yang menjadi

fokus acuan;

6. Instrumentalities, merupakan bentuk pesan (message form). Termasuk di dalamnya saluran vokal dan nonvokal, serta hAkikat kode yang

digunakan;

7. Norm of Interaction, merupakan norma-norma interksi, termasuk di

dalamnya pengetahuan umum, pengandaian budaya yang relevan, atau pemahaman yang sama yang memungkinkan adanya inferensi tertentu yang harus dibuat, apa yang perlu dipahami secara harafiah, apa yang

perlu diabaikan dan lain-lain;

8. Genre, secara jelas didefinisikan sebagai tipe peristiwa, genre mengacu

(41)

2.7 Kerangka Pemikiran

Etnografi komunikasi memandang prilaku komunikasi dalam konteks

sosiokultural sebagai perilaku yang lahir dari integrasi tiga keterampilan yang dimiliki setiap individu sebagai makhluk sosial, yaitu keterampilan

bahasa, keterampilan komunikasi, dan keterampilan budaya. Pada saat terjadi komunikasi maka artinya juga terjadi interaksi, dalam interaksi manusia menggunakan simbol-simbol, baik verbal maupun non verbal yang

memiliki maksud tertentu. Interaksi atau komunikasi di dalamnya terdapat sebuah proses atau aktivitas komunikasi meliputi yang situasi komunikatif,

peristiwa komunikatif dan tindakan komunikatif.

Situasi komunikasi mengacu pada bagaimana sebuah peristiwa berlangsung, berkaitan dengan waktu dan tempat proses komunikasi

berlangsung, tidak hanya itu, aspek psikologis juga menjadi perhatian untuk menganalisis secara utuh bagaimana proses komunikasi terjadi, termasuk

komunikasi non verbal, seperti posisi duduk, nada bicara, gestur tubuh, mimik wajah, warna yang dipakai dan artefak-artefak atau media komunikasi yang digunakan.

Peristiwa komunikatif, unit analisis tentang komponen komunikasi yang muncul selama proses komunikasi berlangsung, peristiwa komunikatif

mencakup keseluruhan perangkat komponen yang utuh meliputi tujuan umum komunikasi, topik umum yang sama, partisipan yang secara umum

(42)

Etnografi Komunikasi

Kajian Peranan, bahasa, budaya, komunikasi, dalam perilaku suatu masyarakat. Hymes dalam Kuswarno 2008:12

UPACARA ADAT

SEREN TAUN

Peristiwa Komunikatif

Unit dasar untuk tujuan deskriptif / termasuk komponen komunikasi

Tindakan

Komunikatif

Fungsi interaksi tunggal

Situasi Komunikatif

Konteks terjadinya komunikasi

AKTIVITAS KOMUNIKASI RITUAL

SEREN TAUN DI KASEPUHAN CISUNGSANG

Sumber : Peneliti 2017

ketika terjadi perubahan partisipan, adanya periode hening, atau perubahan posisi tubuh partisipan.

Tindakan komunikatif, adalah bagian dari peristiwa komunikasi, yaitu fungsi interaksi tunggal , seperti pernyataan, permohonan,, perintah, ataupun

perilaku non verbal.

(43)

Dari gambar tampak bahwa, penelitian akan berfokus pada ritual seren taun dengan menggunakan teori sekaligus pendekatan etnografi.

Penggunaan alur kerangka pemikiran dilakukan untuk mempermudah peneliti dalam merangkai hasil penelitian.

Etnografi komunikasi digunakan karena berdasarkan tujuan dan karakterisitik subjek penelitian akan lebih cocok jika melakukan observasi langsung, melihat, mengamati dan menelaah setiap komponen komunikasi

terutama kajian aktivitas komunikasi ritual terjadi selama ritual seren taun

berlangsung.

Aktivitas komunikasi ritual dalam hal ini yaitu, situasi komunikatif, peristiwa komunikatif dan tindakan komunikatif yang kemudian didalamnya akan dilakukan pembedahan komponen dari setiap aspek komunikasi yang

ditelaah mengenai setiap aktivitas yang muncul selama seren taun

berlangsung dalam kurun waktu satu minggu. Tujuannya untuk

merekonstruksi atau memaparkan kembali bagaimana proses ritual seren taun terutama aktivitas yang muncul yang dapat dijelaskan dari sudut pandang komunikasi, sehingga dapat tergambar secara terperinci bagaimana

(44)

2.8 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu adalah referensi yang digunakan oleh peneliti

sebagai rujukan untuk memudahkan peneliti memahami penelitian dengan bantuan penelitian serupa, baik dari jenis penelitian, subjek penelitian

maupun tujuan penelitian.

Penelitian pertama yaitu penelitian yang dilakukan oleh Giri Wanandi (UNIKOM), ia mengambil judul “Aktivitas Komunikasi Ritual Mipit Pare di Kampung Adat Ciptagelar”, tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan bagaimana proses ritual mipit pare dari aspek

komunikasi terutama aktivitas komunikasi. Metode yang digunakan ialah penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi komunikasi, teori substantif yang digunakan yaitu interaksi simbolik, sementara itu hasil dari

penelitian menunjukan bahwa ritual mipit pare merupakan ritual sakral yang dilakukan oleh masyarakat kampung adat Ciptagelar, mipit pare

merupakan tahapan prosesi untuk memulai panen padi yang sudah menguning dan siap untuk dipanen, bagi masyarakat setempat panen padi tidak boleh dilakukan sembarangan, melainkan harus melalui serangkaian

ritual dan do‟a-do‟a agar proses panen berjalan lancar dan mendapat hasil yang berkah. Ritual mipit pare dilakukan setahun sekali, karena

masyarakat Ciptagelar hanya menanam padi sekali dalam setahun, pelaksanaannya dilakukan di pungpuhunan (pusat padi pertama kali

(45)

Penelitian kedua yaitu penelitian Davi Ahmad (UNIKOM) dengan judul penelitian “Aktivitas Komunikasi Upacara Adat Ngalungsur Pusaka Makam Godog”, metode yang digunakan yaitu kualitatif deskriptif dengan pendekatan etnografi komunikasi dan teoti substantif

yaitu teori interaksi simbolik. Hasil penelitian ini menguari bagaimana proses aktivitas ritual ngalungsur yang dilakukan oleh warga kampung Godog, Desa Lebak Agung di Kabupaten Garut. Ritual ngalungsur

dilakukan sekali dalam setahun setiap tanggal 14 bulan Rabiul Awal, ritual ini merupakan wujud penghargaan untuk mengenang jasa para pejuang

desa yang menyebarkan ajaran agama Islam di daerah tersebut.

Penelitian ketiga adalah penelitian tentang masyarakat Baduy, penelitian ini dilakukan oleh Al Mushowir (UNIKOM) dengan judul “Komunikasi Ritual Adat Seba Masyarakat Baduy Luar” yang menggunakan metode kualitatif deskriptif pendekatan etnografi

komunikasi dengan teori substantif komunikasi antarbudaya. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ritual seba yang dilakukan oleh masyarakat Baduy merupakan proses komunikasi yang terjadi sekali

dalam setahun. Seba merupakan ritual kunjungan dengan membawa hasil bumi untuk diberikan kepada pemangku jabatan di lever pemerintahan

kabupaten atau provinsi Banten. Seba adalah wujud kesetiaan masyarakat Baduy kepada pemerintah, sifatnya wajib dan akan mendapat kuwalat

(46)

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Peneliti Giri Wanandi Davi Ahmad Al Mushowwir

Universitas UNIKOM UNIKOM UNIKOM

Tahun

Subtantif Interaksi Simbolik Interaksi Simbolik

(47)

tempat

Dari semua penelitian terdahulu terdapat bebrapa persamaan yaitu ;

1. Metode yang digunakan peneliti terdahulu dengan penelitian ini yaitu

sama-sama menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan etnografi komunikasi.

2. Fokus penelitian yaitu membahas aktivitas komunikasi mengenai

suatu peristiwa ritual. Aktivitas komunikasi tersebut kemuadian diuraikan menjadi situasi komunikatif, peristiwa komunikatif dan

tindakan komunikatif untuk memperoleh penjabaran tentang ritual secara utuh.

3. Hasil penelitian menujukan bahwa ritual atau peristiwa yang diteliti memiliki periode waktu, artinya ritual atau aktivitas komunikais yang berlangsung merupakan aktivitas komunikasi yang khas atau khusus

(48)

penelitian ini yang berfokus pada ritual seren taun yang dilaksanakan sekali dalam setahun.

Sementara itu, penelitian terdahulu dan penelitian ini juga memiliki perbedaan, antara lain :

1. Teori substantif yang digunakan, penelitian terdahulu ada yang menggunakan teori interaksi simbolik dan ada yang menggunakan teori komunikasi antarbudaya, sedangkan penelitian ini menggunakan

(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi. Bodgan dan Taylor mendefinisikan bahwa metodologi

kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

dapat diamati. Pendekatan ini lebih diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis,

tetapi perlu memandangnya sebagai suatu keutuhan.23

Kirk dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah

tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan

dalam peristilahannya.24

Pendekatan etnografi dipilih karena dengan menggunakan

pendekatan ini peneliti dapat memahami bagaimana suatu kelompok masyarakat berpikir, hidup dan berperilaku. Kajian etnogarafi juga mengharuskan peneliti untuk masuk dan menjadi bagian dari kehidupan

23

Basrowi dan Suwandi. 2008. Penelitian Kualitatif. PT. Rineka Cipta.Hal. 21

24

Ibid. Hal. 21

(50)

subjek penelitian, sehingga dapat mengamati dan merasakan langsung bagaimana suatu kelompok masyarakat menjalankan aktivitas

kehidupannya.

3.2 Fokus Penelitian

Fokus penelitian digunakan untuk mempermudah proses pelaksanaan

penelitian. Adapun fokus penelitian yang diambil oleh penulis dalam penelitian ini yaitu tentang bagaimana Aktivitas Komunkasi Ritual

seren taun di Kasepuhan Cisungsang, dengan sub-fokus yang terbagi atas situaasi komnikatif, peristiwa komunikatif, dan tindakan komunikatif.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

berupa obseravasi, wawancara dan dokumentasi, teknik ini digunakan untuk memperoleh data-data yang sesuai dengan tujuan penelitian.

3.2.1 Observasi

Basrowi dan Suwandi dalam bukunya “Memahami Penelitian

Kualitatif” menjelaskan bahwa observasi merupakan salah satu metode

pengumpulan data di mana peneliti melihat, mengamati secara visual sehingga validitas data sangat tergantung pada kemampuan observer.25

Observasi atau pengamatan adalah suatu metode dalam

pengumpulan data saat membuat sebuah karya ilmiah. Nasution menyatakan bahwa observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan.

25

(51)

Ilmuan dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi.26

Dengan kata lain pada proses pengumpulan data peneliti dituntut untuk mengumpulkan data penelitian seakurat mungkin dan

mengesampingkan subjektivitas peneliti dengan hanya fokus pada apa yang diteliti. Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi terfokus, yakni salah satu jenis pengamatan yang

secara spesifik mempunyai rujukan pada rumusan masalah atau tema penelitian.27

3.2.2 Wawancara Mendalam

Wawancara terarah dilaksanakan secara bebas dan juga mendalam (in-depth), tetapi kebebasan ini tetap tidak akan terlepas dari pokok

permasalahan yang akan ditanyakan kepada responden dan telah dipersiapkan sebelumnya oleh pewawancara.28 Wawancara mendalam

dilakukan untuk mendapatkan data-data berupa jawaban-jawaban atas pertanyaan yang diajukan peneliti terkait fokus atau tujuan penelitian. Pengumpulan data melalui wawancara memiliki kelebihan tersendiri

karena data yang diperoleh dapat dikonfirmasi saat itu juga yaitu ketika wawancara berlangsung, teknik wawancara dapat meminimalisir

kesalahan informasi karena peneliti dapat menentukan sendiri siapa narasumber yang dianggap kompeten sebagai sumber informasi.

26

Sugiyono.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta. hal : 226

27

Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. PT. Rineka Cipta. Hal.99

28

(52)

Wawancara dapat dilakukan secara langsung face to face (tatap muka) maupun secara tidak langsung, seperti via telepon atau alat

komunikasi lain yang memungkinkan untuk terjadinya kontak pertukaran informasi. Peneliti yang baik lazimnya tidak hanya terfokus pada apa

yang akan ditanyakan tapi juga melakukan interaksi dengan subjek penelitian agar peneliti dapat menafsirkan berbagai jawaban yang telah dinyatakan melalui wawancara tersebut.

3.2.3 Informan Penelitian

Informan penelitian adalah mereka yang peneliti tentukan

berdasarkan kriteria tertentu agar data yang diperoleh dapat seakurat mungkin, informan dalam penelitian ini akan mengacu pada orang-orang penting atau tokoh-tokoh yang ada di Kasepuhan Cisungsang.

Kriteria informan penelitian yaitu orang yang dianggap mengetahui segala bentuk informasi yang dibutuhkan dan juga memiliki kredibilitas

sebagai seorang informan, dalam menentukan informan penelitian ini sifatnya purposive yaitu peneliti memilih sendiri informan yang akan diwawancara. 29 Pada prakteknya ada kemungkinan akan bersifat

snowball, hal ini disesuaikan dengan kemampuan informan memberikan informasi, ketika ada informasi yang masih dirasa kurang, maka penulis

akan meminta saran kepada informan, untuk mendapatkan rujuan siapa yang cocok dan dapat memberikan jawaban terkait pertanyaan yang

29

(53)

disiapkan penulis. Adapun kriteria yang dijadikan petimbangan dalam memilih informan penelitian yaitu :

1. Mengetahui secara mendalam tentang Kasepuhan Cisungsang, sejarah maupun perkembangan Kasepuhan saat ini.

2. Memiliki jabatan atau posisi dalam struktur adat di Kasepuham, baik itu penasehat, rendangan, baris kolot, maupun incu putu yang termasuk ke dalam wewengkon (keanggotaan) Kasepuhan

Cisungsang.

3. Dapat memberikan informasi yang kredibel terkait tofik

penelitian.

4. Mewakili golongan usia berbeda, yaitu golongan muda dan golongan tua, hal ini berkaitan dengan sudut pandang yang akan

dikemukakan dalam melihat situasi Kasepuhan Cisungsang terkini.

5. Bersedia dan secara sadar dapat berkomunikasi terkait tofik penelitian, guna memudahkan dalam proses pengumpulan informasi.

Berikut adalah informan penelitian yang dipilih penulis berdasarkan kriteria yang telah ditentukan :

1. Henriana Hatra (Sekretaris Kasepuhan Cisungsang)

Pertemuan dengan Kang Nochi (sapaan akrab Henriana

(54)

Kasepuhan. Sejak itu terus berkomunikasi sampai sekarang, peneliti sering ikut kegiatan beliau, baik yang berkaitan dengan

masyarakat adat maupun hanya sekedar ngopi bersama. Beliau sering bercerita tentang kesehariannya sebagai sekretaris

Kasepuhan dan menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan adat istiadat.

Menariknya justru proses memperoleh data untuk kebutuhan

penelitian dilakukan secara mengalir saja, peneliti tidak melakukan wawancara terencana, bahkan dapat dikatakan, proses

mendapatkan informasi itu sudah terjadi sejak pertemuan pertama melalui obrolan santai dalam keseharian. Kang Henriana Hatra dipilih sebagai informan karena beliau merupakan pintu informasi

mengenai segala sesuatu tentang Kasepuhan Cisungsang, beliau juga juru bicara Kasepuhan yang biasa menyampaiakan informasi

dari ketua adat secara langsung.

2. Erwan Hermawan (Rendangan/tangan kanan Abah/penasehat) Pak Ewang, begitu beliau biasa disapa, beliau adalah

rendangan, tapi lebih sibuk dari rendangan biasanya. Beliau berperan aktif di Kasepuhan sebagai orang kepercayaan Abah,

beliau juga merupakan pintu gerbang bagi tamu atau siapapun yang ingin bertemu Abah. Peneliti bertemu beliau di Villa

(55)

warna senada dan ikat kepala, ia juga mengenakan gelang simpay

(aksesoris khas Kasepuhan).

“Upami hoyong gelang simpay doang kie, kin tiasa

dipangmesenken ka pengrajin, hoyong nu kumaha? Simpay

genep, salapan atanapi dua belas, bebas resepna nukumaha

?”

“Kalau mau gelang simpay seperti ini, nanti saya pesankan

ke pengrajin, mau yang seperti apa, simpay enam, sembilan

atau dua belas, bebas sukanya yang gimana?”

Beliau menjelaskan, sudah jadi kebiasaan kalau tamu yang akan berkunjung atau melakukan penelitian harus menemui beliau terlebih dahulu, jadi setelah itu beliau yang akan melakukan

konfirmasi apakah Abah bisa ditemui atau tidak, karena Abah juga punya aktivitas lain selain sebagai ketua adat.

“Abah oge kan gaduh kagiatan anu sanes, monitor Mercy

grup upami nuju manggung di luar daerah”

Abah juga punya kegiatan yang lain, memantau Mercy

Grup saat ada manggung di luar daerah”.

Rumah Pak Ewang berada di sisi selatan Imah gede, hal itu

(56)

3. Abah Usep Suyatma (Ketua adat Kasepuhan Cisungsang)

Peneliti bertemu Abah Usep pada hari Senin, hari pertama

seren taun pada tanggal 11 September 2017. Saat itu beliau berpakain santai, jaket parasut sembari memegang walkie-talkie

lengkap dengan ikat kepala

“ieu anak buahna Nochi nya?”

“ini orangnya Nochi ya?”

kebetulan saat seren taun di tahun 2017, peneliti juga bertindak sebagai seksi dokumentasi untuk semua kegiatan adat

selama seren taun di Cisungsang. Beliau berbahasa Sunda halus, ia sangat terbuka kepada siapapun yang ingin belajar dan lebih mengenal adat istiadat di Kasepuhan. Pembicaraan dengan beliau

tidak berlangsung lama, informasi yang beliau sampaikan juga tidak banyak, beliau menegaskan, informasi yang Pak Ewang dan

Kang Nochi sampaikan sudah mewakili apa yang ingin beliau sampaikan.

Ketua adat dipilih karena beliau merupakan tokoh sentral

dalam masyarakat adat Kasepuhan Cisungsang, dalam hal ini

Abah Usep Suyatma sebagai ketua adat dianggap mengetahui

segala sesuatu informasi tentang budaya dan tradisi yang ada di

Kasepuhan Cisungsang khususnya mengenai ritual seren taun

(57)

4. Junadi (Tukang para)

Rumahnya di kampung Cikarang, beliau bertugas mengatur

bahan makanan, kue-kue kering khas kasepuhan, aneka jenis pisang untuk kebutuhan seren taun, beliau dibantu rendangan

lain. Disebut tukang para karena memang pekerjaannya dilakukan di para (langit-langit). Rumah panggung memiliki celah ruang yang memanfaatkan ruang antara atap dan langit-langit untuk

menyimpan berbagai barang. Salah satunya digunakan saat ada acara hajatan, hal ini guna menambah ruang dan memudahkan

akses karena masih berada dalam satu rumah.

Pertama kali ditemui, Mang Junadi sedang ada di rumahnya, bersama istri dan anak perempuannya yang masih Sekolah

Menengah Pertama (SMP), rumahnya bergaya kontemporer, memadukan unsur kayu dan material modern seperti keramik dan

beton, namun tetap menyisakan ruang yang masih bergaya tradisional, bagian dapur sengaja dibuat tradisional dengan lantai

palupuh, lengkap dengan hawu dan para seneu.

“kan urang mah, jalema tradisi, ulang ngarempak zaman,

ai cik kolot kitu nya kudu kitu

(58)

Peneliti dan mang Junadi berbincang-bincang di dapur, beralaskan tikar dan berada tepat di depan hawu, apinya sudah

padam karena saat itu sudah pukul sembilan malam.

“sok geura ngopi, ulah nyemah di dieu mah, ai hayang

nyieun sorangan, eta daharena”

“silakan ngopi, jangan seperti tamu, kalau mau buat

sendiri saja, itu makanannya.”

5. Raden Angga Kusuma (Putra Sulung Abah Usep)

Senin pagi, menjelang persiapan ritual rasul pare di leuit,

Angga terlihat santai dengan kaos dan celana pendek, ikat kepala, ia sedang bermain bersama anaknya saat ditemui peneliti. Kami langsung berbincang di lorong dupur, para rendangan dan ibu-ibu

berlalu lalang mempersiapkan kebutuhan untuk upacara yang akan dilaksanakan sore itu.

“Kalau informasi ringan, masih bisa saya sampaikan, tapi

jika itu berkaitan dengan sejarah lama, nanti saya bisa bantu arahkan ke para baris kolot yang memang lebih paham,

takutnya saya menyampaikan informasi yang keliru”.

Raden Angga dipilih sebagai informan karena beliau

mewakili golongan muda dari ranah keluarga Kasepuhan, sehingga peneliti mempertimbangkan perlunya sudut pandang

(59)

Tabel 3.1 Identitas Informan

N

O Nama

Tempat

Tanggal Lahir Alamat Jabatan adat

Pekerja

Cisungsang Rendangan/Penasehat Tani

3 A. Usep

Cikarang Tukang para Tani

5 Raden

Metode dokumentasi adalah suatu metode pengumpulan data yang

digunakan dalam metodologi penulisan sosial.30 Dokumentasi dalam hal ini merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumentasi dapat

berupa dokumen yang dipublikasikan seperti buku, jurnal, artikel, surat kabar, berita online, catatan harian dan sebagainya. Dokumentasi juga dapat berupa foto, vidio, rekaman suara, maupun cerita rakyat.

Pengumpulan data dokumentsi tidak terpaku pada satu sumber, peneliti akan menghimpun segala jenis data yang berhubungan dengan fokus

penelitian guna menunjang keabsahan data yang diperoleh.

30

(60)

3.2.5 Studi Pustaka

Untuk menunjang penelitian ini maka peneliti menggunakan

berbagai literatur sebagai bahan referensi, diantaranya buku, skripsi, jurnal, karya ilmiah, dan artikel yang mempunyai pembahasan yang

serupa dengan penelitian ini. Penggunaan berbagai sumber referensi yang relevan diharapkan mampu membantu proses penelitian dan memaparkan hasil penelitian mengenai aktivitas komunikasi ritual seren taun di

Kasepuhan Cisungsang.

3.4 Teknik Analisis Data

Hymes tidak menjelaskan bagaimana teknik analisis data dalam etnografi komunikasi, bagi Etnografi komunikasi menemukan hubungan antara komponen komunikasi sudah merupakan analisis data yang

utama, karena berdasarkan itulah pola komunikasi dibuat. Selain itu analisis dapat dilakukan dengan melihat komponen komunikasi dalam

proses komunikasi berlangsung.

Pada dasarnya proses analisis data dalam etnografi berjalan bersamaan dengan pengumpulan data. Pada saat penulis melengkapi

catatan lapangan setelah melakukan observasi, pada saat itulah penulis sedang melakukan analisis yang sesungguhnya.

(61)

Berikut adalah teknik analisis data penelitian etnogarfi yang dikemukakan oleh Creswell :31

1. Deskripsi

Deskripsi menjadi tahap pertama bagi etnografer dalam

menuliskan laporan etnografinya. Pada tahap ini etnografi mempresentasikan hasil penelitiannya dengan menggambarkan secara detil objek penelitiannya, gaya penyampainnya kronologis dan naratif

(day in the life), yaitu secara kronologis atau berurutan dengan seseorang atau kelompok masyarakat. Membangun cerita lengkap

dengan alur cerita dengan karakter-karakter yang hidup di dalamnya. 2. Analisis

Pada bagian ini, etnografer menemukan data akurat mengenai

objek penelitian. Penjelasan pola-pola dari perilaku yang diamati serta membandingkan objek yang diteliti dengn aobjek lain yang

lebih luas. 3. Interpretasi

Interpretasi menjadi tahap akhir analisis data dalam penelitian

etnografi. Etnogarfer pada tahap ini mengambil kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan. Pada tahap ini etnografer

menggunakan kata orang pertama dalam penjelasannya, untuk menegaskan bahwa laporan penelitian yang dikemukakannya adalah murni hasil interpretasinya.

31

(62)

3.5 Lokasi dan Jadwal Penelitian 3.5.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Kampung adat Kasepuhan

Cisungsang, Desa Cisungsang, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak,

Provinsi Banten.

3.5.2 Jadwal Penelitian

(63)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Profil Objek Penelitian

4.1.1 Sejarah Singkat Kasepuhan Cisungsang

Sejarah awal berdirinya Kasepuhan Adat Banten Kidul dimulai dengan musyawarah para sesepuh pada zaman dahulu. Melalui musyawarah itu,

tercipta lima turunan kasepuhan adat di seputar Banten selatan, Kasepuhan

Bayah, Kasepuhan Cicarucub, Kasepuhan Citorek, Kasepuhan Ciptagelar di

Jawa Barat dan Kasepuhan Cisungsang.32 Kasepuhan Cisungsang adalah salah satu Kasepuhan yang masih menjaga dan melestarikan tradisi warisan leluhur, saat ini Kasepuhan Cisungsang dipimpin oleh Abah Usep Suyatma.

Kasepuhan Cisungsang teridiri dari kurang lebih 187 rendangan

(perwakilan keluarga adat) yang mewakili sekitar 13.000 (tiga belas ribu)

masyarakat adat.33

Gambar 4.1 Imah Gede Kasepuhan Cisungsang (Foto : Juhendi)

32

Yoki Yusanto, Ahmad Sihabudin dan Henriana Hatra. 2014. Kasepuhan Cisungsang. Pustaka Getok Tular & PT. Kemitraan Energi Industri.Hal. 4

33

Wawancara dengan Kang Henriana Hatra di Kasepuhan Cisungsang, 10 September 2016

(64)

Istilah Kasepuhan berasal dari kata “Sepuh‟ dengan awalan „ka‟ dan

akhiran „an‟, kata sepuh berarti „kolot‟ dalam bahasa sunda atau „tua‟ dalam

bahasa Indonesia. Sehingga Kasepuhan merupakan tempat dimana baris kolot (para orang tua) berkumpul membahas segala sesuatu yang

berhubungan dengan masyarakat adat.34 Sementara kata Cisungsang berasal

dari dua suku kata, yaitu „ci‟ dan „sungsang‟. Secara harfiah kata „ci‟ adalah

bentuk singkat dari cai dalam bahasa Sunda, yang berarti air. Sedangkan

„sungsang‟, dalam bahasa Sunda berarti terbalik atau berlawanan dari

keadaan yang sudah lazim. Maka istilah Cisungsang dapat diartikan air yang

mengalir kembali ke hulu (mengalir secara terbalik).35Sesepuh Kasepuahan Cisungsang percaya bahwa Cisungsang didirikan oleh anak Prabu Siliwangi yang bernama Prabu Walangsungsnag, hal ini juga yang mendasari

penggunaan kepala Macan Belang sebagai lambang dari Kasepuhan

Cisungsang.

Gambar 4.2 Lambang Kasepuhan Cisungsang (Foto : Juhendi)

34

http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=475&lang=id Diakses pada :

35

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Tabel 3.1 Identitas Informan
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian
Gambar 4.1 Imah Gede Kasepuhan Cisungsang (Foto : Juhendi)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ini dapat dilihat dari ketertarikan masyarakat dalam hal ini orang tua khususnya untuk datang ke posyandu integrasi BKB dan pos PAUD untuk mengetahui

Untuk yang akan menuju ke dalam kota Semarang, dapat menggunakan BRT, sedangkan untuk masyarakat yang melewati daerah pinggiran kota, baik menuju ke arah Demak begitu juga

Metode Hidrograf Satuan Sintetik ( synthetic unit hydrograph ) di Indonesia merupakan metode empiris yang sebagian besar digunakan di Indonesia untuk membuat perhitungan

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Musik. © Merthian Yudhi Pranata 2015 Universitas

Oleh demikian, dapat dikatakan bahwa pasien kanker yang menggunakan koping religius positif akan terhindar dari stres dan kecemasan sehingga merasakan ketenangan.

Kebanyakan kajian penyelidikan hukum Islam yang dibincangkan adalah merangkumi aspek falsafah atau tasawur, justeru hubungannya dalam hukum Islam masih lagi perlu

But before the writer analyzed the data the writer must have given code data based on personal information of participants such as initialism the participants in this

On the other hand, the „tiger-hunting‟ scene on Yeh Pulu relief is seen not entirely as a denotative fight between three hunters and a tiger, because when compared to