• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT PERILAKU AGRESI F SISWA KELAS VIII SMP STELLA DUCE 2 YOGYA KARTA TAHUN AJARAN 20062007 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK BIM BINGAN KLASIKAL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Sa tu Syarat Mempero leh Gela r Sa rjana Pendid ikan P ro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TINGKAT PERILAKU AGRESI F SISWA KELAS VIII SMP STELLA DUCE 2 YOGYA KARTA TAHUN AJARAN 20062007 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK BIM BINGAN KLASIKAL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Sa tu Syarat Mempero leh Gela r Sa rjana Pendid ikan P ro"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

DESKRIPSI TINGKAT PERILAKU AGRESIF SISWA KELAS VIII SMP STELLA DUCE 2 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2006/2007

DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KLASIKAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

Nena Mirsha W. L. NIM: 021114038

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Kepintaran bukanlah hal yang utama bila dibandingkan dengan

ketekunan…”

“Terpujilah Tuhan Yesus, sebab Ia menjadi sahabat setiap orang…”

“Setiap manusia berhak untuk dihargai dan dimengerti…”

Penulis

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

 Keluarga besarku yang telah mendukung dan telah memberikan kepercayaannya kepadaku.

 Semua teman dan sahabatku selama kuliah di Prodi BK USD, khususnya Esti, Ina, Uning dan Paula.

 Semua tenaga pengajar (dosen) Prodi BK USD, terutama dosen yang telah membimbingku dalam penyusunan skripsi ini.

(5)
(6)

ABSTRAK

DESKRIPSI TINGKAT PERILAKU AGRESIF SISWA KELAS VIII SMP STELLA DUCE 2 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2006/2007

DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KLASIKAL

Nena Mirsha W. L. 021114038

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan tingkat perilaku agresif siswa kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007. Masalah yang menjadi dasar penelitian ini adalah (1) ”Bagaimanakah tingkat perilaku agresif siswa kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007?” dan (2) ”Topik-topik bimbingan klasikal yang bagaimanakah yang sesuai untuk siswa kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007?”.

Jenis penelitian merupakan penelitian deskriptif. Subjek uji coba adalah siswa kelas VIII D dan VIII E SMP Stella Duce 2 Yogyakarta yang berjumlah 75 siswa pada tahun ajaran 2005/2006, sedangkan untuk subjek penelitian adalah siswa kelas VIII B, C dan E SMP Stella Duce 2 Yogyakarta yang berjumlah 104 siswa pada tahun ajaran 2006/2007.

Instrumen penelitian yang digunakan adalah ”Kuesioner Perilaku Agresif” yang disusun sendiri oleh peneliti. Kuesioner tersebut terdiri dari pernyataan-pernyataan yang memuat 8 bentuk perilaku agresif, yaitu 4 bentuk perilaku agresif dimensi fisik (agresi fisik-aktif-langsung, agresi fisik-aktif-tidak langsung, agresi fisik-pasif-langsung, agresi fisik-pasif-tidak langsung) dan 4 bentuk perilaku agresif dimensi verbal (agresi verbal-aktif-langsung, agresi verbal-aktif-tidak langsung, agresi verbal-pasif-langsung, agresi verbal-pasif-tidak langsung). Total item berjumlah 80 butir.

(7)

VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2006/2007 digolongkan menjadi 5, yaitu: sangat tinggi, tinggi, cukup, rendah, dan sangat rendah.

Hasil penelitian menunjukkan deskripsi tingkat perilaku agresif siswa kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta sebagai berikut: (1) tidak ada siswa yang tingkat perilaku agresifnya sangat tinggi, (2) 3 (2,88%) siswa yang tingkat perilaku agresifnya tinggi, (3) 32 (30,77%) siswa yang tingkat perilaku agresifnya cukup, (4) 43 (41,35%) siswa yang tingkat perilaku agresifnya rendah, dan (5) 26 (25%) siswa yang tingkat perilaku agresifnya sangat rendah.

(8)

ABSTRACT

THE DESCRIPTION OF THE EIGHT GRADE STUDENTS’ AGGRESSIVE BEHAVIOR LEVEL IN STELLA DUCE 2

JUNIOR HIGH SCHOOL YOGYAKARTA ACADEMIC YEAR 2006/2007 AND ITS IMPLICATION TO CLASSICAL GUIDANCE

TOPICS PROPOSAL

Nena Mirsha W. L. 021114038

This research aimed to describe the eight grade students’ aggressive behavior level in Stella Duce 2 Junior High School Yogyakarta academic year 2006/2007. The problems that became the basic of this research were (1) “What is the eight grade students’ aggressive behavior level in Stella Duce 2 Junior High School Yogyakarta academic year 2006/2007?” and (2) “What kind of classical guidance topics are appropriate for the eight grade students in Stella Duce 2 Junior High School Yogyakarta academic year 2006/2007?”.

This was a descriptive research. The prior test subjects were the eight grade students from class VIII D and VIII E Stella Duce 2 Junior High School Yogyakarta academic year 2005/2006: 75 students, whereas the subjects for the research were 104 students of the eight grade from class VIII B, VIII C and VIII E Stella Duce 2 Junior High School Yogyakarta academic year 2006/2007.

(9)

The data analysis technique used was the percentage calculation and level based on PAP type II. Aggressive behavior level of eight grade students in Stella Duce 2 Junior High School Yogyakarta academic year 2006/2007 were classified into 5 classification, they are: very high, high, enough, low and very low.

The research result showed that the eight grade students’ aggressive behavior level in Stella Duce 2 Junior High School Yogyakarta academic year 2006/2007 were as follow: (1) there was no student who had very high aggressive behavior level, (2) 3 students (2,88%) had high aggressive behavior level, (3) 32 students (30,77%) had enough aggressive behavior level, (4) 43 students (41,35%) had low aggressive behavior level, and (5) 26 students (25%) had very low aggressive behavior level.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan bimbingan dan penyertaan-Nya, penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar. Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir yang menjadi syarat kelulusan dan memperoleh gelas sarjana. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan banyak terima kasih bagi pihak-pihak yang mendukung keberhasilan dan kelancaran penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan kerelaan mereka, banyak hambatan yang akan ditemui oleh peneliti. Oleh karena itu, dengan tulus hati, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. MM. Sri Hastuti, M. Si. sebagai Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan dukungannya dalam proses penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Drs. Ign. Masidjo sebagai dosen pembimbing pertama yang telah membimbing dan mendampingi peneliti dengan penuh kesabaran selalu memberikan masukan-masukan yang bermanfaat dan memotivasi peneliti untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Puji Purnomo, M.Si. sebagai dosen pembimbing kedua yang tidak segan-segan memberikan masukan yang berharga kepada peneliti.

4. Segenap tenaga pengajar (dosen) dan karyawan Program Studi Bimbingan dan Konseling yang telah banyak mendukung studi peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi pada waktunya.

5. Sr. Cornelio, CB (Kepala Sekolah SMP Stella Duce 2 Yogyakarta yang lama) dan Ibu Dra. S. Listyawati S. N. (Kepala Sekolah SMP Stella Duce 2 Yogyakarta yang baru) yang telah mempermudah pelaksanaan penelitian. 6. Dra. Th. Marfuah, Koordinator BK SMP Stella Duce 2 Yogayakarta, yang

selalu mendukung peneliti dalam penyelesaian skripsi.

7. Tenaga pengajar dan karyawan SMP Stella Duce 2 Yogyakarta yang menerima peneliti dengan tangan terbuka.

(11)

9. Ny. Suhesni (nenek) yang telah membiayai semua kebutuhan peneliti sewaktu menjadi mahasiswa… “Bu…besok gantian ya…”.

10. Keluarga besar peneliti, terutama Om Bambang sekeluarga, yang telah rela menghibahkan komputernya (laptopnya juga) untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih untuk dukungan dan kepercayaannya.

11. Teman-teman satu angkatan 2002 yang selama lima tahun ini menawarkan kebersamaan dan keceriaan semasa kuliah.

12. Maria Flora A., Agustina Cahyaningrum, Uningtyas GTK dan Paula Tri Cahyani R. yang telah menawarkan persahabatan dan memberikan banyak kisah, “Kapan kumpul-kumpul lagi?…aku kangen e…”.

13. Ika Wahyuningsih dan keluarga….terima kasih sudah meminjamkan komputernya…he-he…

14. Adi Bogy Satriyo yang dengan rela selalu mendampingi peneliti selama penyusunan skripsi.

Peneliti menyadari bahwa masih banyak kesalahan di sana-sini, oleh karena itu peneliti mohon maaf. Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak, khususnya pihak-pihak yang tertarik dengan perilaku agresif. Terima kasih.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v

ABSTRAK... vi

ABSTRACT... viii KATA PENGANTAR... x

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR TABEL... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian... 3

E. Definisi Operasional ... 4

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA/KAJIAN TEORI A. Hakekat Perilaku Agresif... 7

1. Pengertian Perilaku Agresif... 7

2. Bentuk-bentuk Perilaku Agresif... 9

(13)

4. Faktor-faktor Pembentuk Perilaku Agresif... 12

5. Cara Mengurangi Perilaku Agresif... 18 B. Siswa Kelas VIII SMP Stella Duce II sebagai Remaja... 22

1. Pengertian Remaja... 22

2. Ciri-ciri Masa Remaja... 23

C. Hakekat Bimbingan ... 28

1. Pengertian Bimbingan ... 28 2. Tujuan Bimbingan ... 30

3. Bimbingan Klasikal ... 34

4. Hubungan Bimbingan Klasikal dan Perilaku Agresif... 35

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN... 37

A. Jenis Penelitian ... 37

B. Subjek Penelitian ... 37

C. Instrumen Penelitian ... 38

D. Pengumpulan Data... 52

E. Teknik Analisis Data ... 53

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA... 55

A. Hasil Penelitian ... 55

B. Pembahasan... 57

BAB V: USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KLASIKAL

UNTUK MENEKAN ANGKA PERILAKU AGRESIF

(14)

TAHUN AJARAN 2006/2007... 63

BAB VI: RINGKASAN, KETERBATASAN, KESIMPULAN DAN SARAN... 69

A. Ringkasan... 69

B. Keterbatasan ... 72

C. Kesimpulan ... 73

D. Saran-saran... 73

1. Untuk SMP Stella Duce 2 Yogyakarta... 73

2. Untuk peneliti yang lain ... 75

DAFTAR PUSTAKA... 76

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 : Indikator-indikator penyusunan kuesioner perilaku agresif ... 40

Tabel 2 : Kisi-kisi Item Kuesioner Perilaku Agresif Menurut Buss... 41

Tabel 3 : Rekapitulasi item hasil uji validitas ... 46

Tabel 4 : Item tambahan untuk kuesioner penelitian ... 48

Tabel 5 : Perubahan no. urut pada kuesioner perilaku agresif... 49

Tabel 6 : Koefisien korelasi dan kualifikasi reliabilitas ... 51

Tabel 7 : Jadwal pengisian kuesioner penelitian perilaku agresif... 53

Tabel 8 : Kualifikasi tingkat perilaku agresif menurut PAP II... 53

Tabel 9 : Hasil Penelitian Perilaku Agresif ... 55

Tabel 10 : Persentase dan kualifikasi bentuk -bentuk perilaku agresif... 56

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kuesioner perilak u agresif uji coba... 80

2. Tabulasi data uji coba kuesioner perilaku agresif ... 91

3. Validitas dan reliabilitas uji coba kuesioner perilaku agresif ... 101

4. Kuesioner perilaku agresif untuk penelitian ... 113

5. Tabulasi data penelitian perilaku agresif ... 121

6. Perhitungan gambaran perilaku agresif... 131

7. Kualifikasi perilaku agresif siswa ... 135

8. Total skor setiap bentuk perilaku agresif... 139

9. Perhitungan persentase bentuk -bentuk perilaku agresif... 156

10.Kualifikasi bentuk -bentuk perilaku agresif menurut PAP II... 159

11.Surat permohonan ijin penelitian ... 161

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perilaku agresif dapat dilihat disekitar kita. Siapapun dapat melakukannya, tak terkecuali siswa SMP. Siswa SMP yang sedang mengalami perpindahan dari masa kanak-kanak ke masa remaja berusaha beradaptasi dengan keadaan mereka yang sedang tumbuh dan berkembang. Dalam prosesnya, mereka seringkali menemui berbagai masalah yang kadang, tanpa pikir panjang, mereka selesaikan dengan perilaku agresif. Contoh konkrit dari perilaku agresif ini adalah tawuran antarsiswa yang banyak dilihat oleh masyarakat kita. Tawuran adalah contoh perilaku agresif yang ekstrim bila dibandaingkan dengan mengumpat atau mengabaikan perkataan/perintah orang lain. Seperti yang disebutkan oleh rickybelia@yahoo.com (18 Januari 2006), bentuk perilaku agresif yang dilakukan oleh para remaja ada bermacam-macam, mulai dari kekerasan verbal/mencaci maki, kekerasan fisik/memukul, sampai pada kekerasan psikis/memeras. Jika dilihat dari segi akibatnya, berbagai macam bentuk perilaku agresif ini tidak bisa diremehkan, karena dampaknya bukan hanya pada fisik (badan) tetapi juga pada psikis (mental) masing-masing orang yang menghadapi perilaku ini.

(18)

pihak lain yang mencoba menghambat mereka. Sebagai remaja awal, mereka ingin membuktikan kepada teman-temannya bahwa mereka itu ”ada” atau posisi mereka perlu diperhatikan. Penelitian yang diadakan Rodkin menunjukkan bahwa anak-anak yang sering melakukan perilaku agresif pada umumnya ingin menjadi populer, mempunyai pengaruh dan kontrol terhadap teman-temannya (Tim Pustaka Familia, 2006: 102). Oleh karena itulah, jika mereka menemui masalah, kerap kali penyelesaian yang mereka pikirkan dan/atau lakukan cenderung ke perilaku agresif. Hal tersebut sudah menjadi hal yang wajar bagi mereka, maka dengan mudah perilaku ini dapat ditemukan di kalangan mereka.

Peneliti tertarik dengan perilaku agresif dan ingin memahami perilaku agresif secara lebih mendalam sehingga peneliti dapat menggambarkan tingkat perilaku agresif yang terdapat pada siswa SMP sebagai remaja awal. Selanjutnya, hasil penelitian ini akan dipergunakan sebagai dasar penyusunan usulan topik-topik yang sesuai dengan keadaan siswa yang bersangkutan (tingkat perilaku agresif yang terlihat pada siswa).

(19)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan suatu masalah, yaitu:

1. Bagaimanakah tingkat perilaku agresif siswa kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007?

2. Topik-topik bimbingan klasikal yang bagaimanakah yang sesuai untuk siswa kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan/atau menggambarkan tingkat perilaku agresif siswa kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007.

2. Mengimplikasikan hasil penelitian ini, yaitu dengan mengusulkan topik-topik bimbingan klasikal yang sesuai dengan keadaan siswa kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Praktis

a. Bagi pendidik (orang tua dan guru)

(20)

kecenderungan berperilaku agresif, serta membantu dan membina peserta didik agar mengembangkan perilaku yang lebih asertif.

b. Bagi konselor

Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi mengenai penyebab perilaku agresif pada remaja (khususnya siswa kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2006/2007), sehingga konselor dapat mengambil tindakan untuk mencegah dan mengatasi masalah ini.

c. Bagi peneliti

Penelitian ini merupakan bekal bagi peneliti di kemudian hari untuk mendampingi dan memberikan layanan bimbingan dan/atau konseling, baik secara kelompok maupun individual, kepada peserta didik yang sedang memiliki suatu masalah yang berkaitan dengan perilaku agresif. 2. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini dapat memberikan sumber informasi dan sumbangan bagi pengembangan pengetahuan dalam bidang bimbingan dan konseling, khususnya yang berhubungan dengan perilaku agresif. b. Dari penelitian ini, peneliti dapat memberikan data atau informasi yang

baru bagi peneliti-peneliti lain yang juga ingin mengangkat perilaku agresif sebagai topik utamanya.

(21)

Deskripsi adalah suatu pemaparan atau penggambaran tentang sesuatu hal, yang dalam hal ini adalah tingkat perilaku agresif siswa SMP Stella Duce 2 Yogyakarta TA 2006/2007, dengan menggunakan kata-kata secara jelas dan mendetail.

2. Perilaku agresif

Perilaku agresif adalah suatu bentuk perilaku yang memiliki beberapa unsur, antara lain perilaku menyerang, perasaan marah/kecewa dan mempertahankan diri.

3. Siswa Kelas VIII SMP sebagai Remaja

Siswa kelas VIII SMP adalah mereka yang berusia sekitar 14/15 tahun dan sedang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Mereka termasuk dalam masa remaja awal.

4. SMP Stella Duce 2

SMP Stella Duce 2 Yogyakarta didirikan pada tahun 1971 oleh Dra. Sr. Bernadia, CB di bawah Yayasan Tarakanita dan terletak di Jalan Suryodiningratan no. 33 Yogyakarta.

5. Bimbingan

Bimbingan merupakan layanan yang diberikan kepada siapa saja yang membutuhkan bantuan dalam membuat pilihan, penyesuaian diri atau dalam memecahkan masalah/kesulitan dan melalui proses.

6. Bimbingan klasikal

(22)
(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA/KAJIAN TEORI

A. Hakekat Perilaku Agresif 1. Pengertian Perilaku Agresif

Dalam bahasa Indonesia, kata agresif merupakan peleburan dari kata agresi dan akhiran -if. Akhiran –if berasal dari bahasa Belanda, -ief, yang menyatakan memiliki sifat, misalnya dalam kata sportif, komunikatif, otomotif (Pateda dan Palubuhu, 1987: 22). Kata agresi itu sendiri berasal dari bahasa Latin, yaitu “aggredi” yang berarti “menyerang” (Pearce, 1990: 45). Agresi dalam bahasa Inggris, “aggression” memiliki makna penyerangan. Sedangkan dalam bahasa Belanda, “agressief” berarti bersifat penyerang, atau bernafsu menyerang.

Pengertian tersebut memperkuat pendapat Pearce (1990: 45) yang menyebutkan bahwa kata agresif menyiratkan arti bahwa orang siap untuk memaksakan kehendaknya sendiri atas orang lain atau benda walaupun ini menimbulkan kerusakan fisik atau psikologis sebagai akibatnya. Twiford (1988: 82) juga mengatakan hal yang hampir serupa tentang perilaku agresif, yaitu bahwa perilaku agresif merupakan sebuah cap atau kategori yang menunjukkan sekumpulan perilaku yang biasanya menimbulkan rasa sakit, keresahan, luka atau kerusakan harta benda.

(24)

menyerang karena didorong oleh rasa kecewa, marah terhadap pihak lain yang dianggap menghambat atau menghalangi keinginannya. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Pearce (1990: 45) yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara perilaku agresif dan kemarahan; kemarahan ini akan timbul apabila orang tidak dapat memperoleh apa yang mereka kehendaki ketika mereka menginginkannya. Jika ungkapan kemarahan tersebut terhalang maka akan muncul ungkapan-ungkapan yang lebih agresif (Twiford, 1988: 83).

(25)

Tim Pustaka Familia (2006: 8) juga mempunyai pendapat tentang perilaku agresif dengan menyatakan perilaku agresif sebagai suatu perilaku yang bertujuan untuk melukai orang lain, baik secara verbal maupun nonverbal, secara fisik maupun psikis, langsung atau pun tak langsung. Dalam definisi tersebut, dapat dilihat juga bentuk-bentuk yang ada dalam pengungkapan perilaku agresif.

Dari beberapa pengertian perilaku agresif di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku agresif memiliki beberapa unsur. Unsur-unsur tersebut antara lain perilaku menyerang, perasaan marah/kecewa dan mempertahankan diri.

2. Bentuk-bentuk Perilaku Agresif

Buss (Nugraheni, 2004: 30) menggolongkan perilaku agresif ke dalam dua dimensi, yaitu dimensi fisik dan verbal:

1. Dimensi Fisik

a. Agresi fisik-aktif-langsung, adalah perilaku yang bertujuan untuk menyakiti dengan menggunakan jasmani di mana individu secara aktif dan secara langsung melakukannya terhadap orang lain, seperti memukul atau menyerang orang lain.

(26)

orang lain, seperti membuat jebakkan untuk mencelakakan orang lain.

c. Agresi fisik-pasif-langsung, adalah perilaku yang bertujuan untuk menyakiti dengan menggunakan jasmani di mana individu secara pasif dan secara langsung melakukannya terhadap orang lain, seperti menghalangi orang yang mau lewat.

d. Agresi fisik-pasif-tidak langsung, adalah perilaku yang bertujuan untuk menyakiti dengan menggunakan jasmani di mana individu secara pasif dan secara tidak langsung melakukannya terhadap orang lain, seperti menolak mengerjakan sesuatu yang diminta orang lain.

2. Dimensi Verbal

1) Agresi verbal-aktif-langsung, adalah perilaku yang bertujuan untuk menyakiti dengan menggunakan kata-kata di mana individu secara aktif dan secara langsung melakukannya terhadap orang lain, seperti memaki orang lain.

2) Agresi verbal-aktif-tidak langsung, adalah perilaku yang bertujuan untuk menyakiti dengan menggunakan kata-kata di mana individu secara aktif dan secara tidak langsung melakukannya terhadap orang lain, seperti menyebarkan gossip.

(27)

seperti menolak berbicara atau tidak mau menjawab pertanyaan orang lain.

4) Agresi verbal-pasif-tidak langsung, adalah perilaku yang bertujuan untuk menyakiti dengan menggunakan kata-kata di mana individu secara pasif dan secara tidak langsung melakukannya terhadap orang lain, seperti menggerutu.

3. Akibat Perilaku Agresif a. Bagi pelaku

Jika seseorang menjadi pelaku tindakan agresif, maka akibat yang didapatkan adalah dijauhi/diabaikan oleh orang lain dan dikucilkan oleh masyarakat sekitarnya. Bahkan, jika perilaku agresif yang dilakukan oleh pelaku tersebut sudah mengarah pada tindakan kriminal, maka dapat dipastikan bahwa pelaku tindakan agresif ini mendapatkan hukuman dengan cara ditahan/masuk penjara. Apabila korban dari pelaku tindakan agresif membalas, pelaku juga dapat terluka, baik secara fisik maupun secara psikis (Majalah Femina edisi 5 Maret 2004 dalam Nugraheni, 2004: 44)

b. Bagi korban

Menurut Tim Pustaka Familia (2006: 67), dampak perilaku agresif bagi korban adalah:

1) Perasaan tidak berdaya.

(28)

3) Perasaan bahwa diri sendiri memiliki kerusakan permanen. 4) Ketidakmampuan mempercayai orang lain dan

ketidakmampuan menjalin relasi dekat dengan orang lain. 5) Keterpakuan pada pikiran tentang tindakan agresif atau

kriminal.

6) Hilangnya keyakinan bahwa dunia bisa berada dalam tatanan yang adil.

4. Faktor-faktor Pembentuk Perilaku Agresif

Terdapat beberapa faktor yang berpotensi memicu terbentuknya perilaku agresif. Menurut beberapa sumber yang ditemukan, peneliti menggolongkan enam (6) faktor penyebab perilaku agresif, yaitu: a. Faktor psikologis

1) Amarah

Saat seseorang marah, seseorang sangat mudah untuk melakukan perilaku agresif, seperti menyerang, meninju atau menendang. Perilaku ini mereka maksudkan untuk menyalurkan amarahnya (rickybelia@yahoo.com, 18 Januari 2004).

2) Stres dan frustrasi

(29)

pengharapan. Perilaku agresi merupakan cara untuk merespon frustrasi; Ketika seseorang mengalami frustrasi, perlaku agresif dapat muncul sebagai pengungkapan rasa frustrasi (Tim Pustaka Familia, 2006: 64). Frustrasi kerap kali disertai dengan stres yang sangat mudah melahirkan perilaku agresif dari si pelaku. Terlebih lagi, dengan populasi manusia yang semakin banyak, masalah yang dijumpai juga semakin kompleks (www.hamline.edu). Hal ini mempermudah seseorang mengalami stres dan frustrasi yang berujung pada perilaku agresif.

3) Perilaku naluriah

Freud menilai bahwa pada diri manusia terdapat dua (2) naluri, yaitu naluri kematian (thanatos) dan naluri kehidupan (eros). Naluri kematian adalah energi yang bertujuan untuk merusak atau mengakhiri hidup. Menurutnya, perilaku agresif merupakan akar dari naluri kematian yang lebih cenderung diarahkan ke luar diri atau orang lain (Tim Pustaka Familia, 2006: 64).

b. Faktor biologis 1) Genetik

(30)

agresif, daripada yang hanya memiliki kromosom XY (Tim Pustaka Familia, 2006: 64).

2) Hormon

Kandungan hormon testosteron yang terdapat dalam makhluk hidup berkaitan erat dengan rasa marah yang berakibat timbulnya perilaku agresif. Dengan kata lain, tingkatan hormon testosteron yang dimiliki tubuh seseorang sangat memperngaruhi munculnya perilaku agresif. Dengan demikian, laki-laki yang mempunyai kandungan hormon testosteron lebih banyak daripada perempuan memiliki kecenderungan berperilaku agresif daripada perempuan (rickybelia@yahoo.com, 18 Januari 2004).

3) Cedera fisik

Cedera fisik yang dialami oleh seseorang kemungkinan besar dapat mempengaruhi seseorang melakukan perilaku agresif (Tim Pustaka Familia, 2006: 64).

c. Faktor keluarga 1) Komunikasi

(31)

diyakini sebagai salah satu faktor timbulnya perilaku agresif (rickybelia@yahoo.com, 18 Januari 2004).

2) Pola asuh keluarga

Zainun Mu’tadin (rickybelia@yahoo.com, 18 Januari 2004) menyatakan bahwa pendidikan disiplin yang keliru (pola asuh orang tua yang otoriter dan penerapan yang keras beserta hukuman fisik) sering mengakibatkan pemberontakan pada diri si anak. Dan akhirnya, pemberontakan ini sangat sering diwujudkan dalam perilaku agresif. Budiman (www.hamline.edu) juga mengemukakan bahwa keluarga yang menganut pola asuh otoriter dan suka main tampar dalam penyelesaian masalah akan dipahami anak sebagai cara yang efektif dalam menyelesaikan masalah. Dalam kehidupan selanjutnya, cara tersebut bisa dipakai anak ketika beranjak dewasa. Bandura (www.depdiknas.co.id) mengemukakan hal yang serupa dengan mengatakan bahwa cara berinteraksi dan pola asuh yang diterapkan di dalam keluarga dapat menjadi salah satu sebab munculnya perilaku agresif dalam masyarakat modern.

d. Faktor sosial

(32)

Provokasi langsung yang berupa olok-olok dan tindakan melukai dapat menimbulkan perilaku agresif sebagai balasan (Tim Pustaka Familia, 2006: 64).

2) Pers dan media massa

Pemberitaan yang dilakukan oleh pers dan media massa mengenai bagaimana perilaku agresif diungkapkan dapat menjadi penyulut timbulnya perilaku agresif (www.hamline.edu); pers dan media massa yang sering mempertontonkan perilaku agresif memberikan kesempatan bagi seseorang untuk menirunya. Bahkan, Tim Pustaka Familia (2006: 64) menyatakan bahwa pengaruh tontonan perilaku agresif di televisi memiliki sifat kumulatif, artinya semakin panjang durasi tontonan perilaku agresif dalam kehidupan sehari-hari, semakin meningkat pula perilaku agresif yang dilakukan. Dengan demikian, pers dan media massa sangat berkaitan dengan belajar model kekerasan (modeling).

3) Modelling

(33)

(www.depdiknas.co.id) menguatkankan pendapat tersebut dengan menyatakan bahwa mass media sangat mempengaruhi timbulnya perilaku agresif karena seseorang yang menyaksikan perilaku agresif dalam mass media dapat dengan mudah meniru perilaku agresif tersebut.

4) Pengaruh subkultural

Yang dimaksud subkultural adalah komunikasi atau kontak langsung yang terjadi berulang kali antarsesama anggota masyarakat di lingkungan seseorang tinggal (www.depdiknas.co.id). Komunikasi atau kontak langsung yang terjadi berulang kali tersebut akhirnya menjadi suatu kebiasaan dan pengalaman-pengalaman yang menetap. Lewat pengalaman-pengalaman tersebut, perilaku agresif dipelajari (Bandura dalam Tim Pustaka Familia, 2006: 64). Dengan kata lain, perilaku agresif dipelajari melalui pengalaman-pengalaman tertentu yang dijumpai di masa lampau.

e. Faktor lingkungan fisik

(34)

serupa pun dinyatakan oleh Tim Pustaka Familia (2006: 64); perilaku agresif dapat terjadi sebagai pengaruh dari polusi udara, kebisingan dan kesesakan karena kondisi manusia yang terlalu berjejal.

f. Faktor situasional

Situasi yang membuat manusia merasa sakit atau nyeri mampu mempengaruhi manusia tersebut melakukan perilaku agresif (Tim Pustaka Familia, 2006: 64).

5. Cara Mengurangi Perilaku Agresif

Menurut Collins dan Fontenelle (1992: 205), untuk menghadapi perilaku agresif perlu mempertimbangan beberapa teknik utama, yaitu: cara membantu anak mengungkapkan dan mengatasi kemarahannya; cara mengurangi penimbunan rasa marah; dan cara menghadapi perilaku agresif pada saat perilaku tersebut timbul. Berikut ini cara-cara atau langkah-langkah pedagogis yang ditawarkan oleh Singer (1987: 154) untuk mengurangi dan/atau menghadapi perilaku agresif: a. Menjalin hubungan baik

Saling mengenal secara pribadi akan mengurangi kemungkinan timbulnya tendensi yang agresif. Semakin dekat kita mengenal diri seseorang, semakin berat pula rasanya untuk bersikap agresif kepadanya.

(35)

Menekan perilaku agresif akan berakibat buruk bila dibandingkan jika kita menelaahnya. Perilaku agresif perlu ditelaah atau diolah, seperti mencari keterangan yang ada mengapa perilaku agresif tersebut sampai terjadi. Jika perilaku agresif ditekan, sewaktu-waktu dapat meledak dan dapat menimbulkan akibat yang lebih buruk.

c. Menerima individu yang agresif dan mencoba mengintegrasikannya dalam kelompok belajar/bermain

Menerima kehadiran seseorang yang agresif berarti juga menerimanya dengan mempertimbangkan segi-segi positif yang ada pada dirinya. Yang dimaksud dengan segi positif adalah kemampuan, keahlian atau ketrampilan khusus yang dimiliki oleh yang bersangkutan.

d. Memberikan peluang bagi kegiatan-kegiatan agresif dan motoris Keagresifan sering timbul karena tidak tersalurkannya

impuls agresif secara sehat. Untuk itu, diperlukan suatu kegiatan yang aktif, agresif dan motoris sebagai penyalurannya, seperti olah raga tinju.

e. Pengalaman untuk mengetahui letak batas

(36)

orang lain. Semakin tidak jelas letak batas-batas yang digariskan orang dewasa, semakin sering pula anak tersebut melakukan pelangggaran-pelanggaran.

f. Menanggapi perilaku agresif dengan sungguh-sungguh

Pendidik sebaiknya menanggapi perilaku agresif dengan sungguh-sungguh dan menghindari perbuatan seolah-olah tidak terjadi apa-apa, atau meremehkan perilaku tersebut. Jika demikian, perilaku agresif tersebut dapat semakin menjadi-jadi. Sebaiknya pendidik selalu menunjukkan siap siaga menghadapi tantangan, tanpa membalas balik tantangan tersebut dengan perilaku agresif juga.

g. Agresi pendidik yang terkendali

Peserta didik cenderung untuk meniru. Sikap pendidik yang agresif lama-kelamaan tanpa sadar akan diserap oleh peserta didik. Oleh karena itulah, agresi yang dilancarkan oleh pendidik sebaiknya terkendali dan dilaksanakan pada saat yang tepat.

h. Memberikan peluang bagi peserta didik untuk mengkritik pendidik Hal ini ditujukan supaya peserta didik dapat

mengungkapkan keberatannya, saran-sarannya, atau ketidaksetujuannya lewat cara yang lebih asertif dan memperlihatkan bahwa kritikan dan pertentangan pendapat memiliki arti yang konstruktif bila dibahas bersama-sama.

(37)

Keagresifan timbul karena peserta didik tidak mendapat peluang untuk dapat melakukan sesuatu secara mandiri. Kebosanan karena terlalu lama didikte, dapat membuat peserta didik mengambil suatu lompatan tindakan yang lebih menantang atau agresif. Maka kadang-kadang pendidik juga memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan kegiatan dengan daya kreatifitas mereka sendiri.

Menurut Nugraheni (2004: 45), hal-hal yang perlu dilakukan untuk mengurangi perilaku agresif adalah sebagai berikut:

a. Mengurangi frustrasi

Sears dan Koeswara (Nugraheni, 2004: 45) berpendapat bahwa mengurangi frustrasi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencegah perilaku agresif. Mengurangi frustrasi berarti meminimalisasi kemungkinan frustrasi dengan jalan membatasi atau mengurangi sebab-sebab kemunculan hal-hal yang menyebabkan rasa frustrasi muncul.

b. Hambatan yang dipelajari

(38)

menghambat munculnya perilaku agresif), yang harus diketahui adalah kapan perilaku agresif tersebut perlu ditekan.

c. Katarsis

Perilaku agresif yang timbul akibat rasa marah, kecewa, sedih, dan lain sebagainya perlu diekspresikan secara langsung. Dengan kata lain, diperlukan suatu ungkapan kemarahan yang dilakukan tanpa merugikan diri sendiri dan orang lain. Tim Pustaka Familia (2006: 101) menyebutkan bahwa anak tetap harus mendapat saluran untuk mengekspresikan emosinya atau kondisi yang tidak menyenangkan bagi dirinya. Hal ini menegaskan bahwa katarsis sangat diperlukan. Hanya saja, kegiatan katarsis sebaiknya diarahkan kepada kegiatan yang dapat diterima oleh masyarakat.

B. Siswa Kelas VIII SMP Stella Duce 2 sebagai Remaja 1. Pengertian Remaja

Yusuf (2005: 209) menyebut remaja sebagai individu yang sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi (becoming), yaitu berkembang kearah kematangan atau kemandirian. Tentu saja, untuk mencapai kematangan atau kemandirian, remaja memerlukan pendampingan dari orang-orang yang lebih matang di sekitarnya.

(39)

berkisar antara 12-15 tahun, dengan demikian dapat dipastikan bahwa siswa SMP masuk dalam kriteria remaja awal. Menurut Mappiare (1982: 31), istilah yang biasa diberikan bagi para remaja awal adalah teenagers.

Pada masa remaja, remaja awal akan mengalami berbagai masalah dalam melaksanakan tugas-tugas baru mereka sebagai remaja. Hal ini mengingat mereka baru saja beralih dari masa kanak-kanak ke masa remaja. Mereka dituntut untuk mandiri dalam menyelesaikan tugas-tugas mereka dan mulai diberikan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas mereka tersebut. Mereka harus mulai bertindak tanpa bergantung kepada orang tua atau orang dewasa lainnya, mungkin inilah tantangan terbesar yang harus mereka hadapi. Mereka harus mempersiapkan diri dan beradaptasi dengan keadaan ini.

2. Ciri-ciri Masa Remaja

Untuk lebih jelasnya, berikut ini dijelaskan terlebih dahulu ciri-ciri masa remaja menurut Hurlock (1980: 207):

a. Masa remaja merupakan periode yang penting

Semua periode dalam kehidupan memang penting, tetapi kepentingannya memiliki kadar yang berbeda. Yang membuat masa remaja menjadi penting adalah terjadinya perkembangan fisik dan mental yang cepat/pesat, sehingga diperlukan penyesuaian.

(40)

Remaja bukan lagi seorang anak-anak tetapi juga bukan orang dewasa. Di sini, terdapat peran yang meragukan untuk mereka lakukan; jika mereka masih berlaku sebagai seorang anak-anak, ia akan dituntut dan didikte untuk berperilaku lebih dewasa, tetapi jika mereka berusaha untuk berperilaku dewasa, mereka dituduh menjadi orang yang “sok tahu”, “sok bijaksana” atau ‘sok dewasa” bahkan sering kena marah oleh orang dewasa lainnya. Di lain pihak, masa ini juga memberikan mereka waktu untuk mencoba-coba gaya hidup yang berbeda dan menemukan yang paling sesuai, sekaligus menentukan perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai untuknya.

c. Masa remaja sebagai masa perubahan

Terdapat lima perubahan yang umumnya terjadi pada masa remaja, yaitu:

1) Meningginya emosi

2) Perubahan tubuh dan minat

3) Perubahan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial

4) Perubahan nilai-nilai sebagai akibat perubahan minat dan pola perilaku.

5) Remaja bersikap ambisius terhadap perubahan; di satu sisi mereka menginginkan kebebasan dan di sisi lain, mereka sering merasa takut bertanggung jawab dan meragukan kemampuan mereka dalam mempertanggungjawabkan akibatnya.

(41)

Masalah-masalah yang dialami remaja seringkali menjadi masalah yang sulit untuk diatasi. Ada dua alasan yang ditawarkan mengenai hal tersebut, yaitu:

1) Pada waktu anak-anak, sebagian besar masalah mereka diselesaikan oleh orang tua mereka, sehingga mereka tidak cukup memiliki pengalaman untuk mengatasi suatu masalah ketika beranjak remaja.

2) Para remaja merasa diri sudah dewasa dan mandiri sehingga mereka ingin menunjukkan kedewasaan dan kemandirian mereka dengan mengatasi masalah mereka sendiri dan menolak bantuan dari orang lain.

e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Di awal masa remaja, penyesuaian diri dengan standar kelompok merupakan hal yang sangat penting bagi mereka, terutama untuk mendapatkan pengakuan bahwa mereka bagian dari kelompok tersebut. Tetapi lambat laun kemudian, mereka mulai mendambakan diri sesuatu yang berbeda untuk ditonjolkan, yakni identitas diri mereka sendiri dan merasa tidak puas lagi hanya menjadi sama seperti yang lainnya.

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

(42)

dan mengawasi mereka. Dapat dikatakan, orang dewasa cenderung memiliki pandangan yang negatif pada remaja. Stereotip ini mempengaruhi konsep diri pada remaja dan masa selanjutnya. Maka, tak heran bila pada masa ini terjadi banyak pertentangan antara orang dewasa dan remaja, yang membuat jarak bagi remaja untuk emminta bantuan kepada orang dewasa dalam mengatasi masalahnya.

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja cenderung melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Tetapi, semakin pengalaman bertambah, mereka akan semakin relistik.

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang berkaitan dengan satatus dewasa, seperti merokok, minum-minuman keras dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perbuatan-perbuatan tersebut memberikan citra dewasa bagi mereka.

Dari ciri-ciri masa remaja yang tersebut diatas, maka dapat ditarik beberapa hal yang dialami oleh remaja, terutama remaja awal, antara lain: a. merasa janggal karena pertumbuhan fisik yang pesat dan tidak

seimbang;

(43)

c. suka mencoba-coba hal-hal yang baru, terutama karena kelompok mereka melakukannya juga;

d. keadaan emosi yang tinggi karena keadaan hormon yang tidak stabil dan mulai mengalami gejala masa premenstruasi (bagi yang berjenis kelamin perempuan);

e. mulai menentang atau memberontak karena mereka mempunyai pandangan/pendapat sendiri.

Dari uraian ciri-ciri masa remaja dan hal-hal yang dialami remaja di atas, maka dapat dilihat bahwa keadaan siswa kelas VIII sebagai remaja awal masih sangat labil dalam hal emosi, mulai banyak menghadapi tuntutan-tuntutan dari keluarga dan masyarakat dan harus membiasakan diri untuk menghadapi/mengatasi masalah-masalah yang tidak terjadi sewaktu mereka masih anak-anak. Mereka juga mulai mempunyai pemikiran tersendiri mengenai bagaimana seseorang seharusnya berperilaku atau bagaimana sesuatu hal yang seharusnya terjadi, tetapi seringkali apa yang ada dipikiran mereka sangat jauh berbeda dengan apa yang ada di kenyataan.

(44)

sebagai perbuatan meremehkan mereka (Mulyono, 1984: 19). Hal ini menimbulkan kemarahan dan akibatnya mereka cenderung berpikir untuk membalasnya dengan sikap-sikap yang agresif, bahkan mengarah pada tindakan kriminal. Oleh karena itulah, perilaku agresif sering terlihat pada kalangan mereka.

C. Hakekat Bimbingan 1. Pengertian Bimbingan

Menurut Sastrapradja (1981), bimbingan diartikan sebagai pemberian bantuan kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapi agar tercapai pemahamam diri, penerimaan diri, realisasi diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya dalam mencapai perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri yang lebh baik dengan lingkungan. Pada intinya, bimbingan memang bertujuan untuk membantu peserta didik agar mampu berkembang secara optimal, sesuai dengan keadaan dirinya.

(45)

Mereka merupakan remaja yang sedang tumbuh dan berkembang menuju masa kedewasaan.

Moegiadi mempunyai pendapat tersendiri tentang bimbingan dan mengartikannya lebih rinci dengan menyatakan bahwa bimbingan adalah usaha untuk melengkapi individu dengan pengetahuan, pengalaman dan informasi tentang dirinya sendiri; cara pemberian pertolongan kepada individu untuk memahami dan mempergunakan secara efisien dan efektif segala kesempatan yang dimiliki untuk perkembangan pribadinya; sejenis pelayanan-pelayanan kepada individu agar mereka dapat menentukan pilihan menetapkan tujuan dengan tepat dan menyusun rencana yang realistis, sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dengan memuaskan di dalam lingkungan di mana mereka hidup; proses pemberian bantuan atau pertolongan kepada individu dalam hal: memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya sendiri dan tuntutan dari lingkungan (Winkel, 1997: 66). Pendapat Moegiadi mengenai arti bimbingan ini menggambarkan kegiatan-kegiatan yang ada dalam proses bimbingan itu sendiri.

(46)

menyebutkan tujuan dari bimbingan. Proses dalam kegiatan bimbingan adalah hal yang penting, karena proses merupakan titik yang menentukan tercapainya tujuan dari kegiatan bimbingan.

Dengan demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa bimbingan merupakan layanan yang diberikan kepada siapa saja yang membutuhkan bantuan dalam membuat pilihan, penyesuaian diri atau dalam memecahkan masalah/kesulitan. Dan tentu saja, kegiatan ini harus melalui proses.

2. Tujuan Bimbingan

(47)

dimaksud adalah pencapaian kesejahteraan mental yang optimal bagi peserta dan pencapaian kebahagiaan pribadi yang bermanfaat bagi diri dan lingkungannya, terutama lingkungan sekitar (Mappiare, 1984: 135).

Seperti Mappiare, Winkel (1984: 17), dalam bukunya ”Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah”, membagi tujuan bimbingan menjadi dua, yaitu tujuan sementara dan tujuan akhir. Tujuan sementara adalah supaya orang bersikap dan bertindak dalam situasi hidupnya sekarang, sedangkan tujuan akhirnya adalah supaya orang mampu mengatur kehidupannya sendiri, mempunyai pandangannya sendiri dan menanggung resiko/konsekuensi dari tindakan-tindakannya. Tujuan yang telah diungkapkan oleh Winkel ini menekankan unsur waktu; saat ini dan masa depan. Selain menekankan soal waktu, Winkel (1997: 68) juga menguraikan tujuan bimbingan menjadi lima item jika dilihat dari segi proses bimbingan itu sendiri. Untuk lebih jelasnya, tujuan bimbingan tersebut adalah:

a. Supaya sesama manusia mengatur kehidupannya sendiri. b. Menjamin perkembangan dirinya sendiri seoptimal mungkin. c. Memikul tanggung jawab sepenuhnya atas arah hidupnya sendiri. d. Menggunakan kebebasannya sebagai manusia secara dewasa dengan

berpedoman pada cita-cita yang mewujudkan semua potensi yang baik padanya.

(48)

Djumhur (1975: 30) membagi tujuan bimbingan menjadi empat kelompok, yaitu untuk murid, sekolah, guru dan orang tua murid. Yang pertama adalah tujuan bimbingan untuk murid. Djumhur menguraikannya menjadi delapan tujuan, yaitu:

a. Membantu murid-murid untuk mengembangkan pemahaman diri sesuai dengan kecakapan, minat, pribadi, hasil belajar serta kesempatan yang ada.

b. Membantu proses sosialisasi dan sensitivitas terhadap kebutuhan orang lain.

c. Membantu murid-murid untuk mengembangkan motif-motif intrinsik dalam belajar sehingga tercapai kemajuan pengajaran yang berarti dan bertujuan.

d. Memberikan dorongan di dalam pengerahan diri, pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan keterlibatan diri dalam proses pendidikan. e. Mengembangkan nilai dan sikap secara menyeluruh serta perasaan

sesuai dengan penerimaan diri.

f. Membantu dalam memahami tingkah laku manusia.

g. Membantu murid-murid untuk memperoleh kepuasan pribadi dan dalam penyesuaian diri secara maksimum terhadap masyarakat.

h. Membantu murid-murid untuk hidup di dalam kehidupan yang seimbang dalam berbagai aspek fisik, mental dan sosial.

(49)

a. Menyusun dan menyesuaikan data tentang murid yang bermacam-macam.

b. Sebagai penengah antara sekolah dan masyarakat.

c. Mengadakan penelitian tentang murid dan latar belakangnya.

d. Menyelenggarakan program testing, baik untuk keperluan seleksi maupun penempatan.

e. Membantu menyelenggarakan kegiatan penataran bagi para guru dan personil lainnya, yang berhubungan dengan kegiatan bimbingan. f. Menyelenggaran penelitian lanjutan terhadap murid-murid yang telah

meninggalkan sekolah.

Yang ketiga, tujuan bimbingan bagi guru terurai menjadi enam item. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat sebagai berikut:

a. Membantu keseluruhan program pendidikan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan seluruh murid.

b. Membantu dalam memperoleh usaha memahami perbedaan individuil serta individualisasi pengajaran dalam mencapai penyesuaian antara keunikan individu dengan pendidikan.

c. Merangsang dan mendorong penggunaan prosedur dan teknik bimbingan oleh guru-guru dan seluruh staf.

d. Membantu dalam mengenal pentingnya keterlibatan diri dalam keseluruhan program pendidikan.

(50)

f. Membantu guru dalam hubungan dengan murid-murid.

Yang terakhir, tujuan bimbingan bagi orang tua murid disajikan ke dalam empat item, yaitu:

a. Membantu orang tua dalam menghadapi masalah-masalah hubungan antarmanusia dalam keluarga, terutama yang berhubungan dengan murid-murid.

b. Membantu dalam memperoleh pengertian tentang masalah murid-murid serta bantuan-bantuan yang dapat diberikan.

c. Membantu dalam membina hubungan yang lebih baik antara keluarga dan sekolah, terutama dalam masalah-masalah yang berkenaan dengan bantuan terhadap murid-murid.

d. Membantu memberikan pengertian terhadap program pendidikan pada umumnya.

3. Bimbingan Klasikal

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), kata klasikal mempunyai arti secara bersama-sama di dalam kelas. Sastrapradja (1981) mengartikan klasikal sebagai kelas campuran yang muridnya terdiri dari laki-laki dan perempuan.

(51)

peserta didik yang tergabung dalam suatu kelompok kelas yang bertujuan untuk membantu perkembangan peserta didik secara optimal.

4. Hubungan Bimbingan Klasikal dan Perilaku Agresif

Dari uraian sebelumnya, yaitu tentang bimbingan klasikal dan perilaku agresif, peneliti menemukan adanya hubungan antara kedua hal tersebut. Bimbingan klasikal sangat penting penyelenggaraannya untuk menekan angka perilaku agresif pada siswa.

Seperti diuraikan diatas, keadaan siswa kelas VIII SMP sebagai remaja awal masih sangat labil, terutama dalam hal emosi, sehingga perilaku mereka dalam menghadapi tuntutan, kritikan, dan celaan cenderung agresif, oleh karena itulah bimbingan klasikal sangat diperlukan untuk membuat perilaku siswa kelas VIII SMP lebih asertif. Dengan kata lain, bimbingan klasikal diperlukan untuk mengubah siswa yang cenderung berperilaku agresif menjadi siswa yang mampu berperilaku lebih asertif.

(52)

lebih asertif dalam mengkomunikasikan perasaannya, terutama perasaan negatif.

(53)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survei untuk memperoleh gambaran mengenai perilaku agresif siswa kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2006/2007 yang pada akhirnya diimplikasikan dengan usulan kegiatan bimbingan klasikal yang sesuai. Dari pengertiannya sendiri, deskriptif merupakan kata sifat dari deskripsi yang berarti pemaparan atau penggambaran secara jelas dan terperinci (KBBI, 1995). Untuk mendapatkan data yang lengkap dan nyata, maka metode yang dipakai adalah metode survei, sehingga peneliti pada akhirnya mampu memaparkan secara jelas tentang perilaku agresif subjek penelitian.

B. Subjek Penelitian

(54)

menghadapi masa ujian dan peneliti tidak ingin mengganggu konsentrasi mereka.

Untuk subjek uji coba kuesioner, peneliti mengambil dua kelas di tahun ajaran 2005/2006, yaitu kelas VIII D yang berjumlah 37 siswa dan kelas VIII E berjumlah 38 siswa. Metode pengambilan kelas yang akan digunakan untuk uji coba dengan cara undian. Pertama-tama, penulis menuliskan huruf A-E (sesuai dengan banyaknya kelas) di lembar kertas yang kecil, kemudian digulung satu persatu, dimasukkan ke dalam gelas, dikocok dan akhirnya dikeluarkan dua gulung kertas (dua kelas pada waktu uji coba).

Untuk subjek penelitian, peneliti mengambil tiga kelas di tahun ajaran 2006/2007, yaitu kelas VIII B 34 siswa, VIII C 36 siswa dan VIII E 34 siswa. Metode pengambilan kelas untuk penelitian juga menggunakan cara undian. Pertama, kertas yang telah dipotong-potong kecil ditulis huruf A-E (sebanyak jumlah kelas) kemudian digulung, diacak, dan diambil sesuai keperluan (tiga kelas). Kedua metode yang digunakan dalam pengambilan subjek tersebut disebut cluster random sampling, yang berarti pengambilan beberapa subjek dari seluruh subjek yang berbentuk kelompok/kelas (Sugiarto, 2003: 90).

C. Instrumen Penelitian

1. Kuesioner Perilaku Agresif

(55)

perilaku agresif yang diutarakan oleh Buss (Nugraheni, 2004: 30) ke dalam dua dimensi, yaitu dimensi fisik dan verbal:

a. Dimensi Fisik

1) Agresi fisik-aktif-langsung 2) Agresi fisik-aktif-tidak langsung 3) Agresi fisik-pasif-langsung 4) Agresi fisik-pasif-tidak langsung b. Dimensi Verbal

1) Agresi verbal-aktif-langsung 2) Agresi verbal-aktif-tidak langsung 3) Agresi verbal-pasif-langsung 4) Agresi verbal-pasif-tidak langsung

Dari segi cara menjawab, peneliti menggunakan kuesioner tertutup/terstruktur, yaitu kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang disertai beberapa alternatif jawaban yang telah disediakan. Kuesioner ini memberikan keterangan tentang diri responden sendiri, atau dengan kata lain, responden menjawab tentang dirinya sendiri.

Pilihan jawaban yang diberikan berbentuk skala bertingkat. Dengan demikian,peneliti mengetahui seberapa sering responden melakukan perilaku agresif. Lewat frekuensi ini, maka akan diketahui perilaku agresif manakah yang sering dilakukan oleh para responden. Berikut ini diuraikan hal-hal yang berkaitan dengan kuesioner, yaitu:

(56)

Indikator-indikator dalam penyusunan kuesioner berdasarkan bentuk-bentuk perilaku agresif yaitu:

Tabel 1. Indikator-indikator penyusunan kuesioner perilaku agresif Perilaku Agresif Bentuk-bentuk Perilaku

Agresif

Indikator

Dimensi Fisik Agresi fisik-aktif-langsung

memukul atau menyerang

Agresi fisik-aktif-tidak langsung

membuat jebakkan untuk mencelakakan orang lain Agresi

fisik-pasif-langsung

menghalangi orang yang mau lewat

Agresi fisik-pasif-tidak langsung

menolak mengerjakan sesuatu yang diminta orang lain

Dimensi Verbal Agresi verbal-aktif-langsung

menolak berbicara atau tidak mau menjawab pertanyaan orang lain Agresi

verbal-pasif-tidak langsung

Menggerutu

b. Susunan kuesioner

(57)
(58)

tidak mau menjawab

pertanyaan orang lain

Agresi verbal-pasif-tidak langsung

menggerutu 71-75 (5)

76-80 (5)

Jumlah 40 40

c. Skala pengukuran

Skala pengukuran menggunakan skala bertingkat yang terdiri atas empat (4) kategori jawaban, yaitu

1) sangat sering : dialami lebih dari lima kali dalam sehari 2) sering : dialami tiga sampai lima kali dalam sehari 3) hampir tidak pernah : jarang; dialami maksimal satu kali dalam

sehari

4) tidak pernah : tidak pernah; tidak pernah dialami responden

d. Skoring

Untuk skoring, peneliti membagi sebagai berikut:

Alternatif jawaban Skor

Positif Negatif

Sangat sering 4 1

Sering 3 2

(59)

Tidak pernah 1 4 2. Uji Coba Kuesioner Perilaku Agresif

Sebelum kuesioner digunakan untuk penelitian yang sesungguhnya, kuesioner ini sebelumnya harus melalui tahap uji coba dahulu sehingga kualitas dari kuesioner tersebut dapat diketahui. Kualitas yang dimaksud adalah tingkat validitas dan reliabilitas dari kuesioner. Langkah-langkah dalam melaksanakan uji coba adalah sebagai berikut:

a. Peneliti menyusun kuesioner berdasarkan kisi-kisi dengan bantuan dosen pembimbing.

b. Peneliti menemui kepala sekolah SMP Stella Duce 2 Yogyakarta untuk meminta ijin melakukan uji coba penelitian di sekolah yang bersangkutan. Kepala sekolah menyerahkan semua keperluan uji coba penelitian kepada Koordinator BK, maka peneliti disarankan untuk menemui dan merencanakannya bersama Koordinator BK.

c. Peneliti meminta surat ijin resmi dari pihak Universitas Sanata Dharma Prodi BK untuk melakukan uji coba kuesioner di sekolah yang bersangkutan (SMP Stella Duce 2 Yogyakarta) dan segera menyerahkannya kepada Koordinator BK.

d. Pada hari yang telah ditentukan, peneliti melakukan uji coba di kelas-kelas (VIII D dan VIII E) yang telah ditentukan secara acak.

(60)

Uji coba kuesioner dilaksanakan pada tanggal 17 Mei 2006 dan 19 Mei 2006 dengan jumlah responden 75 siswa. Tanggal 17 Mei 2006 dipergunakan untuk uji coba kelas VIII D (37 siswa) dan tanggal 19 Mei 2006 dipergunakan untuk uji coba kelas VIII E (38 siswa).

Dari uji coba yang dilakukan, peneliti dapat mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengisi kuesioner, yakni kurang lebih 30 menit, dan kekurangan-kekurangan peneliti dalam menyusun kuesioner yang mengakibatkan responden kurang paham kata-kata atau kalimat-kalimat tertentu. Jumlah item dalam kuesioner perilaku agresif yang diuji cobakan sebanyak 80 butir. Kuesioner uji coba dapat dilihat pada lampiran 1 halaman 80.

a. Validitas

Validitas merupakan taraf kemampuan suatu tes untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Masidjo, 1995: 242). Validitas terbagi atas tiga macam, yaitu: validitas isi, validitas konstruksi atau konsep, dan validitas kriteria. Dalam penelitian ini, validitas yang digunakan adalah validitas konstruksi/konsep. Yang dimaksud validitas konstruksi/konsep adalah validitas yang menunjukkan sampai sejauh mana suatu alat ukur sesuai dengan konsep yang menjadi isi suatu alat ukur.

(61)

N∑XY – (∑X)(∑Y)

r

xy

=

√{N∑X

2

– (∑X)

2

}{N∑Y

2

– (∑Y)

2

}

Keterangan:

r

xy : koefisien validitas

N : jumlah siswa X : skor item Y : skor total item

Taraf signifikansi validitas yang telah ditentukan adalah sebesar 1% dan menurut tabel nilai dari Pearson (Masidjo, 1995: 262) taraf signifikansi 1% untuk N=75 didapat angka koefisien korelasi 0, 296 (dibulatkan menjadi 0, 30). Dengan demikian, item yang koefisien korelasinya kurang dari 0, 30 dinyatakan gugur, sebaliknya jika item memilki koefisien korelasi lebih atau sama dengan 0, 30, item tersebut dianggap valid.

(62)

perhitungan taraf validitas uji coba kuesioner perilaku agresif dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 101.

Tabel 3. Rekapitulasi item hasil uji validitas

(63)

Fisik

(64)

item lagi sehingga jumlah item penelitian menjadi 64 dan jumlah item untuk setiap bentuk perilaku agresif menjadi sama (sebanding), yaitu berjumlah 8 item; 4 item positif dan 4 item negatif. Tambahan item yang berjumlah 14 diambil dari item-item yang kurang valid dan kemudian direvisi. Perlu diketahui: karena persebaran item positif dalam setiap aspek tidak merata, peneliti terpaksa membuang 4 item positif yang valid (no. 12, 21, 42 dan 72) dan menggantinya dengan item positif yang lain untuk menggenapi jumlah item positif pada bentuk perilaku agresif yang lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4 berukit ini:

Tabel 4. Item tambahan untuk kuesioner penelitian Dimensi perilaku

agresif Bentuk perilaku agresif tambahan Item Sifat item Dimensi fisik Agresi

fisik-aktif-langsung

Dimensi verbal Agresi

verbal-pasif-langsung 61 Positif

Dimensi fisik Agresi fisik-aktif-langsung

Dimensi verbal Agesi verbal-aktif-langsung

(65)

item negatif). Karena jumlah item pada saat uji coba lebih banyak (75) daripada saat penelitian maka terjadi perubahan nomer urut pada item-item pernyataan. Perubahan tersebut dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini:

(66)

Agresi verbal-pasif-tidak

langsung

76,78,79,80 61,62,63,64

Untuk lebih jelasnya, kuesioner perilaku agresif untuk penelitian dapat dilihat pada lampiran 4 halaman 113.

b. Reliabilitas

Reliabilitas adalah taraf kemampuan suatu tes mampu menunjukkan konsistensi/keajegan hasil pengukurannya yang diperlihakan dalam taraf ketepatan dan ketelitian hasil (Masidjo, 1995: 209). Metode yang digunakan dalam penentuan taraf reliabilitas adalah metode belah dua (Split-half Method). Metode ini mempergunakan satu tes dalam satu kali pengukuran. Oleh karena itulah, metode ini lebih efisien.

Dalam menganalisis taraf reliabilitas, metode belah dua menggunakan dua rumus. Rumus yang pertama digunakan adalah rumus dari Pearson, yaitu teknik korelasi Product-Moment, kemudian hasil dari rumus tersebut akan dimasukkan ke dalam rumus formula koreksi dari Spearman-Brown. Untuk lebih jelasnya, kedua rumus tersebut dapat dilihat di bawah ini:

Rumus korelasi Product-Moment (Pearson):

N∑XY – (∑X)(∑Y)

r

gg

=

(67)

Keterangan:

r

gg : koefisien reliabilitas bagian gasal/genap

N : jumlah siswa X : belahan gasal Y : belahan genap

Rumus formula koreksi (Spearman-Brown):

rtt =

r

tt: koefisien reliabilitas

r

gg: koefisien gasal-genap

Untuk penggolongan koefisien korelasi reliabilitas dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 6. Koefisien korelasi dan kualifikasi reliabilitas Koefisien korelasi Kualifikasi

0, 91 – 1, 00

Dalam penelitian ini, perhitungan korelasi belahan ganjil-genap uji coba kuesioner perilaku agresif pada siswa atas dasar

signifikansi 1% untuk N=75 dituntut

r

xy=0, 296 (dibulatkan

(68)

agresif pada siswa signifikan pada taraf signifikansi 1%

((

r

tt=0,89>0,30) dan termasuk pada kualifikasi “tinggi”

(0,71-0,90). Untuk selengkapnya, perhitungan reliabilitas dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 110 (bersama dangan validitas).

D. Pengumpulan Data 1. Tahap Persiapan

Sebelum akhir tahun ajaran 2005/2006, peneliti menemui Koordinator BK SMP Stella Duce 2 Yogyakarta untuk membahas kapan uji coba kuesioner dan penelitian kira-kira dapat dilakukan, serta hal-hal yang berkaitan dengan penelitian. Setelah terdapat beberapa pertimbangan, peneliti dan koordinator BK menyepakati waktu yang ditentukan untuk uji coba dan penelitian. Untuk hal pengawasan, peneliti dan koordinator BK sepakat bahwa yang akan mengawasi para siswa selama penelitian dilakukan adalah Koordinator BK sendiri karena kewenangan/kekuasaan Koordinator BK dapat mempengaruhi keseriusan para siswa dalam mengisi kuesioner penelitian.

2. Tahap pelaksanaan

(69)

yang telah mulai bertugas. Jadwal penelitian dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini:

Tabel 7. Jadwal pengisian kuesioner penelitian perilaku agresif Kelas Tanggal

penelitian pengisian Waktu Jumlah siswa yang hadir yang tidak hadir Jumlah siswa

VIII B 27-07-2006 45’ 34 2

VIII C 27-07-2006 45’ 36 -

VIII E 27-07-2006 45’ 34 2

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dilakukan berdasarkan PAP dengan passingscore tipe II, yaitu acuan penilaian di mana tingkat penguasaan kompetensi minimal ada di persentil 56 (persentil minimal) dari total jumlah skor. Dengan demikian, penggolongan perilaku agresif dibagi sebagai berikut:

Tabel 8. Kualifikasi tingkat perilaku agresif menurut PAP II

Skor Kualifikasi

81% - 100% Sangat tinggi

66% - 80% Tinggi

56% - 65% Cukup

46% - 55% Rendah

< 46% Sangat rendah

(Masidjo, 1995: 157)

Tahap-tahap analisis data dapat dilihat sebagai berikut: 1. Peneliti memberi skor jawaban berdasarkan sifat item.

(70)

3. Peneliti melakukan perhitungan untuk melihat skor-skor yang termasuk pada kualifikasi sangat tinggi, tinggi, cukup, rendah dan sangat rendah berdasarkan PAP tipe II.

4. Peneliti melakukan perhitungan untuk mendapatkan persentase (gambaran) perilaku agresif siswa dengan cara jumlah siswa yang mendapat skor sangat tinggi/tinggi/cukup/rendah/sangat rendah dibagi dengan jumlah siswa (responden) dikalikan dengan seratus persen (100%). Dengan demikian didapat gambaran perilaku agresif pada siswa SMP Stella Duce 2 Yogyakarta. Perhitungan gambaran perilaku agresif dapat dilihat pada lampiran 6 halaman 131.

(71)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA

Pada bab ini akan diuraikan jawaban atas rumusan masalah yang terdapat pada bab I, yaitu ”Bagaimanakah tingkat perilaku agresif siswa kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007?” dan ”Topik-topik bimbingan klasikal yang bagaimanakah yang sesuai untuk siswa kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007?”. Untuk menjawab kedua rumusan masalah tersebut, peneliti akan menyajikan hasil penelitian disertai dengan pembahasan secukupnya.

A. Hasil Penelitian

Deskripsi tingkat perilaku agresif pada siswa kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2006/2007 dihitung dengan menggunakan PAP tipe II. Setelah peneliti melakukan penghitungan dengan menggunakan metode tersebut, hasilnya dapat dilihat pada tabel 9 berikut:

Tabel 9.

Hasil Penelitian Perilaku Agresif pada Siswa kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2006/2007

Rumus PAP

tipe II Rentang skor Frekuensi Persentase (%) Kualifikasi 81% - 100% 207,36 – 256 0 0 Sangat Tinggi

66% - 80% 168,96 - 207,35 3 2,88 Tinggi 56% - 65% 143,36 - 168,95 32 30,77 Cukup 46% - 55% 117,76 - 143,35 43 41,35 Rendah

(72)

Tabel 9 menunjukkan bahwa tidak terdapat kualifikasi ”sangat tinggi” untuk perilaku agresif yang dilakukan siswa kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2006/2007. 3 siswa (2,88%) melakukan perilaku agresif yang berkualifikasi ”tinggi”, 32 siswa (30,77%) berperilaku agresif dalam kualifikasi ”cukup”, 43 siswa (41,35%) berperilaku agresif dalam kualifikasi ”rendah”, dan 26 siswa (25%) berperilaku agresif ”sangat rendah”. Untuk lebih jelasnya, kualifikasi perilaku agresif setiap siswa (responden) kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2006/2007 dapat dilihat pada lampiran 7 halaman 135.Hasil penelitian tersebut telah menjawab rumusan masalah yang pertama.

Selain itu, peneliti juga melakukan perhitungan terhadap setiap bentuk perilaku agresif sehingga diketahui bentuk perilaku agresif yang paling banyak dilakukan oleh responden. Hasil perhitungan inilah yang menjadi dasar dalam menentukan usulan topik-topik bimbingan klasikal dalam usaha mengurangi perilaku agresif yang termasuk dalam kualifikasi ”sangat tinggi” – ”cukup” sehingga menjadi ”rendah” atau ”sangat rendah”. Tabulasi skor setiap bentuk perilaku agresif dapat dilihat pada lampiran 8 halaman 139 dan perhitungan persentase bentuk-bentuk perilaku agresif dapat dilihat pada lampiran 9 halaman 156. Kualifikasi bentuk-bentuk perilaku agresif yang dilakukan oleh siswa (responden) kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2006/2007 dapat dilihat di bawah ini.

(73)

Agresif PAP II 1 Dimensi

verbal Agresi pasif-langsung verbal- 1889 57% 56%-65% Cukup 2 Dimensi

verbal Agresi verbal-aktif-langsung 1846 55% 46%-55% Rendah 3 Dimensi

verbal Agresi verbal-pasif-tidak langsung

1844 55% 46%-55% Rendah

4 Dimensi

fisik Agresi fisik-aktif-langsung 1763 53% 46%-55% Rendah 5 Dimensi

fisik Agresi fisik-aktif-tidak langsung 1691 51% 46%-55% Rendah 6 Dimensi

fisik Agresi fisik-pasif-tidak langsung 1658 50% 46%-55% Rendah 7 Dimensi

verbal Agresi verbal-aktif-tidak langsung

1622 49% 46%-55% Rendah

8 Dimensi

fisik Agresi fisik-pasif-langsung 1476 44% < 46% Sangat rendah Tabel di atas menunjukkan bahwa bentuk-bentuk dari perilaku agresif tidak ada yang termasuk dalam kualifikasi ”sangat tinggi” dan ”tinggi”, sedangkan terdapat 7 bentuk perilaku agresif yang termasuk pada kualifikasi ”rendah” dan ”sangat rendah” (berkisar antara 44-55%). Kualifikasi ”rendah” dan ”sangat rendah” untuk perilaku agresif dianggap baik/tidak masalah. Yang masih harus dikurangi adalah bentuk perilaku agresif yang termasuk kualifikasi ”cukup” (57%), yaitu perilaku agresi verbal-pasif-langsung. Bentuk perilaku agresif inilah yang akan menjadi acuan untuk peneliti menyusun usulan topik-topik bimbingan klasikal. Persentase dan kualifikasi bentuk-bentuk perilaku agresif tersebut juga dapat dilihat pada lampiran 10 halaman 159.

(74)

Karena penelitian ini bersifat deskriptif, maka penelitian ini hanya akan menguraikan keadaan yang terjadi di lapangan. Dari hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas tadi, peneliti menemukan bahwa tingkat perilaku agresif siswa kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tidak menunjukkan kualifikasi ”tinggi” dan ”sangat tinggi” dan diimbangi oleh persentase skor yang termasuk pada kualifikasi ”rendah” dan ”sangat rendah”. Tentu saja hal merupakan hal yang baik. Ada kemungkinan bahwa hal tersebut dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu faktor disiplin sekolah (www.dikdasmen.org), didikan keluarga (Tarmudji, www.depdiknas.co.id), dan kesadaran dari siswa itu sendiri (Ubaydillah, www.e-psikologi.com).

(75)

lain, sekolah yang bersangkutan memberikan peraturan dengan batasan-batasan yang jelas dan memberikan sanksi/ hukuman yang tepat sasaran sehingga siswanya menghindari berbagai bentuk perilaku agresif yang dapat membuat dirinya menerima hukuman.

Disiplin sekolah juga melibatkan tenaga pendidik yang ada di dalam sekolah tersebut. Tenaga pendidik yang secara langsung berhadapan dengan siswa otomatis menjadi penghubung untuk menyampaikan sikap disiplin itu sendiri. Disiplin dapat muncul dari hubungan antara tenaga pendidik dan siswanya, karena di dalam hubungan tersebut terjadi komunikasi mengenai batasan-batasan (Elias, 2004: 67).

(76)

anak mengetahui latar belakang yang dipakai oleh orang tuanya dalam mendidik mereka, sebaliknya, orang tua juga tidak memaksakan pendapatnya, pendapat yang datang dari si anak dipertimbangkan dahulu sehingga si anak pun merasa dihargai (Setiono, www.e-psikologi.com). Dengan demikian, orang tua siswa (anak) yang bersangkutan tidak hanya menjadikan anak sebagai objek, tetapi menghargai anak sebagai subjek yang mempunyai pendapat tersendiri dan pantas untuk dihargai. Jika anak merasa dihargai, ia pun akan menghargai pendapat orang tuanya; komunikasi yang terjalin diantara mereka dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan relasi yang harmonis.

Gambar

Tabel 1. Indikator-indikator penyusunan kuesioner perilaku agresif
Tabel 2. Kisi-kisi Item Kuesioner Perilaku Agresif Menurut Buss
Tabel 3. Rekapitulasi item hasil uji validitas
Tabel 4. Item tambahan untuk kuesioner penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Manfaat yang dapat diperoleh dari pembuatan interaktif company profile perusahaan jasa konstruksi CV.. Menjadi referensi bagi kalangan desainer 3D maupun animator

Untuk mengatasinya digunakan alat yang memakai prinsip pantulan dari cermin, dimana perubahan posisi cermin yang sangat kecil ( akibat perpanjangan batang) menyebabkan

Diklat Fungsional Penjenjangan Pranata Komputer adalah diklat yang diwajibkan bagi PNS yang akan memangku Jabatan Fungsional Pranata Komputer pada jenjang tertentu, kecuali

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Biro Keuangan Sekretariat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tahun 2015 adalah

Baiquni pada tahun 2007 dalam Sahputra (2009: 11) menyatakan dalam situasi belajar yang sifatnya kompleks dan menyeluruh serta membutuhkan dan melibatkan interaksi, sering

Oleh karena itu penyimpanan arsip secara fisik menimbulkan kendala dalam proses pencarian dan memerlukan ruangan pengolah dan penyimpan yang sangat besar mengingat

Menimbang, bahwa selanjutnya setelah memperhatikan dengan seksama Memori banding selebihnya yang diajukan oleh pihak Tergugat/Pembanding dan surat Kontra memori

Merupakan pajak penghasilan dalam tahun berjalan yang dipungut oleh bendahara pemerintah baik pusat maupun swasta berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan