PARA SUSTER OSF SIBOLGA
SKRIPSI
Diajukan Untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan
Pendidikan Agama Katolik
Oleh: Masarisa Zalukhu
NIM: 061124027
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
SKRIPSI
Diajukan Untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan
Pendidikan Agama Katolik
Oleh: Masarisa Zalukhu
NIM: 061124027
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
Skripsi ini kupersembahkan kepada
Seluruh anggota para Suster-Suster Fransiskanes dari Reute (OSF Sibolga) Di mana pun berada yang telah memberi kesempatan kepada saya Untuk menerima ilmu dan telah mendukung saya dengan caranya masing-masing
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebut dalam
kutipan atau daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 9 Agustus 2010 Penulis
yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil
rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.”
PERSAUDARAAN SANTO FRANSISKUS ASISI DALAM SEMANGAT PELAYANAN PARA SUSTER OSF SIBOLGA, dipilih berdasarkan fakta bahwa yang terjadi saat ini adalah sebagian masyarakat kurang meminati beberapa karya pelayanan para suster OSF Sibolga. Kenyataan yang terjadi dapat diamati dari berbagi bidang pelayanan para suster OSF Sibolga misalnya mulai berkurangnya jumlah anak-anak asrama, pendampingan terhadap anak-anak gadis tidak berjalan lagi dengan baik, anak-anak panti asuhan masih kurang merasa memiliki, bahkan sebagian kurang merasa bahagia tinggal di panti asuhan, poliklinik dan sekolah taman kanak-kanak tempat para suster OSF Sibolga berkarya kurang diminati masyarakat. Bertitik tolak pada kenyataan ini, Skripsi ini dimaksudkan untuk membantu para suster OSF Sibolga untuk tetap setia menghidupi spritualitas persaudaraan Santo Fransiskus Asisi dalam pelayanan para suster hingga dewasa ini.
Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah seberapa besar peranan spiritualitas persaudaraan Santo Fransiskus Asisi dalam pelayanan para suster OSF Sibolga dan usaha apa yang dapat dilakukan untuk membantu para suster OSF Sibolga untuk tetap setia menghidupi spiritualitas persaudaraan Santo dalam pelayanan sehingga setiap orang yang dilayani mengalami kasih, sukacita dan damai. Untuk mengkaji masalah ini diperlukan data yang akurat. Oleh karena itu pemberian angket kepada para suster OSF Sibolga telah dilaksanakan. Di samping itu studi pustaka juga diperlukan untuk memperoleh pemikiran-pemikiran untuk direfleksikan, sehingga diperoleh gagasan-gagasan yang dapat dipergunakan sebagai sumbangan membantu para suster OSF Sibolga untuk semakin mewujudkan semangat yang dihayati Santo Fransiskus Asisi yaitu mengasihi Tuhan dengan segenap kekuatan dan mengasihi sesamanya dengan segenap hatinya. Hal ini ditunjukkan oleh Santo Fransiskus Asisi melalui pengabdian dirinya secara total yang bekerja dengan tulus hati demi sesama manusia.
Ministerial Spirit of OSF Nuns in Sibolga. Undergraduate Thesis. Yogyakarta: Guidance and Counseling Study Program, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University.
This undergraduate thesis is entitled “The Role of St. Francis Assisi’s Brotherhood Spirituality in the Ministerial Spirit of OSF Nuns of Sibolga”. This title has been chosen based on the fact that some part of the community are not interested in some programs run by the OSF nuns of Sibolga. This reality is observed in the nuns’ various ministerial services, such as in the decrease of children in the nuns’ boarding house, the unsmooth companion service for young girls, the inadequate sense of belonging observed among children in the nuns’ orphanage, and the limited number of visitors for the nun’s health polyclinic and nursery school. Based on the mentioned reality, this thesis has been meant to help the OSF nuns of Sibolga to devotedly continue living up St. Francis Assisi’s brotherhood spirit in their ministerial service.
The main problems of this undergraduate thesis are how important the role of St. Francis Assisi’s ministerial spirit in the ministerial service of OSF nuns of Sibolga is and what attempts are made to help the nuns to devotedly continue living up the brotherhood spirit so that everyone receives services with love, joy and peace. To study these two problems, accurate data were needed. Therefore, a questionnaire was distributed to the OSF nuns of Sibolga. In addition, a literature study was needed to obtain ideas for reflection in order that those ideas could be offered as positive contribution for the OSF nuns of Sibolga in realizing St. Francis Assisi’s spirit, namely to love God with all strengths and to love others wholeheartedly. The spirit was shown by St. Francis Assisi in his total dedication to sincerely work for others.
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama
:
Masarisa
Zalukhu
Nomor Mahasiswa
: 06 1124027
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PERANAN SPRITUALITAS PERSAUDARAAN SANTO FRANSISKUS
ASISI DALAM SEMANGAT PELAYANAN PARA SUSTER OSF SIBOLGA
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan
dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,
mendistribusikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa
perlu meminta ijin ataupun memberikan royalti kepada saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 9 Agustus 2010
Yang menyatakan
Puji syukur kepada Allah karena kasihNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PERANAN SPRITUALITAS PERSAUDARAAN SANTO FRANSISKUS ASISI DALAM SEMANGAT PELAYANAN PARA SUSTER OSF SIBOLGA.
Skripsi ini memuat pembahasan mengenai spiritualitas persaudaraan Santo Fransiskus Asisi dalam pelayanan para suster OSF Sibolga. Kemudian membuat suatu usulan rekoleksi bagaimana agar spiritualitas persaudaraan Santo Fransisikus Asisi tetap menjiwai semangat pelayanan para suster OSF sibolga sehingga pelayanan yang dilakukan dijiwai oleh semangat fransiskan dalam persaudaraan yakni semangat kesederhanaan, semangat kegembiraan, semangat untuk menjadi misionaris perdamaian dan keadilan.
Penulis mengajukan skripsi ini untuk memenuhi persyaratan menempuh ujian sarjana di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma tahun ajaran 2009/2010.
selama kuliah di kampus IPPAK.
2. Bapak Dapiyanta SFK, M.Pd., selaku Sekretaris Prodi IPPAK Universitas Sanata Dharma yang telah berjasa mendidik dan membimbing penulis dalam perkuliahan di kampus IPPAK sekaligus selaku dosen penguji skripsi dan yang membantu dalam melakukan penelitian selama menyelesaikan skripsi ini.
3. Dr. C. Putranto, S.J., selaku pembimbing utama skripsi dan dosen pembimbing akademik yang telah rela meluangkan waktu dan dengan penuh kesabaran mendidik dan membimbing penulis dari awal penyusunan hingga sampai selesainya skripsi ini.
4. Dr. A. Rukiyanto, S.J.,selaku dosen penguji skripsi yang telah dengan sabar mendidik, mengajar dan membimbing penulis selama kuliah di kampus IPPAK.
5. Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma yang telah mendidik dan membimbing penulis selama belajar hingga selesainya penulisan skripsi ini.
penulis menjadi pewarta kabar gembira di zaman yang penuh tantangan ini.
8. Suster Sesilia Lie OSF Sibolga, sebagai Propinsial Kongregasi OSF Sibolga di Indonesia yang telah mendukung dan memotivasi penulis selama belajar hingga selesainya penyusunan skripsi ini.
9. Segenap suster Kongregasi OSF Sibolga, di komunitas-komunitas Nias, Tapanuli Tengah, Medan, khusunya komunitas Yogyakarta dan di manapun berada, baik yang masih belajar maupun yang sudah berkarya, yang telah berpartisipasi memberi dukungan moral dan material kepada penulis selama belajar sampai selesai skripsi ini.
10. Bapa, ibu dan saudara-saudariku yang memberi semangat, dukungan dan memotivasi penulis dengan cara mereka masing-masing, mulai dari awal belajar di kampus USD Prodi IPPAK Yogyakarta sampai selesai.
11. Segenap pihak, yang tidak dapat di sebutkan satu persatu, yang selama ini dengan tulus telah memberi bantuan hingga selesainya skripsi ini.
saudari dalam menangggapi panggilan Allah untuk melayani dengan kasih.
Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman sehingga penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi para pembaca khususnya pihak yang berkepentingan.
Yogyakarta, 9 Agustus 2010 Penulis
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ...vii
ABSTRACT ...viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ...xiii
DAFTAR SINGKATAN... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Permasalahan ... 6
C. Tujuan Penulisan ... 6
D. Manfaat Penulisan ... 7
E. Metode Penulisan ... 7
F. Sistematika Penulisan ... 8
2. Suasana Keluarga ... 13
B. Pengertian Spiritualitas ... 12
1. Pengertian Spiritualitas Secara Umum ... 12
2. Spiritualitas Persaudaraan dalam Terang Kitab Suci ... 13
3. Spiritualitas Santo Fransiskus Asisi ... 15
4. Kekhasan Spiritualitas Santo Fransiskus Asisi ... 17
a) Perjalanan Panggilan Hidup Santo Fransiskus Asisi ... 19
b)Karya-karya Pelayanan Santo Fransiskus Asisi ... 22
1)Perjumpaan Fransiskus dengan Orang Kusta ... 22
2)Santo Fransiskus Sang Pembawa Damai ... 23
3)Santo Fransiskus Mencintai Kesederhanaan ... 24
4)Santo Fransiskus Mengandalkan Sang Pencipta ... 26
5)Wafat dan Kanonisasi Santo Fransiskus Asisi ... 29
C. Pelayanan Para Suster OSF Sibolga ... 30
1. Sejarah Kongregasi OSF Sibolga ... 30
2. Spiritualitas Kongregasi OSF Sibolga ... 33
3. Semangat Dasar Pelayanan Para Suster OSF Sibolga ... 36
4. Karya-karya Pelayanan Para Suster OSF Sibolga ... 39
F. Kerangka pikir dan hipotesis... . 45
1. Hubungan antara variabel ... . 45
2. Hipotesis ... 46
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 48
A. Jenis Penelitian ... 49
B. Desain Penelitian... 49
C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 49
D. Populasi Penelitian dan Sampel ... 50
E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan data ... 51
1. Jenis Data ... 51
2. Teknik Instrumen Pengumpulan Data ... 51
3. Pengembangan Instrumen ... 53
a) Validitas ... 53
b) Reliabilitas ... 54
F. Teknik Analisis Data ... 55
1. Uji Prasyarat Analisi Data... 54
2. Uji Hipotesis ... 57
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59
A. Data Hasil Penelitian ... 59
B. Analisis Validitas dan Reliabilitas ... 61
1. Uji Prasyarat ... 64
a) Uji Normalitas ... 64
b) Uji Linieritas ... 65
2. Uji Asumsi Klasik Autokorelasi ... 66
3. Analisis Deskriptif ... 67
a) Deskripti Spiritualitas ... 67
b) Deskriptif Pelayanan ... 70
4. Hasil Analisis Regresi Sederhana ... 72
D. Pembahasan ... 75
E. Keterbatasan Penelitian ... 76
BAB V USULAN PROGRAM REKOLEKSI DALAM USAHA MEMPERTAHANKANSPIRITUALITAS PERSAUDARAAN SANTO FRANSISKUS ASISI DALAM PELAYANAN PARA SUSTER OSF SIBOLGA ... 77
A. Pengertian Rekoleksi ... 78
B. Tujuan Rekoleksi ... 79
C. Usulan Tema Rekoleksi ... 79
D. Usulan Persiapan Rekoleksi ... 81
BAB VI PENUTUP ... 105
A. Kesimpulan ... 105
Lampiran 1: Surat Permohonan Pengisian Kuisioner ... 110
Lampiran 2: Daftar Kuisioner ... 111
Lampiran 3: Daftar Hasil Angket ... 116
Lampiran 4: Frekuensi Statistik Spiritualitas ... 122
Lampiran 5: Frekuensi Statistik Pelayanan ... 123
Lampiran 6: Doa Gita Sang Surya ... 124
A. Daftar Singkatan Kitab Suci
Semua singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti singkatan Kitab Suci sesuai dengan daftar singkatan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam Alkitab Katolik Deutrokanonik cetakan tahun 2000 oleh Bimas Katolik Departemen Agama, Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV. Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal. 8.
Kej : Kejadian
Mat : Matius
Mrk : Markus
Luk : Lukas
Yoh : Yohanes
Kis : Kisah Para Rasul Flp : Filipi
IKor : Korintus
Kol : Kolose
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
DV : Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi, 18 November 1965.
GS : Gaudium Et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja di Dunia Dewasa ini, 7 Desember 1965.
C. Singkatan Lain
AngOrReg : Anggaran Dasar Ordo Ketiga Reguler Santo Fransiskus AD : Anggaran Dasar
AngBul : Anggaran Dasar dengan Bulla
OSF Sibolga : Suster-Suster Fransiskanes dari Reute
Was : Wasiat
A. LATAR BELAKANG
Setiap religius dipanggil untuk senantiasa memiliki semangat
pelayanan. Perlu disadari bahwa para religius adalah anggota gereja
yang ikut serta dalam mengembangkan tugas pelayanan Gereja. Maka,
pelayanan adalah merupakan kenyataan panggilan hidup religius. Oleh
sebab itu setiap religius kembali kepada spiritualitasnya dalam
mengembangkan karya pelayanan bagi masyarakat dan Gereja.
Para suster OSF Sibolga adalah salah satu tarekat religius yang
ikut ambil bagian dalam tugas pelayanan Gereja dengan menghayati
semangat persaudaraan Santo Fransiskus Asisi. Kelima gadis sederhana
dan tidak terpelajar (Para pendiri pendahulu suster-suster OSF Sibolga)
yaitu Sr.Anna Maria Bloching, Sr.Maria Anna Braing, Sr.Helena
Schwer, Sr.Veronika Moll dan Sr.Magdalena Moll mengambil keputusan
untuk mengabdi Allah dengan melayani manusia yang menderita (Kronik
para Suster-suster OSF Sibolga, 1997). Para gadis yang sederhana dan bersahaja ini merasa terpanggil dan menjawab panggilan Tuhan melalui
karya pelayanan sosial. Semangat para pendiri pendahulu menghidupi
semangat dan cita-cita hidup persaudaraan Santo Fransiskus Asisi. Cara
dan semangat Santo Fransiskus Asisi menjadi akar persaudaraan para
artinya bahwa para suster OSF Sibolga dalam menjawab dan
menanggapi panggilan Allah dalam hidup mereka menghidupi semangat
para pendiri pendahulu dengan cara hidup Santo Fransiskus Asisi.
Menghadapi tantangan-tantangan zaman saat ini, tidaklah mudah
bagi setiap religius khususnya para suster OSF Sibolga mempertahankan
kesetiaan menghidupi semangat melayani terlebih yang dijiwai oleh
spiritualitas Santo Fransiskus Asisi yang penuh dengan semangat doa,
persaudaraan dan kesederhanaan. Pelayanan yang mencerminkan
pancaran persatuan mesra kasih persaudaraan hanya akan mungkin dapat
dialami oleh sesama apabila cinta kasih persaudaraan tersebut dihayati.
Semangat pelayanan yang disemangati persaudaraan akan mampu menerobos
batas negara, agama, sosial-ekonomi dan suku di tengah dunia di antara sesama
manusia. Artinya bahwa, memperlakukan semua makhluk ciptaan sebagai
saudara dan saudari dan sebagai anugerah Allah yang mengagumkan. Kekhasan
semangat persaudaraan Fransiskus dalam pelayanan yakni adanya semangat
kesederhanaan, semangat kegembiraan, semangat untuk menjadi misionaris
perdamaian dan keadilan. Maka, sangatlah penting dipikirkan bagaimana
spiritualitas persaudaraan Santo Fransiskus Asisi tetap menjiwai
semangat pelayanan para suster OSF Sibolga, spiritualitas persaudaraan
yang dilakukan dengan semangat pelayanan akan dijiwai dengan sikap
ketulusan, keramahan, kemurahan, kelemah-lembutan dan penuh dengan
kasih yang mampu dialami oleh saudara yang lemah, miskin dan
hidup dalam persaudaraan dikatakan bahwa asal, gambaran serta
kepenuhan setiap persaudaraan adalah Allah Tritunggal.
Berdasarkan kalimat di atas, sangat jelas apa yang menjadi sumber dan
tujuan persaudaraan para suster OSF Sibolga. Dalam konstitusi OSF Sibolga
dikatakan bahwa asal atau sumber persaudaraan adalah Allah Tritunggal,
demikian pun gambaran persaudaraan yang ingin diwujudkan adalah gambaran
Allah Tritunggal. Maksudnya bahwa dalam persaudaraan Pribadi Bapa sebagai
Pencipta nyata dalam hidup, Persaudaraan juga merupakan suatu nilai yang amat
penting bagi umat Kristiani, terlebih bagi seorang Fransiskan. Secara khusus
sebagai Fransiskan: persaudaraan mencakup hubungan dengan seluruh alam
ciptaan. Setiap makhluk yang dekat dengan Fransiskus akan mengalami
kehidupan, dan Fransiskus sangat erat relasinya dengan alam tersebut, bahkan
Fransiskus menyapa segala sesuatu dengan ‘saudara/saudari’ yang
menggambarkan makhluk lain itu tidak lebih rendah dari dirinya sendiri.
Allah telah memanggil setiap pribadi para suster OSF Sibolga
dalam satu persaudaraan. Setiap suster dipanggil untuk membagikan
anugerah yang diberikan Allah kepadanya dan untuk menjadikan
persekutuan tersebut sebagai tempat belaskasih, sukacita dan damai bagi
setiap orang (Konstitusi Suster-suster OSF Sibolga).
Kekayaan kerohanian dan kharisma para pendiri dalam melakukan
pelayanan yang dijiwai oleh spiritualitas persaudaraan Santo Fransiskus
Asisi yaitu penuh dengan kasih, sukacita dan damai bagi setiap orang
adalah yaitu mengasuh anak-anak yang tidak memiliki orang tua,
memdampingi dan membekali gadis-gadis desa yang tidak bersekolah,
melayani kesehatan masyarakat, asrama, mengajar di sekolah-sekolah,
melayani di rumah retret, dan berpastoral. Dalam setiap karya pelayan,
para suster OSF Sibolga sebenarnya diharapkan mampu membawa kasih,
sukacita dan damai bagi setiap orang yang dilayani; misalnya pelayanan
terhadap anak-anak yang tidak memiliki orang tua, para suster OSF
sibolga diharapkan dapat menjadi orang tua bagi anak-anak di mana
anak-anak mengalami kasih, sukacita dan damai), tentu demikian juga
para suster yang lain yang berkarya di tempat karya yang lain mampu
membawa kesembuhan bagi mereka yang sakit baik secara jasmani
maupun secara rohani, mampu meneguhkan sesama dalam imannya akan
Kristus, mampu mengajari dan mendampingi mereka yang tidak
bersekolah sehingga memiliki pengharapan masa depan hidupnya
singkatnya setiap orang yang dilayani mampu mengalami kasih, sukacita
dan damai. Namun kenyataan yang terjadi saat ini adalah sebagian
masyarakat kurang meminati beberapa karya pelayanan para suster OSF
Sibolga (Berita Regio, Persiapan Kapitel XII tentang karya : 2010,4)
misalnya berkurangnya jumlah anak-anak asrama, pendampingan
terhadap anak-anak gadis yang mulai berkurang bahkan tidak berjalan
dengan baik, anak-anak panti asuhan masih kurang merasa bahagia
Menghadapi situasi aktual yang dialami oleh para suster OSF
Sibolga, bangkitlah kerinduan hati penulis untuk membaktikan diri
kepada terekat dengan ikut membantu menyumbangkan buah pemikiran.
Sumbangan pikiran tersebut memiliki tujuan yaitu membantu tarekat
menumbuhkan, mengembangkan dan memperdalam semangat
penghayatan para anggota di dalam menjalani tugas dan perutusan.
Dalam karya pelayanan yang dilakukan para suster OSF Sibolga
seharusnya dijiwai oleh semangat spiritualitas Santo Fransiskus Asisi
yang dijiwai dengan hidup doa, persaudaraan dan kesederhanaan bagi
setiap orang yang dilayani sehingga orang yang dilayanipun mampu
merasakan cinta kasih, sukacita dan damai. Namun seringkali hal
tersebut tidak terwujudkan. Terkadang pelayanan yang dilakukan masih
sebatas rutinitas belaka karena ditugaskan. Akibatnya, pelayanan yang
dilakukan bagaikan melakukan pekerjaan tanpa jiwa, tidak menyadari
dan memahami arah pelayanan tarekat yang jelas, sehingga spiritualitas
persaudaraan Santo Fransiskus Asisi yang menjadi teladan hidup para
suster OSF Sibolga masih kurang berbicara dalam pelayanan para
suster.
Penulis mengatakan ”memberi sumbangan” karena sebelumnya
para suster OSF Sibolga telah menghidupi semangat persaudaraan Santo
Fransiskus Asisi dalam setiap tugas pelayanan yang dilakukan, namun
bagaimana tetap setia mempertahankan semangat persaudaraan tersebut
Maka penulis memilih judul ”PERANAN SPIRITUALITAS PERSAUDARAAN SANTO FRANSISKUS ASISI DALAM SEMANGAT PELAYANAN PARA SUSTER OSF SIBOLGA”.
B. RUMUSAN PERMASALAHAN
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan beberapa
permasalahan antara lain:
1. Apa yang dimaksud dengan spiritualitas persaudaraan Santo
Fransiskus Asisi?
2. Seberapa besar peranan spiritualitas persaudaraan Santo Fransiskus
Asisi dalam membantu para suster OSF Sibolga untuk meningkatkan
semangat pelayanan untuk zaman sekarang?
3. Usaha apa yang dapat dilakukan agar spiritualitas persaudaraan Santo
Fransiskus Asisi dapat lebih meningkatkan semangat pelayanan para
suster OSF Sibolga?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Menggali lebih mendalam semangat persaudaraan yang dihayati
Santo Fransiskus Asisi yang menjadi semangat para suster OSF
sibolga dalam melakukan karya pelayanan.
2. Mengetahui bagaimana para suster OSF Sibolga menghayati
3. Memberi sumbangan bagaimana agar para suster OSF Sibolga tetap
setia mempertahankan semangat persaudaraan Santo Fransiskus Asisi
sehingga senantiasa menjiwai setiap pelayanan para suster OSF
Sibolga.
D. MANFAAT PENULISAN
Penulisan ini dapat memberi manfaat:
1. Bagi penulis semakin memahami spiritualitas persaudaraan Santo
Fransiskus Asisi dan mampu menjadi semangat dalam meningkatkan
karya pelayanan.
2. Supaya para suster OSF Sibolga semakin memahami dan menghayati
spiritualitas persaudaraan Santo Fransiskus dalam meningkatkan
karya-karya pelayanan.
3. Memberi sumbangan bagi para pelayan sosial yang memiliki hati
dan siapa saja yang terlibat dalam pelayanan sosial agar senantiasa
memiliki semangat persaudaraan dalam melakukan tugas pelayanan
yang dilakukan.
E. METODE PENULISAN
Metode yang dipakai penulis adalah Deskriptif Analitis yaitu
menggambarkan secara faktual keadaan yang terjadi dalam upaya
meningkatkan kualitas pelayanan suster-suster OSF Sibolga melalui
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Judul yang dipilih adalah Peranan spiritualitas persaudaraan Santo
Fransiskus Asisi dalam semangat pelayanan para suster OSF Sibolga.
Judul ini akan diuraikan dalam enam bab sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Bab ini merupakan pendahuluan yang menguraikan: Latar belakang
penulisan, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan,
metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II Spiritualitas Persaudaraan Santo Fransiskus Asisi dan Pelayanan
para Suster-suster OSF Sibolga.
Bab kedua ini memaparkan tentang spiritualitas persaudaraan Santo
Fransiskus Asisi yang meliputi: pengertian spiritualitas, kekhasan
spiritualitas persaudaraan Santo Fransiskus Asisi, bagaimana
spiritualitas persaudaraan yang dihayati Santo Fransiskus Asisi.
Kemudian membahas tentang gambaran umum pelayanan para suster
OSF Sibolga: latar belakang karya pelayanan para suster OSF Sibolga,
lapisan masyarakat seperti apa yang melatarbelakangi sesama yang
dilayani, bentuk-bentuk karya pelayanan para suster OSF Sibolga dan
pentingnya spiritualitas persaudaraan Santo Fransiskus Asisi dalam
BAB III Meodologi Penelitian
Bab ini berisi penelitian tentang penghayatan spiritualitas persaudaraan
Santo Fransiskus Asisi dalam pelayanan para suster OSF Sibolga,
dengan pemahaman ini diharapkan para suster OSF Sibolga semakin
mampu setia mempertahankan nilai-nilai persaudaraan yang diwariskan
oleh Santo Fransiskus Asisi.
BAB IV Hasil dan pembahasan penelitian
Bab ini berisi hasil dan pembahasan penelitian penghayatan spiritualitas
persaudaraan Santo Fransiskus Asisi dalam pelayanan para suster OSF
Sibolga.
BAB V Usulan Program
Bab ini merupakan usulan program rekoleksi bagi para suster OSF
Sibolga yang meliputi: pengertian rekoleksi, tujuan rekoleksi, usulan
tema-tema rekoleksi, dan usulan persiapan rekoleksi.
BAB VI Penutup
Bab ini menyampaikan kesimpulan penulisan yang juga disertai dengan
SPIRITUALITAS PERSAUDARAAN SANTO FRANSISKUS ASISI DALAM SEMANGAT PELAYANAN
PARA SUSTER OSF SIBOLGA
Mengenal dan memahami siapa itu Santo Fransiskus Asisi merupakan hal
penting untuk lebih memahami lebih mendalam semangat, bentuk dan nilai-nilai
pelayanan yang dilakukan oleh Santo Fransiskus Asisi yang hingga dewasa ini
juga menjadi teladan semangat pelayanan para suster OSF Sibolga. Oleh karena
itu bab II ini, akan terlebih dahulu menguraikan latar belakang Santo Fransiskus
Asisi, pengertian spiritualitas dan pelayanan Santo Fransiskus Asisi, kemudian
membahas tentang gambaran umum pelayanan para suster OSF Sibolga
dan bagian akhir akan menguraikan bagaimana pentingnya spiritualitas
persaudaraan santo Fransiskus Asisi dalam semangat pelayanan para suster OSF
Sibolga.
A. Latar belakang Hidup Santo Fransiskus Asisi 1. Tempat Lahir
Francesco, anak Pietro Bernardone, seorang pedagang tekstil yang sukses,
lahir di kota kecil Asisi, Italia, pada tahun 1181. Setelah menjadi orang ternama
sebagai pengikut Kristus, ia dikenal dengan nama Santo Fransiskus dari Asisi. Ia
hidupnya yang hanya sekitar 45 tahun itu, ia ternyata membawa pengaruh besar
bagi dunia Kristiani zaman itu, bahkan juga sampai zaman kita. Kini, sewaktu
Gereja giat mencanangkan lagi perjuangan untuk keadilan dan damai, orang
teringat pada sosok Fransiskus sebagai pembawa damai dan kawan setia
orang-orang kecil. Fransiskus dengan semangat persaudaraannya yang mampu
menerobos batas-batas Negara, agama dan sosial ekonomi, terasa hadir kembali
di tengah dunia yang mendambakan persaudaraan antara semua manusia. Ia
bahkan dikenang sebagai orang yang memperlakukan semua makhluk ciptaan
sebagai “saudara dan saudarinya” dan sebagai anugerah Allah yang
mengagumkan, sehingga Paus Yohanes Paulus II merasa pada tempatnya
mengangkat dia sebagai pelindung pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup 29
November 1979 (Ladjar, 1988: 17).
2. Suasana Keluarga
Fransiskus pada awalnya diberi nama Yohanes oleh Ibunya, Dona Pika.
Ayahnya, Pietro Bernardone adalah seorang saudagar kain. Ia sering pergi keluar
Asisi untuk berdagang. Sewaktu Fransiskus lahir, Bernardone sedang berada di
Perancis. Setelah kembali ke Asisi, Bernardone memberinya nama Fransiskus
untuk mengingatkan kota Perancis yang sangat dikaguminya (Groenen, 2000:
27).
Fransiskus ingin menjadi seorang ksatria. Tentu saja hal ini mendapat
dukungan penuh dari ayahnya. Ksatria merupakan simbol dan status terpandang
Maka ketika pecah perang antara Asisi dengan Perugia, Fransiskus bergabung
ikut bertempur untuk membela kotanya. Tetapi ia ditangkap dan dipenjara di
Perugia selama satu tahun. Dia ditebus oleh ayanya dan kembali ke Asisi dalam
keadaan sakit dan patah semangat. Keinginannya untuk menjadi seorang ksatria
tidak pernah tercapai sebab ternyata Tuhan mempunyai rencana lain terhadapnya.
Tuhan memang menginginkannya menjadi ksatria, namun bukan ksatria duniawi,
melainkan ksatria surgawi bagi kaum papa.
B. Pengertian Spiritualitas
1. Pengertian Spiritualitas secara umum
Spiritualitas adalah istilah agak baru yang menandakan
’kerohanian’ atau ’hidup rohani’. Kata ini menekankan segi
kebersamaan, bila dibandingkan dengan kata yang lebih tua, yaitu
’kesalehan’, yang menandakan hubungan orang perorangan dengan
Allah. Selain itu spiritualitas dapat diterapkan pada aneka bentuk
kehidupan rohani, misalnya ’spiritualitas modern’ atau spiritualitas
kaum awam’. Spiritualitas mencakup dua segi, yakni askese atau usaha
melatih–diri secara teratur supaya terbuka dan peka terhadap sapaan
Allah. Segi lain adalah mistik sebagai aneka bentuk dan tahap pertemuan
pribadi dengan Allah. Askese menandakan jalan dan mistik tujuan hidup
keagamaan manusia. Dasar hidup rohani dan semua bentuk spiritualitas
dalam Injil. Orang yang peka akan mengalami buah kehadiran Roh
dalam hatinya (Heuken, 2002:11).
Makna ’rohani’ melebihi kesanggupan untuk berhubungan dengan
Tuhan atau menyadari dari Yang-Illahi dalam lingkup hidup kita.
Manusia terpanggil untuk benar-benar mengenal Dia Yang hadir dalam
batinnya. Memang, Tuhan di mana-mana dan tiada sesuatu di luar
jangkauan-Nya. Tetapi, kehadiran Tuhan ’dalam’ batin manusia
bermakna khusus: kehadiran yang bersifat pribadi itu bukan masalah
jarak yang dapat diukur. Kehadiran dan hubungan antar pribadi
berlandaskan kodrat manusia sebagai makhluk yang berakal-budi dan
berkehendak bebas, sehingga dapat mengerti dan mencinta. Berkat
kodrat rohani inilah hubungan ’erat’ satu sama lain dapat dijalin antar
manusia dan Tuhan Yang adalah Roh semata. Hubungan pribadi dijalin
oleh kasih, dan dengan mengasihi kita baru mengerti. Maka, spiritualitas
menyangkut keberadaan orang beriman sejauh dialami sebagai anugerah
Roh Kudus yang meresapi seluruh dirinya (Heuken, 2002:11).
2. Spiritualitas Persaudaraan dalam terang Kitab Suci
Berfirmanlah Allah, “Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar
dan rupa kita” (Kej 1:26). Maka Allah menciptakan manusia itu menurut
gambar-Nya; diciptakan-Nya dia, laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka (Kej
Bertitik tolak dari dari teks di atas, kita dapat melihat bahwa setiap
manusia diciptakan Allah menurut gambar-Nya sendiri. Dalam keserupaan
dengan Allah ini setiap manusia dalam pengertian dan cinta mengambil bagian
dalam hidup Allah. Umat manusia merupakan satu kesatuan karena asal yang
sama; karena Allah menjadikan semua bangsa dan umat manusia dari satu orang
saja ( Kej 17:26). Kesatuan ini lebih dikuatkan lagi dengan kedatangan Kristus ke
dalam dunia. Dalam Dia, semua manusia diangkat menjadi anak-anak Allah.
Karenanya, manusia menjadi saudara satu sama lain. Tuhan Yesus sendiri
berkata, “Kamu semua adalah saudara, Bapamu hanya satu yaitu yang ada di
surga” (bdk. Mat 23:8-9).
Kata “saudara” menunjuk kepada kesatuan yang paling dasariah dan tak
terpisahkan karena berasal dari bapa yang satu dan sama. Untuk lebih
memperjelas betapa eratnya kesatuan ini, Tuhan Yesus bersabda, “Akulah pokok
anggur dan kamulah ranting-rantingnya” ( Yoh 15:5). Seperti ranting mengambil
bagian kehidupan dari pokok anggur yang satu dan sama serta satu kesatuan
mengalami hidup bersama dan mati kalau terpisahkan dari pohonnya, demikian
juga hidup manusia ( bdk. Yoh 15:5-6).
Rasul Paulus mengungkapkan relasi kesatuan seperti yang disabdakan
oleh Yesus di atas dengan mengambil kesatuan tubuh manusia sebagai simbol. Ia
berkata, “karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan
segala anggota itu sekalipun banyak merupakan satu tubuh, demikian pula
Kristus. Sebab dalam satu roh kita semua baik orang Yahudi maupun orang
dan kita semua diberi minum dari satu Roh” (I Kor 12:12-13). Karena itu kita
satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita. Kamu semua adalah
tubuh Kristus, dan kamu masing-masing adalah anggotanya (I Kor 12:26-27).
Teks inilah yang merupakan dasar solidaritas seluruh umat manusia
kepada sesamanya khusunya bagi mereka yang hina, miskin, lemah dan tertindas.
3. Spiritualitas Santo Fransiskus Asisi
Santo Fransiskus dari Asisi mengalami yang tidak dialami oleh pendiri
mana pun juga, serbuan Roh Tuhan yang begitu hebat baik dalam hidup pribadi
maupun dalam misinya sebagai pelopor bentuk hidup baru. Dari pengalaman
itulah timbul keyakinannya atas jalan yang dia tempuh dan atas interpretasinya
untuk mengikuti Kristus. Ia mengatakan hal ini begitu jelas waktu mendiktekan
Wasiatnya,“Beginilah Tuhan menganugerahkan kepadaku, Saudara Fransiskus, untuk mulai melakukan pertobatan”, ia mengulangi perkataan serupa itu sebanyak tujuh kali: Tuhan sendiri mengilhami aku, Tuhan mewahyukan
kepadaku (Iriarte, 1995: 10).
Fransiskus sadar sepenuhnya bahwa panggilannya datang dari Allah,
Fransiskus menyebut dalam wasiat dengan istilah melakukan pertobatan.
Rumusan melakukan pertobatan menunjuk pada perjalanan panggilan yang harus
ditempuh Fransiskus, dalam terang sabda Allah. Secara bertahap dia sadar akan
rencana Allah terhadap dirinya. Karena itu, dia terikat pada Allah dengan iman
yang teguh. Hidup dalam pertobatan menurut Fransiskus adalah suatu perjalanan
sebagai suatu anugerah dari Tuhan. Rahmat itu diterima dengan menghayati
perubahan total secara batiniah dan lahiriah dalam hidup.
Spiritualitas setiap santo-santa merupakan cara khususnya untuk
menggambarkan Allah baginya, berbicara tentang-Nya, cara mendekati-Nya.
Setiap santo melihat gelar Allah dalam terang apa yang paling menyentuh
pikirannya, menyerap hatinya secara mendalam, yang menarik, menaklukkan
dirinya. Bagi setiap santo-santa, satu keutamaan khusus dari Kristus merupakan
cita-cita yang hendak diperjuangkan dalam hidupnya (Syukur, 2007:25).
Menyangkut kekhususan spiritualitas Santo Fransiskus Asisi, seseorang
Fransiskan mengatakan demikian: Jika sesuatu yang khusus dapat diamati pada
diri Fransiskus, hal itu adalah keinginan yang kuat untuk tidak memiliki
kekhususan. Spiritualitas Fransiskan adalah semata-mata menghayati Injil.
Namun karena dia adalah seorang pribadi yang unik dan menarik, Gereja
menemukan kharismanya yang khusus itu, yang disebut dengan spiritualitas
Fransiskus. Pius XII lebih jauh menyatakan, ajaran Fransiskan memandang Allah
adalah kudus, besar dan melampaui semua, baik sungguh baik. Allah juga dialami
sebagai kasih. Dia hidup karena kasih, menciptakan karena kasih, menjadi
daging, menebus, menyelamatkan dan menjadikan suci karena kasih. Fransiskus
memandang Yesus dalam kasih manusiawinya (Syukur, 2007:26).
Maka yang menjadi tekanan kuat spiritualitas Fransiskan terletak pada
kenyataan bahwa Allah adalah kasih. Dari tekanan pokok spiritualitas Fransiskan,
ada unsur-unsur pokok agar dapat menghidupi Injil seturut semangat Fransiskus
kasih Allah, dalam persaudaraan dengan semua orang dan segenap ciptaan,
berpartisipasi dalam hidup dan misi gereja, dalam pertobatan terus-menerus,
dalam hidup doa-liturgis, pribadi, bersama dan sebagai pembawa damai” (Syukur
2007:24). Dalam kenyataannya, salah satu unsur hakiki dari spiritualitas adalah
lebih hina dina dan pengikutnya menjadi saudara-saudara hina dina.
Hidup rohani Fransiskus dapat dirangkum demikian: konkret, khas, manusiawi serta etis. Ia memelihara devosi mendalam kepada kemanusiaan Jesus, khususnya kepada Kristus Yang tersalib, sehingga ia memperoleh stigmata. Devosi ini mempersiapkan kesenian realistis, yang agak seram pada abad keempat dan kelima belas. Akan tetapi, Fransiskus sendiri lebih cocok dengan cahaya yang lembut seperti tampak pada karya seni giotto. Santo ini memulai devosi pada kanak-kanak Jesus yang menumbuhkan kebiasaan membuat palungan Kanak-kanak Jesus pada Hari Natal. Fransiskus mengikuti Injil sekonkret mungkin. Injil menjiwai seluruh hidupnya, sehingga menjadi suatu tafsiran yang hidup. Ia patuh kepada Allah dan Gereja yang ia cintai, walaupun Gereja ini sedang mengalami krisis berat (Heuken, 2002:92).
4. Kekhasan Spiritualitas Santo Fransiskus Asisi
Dalam Anggaran Ordo Ketiga Reguler Santo Fransiskus, ditegaskan cara
khas untuk menghayati Injil menurut teladan dan gaya yang telah ditunjukkan
oleh Fransiskus. Kehidupan religius fransiskan bagi saudara-saudari dalam Ordo
Ketiga Regular berdiri di atas 4 pilar nilai. Nilai pokok itu ialah: berdoa,
pertobatan, kedinaan dan kemiskinan. Penghayatan akan nilai-nilai ini akan
memunculkan khas Fransiskan dalam persaudaraan yakni semangat
kesederhanaan, semangat kegembiraan, semangat untuk menjadi misionaris
perdamaian dan keadilan.
Persaudaraan tidak dimasukkan dalam daftar ini karena persaudaraan
utama dari struktur kehidupan; dasar utama yang di atasnya bertumbuhlah
keempat nilai dasariah. Itu berarti nilai-nilai yang ada dalam hidup Fransiskan
harus dihayati dalam persaudaraan. Semua nilai mesti mengandung dimensi
persaudaraan. Para pengikut Fransiskus melaksanakan pertobatan dalam
persaudaraan; kehinadinaan berasal dari kesadaran akan keberadaan sebagai
saudara dan saudari bagi semua, sebab kita semua adalah anak dari Bapa yang
satu; kemiskinan adalah suatu kebebasan batiniah untuk hidup dalam
persaudaraan dengan pemberian kasih satu sama lain; kontemplasi adalah pujian,
ucapan syukur atas rahmat dalam nyanyian kegembiraan akan hidup bersaudara
(Conti Martino, 2006: XXI)
Kemiskinan bagi Fransiskus tidak diartikan dalam arti sempit yang hanya
terbatas pada kaul kemiskinan. Kemiskinan bagi Fransiskus, lahir dari
penghayatan akan kemiskinan Kristus, yang “ walaupun Illahi, tetapi melepaskan
keillahian-Nya dan mengosongkan diri” (Flp 2:7). Kemiskinan itu dilaksanakan
dalam cara hidup mengikuti Kristus menurut gaya Fransiskus, sebagai “musafir
dan perantau” (AngBul VI: 3). Kemiskinan itu mengubah cara kita membawa diri
berhadapan dengan segala sesuatu, semua orang, Allah sendiri, sambil menuntut
sikap mengosongkan diri atau menolak barang-barang material, melayani sesama
secara timbal balik, serta sikap percaya dan bersyukur kepada Allah.
Kehinadinaan merupakan ciri khas dalam perjalanan hidup di dunia,
dalam bersikap terhadap orang lain, baik dalam komunitas, dalam lingkungan
kerja dan kerasulan. Fransiskus menghendaki para pengikutnya berada sebagai
ini mengandung pembebasan dari segala bentuk penguasaan atau manipulasi
terhadap orang lain. Itulah gaya hidup hina dina. Karena dengan gaya hidup
seperti itulah, warta perdamaian dapat dibawa dan persekutuan dengan semua
orang dapat ditumbuhkan.
Berdoa dan semangat doa adalah nilai dasariah yang mengandung
kekayaan dan vitalitas dari dimensi kontemplatif hidup para fransiskanes. Dalam
doa yang ditandai oleh pujian dan syukur kepada Allah, Bapa Maha pencipta,
merupakan membina suatu gaya hidup berdoa dan belajar untuk memenuhi setiap
saat dalam hidup akan kesatuan dengan Tuhan sehingga mampu menciptakan dan
mempersembahkan kepada Tuhan tempat tinggal yang stabil dan pasti dalam diri.
Hidup dalam pertobatan menurut Fransiskus adalah suatu perjalanan
hidup menurut Injil; hidup dalam pertobatan terus-menerus mesti dipandang
sebagai suatu anugerah dari Tuhan. Rahmat itu diterima dengan menghayati
perubahan total secara batiniah dan lahiriah dalam hidup(Conti Martino, 2006:
XXI).
a) Perjalanan Panggilan Hidup Santo Fransiskus Asisi
Pada pendahuluan Wasiatnya Fransiskus mengisahkan jalan panggilan
pribadinya dengan kata-kata ini:
Itulah pengalaman pribadi berkat rahmat Allah yang diterimanya waktu
ia bertobat. Pengalaman seperti itu biasanya menerangi dan menuntun seluruh
hidup si pentobat. Kata-kata Kristus kepada Santo Paulus, “ Akulah Yesus yang
kau aniaya itu” (Kis 9: 5) bagaikan sentakan lewat cahaya yang memancar, yang
menjiwai seluruh pandangan teoligisnya atas misteri Kristus Tuhan, yang hadir
dalam diri umat beriman. Inilah yang menggalakkan semangatnya untuk Injil
tanpa menunggu sejenak pun. Bagi Fransiskus, pertemuannya dengan Kristus
dalam diri kaum miskin, dan terutama dalam diri orang kusta, di mana perpaduan
kemiskinan dan kemelaratan, memperdalam pengertiannya perihal misteri
inkarnasi dan perihal “mengikuti Kristus“ saudaranya. Karena tabiat dan
kepekaan Kristianinya, Fransiskus yang masih usia muda gampang menaruh
belaskasihan terhadap orang-orang yang melarat.
Allah hadir dalam mimpi-mimpi Fransiskus dan mengusik nuraninya.
Maka dimulailah pergulatan seorang anak muda untuk menemukan jati diri dan
panggilannya. Ketika benak Fransiskus dipenuhi berbagai macam ketidak-pastian
hidup, dalam suatu keheningan ia bertanya, “Tuhan, apa yang Kauinginkan
supaya aku lakukan?”. Setelah bergulat sekian lama, ia memperoleh jawaban
yang ditunggunya dari Yesus yang tersalib di Gereja San Damiano, “Pergilah, hai
Fransiskus, dan perbaikilah rumah-Ku yang nyaris roboh ini” (Sejarah Singkat
Hidup Fransiskus dari Asisi: 21) Dengan gemetar dan heran ia berkata: “ Dengan
suka aku mau melaksanakannya, Tuhanku”. Hatinya dipenuhi dengan
dipenuhi oleh Tuhannya. Baru ia mengetahui jalannya. Fransiskus merasa
bahagia, di mana dia benar-benar menemukan Tuhan di dalam dirinya.
Fransiskus telah menemukan panggilannya. Ia tinggalkan segalanya:
kekayaan, kekuasaan, cita-cita tentang kejayaan bahkan orang tuanya. Tanpa
menunda-nunda lagi, perintah Tuhan segera dilaksanakannya. Gereja San
Damiano yang nyaris runtuh dibangunnya kembali. Tetapi bukan itu maksud
Tuhan sebenarnya. Kemudian, Fransiskus sadar bahwa Gereja bukan
pertama-tama bangunan fisik. Ia sadar bahwa sebenarnya ia dipanggil untuk membarui
hidup menggereja dan menopangnya dengan hidup Injili yang sejati. Cita-cita
Injil tentang kerendahan hati, hidup yang bersahaja, persaudaraaan dan
perdamaian diwujudkannya dalam hidup sehari-hari. Yesus yang miskin telah
mengubah pandangannya tentang nilai hidup. Orang kusta yang dulu dipandang
menjijikkan kini begitu dikasihi dan dihormati.
Itulah Fransiskus Asisi, pencinta kemiskinan dan kesederhanaan yang
tidak membenci orang kaya. Ia adalah pencari keadilan tetapi menolak
pemberontakan; pendoa sejati yang riang-gembira dalam ketiadaan; pelaku tapa
keras tetapi lemah lembut terhadap semua ciptaanNya; bentara Tuhan tanpa
kemegahan dan keagungan. Hanyalah pakaian kasar satu-satunya pembalut tubuh
dalam segala cuaca. Kaki telanjang tanpa tongkat di tangan menelusuri seluruh
b) Karya-karya Pelayanan Santo Fransiskus Asisi
Hal yang mendorong saudara-saudari untuk mengabdikan diri secara
penuh pada karya rasuli atau karitatif adalah perintah kasih, yang menjadi “jalan”
atau cara hidup bagi setiap orang dan seluruh persaudaraan. “perintah kasih “ itu
sekaligus menjadi misi yang harus diwujudkan (Conti Martino, 2006: 195)
Mereka yang melakukan pertobatan dan melayani Tuhan dalam
pertobatan, dibarui dalam pikiran, hati, kesadaran, sehingga mereka membuka
hatinya untuk mengasihi sesama, dan mencintai sesama seperti diri sendiri (Mat
22:29; Mrk 12:31), memperlihatkan belaskasih dan kemurahan hati Allah kepada
sesama seperti Tuhan melakukannya terhadap setiap orang (Anggaran Ordo
ketiga Reguler, VII).
1) Fransiskus berjumpa dengan Orang Kusta
Perjumpaan Santo Fransiskus dengan orang kusta merupakan titik awal
bagaimana Fransiskus melayani dan menaruh belaskasihan kepada sesama yang
menderita. Suatu hari ketika sedang menunggang kuda, Fransiskus berpapasan
dengan seorang kusta. Biasanya ia sangat jijik dengan orang kusta bahkan jika
mungkin dia akan berbalik menghindar. Tetapi hari itu, ia melakukan hal yang
luar biasa. Daya kekuatan Illahi telah menuntunnya. Ia mendekati orang kusta itu,
kemudian ia turun dari kuda dan memeluk serta mencium si kusta.
Beberapa tahun kemudian, ketika dalam keadaan sekarat, Fransiskus
mengingat kembali peristiwa yang sangat menentukan hidupnya ini. “Ketika aku
sendiri menghantar aku ke tengah mereka dan aku merawat mereka penuh
kasihan (Was, 1981: 1-3).
Cara hidup Fransiskus ini memukau banyak orang. Dua tahun setelah
pertobatannya, beberapa orang segera bergabung dengannya. Mereka adalah
saudara Bernardus Quintavalle, Sdr. Petrus Catani, Sdr. Egidius dan kemudian
disusul beberapa saudara yang lain. Sepuluh tahun kemudian, Ordo ini
berkembang di seluruh Eropa dengan jumlah saudara lebih dari 3.000 saudara.
Pada tahun 1212, untuk pertama kalinya seorang perempuan datang dan
bergabung dengan Fransiskus. Ia adalah Klara, seorang putri dari bangsawan
Offraduccio. Klara menjadi pendiri gerakan baru yang sekarang dikenal sebagai
Putri Miskin Klara.
Selanjutnya, ada ratusan bahkan ribuan orang, laki-laki dan perempuan,
menikah dan bujang/perawan, yang ingin mengikuti Fransiskus. Untuk mereka
ini, Fransiskus menuliskan sebuah cara hidup sederhana yang kemudian dikenal
sebagai Ordo Ketiga Santo Fransiskus.
2) Santo Fransiskus Sang Pembawa Damai
Ketika pecah perang salib V, Fransiskus pergi Mesir khususnya ke Kota
Damietta. Ditemani oleh saudara Illuminatio, mereka menyeberangi arena
pertempuran menuju ke perkemahan tentara muslim. Tentara muslim pun
menangkap mereka dan membawa ke hadapan Sultan Melek el-Kamhil. Tak
disangka-sangka, Fransiskus dan Illuminatio diterima dengan ramah oleh Sultan.
Tritunggal Mahakudus dan tentang Yesus Kristus penyelamat semua orang.
Walaupun sultan tidak mau menerima pendamaian dan iman Kristiani,
keberanian dan kelembutan Fransiskus telah menimbulkan simpati dalam hati
Sultan Melek. Sewaktu, Fransiskus dan Illuminatio berpamitan, sultan
memberikan pengawal keamanan sampai batas daerah perkemahan tentara
Kristiani (Bodo, 2002: 145-149).
Saudara-saudara yang pergi di antara kaum muslim dapat membawa diri
secara rohani dengan dua cara. Cara yang satu ialah: tidak menimbulkan
perselisihan dan pertengkaran, tetapi hendaklah mereka tunduk kepada setiap
mahkluk insani karena Allah dan mengaku bahwa mereka adalah orang Kristiani.
Cara yang lain ialah: mewartakan firman Allah bila hal itu mereka anggap
berkenan kepada Allah, supaya orang percaya akan Allah Yang Mahakuasa, Bapa
dan Putra dan Roh Kudus, Pencipta segala sesuatu, dan akan Putra, Penebus dan
Penyelamat, dan supaya dibabtis dan menjadi Kristen.
3) Santo Fransiskus mencintai kesederhanaan
Pada tahun 1224, Fransiskus merayakan Natal di Grecio. Ia ingin
mendramakan kelahiran Yesus dan ingin melihat dengan mata kepala sendiri,
bagaimana kanak-kanak Yesus berbaring dalam palungan beralaskan jerami di
tengah-tengah keledai dan lembu. Fransiskus dan saudara-saudaranya
mengumpulkan orang-orang sederhana dari desa-desa sekitar Grecio. Mereka
sibuk membuat palungan, keledai dan lembu dibawa masuk ke tempat itu (Bodo,
Malam itu, orang datang berkerumun dengan riang gembira, membawa
lilin dan obor. Mereka berdesak-desakan menyaksikan perayaan itu. Di atas
palungan itu, dipersembahkan Misa. Fransiskus sebagai diakon menyanyikan
kisah Lukas mengenai kelahiran Yesus dengan suara penuh haru. Kanak-kanak
dalam palungan mula-mula dilihat orang sebagai patung yang mati. Namun,
ketika dihampiri dan digendong Fransiskus, kanak-kanak itu tampaknya hidup
dan bangun dari tidurnya. Semua orang yang hadir tergerak hatinya dan
mencucurkan air mata sewaktu menyaksikan semua itu (Groenen, 1997: 53).
Sejak malam natal yang menakjubkan itu, semua orang Kristen senantiasa
merayakan natal, merayakan kelahiran Kristus dengan membuat kandang tempat
kelahiran Yesus di rumah mereka masing-masing. Bagi Santo Fransiskus hari
raya Natal merupakan kesempatan merayakan lahirnya kanak-kanak Kristus
kembali dalam hati umat manusia. Dia-lah Allah yang datang ke dunia sebagai
seorang anak kecil. Peristiwa ini amat menyentuh hati Fransiskus, Allah
menyatakan diri dalam rupa seorang anak kecil yang tidak berdaya. Juga Dia
menyatakan diri dan hadir dalam rupa roti. Betapa besar Allah menaruh
kepercayaan terhadap kita makhluk ciptaan-Nya. Kerinduan hati Santo
Fransiskus untuk mengasihi mereka yang menderita, tidak berdaya semakin
berkobar. Santo Fransiskus merasakan kehadiran mereka bagaikan anak-anak
kecil di hadapan Allah. Dia mewahyukan dirinya dalam diri orang-orang yang
4) Santo Fransiskus mengandalkan Sang Pencipta
Di kebun Biara San Damiano, dalam keadaan sakit dan menghadapi
berbagai cobaan, Fransiskus menggubah sebuah syair persaudaraan semesta yang
dikenal dengan nama Gita Sang Surya. Ia mengucapkan bait-bait berikut:
Terpujilah Engkau, Tuhanku, dengan sekalian makhluk-Mu
terutama tuanku saudara Surya,
dia itu siang dan menerangi dengan pancarannya.
Dia itu elok dan bersinar dengan teramat cerahnya,
pembawa lambang-Mu, sang Mahaluhur.
Terpujilah Engkau Tuhanku
karena saudari Air,
besar gunanya, merendah, mulia, dan murni.
Terpujilah Engkau, Tuhanku,
karena saudari kami, Ibu Pertiwi,
penyuap dan pengasuh kami,
penghasil buah-buahan,
bunga beraneka-warna dan hijau-hijauan
Puji dan muliakanlah Tuhanku,
beri syukur kepada-Nya,
abdilah Dia dengan kerendahan hati besar (Ladjar, 1988: 260).
Santo Fransiskus memuji Allah sebagai Allah Mahaluhur, Mahakuasa,
Tuhan yang baik, ia mengatakan milikMulah pujian, kemuliaan dan hormat dan
yang menciptakan dunia yang kelihatan ini dengan segala kekayaannya,
keaneka-ragamannya. Melalui ciptaan-Nya Allah mengajarkan kebenaran-kebenaran yang
Allah wahyukan demi keselamatan kita (bdk DV 11).
Setiap makhluk (ciptaan Allah) memiliki kebaikan dan kesempurnaannya
sendiri. Dari tiap karya selama "enam hari itu", dikatakan: "Dan Allah melihat
bahwa semuanya itu baik", dikehendaki Allah. Matahari, bulan, air, udara dan ibu
pertiwi semua keanekaan dan ketidak-samaan yang tidak terhitung banyaknya itu
mengatakan bahwa tidak ada satu makhluk pun yang mencukupi dirinya sendiri,
bahwa makhluk-makhluk hanya ada dalam ketergantungan satu sama lain untuk
saling melengkapi dalam pelayanan timbal balik. Inilah kemahakuasaan Allah
bagi Santo Fransiskus.
Allah menciptakan matahari yang mampu membawa terang yang bersinar
cemerlang bagi makhluk lainnya, sehingga setiap ciptaan lain mampu mengalami
keindahan terangnya. Matahari menjadi sebuah lambang yang mampu memberi
terang yang membawa kebahagiaan bagi orang lain. Santo Fransiskus memuji
kemuliaan Allah melalui matahari yang begitu indah dan dapat berguna untuk
makhluk ciptaan lainnya.
Allah menciptakan bulan, bintang dan cakrawala-cakrawala yang
gemerlapan, megah dan indah. Santo Fransiskus memuji Allah karena saudara
udara yang mampu menopang hidup setiap hidup makhluk ciptaan. Saudara Air
yang memiliki kegunaan yang luar biasa dalam hidup manusia. Air mampu
merendah dan murni. Saudara api menerangi malam, indah dan cerah ceriah, kuat
dan perkasa.
Saudara ibu pertiwi, Santo Fransiskus menggambarkan bumi sebagai
ciptaan yang menyuapdan mengasuh, menumbuhkan aneka ragam buah-buahan,
bunga warna-warni dan rumput-rumputan.
Keindahan ciptaan mencerminkan keindahan Pencipta yang tidak terbatas.
Ia harus membangkitkan rasa hormat dan menggerakkan manusia supaya
menundukkan akal budi dan kehendaknya kepada Pencipta. Allah menciptakan
segala sesuatu baik adanya, ”Allah melihat bahwa semuanya itu baik” (bdk Kej
1:25).
Santo Fransiskus mengagumi setiap ciptaan yang dikaruniai keunikan,
kebenaran dan kebaikannya sendiri. Makhluk-makhluk yang berbeda-beda itu
mencerminkan dalam kekhususan mereka yang dikehendaki Allah, tiap-tiapnya
dengan caranya sendiri, satu sinar kebijaksanaan dan kebaikan Allah yang tidak
terbatas. Karena itu manusia harus menghormati kodrat yang baik dari setiap
makhluk. Dari segala ciptaan yang kelihatan, hanya manusia yang mampu
mengenal dan mengasihi Penciptanya (GS 12): ialah "yang di dunia merupakan
satu-satunya makhluk, yang Allah kehendaki demi dirinya sendiri" (GS 24):
hanya dialah yang dipanggil, supaya dalam pengertian dan cinta mengambil
bagian dalam kehidupan Allah. Ia diciptakan untuk tujuan ini, dan itulah dasar
utama bagi martabatnya.
Manusia diciptakan menurut citra Allah, manusia memiliki martabat
diri sendiri, menjadi tuan atas dirinya, mengabdikan diri dalam kebebasan dan
hidup dalam kebersamaan dengan orang lain, dan karena rahmat ia sudah
dipanggil ke dalam perjanjian dengan Penciptanya, untuk memberi kepada-Nya
jawaban iman dan cinta, yang tidak dapat diberikan suatu makhluk lain sebagai
penggantinya.
Umat manusia diciptakan menurut gambar Allah, yang “menghendaki
segenap bangsa manusia dari satu asal mendiami seluruh muka bumi “(Kis
17:26). Semua makhluk harus memiliki sikap solidaritas, karena semua mereka
mempunyai Pencipta yang sama, dan semua mereka diarahkan kepada
kemuliaan-Nya. "Hukum solidaritas dan cinta ini" menegaskan bahwa kendati
keaneka-ragaman pribadi, kebudayaan dan bangsa, semua manusia adalah
benar-benar saudara dan saudari.
5) Wafat dan Kanonisasi Santo Fransiskus
Ketika Fransiskus merasa ajalnya mendekat, ia memanggil semua saudara
yang hadir di Portiuncula. Ia menyuruh mengadakan perjamuan perpisahan,
seperti yang dibuat Yesus pada malam menjelang wafatNya. Injil yang dibacakan
selama perjamuan itu adalah bagian Injil Yohanes yang bercerita tentang Yesus
membasuh kaki para murid-Nya. Memang itulah yang selalu dikehendaki
Fransiskus: menjadi hamba dan pelayan semua orang. Kemudian, Fransiskus
menyuruh para saudara menanggalkan pakaian yang dipakai Fransiskus dan
dalam keadaaan telanjang ia diletakkan di tanah, sama seperti Yesus telanjang,
memberkati para saudaranya, lalu sambil menyanyi ia menyerahkan nyawanya
kepada Tuhan. Bersama Yesus, Fransiskus juga dapat berkata, “Selesailah
Sudah” (Groenen, 1997: 57).
Akhirnya pada 3 Oktober 1226 sore hari, ia bertemu muka dengan
Tuhannya yang di dunia ini dilihatnya dalam rupa roti di altar. Pada 4 Oktober
1226, Fransiskus dikuburkan di Gereja San Giorgio di Asisi. Dua tahun kemudian
tepatnya 6 Juli 1228, Fransiskus dikukuhkan sebagai orang kudus oleh Paus
Gregorius IX.
C. Pelayanan Para Suster OSF Sibolga 1. Sejarah Kongregasi OSF Sibolga
Kongregasi OSF Sibolga dimulai oleh lima wanita muda sederhana dan
tidak terpelajar dari Ehingen Jerman Barat, tahun 1848. Mereka melayani umat,
mengunjungi dan merawat sesama yang sakit dan menderita”. Rintangan yang
datang dari berbagai pihak tidak menyurutkan semangat mereka. Meskipun pada
mulanya tidak bermaksud menjadi biarawati, kehendak Allah menuntun mereka
sampai ke sana. Akhirnya komunitas kecil terbentuk, yang kemudian, didasari
oleh semangat dan spiritualitas Santo Fransiskus berkembang menjadi biara. Pada
tahun 1964, lima orang suster misionaris menampakkan kaki di Indonesia dan
menerima misi pertama di keuskupan Sibolga. Sekarang, selain di keuskupan
Sibolga sudah ada komunitas di keuskupan Medan, Semarang dan Flores.
Semangat perutusan para pendiri yakni “ melayani Allah dalam diri manusia yang
sekarang ini juga, di mana penderitaan manusia semakin banyak, dan kehidupan
kurang dihargai, banyak orang digerakkan oleh panggilan untuk melayani Allah
dalam diri manusia yang menderita.
Tarekat OSF Sibolga dimulai pada saat, di mana dalam keuskupan
Ronttenburg belum ada Suster-suster Belaskasih, juga tidak ada lagi lembaga
hidup bakti lain, malahan tidak ada kemungkinan, menurut pikiran manusia
bahwa dalam waktu dekat akan terbentuknya sebuah tarekat.
Empat puluh tahun telah berlalu sejak dibubarkan dan ditutupnya
biara-biara yang dulu pada dasawarsa pertama abad XIX begitu banyak di daerah
Oberschwaben. Para pemuda dan pemudi yang merasa terpanggil untuk hidup
menurut nasehat-nasehat Injili masih tetap harus meninggalkan tanah airnya dan
mengungsi ke biara-biara di Swis, Bayern dan Perancis, di mana mereka
memperoleh tempat perlindungan. Di daerah Wurttemberg, pemerintah melarang
biarawan-biarawati memakai jubah di depan umum. Pada masa itu, umat katolik
dibanjiri beraneka ragam pengaruh anti katolik, yang membuat umat katolik
bersikap acuh tak acuh terhadap agama dan sebagian lain terpengaruh oleh aliran
keterangan (Aufklarung) yang menyesatkan, sehingga menentang cita-cita
religius yang mendalam. Di antara para imam dan kaum awam, masih tetap ada
sebagian yang berpegang teguh dengan kesetiaan yang tak tergoyangkan terhadap
ajaran dan tradisi katolik yang kudus, dan mereka menyesalkan dengan rasa sedih
bahwa kehilangan berkat yang terpancar dari biara-biara dan harus menyaksikan
putera dan puteri yang baik dari daerah itu masuk biara di luar negeri (Kronik
Berulangkali mereka telah mengajukan permintaan dan usul-usul kepada
pemerintah dan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, hendaknya paling sedikit
mengizinkan Suster-suster Belaskasih membuka biara yang dengan berkat Tuhan
berkarya di tempat lain di rumah sakit dan merawat orang sakit di rumah-rumah,
tetapi usaha itu gagal, karena mayoritas yang beragama Protestan sepakat
menolaknya.Setibanya 1848 terjadi badai revolusi yang berasal dari Perancis
yang dengan sangat cepat melanda hampir seluruh Eropa. Dalam keadaan sulit ini
pemerintah-pemerintah disibukkan dengan hal-hal lain dari pada
mempertahankan rintangan-rintangan yang menghimpit hidup gereja Katolik, dan
sikap yang baik dari rakyat yang beragama katolik memberi harapan, bahwa
menghayati agama di depan umum secara bebas. Pada tahun itu, saat tak
seorangpun mengetahui bagaimana kekacauan politik itu berakhir, Allah
berkenan menabur suatu benih, dari padanya tumbuh Tarekat OSF Sibolga
(Kronik OSF Sibolga, 1997: 9).
Boleh muncul juga suatu pertanyaan siapa sebenarnya yang mendirikan
Tarekat OSF Sibolga? Berkat jasa siapa Tarekat ini bisa berdiri? Jawaban atas
pertanyaan itu adalah seluruh sejarahnya: tarekat ini bukanlah semata-mata karya
manusia semata-mata, tetapi karya Allah. Kelima gadis sederhana dan bersahaja
memang memiliki niat untuk memulai karya dengan melihat tanda-tanda zaman
yang ada di sekitar mereka saat itu. Dengan melihat segala percobaan, tantangan
yang berulangkali datang dan nampaknya tidak dapat dijembatani namun mereka
tetap memiliki semangat untuk berkorban dan kekuatan jiwa untuk terus
dari Allah untuk tetap berpegang teguh pada keyakinan serta kesadaran yang
jelas, bahwa mereka tidak menuruti keinginan diri sendiri melainkan ilham dan
dorongan Roh Kudus.
Tarekat ini adalah karya Allah, Allah menghendakinya; Allah
memanggilnya dan karena itu Ia menyertainya dengan perlindungan dan
berkat-Nya yang melindungi dan memberkati Tarekat kita, selama Tarekat kita
meneruskan tugas perutusannya dengan setia seturut tujuan yang dikehendaki
Allah (Kronik OSF Sibolga, 1997).
2. Spiritualitas Kongregasi OSF Sibolga
Pada 1848, kelima gadis sederhana dan tidak terpelajar (Para
pendiri pendahulu suster-suster OSF Sibolga) yaitu Sr.Anna Maria
Bloching, Sr.Maria Anna Braing, Sr.Helena Schwer, Sr.Veronika Moll
dan Sr.Magdalena Moll mengambil keputusan untuk mengabdi Allah
dengan melayani manusia yang menderita (Kronik para Suster-suster
OSF Sibolga, 1997: 20). Para gadis yang sederhana dan bersahaja ini merasa terpanggil dan menjawab panggilan Tuhan melalui karya
pelayanan sosial. Semangat dan cita-cita hidup persaudaraan
St.Fransiskus Asisi menjadi semangat Suster-suster OSF Sibolga dalam
setiap tugas pelayanan yang dilakukan, artinya bahwa para suster-suster
OSF Sibolga dalam menjawab dan menanggapi panggilan Allah dalam
Dalam pedoman hidup, para suster OSF Sibolga hampir tidak
mencantumkan spiritualitas demi mendengarkan Injil dan membiarkan
diri dipimpin oleh semangat Santo Fransiskus. Para suster OSF Sibolga
yang ingin ”melayani Allah dalam diri umat manusia yang menderita”,
dapat dikatakan bahwa apabila setia melaksanakan sabda Allah dalam
hidup sehari-hari maka dalam hal ini para suter OSF Sibolga
meneruskan karya penyelamatan-Nya (Kristus diperlihatkan melalui
kehadiran setiap suster).
“Mereka datang untuk mendengarkan Dia dan untuk disembuhkan dari
penyakit mereka” (Luk 6:18). Yesus menyembuhkan banyak orang dari berbagai
penyakit, Ia terdorong oleh cinta kasih Allah dan bersedia menolong setiap orang
yang datang kepadaNya. Sifat Yesus dalam Sabda inilah yang menjadi motivasi
daya penggerak para suster OSF Sibolga, artinya bahwa setiap suster diharapkan
juga memiliki sifat Yesus ini dalam melaksanakan pelayanan, membawa
kesembuhan, kebahagiaan, kedamaian dan tidak peduli akan penderitaan mereka
sendiri asal keselamatan Allah sampai pada manusia yang menderita.
Sebagai pengikut Yesus Kristus berdasarkan keteladanan Santo
Fransisikus Asisi, para Suster OSF Sibolga menghayati semangatnya
sebagaimana dikatakan di dalam konstitusi Kongregasi:
Seperti Fransiskus, yang kepadanya Tuhan sendiri mewahyukan bahwa dia harus “hidup menurut Injil Suci” (Wasiat 14), demikian juga kita dipanggil untuk mendengarkan Sabda Allah dan melaksanakannya. Yesus Kristus adalah pusat hidup kita. Dia adalah jalan, kebenaran, dan kehidupan (Yoh 14:6). Kita mengikuti Kristus yang tersalib dan bangkit.
Kita menyatakan Dia kepada manusia melalui hidup kita. (Konstitusi OSF
Kutipan di atas menyiratkan ciri khas spiritualitas para suster OSF
Sibolga, yaitu mencintai Yesus Kristus yang miskin dan menderita; hidup sesuai
dengan semangat Injil artinya memperlihatkan Kristus melalui hidup sehari-hari;
Yesus menjadi pusat hidup dan jalan yang mesti dilalui dengan segala
konsekuensinya.
Hidup Injili, sesuai dengan teladan Fransiskus. Artinya, seperti yang
diwujudkan oleh Fransiskus, Tuhan Yesus Kristus dan Injil-Nya harus
merupakan pusat kehidupan. Hidup menurut Injil artinya hidup sesuai dengan
Kabar Baik Tuhan Yesus Kristus, hidup sebagai anak-anak Allah, saudara dan
saudari Kristus, Kenisah Roh Kudus. Secara praktis setiap rinci kehidupan selalu
dicontohkan oleh Kristus yang membawa kedamaiaan dan kebahagiaan bagi
setiap orang. Kristus adalah “jalan, kebenaran dan hidup” (Yoh 14:6), maka para
pengikut Fransiskus harus memiliki keyakinan mendalam bahwa dengan
baptisan dan profesinya, mereka harus menjadi seperti Kristus yang tersalib dan
mengikuti Injil-Nya yang mampu membawa sukacita dan kedamaian bagi sesama
yang dilayani.
Anggaran Ordo Ketiga Reguler Santo Fransiskus Asisi meminta
saudara-saudari untuk memandang Kristus sebagai dasar satu-satunya eksistensi manusia
(vocazione di vita = panggilan hidup), eksistensi kristianitas (panggilan kristen) dan hidup bakti (panggilan religius). Kristus dilihat dan ditampilkan tidak saja
sebagai pengantara (per Cristo) dan teladan (in Cristo) dalam tata penciptaan
yakni mereka yang pola hidupnya didasarkan pada kata-kata dan teladan penebus
kita ( Ladjar, 1988: 17).
Tugas para suster OSF Sibolga adalah mengerjakan kesucian dengan
penuh semangat, sehingga senantiasa rela berkarya dan berkorban dalam
pengabdian kepada orang yang menderita demi cinta kasih kita kepada Allah dan
dengan cara demikian para suster OSF Sibolga membaktikan dan menyerahkan
diri, sehingga sungguh mengabdi Tuhan Allah dalam diri orang sakit dan miskin,
ingin berkenan kepada Allah dan mencari ganjaran-Nya melulu (Kronik
Suster-suster OSF Sibolga, 1997:15-16).
3. Semangat Dasar pelayanan Para Suster OSF Sibolga
Dasar semangat pelayanan para suster OSF Sibolga bersumber dari
semangat pelayanan Yesus sendiri yang bersedia datang ke dunia untuk melayani
dan bukan untuk dilayani.
Pola hidup Saudara-Saudari Ordo Ketiga Reguler Santo Fransiskus ialah menepati Injil Suci Tuhan kita Yesus Kristus, dengan hidup dalam ketaatan, dalam kemiskinan dan kemurnian. Sebagai pengikut Yesus Kristus menurut teladan Fransiskus, mereka wajib mengerjakan hal-hal yang lebih besar dan luhur dengan menepati perintah dan nasihat Tuhan kita Yesus Kristus; dan mereka harus mengingkari diri sebagaimana
mereka masing-masing telah janjikan kepada Allah (Anggaran Dasar art.
1).
Para suster OSF memiliki semangat dasar yakni mengabdi Allah dalam
diri orang-orang yang menderita. Mengasihi kasih berarti mencintai Kristus,
menjadi solider dengan semua orang yang menderita seperti Kristus, dan
mengangkat mereka dari penderitaan dengan kekuatan kasih. Sesuai teladan santo
rapuh, seorang pengasih yang luar biasa, seorang yang penuh sukacita. Fransiskus
sungguh mencintai Kasih maka ia juga melipatgandakan kasih itu di dunia ini.
Fransiskus mengajak para pengikutnya dengan berkata:
Kita meneruskan warisan para pendiri kita, selagi kita seperti Fransiskus hidup di tengah Saudara dan Saudari kita, terbuka untuk penderitaan zaman ini, sesuai teladan Kristus: “ Aku ada di tengah-tengah kamu
sebagai pelayan” bdk Luk 22:27, (Anggaran Dasar, Tugas dan
Perutusan art 4).
Berdasarkan semangat tugas dan perutusan yang terdapat dalam Anggaran
Dasar para suster OSF Sibolga, maka setiap suster OSF Sibolga hendaknya
membaktikan seluruh hidup dan segala daya kekuatan dalam pelayanan kepada
sesama manusia khususnya bagi mereka yang menderita. Dari kutipan di atas
para suster OSF Sibolga diarahkan pada suatu pemahaman bagaimana
sampai pada suatu proses penyadaran, bagaimana mewujudkan ”hidup
dan merasul di tengah-tengah masyarakat” dengan hidup sederhana, dan
tinggal bersama mereka.
Dalam konstitiusi para suster OSF Sibolga dikatakan bahwa asal
atau sumber persaudaraan adalah Allah Tritunggal.
Asal, gambar serta kepenuhan setiap persaudaraan adalah Allah Tritunggal. Dia telah memanggil kita bersama menjadi satu persaudaraan Rohani. Setiap suster dipanggil untuk membagikan anugerah yang diberikan Allah kepadanya dan untuk menjadikan persekutuan kita tempat belas kasih, sukacita dan damai bagi
setiap orang (Konstitusi, Tugas dan Perutusan art 3).
Hal ini menunjukkan bahwa ”Persaudaraan” adalah merupakan
suatu nilai yang amat penting bagi umat Kristiani terlebih sebagai
dikatakan bahwa sumber dan tujuan dibentuknya persaudaraan sangat
jelas. Sumber persaudaraan adalah Allah Tritunggal dan gambaran
persaudaraan yang ingin diwujudkan adalah gambaran Allah Tritunggal.
Para suster OSF Sibolga mengambil gambaran Allah Tritunggal sebagai
dasar, model dan dan cita-cita persaudaraan yang ingin diwujudkan.
Maksudnya bahwa dalam persaudaraan (membentuk komunitas) Pribadi Bapa
sebagai Pencipta nyata dalam hidup, Putera sebagai Penebus mampu mengangkat
manusia menjadi anak-anak Allah (yang bermartabat), dan Roh Kudus dirasakan
pembaharu yang menghiburkan (Persiapan Kapitel XII).
Setiap komunitas menjadi ruang mewujudkan cita-cita
persaudaraan. Pribadi-pribadi yang tinggal di dalamnya saling
membangun, tidak menghalangi kemajuan pribadi yang lain sebagaimana
gambar Allah Tritunggal. Secara khusus sebagai Fransiskan,
persaudaraan mencakup hubungan dengan seluruh alam ciptaan. Sebagai
ciptaan Allah yang sama, maka manusia tidak berhak
menghancurkannya. Fransiskus telah menunjukkkan teladan itu dengan
sangat konkrit, setiap makhluk yang dekat den