• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) TERHADAP KEMAMPUAN MENGEKSPLANASI DAN MEREGULASI DIRI SISWA KELAS V SD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) TERHADAP KEMAMPUAN MENGEKSPLANASI DAN MEREGULASI DIRI SISWA KELAS V SD"

Copied!
243
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE

STUDENT TEAM ACHIEVEMENT

DIVISION

(STAD) TERHADAP KEMAMPUAN

MENGEKSPLANASI DAN MEREGULASI DIRI

SISWA KELAS V SD

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Felisitas Laurina Christi NIM: 151134097

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv PERSEMBAHAN

Karya ilmiah ini peneliti persembahan kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa memberi berkat dan kasih-Nya. 2. Orang tuaku yang selalu mendoakan dan memberi dukungan.

(5)

v MOTTO

“Jika sebuah jendela kesempatan muncul, jangan turunkan tirainya.”

(Tom Peters)

“Janganlah hendaknya kamu kawatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan

ucapan syukur.”

(6)

vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 04 Februari 2019 Peneliti

(7)

vii LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Felisitas Laurina Christi

Nomor Mahasiswa : 151134097

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) TERHADAP

KEMAMPUAN MENGEKSPLANASI DAN MEREGULASI DIRI SISWA

KELAS V SD”, beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).

Dengan demikian saya memberikan kepada Perputakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai peneliti.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 04 Februari 2019 Yang menyatakan

(8)

viii ABSTRAK

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) TERHADAP

KEMAMPUAN MENGEKSPLANASIDANMEREGULASI DIRI

SISWA KELAS V SD

Felisitas Laurina Christi Universitas Sanata Dharma

2019

Latar belakang penelitian ini adalah adanya keprihatinan terhadap rendahnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa Indonesia pada mata pelajaran IPA berdasarkan pada survei yang dilakukan oleh PISA tahun 2012 dan 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) terhadap kemampuan mengeksplanasidan meregulasi dirisiswa kelas V SD.

Penelitian ini merupakan penelitian quasi experimental tipe pretest-posttest

non-equivalent group design. Penelitian ini dilakukan di salah satu SD swasta di

Yogyakarta pada tanggal 19 September 2018 sampai dengan 04 Oktober 2018. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V yang berjumlah 46 siswa. Sampel penelitian terdiri dari dua kelompok yaitu kelas VA sebanyak 24 siswa sebagai kelas eksperimen dan kelas VB sebanyak 22 siswa sebagai kelas kontrol. Perlakuan khusus yang diterapkan di kelompok eksperimen adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki enam langkah yaitu penyampaian tujuan dan motivasi, pembagian kelompok, presentasi dari guru, kegiatan belajar dalam tim, kuis, dan penghargaan prestasi tim.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Model pembelajaran kooperatif tipe STAD berpengaruh terhadap kemampuan mengeksplanasi.Rerata selisih skor yang dicapai pada kelompok eksperimen (M = 0,69, SE = 0,16) lebih tinggi daripada rerata selisih skor yang dicapai pada kelompok kontrol (M = -0,12, SE = 0,19). Perbedaan skor tersebut signifikan dengan t (44) = -3,248 p = 0,002 (p < 0,05). Besar pengaruh sebesar r = 0,43 atau setara dengan 18,49% yang masuk kategori menengah. 2) Model pembelajaran kooperatif tipe STAD berpengaruh terhadap kemampuan meregulasi diri. Rerata selisih skor yang dicapai pada kelompok eksperimen (M = 0,33 SE = 0,16) lebih tinggi daripada rerata selisih skor yang dicapai pada kelompok kontrol (M = -0,33, SE = 0,18). Perbedaan skor tersebut signifikan dengan t (44) = -2,735 p = 0,009 (p < 0,05). Besar pengaruh sebesar r = 0,38 atau setara dengan 14,44% yang masuk kategori menengah.

(9)

ix

ABSTRACT

THE EFFECT OF THE IMPLEMENTATION OF COOPERATIVE LEARNING MODEL WITH STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) TYPE ON THE ABILITY TO EXPLAIN AND SELF-REGULATE OF

THE FIFTH GRADE ELEMENTARY SCHOOL

Felisitas Laurina Christi

Sanata DharmaUniversity

2019

The background of this research was concern for the low level of thinking ability of high-level Indonesian students in science subjects based on surveys conducted by PISA in 2012 and 2015. This study aims to determine the effect of the implementation of cooperative learning model with Student Team Achievement Division (STAD) type on the ability to explain and self-regulate of the fifth grade elementary school.

This research is quasi-experimental research with pretest-posttest non-equivalent group design type. This research conducted at one of the elementary schools in Yogyakarta on September 19, 2018 until October 04, 2018. The population in this study was all 46 students of class V. The sample of this research consists of two groups from VA, which is 24 students as the experimental group, and VB, which is 22 students as the control group. The special treatment applied to the experimental group is cooperative learning with STAD type. Cooperative learning model with STAD type has six steps, such as delivering goals and motivation, group division, teacher presentations, team learning activities, quizzes, and team achievement awards.

The result of this study shows that 1) Cooperative learning model with STAD type effects on the ability to explain. The mean score obtained in the experimental group (M = 0,69, SE = 0,16) was higher than the control group (M = -0,12, SE = 0,19). The difference was significant with t (44) = -3,248 p = 0,002 (p < 0,05). The magnitude of effect of r = 0,43 including medium securities category or equivalent to 18,49%. 2) Cooperative learning model with STAD type effects on the ability to self-regulate. The mean score obtained in the experimental group (M = 0,33, SE = 0,16) was higher than the control group (M = -0,33, SE = 0,18). The difference was significant with t (44) = -2,735 p = 0,009 (p < 0,05). The magnitude of effect of r = 0,38 including medium securities category or equivalent to 14,44%.

(10)

x KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan berkat dan kasih-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar dan tepat waktu. Skripsi yang berjudul “PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM

ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) TERHADAP KEMAMPUAN

MENGEKSPLANASI DAN MEREGULASI DIRI SISWA KELAS V SD”, disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Maka dari itu, peneliti mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A. selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing, mendukung, dan memberi perhatian dengan sabar dan bijaksana.

5. Agnes Herlina Dwi H., S.Si., M.T., M.Sc. selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing dan mendukung dengan penuh kesabaran.

6. Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum. selaku Dosen Penguji 3 yang telah memberikan masukan pada penelitian ini.

7. Anna Maria Wahyuni, S.Pd. selaku Kepala Sekolah Dasar yang telah memberi ijin melakukan penelitian.

8. Rosalia Septi Wulansari, S.Pd. selaku guru mitra yang telah membantu pelaksanaan penelitian.

(11)

xi 10. Siswa kelas VA dan VB Sekolah Dasar tahun ajaran 2018/2019 yang telah

bersedia terlibat dalam penelitian.

11. Sekretariat PGSD Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membantu proses perijinan penelitian skripsi.

12. Kedua orangtua saya, Tarsisius Kristiarso dan Catharina Haruni yang selalu menyertai dengan doa, kasih sayang, dan semangat.

13. Benidictus Surya Nugraha yang selalu memberi semangat, perhatian dan motivasi.

14. Adik saya, Maria Regina Krisma Gabriella yang menjadi penghibur.

15. Sahabat saya, Eriene Denis Karina dan Melsaria Permatasari yang sama-sama berjuang menyelesaikan skripsi.

16. Teman-teman PPL, Sekar, Antonia, Sindhi, Wulan, Rossa, dan Elza yang memberi dukungan.

17. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, karena keterbatasan kemampuan peneliti. Segala kritik dan saran yang membangun untuk skripsi ini, akan peneliti terima dengan senang hati. Peneliti berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dunia pendidikan.

(12)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Definisi Operasional ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

2.1 Kajian Pustaka ... 9

2.1.1 Teori yang Mendukung ... 9

2.1.1.1 Teori Perkembangan Anak ... 9

2.1.1.2 Teori Perkembangan Kognitif Menurut Piaget ... 10

2.1.1.3 Teori Sosiokultural Menurut Vygotsky ... 13

2.1.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif ... 15

2.1.1.5 Model Pembelajaran STAD ... 18

2.1.1.6 Kemampuan Berpikir Kritis ... 20

(13)

xiii

2.1.1.8 Kemampuan Meregulasi Diri ... 23

2.1.1.9 Materi Pembelajaran ... 24

2.1.2 Hasil Penelitian yang Relevan ... 25

2.1.2.1 Penelitian-penelitian Mengenai STAD ... 25

2.1.2.2 Penelitian-penelitian Mengenai Berpikir Kritis ... 27

2.1.2.3 Literature map ... 30

2.2 Kerangka Berpikir ... 31

2.3 Hipotesis Penelitian ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

3.1 Jenis Penelitian ... 34

3.2 Setting Penelitian ... 36

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 36

3.2.2 Waktu Penelitian ... 37

3.3 Populasi dan Sampel... 37

3.3.1 Populasi ... 37

3.3.2 Sampel ... 38

3.4 Variabel Penelitian ... 38

3.4.1 Variabel Independen ... 39

3.4.2 Variabel Dependen ... 39

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.6 Instrumen Penelitian ... 41

3.7 Teknik Pengujian Instrumen ... 42

3.7.1 Uji Validitas... 42

3.7.1.1 Validitas Muka ... 42

3.7.1.2 Validitas Isi ... 43

3.7.1.3 Validitas Konstruk ... 43

3.7.2 Uji Reliabilitas ... 44

3.8 Teknik Analisis Data ... 45

3.8.1 Uji Pengaruh Perlakuan ... 46

3.8.1.1 Uji Asumsi ... 46

3.8.1.2 Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 47

3.8.1.3 Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan... 48

3.8.1.4 Uji Besar Pengaruh Perlakuan ... 49

3.8.2 Analisis Lebih Lanjut ... 51

3.8.2.1 Uji Persentase Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest I ... 51

(14)

xiv

3.8.2.3 Uji Korelasi Rerata Pretest dan Posttest I ... 53

3.8.2.4 Uji Retensi Pengaruh Perlakuan ... 54

3.9 Ancaman Validitas Internal ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61

4.1 Hasil Penelitian ... 61

4.1.1 Hasil Implementasi ... 61

4.1.1.1 Deskripsi Sampel Penelitian ... 61

4.1.1.2 Deskripsi Implementasi Pembelajaran ... 62

4.1.2 Deskripsi Sebaran Data ... 70

4.1.2.1 Kemampuan Mengeksplanasi ... 70

4.1.2.2 Kemampuan Meregulasi Diri ... 72

4.1.3 Uji Hipotesis Penelitian I... 73

4.1.3.1 Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 74

4.1.3.2 Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan... 76

4.1.3.3 Uji Besar Pengaruh Perlakuan ... 79

4.1.3.4 Analisis Lebih Lanjut ... 80

4.1.4 Uji Hipotesis Penelitian II ... 87

4.1.4.1 Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 88

4.1.4.2 Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan... 90

4.1.4.3 Uji Besar Pengaruh Perlakuan ... 94

4.1.4.4 Analisis Lebih Lanjut ... 94

4.2 Pembahasan ... 102

4.2.1 Analisis terhadap Ancaman Validitas Internal ... 102

4.2.2 Analisis Pengaruh Kemampuan Mengeksplanasi ... 106

4.2.3 Analisis Pengaruh Kemampuan Meregulasi Diri ... 109

4.2.4 Analisis Hasil Penelitian Terhadap Teori ... 112

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 116

5.1 Kesimpulan ... 116

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 117

5.3 Saran.. ... 117

DAFTAR PUSTAKA ... 118

LAMPIRAN ... 123

(15)

xv DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kemampuan Berpikir Kritis Facione ...22

Tabel 3.1 Jadwal Pengambilan Data ...37

Tabel 3.2 Pemetaan Instrumen Penelitian ...41

Tabel 3.3 Matriks Pengembangan Instrumen...42

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Instrumen ...44

Tabel 3.5 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ...45

Tabel 3.6 Kriteria Besar Pengaruh Perlakuan ...49

Tabel 3.7 Kriteria Besar Pengaruh Perlakuan ...50

Tabel 4.1 Sebaran Data Kelompok Kontrol Kemampuan Mengeksplanasi ...70

Tabel 4.2 Sebaran Data Kelompok Eksperimen Kemampuan Mengeksplanasi .71 Tabel 4.3 Sebaran Data Kelompok Kontrol Kemampuan Meregulasi Diri ...72

Tabel 4.4 Sebaran Data Kelompok Eksperimen Kemampuan Meregulasi Diri .72 Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data ...74

Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Varian ...75

Tabel 4.7 Hasil Uji Perbedaan Kemampuan Awal ...75

Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data Selisih Skor Pretest-Posttest I .77 Tabel 4.9 Hasil Uji Homogenitas Varian Selisih Skor Pretest-Posttest I ...77

Tabel 4.10 Hasil Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ...78

Tabel 4.11 Hasil Uji Besar Pengaruh Perlakuan ...79

Tabel 4.12 Hasil Ui Normalitas Distribusi Data Skor Pretest-Posttest I ...80

Tabel 4.13 Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest I ...81

Tabel 4.14 Hasil Uji Besar Pengaruh Peningkatan Pretest ke Posttest I ...83

Tabel 4.15 Hasil Uji Korelasi Rerata skor Pretest-Posttest I...84

Tabel 4.16 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data Selisih Skor Posttest I dan Posttest II...85

Tabel 4.17 Hasil Uji Retensi Pengaruh Perlakuan Posttest I ke Posttest II ...86

Tabel 4.18 Hasil Uji Retensi Pengaruh Perlakuan Pretest ke Posttest II...87

Tabel 4.19 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data ...89

Tabel 4.20 Hasil Uji Homogenitas Varian ...89

Tabel 4.21 Hasil Uji Perbedaan Kemampuan Awal ...90

Tabel 4.22 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data Selisih Skor Pretest-Posttest I91 Tabel 4.23 Hasil Uji Homogenitas Varian Selisih Skor Pretest-Posttest I ...92

Tabel 4.24 Hasil Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ...92

Tabel 4.25 Hasil Uji Besar Pengaruh Perlakuan ...94

Tabel 4.26 Hasil Ui Normalitas Distribusi Data Skor Pretest-Posttest I ...95

Tabel 4.27 Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest I ...95

Tabel 4.28 Hasil Uji Besar Pengaruh Peningkatan Pretest ke Posttest I ...98

Tabel 4.29 Hasil Uji Korelasi Rerata skor Pretest-Posttest I...99

Tabel 4.30 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data Selisih Skor Posttest I dan Posttest II...100

Tabel 4.31 Hasil Uji Retensi Pengaruh Perlakuan Posttest I ke Posttest II ...100

Tabel 4.32 Hasil Uji Retensi Pengaruh Perlakuan Pretest ke Posttest II...101

(16)

xvi DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Desain Proses Perkembangan Kognitif Anak ...11

Gambar 2.2 Desain Zona Perkembangan Proksimal ...14

Gambar 2.3 Literature Map ...30

Gambar 3.1 Perhitungan Pengaruh Perlakuan ...35

Gambar 3.2 Desain Penelitian ...35

Gambar 3.3 Desain Variabel Penelitian ...39

Gambar 3.4 Rumus Besar Pengaruh Perlakuan Distribusi Data Normal ...50

Gambar 3.5 Rumus Besar Pengaruh Perlakuan Distribusi Data Tidak Normal .50 Gambar 3.6 Rumus Persentase Pengaruh...51

Gambar 3.7 Rumus Persentase Peningkatan Pretest ke Posttest I ...51

Gambar 3.8 Rumus Gain Score ...52

Gambar 3.9 Rumus Besar Efek Peningkatan Distribusi Data Normal...52

Gambar 3.10 Rumus Besar Efek Peningkatan Distribusi Data Tidak Normal ...53

Gambar 3.11 Rumus Persentase Besar Pengaruh ...53

(17)

xvii DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Signifikansi Pengaruh Perlakuan ...78

Grafik 4.2 Perbandingan Rerata Selisih Skor Pretest-Posttest I ...79

Grafik 4.3 Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest I ...81

Grafik 4.4 Gain Score ...82

Grafik 4.5 Perbandingan Skor Pretest, Posttest I, dan Posttest II ...86

Grafik 4.6 Signifikansi Pengaruh Perlakuan ...93

Grafik 4.7 Perbandingan Rerata Selisih Skor Pretest-Posttest I ...93

Grafik 4.8 Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest I ...96

Grafik 4.9 Gain Score ...97

(18)

xviii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.1 Surat Izin Penelitian...124

Lampiran 1.2 Surat Izin Validitas Soal ...125

Lampiran 2.1 Silabus Kelompok Eksperimen ...126

Lampiran 2.2 Silabus Kelompok Kontrol ...129

Lampiran 2.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Eksperimen ...132

Lampiran 2.4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Kontrol...145

Lampiran 2.5 Lembar Kerja Siswa ...155

Lampiran 3.1 Soal Uraian ...161

Lampiran 3.2 Kunci Jawaban ...166

Lampiran 3.3 Rubrik Penilaian ...171

Lampiran 3.4 Hasil Pekerjaan Siswa ...175

Lampiran 3.5 Hasil Rekap Expert Judgement...180

Lampiran 3.6 Hasil Uji Validasi oleh Expert Judgement ...181

3.6.1 Hasil Uji Validasi oleh Dosen ...181

3.6.2 Hasil Uji Validasi oleh Guru ...184

Lampiran 3.7 Tabulasi Data Uji Validitas dan Reliabilitas ...190

Lampiran 3.8 Hasil SPSS Uji Validitas ...191

3.8.1 Hasil Uji Validitas Setiap Item Soal ...191

Lampiran 3.9 Hasil SPSS Uji Reliabilitas...193

Lampiran 4.1 Tabulasi Nilai Kemampuan Mengeksplanasi Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ...194

Lampiran 4.2 Tabulasi Nilai Kemampuan Meregulasi DiriKelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ...195

Lampiran 4.3 Hasil SPSS Uji Normalitas Distribusi Data ...196

4.3.1 Kemampuan Mengeksplanasi ...196

4.3.2 Kemampuan Meregulasi Diri ...197

Lampiran 4.4 Hasil SPSS Uji Homogenitas Varian Kemampuan Awal ...197

4.4.1 Kemampuan Mengeksplanasi ...197

4.4.2 Kemampuan Meregulasi Diri ...197

Lampiran 4.5 Hasil SPSS Uji Perbedaan Kemampuan Awal ...198

4.5.1 KemampuanMengeksplanasi ...198

4.5.2 KemampuanMeregulasi Diri ...199

Lampiran 4.6 Hasil SPSS Uji Homogenitas Varian Selisih Pretest-Posttest I…200 4.6.1 Kemampuan Mengeksplanasi ...200

4.6.2 Kemampuan Meregulasi Diri ...200

Lampiran 4.7 Hasil Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ...201

4.7.1 KemampuanMengeksplanasi ...201

4.7.2 KemampuanMeregulasi Diri ...202

Lampiran 4.8 Perhitungan Manual Besar Pengaruh Perlakuan ...203

Lampiran 4.9 Perhitungan Persentase Peningkatan Rerata Pretest-Posttest I ....204

4.9.1 Perhitungan Persentase Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest I ...204

4.9.2 Hasil SPSS Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest I ...204

4.9.2.1 KemampuanMengeksplanasi ...204

4.9.2.2 KemampuanMeregulasi Diri ...206

(19)

xix

4.9.3.1 Tabulasi Gain Score Kemampuan Mengeksplanasi ...208

4.9.3.2 Perhitungan Persentase Gain Score ≥ 0,33 Mengeksplanasi ...208

4.9.3.3 Tabulasi Gain Score Kemampuan Meregulasi Diri ...209

4.9.3.4 Perhitungan Persentase Gain Score ≥ 0,00 Meregulasi Diri ...209

Lampiran 4.10 Perhitungan Manual Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest I...210

4.10.1 Kemampuan Mengeksplanasi ...210

4.10.1.1 Perhitungan Manual Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest I ...210

4.10.2 Kemampuan Meregulasi Diri ...211

4.10.2.1 Perhitungan Manual Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest I ...211

Lampiran 4.11 Hasil SPSS Uji Korelasi Antara Rerata Pretest ke Posttest I ...212

4.11.1 Kemampuan Mengeksplanasi ...212

4.11.1.1 Uji Korelasi Kelompok Kontrol ...212

4.11.1.2 Uji Korelasi Kelompok Eksperimen ...212

4.11.2 Kemampuan Meregulasi Diri ...213

4.11.2.1 Uji Korelasi Kelompok Kontrol ...213

4.11.2.2 Uji Korelasi Kelompok Eksperimen ...213

Lampiran 4.12 Hasil Uji Retensi Perlakuan ...214

4.12.1 Kemampuan Mengeksplanasi ...214

4.12.1.1 Hasil SPSS Uji Retensi Perlakuan Posttest I dan Possttest II ...214

4.12.1.2 Perhitungan Persentase Peningkatan Skor Posttest I dan Posttest II ....215

4.12.1.3 Hasil SPSS Uji Retensi Perlakuan Pretest ke Posttest II ...216

4.12.2 KemampuanMeregulasi Diri ...218

4.12.2.1 Hasil SPSS Uji Retensi Perlakuan Posttest I dan Posttest II ...218

4.12.2.2 Perhitungan Persentase Peningkatan Skor Posttest I dan Posttest II ....219

4.12.2.3 Hasil SPSS Uji Retensi Perlakuan Pretest ke Posttest II ...220

Lampiran 5.1 Foto-foto Kegiatan Pembelajaran ...222

(20)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Bab I ini akan membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional. Latar belakang berisi alasan-alasan melakukan penelitian. Rumusan masalah berisi pertanyaan-pertanyaan yang mengacu pada latar belakang masalah. Manfaat penelitian berisi tentang manfaat dari penelitian ini bagi sekolah, guru, siswa, dan peneliti. Definisi operasional berisi pengertian kata-kata kunci dalam penelitian.

1.1 Latar Belakang Masalah

Sekolah Dasar merupakan jenjang pendidikan formal dasar yang ditempuh dalam waktu 6 tahun, dimulai dari kelas 1 sampai dengan kelas 6. Sesuai dengan teori perkembangan kognitif anak menurut Piaget, siswa pada jenjang pendidikan sekolah dasar dengan kisaran usia 7 sampai 11 tahun masuk pada tahap operasional konkret. Hal ini ditunjukkan dengan sudah berkembangnya kemampuan berpikir logis yang diterapkan dalam memecahkan persoalan-persoalan konkret yang dihadapi (Suparno, 2001: 70). Siswa pada tahap perkembangan ini, belum mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang berbentuk abstrak. Siswa akan lebih mudah memahami konsep yang nyata atau konkret berkaitan dengan mata pelajaran yang dipelajari di sekolah. Maka dari itu, siswa akan menyelesaikan persoalan-persoalan dengan bantuan orang dewasa atau berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten yang disebut dengan Zone of Proximal Development (ZDP). Bantuan ini diberikan pada tahap awal pembelajaran dan akan mengurangi serta memberikan tanggung jawab lebih besar kepada siswa atau disebut dengan perancah (scaffolding).

(21)

2 mengembangkan kemampuan bertanya dan mencari jawaban berdasarkan bukti serta mengembangkan cara berpikir ilmiah. Pembelajaran IPA tidak hanya berisi kumpulan pengetahuan dan teori saja, tetapi juga menyangkut tentang cara berpikir dan cara memecahkan masalah.

Para psikolog dan pendidikan belakangan ini semakin menyadari bahwa para siswa di sekolah tidak hanya harus mengingat atau menyerap secara pasif berbagai informasi baru, melainkan mereka perlu berbuat lebih banyak dan belajar bagaimana berpikir secara kritis. Siswa harus memiliki kesadaran akan diri dan lingkungannya. Karena itu, pendidikan di sekolah haruslah mampu membangun kesadaran kritis anak didik (Desmita, 2007: 161-162). Facione (2010) menjelaskan bahwa kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan membuat penilaian untuk tujuan tertentu yang menghasilkan interpretasi, analisis, evaluasi, dan kesimpulan atas dasar bukti, konsep, model, kriteria, atau konteks tertentu yang digunakan untuk menilai. Ciri-ciri ideal dari orang yang memiliki kecakapan berpikir kritis tampak dalam disposisi afektif. Kemampuan berpikir kritis ini terdiri dari enam keterampilan yaitu menginterpretasi, menganalisis, mengevaluasi, menarik kesimpulan, mengeksplanasi dan meregulasi diri.

(22)

3 digunakan, merencanakan prosedur yang masuk akal untuk mengoreksi kesalahan-kesalahan, memastikan apakah koreksi-koreksi tersebut dapat mengubah posisi yang dipegang sebelumnya.

Sebuah organisasi bernama Organization Economic Cooperation and

Development (OECD) telah mengadakan sebuah survei mengenai sistem

pendidikan dan kemampuan siswa yang diadakan tiap 3 tahun sekali yang disebut dengan Program for International Student Assessment (PISA). Survei dilakukan dengan tujuan untuk mengukur apa yang diketahui siswa dan apa yang dapat dilakukan atau diaplikasikan dengan pengetahuannya dalam bidang matematika, membaca, sains, dan pemecahan masalah. Pada hasil PISA tahun 2012, Indonesia berada pada peringkat 64 dari 65 negara dengan hasil skor literasi IPA sebesar 382 (OECD, 2013: 5). Pada hasil PISA tahun 2015, Indonesia berada pada peringkat 62 dari 70 negara dengan hasil skor literasi IPA sebesar 403 (OECD, 2016: 5). Data tersebut menunjukkan adanya peningkatan hasil skor literasi IPA dari 382 menjadi 403, namun peringkat Indonesia masih berada di 10 besar terbawah dari 70 negara peserta PISA tahun 2015.

(23)

4 menuntut keaktifan siswa. Siswa akan mengalami kesulitan dalam memahami materi, terutama siswa hanya mampu mengingat dalam jangka pendek tentang materi yang disampaikan guru. Sebenarnya metode ceramah memang diperlukan dalam sebuah pembelajaran, akan tetapi porsinya harus diperhatikan dan diimbangi dengan mengajak siswa untuk menguraikan suatu gagasan yang bersumber dari hasil penalaran. Maka untuk membantu siswa meningkatkan kemampuannya, dapat dilakukan dengan cara mengembangkan proses kognitifnya.

Salah satu cara meningkatkan kemampuan pada IPA yaitu meningkatkan kemampuan mengeksplanasi dan meregulasi diri dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif akan memudahkan siswa menemukan dan memahami konsep yang sulit dengan berdiskusi (Trianto, 2007: 41). Model pembelajaran kooperatif memiliki banyak tipe, salah satunya adalah tipe

Student Team Achievement Division (STAD). Model pembelajaran koooperatif

tipe STAD merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang diterapkan untuk menghadapi kemampuan siswa yang heterogen. Model ini dipandang sebagai model yang paling sederhana dan langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini mengacu pada belajar kelompok siswa, di mana siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, di mana setiap kelompok haruslah heterogen (Shoimin, 2014: 185).

Rusman (2010: 215) mengemukakan enam langkah model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) yaitu, (1) penyampaian tujuan dan motivasi, (2) pembagian kelompok, (3) presentasi dari guru, (4) kegiatan belajar dalam tim, (5) kuis, (6) penghargaan prestasi tim. Adapun manfaat dari STAD ini yaitu, siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok, siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama, aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok, interaksi antarsiswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat, meningkatkan kecakapan individu, meningkatkan kecakapan kelompok, dan tidak bersifat kompetitif (Shoimin, 2014: 189).

(24)

5 dilakukan oleh Wahyuni, Wiyasa, dan Putra (2014) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division

(STAD) berbasis interaksi sosial terhadap hasil belajar IPS siswa kelas V Gugus 4 Widyasmara Klungkung tahun ajaran 2013/2014. Model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) juga berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi akademik pelajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing (Narzoles, 2015). Penelitian lain yang dilakukan oleh Astrawan, Wayan, Marhaeni, dan Arnyana (2013) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan motivasi belajar dan hasil belajar IPA yang signifikan antara siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) dan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional yang dilakukan pada siswa kelas V SD Gugus I Kecamatan Buleleng dalam mata pelajaran IPA.

Berbagai jurnal diterbitkan untuk meningkatkan kemampuan proses kognitif. Rodiyana (2015) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh strategi pembelajaran inkuiri terhadap kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa dalam pembelajaran IPS di kelas IV SD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai tes akhir

(posttest) kemampuan berpikir kritis dengan pembelajaran konvensional pada kelas

(25)

6 Hasil dari beberapa penelitian tersebut mengemukakan bahwa, model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) berpengaruh positif terhadap kemampuan kognitif siswa. Penting untuk mengembangkan kemampuan kognitif siswa seperti kemampuan berpikir tingkat tinggi untuk membantu memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh penerapan model pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD) terhadap kemampuan mengeksplanasi dan meregulasi diri. Peneliti belum banyak menemukan penelitian mengenai pengaruh penerapan model pembelajaran Student

Team Achievement Division (STAD) terhadap kemampuan mengeksplanasi dan

meregulasi dirimenurut Facione. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian

quasi experimental tipe pretest-posttest non-equivalent group design. Penelitian ini

dilakukan di salah satu SD swasta di Yogyakarta. Kelas yang digunakan untuk penelitian yaitu kelas V. Sampel penelitian terdiri dari dua kelompok yaitu kelas VA sebanyak 24 siswa sebagai kelas eksperimen dan kelas VB sebanyak 22 siswa sebagai kelas kontrol. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik tes. Variabel independen dalam penelitian ini yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Student

Team Achievement Division (STAD) dan variabel dependen pada penelitian ini

yaitu kemampuan mengeksplanasi dan kemampuan meregulasi diri.

Penelitian ini dibatasi hanya pada pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) terhadap kemampuan berpikir kritis menurut Facione yaitu kemampuan mengeksplanasi dan kemampuan meregulasi diri siswa kelas V SD. Penelitian ini dikhususkan pada mata pelajaran IPA dengan kompetensi dasar 3.2 menjelaskan organ pernapasan dan fungsinya pada hewan dan manusia, serta cara memelihara kesehatan organ pernapasan manusia.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berpengaruh terhadap kemampuan mengeksplanasi siswa kelas V SD?

(26)

7 1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap kemampuan mengeksplanasi siswa kelas V SD.

1.3.2 Mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap kemampuan meregulasi diri siswa kelas V SD.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi siswa

Mendapatkan pengalaman baru dalam belajar dan dapat mengembangkan kemampuan mengeksplanasi dan meregulasi diri dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

1.4.2 Bagi guru

Menambah pengetahuan mengenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang mempengaruhi kemampuan mengeksplanasi dan meregulasi diri siswa yang dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas.

1.4.3 Bagi sekolah

Menambah wawasan dan mengetahui bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat berpengaruh terhadap kemampuan mengeksplanasi dan meregulasi diri siswa, sehingga dapat menjadi bahan referensi bagi sekolah dan guru untuk meningkatkan mutu sekolah.

1.4.4 Bagi peneliti

Menjadi bekal saat mengajar nantinya, karena melalui penelitian ini, peneliti memperoleh pengalaman langsung mengenai penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang dapat mempengaruhi kemampuan mengeksplanasi dan meregulasi diri siswa.

1.5 Definisi Operasional

(27)

8 1.5.2 Model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division

(STAD) adalah model pembelajaran kooperatif yang diterapkan untuk menghadapi kemampuan siswa yang heterogen dengan memiliki enam langkah pembelajaran, yaitu penyampaian tujuan dan motivasi, pembagian kelompok, presentasi dari guru, kegiatan belajar dalam tim, kuis, dan penghargaan prestasi tim.

1.5.3 Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpikir secara reflektif dan produktif yang bertujuan untuk menghasilkan kesimpulan atau keputusan atas dasar tertentu.

1.5.4 Kemampuan mengeksplanasi adalah kemampuan dalam menguraikan dasar-dasar suatu penalaran dengan pertimbangan-pertimbangan konseptual, metodologis, dan kontekstual, dengan tiga indikator yaitu menjelaskan hasil penalaran, membenarkan prosedur yang digunakan, dan memaparkan argumen-argumen yang digunakan.

(28)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

Bab II ini berisi kajian pustaka, penelitian yang mendukung, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian. Kajian pustaka membahas teori-teori yang mendukung dalam pelaksanaan penelitian. Penelitian terdahulu berisi hasil penelitian yang pernah ada yang dirumuskan dalam kerangka berpikir dan hipotesis yang berisi dugaan sementara dari rumusan masalah penelitian.

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Teori yang Mendukung 2.1.1.1 Teori Perkembangan Anak

Perkembangan tidak terbatas pada pengertian perubahan secara fisik, melainkan di dalamnya juga terkandung serangkaian perubahan secara terus menerus dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu menuju tahap kematangan, melalui pertumbuhan dan belajar (Desmita, 2007: 4). Dalam

psikologi istilah “perkembangan” merupakan konsep yang rumit dan kompleks,

karena merupakan produk dari beberapa proses biologi, kognitif, dan sosioemosional. Perkembangan manusia berjalan secara bertahap melalui berbagai fase perkembangan. Setiap fase perkembangan ditandai dengan bentuk kehidupan tertentu yang berbeda dengan fase sebelumnya. Sekalipun perkembangan itu dibagi-bagi ke dalam masa-masa perkembangan, hal ini dapat dipahami dalam hubungan keseluruhannya.

(29)

10 memahaminya. Tudge dan Scrimsher (dalam Schunk, 2012: 335-337) menjelaskan bahwa teori Vygotsky juga sebuah teori konstruktivisme, tetapi Vygotsky, menempatkan lebih banyak penekanan pada lingkungan sosial sebagai fasilitator perkembangan dan pembelajaran.

2.1.1.2 Teori Perkembangan Kognitif Menurut Piaget

Jean Piaget lahir pada tanggal 9 Agustus 1989 di Neuchatel, Swiss. Sewaktu mudanya, ia tertarik pada alam dan senang mengamati burung-burung, ikan, dan binatang lainnya di alam bebas, sehingga akhirnya tertarik pada pelajaran biologi di sekolah. Sejak umur 10 tahun ia telah menerbitkan karangan pertamanya tentang burung “Pipit Albino” pada majalah ilmu pengetahuan alam (Suparno, 2001: 11).

Pada 1920 Piaget bekerja bersama Dr. Theophile Simon di Laboratorium Binet, Paris. Tugas Piaget di sana adalah untuk mengkonstruksi tes kepandaian anak-anak. Ia tertarik kepada respon-respon anak kecil, khususnya tentang jawaban- jawaban mereka yang keliru. Kesalahan mereka, memiliki pola konsisten yang menyatakan bahwa pikiran mereka memiliki sifatnya sendiri yang unik. Ia juga menghabiskan waktu berjam-jam mengamati aktivitas-aktivitas spontan anak-anak, dengan tujuan untuk menunda pra-konsepsinya sendiri sebagai orang dewasa tentang pikiran anak-anak dan belajar langsung dari tingkah laku mereka sendiri (Crain, 2007: 168-169).

Piaget mengawali serangkaian studi penting mengenai tingkah laku kognitif bayi kepada ketiga anaknya (Crain, 2007: 169). Risetnya memberikan kontribusi yang jelas menuju sebuah teori pentahapan yang tunggal dan terintegrasikan (Crain, 2007: 170). Piaget menyatakan bahwa anak-anak harus berinteraksi dengan lingkungannya untuk berkembang dan membangun struktur-struktur kognitif baru dalam dirinya. Perkembangan merupakan proses konstruktif yang aktif, di mana anak- anak membangun struktur-struktur kognitif yang semakin berbeda dan komprehensif melalui aktivitas-aktivitas mereka sendiri (Crain, 2007: 173).

(30)

11

(Sumber: http://m-edukasi.blogspot.co.id/2014/09/teori-konstruktivisme-jean-piaget.html)

Gambar 2.1 Desain Proses Perkembangan Kognitif Anak

Menurut Piaget ketika anak berusaha membangun pemahaman mengenai dunia, otak berkembang membentuk skema. Skema adalah suatu struktur mental seseorang di mana ia secara intelektual beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Skema akan beradaptasi dan berubah selama perkembangan kognitif seseorang. Ini merupakan tindakan atau representasi mental yang mengatur pengetahuan.

(31)

12 ketika anak mengalami konflik kognitif atau mengalami disekuilibrium dalam memahami dunia. Akhirnya, mereka menyelesaikan konflik tersebut dan mencapai kesetimbangan atau ekuilibrium pemikiran (Santrock, 2014: 44). Piaget berpendapat bahwa hasil dari proses asimilasi, akomodasi, organisasi, dan ekuilibrium anak melalui empat tahap perkembangan. Setiap tahapan perkembangan ini berkaitan dengan usia dan terdiri atas cara pemikiran yang berbeda-beda (Santrock, 2014: 45).

Berikut empat tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget (Schunk, 2012: 332-333).

a. Tahap Sensori-motor (Usia 0 – 2 tahun)

Tahap sensori-motor menempati dua tahun pertama dalam kehidupan. Selama periode ini anak mengaturalamnya dengan indera-inderanya (sensori) dan tindakan-tindakannya (motor). Selama periode ini anak tidak mempunyai konsepsi “object permanence”. Bila suatu benda disembunyikan, ia gagal untuk menemukannya. Sambil pengalamannya bertambah, sampai mendekati akhir periode ini, anak itu menyadari bahwa benda yang disembunyikan itu masih ada, dan ia mulai mencarinya sesudah dilihatnya benda itu disembunyikan. Konsep-konsep yang tidak ada waktu lahir, seperti Konsep-konsep-Konsep-konsep ruang, waktu, kausalitas, berkembang dan terinkorporasi ke dalam pola-pola perilaku anak. b. Tahap Pra-operasional (Usia 2 – 7 tahun)

(32)

13 diketahui tentang anak pra-operasional, yaitu sifat egosentris. Menurut Piaget anak pra-operasional bersifat egosentris, berarti anak itu mempunyai kesulitan untuk menerima pendapat orang lain.

c. Tahap Operasional Konkret (Usia 7 – 11 tahun)

Tahap ini merupakan permulaan berpikir rasional. Ini berarti, anak memiliki operasi-operasi logis yang dapat diterapkannya pada masalah-masalah konkret. Bila menghadapi suatu pertentangan antara pikiran dan persepsi, anak dalam periode operasional konkret memilih pengambilan keputusan logis, dan bukan keputusan perseptual seperti anak pra-operasional. Operasi-operasi dalam periode ini terikat pada pengalaman perorangan dan operasi-operasi itu konkret, bukan formal. Anak belum dapat berurusan dengan materi abstrak, seperti hipotesis dan proposisi-proposisi verbal. Selama periode ini, bahasa juga berubah. Anak-anak menjadi kurang egosentris dan lebih sosiosentris dalam berkomunikasi.

d. Tahap Operasional Formal (Usia 11 tahun - dewasa)

Pada periode ini anak dapat menggunakan operasi-operasi konkretnya untuk membentuk operasi-operasi yang lebih kompleks. Kemajuan utama pada anak selama periode ini ialah bahwa ia tidak perlu berpikir dengan pertolongan benda-benda atau peristiwa-peristiwa konkret, karena ia mempunyai kemampuan untuk berpikir abstrak. Kualitas abstrak dari pemikiran operasioanal formal nyata dalam menyelesaikan masalah verbal.

Berdasarkan tahapan perkembangan kognitif anak menurut Piaget, anak usia Sekolah Dasar masuk dalam tahap operasional konkret. Hal ini ditunjukkan dengan sudah berkembangnya kemampuan berpikir logis yang diterapkan dalam memecahkan persoalan-persoalan konkret yang dihadapi (Suparno, 2001: 70). Tahap operasional konkret ini ditandai dengan adanya inteligensi yang sudah sangat maju, namun cara berpikirnya masih terbatas, sehingga diperlukan model pembelajaran yang sesuai dengan tahap perkembangannya.

2.1.1.3 Teori Sosiokultural Menurut Vygotsky

(33)

14 sastra. Ia menerima gelar hukum dari Moscow Imperial University tahun 1917 dan mengajar untuk kuliah bidang psikologi dan sastra, menulis kritik sastra, dan mengedit sebuah jurnal. Ia juga bekerja di institusi pelatihan guru di mana ia mendirikan laboratorium psikologi dan menulis sebuah buku psikologi pendidikan (Schunk, 2012: 337). Salah satu kontribusi Vygotsky yang paling penting terhadap pemikiran psikologi adalah fokus perhatiannya pada aktivitas yang bermakna sosial sebagai pengaruh penting terhadap pikiran sadar manusia. Teori Vygotsky menitikberatkan interaksi dari faktor-faktor interpersonal (Schunk, 2012: 339).

Selain itu, Vygotsky sebagai tokoh pencetus teori konstruktivisme mengemukakan bahwa setiap individu berkembang dalam konteks sosial. Semua perkembangan intelektual yang mencakup makna, ingatan, pikiran, persepsi, dan kesadaran bergerak dari wilayah interpersonal ke wilayah intrapersonal. Berkaitan dengan hal ini, Vygotsky berpendapat bahwa individu memiliki dua tingkat perkembangan yang berbeda yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual yaitu tingkat keterampilan yang dicapai oleh anak yang bekerja secara independen. Tingkat perkembangan potensial yaitu tingkat yang dapat dicapai oleh anak dengan bantuan orang lain. Zona yang terletak di antara kedua tingkat tersebut dinamakan zona perkembangan proksimal (Zone of Proximal Development) (Santrock, 2014: 57).

Berikut desain zona perkembangan proksimal menurut Vygotsky.

(Sumber: http://novehasanah.blogspot.co.id/2015/12/zpd-zone-of-proximal- development.html)

(34)

15 Zona perkembangan proksimal (Zone of Proximal Development) meliputi kemampuan awal yang belum matang dan sedang dalam proses matang. Kemampuan awal akan menjadi matang melalui interaksi dengan orang dewasa atau kolaborasi dengan teman sebaya yang lebih berkompenten (Supratiknya, 2002: 31). Anak yang sedang mengoptimalkan perkembangan ini masuk pada zona perkembangan proksimal. Proses belajar terjadi apabila anak mengerjakan tugas yang belum dipelajari sebelumnya namun tugas tersebut masih dalam jangkauan kemampuannya (Trianto, 2010: 76). Pendukung zona perkembangan proksimal

(Zone of Proximal Development) ini adalah perancah (scaffolding). Pembelajaran

terjadi secara optimal jika didukung dengan suatu perancah (scaffolding). Perancah (scaffolding) berarti memberikan kepada individu sejumlah besar bantuan selama bertahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak didik tersebut untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar, segera setelah mampu mengerjakan sendiri (Ratnawati, 2008: 57). Scaffolding ini dapat dilakukan dengan melibatkan aktivitas sosial atau kelompok sehingga mampu memberikan rangsangan sosial bagi anak.

Berdasarkan teori yang telah dikemukakan di atas, siswa khususnya kelas V SD masih membutuhkan suatu perancah (scaffolding) untuk mendukung mereka dalam pembelajaran yang sarat akan makna. Pemilihan model pembelajaran yang tepat perlu dipertimbangkan guna memberikan dorongan belajar pada siswa. Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu solusi yang dapat diterapkan oleh guru untuk memberikan scaffolding terbaik pada siswa, karena dalam penerapan model pembelajaran ini siswa tidak hanya mendapatkan bantuan dari guru tetapi juga dapat belajar dari siswa lainnya. Mengingat bahwa dimensi sosial itu penting dalam pembelajaran.

2.1.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif

(35)

16 penyelesaian tugas kelompoknya, setiap siswa harus saling bekerja sama, saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam belajar dikatakan belum selesai jika salah satu anggota belum menguasai bahan pelajaran (Isjoni, 2011: 14). Slavin (dalam Suparmi, 2012: 113) menjelaskan bahwa Model Student Team

Learning (MSTL) adalah teknik yang dikembangkan dan diteliti oleh John

Hopkins University. Model ini menekankan penggunaan tujuan tim dan sukses tim. Oleh karena itu, tugas-tugas yang diberikan pada siswa bukan melakukan sesuatu sebagai sebuah tim tetapi belajar sesuatu sebagai sebuah tim.

Slavin mengemukakan tiga konsep yang menjadi karakter dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: (a) penghargaan kelompok, di mana keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu dalam menciptakan hubungan antar personal, saling mendukung, membantu dan saling peduli; (b) pertanggungjawaban individu, tergantung pada pembelajaran individu dari semua anggota; dan (c) kesempatan yang sama untuk berhasil, model skoring yang digunakan mencakup nilai perkembangan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa terdahulu. Dengan demikian siswa dengan prestasi rendah, sedang dan tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil (Suparmi, 2012: 113).

Menurut Roger dan Johnson (dalam Rofiq, 2010: 5), tidak semua kerja kelompok bisa dianggap sebagai pembelajaran kooperatif. Untuk memperoleh manfaat yang diharapkan dari implementasi pembelajaran kooperatif, Roger dan Johnson menganjurkan lima unsur penting yang harus dibangun dalam aktivitas instruksional, yaitu:

1. Saling Ketergantungan Positif (Positive Interdependence)

Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa, sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka.

2. Interaksi Tatap Muka (Face to Face Interaction)

(36)

17 3. Tanggung Jawab Individual (Individual Accountability)

Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran kooperatif, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. 4. Keterampilan Sosial (Social Skill)

Keterampilan sosial yang dimaksud di sini adalah keterampilan dalam berkomunikasi dalam kelompok. Sebelum menugaskan siswa ke dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi.

5. Evaluasi Proses Kelompok (Group Debrieving)

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

Pembelajaran kooperatif dapat berjalan dengan efektif pada diri siswa bila ditanamkan unsur-unsur dasar belajar kooperatif. Dilaksanakannya pembelajaran kooperatif secara berkesinambungan dapat dijadikan sarana bagi guru untuk melatih dan mengembangkan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik siswa, khususnya keterampilan sosial untuk bekal hidup di masyarakat. Keberhasilan siswa pada pembelajaran ini juga berdampak pada keberhasilan guru dalam mengelola kelasnya (Isjoni, 2011: 102). Jadi pada pembelajaran kooperatif ini siswa diajarkan bagaimana bekerja sama dalam kelompok, saling memimpin, saling bertanggung jawab dalam kesetaraan pembelajaran yang senasib dan sepenanggungan, menciptakan hubungan antar personal, saling mendukung, membantu dan saling peduli dalam mencapai tujuan yaitu keberhasilan dalam menguasai materi belajar.

Adapun tipe-tipe model pembelajaran kooperatif antara lain, yaitu

Student Teams-Achievement Division (STAD), Team Game Tournament (TGT),

Jigsaw II, Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), Team

Assisted Individualization (TAI), Group Investigation, Learning Together,

Complex Instruction, dan Structure Dyadic Methods (Slavin, 2009: 11-26).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan salah satu tipe yaitu Student

(37)

18 2.1.1.5 Model Pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD)

1. Hakikat Model Pembelajaran STAD

Menurut Slavin (dalam Rusman, 2010: 213) model STAD (Student Team

Achievement Division) merupakan variasi pembelajaran kooperatif yang paling

banyak diteliti. Model ini juga sangat mudah diadaptasi, telah digunakan dalam matematika, IPA, IPS, bahasa Inggris, teknik dan banyak subjek lainnya, pada tingkah sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Model pembelajaran koooperatif tipe STAD merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang diterapkan untuk menghadapi kemampuan siswa yang heterogen. Model ini dipandang sebagai model yang paling sederhana dan langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif.

Model ini paling awal ditemukan dan dikembangkan oleh para peneliti pendidikan di Johns Hopkins University Amerika Serikat dengan menyediakan suatu bentuk belajar kooperatif. Di dalamnya, siswa diberi kesempatan untuk melakukan kolaborasi dan elaborasi dengan teman sebaya dalam bentuk diskusi kelompok untuk memecahkan suatu permasalahan. Dalam model pembelajaran ini, masing-masing kelompok beranggotakan 4 - 5 orang yang dibentuk dari anggota yang heterogen terdiri dari laki-laki dan perempuan yang berasal dari berbagai suku, yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah (Shoimin, 2014: 185). Jadi, model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah salah satu model pembelajaran yang berguna untuk menumbuhkan kemampuan kerja sama, kreatif, berpikir kritis dan ada kemampuan untuk membantu teman serta merupakan pembelajaran kooperatif yang sangat sederhana.

2. Langkah - langkah Model Pembelajaran STAD

Rusman (2010: 215) mengemukakan enam langkah model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) yaitu, sebagai berikut: a. Penyampaian Tujuan dan Motivasi

(38)

19 b. Pembagian Kelompok

Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok, di mana setiap kelompoknya terdiri dari 4 - 5 siswa yang memprioritaskan heterogenitas (keragaman) kelas dalam prestasi akademik, gender/jenis kelamin, rasa atau etnik.

c. Presentasi dari guru

Guru menyampaikan materi pelajaran dengan terlebih dahulu menjelaskan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan tersebut serta pentingnya pokok bahasan tersebut dipelajari. Guru memberi motivasi siswa agar dapat belajar dengan aktif dan kreatif. Di dalam proses pembelajaran, guru dibantu oleh media, demonstrasi, pertanyaan atau masalah nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dijelaskan juga tentang keterampilan dan kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa, tugas dan pekerjaan yang harus dilakukan serta cara-cara mengerjakannya.

d. Kegiatan Belajar dalam Tim (Kerja Tim)

Siswa belajar dalam kelompok yang telah dibentuk. Guru menyiapkan lembaran kerja sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua anggota menguasai dan masing-masing memberikan kontribusi. Selama tim bekerja, guru melakukan pengamatan, memberikan bimbingan, dorongan dan bantuan bila diperlukan. Kerja tim ini merupakan ciri terpenting dari STAD.

e. Kuis (Evaluasi)

Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis tentang materi yang dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok. Siswa diberikan kursi secara individual dan tidak dibenarkan bekerja sama. Ini dilakukan untuk menjamin agar siswa secara individu bertanggung jawab kepada diri sendiri dalam memahami bahan ajar tersebut. Guru menetapkan skor batas penguasaan untuk setiap soal, misalnya 60, 75, 84, dan seterusnya sesuai dengan tingkat kesulitan siswa.

f. Penghargaan Prestasi Tim

(39)

20 lain: (1) menghitung skor individu (2) menghitung skor kelompok (3) pemberian hadiah dan pengakuan skor kelompok.

3. Manfaat Model Pembelajaran STAD

Model Pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD) dipandang sebagai sebuah model pembelajaran yang memiliki banyak manfaat. Shoimin (2014: 189) memaparkan manfaat STAD sebagai berikut: (1) siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok; (2) siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama; (3) aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok; (4) interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat; (5) meningkatkan kemampuan individu; (6) meningkatkan kemampuan kelompok; (7) tidak bersifat kompetitif.

2.1.1.6 Kemampuan Berpikir Kritis

Baru-baru ini, sejumlah psikolog dan pendidik mulai mempelajari keterampilan-keterampilan anak dalam berpikir secara kritis. Memang, dalam psikologi dan pendidikan, pemikiran kritis bukan tergolong ide yang sama sekali baru. John Dewey, seorang pendidik terkenal, misalnya telah mengusulkan ide yang sama ketika ia berbicara tentang pentingnya melatih siswa untuk berpikir secara reflektif. Demikian juga psikolog ternama Max Wertheimer, telah membicarakan arti penting dari berpikir produktif. Belakangan ini sejumlah ahli psikologi dan pendidikan mulai memfokuskan perhatian terhadap pemikiran kritis dan menempatkannya sebagai satu aspek perkembangan kognitif yang penting dalam kajian psikologi perkembangan kontemporer (Desmita, 2009: 152).

Kemampuan berpikir kritis telah didefinisikan secara beragam oleh para ahli. Menurut Santrock (dalam Desmita, 2009: 153), berpikir kritis adalah, “critical thinking involves grasping the deeper meaning of problems, keeping an open mind

about different approaches and perspectives, not accepting on faith what

other people and books tell you, and thinking reflectively rather than accepting

(40)

21 melibatkan evaluasi bukti. Desmita (2009: 153) mendefinisikan kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpikir secara logis, reflektif, dan produktif yang diaplikasikan dalam menilai situasi untuk membuat pertimbangan dan keputusan yang baik. Facione (1990) mengemukakan bahwa kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan membuat penilaian untuk tujuan tertentu yang menghasilkan interpretasi, analisis, evaluasi, dan kesimpulan atas dasar bukti, konsep, model, kriteria, atau konteks tertentu yang digunakan untuk menilai.

Berdasarkan pada beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpikir secara reflektif dan produktif yang bertujuan untuk menghasilkan kesimpulan atau keputusan atas dasar tertentu. Facione (2010: 5) mengemukakan bahwa kemampuan berpikir kritis mencakup dua dimensi, yaitu dimensi kognitif dan disposisi afektif.

Dimensi kognitif terdiri dari enam kemampuan yaitu menginterpretasi, menganalisis, mengevaluasi, menarik kesimpulan, mengeksplanasi dan meregulasi diri. Kemampuan menginterpretasi adalah kemampuan mencoba mengerti dan mengungkapkan arti dari pengalaman, situasi, data kejadian, penilaian, kesepakatan, kepercayaan, aturan, prosedur, atau kriteria. Kemampuan menganalisis adalah mengidentifikasi relasi-relasi logis dari berbagai pernyataan, pertanyaan, atau konsep yang mengungkapkan keyakinan, penilaian, pengalaman, alasan, informasi, atau opini. Kemampuan mengevaluasi adalah kemampuan menilai kredibilitas suatu pernyataan atau argumen dan menilai bobot logika suatu kesimpulan.

(41)

22 aktivitas tersebut, dan hasil-hasilnya dengan menganalisis dan mengevaluasi proses kognitif yang terjadi sehingga dapat mempertanyakan, menegaskan, atau mengoreksi cara berpikirnya sendiri (Facione, 2010: 5-8). Berikut tabel yang berisikan tentang dimensi kognitif dari kemampuan berpikir kritis.

Tabel 2.1 Kemampuan Berpikir Kritis Facione

No Kemampuan Sub-kemampuan

1 Menginterpretasi Membuat kategori Memahami arti Menjelaskan makna 2 Menganalisis Menguji gagasan-gagasan

Mengidentifikasi argumen-argumen Menganalisis argumen-argumen 3 Mengevaluasi Menilai sah tidaknya klaim-klaim

Menilai sah tidaknya argumen-argumen 4 Menarik kesimpulan Menguji bukti-bukti

Menerka alternatif-alternatif Menarik kesimpulan 5 Mengeksplanasi Menjelaskan hasil penalaran

Memaparkan argumen-argumen yang digunakan Membenarkan prosedur yang digunakan

6 Meregulasi diri Refleksi diri Koreksi diri

Sedangkan dimensi disposisi afektif dari kemampuan berpikir kritis yaitu rasa ingin tahu yang tinggi terhadap berbagai permasalahan, berusaha untuk selalu mendapatkan informasi yang baik, sadar untuk menggunakan daya pikir kritis, mengedepankan proses penelitian yang masuk akal, percaya akan kemampuan diri sendiri untuk bernalar, dan pikiran terbuka terhadap kenyataan pandangan yang berbeda-beda. Selanjutnya, fleksibilitas untuk mempertimbangkan alternatif, memahami opini orang lain, menghargai penalaran, jujur dalam menghadapi prasangka, bias, stereotip, dan kecenderungan egosentris atau sosiosentris, hati-hati dalam menangguhkan, membuat, atau mengubah penilaian, kesediaan untuk meninjau ulang pandangan sendiri jika refleksi yang jujur menyarankan demikian.

2.1.1.7 Kemampuan Mengeksplanasi

(42)

23 konseptual, metodologis, dan kontekstual. Facione membagi kemampuan mengeksplanasi menjadi tiga sub-kemampuan yaitu menjelaskan hasil penalaran, membenarkan prosedur yang digunakan, dan memaparkan argumen-argumen yang digunakan. Sub-kemampuan yang pertama yaitu menjelaskan hasil penalaran. Misalnya menjelaskan alasan mengapa memegang keyakinan tertentu, menyampaikan penerapan suatu gagasan di masa yang akan datang, menjelaskan temuan-temuan dari hasil penelitian, menjelaskan analisis dan penilaian terhadap suatu permasalahan, merumuskan pernyataan atau deskripsi yang tepat dari hasil analisis, evaluasi, kesimpulan.

Sub-kemampuan yang kedua yaitu memaparkan argumen-argumen yang digunakan. Misalnya menuliskan alasan-alasan mengapa mengambil posisi atau kebijakan tertentu, mengantisipasi dan menjawab kemungkinan-kemungkinan kritik yang akan muncul dan akan dilontarkan, memaparkan argumen-argumen yang pro maupun kontra terhadap pemikiran sendiri sebagai cara berpikir dialektis, memberikan alasan-alasan mengapa menerima klaim tertentu, menjawab keberatan-keberatan terhadap model, konsep, kriteria atau bukti yang digunakan dalam menganalisis, menyimpulkan dan mengevaluasi suatu argumen. Sub-kemampuan yang ketiga yaitu membenarkan prosedur yang digunakan. Misalnya menguraikan langkah-langkah yang teliti dalam menyelesaikan suatu permasalahan, menjelaskan pilihan penggunaan alat ukur tertentu untuk analisis data, menjelaskan standar yang digunakan untuk menilai sumber informasi, menjelaskan konsep kunci yang berguna untuk penelitian lebih lanjut, menunjukkan bahwa syarat-syarat metodologis tertentu sudah terpenuhi, memaparkan strategi yang digunakan untuk mengambil keputusan secara rasional, memaparkan grafik yang menunjukkan penggunaan bukti kuantitatif (Facione, 1990: 10).

2.1.1.8 Kemampuan Meregulasi Diri

(43)

24 terhadap masalah-masalah yang kontroversial untuk mengetahui apakah posisi yang dipegangnya itu mengandung bias pribadi atau interest pribadi. Selanjutnya, menilai apakah ada kekeliruan dalam cara berpikir sendiri, menilai kembali data-data yang digunakan apakah ada yang terlalu ditonjolkan sehingga berat sebelah dan tidak imbang, menguji kembali apakah fakta, opini, atau asumsi yang digunakan untuk mendukung sudut pandang tertentu sungguh dapat diterima. Menilai kembali proses penalaran yang digunakan untuk mengambil kesimpulan, merefleksikan cara berpikirnya sendiri, memverfikasi hasil, aplikasi, dan pelaksanaan kegiatan berpikir, membuat penilaian diri yang objektif terhadap gagasan sendiri. Melihat apakah ada ketimpangan-ketimpangan berpikir yang berasal dari prasangka, stereotip, atau emosi yang tidak rasional, menilai motivasi, nilai, sikap, atau minat apakah objektif, hormat pada kebenaran, dan rasional.

Sub-kemampuan yang kedua yaitu koreksi diri misalnya berani mengoreksi kelemahan-kelemahan metodologi atau data-data yang digunakan, merencanakan prosedur yang masuk akal untuk mengoreksi kesalahan-kesalahan, memastikan apakah koreksi-koreksi tersebut dapat mengubah posisi yang dipegang sebelumnya (Facione, 1990: 10-11).

2.1.1.9 Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran pada penelitian ini diambil dari tema 2 yaitu “Udara Bersih bagi Kesehatan” dengan subtema 1 “Cara Tubuh Mengolah Udara Bersih” pada kelas V SD. Penelitian ini berdasarkan kompetensi dasar dalam subtema 1 pada kelas V, yaitu 3.2 menjelaskan organ pernapasan dan fungsinya pada hewan dan manusia, serta cara memelihara kesehatan organ pernapasan manusia.

(44)

25 Pernapasan adalah pertukaran gas antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Selain manusia, hewan juga melakukan proses pernapasan. Hewan memiliki alat-alat pernapasan yang berbeda-beda, karena hal ini disesuaikan dengan tempat hidup hewan tersebut. Penjelasan mengenai alat dan sistem pernapasan hewan adalah sebagai berikut: (1) mamalia, sistem pernapasan mamalia darat terdiri atas hidung, pangkal tenggorok, batang tenggorok, dan paru-paru, sedangkan untuk mamalia air hidungnya dilengkapi katup; (2) burung, sistem pernapasannya terdiri dari lubang hidung, tenggorok, paru-paru, serta pundi- pundi udara (kantong udara); (3) reptil, sistem pernapasannya mulai dari udara masuk melalui hidung, lalu ke batang tenggorokan, dan menuju ke paru-paru; (4) amphibi, seperti katak dewasa memiliki alat pernapasan berupa paru-paru dan permukaan kulit; (5) ikan, hewan ini mengambil oksigen yang berada di lingkungannya (air) dengan menggunakan sistem insang; (6) cacing, hewan ini bernapas menggunakan seluruh permukaan kulitnya yang kemudian masuk ke dalam tubuh dan menyatu dengan darah; (7) serangga, seperti belalang, lebah, capung, dan jangkrik bernapas menggunakan trakea (Maryanto & Purwanto, 2009: 7-10).

2.1.2 Hasil Penelitian yang Relevan

2.1.2.1 Penelitian-penelitian Mengenai STAD

Wahyuni, Wiyasa, dan Putra (2014) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPS antara siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis interaksi sosial dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD Gugus 4 Widyasmara Klungkung tahun ajaran 2013/2014. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu yang dilaksanakan dengan pemberian pretest,

treatment, dan posttest. Rancangan penelitian yang digunakan adalah

(45)

26 Berdasarkan hasil analisis uji-t diperoleh thitung = 2,54 > ttabel = 1,98 dengan dk =

63 dan taraf signifikan 5%. Nilai rata-rata kelas eksperimen yang dibelajarkan melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis interaksi sosial lebih dari kelas kontrol yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional yaitu 80,09 > 68,69. Dari hasil uji-t menunjukkan bahwa thitung > ttabel maka H0 ditolak dan Hi

diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis interaksi sosial terhadap hasil belajar IPS siswa kelas V Gugus 4 Widyasmara Klungkung tahun ajaran 2013/2014.

Astrawan, Wayan, Marhaeni, dan Arnyana (2013) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan motivasi belajar dan hasil belajar siswa kelas V SD Gugus I kecamatan Buleleng dalam mata pelajaran IPA antara siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Penelitian ini adalah eksperimen semu dengan rancangan posttest only control group design dan jumlah sampel sebanyak 60 siswa. Data motivasi belajar dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan data hasil belajar dikumpulkan menggunakan tes objektif tipe pilihan ganda. Analisis data menggunakan manova. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama, terdapat perbedaan motivasi belajar yang signifikan antara siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional (F=16,857, sig=0,000; p<0,05). Kedua, terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional (F= 3,850, sig=0,027; p<0,05). Ketiga, secara simultan terdapat perbedaan motivasi belajar dan hasil belajar IPA yang signifikan antara siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional (F=7,757, sig=0,000; p<0,05).

(46)

27 eksperimen sedangkan metode pengajaran tradisional digunakan untuk kelompok kontrol. Penelitian ini menggunakan quasi-experimental design. Nilai rata-rata

pretest adalah dasar dalam menentukan skema pengetahuan awal peserta. Setelah

melakukan topik yang dipilih menggunakan STAD, siswa diberi posttest. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa dengan model pembelajaran STAD telah memperkaya prestasi akademik dalam kursus keterampilan komunikasi Inggris 2. Hasil pada nilai rata-rata posttest menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan terhadap kinerja akademis kelompok eksperimen di mana STAD telah diperkenalkan. Nilai mean posttest menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kinerja akademis eksperimental dan kelompok kontrol dengan nilai p-.000 pada tingkat signifikansi 0,05. Dengan demikian, siswa yang menggunakan model pembelajaran STAD lebih baik daripada siswa yang diajar dengan metode pengajaran tradisional.

2.1.2.2 Penelitian-penelitian Mengenai Berpikir Kritis

Rodiyana (2015) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh strategi pembelajaran inkuiri terhadap kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa dalam pembelajaran IPS di kelas IV Sekolah Dasar. Penelitian ini merupakan kuasi eksperimen dengan menggunakan rancangan pretest-posttest

non-equivalent group design. Kelas eksperimen diberi perlakuan pembelajaran

menggunakan strategi pembelajaran inkuiri, sedangkan kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional. Penelitian ini menggunakan sampel siswa kelas IVA dan siswa kelas IVB SDN Cijati Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka tahun ajaran 2012/2013. Pemilihan kelas eksperimen yaitu di kelas IVA sebanyak 31 siswa dan kelas kontrol yaitu di kelas IVB sebanyak 31 siswa. Instrumen penelitian meliputi lembar observasi pelaksanaan proses pembelajaran, tes tulis, serta dokumentasi. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai thitung sebesar

3,96 dan ttabel = 2,66 pada taraf signifikan 1%. Ini berarti nilai thitung berada diluar

ketentuan ttabel < thitung,maka hal ini menunjukan terdapat perbedaan yang signifikan

Gambar

Gambar 2.2 Desain Zona Perkembangan Proksimal
Tabel 2.1 Kemampuan Berpikir Kritis Facione
Gambar 2.3 Literature Map
Gambar 3.2 Desain Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah IPR diperoleh, untuk pemanfaatan ruang yang peruntukannya hunian perumahan lebih dari 3 (tiga) bangunan, komersial, jasa, perkantoran, pendidikan, industri,

Pada saat pengguna melakukan verifikasi pada alat sidik jari, maka mesin sidik jari tersebut akan memeriksa apakah sidik jari yang baru saja discan cocok dengan salah satu sidik

Penelitian mengenai komposisi proksimat, asam lemak, dan jaringan baby fish ikan nila berdasarkan perbedaan umur panen masih belum ada, sehingga perlu dilakukan

Pada Mega Electronik Store, pengolahan data dalam hal pemesanan barang electronik masih dilakukan secara manual, dalam penulisan ilmiah ini akan dibahas tentang pembuatan

mahabbatullah ini, antara lain: konsep cinta ilahi muncul dalam kehidupan Rabi’ah lebih disebabkan pada faktor intern, yaitu karena kerasnya hidup yang ia lalui, sedangkan

Di Indonesia sendiri baru setelah terjadi bencana yang besar, seper tsunami Aceh tahun 2004, melakukan kerja-sama yang gencar antar-pemerintah dalam dan luar negeri

1. Menjelaskan pengertian salat jamak 2. Menyebutkan macam-macam salat jamak 3. Mengidentifikasi syarat salat jamak 4. Menjelaskan tata cara salat jamak 5. Menjelaskan pengertian

[r]