• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III ISSN: X Yogyakarta, 3 November 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III ISSN: X Yogyakarta, 3 November 2012"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III ISSN: 1979-911X Yogyakarta, 3 November 2012

B-162

PERBANDINGAN PENGGUNAAN ENERGI ALTERNATIF BAHAN BAKAR SERABUT (FIBER) DAN CANGKANG KELAPA SAWIT TERHADAP BAHAN

BAKAR BATUBARA DAN SOLAR PADA PEMBANGKIT LISTRIK Syafriuddin1, Rio Hanesya2

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Industri, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta dien@akprind.ac.id

ABSTRAK

Pada pusat listrik tenaga uap, bahan bakar merupakan bagian penting dari perangkat proses pembangkitan listrik. Selain solar, batubara juga menjadi pilihan sebagai bahan bakar pembangkit. Dan jika melihat semakin pesatnya perkembangan perkebunan kelapa sawit, dimana pada tahun 2012 mencapai 8.174.162 ha. Limbah dari pengolahan kelapa sawit diantaranya adalah serabut (fiber) dan cangkang yang dapat digunakan sebagai alternatif bahan bakar pada pembangkit listrik. Hasil pengujian kalori bahan bakar batubara = 6543,5030 kal/gr. Solar = 10935,378 kal/gr, serabut (fiber) = 6231,2293 kal/gr, cangkang 6877,3256 kal/gr. Dari pengujian yang dilakukan adalah analisa kualitas bahan bakar yang dibutuhkan untuk daya 10 MW, biaya yang dibutuhkan, dan dampak lingkungan dari bahan bakar.

Kata kunci: Batubara, minyak bumi, serabut (fibre) kelapa sawit, cangkang kelapa sawit, PLTU

PENDAHULUAN

Mengingat semakin meningkatnya kebutuhan listrik maka semakin meningkat pula kebutuhan bahan bakar untuk mengoperasikan pusat listrik tenaga uap. Batubara yang digunakan untuk bahan bakar pusat listrik tenaga uap, namun batubara sekarang dinilai masih efektif untuk bahan bakar pusat listrik tenaga uap (PLTU) karena batubara memiliki nilai kalori yang cukup baik untuk memanaskan boiler, dan jika melihat kondisi pertanian dan perkebunan saat ini dimana kelapa sawit merupakan salah satu pilihan terbanyak yang digunakan petani dan perusahaan perkebuhan di Indonesia, hasil dari pengolahan kelapa sawit terdapat limbah, limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan kelapa sawit menjadi minyak adalah limbah cair dan padat. Limbah padat terdiri dari tandan kosong kelapa sawit (TKKS), serabut (fiber) kelapa sawit yaitu ampas dari buah kelapa sawit. Serabut (fiber) tersebut digunakan sebagai bahan bakar pada boiler untuk merebus dengan cara menguapkan kelapa sawit sebelum mencapai proses pengolahan.

Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batubara mempunyai reputasi baik karena mampu memproduksi listrik dengan biaya paling murah dibandingkan sistem pembangkit listrik lainnya. Biaya operasi PLTU batubara kurang lebih 30% lebih rendah dibandingkan sistem pembangkit listrik yang lain. Namun sisi lain, PLTU batubara juga mempunyai reputasi buruk karena merupakan sumber pencemar utama terhadap atmosfer kita, senyawa-senyawa seperti SOx dan NOx yang berbentuk gas dengan bebasnya naik melewati cerobong dan terlepas ke udara bebas. Kedua gas tersebut dapat bereaksi dengan uap air yang ada di udara sehingga membentuk H2SO4 (asam sulfat) dan HNO3 (asam nitrat). Keduanya dapat jatuh bersama-sama air hujan sehingga mengakibatkan terjadinya hujan asam. Berbagai kerusakan lingkungan serta gangguan terhadap kesehatan dapat muncul karena terjadinya hujan asam tersebut (Mukhlis Akhadi, 2000).

Pemakaian batubara pada tahun 1995 tercatat bahwa untuk menghasilkan energi listrik sebsar 17,3 TWh dibutuhkan batubara sebanyak 7,5 juta ton. Dan pada tahun 2005 pemakaian batubara diperkirakan mencapai 45,2 juta ton dengan energi listrik yang dihasilkan mencapai 104 Twh. (Majalah Elektro Indonesia, 2001).

Energi listrik yang dapat dibangkitkan dengan bahan bakar serabut (fiber) dan cangkang dapat diilustrasikan sebagai berikut. Untuk sebuah PKS dengan kapasitas 100 ribu ton tandan buah sawit (TBS) per tahun akan dihasilkan sekitar 6 ribu ton cangkang dan 12 ribu ton serabut (fiber). Dengan asumsi bahwa efisiensi pembangkitan sekitar 25%, akan diperoleh energi listrik sebesar 7,2 – 8,4

(2)

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III ISSN: 1979-911X Yogyakarta, 3 November 2012

B-163

GW/h untuk cangkang dan 9,2 – 15,9 GW/h untuk serabut (fiber). (Eko. A, 2010 : diolah dari Sukimin, 2007, Isroi dan Mahajoeno, 2007, Goenadi, 2006, dan Sydgas, 1998).

Secara sederhana bagaimana siklus PLTU itu bisa dilihat ketika proses memasak air. Mula-mula air ditampung dalam tempat memasak dan kemudian diberi panas dari sumbu api yang menyala dibawahnya.. Karena pembakaran terus berlanjut maka air yang dimasak melampaui titik didihnya sampai timbul uap panas. Uap ini lah yang digunakan untuk memutar turbin dan generator yang nantinya akan menghasilkan energi listrik. Secara sederhana, siklus PLTU nampak pada Gambar 1.

Gambar 1. Siklus PLTU

Batubara sebagai bahan bakar merupakan bahan bakar fosil yang berasal tumbuh-tumbuhan yang memfosil, mutu batubara dapat dibagi menjadi batubara kalori rendah (< 5100 kkal/kg), batubara kalori menengah (5100 – 6100 kkal/kg), batubara kalori sangat tinggi (>7100 kkal/kg) (Komaruddin, S.Si, 2011).

Solar sebagai bahan bakar yang berasal dari minyak bumi yang diproses di tempat pengilangan minyak dan dipisah-pisahkan hasilnya berdasarkan titik didihnya sehingga menghasilkan berbagai macam bahan bakar. Salah satu hasil pengolahan dari minyak bumi adalah minyak solar atau

high speed diesel (HSD) merupakan bahan bakar minyak hasil penyulingan dari minyak bumi, bahan

bakar solar berwarna kuning coklat yang jernih.

Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak sawit. Industri pengolahan kelapa sawit di Indonesia terus mengalami peningkatan. Kelapa sawit saat ini telah menjadi pionir dalam dunia pertanian di Indonesia, hal itu dikarenakan telah terjadinya peningkatan harga TBS yang luar biasa, berikut adalah kuantitas limbah yang dihasilkan dari pengolahan kelapa sawit.

Serabut (Fiber) kelapa sawit sebagai alternatif bahan bakar merupakan salah satu limbah padat yang dihasilkan dari pabrik minyak sawit yakni ampas serabut (fiber) yang diproduksi dari stasiun

Fiber Cyclone setelah melewati proses ekstraksi melalui unit screw press. Komposisi kimia dan bahan

organik yang terkandung dalam ampas serabut disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Serabut (fiber) kelapa sawit

Komposisi Persentase (%) Komposisi Persentase (%)

Karbohidrat 38,80 P2O5 2,80

Glucan 21,90 K2O 9,80

Xylan 15,30 MgO 3,80

Arabinan 1,60 CaO 7,20

Lignin 23,40 SiO2 62,20

Ekstrak Benena 11,20 Al2O2 4,50

Ekstraksi air panas 10,90 Fe2O3 3,90

Kalor bakar bebas air (kkal/kg) 4,586 Na2O 0,80

Abu (500°C) 5,10 SO3 2,80 Nitrogen 0,61 CO2 2,20

2

.

P

e

n

g

o

l

o

n

g

a

2

.

P

e

n

g

o

l

o

n

g

a

(3)

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III ISSN: 1979-911X Yogyakarta, 3 November 2012

B-164

Cangkang kalapa sawit sebagai alternatif bahan bakar, Cangkang sawit merupakan bagian paling keras pada komponen yang terdapat pada kelapa sawit. Saat ini pemanfaatan cangkang sawit di berbagai industri pengolahan minyak CPO belum begitu maksimal.

Cangkang sawit memiliki banyak kegunaan serta manfaat bagi industri, usaha dan rumah tangga. Beberapa diantaranya adalah produk bernilai ekonomis tinggi, yaitu karbon aktif, asap cair, fenol, briket arang, dan tepung tempurung. Secara garis besar, cangkang sawit yang sering dibicarakan orang, memiliki kegunaan sebagai berikut:

a) Sebagai bahan baku arang (sawit) atau charcoal. b) Sebagai bahan bakar untuk boiler.

c) Bahan campuran untuk makanan ternak.

d) Cangkang sawit dipakai sebagai pengeras jalan/pengganti aspal, khususnya di perkebunan sawit. Pabrik pengolahan kelapa sawit memanfaatkan ampas serabut (fiber) dan cangkang sebagai bahan bakar pada stasiun boiler yang menghasilkan uap untuk pembangkit tenaga listrik yang menggerakkan mesin-mesin pabrik dan untuk proses pengolahan minyak dan kernel.

Kalor adalah suatu bentuk energi yang diterima oleh suatu benda yang menyebabkan benda tersebut berubah suhu atau wujud bentuknya. Kalor berbeda dengan suhu, karena suhu adalah ukuran dalam satuan derajat panas. Untuk menghitung kadar kalori yang dihasilkan dari sebuah zat menggunakan rumus sebagai berikut :

Q = m.c.(t2 – t1) (1)

Dengan :

Q = Kalor yang dibutuhkan (J) m = Massa benda (kg)

c = Kalor jenis (J/kgC) (t2-t1) = Perubahan suhu (C)

METODE

Pengujian fixed carbon dilakukan karena fixed carbon dan jumlah zat terbang digunakan sebagai perhitungan untuk menilai kualitas bahan bakar, yaitu berupa nilai fuel ratio.

Sebelum dilakukan pengujian kalor, bahan/sampel ditimbang beratnya untuk meratakan skala bahan/sampel yang akan diuji. Berat dari bahan/sampel yang akan diuji adalah 1 gram. Kemudian dilakukan pengujian kalor dengan prosedur kerja yang sesuai dengan kalorimeter bom.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Reaktor Pemanas

Suhu yang digunakan pada reaktor pemanas mencapai 500°C, sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai hasil karbonisasi tergantung pada bahan yang akan dikarbonisasi. 2. Kalorimeter

Kalorimeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur jumlah kalor yang terlibat dalam suatu perubahan atau reaksi kimia. Kalorimeter yang digunakan dalam penelitian ini adalah kalorimeter bom, yaitu alat yang digunakan untuk mengukur jumlah kalor (nilai kalori) yang dibebaskan pada pembakaran sempurna (dalam O2 berlebih) suatu senyawa

Bahan Yang Dipergunakan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah : 1. Batubara

2. Solar

3. Serabut (fiber) kelapa sawit 4. Cangkang kelapa sawit

(4)

B-165 PEMBAHASAN

Analisa yang dilakukan adalah analisa perbandingan efektifitas yang meliputi kuantitas bahan bakar untuk pembangkit listrik, biaya yang diperlukan untuk memenuhi kuantitas bahan bakar dan analisa perbandingan dampak lingkungan yang ditimbulkan dari masing – masing bahan bakar.

Data hasil pengujian yang ada merupakan data hasil pengujian masing – masing bahan bakar yang diuji dengan metode pengambilan data dua pengujian yang baik.

Tabel 4 data hasil pengujian.

No Bahan Kadar Air (%) Kadar Abu (%) Kadar Volatil (%) Kadar karbon terlihat (%) Nilai kalor (kal/gr) 1 Batubara 4,8953 4,6471 8,5468 8,9906 42,3368 41,4848 44,2211 44,8775 5718,0090 5520,3218 2 Arang Batubara 1,2927 1,5046 12,8145 13,6428 29,6435 28,8602 56,2483 55,9924 6519,0810 6567,9250 3 Serabut Kelapa Sawit 25,5606 25,0929 4,9447 4,7311 52,1513 51,8713 17,3434 18,3005 3787,5151 3831,8852 4 Ar ang Serabut Kelapa Sawit 1,4387 1,6979 12,2499 11,7008 16,1857 15,7813 70,1257 70,8199 6262,7086 6199,7500 5 Cangkang Kelapa Sawit 22,1526 21,3967 3,3523 3,6806 53,0919 53,6306 21,4023 21,2921 5130,1286 5095,0079 6 Arang Cangkang Kelapa Sawit 1,0083 0,9813 6,6058 7,1506 15,5319 15,5319 77,2097 76,3362 6906,9961 6847,6552 7 Solar - - - - 10832,6860 11038,0700

Sedangkan data yang digunakan untuk analisa dari Tabel 3 adalah data dari rata – rata dua data hasil pengujian, yang terlihat pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5 Data hasil pengujian

No Bahan Kadar Air (%) Kadar Abu (%) Kadar Volatil (%) Kadar karbon terlihat (%) Nilai kalor (kal/gr) 1 Batubara 4,77 8,768 41,91 44,54 5619,16 2 Arang Batubara 1,39 13,22 29,25 56,12 6543,50 3 Serabut Kelapa Sawit 25,32 4,837 52,01 17,82 3809,70 4 Arang Serabut Kelapa Sawit 1,56 11,97 15,98 70,47 6231,22 5 Cangkang Kelapa Sawit 21,77 3,516 53,36 21,34 5112,56 6 Arang Cangkang Kelapa Sawit 0,994 6,878 15,53 76,77 6877,32 7 Solar - - - 10935,3

(5)

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III ISSN: 1979-911X Yogyakarta, 3 November 2012

B-166

Solar atau high speed diesel (HSD) tidak dilakukan pengujian kadar air, kadar abu, kadar volati dan kadar karbon (fixed carbon), karena solar merupakan bahan cair yang tidak memiliki unsur – unsur tersebut. Pengujian dilakukan dengan dua tahap, yaitu pengujian bahan/sampel mentah (sebelum karbonisasi) dan pengujian bahan/sampel arang (setelah karbonisasi), pada Tebel 4 terlihat bahwa nilai kalor yang dihasilkan setelah karbonisasi lebih tinggi mencapai 14 – 65 %. Sedangkan perbandingan nilai kalor yang dihasilkan sebelum dan setelah karbonisasi terlihat pada Grafik 1 berikut :

Gambar 4. Grafik Perbandingan nilai kalor bahan/sampel sebelum dan setelah karbonisasi

Analisa data terhadap pusat listrik tenaga uap (PLTU)

Analisa yang akan dilakukan adalah analisa data bahan uji/sampel yang telah dilakukan proses karbonisasi, karena bahan uji/sampel yang telah melalui proses karbonisasi menghasilkan nilai kalor yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil nilai kalor sebelum melalui proses karbonisasi bahan uji/sampel. Berikut adalah konversi satuan energi yang ditemukan oleh James Prescott Joule (1914).

1 kalori = 4,2 joule 1 joule = 0,24 kalori 1 joule = 1 watt sekon

1 kWh = 3.600.000 joule

2

A.Analisa arang batubara terhadap PLTU

Dalam analisa ini diasumsikan bahwa generator PLTU menghasilkan daya sebesar 10MWh. Sesuai dengan parameter konversi satuan energi yang menyatakan 1 MWh = 3.600.000 kilojoule, sehingga 10MWh = 36.000.000 kilojoule.

Hasil pengujian nilai kalor arang batubara sebesar 6543,5030 kal/gr. Apabila nilai kalor tersebut dikonversikan, maka akan menghasilkan nilai sebagai berikut :

6543,5030 kal/gr = 6543,5030 kkal/kg

1 kal = 4,2 J

1 kkal = 4,2 kJ

(6)

B-167

Dengan asumsi daya generator 10MWh = 36.000.000 kJ, maka kuantitas arang batubara didapatkan sebesar :

Sehingga kuantitas arang batubara yang dibutuhkan PLTU dengan daya sebesar 10 MWh adalah 1309,914 kg (1,3 ton).

B. Analisa arang serabut (fiber) kelapa sawit terhadap PLTU

Dengan asumsi daya yang sama yaitu sebesar 10 MWh, Analisa berikut ini adalah analisa arang serabut (fiber) kelapa sawit terhadap PLTU. Hasil pengujian nilai kalor arang serabut (fiber) kelapa sawit sebesar 6231,2293 kal/gr. Apabila nilai kalor tersebut dikonversikan, maka akan menghasilkan nilai sebagai berikut :

6231,2293 kal/gr = 6231,2293 kkal/kg

1 kal = 4,2 J

1 kkal = 4,2 kJ

6231,2293 kkal/kg = 26171,16306 kJ/kg

Dengan asumsi daya 10MWh = 36.000.000 kJ, maka kuantitas arang serabut (fiber) kelapa sawit didapatkan sebesar :

Sehingga kuantitas arang serabut (fiber) yang dibutuhkan untuk menghasilkan daya sebesar 10 MWh adalah 1375,559 kg (1,4 ton

C. Analisa arang cangkangkelapa sawit terhadap PLTU

Dengan asumsi daya yang sama yaitu sebesar 10 MWh, Analisa berikut ini adalah analisa cangkang kelapa sawit terhadap PLTU. Hasil pengujian nilai kalor arang cangkang kelapa sawit sebesar 6877,3256 kal/gr. Apabila nilai kalor tersebut dikonversikan, maka akan menghasilkan nilai sebagai berikut :

6877,3256 kal/gr = 6877,3256 kkal/kg

1 kal = 4,2 J

1 kkal = 4,2 kJ

6877,3256 kkal/kg = 28884,76752 kJ/kg

Dengan asumsi daya 10 MWh = 36.000.000 kJ, maka kuantitas arang cangkang kelapa sawit didapatkan sebesar :

Sehingga kuantitas arang cangkang kelapa sawit yang dibutuhkan PLTU dengan daya sebesar 10 MWh adalah 1246,331 kg (1,2 ton).

D.Analisa solar terhadap PLTU

Dengan asumsi daya yang sama yaitu sebesar 10 MWh, Analisa berikut ini adalah analisa solar terhadap PLTU . Hasil pengujian nilai kalor solar sebesar 10935,3780 kal/gr. Apabila nilai kalor tersebut dikonversikan, maka akan menghasilkan nilai sebagai berikut :

(7)

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III ISSN: 1979-911X Yogyakarta, 3 November 2012 B-168 10935,3780 kal/gr = 10935,3780 kkal/kg 1 kal = 4,2 J 1 kkal = 4,2 kJ 10832,6860 kkal/kg = 45928,5876 kJ/kg

Dengan asumsi daya generator 10MWh = 36.000.000 kJ, maka kuantitas arang serabut (fiber) kelapa sawit didapatkan sebesar :

Sehingga kuantitas solar yang dibutuhkan PLTU dengan daya sebesar 10 MWh adalah 783,825kg atau setara dengan 642,736 liter, yang sesuai dengan konversi sebagai berikut :

Masa jenis solar adalah 0,82 g/m³ = 820 kg/cm³

1 liter = 1000 cm³

1 cm³ = 1 cc

1 cc = 0,001 liter

Jika masa jenis solar adalah 820 kg/cm³, maka menjadi 0,82 kg/liter Jadi 1 kg = 0,82 liter

E. Analisa Biaya Bahan Bakar Pembangkitan Listrik 1. Analisa biaya bahan bakar batubara

Sesuai dengan kondisi pasar penjualan batubara dari distributor, harga batu bara acuan (HBA) Indonesia pada Februari 2012 adalah U$111,58 /ton (Indonesia Finance, 2012). Jadi apabila pada analisa kuantitas batubara untuk menghasilkan daya sebesar 10MWh adalah 1,3 ton, maka kalkulasi biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan batubara sebagai bahan bakar sebesar U$145,054 atau setara dengan Rp1.334.496,8 (1U$ = Rp9200).

2. Analisa biaya bahan bakar serabut (fiber) kelapa sawit

Penentuan harga pada analisa ini adalah harga jual serabut (fiber) yang digunakan pabrik kelapa sawit untuk distributor. Harga serabut (fiber) dari pabrik adalah Rp450/kg, jadi apabila kuantitas serabut (fiber)kelapa sawit untuk menghasilkan daya sebesar 10 MWh adalah 1,4 ton maka biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan serabut (fiber) kelapa sawit sebagai bahan bakar sebesar Rp 630.000,-.

3. Analisa biaya bahan bakar cangkang kelapa sawit

Harga pasar dari cangkang kelapa sawit dari distributor adalah Rp 635/kg (CV Karunia Abadi, 2012).jadi apabila analisa kuantitas cangkang kelapa sawit untuk menghasilkan daya sebesar 10 MWh adalah 1,2 ton, maka kalkulasi biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan cangkang kelapa sawit sebagai bahan bakar sebesar Rp762.000,-.

4. Analisa biaya bahan bakar solar

Solar yang digunakan merupakan solar yang diproduksi PT.Pertamina dengan harga Rp4500/liter. Jadi apabila analisa kuantitas solar untuk menghasilkan daya sebesar 10 MWh adalah 642,736 liter, maka kalkulasi biaya yangdibuthkan untuk pengadaan solar sebagai bahan bakar sebesar Rp 2.892.312,-

(8)

B-169 KESIMPULAN

Dari penilitian dan analisa yang dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan diantaranya : 1. Limbah padat kelapa sawit (serabut fiber) kelapa sawit dan cangkang kelapa sawit yang

dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler pada pabrik pengolahan kelapa sawit dapat manfaatkan juga sebagai bahan bahar pusat listrik tenaga uap (PLTU).

2. Dari pengujian yang dilakukan terbukti bahwa nilai kalor yang dihasilkan dari bahan uji/sampel setelah karbonisasi lebih besar dari pada sebelum karbonisasi, peningkatannya mencapai 14% pada batubara, 65% pada (serabut fiber) kelapa sawit dan 34% pada cangkang kelapa sawit. 3. Analisa pengujian bahan/sampel yang diaplikasikan pada pusat listrik tenaga uap (PLTU)

dengan asumsi daya yang dihasilkan 10 MWh menujukkan bahwa yang memiliki efektifitas tinggi yang pertama adalah solar (791,256 kg atau setara dengan 648,82 liter), yang kedua adalah cangkang kelapa sawit (1,2 ton), yang ketiga adalah batubara (1,3 ton) dan yang keempat adalah serabut (fiber) kelapa sawit (1,4 ton).

4. Analisa biaya yang dibutuhkan dari masing – masing bahan bakar dengan asumsi daya yang dihasilkan 10 MWh pada PLTU menunjukkan bahwa solar memerlukan biaya yang paling tinggi yaitu Rp2.919.690, kemudian batubara memerlukan biaya Rp1.334.496,8 (1U$ = Rp9200), untuk serabut (fiber) kelapa sawit memerlukan biaya RP630.00 dan untuk cangkang kelapa sawit memerlukan biaya RP762.000.

5. Cangkang dan serabut (fiber) kelapa sawit sangat efektif untuk bahan bakar alternatif pada PLTU, karena biaya yang murah, dampak lingkungan yang cukup kecil jika dibandingkan dengan batubara, dalam ketersediaannya kelapa sawit cukup memenuhi karena jumlah perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2012 yang lebih dari 8 juta ha.

DAFTAR PUSTAKA

Andi,R., 2009, Industri Kelapa Sawit termuat di: http://wwwpabriksawitcom.blogspot.com, 16 Januari 2012

Asmudi., 2010, Analisa Unjuk Kerja Boiler Terhadap Penurunan Daya Pada PLTU PT. indonesia power ubp perak, termuat di: http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-9765-Paper.pdf, 2010

Diyan eko wibowo, 2007., analisa kandungan nilai bakar pada bahan bakar limbah padat kelapa

sawit (fiber, shell, dan campuran keduanya, thesis, universitas muhammadiyah malang)

Eko,A.,2010, Dampak Penggunaan Energi Batubara (Pltu) termuat di:

http://rapel2007.blogspot.com/2010/01/dampak-penggunaan-energi-batubara-pltu.html, 29 Januari 2008.

Fauzi, dkk, 2000., kelapa sawit budidaya pemanfaatan dan limbah analisis usaha dan pemasaran edisi revisi, penebar swadaya, jakarta

Kadir, A., 2010, Energi,Sumberdaya, Inovasi, Tenaga Listrik Dan Potensi Ekonomi Edisi Ketiga, UI-PRESS, Jakarta

Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003., manajemen agribisnis kelapa sawit, Gadjah Mada Press Yogyakarta

Mukhlis Akhadi, 2000, listrik murah atau bersih, majalah Elektro Indonesia, no.34 tahun VI,

Putra, H.S., 2009, Siklus PLTU termuat di: http://tapakpakulangit.wordpress.com, 23 Januari 2012

(9)

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III ISSN: 1979-911X Yogyakarta, 3 November 2012

B-170

Ratna., 2010, Proses Pembentukan Minyak Bumi, diakses dari http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-smk/kelas_xi/proses-pembentukan-minyak-bumi/, 14 April 2012 Suhendra., 2010, Pemanfaatan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Sebagai Pembangkit Listrik Pemanfaatan

Limbah Pabrik Kelapa Sawit Sebagai Pembangkit Listrik diakses dari

http://www.dedysuhendramarpaung.blogspot.com/2009/04/pemanfaatan-limbah-pabrik-kelapa-sawit, 28 April 2009.

Setyamidjaja, 1991., bertanam kelapa, kanisius.,yogyakarta

s

urya Hardhiyana Putra., 2009, Siklus PLTU termuat di: http://tapakpakulangit.wordpress, 23 Januari 2012

Surya Hardhiyana Putra., Energy indonesia http://reneweble,. wordpress .com diakses maret 2012) Sukandarrumidi., 1995., batubara dan gambut FT UGM. Gajah Mada University Presss.

Sukandarrumidi., 2009., batubara dan pemanfaatannya, gadjah mada press. Gajah Mada University Presss

Gambar

Gambar 1. Siklus PLTU
Tabel 5 Data hasil pengujian
Gambar 4. Grafik  Perbandingan nilai kalor bahan/sampel   sebelum dan setelah karbonisasi

Referensi

Dokumen terkait

Kredit usaha mikro merupakan kredit modal kerja dan investasi yang diberikan oleh bank, bukan bank atau Lembaga Keuangan Pelaksana (LKP) kepada usaha mikro guna pembiayaan usaha

Berdasarkan masalah yang telah dijelaskan disebelumnya, maka dibutuhkan sebuah sistem informasi manajemen tesis pada Program Studi Magister Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu

Panas yang besar juga dihasilkan akibat loncatan aliran arus listrik dari ujung elektroda ke base metal, gap udara ini menimbulkan hambatan yang besar bagi

Sehingga, variabel lama penggunaan kateter merupakan variabel yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap kejadian infeksi saluran kemih pada pasien dengan

bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 60 Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah juncto Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang

Berdasarkan uraian latar belakang, peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian dalam bentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan formulasi judul yaitu;

Semakin bertambahnya penumpang yang menggunakan @CommuterLine ternyata berbanding lurus dengan pertumbuhan akun – akun unofficial dari @CommuterLine di dunia twitter.

Dalam observasi partisipatif ini, peneliti terlibat dalam proses pembelajaran dan hasil yang didapat oleh orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai