• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Fatigue berasal dari kata fatigare yang berarti hilang atau lenyap (wastetime).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Fatigue berasal dari kata fatigare yang berarti hilang atau lenyap (wastetime)."

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelelahan Kerja 2.1.1 Definisi Kelelahan

Fatigue berasal dari kata “fatigare” yang berarti hilang atau lenyap ( waste-time). Secara umum dapat diartikan sebagai perubahan dari keadaan yang lebih kuat ke keadaan yang lebih lemah. Kelelahan merupakan kondisi yang ditandai dengan perasaan lelah dan penurunan kesiagaan serta berpengaruh terhadap produktivitas kerja (Grangjean, 1985 dalam Putri, 2008).

Kelelahan Adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan yang lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan Saraf terdapat sistim aktivasi (bersifat simpatis) dan inhibisi (bersifat parasimpatis). Istilah kelelahan biasanya menunjukan kondisi yang berbeda-beda pada setiap individu tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2010).

Kelelahan Adalah kondisi akut, yang dimulai dari rasa letih yang kemudian mengarah pada kelelahan mental ataupun fisik dan dapat menghalangi seorang untuk dapat melaksanakan fungsinya dalam batas-batas normal. Perasaan lelah ini lebih dari sekedar perasaan letih dan mengantuk, perasaan lelah ini terjadi ketika seseorang telah sampai kepada batas kondisi fisik atau mental yang dimilikinya (Australian Safety and Compentation Counsil, 2006).

(2)

Ditambahkan pula oleh Suma’mur, (2009) mengemukakan bahwa kelelahan sama halnya dengan lapar ataupun haus yaitu salah satu dari pilar-pilar penting mekanisme penyangga untuk melindungi berlangsungnya kehidupan. Dimana pada dasarnya Kata Lelah (Fatigue).

Kelelahan adalah berkurangnya kemampuan fisik dan mental sebagi akibat dari penggunaan berlebih pada fisik, mental atau emosional, yang juga dapat mengurangi hampir seluruh kemampuan fisik termasuk kekuatan, kecepatan, kecepatan reaksi, koordinasi dan pengambilan keputusan atau keseimbangan

Kelelahan kerja adalah suatu kondisi yang dihasilkan sebelum stres yang memperlemah fungsi dan performa, fungsi organ saling mempengaruhi yang akhirnya menggangu fungsi kepribadian, umumnya bersamaan dengan menurunnya kesiagaan kerja dan meningkatnya sensasi ketegangan (Cut, 2004)

Menurut Suma’mur (2009) kelelahan adalah reaksi fungsionil dari pusat kesadaran yaitu cortex cerebri yang dipengaruhi oleh 2(dua) sistem antagonistik yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi) tetapi semunya bermuara kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh.

Definisi kelelahan yang dikemukakan oleh banyak ahli sangat beragam, namun dapat disimpulkan bahwa kelelahan merupakan kondisi fisiolgis tubuh yang menunjukan penurunan daya kerja yang akhirnya dapat memengaruhi produktifitas.

(3)

2.1.2 Sistem Pengerak Kelelahan

(Suma’mur, 2009), menyatakan bahwa keadaan dan perasaan lelah adalah reaksi fungsional pusat kesadaran yaitu otak (cortex cerebri), yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonis yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi) Gambar 2.1. Sistem penghambat bekerja terhadap talamus (thalamus) yang mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecendrungan untuk tidur. Adapun sistem penggerak terdapat dalam formasio retikularis (formatio reticularis) yang dapat merangsang pusat-pusat vegetatif untuk konversi ergotropis dari organ-organ dalam tubuh kearah kegiatan bekerja, berkelahi, melarikan diri dan lain-lain.

Gambar 2.1 Sistem Penghambat dan Penggerak Aktifitas

Berdasarkan konsep tersebut, keadaan seseorang pada suatu saat sangat tergantung pada hasil kerja antara kedua sistem antagonis tersebut. Apabila sistem penghambat berada pada posisi lebih kuat daripada sistem penggerak, seseorang berada pada kondisi lelah. Sebaliknya, manakala sistem penggerak lebih kuat dari

(4)

sistem penghambat, maka seseorang berada dalam keadaan segar untuk aktif dalam kegiatan termasuk bekerja Gambar 2.2 (Suma’mur, 2009).

Gambar 2.2. A theoretical model to illustrate the neurophysiological mechanism

2.1.3 Faktor Penyebab Terjadinya Kelelahan

Menurut Suma’mur (1996), ada 2 faktor yang dapay mempengaruhi terjadinya kelelahan yaitu : faktor internal dan faktor eksternal

Secara umum faktor internal yang berasal dari dalam individu, terdiri dari 2 faktor yaitu: faktor somatis (fisik) seperti: kesehatan/ gizi/ pola makan, jenis kelamin, usia. Dan faktor psikis, seperti: pengetahuan, sikap/gaya hidup/pengelolaan stress.

Sedangkan yang termasuk faktor eksternal yang merupakan faktor yang berasal dari luar yaitu: faktor fisik, seperti: kebisingan, suhu, pencahayaan. Faktor kimia, seperti: zat beracun. Faktor biologis, seperti: bakteri jamur. Faktor ergonomic, serta faktor lingkungan kerja, seperti: kategori pekerjaan, sifat pekerjaan, disiplin perusahaan, gaji/ uang lembur (insentif), hubungan sosial, posisi kerja

Sleeping Sleepy Tired Relaxed Fresh Excited Alarmed High Low Activation by the activating system Inhibition and/or minimal activation

(5)

Grandjean (1991) dalam Tarwaka (2010) mengemukakan bahwa faktor penyebab terjadinya kelelahan di industri sangat berfariasi, dan untuk memelihara dan mempertahankan kesehatan dan efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan diluar tekanan (cancel out the stress). Dari sekian banyak jenis kelelahan, maka timbulnya rasa lelah dalam diri manusia merupakan proses yang terakumulasi dari berbagai faktor penyebab dan mendatangkan ketegangan (stress) yang dialami oleh tubuh manusia. Faktor-faktor penyebab kelelahan diilustrasikan pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Teori Kombinasi Pengaruh Penyebab Kelelahan dan Penyegaran (Recuperation)

Problem fisik : Tanggung jawab,

kekhawatiran Intensitas dan

lamanya kerja fisik dan mental Lingkungan : iklim, penerangan bising. Monotoni Kenyerian dan kondisi kesehatan Circardiant rhytem Tingkat kelelahan Pemulihan/ Penyegaran

(6)

2.1.4 Klasifikasi Kelelahan

Ada beberapa pendapat mengenai tipe kelelahan akibat kerja. Muchinsky (1987) dalam Putri (2008), menyatakan ada empat tipe kelelahan yakni:

1. Kelelahan otot (muscular fatigue), disebabkan oleh aktivitas yang membutuhkan tenaga fisik yang banyak dan berlangsung lama. Tipe ini berhubungan dengan perubahan biokimia tubuh dan dirasakan individu dalam bentuk sakit yang akut pada otot. Kelelahan ini dapat dikurangi dengan mendesain prosedur kerja baru yang melindungi individu dari pekerjaan yang terlalu berat, misalnya dengan mendesain ulang peralatan atau penemuan alat-alat baru serta melakukan sikap kerja yang lebih efisien.

2. Kelelahan mental (mental fatigue), berhubungan dengan aktivitas kerja yang monoton. Kelelahan ini dapat membuat individu kehilangan kendali akan pikiran dan perasaan, individu menjadi kurang ramah dalam berinteraksi dengan orang lain, pikiran dan perasaan yang seharusnya ditekan karena dapat menimbulkan konflik dengan individu lain menjadi lebih mudah diungkapkan. Kelelahan ini diatasi dengan mendesain ulang pekerjaan sehingga membuat karyawan lebih bersemangat dan tertantang untuk menyelesaikan pekerjaan.

3. Kelelahan emosional (emotional fatigue), dihasilkan dari stres yang hebat dan umumnya ditandai dengan kebosanan. Kelelahan ini berasal dari faktor-faktor luar di tempat kerja, perusahaan dapat mengatasi kelelahan ini dengan memberikan pelayanan konseling bagi karyawan agar kelelahan emosional

(7)

yang dirasakan karyawan dapat teratasi dan performansi kerja karyawan meningkat.

4. Kelelahan ketrampilan (skills fatigue), berhubungan dengan menurunnya perhatian pada tugas-tugas tertentu seperti tugas pilot atau pengontrol lalu lintas udara. Pada kelelahan tipe ini standar akurasi dan penampilan kerja menurun secara progresif. Penurunan ini diperkirakan menjadi penyebab utama terjadinya kecelakaan mobil dan pesawat terbang, sehingga karyawan harus selalu diawasi dan diupayakan agar terhindar dari kelelahan ini dengan pemberian waktu istirahat yang cukup

Menurut Schultz & Schultz (2001), ahli-ahli di bidang psikologi membagi kelelahan akibat kerja dalam dua tipe yakni kelelahan fisiologis yang disebabkan oleh kerja otot yang berlebihan dan kelelahan secara psikis, yang mirip dengan kebosanan. Kedua jenis kelelahan tersebut dapat menyebabkan penurunan penampilan kerja dan menyebabkan terjadinya kesalahan, kecelakaan dan ketidakhadiran.

Tarwaka, (2004) menyatakan bahwa kelelahan akibat kerja diklasifikasikan dalam dua jenis, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri pada otot. Sedangkan kelelahan umum biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan karena monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi.

(8)

Soetomo (1981) dalam Adiningsari (2009) mengklasifikasikan kelelahan berdasarkan faktor penyebabnya, diantaranya:

1. Kelelahan Fisik (physical/muscular fatigue)

Kelelahan fisik disebabkan oleh kelemahan pada otot. Suplai darah yang mencukupi dan aliran darah ke otot sangat penting, dikarenakan menentukan kemampuan metabolisme dan memungkinkan kontraksi otot tetap berjalan. Kontraksi otot yang kuat mengakibatkan tekanan pada otot dan dapat menghentikan aliran darah. Sehingga kontraksi maksimal hanya dapat berlangsung beberapa detik. Gangguan pada aliran darah dapat menyebabkan kelelahan otot yang berakibat otot tidak dapat berkontraksi, meskipun rangsangan syaraf motorik masih berjalan.

2. Kelelahan Psikologi

Kelelahan psikologi berkaitan dengan depresi, gugup, dan kondisi psikologi lainya. Kelelahan jenis ini diperburuk dengan adanya stress.

3. Kelelahan Mental (Mental Fatigue)

Kelelahan mental disebabkan karena faktor psikis. Pekerja memiliki persoalan kejiwaan yang belum terselesaikan dan menyebabkan stress psikis.

4. Kelelahan Keterampilan (Skill Fatigue)

Kelelahan ini terjadi karena adanya tugas-tugas yang memerlukan ketelitian dan penyelesaian permasalahan cukup sulit.

Silaban (1998), dalam Putri (2009) menerangkan mengenai jenis-jenis kelelahan bahwa klasifikasi atau jenis kelelahan terbagi 3 yaitu, proses dalam otot, waktu terjadi kelelahan, dan penyebabnya yaitu sebagai berik

(9)

1. Berdasarkan waktu kejadian a. Kelelahan akut

Kelelahan akut terjadi pada aktifitas tubuh terutama yang banyak menggunakan otot. Hal ini disebabkan karena suatu organ atau seluruh tubuh bekerja secara terus menerus dan berlebihan. Kelalahan dengan jenis ini dapat hilang dengan beristirahat cukup dan menghilangkan gangguan-gangguannya.

b. Kelelahan kronis

Kelelahan kronis sebenarnya adalah kelelahan akut yang bertumpuk-tumpuk. Hal ini disebabkan oleh adanya tugas terus-menerus tanpa penggaturan jarak tugas yang baik dan teratur. Menurut Grandjean dalam bukunya yang berjudul Fitting The Task to The Human kelelahan kronis berlangsung setiap hari dan berkepanjangan, dan bahkan telah terjadi sebelum memulai suatu pekerjaan. Kelelahan yang diperoleh dari tugas-tugas terdahulu belum hilang dan disusul lagi dengan tugas-tugas berikutnya. Kondisi ini terjadi secara berulang-ulang. Dengan beristirahat biasa belum bisa menghilangkan kelelahan jenis kronis ini. Pekerja yang mengalami kelelahan kronis ini sudah merasa lelah sebelum memulai pekerjaan, ketika bangun tidur perasaan lelah masih ada. Jika kondisi ini dibiarkan maka dapat membahayakan tugas yang sedang dilakukanya atau dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan kecelakaan.

(10)

2. Berdasarkan proses dalam otot a. Kelelahan otot

Kelahan otot yaitu menurunya kinerja setelah mengalami stress tertentu yang ditandai dengan menurunya kekuatan dan kelambatan gerak.

b. Kelelahan umum

Kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya keinginan untuk bekerja yang disebabkan oleh persyarafan ataupun psikis. Kelelahan umum ialah suatu perasaan yang menyebar dan disertai dengan penurunan kesiagaan dan kelambatan pada setiap aktivitas. Kelelahan umum pada dasarnya adalah gejala penyakit dan erat hubungannya dengan faktor psikologis seperti penurunan motivasi, dan kejenuhan yang mengakibatkan menurunya kapsitas kerja seseorang. Kelelahan umum dicirikan dengan menurunya perasaan ingin bekerja. Kelelahan umum disebut juga kelelahan fisik dan juga kelelahan syaraf.

3. Berdasarkan penyebabnya

a. Faktor fisik dan psikologi di tempat kerja.

b. Faktor fisiologis yaitu akumulasi dari substansi toksin (asam laktat) dalam darah dan faktor psikologis yaitu konflik yang menyebabkan stress emosional yang berkepanjangan.

c. Kelelahan fisik (kelelahan karena kerja fisik); kelelahan patologis (kelelahan yang ada hubunganya dengan penyakit); dan kelelahan psikologis yang diatandai dengan menurunya prestasi kerja, rasa lelah dan ada hubunganya dengan faktor psikososial.

(11)

2.1.5 Gejala Kelelahan

Suma’mur (2009), mengemukakan bahwa gejala atau perasaan atau tanda yang ada hubunganya dengan kelelahan adalah:

Tabel 2.1. Gejala Kelelahan Subjektf pada Pekerja Gejala Kelelahan Kerja

1. Perasaan berat dikepala 2. Menjadi lelah diseluruh badan 3. Kaki meras berat

4. Menguap

5. Merasa kacau pikiran 6. Mengantuk

7. Merasa berat pada mata

8. Kaku dan canggung dalam

gerakan

9. Tidak seimbang dalam berdiri 10. Mau berbaring

11. Merasa susah berfikir 12. Lelah bicara

13. Gugup

14. Tidak dapat berkonsentrasi

15. Tidak dapat memfokuskan perhatian terhadap sesuatu

16. Cendrung untuk lupa 17. Kurang kepercayaan diri 18. Cemas terhadap sesuatu 19. Tidak dapat mengontrol sikap

20. Tidak dapat tekun dalam

melakukan pekerjaan 21. Sakit kepala

22. Kekakuan dibahu

23. Merasa nyeri dipunggung 24. Merasa pernafasan tertekan 25. Merasa haus

26. Suara serak 27. Pusing

28. Spasme kelopak mata 29. Tremor pada anggota badan 30. Merasa kurang sehat.

(12)

Gejala perasaan atau tanda 1-10 menunjukan melemahnya kegiatan, 11-20 menunjukan melemahnya motivasi, dan 20-30 menunjukan kelelahan fisik sebagai akibat dari keadaan umum yang melelahkan (Suma’mur, 2009).

Seseorang yang mengalami kelelahan akan menunjukan tanda-tanda sperti: sakit kepala (pusing), melamun, kurang konsentrasi, penglihatan kabur, susah menjaga mata agar tetap terbuka, konstan menguap bahkan tertidur saat bekerja, mudah tersinggung, jangka waktu menyimpan memori (ingatan) singkat, motivasi rendah, halusinasi, gangguan dalam mengambil keputusan dan penilaian, memperlambat refleks dan tanggapan, fungsi sistem kekebalan tubuh berkurang, frekuensi melakukan salah meningkat (Australian Safety and Compentation Counsil, 2006).

Kelelahan merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan yang dialami oleh seseorang yang ditandai dengan berbagai gejala seperti, lemah, lesu, jenuh, menurunya perhatian konsentrasi berkurang, dan sebaginya (Grandjean, 1985 dalam Adiningsari, 2009)

1. Gejala kelelahan otot: antara stimulus dengan kontraksi awal jaraknya sangat lama. Kontaksi dan relaksasi melamban.

2. Gejala Kelelahan umum: perasaan subjektif lelah, mengantuk, pusing tidak suka bekerja, pikiran loyo/lamban, berkurangnya kewaspadaan, persepsi lamban, ketidakinginan untuk bekerja, performa menurun baik pekerjaan fisik maupun mental.

(13)

3. Kelelahan kronis menunjukan gejala: sakit kepala, menggigil, kehilangan waktu tidur, irregular heart rate, tiba-tiba berkeringat, kehilangan nafsu makan, permasalahan pencernaan.

2.1.6 Pengukuran Kelelahan

Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya hanya berupa indiktor yang menunjukan kelelahan akibat kerja (Tarwaka, 2010) 1. Uji Performa Mental

Uji performa mental meliputi: - Masalah aritmatika.

- Uji konsentrasi (crossing-out tes).

- Uji estimasi (dengan uji estimasi interfal waktu). - Uji memori atau ingatan.

Pada uji ini seseorang dipacu untuk menentukan dan mengeluarkan tanda-tanda kelelahan. Faktor lain yang berpengaruh adalah pelatihan dan pengalaman. Apabila uji ini terus dilakukan maka gejala kelelahan akan muncul dengan sendirinya (Grandjean, 1997 dalam Andiningsari, 2009)

2. Uji Schneider

Dalam penelitiannya dokter Soetomo, (1981) beliau memaparkan bahwa dalam melakukan uji ini harus mempertimbangkan 6 hal:

- Frekuensi nadi dalam sikap berbaring - Frekuensi nadi dalam sikap berdiri

(14)

- Kenaikan nadi setelah suatu kerja tertentu

- Waktu yang diperlukan nadi untuk kembali normal setelah melakukan kerja tersebut.

- Perubahan tekanan sistol pada saat berbaring dan berdiri

Keenam variabel diatas kemudian diberi nilai bekisar +3 dan -3 yang kemudian diklasifikasikan sebagai berikut:

Nilai <7 = unstatisfactory Nilai 8-7 = doubfull (meragukan) Nilai 10-9 = fair

Nilai 13-11 = very good Nilai 18-14 = exclent 3. Kualitas dan kuantitas kerja

Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai suatu jumlah proses kerja (waktu yang digunakan dalam setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Kelelahan dan rata-rata jumlah produksi tentunya saling berhubungan. Namun uji ini tidak dapat dilakukan secara langsung mengingat banyaknya faktor yang harus dipertimbangkan seperti: target produksi, faktor sosial dan psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan causal factor (Tarwaka, 2010).

4. Uji Psiko-motor (Psychomotor test)

Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi.

(15)

Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian rangsang sampai pada suatu saat kesadaran atau dilaksanakanya kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan (Tarwaka, 2010).

Kelemahan dari uji ini ialah muncul suatu kenyataan bahwa pada uji ini sering sekali membuat permintaan yang sulit pada subjek yang diteliti, sehingga dapat meningkatkan ketertarikan (Granjean, 1997, dalam Putri, 2008).

5. Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test)

Frekuensi kerlingan mulus (Flicker-fusion frecuensi) dari mata adalah kemampuan mata untuk membedakan cahaya berkedip dengan cahaya yang dipancarkan secara terus-menerus.Cara menguji kelelahan denagn metode hilangnya kelipan adalah sebagai berikut: responden yang hendak diteliti didudukan didepan sumber cahaya yang berkedip. Kedipan kemudian dari lambat (frekuensi rendah), kemudian perlahan-lahan dinaikan semakin cepat. Dan cahaya tersebut bukan lagi dianggap cahaya terputus-putus, melainkan cahaya kontiniu (mulus).

Frekuensi batas atau ambang dari kelipan itulah yang disebut “frekuensi kelipan mulus”. Bagi orang yang tidak lelah, frekuensi ambang bernilai 2 Hz jika menggunakan cahaya pendek atau 0.6 Hz. Pada orang yang lelah sekali atau setelah menghadapi pekerjaan monoton, angka frekunsi kerling mulus bias antara 0.5 Hz atau dibawah dari angka frekuensi kerling mulus orang yang tidak lelah (Suyanto dalam Andiningsari, 2009).

6. Pengukuran kelelahan secara subjektif

Kuesioner kelelahan subjektif (Subjectif Self Rating Test) dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) merupakan salah satu kuesioner yang dapat

(16)

mengukur tingkat kelelahan subjektif. Berisi 30 daftar pertanyaan dimana pernyataan nomor 1 sampai 10 mengenai pelemahan kegiatan, pertanyaan 11 sampai 20 pelemahan motivasi dan pertanyaan 21 sampai 30 untuk gambaran kelelahan fisik. Dimana setiap pertanyaan diberi scoring dengan skala Likert (4 Skala) dimana:

- Skor 1 = Tidak pernah merasakan - Skor 2 = Kadang-kadang merasakan - Skor 3 = Sering merasakan

- Skor 4 = Sering sekali merasakan

Dimana untuk menentukan klasifikasi kelelahan subjektif berdasarkan total skor individu menggunakan pedoman:

Tabel 2.2 Klasifikasi Tingkat Kelelahan Subjektif berdasarkan total skor individu Tingkat Kelelahan Total Skor Individu Klasifikasi Kelelahan 1 30 – 52 Rendah 2 53 – 75 Sedang 3 76 – 98 Tinggi 4 99 – 120 Sangat Tinggi Sumber: Tarwaka, 2010

7. Beban Kardiovaskuler (cardiovascular load = %CVL)

Denyut nadi merupakan salah satu variabel fisiologis tubuh yang menggambarkan tubuh dalam keadaan statis atau dinamis. Oleh karena itu denyut nadi dipakai sebagai salah satu indicator yang dipakai untuk mengetahui berat ringanya beban kerja seseorang. Semakin berat beban kerja, maka akan semakin pendek waktu kerja seseorang untuk bekerja tanpa kelelahan dan gangguan fisiologis lainya (Azizah, 2005).

(17)

Beban Kardiovaskuler (cardiovascular load = %CVL) adalah perbandingan antara peningkatan denyut nadi kerja dengan denyut nadi maksimum, yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Grandjean dalam Tarwaka (2010), mendefinisikan beberapa jenis denyut nadi yaitu sebagai berikut:

1. Denyut Nadi Istirahat: adalah rerata denyut nadi sebelum pekerjaan dimulai

2. Denyut Nadi Kerja: adalah rerata denyut nadi selama bekerja

3. Nadi Kerja: adalah selisih antara denyut nadi istirahat dan denyut nadi kerja.

Dimana untuk menentukan %CVL diketahui bahwa denyut nadi maksimum adalah 220/menit (-umur) untuk laki-laki dan 200- umur/menit untuk wanita. Dari hasil perhitungan %CVL tersebut kemudian dibandingkan dengan klasifikasi yang telah ditetapkan sebagai berikut:

Tabel 2.3 Klasifikasi Berdasarkan Cardiovaskular Load (%CVL) % CVL 100Klasifikasi

< 30 % Tidak terjadi kelelahan 30 % s.d <60% Diperlukan perbaikan 60 % s.d <80% Kerja dalam waktu singkat 80 % s.d <100% Diperlukan tindakan segera >100 % Tidak diperbolehkan beraktivitas Sumber : Tarwaka, 2010

(18)

2.1.7 Penanggulangan Kelelahan Kerja

Penanggulangan terjadinya kelelahan menurut Silaban (1998) dalam Putri (2008) antara lain:

1. Seleksi tenaga kerja yang tepat mencakup fisik dan kesehatan secara umum. 2. Menciptakan kondisi lingkungan yang aman dan nyaman terutama disebabkan

oleh faktor fisik, kimia, dan psikologi serta penerapan ergonomik. 3. Penggunaan warna yang lembut, dekorasi, dan musik di tempat kerja.

4. Organisasi proses produksi yang tepat atau pelaksanaan kerja bertahap mulai dari aktifitas ringan.

5. Rotasi pekerjaan secara periodik, libur kerja, serta rekreasi. 6. Memberi waktu istirahat yang cukup.

7. Latihan fisik. Latihan fisik secara fisiologis membantu kelancaran fungsi organ tubuh agar dapat melakukan pekerjaan lebih kuat, cekatan dan efisien. 8. Peningkatan upah dapat meningkatkan kepuasan kerja.

9. Penyediaan sarana dan fasilitas tempat istirahat yang nyaman, ruang makan, dan kantin.

10. Pemberian penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan pekerja.

Untuk mengurangi tingkat kelelahan maka harus dihindari sikap kerja yang bersifat statis dab diupayakan sikap kerja yang lebih dinamis. Hal ini dapat dilakukan dengan merubah sikap kerja lebih dinamis. Hal ini dapat dilakukan dengan merubah sikap kerja yang statis menjadi sikap kerja yang lebih bervariasi atau dinamis, sehingga sirkulasi darah dan oksigen dapat berjalan normal ke seluruh anggota tubuh (Husein, 2009)

(19)

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa kelelahan disebabkan oleh banyak faktor yang sangat kompleks dan saling berkaitan, hal yang paling penting adalah mengupayakan secepat mungkin untuk menangani kelelahan yang muncul agar tidak menjadi kronis. Agar dapat menangani kelelahan dengan cepat, maka kita harus mengetahui apa yang menjadi penyebab terjadinya kelelahan. Berikut akan diuraikan faktor penyebab terjadinya kelelahan, penyegaran dan cara menangani kelelahan (Tarwaka, 2010).

Gambar 2.4 Penyebab kelelahan, Cara mengatasi dan Manajemen Resiko Kelelahan

PENYEBAB KELELAHAN

1. Aktifitas kerja fisik 2. Aktifitas kerja Mental 3. Stasiun kerja tidak

ergonomi 4. Sikap paksa 5. Kerja statis 6. Kerja monoton

7. Lingkungan kerja ekstrim 8. Psikologis

9. Kebutuhan kalori kurang 10. Waktu kerja, istirahat

CARA MENGATASI

1. Sesuai kapasitas kerja fisik 2. Sesuai kapasitas kerja mental

3. Redesain stasiun kerja

ergonomis

4. Sikap kerja alamih 5. Kerja lebih dinamis 6. Kerja lebih bervariasi 7. Redesain lingkungan kerja 8. Reorganisasi kerja

9. Kebutuhan kalori seimbang 10. Istirahat setiap 2 jam kerja

dengan sedikit kudapan

RESIKO

1. Motivasi kerja turun 2. Performansi rendah 3. Kualitas kerja rendah 4. Banyak terjadi kesalahan 5. Produktifitas kerja rendah 6. Stress akibat kerja

7. Penyakit akibat kerja 8. Cedera

9. Terjadi kecelakaan kerja

MANAJEMEN RESIKO

1. Tindakan preventif melalui pendekatan inovatif dan partisipatoris

2. Tindakan kuratif 3. Tindakan rehabilitative 4. Jaminan masa tua 5. Dan lain-lain

(20)

Monica, (2010) Karakteristik kelelahan kerja akan meningkat dengan semakin lamanya pekerjaan yang dilakukan, sedangkan menurunnya rasa lelah (recovery) adalah didapat dengan memberikan istirahat yang cukup. Istirahat sebagai usaha pemulihan dapat dilakukan dengan berhenti kerja sewaktu-waktu sebentar samapi tidur malam hari Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara, diantaranya: 1. Sediakan kalori secukupnya sebagai input untuk tubuh.

2. Bekerja dengan menggunakan metoda kerja yang baik, misalnya bekerja dengan memakai prinsip ekonomi gerakan.

3. Memperhatikan kemampuan tubuh, artinya mengeluarkan tenaga tidak melebihi pemasukannya dengan memperhatikan batasan-batasannya

4. Memperhatikan waktu kerja yang teratur. Berarti harus dilakukan pengaturan terhadap jam kerja, waktu istirahat dan sarana-sarananya masa-masa libur dari rekreasi, dan lain-lain.

5. Mengatur lingkungan fisik sebaik-baiknya, seperti temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran bau/ wangi-wangian dan lain-lain. 6. Berusaha untuk mengurangi monotoni dan ketegangan-ketegangan akibat kerja.

Menurut Suma’mur (1996), kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara yang ditujukkan kepada keadaan umum dan lingkungan fisik di tempat kerja. Misalnya, dengan pemberian kesempatan istirahat yang tepat. Penerapan ergonomi dalam hal pengadaan tempat duduk meja dan bangku-bangku kerja sangat membantu. Demikian pula organisasi proses produksi yang tepat. Selanjutnya usaha-usaha perlu ditujukkan kepada kebisingan, tekanan panas, pengudaraan dan penerangan yang baik.

(21)

2.2 Karakteristik Pekerja

Istilah karakteristik diambil dari bahasa Inggris yakni characteristic, yang artinya suatu sifat khas yang melekat pada seseorang atau suatu objek. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Karakteristik adalah cirri-ciri khusus atau mempunyai sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu. Ditambahkan oleh Wdianingrum (1999), karakteristik adalah cirri-ciri dari demografi dan status sosial. Demografi berkaitan dengan umur, stuktur prnduduk dan juga jenis kelamin, sedangkan statsu sosial terdiri dari tingkat pendidikan, pekerjaan, ras, status ekonomi dan sebagainya.

Ditambahkan lagi oleh Efendi (2004), ciri demografi karakteristik individu, berkaitan dengan struktur penduduk, umur, jenis kelamin dan status ekonomi. Sedangkan data cultural berkaitan dengan tingkat pendidikan, pekerjaan, agama, adat istiadat, penghasilan dan sebagainya.

2.2.1 Usia

Usia seseorang akan memengaruhi kondisi, kemampuan, dan kapasitas tubuh dalam melakukan aktivitasnya. Produktivitas kerja akan menurun seiring dengan bertambahnya usia. Berbagai perubahan fisiologis disebabkan oleh penuaan tetapi semakin jelas bahwa banyak perubahan fungsi itu berhubungan dengan penyakit, gaya hidup (misalnya: Kurang gerak badan) atau keduanya (WHO, 1996).

Usia berkaitan dengan kelelahan karena pada usia yang meningkat akan diikuti dengan proses degenerasi dari organ sehingga dalam hal ini kemampuan organ akan menurun. Dengan adanya penurunan kemampuan organ, maka hal ini akan menyebabkan tenaga kerja akan semakin mudah mengalami kelelahan

(22)

Bertambanya usia akan memengaruhi komposisi tubuh manusia. Massa tubuh tanpa lemak dan berat otot berkurang yang mengakibatkan berkurangnya kekuatan, ketahanan, dan volume otot. Dari segi histologinya, perubahan-perubahan tersebut ada hubunganya dengan berkurangnya serabut otot tipe 2 dan berkurangnya aktivitas enzim-enzim otot. Hal ini lah yang dapat memacu terjadinya kelelahan (Putri, 2008).

Hal itu juga didukung oleh (ILO&WHO, 1996) yang mengemukakan bahwa kapasitas kerja seorang pekerja akan berkurang hingga menjadi 80% pada usia 50 tahun dan akan lebih menurun lagi hingga tinggal 60% saja pada usia 60 tahun jika dibandingkan dengan kapasitas kerja mereka yang berusia 25 tahun. Dengan menurunya kapasitas kerja seseorang maka kesanggupan untuk bekerja akan semaakin berkurang akibatnya perasaan lelah akan lebih cepat timbul.

Seseorang dengan usia menjelang 45 tahun akan lebih cepat merasakan lelah. Hal ini dikarenakan seseorang dengan usia tersebut akan mengalami penurunan kapasitas kerja yang meliputi kapasitas fungsional, mental dan sosial. Menurut laporan, untuk beberapa pekerjaan (bukan semua) kapasitas kerja akan terus menurun menjelang usia 50 sampai 55 tahun (Adiningsari, 2009).

2.2.2 Status Gizi (IMT)

Status gizi adalah salah satu faktor dari faktor kapasitas kerja. Dimana keadaan gizi buruk dengan beban kerja yang berat akan menganggu kerja dan menurunkan efisiensi serta mengakibatkan kelelahan (Oentoro, 2004).

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Contohnya gondok endemik merupakan

(23)

keadaan seimbang tidaknya asupan dan pengeluaran yodium dalam tubuh (Supariasa, 2001).

Antropometri merupakan metode yang paling sering digunakan dalam penilaian status gizi. Metode ini menggunakan parameter berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Melalui kedua parameter tersebut, dapat dilakukan penghitungan Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan rumus sebagai berikut (Depkes RI, 2003):

Depkes RI (2003), mengklasifikasikan status gizi berdasarkan IMT dengan didasari penyesuaian terhadap postur tubuh orang Indonesia yang lebih kecil dibandingkan dengan postur tubuh orang luar.

Tabel 2.3 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan IMT Menurut DepKes RI (2003)

Keadaan Keterangan IMT Laki-Laki (Kg/m2)

Status Gizi Baik Normal 17,00-23,00

Status Gizi Buruk Kurang berat badan Kelebihan berat badan

<17,00 >23,01

Modifikasi dari sumber: Pedoman Praktis Terapi Gizi Medis, DepKes RI (2003) Menurut Stellman dalam Astono (2003), status gizi sangat berpengaruh terhadap kelelahan yang terjadi. Pekerja dengan status gizi yang baik akan memiliki mekanisme pemulihan dari kelelahan kerja yang lebih baik. Dengan pemulihan yang lebih baik akan memiliki mengurangi efek kumulatif dari kelelahan sehingga kemungkinan kelelahan yang terjadi akan semakin rendah. Selain itu pengaturan pola makan dan pengaturan berat badan berpengaruh terhadap kapasitas kerja sesorang.

(24)

Indicator yang dapat dipakai untuk menilai status gizi seseorang antara lain adalah kadar Hb darah dan Indeks Masa Tubuh (IMT).

2.2.3 Riwayat Penyakit

Grandjean (1997) dalam Putri (2007), mengemukakan bahwa kelelahan secara fisiologis dan psikologis dapat terjadi saat kondisi tubuh tidak fit/sakit atau seseorang mempunyai keluhan terhadap penyakit tertentu. Semakin buruk kondisi kesehatan seorang pekerja maka kelelahan akan semakin cepat timbul.

Individu dengan kondisi kesegaran jasmani secara umum baik memiliki resiko lebih kecil terhadap terjadinya resiko Low Back Pain (LBP) dan penyembuhan akan rasa nyeri akan lebih cepat pulih dibandingkan dengan individu lain (Dickerson dan Chaffin, 1994 dalam Astono, 2003).

Menurut (NTC, 2006) kelelahan pada seorang pekerja juga dapat terjadi dari riwayat penyakit seseorang yang dapat berkontribusi menimbulkan kelelahan seperti, Penyakit Jantung, Diabetes, Anemia, gangguan tidur, Parkinson.

Oentoro (2004), adanya beberapa penyakit yang dapat mempengaruhi kelelahan, penyakit tersebut antara lain:

a. Penyakit Jantung

Seseorang yang mengalami nyeri jantung jika kekurangan darah, kebanyakan menyerang bilik kiri jantung sehingga paru-paru akan mengalami bendungan dan penderita akan mengalami sesak napas sehingga akan mengalami kelelahan.

(25)

b. Penyakit gangguan ginjal

Pada penderita gangguan ginjal, sistem pengeluaran sisa metabolisme akan terganggu sehingga tertimbun dalam darah (uremi). Penimbunan sisa metabolisme menyebabkan kelelahan.

c. Penyakit asma

Pada penderita penyakit asma terjadi gangguan saluran udara bronkus kecil bronkiolus. Proses transportasi oksigen dan karbondioksida terganggu sehingga terjadi akumulasi karbondioksida dalam tubuh yang menyebabkan kelelahan. Terganggunya proses tersebut karena jaringan otot paru-paru terkena radang.

d. Tekanan darah rendah

Pada penderita tekanan darah rendah kerja jantung untuk memompa darah ke bagian tubuh yang membutuhkan kurang maksimal dan lambat sehinggakebutuhan oksigennya tidak terpenuhi, akibatnya proses kerja yang membutuhkan oksigen terhambat. Pada penderita penyakit paru-paru pertukaran O2 dan CO2 terganggu sehingga banyak tertimbun sisa metabolisme yang menjadi penyebab kelelahan. f. Tekanan darah tinggi

Pada tenaga kerja yang mengalami tekana darah tinggi akan menyebabkan kerja jantung menjadi lebih kuat sehingga jantung membesar. Pada saat jantung tidak mampu mendorong darah beredar ke seluruh tubuh dan sebagian akan menumpuk pada jaringan seperti tungkai dan paru. Selanjutnya terjadi sesak napas bila ada pergerakan sedikit karena tidak tercukupi kebutuhan oksigennya akibatnya pertukaran darah terhambat. Pada tungkai terjadi penumpukan sisa metabolisme yang menyebabkan kelelahan.

(26)

2.2.4 Masa Kerja

Kelelahan berkaitan dengan tekanan yang terjadi pada saat bekerja yang dapat berasal dari tugas kerja, kondisi fisik, kondisi kimia, dan sosial ditempat kerja. Tekanan konstan, terjadi seiring dengan penambahan masa kerja dan adaptasi. (Malkom, 1988 dalam Putri, 2007).

Masa kerja merupakan akumulasi dari waktu dimana pekerja telah memegang pekerjaan tersebut. Semakin banyak informasi yang disimpan, maka semakin banyak keterampilan yang dipelajari serta semakin banyak pekerjaan yang dikerjakan. (Rohmert, 1988 dalam Andiningsari, 2008).

Lama kerja berkaitan dengan efek kumulatif dari stressor untuk menimbulkan suatu strain. Semakin lama seseorang bekerja pada suatu pekerjaan, maka kelelahan yang terjadi akan semakin sering (Stellman 1998, dalam Astono, 2003).

Masa kerja dapat mempengaruhi pekerja baik positif maupun negatif. Akan memberikan pengaruh positif bila semakin lama seseorang bekerja maka akan berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya. Sebaliknya akan memberikan pengaruh negatif apabila semakin lama bekerja akan menimbulkan kelelahan dan kebosanan. Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Secara garis besar masa kerja dapat dikategorikan menjadi 3 (Budiono, 2003), yaitu:

1. Masa kerja < 6 tahun 2. Masa kerja 6-10 tahun 3. Masa kerja >10 tahun

(27)

2.3 Pemanenan

Pemanenan adalah kegiatan memotong Tandan Buah Segar (TBS) dari pohon hingga penganggkutan ke pabrik. Proses pelaksanaan kerja dimulai dengan, pemanen terlebih dahulu memeriksa tandan buah yang sudah masak untuk selanjutnya dilakukan proses pemanenan. Selanjutnya sebelum tandan buah yang matang tersebut diturunkan (dipanen), pemanen harus terlebih dahulu memotong pelepah mati yang menghalangi TBS yang sudah matang dengan sudut 300, dan menyusunya di gawangan mati. Setelah pelepah dipotong, maka selanjutnya pemanen memotong TBS dari pokok dengan tidak menyisakan brondolan di tangkai tandan buah. Jika tandan buah masih panjang, maka diupayakan dipotong serapat mungkin dengan buah. Rata-rata pemanen perhari dapat memanen tandan buah sawit (TBS) sebanyak 60 tandan dengan berat sekitar 1200 kg. TBS yang telah jatuh didekat pohon atau disekitar piringan, dikumpulkan. Selanjutnya pemanen memuat angklong dengan TBS, dimana isi muatan angklong tergantung ukuran dan berat TBS. Umumnya berat TBS berkisar antara 15-50 kg tergantung usia tanaman dan kualitas TBS. Apabila TBS berukuran besar, maka satu angkong hanya berisi 2 TBS, tetapi apabila TBS berukuran kecil maka dapat mengangkut 3-4 TBS dan diangkut ke Tempat Pemungutan Hasil (TPH). Selanjutnya berondolan yang jatuh dan masih tersisa akan dikutip untuk selanjutnya juga diangkut dan dikumpulkan di TPH. Akhirnya bekas potongan TBS yang sudah dipanen diberi penomoran yang menunjukan blok/petak dan inisial pemanen (PTPN IV Unit Usaha Adolina, 2012).

(28)

2.3.1 Tahapan Proses Kerja Panen

Proses pemanenan kelapa sawit atau TBS terdiri dari beberapa tahapan pekerjaan yaitu:

1. Pemotongan Pelepah dan Tandan Buah Segar (TBS)

Sebelum tandan buah diturunkan (dipanen), pemanen harus terlebih dahulu memotong pelepah mati yang menghalangi TBS yang sudah matang dengan sudut 300

a. Tanaman berumur 3-5 tahun (ketinggian 2-5 m).

, dan menyusunya di gawangan mati. Setelah pelepah dipotong, maka selanjutnya pemanen memotong TBS dari pokok dengan tidak menyisakan brondolan di tangkai tandan buah (PTPN IV Unit Usaha Adolina, 2012).

Ketika tanaman memiliki ketinggian masih dibawah 5 m, peralatan kerja yang digunakan ialah dodos dengan lebar mata dodos 10-12,5 cm, disambung dengan tongkat besi atau kayu dengan diameter gagang 4 cm (genggaman orang dewasa).

(29)

Gambar 2.6 Kegiatan Panen dengan Menggunakan Dodos.

Cara kerja panen tanaman dengan ketinggian dibawah 5 m diantaranya: tandan yang telah memenuhi kriteria matang panen dipotong. Pada tanaman rendah (ketinggian < 5 m) pelepah daun tidak dipotong guna pertumbuhan pohon, yang dipotong hanya buah saja. Selanjutnya pelepah dipotong menjadi 2 bagian dan disusun di gawangan mati (tanah rata).

b. Tanaman berumur > 5 tahun (ketinggian > 5 m).

Ketika tanaman sudah berusia diatas 5 tahun maka pohon kelapa sawit akan menjadi semakin tinggi. Sehingga peralatan kerja yang digunakan ialah egrek. Egrek adalah alat potong TBS dengan bentuk mata pisau melengkung seperti arit tetapi memiliki gagang dari bambu panjang untuk mencapai ketinggian tanaman.

(30)

Gambar 2.8 Kegiatan Panen dengan Menggunakan Egrek

Sedangkan cara panen ketika dilakukan pemanenan adalah sebagi berikut: buah yang telah memenuhi kriteria matang dipotong. Pelepah dibawah buah yang dipanen dipotong mepet. Pelepah dipotong menjadi 2 bagian dan disusun di gawangan mati (tanah rata)

2. Mengangkat, Memasukan, dan Membawa TBS dengan Angkong ke TPH. Setelah Tandan Buah Segar (TBS) diturunkan dari pohon, selanjutnya pemanen membawa kereta sorong, mengangkat satu persatu TBS yang telah dipanen, memasukannya dalam kereta sorong, kemudian membawanya ke Tempat Pemungutan Hasil (TPH). Pada saat memuat TBS ke dalam kereta sorong pemanen akan membungkuk dan mengangkat ke dalam kereta sorong. Banyak TBS yang dimuat ke dalam kereta sorong disesuaikan denga kapasitas isi kereta sorong. Selanjutnya TBS di sussun di TPH sedangkan brondolan yang ada di sekitar piringan/gawangan dikutip bersih dan dimasukan tersendiri kedalam karung dan dibawa ke TPH. Gagang TBS dibentuk “V” (cangkem kodok) untuk diberi penomoran inisial pemanen.

(31)

2.4 Kerangka Konsep

Gambar 2.9 Kerangka Konsep Penelitian

Cara kerja dan karakteristik (Variabel independen) dapat memengaruhi Kelelahan kerja sebagai variabel dependen. Dimana variabel independen terdiri dari: karakteristik pekerja dan juga cara kerja. Karakteristik yang diteliti adalah usia, status gizi, riwayat penyakit dan masa kerja. Cara kerja panen dibagi atas (1) Pemotongan pelepah dan TBS yang dibagi lagi berdasarkan tinggi tanaman yang berbeda serta (2) mengangkat, memasukan, dan membawa TBS dengan Angkong ke TPH yang juga dilihat sesuai dengan usia tanaman.

Cara Kerja Memanen Memotongan Pelepah dan Tandan Buah Segar (TBS).

- Ketinggian tanaman 2-5 m - Ketinggian tanaman > 5 m Mengangkat, Memasukan, dan Membawa TBS dengan Angkong ke TPH. - Tanaman berumur 3-5 tahun - Tanaman berumur > 5 tahun. Kelelahan Pekerja Karakteristik Pekerja - Usia - Status gizi - Riwayat Penyakit - Masa kerja

(32)

2.4 Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesa dalam penelitian ini adalah: Hipotesa Alternatif (Ha):

1. Ada hubungan antara karakteristik pekerja dengan kelelahan kerja pada pemanen kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina pada tahun 2012

2. Ada hubungan antara cara kerja memotong pelepah dan TBS menurut tinggi tanaman dengan kelelahan kerja pemanen kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina pada tahun 2012.

3. Ada hubungan antara cara kerja mengangkat, memasukan, dan membawa TBS dengan Angkong ke TPH pada usia tanaman yang berbeda dengan kelelahan kerja pemanen kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina pada tahun 2012.

Gambar

Gambar 2.1 Sistem Penghambat dan Penggerak Aktifitas
Gambar 2.2. A theoretical model to illustrate the neurophysiological mechanism
Gambar 2.3  Teori Kombinasi Pengaruh Penyebab Kelelahan dan Penyegaran  (Recuperation)
Tabel 2.1. Gejala Kelelahan Subjektf pada Pekerja  Gejala Kelelahan Kerja
+7

Referensi

Dokumen terkait

Termasuk dalam hal memilih obat, perlu penyesuaian dengan kondisi tubuh, karena obat memiliki sifat dan cara kerja masing-masing yang pada suatu kondisi tubuh tertentu menjadi

Lingkungan kerja diartikan sebagai suatu kondisi yang berkaitan dengan ciri-ciri tempat bekerja terhadap perilaku dan sikap pegawai dimana hal tersebut berhubungan dengan

Simbol sosial tersebut dapat mewujud dalam bentuk objek fisik (benda-benda), kata-kata (untuk mewakili objek fisik, perasaan, ide, dan nilai), serta tindakan (yang dilakukan

Masalah yang sering terjadi pada pemenuhan kebutuhan spiritual adalah distres spiritual, yang merupakan suatu keadaan ketika individu atau kelompok mengalami atau beresiko

Hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir konstan pada arteri (pembuluh nadi).Hipertensi juga disebut dengan tekanan darah tinggi, dimana tekanan tersebut

Di Indonesia yang dimaksud dengan angkatan kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun keatas yang secara aktif melakukan kegiatan ekonomi (BPS, 1983). Angkatan

orang yang berkualifikasi dan terlatih dalam bekerja dengan kecepatan normal untuk melakukan tugas tertentu (Ralph M. Barnes, 1980).Time Study yang digunakan

Siswa tersebut memiliki AQ yang baik yang berasal dari aspek AQ itu sendiri seperti control, endurance, reach, owrnership dan origin.Satu hal yang tidak kalah