PENGARUH METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN DAN PENGUASAAN KONSEP
MATEMATIKA SISWA
TESIS
Diajukan untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Magister
Disusun Oleh :
NAMA : Aminah Zuhriyah NPM : 20117270106
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MIPA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN TESIS
Nama : Aminah Zuhriyah, S.Pd
NPM : 20117270106
Program Pasca Sarjana : Fakultas MIPA Program Studi : Matematika
Judul Tesis : Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan Penalaran Dan Penguasaan Konsep Matematika Siswa.
Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan Pada tanggal 17 Juni 2013
Pembimbing Materi Pembimbing Teknik
LEMBAR PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tesis ini adalah karya saya sendiri. Apabila di kemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian isi tesis ini bukan hasil karya saya sendiri saya bersedia menerima sanksi sesuai Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab VI Pasal 25 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Jakarta, Juni 2013
materai
ABSTRAK
A Aminah Zuhriyah, NPM :20117270106
B. Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan Penalaran dan Penguasaan konsep Matematika siswa (Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 9 dan SMP Negeri 34 se- kecamatan Jatiasih)
C. x, 5 BAB, 110 halaman
D. Kata Kunci : Metode Pembelajaran Kooperatif, Kemampuan penalaran, Penguasaan Konsep matematika siswa, Manova
E. Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui adanya pengaruh metode pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan penalaran dan penguasaan konsep matematika siswa. (2) Mengetahui adanya pengaruh metode pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan penalaran siswa. (3) Mengetahui adanya pengaruh metode pembelajaran kooperatif terhadap penguasaan konsep matematika siswa. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian Eksperimen. Analisis inferensial dilakukam dengan statistik Manova (Multivariat Analisis of varians). Hasil penelitian menyimpulkan : (1) Terdapat pengaruh yang signifikan metode pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan penalaran dan penguasaan konsep matematika siswa secara multivariat. Hasil uji statistik Pillai’s Trace, Wilks’ Lambda, Hotelling’s Trace, dan Roy’s largest Root memberikan nilai sig sebesar 0.000 (< 0.05). Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata kemampuan penalaran dan penguasaan konsep matematika siswa pada pemberian metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw. (2) Terdapat pengaruh yang signifikan metode pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan penalaran matematika. Hasil pengujian pada tabel Test of Between-Subjectdiketahui nilai p-value untuk kategori kemampuan penalaran matematika (Y1) adalah sig = 0.000 ( < 0.05 ). Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kemampuan penalaran matematika pada pemberian metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw. (3) Terdapat pengaruh yang signifikan metode pembelajaran kooperatif terhadap penguasaan konsep matematika siswa. Hasil pengujian pada tabel Test of Between-Subject Effects diketahui nilai p-value untuk kategori penguasaan konsep matematika siswa (Y2) adalah 0,000 ( < 0,05). Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata penguasaan konsep pada pemberian metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw. Implikasi Untuk meningkatkan kemampuan Penalaran dan Penguasaan Konsep Matematika siswa adalah guru selalu beri tugas atau kuis setelah pemberian materi baru yang telah dipelajari, memberi dorongan kepada siswa agar jangan segan untuk selalu bertanya, bila belum mengerti kepada teman atau guru, dan guru sebaiknya menerapkan belajar kooperatif tipe STAD minimal sebulan sekali, karena tipe STAD adalah metode yang mudah diterapkan pada siswa dan hasilnya mendapat nilai yang memuaskan secara merata.
F. Daftar Pustaka : 1. Buku 40 buah ( tahun 2000 s/d tahun 2012) 2. Internet
MOTTO
“Jangan tunggu sampai hari esok
Apa yang dapat kamu kerjakan hari ini “
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis ini tepat pada waktunya.
Tesis yang berjudul “Pengaruh Metode Pembelajaran Terhadap
Kemampuan Penalaran Dan Penguasaan Konsep Matematika Siswa”.
Penelitian dilakukan di SMP Negeri 9 dan SMP Negeri 34 Bekasi, Tesis ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar magister pada Universitas Indraprasta PGRI Jakarta.
Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini, terutama kepada:
1. Dr. Supardi US., M.M, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing Materi Universitas Indraprsta PGRI.
2. Dr. Suparman Ibrahim A., M.Sc, selaku Dosen Pembimbing Teknik dan selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Indraprasta PGRI Jakarta. 3. Bapak dan Ibu dosen serta Staff TU Program Pascasarjana Universitas Indra
4. Kepala Sekolah SMP Negeri 9 dan Kepala Sekolah SMP Negeri 34 Bekasi yang telah mengizinkan untuk melakukan penelitian di sekolah yang dipimpinnya.
5. Ibunda Robiah yang telah melahirhan dan membesarkan ananda dengan kasih sayang yang tulus.
6. Suami dan anak-anak penulis yang tercinta, yang telah memberi waktu dan pengertiannya.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan baik bentuk, isi maupun teknik penyajiannya. Oleh sebab itu kritikan yang bersifat membangun dari berbagai pihak, penulis terima dengan tangan terbuka dan sangat diharapkan. Semoga Kehadiran tesis ini memenuhi sasarannya.
Jakarta, Juni 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN TESIS ... ii
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
MOTTO... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 8
C. Pembatasan Masalah ... 10
D. Perumusan Masalah ... 11
E. Tujuan Penelitian ... 11
F. Kegunaan Penelitian ... 12
G. Sistematika Penulisan Tesis ... 14
BAB II : LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 16
A. Deskripsi Teori ... 16
2. Teori Penguasaan Konsep Matematika ... 23
3. Hakikat Metode Pembelajaran Kooperatif ... 41
B. Kerangka Berpikir ... 60
1. Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan Penalaran Dan Penguasaan Konsep Matematika Siswa ... 60
2. Pengaruh Metode Pembelajaraan Kooperatif Terhadap Kemampuan Penalaran Matematika Siswa ... 63
3. Pengaruh penerapan metode pembelajaran kooperatif terhadap peguasaan konsep matematika siswa ... 64
C. Hipotesis Penelitian ... 66
BAB III : METODOLOGI PENULISAN ... 67
A. Tempat Dan Waktu Penelitian ... 67
B. Metode Penelitian ... 67
C. Validasi Penelitian ... 69
D. Populasi Dan Sampel ... 71
1. Populasi Target ... 71
2. Populasi Terjangkau ... 71
3. Sampel ... 72
4. Teknik Sampling ... 72
E. Teknik Pengumpulan Data ... 73
1. Teknik Mendapatkan Data ... 73
2. Variabel Penelitian ... 74
F. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 75
2. Instrumen Penguasaan Konsep Matematika ... 79
G. Teknik Analisis Data ... 85
1. Teknik Analisis Deskriptif ... 85
2. Uji Prasyarat Analisis Data ... 85
3. Teknik Pengujian Hipotesis Penelitian ... 88
H. Hipotesis Statistik ... 90
BAB IV : HASIL PENELITIAN ... 92
A. Deskripsi Data Penelitian Skor Kemampuan Penalaran Dan Penguasaan Konsep Matematika ... 92
1. Data Kemampuan Penalaran Matematika Pada Pembelajaran TipeSTAD... 93
2. Data Kemampuan Penalaran Matematika Pada Pembelajaran Tipe Jigsaw ... 94
3. Data Penguasaan Konsep Matematika Pada Metode Pembelajaran Tipe STAD ... 94
4. Data Penguasaan Konsep Matamatika Pada Metode Pembelajaran Tipe Jigsaw ... 94
B. Pengujian Prasyaratan Analisis ... 95
1. Uji Normalitas ... 95
2. Pengujian Homogenitas Matrik Varian Kovarian ... 97
3. Teknik Pengujian Hipotesis Penelitian ... 88
C. Pengujian Hipotesis Penelitian ... 99
1. Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan Penalaran Dan Penguasaan Konsep Matematika Secara Multivariat ... 100
3. Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif Terhadap
Penguasaan konsep Matematika ... 101
C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 102
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 108
A. Kesimpulan ... 108
B. Saran ... 109
DAFTAR PUSTAKA ... 111
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. 6 Langkah Pembelajaran Kooperatif ... 46
Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Penelirian ... 67
Tabel 3.2. Desain Penelitian ... 68
Tabel 3.3. Kisi–kisi Instrumen Kemampuan Penalaran Matematika ... 76
Tabel 3.4. Kriteria Indeks Kesukaran ... 78
Tabel 3.5. Kisi-kisi Instrumen Penguasaan Konsep Matematika ... 81
Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Skor Kemampuan Penalaran Dan Penguasaan Konsep Matematika ... 93
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Uji Normalitas ... 96
Tabel 4.3. Tabel Box’s Test of Equality of Covariance Matrices ... 97
Tabel 4.4. Tabel Levene’s Test of Equality of Error Variances ... 98
Tabel 4.5. Tabel Multivariate Test ... 99
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Diagram Venn ... 34
Gambar 2.2. Pembagian Garis ... 36
Gambar 2.3. Perbandingan Garis ... 37
Gambar 2.4. Sudut Saling Berpelus ... 39
Gambar 2.5. Sudut Saling Berpenyiku ... 39.
Gambar 2.6. Sudut Saling Bertolak Belakang ... 40
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dunia pendidikan dewasa ini mendapat tantangan untuk menghasilkan
sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu sumber daya manusia yang mampu
hidup di alam Globalisasi. Pendidikan sebagai pencetak sumber daya insani
sepatutnyalah mendapat perhatian secara terus menerus untuk meningkatan
mutunya. Peningkatan mutu pendidikan berarti pula peningkatan kualitas sumber
daya manusia.
Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, maka peningkatan mutu
pendidikan suatu hal yang sangat penting bagi pembangunan berkelanjutan di
segala aspek kehidupan manusia. Sistem pendidikan nasional senantiasa harus
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi baik di
tingkat lokal, nasional, maupun global (Mulyasa, 2006:4).
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus segera direspon
secara positif oleh dunia pendidikan. Salah satu bentuk respon positif dunia
pendidikan adalah dengan mengadakan perubahan kurikulum secara dinamis
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bergerak
cepat. Hal tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk usaha sekolah sebagai
lembaga pendidikan dengan memberikan layanan terbaik bagi semua anak
Sekolah sebagai lembaga pendidikan harus berusaha secara terus menerus
mengadakan pembenahan diri di berbagai bidang baik sarana dan prasarana,
pelayanan administrasi dan informasi serta kualitas pembelajaran secara utuh.
Upaya meningkatkan mutu pendidikan di sekolah tidak hanya bergantung pada
faktor guru saja, tetapi juga bergantung pada faktor lain yang mempunyai saling
keterkaitan sebagai sebuah sistem untuk menghasilkan keluaran atau out put
proses pendidikan yang bermutu. Namun pada hakikatnya guru tetap merupakan
unsur utama yang paling menentukan mempengaruhi hasil pendidikan.
Matematika selain sebagai salah satu bidang ilmu dalam dunia pendidikan
juga merupakan salah satu bidang studi yang sangat penting, baik bagi peserta
didik maupun bagi pengembangan bidang keilmuan yang lain. Kedudukan
matematika dalam dunia pendidikan sangat besar manfaatnya karena matematika
adalah alat dalam pendidikan perkembangan dan kecerdasan akal.
Matematika berasal dari bahasa latin ”manhenern” atau ”mathema” yang
berarti belajar atau hal yang harus dipelajari, sedangkan dalam bahasa Belanda
disebut ”wiskunde” atau ilmu pasti yang berkaitan dengan penalaran. Matematika
merupakan pelajaran yang memerlukan pemusatan pemikiran untuk mengingat
dan mengenal kembali semua aturan-aturan yang ada yang harus dipenuhi untuk
menguasai materi yang dipelajari (Hamzah, 2000 : 60).
Matematika itu berkenaan dengan ide-ide (gagasan-gagasan),
struktur-struktur dan hubungan-hubungan yang diatur secara logik sehingga matematika
itu berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Karena matematika berkenaan
penalarannya deduktif, maka konsep-konsep matematika harus dipahami dan
dikuasasi lebih dahulu sebelum manipulasi simbol-simbol itu.
Materi matematika disusun secara teratur dalam urutan yang logis
(hirarkis) dalam arti bahwa suatu topik matematika akan merupakan prasyarat
bagi topik berikutnya. Karena itu untuk mempelajari suatu topik matematika yang
baru pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya
proses belajar matematika tersebut. Karena kehirarkisan matematika, belajar
matematika yang terputus-putus akan mengganggu terjadinya proses belajar. Ini
berarti bahwa belajar matematika akan terjadi dengan lancar bila belajar itu
sendiri dilakukan secara kontinu.
Salah satu masalah dalam pembelajaran matematika adalah rendahnya
kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika yang dikemas
dalam bentuk soal yang lebih menekankan pada penalaran dan penguasaan
konsep suatu pokok bahasan tertentu. Sebagaimana mengacu pada pedoman
penilaian Puskur-PLP (2004), penilaian hasil belajar matematika siswa meliputi 3
aspek yaitu: pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, dan pemecahan
masalah. Kemampuan siswa yang rendah dalam aspek penalaran dan penguasaan
konsep merupakan hal penting yang harus ditindaklanjuti.
Matematika secara umum sangat sulit dipahami oleh siswa, karena
matematika memiliki obyek yang sifatnya abstrak dan membutuhkan penalaran
yang cukup tinggi untuk memahami setiap konsep-konsep matematika yang
sifatnya hirarkis, sehingga perlu menerapkan model-model pengajaran yang lebih
terhadap matematika. Tetapi perlu kita garis bawahi pula sebuah pengajaran yang
baik tidak cukup untuk mendapatkan hasil belajar siswa yang optimal, karena
yang menjadi salah satu masalah yang dihadapi guru untuk menyelenggarakan
pengajaran matematika adalah bagaimana menumbuhkan dan merangsang
kemampuan penalaran (logika) serta penguasaan konsep dengan benar oleh siswa.
Fakta di lapangan guru matematika sekolah kebanyakan mengajar dengan
cara tradisional dengan pola : informasi-contoh soal-latihan sesuai contoh.
Paradigma pembelajaran matematika di Indonesia selama bertahun-tahun adalah
paradigma mengajar dan banyak dipengaruhi oleh psikologi tingkah laku, bukan
paradigma belajar. Menurut Ratumanan yang dikutip oleh Rochmadi (2008 : 2)
bahwa :
Pembelajaran matematika di Indonesia beracuan behaviorisme dengan penekanan pada transfer pengetahuan dan hukum latihan. Guru mendominasi kelas dan menjadi sumber utama pengetahuan, kurang memperhatikan aktivitas aktif siswa, interaksi siswa, negosiasi makna, dan konstruksi pengetahuan.
Guru yang memegang kendali memainkan peran aktif, sementara siswa
duduk menerima secara pasif informasi pengetahuan dan keterampilan
siswa-siswa cenderung diam dan kurang berani menyatakan gagasannya. Kreativitas dan
kemandirian siswa mengalami hambatan dan bahkan tidak berkembang. Banyak
siswa yang tadinya kreatif dan kritis menjadi apatis karena suasana belajar dalam
kelas kurang mendukung. Tidak sedikit siswa merasa terlambat proses
kedewasaan karena gaya-gaya pembelajaran melemahkan semangat belajar siswa,
Sebagaimana kita ketahui bahwa fondasi dari matematika adalah penalaran
(reasoning). Ross sebagaimana dikutip oleh Rochmadi (2008 : 2) menyatakan
bahwa salah satu tujuan terpenting dari pembelajaran matematika adalah
mengajarkan kepada siswa penalaran logika (logical reasoning). Bila kemampuan
bernalar tidak dikembangkan pada siswa, maka bagi siswa matematika hanya
akan menjadi materi yang mengikuti serangkaian prosedur dan meniru
contoh-contoh tanpa mengetahui maknanya.
Ciri utama penalaran dalam matematika adalah deduktif, atau dengan
perkataan lain matematika bersifat deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau
pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga
kaitan antar konsep atau pernyataan matematika bersifat konsisten. Rochmadi
(2008 : 1) juga mengatakan bahwa pada prinsipnya dalam pembelajaran
matematika pola pikir induktif dan deduktif keduanya dapat digunakan untuk
mempelajari konsep-konsep matematika.
Namun demikian, pembelajaran matematika dengan fokus pada
pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, dan pemecahan masalah dapat
diawali menggunakan pola pikir induktif melalui pengalaman-pengalaman khusus
yang dialami siswa. Pertama-tama siswa dapat diajak mengkonstruksi
pengetahuan matematika dengan menggunakan pola pikir induktif. Misalnya
kegiatan pembelajaran dapat dimulai dengan menyajikan beberapa contoh atau
fakta yang teramati, membuat daftar sifat-sifat yang muncul, memperkirakan hasil
yang mungkin, dan kemudian siswa dapat diarahkan menyusun generalisasi secara
Secara umum dalam memecahkan masalah siswa menggunakan pola pikir
induktif-deduktif. Dalam pemecahan masalah,memecahkannya kadang hanya
menggunakan salah satu pola pikir induktif atau deduktif, namun banyak masalah
dalam memecahkannya menggunakan keduanya pola pikir induktif dan deduktif
secara bergantian.
Untuk itu pembelajaran matematika memerlukan keterampilan dari
seorang guru untuk mendorong dan merangsang anak didiknya menggunakan
kemampuan penalaran yang dimilikinya untuk memahami materi yang diberikan
guru secara utuh. Jika guru kurang menguasai strategi mengajar maka siswa akan
sulit menerima materi pelajaran dengan sempurna. Oleh karena itu guru
matematika perlu memahami dan mengembangkan berbagai bentuk metode dan
keterampilan mengajar dalam mengajarkan matematika guna membangkitkan
kemampuan berfikir siswa agar mereka belajar dengan antusias. Lebih dari itu
siswa juga merasa ambil bagian dan berperan aktif dalam proses kegiatan belajar
mengajar.
Pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan
potensi siswa merupakan kemampuan dan keterampilan dasar yang harus dimiliki
oleh seorang guru. Hal ini didasari oleh asumsi bahwa ketepatan guru dalam
memilih metode pembelajaran akan berpengaruh terhadap keberhasilan dan hasil
belajar siswa. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Azis Wahab (dalam Solihatin,
2007:1) yang menyatakan model pembelajaran yang digunakan guru akan
Oleh karena itu penyajian materi perlu mendapat perhatian guru, dan
hendaknya dalam pembelajaran di sekolah guru memilih dan menggunakan
strategi pendekatan, metode dan teknik yang banyak melibatkan siswa aktif dalam
belajar, baik mental, fisik, maupun sosial. Salah satu alternatif pembelajaran yang
dapat digunakan di antaranya adalah pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif. Dalam penelitian ini penulis menggunakan penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan tipe Jigsaw.
Kedua model pengajaran ini pada hakekatnya adalah menggali dan
mengembangkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar
dan ini sangat baik untuk diterapkan pada mata pelajaran yang dirasakan guru
sangat sulit dipahami siswa sebagaimana yang sering dialami siswa pada mata
pelajaran matematika. Dari sini dapat dilihat bahwa secara umum peserta didik
akan terangsang untuk belajar (terlibat aktif dalam pengajaran) apabila ia melihat
bahwa situasi pengajaran cenderung memuaskan dirinya sesuai kebutuhannya.
Guru sebagai fasilitator dituntut dapat memodifikasi atau bahkan
menerapkan metode-metode baru yang lebih disukai siswa dan meningkatkan
keaktifannya. Salah satu peran guru yang terpenting adalah bagaimana mereka
dapat mencerdaskan dan mempersiapkan masa depan anak didik melalui kegiatan
belajar yang benar-benar kreatif, terbuka dan menyenangkan (joyfull learning).
Berdasarkan uraian sebelumnya maka salah satu alternatif dalam
mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan pengelolaan pembelajaran
kooperatif. Pembelajaran kooperatif menjadi pilihan karena pembelajaran ini
sedemikian rupa agar terjadi interaksi positif antarsiswa. Di samping itu guru
harus menciptakan sistem sosial dalam lingkungan belajar yang dicirikan dengan
prosedur demokrasi dan ilmiah. Tanggung jawab guru adalah memotivasi siswa
untuk bekerja secara kooperatif untuk menyelesaikan masalah yang muncul pada
saat itu.
Beberapa ahli berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif dapat
memberikan keuntungan, baik bagi siswa kelompok atas maupun siswa kelompok
bawah yang bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang ingin
mengetahui: ”Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif Terhadap
Kemampuan Penalaran dan Penguasaan Konsep Matematika Siswa Kelas VII
SMP Negeri 9 dan SMP Negeri 34 Sekecamatan Jatiasih Bekasi”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya
terdapat beberapa permasalahan yang menjadi perhatian penulis untuk dikaji dan
dianalisis lebih lanjut dalam penelitian ini, yaitu: metode pembelajaran kooperatif
terhadap kemampuan penalaran dan penguasaan konsep matematika siswa.
Selanjutnya, dalam penelitian ini diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah guru dapat melaksanakan metode pembelajaran kooperatif pada
mata pelajaran Matematika ?
2. Bagaimana reaksi siswa terhadap metode pembelajaran kooperatif tipe
3. Apakah ada kesulitan dalam melaksanakan metode pembelajaran
kooperatif pada saat proses belajar berlangsung?
4. Apakah guru masih kurang perhatian mengenai penerapan metode
pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran Matematika?
5. Apakah ada perbedaan hasil tes kemampuaan penalaran Matematika
siswa yang belajar menggunakan metode kooperatif tipe STAD dengan
tipe Jigsaw?
6. Apakah ada perbedaan hasil tes penguasaan konsep Matematika siswa
yang belajar menggunakan metode kooperatif tipe STAD dengan tipe
Jigsaw?
7. Faktor apakah yang dapat mempengaruhi kemampuan penalaran
Matematika siswa?
8. Faktor apakah yang dapat mempengaruhi penguasaan konsep
Matematika siswa?
9. Manakah yang lebih baik Kemampuan penalaran Matematika antara
siswa yang menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD
atau tipe Jigsaw?
10. Manakah yang lebih baik penguasaan konsep Matematika antara siswa
yang menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD atau
Jigsaw?
11. Apakah ada kesulitan dalam melaksanakan metode pembelajaran
12. Apakah metode pembelajaran kooperatif dapat merangsang kemampuan
penalaran dan penguasaan konsep Matematika siswa?
13. Apakah ada perbedaan hasil tes kemampuan penalaran dan penguasaan
konsep Matematika siswa yang belajar dengan tipe STAD dan tipe
Jigsaw?
14. Apakah ada pengaruh metode pembelajaran kooperatif terhadap
kemampuan penalaran dan penguasaan konsep Matematika siswa secara
multivariat?
15. Apakah ada pengaruh metode pembelajaraan kooperatif terhadap
kemampuan penalaran Matematika siswa ?
16. Apakah ada pengaruh metode pembelajaran kooperatif terhadap
penguasaan konsep Matematika siswa?
C. Pembatasan Masalah
Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini dibatasi pada apakah
terdapat pengaruh metode pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan
penalaran dan penguasaan konsep matematika siswa.
Metode pembelajaran kooperatif yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan metode pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw.
Untuk tingkat kemampuan penalaran dan penguasaan konsep matematika
konsep tinggi dan kemampuan penalaran dan penguasaan konsep rendah, yang
ditunjukkan pada nilai tes formatif.
Adapun pokok bahasan dalam penelitian ini adalah konsep himpunan dan
diagram Venn, kedudukan dua garis, garis-garis sejajar, membagi garis, satuan
sudut, penjumlahan dan pengurangan satuan sudut, memberi nama sudut,
menggambar dan mengukur sudut, jenis-jenis sudut dan hubungan antarsudut.
D. Perumusan Masalah
Setelah memperhatikan identifikasi masalah yang ada dalam penelitian ini
begitu banyak sehingga perlu adanya perumusan masalah, yaitu:
1. Apakah ada pengaruh metode pembelajaran kooperatif terhadap
kemampuan penalaran dan penguasaan konsep matematika siswa secara
multivariat?
2. Apakah ada pengaruh metode pembelajaraan kooperatif terhadap
kemampuan penalaran matematika siswa ?
3. Apakah ada pengaruh metode pembelajaran kooperatif terhadap
penguasaan konsep matematika siswa?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini diharapkan akan diperoleh manfaat secara empiris
1. Mengetahui adanya pengaruh metode pembelajaran kooperatif terhadap
kemampuan penalaran dan penguasaan konsep Matematika siswa secara
multivariat.
2. Mengetahui adanya pengaruh metode pembelajaraan kooperatif terhadap
kemampuan penalaran Matematika siswa.
3. Mengetahui adanya pengaruh metode pembelajaran kooperatif terhadap
penguasaan konsep Matematika siswa.
F. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik secara teoritik
maupun praktik dalam bidang kependidikan matematika, terutama pada jenjang
pendidikan Sekolah Menengah Pertama. Manfaat tersebut dijabarkan sebagai
berikut :
1. Manfaat atau kegunaan secara teoritik
Secara teoritik hasil penelitian ini bermanfaat antara lain :
a. Untuk dijadikan rujukan teori bagi penelitian lanjutan, khususnya
yang terkait dengan penelitian dalam bidang metode pembelajaran
kooperatif terhadap kemampuan penalaran dan penguasaan konsep
matematika.
b. Untuk menambah literatur kepustakaan bidang pendidikan
matematika pada jenjang Sekolah Menengah Pertama.
Dalam kehidupan praktik, hasil penelitian ini bermanfaat sebagai
sumbangan positif dan masukan kepada semua pihak yang terkait dalam
dunia pendidikan, khususnya pada pendidikan matematika SMP, antara lain :
a. Pemerintah, yaitu :
1) Bagi pemerintah khususnya pengembangan dan penelaahan
kurikulum untuk mempertimbangkan aspek metode
pembelajaran khususnya pembelajaran kooperatif dalam proses
kegiatan pembelajaran matematika terhadap kemampuan
penalaran dan penguasaan konsep matematika dalam
pembelajaran matematika.
2) Sebagai referensi atau bahan pertimbangan bagi pemerintah
khususnya para praktisi atau pakar dunia pendidikan untuk
memperhatikan pergembangan dunia pendidikan khususnya
pendidikan matematika yang memerlukan penalaran dan
penguasaan konsep melalui metode pembelajaran kooperatif.
b. Sekolah, yaitu :
1) Bagi para guru bagaimana untuk menumbuhkan atau
merangsang kemampuan penalaran dan penguasaan konsep
matematika melalui metode pembelajaran kooperatif, agar
tercapainya prestasi belajar yang memuaskan.
2) Bagi calon guru SMP, khususnya yang akan mengajar praktek
mengajar bagi mahasiswa jurusan matematika sehingga dapat
melibatkan keaktifan siswa dalam metode pembelajaran
kooperatif, selain itu dari hasil penelitian ini dapat memberikan
masukan bagi para guru matematika tentang mengajarkan
konsep-konsep matematika. Bagaimana cara menumbuhkan atau
merangsang kemampuan penalaran dan penguasaan konsep
matematika siswa dengan menggunakan metode pembelajaran
kooperatif. Sehingga sebagai wujud belajar bermakna, efisien,
dan efektif.
3) Bagi para siswa lebih menyadari arti pentingnya kemampuan
penalaran dan penguasaan konsep, dalam proses belajar
berlangsung hendaknya siswa selalu memperhatikan guru pada
saat memberi meteri.
4) Bagi para peneliti untuk menjadi bahan pembanding mengenai
topik peranan metode pembelajaran kooperatif terhadap
kemampuan penalaran dan penguasaan konsep dalam
pembelajaran matematika.
G. Sistematika Penulisan Tesis
Tesis ini disusun sebagai laporan hasil penelitian yang terdiri dari lima
bab yaitu :
Bab I : Pendahuluan
Dalam bab ini dijelaskan berbagai alasan tentang penulisan judul
disampaikan berbagai hal tentang perbedaan dan kenyataan dengan kondisi
pembelajaran yang sedang berlangsung.
Bab II : Landasan Teori
Dalam bab ini dijelaskan teori-teori yang mendukung dan berkenaan
dengan variabel penelitian, diantaranya teori tentang metoda pembelajaran
kooperatif tipe STAD dan Jigsaw, terhadap kemampuan penalaran, dan
penguasaan konsep matematika. Bab ini menjelaskan kerangka berpikir dan
hipotesis penelitian.
Bab III : Metodologi Penelitian
Dalam bab ini dijelaskan tentang metode yang digunakan dalam kegiatan
penelitian, dalam hali ini metode yang digunakan adalah metode eksperimen.
Sedangkan analisis datanya dengan menggunakan Analisis Multivariat (Manova),
yaitu hubungan di antara variabel independen dengan dua variabel dependen.
Bab IV : Hasil Penelitian
Dalam bab ini disampaikan tentang hasil penelitian menyangkut kondisi
real yang ada dan sedang berlangsung serta pencapaian hasil belajar siswa, yang
dibedakan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.
Bab V : Kesimpulan dan Saran
Dalam bab ini dijelaskan kesimpulan dan asaran atas hasil penelitian,
sehingga diperoleh suatu rekomendasi untuk meningkatkan hasil belajar
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Deskripsi Teori
1. Kemampuan Penalaran Matematika
a. Pengertian Matematika
Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema
yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa
Belanda disebut Wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan
dengan penalaran. Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif,
yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat
logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau
pernyataan dalam matematika bersifat konsisten.
Menurut Soedjadi (2000:11) pergertian matematika dapat disajikan
sebagai berikut :
1) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan
terorganisir secara sistematik.
2) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.
3) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan
berhubungan dengan bilangan.
4) Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif
dan masalah tentang garis dan sudut.
6) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang
ketat.
Hudoyo (1989:3) mengemukakan bahwa matematika berkenaan
dengan ide-ide abstrak yang diberikan simbol-simbol yang
tersusun secara hierarkis dan penalarannya deduktif, jelas
belajar matematika itu merupakan kegiatan mental tinggi.
Menurut Sumardyono (2004:28) secara umum definisi
matematika dapat dideskripsikan sebagai berikut, di antaranya :
a) Matematika sebagai struktur yang terorganisir
Agak berbeda dengan ilmu pengetahuan yang lain,
matematika merupakan suatu bangunan struktur yang
terorganisir. Sebagai sebuah struktur, ia terdiri atas beberapa
komponen, yang meliputi aksioma atau postulat, pengertian
pangkal atau primitif, dan dalil atau teprima (termasuk di
dalamnya lemma (teorima pengantar atau kecil) dan corolly atau
sifat).
b) Matematika sebagai alat (tool)
Matematika juga sering dipandang sebagai alat dalam
mencari solusi berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.
c) Matematika sebagai pola pikir deduktif
Matematika merupakan pengetahuan yang memiliki pola
matematika dapat diterima kebenarannya apabila telah
dibuktikan secara deduktif (umum).
d) Matematika sebagai cara bernalar (the way of thingking) Matematika dapat pula dipandang sebagai cara bernalar,
paling tidak karena beberapa hal, seperti matematika, matematik
cara pembuktian yang shahih (valid), rumus-rumus atau aturan
yang umum, atau sifat penalaran matematika yang sistematis.
e) Matematika sebagai bahasa artifisial
Simbol merupakan ciri yang paling menonjol dalam
matematika. Bahasa matematika adalah bahasa matematika
adalah bahasa simbol yang bersifat artifisial, yang baru memiliki
arti bila dikenakan pada suatu konteks.
f) Matematika sebagai seni yang kreatif
Penalaran logis dan efesien serta perbendaharaan ide-ide
dan pola-pola yang kreatif dan menakjubkan, maka matematika
sering pula disebut sebagai seni, khususnya merupakan seni
berpikir yang kreatif.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa matematika adalah penalaran logis dari ide-ide dan
pola-pola yang abstrak. Dengan matematika pula dipandang sebagai cara
b. Penalaran Matematika
Fondasi dari matematika adalah penalaran (reasoning), salah satu
tujuan terpenting dari pembelajaran matematika adalah mengajarkan
kepada siswa penalaran logika (logical reasoning). Banyak penelitian
yang dilakukan para psikolog dan pendidik berkaitan dengan penalaran.
Penalaran yang mula-mula dikenalkan oleh Aristotle adalah penalaran
silogisme yang idenya muncul ketika orang ingin mengetahui “apa yang
terjadi dibenak” dalam memecahkan masalah yang memuat logika. Lebih
dari 2000 tahun yang lalu Aristotle mengenalkan suatu sistem penalaran
atau validasi argumen yang disebut silogisme. Silogisme memuat tiga urutan argumen: sebuah premis utama (a major premise); sebuah premis
minor (a minor premise); dan sebuah kesimpulan (a conclusion). Suatu
kesimpulan yang dicapai berdasarkan penalaran silogismedinilai “benar” atau “valid”, jika premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar
dan disusun dalam bentuk yang benar.
Sementara itu Arifin (2008:139) dalam bukunya mengartikan
penalaran sebagai berikut :
Penalaran adalah suatu proses berpikir manusia untuk menghubung-hubungkan data atau fakta yang ada sehingga sampai pada suatu simpulan. Data atau fakta yang akan dinalar boleh benar dan boleh tidak benar. Disinilah letaknya kerja penalaran. Orang akan menerima data dan fakta yang benar dan tentu saja akan menolak fakta yang belum jelas kebenarannya.
Dalam belajar matematika memerlukan penalaran induktif dan
mengklasifikasikan penalaran dalam penalaran induktif dan penalaran
deduktif. Penalaran induktif digunakan bila dari kebenaran suatu kasus
khusus kemudian disimpulkan kebenaran untuk semua kasus. Penalaran
deduktif digunakan berdasarkan konsistensi pikiran dan konsistensi
logika yang digunakan. Jika premis-premis dalam suatu silogisme benar
dan bentuknya (format penyusunannya) benar, maka kesimpulannya
benar. Proses penarikan kesimpulan seperti ini dinamakan deduktif atau
sering disebut penalaran deduktif.
Perissini dan Webb (dalam Rochmadi, 2008:3) di samping
memandang penalaran matematika sebagai konseptualisasi dinamik dari
daya matematika (mathematically powerful) siswa, juga memandang
penalaran matematika sebagai aktivitas dinamik yang melibatkan
keragaman mode berpikir. Daya matematika sebagai suatu integrasi dari
berikut ini: (a) suatu kecenderungan positip kepada matematika; (b)
pengetahuan dan pemahaman terhadap sifat-sifat matematika, meliputi
konsep-konsep, prosedur-prosedur dan keterampilan-keterampilan; (c)
kecakapan melakukan analisis dan beralasan secara matematis; (d)
kecakapan menggunakan bahasa matematika untuk mengkomunikasi-kan
ide-ide; dan (e) kecakapan menerapkan pengetahuan matematika untuk
memecahkan masalah-masalah dalam berbagai konteks dan disiplin ilmu.
Penalaran matematika memiliki peran yang amat penting dalam
proses berpikir seseorang. Penalaran matematika meliputi
membangun argumen-argumen, dan menentukan kesimpulan-kesimpulan
logis berdasar ide-ide dan hubungan-hubungannya.
Dari uraian di atas, maka matematika adalah penalaran yang logis
merupakan proses berpikir untuk mencapai kesimpulan logis dari suatu
masalah berdasarkan fakta dan sumber yang relevan serta bisa
merumuskan langkah-langkah yang sistematis dan terarah dalam
mencapai kesimpulan tersebut.
c. Kemampuan Penalaran Matematika
Dengan kemampuan menalar manusia dapat mengembangkan
pengetahuan, dia mengetahui mana yang benar dan mana yang salah,
mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang indah dan mana yang
jelek. Secara terus menerus manusia dipaksa harus mengambil pilihan
tersebut. Dalam melakukan pilihan ini maka manusia berpaling kepada
pengetahuan.
Manusia mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi
kebutuhan kelangsungan hidupnya. Suriasumantri (2007:40) menyatakan
bahwa :
Sumarmo (2003) mengemukakan bahwa :
kemampuan penalaran matematika adalah suatu kemampuan yang muncul dalam bentuk: menarik kesimpulan secara logik, menyusun dan menguji konjektur, menyusun pembuktian langsung atau tak langsung dan menggunakan induksi matematika, merumuskan lawan contoh (counter examples), dan menyusun argumen yang valid.
Pentingnya kemampuan penalaran dalam matematika juga
dikemukakan oleh Suryadi (2005), bahwa pembelajaran yang lebih
menekankan pada aktivitas penalaran dan pemecahan masalah sangat erat
kaitannya dengan pencapaian prestasi siswa yang tinggi. Sebagai contoh
pembelajaran matematika di Jepang dan Korea yang lebih menekankan
pada aspek penalaran dan pemecahan masalah mampu menghasilkan
siswa berprestasi tinggi dalam tes matematika yang dilakukan oleh
TIMSS (The third Internasional Mathematics and Science Study, 1999).
Bila kemampuan bernalar tidak dikembangkan pada siswa, maka
bagi siswa matematika hanya akan menjadi materi yang mengikuti
serangkaian prosedur dan meniru contoh-contoh tanpa mengetahui
maknanya. Supinah (2008:1) menjelaskan dampak lebih lanjut adalah
banyak siswa mampu menyajikan tingkat hapalan yang baik terhadap
suatu materi ajar yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka
tidak memahami bagaimana pengetahuan tersebut akan bermanfaat
dalam kehidupannya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan kemampuan penalaran
kesimpulan logis, memberikan penjelasan dengan mengunakan model,
fakta, sifat-sifat dan hubungan, menyusun argumen yang valid sebagai
bentuk proses berpikir analisis dan logis yang berusaha
menghubung-hubungkan fakta dan sumber yang relevan untuk mencapai suatu
kesimpulan.
2. Teori Penguasaan Konsep Matematika
a. Penguasaan Konsep
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) penguasaan
berarti kemampuan atau kesanggupan untuk menggunakan pengetahuan,
kepandaian, dan sebagai. Dan kata “penguasaan“ menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1997) berarti “pemahaman”, sedangkan “
pemahaman” memiliki kata dasar “paham” yang berarti “tahu benar”.
Jadi penguasaan atau pemahaman adalah (a) menerima arti,
menyerap ide, (b) mengetahui secara betul, memahami sifat dasar
karakter, (c) mengetahui arti kata-kata seperti dalam bahasa, dan (d)
menyerap dengan jelas atau menyadari fakta.
Menurut Sabri, (2007:97) konsep atau pengertian ialah satuan arti
yang mewakili sejumlah objek atau benda yang mempunyai ciri-ciri yang
sama. Senada dengan Sagala, (2003:71) konsep merupakan buah
pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam
definisi sehingga melahirkan produk pengetahuan meliputi prinsip,
melalui generalisasi dan berfikir absrtak, konsep dapat mengalami
perubahan disesuaikan dengan fakta atau pengetahuan baru.
Konsep-konsep merupakan penyajian-penyajian dari sekelompok
stimulus-stimulus, konsep-konsep yang dapat diamati tetapi harus
disimpulkan. Dalam memberikan suatu definisi verbal dari suatu konsep,
suatu definisi tidak mengungkapkan semua hubungan-hubungan antara
konsep itu dengan konsep-konsep yang lain.
Flavell (dalam Sagala, 2003: 72) menyarankan, bahwa
penguasaan atau pemahaman terhadap konsep-konsep dapat dibedakan
dalam tujuh dimensi yaitu :
1) Atribut, setiap konsep mempunyai atribut yang berbeda, contoh-contoh konsep harus mempunyai atribut-atribut yang relevan, termasuk juga atribut-atribut yang tidak relevan. Contoh konsepnya : meja harus mempunyai suatu permukaan yang datar, dan sumbangan-sumbangan yang mengarah kebawah yang mengangkat permukaan itu dari lantai.
2) Struktur, menyangkut cara terkaitnya atau tergabungnya atribut-atribut itu, ada tiga macam struktur yang dikenal misalnya: (a) Konsep konjungtif adalah konsep-konsep dimana terdapat
dua atau lebih sifat-sifat, sehingga dapat memenuhi syarat. sebagai contoh konsep : seorang artis adalah seorang wanita yang main dalam film.
(b) Konsep disjungtif adalah konsep-konsep yang memiliki satu dari dua atau lebih sifat-sifat harus ada. Contoh konsep : Paman adalah seorang pria yang merupakan kakak wanita dari ayah atau ibu.
(c) Konsep relasional, konsep yang memiliki hubungan tertentu antara atribut-atribut konsep. Contoh konsepnya :Kelas sosial ditentukan oleh hubungan antara pendpatan, pendidikan, jabatan atau pekerjaan, dan faktor-faktor lainnya.
4) Keinklusifan (Inclusiveness), yaitu ditunjukkan pada jumlah contoh-contoh yang terlihat dalam konsep itu. Contoh konsep : seorang anak kecil yang telah mengenal macam-macam warna. 5) Generalisasi atau keumuman, yaitu bila diklasifikasikan,
konsep-konsep dapat berbeda dalam posisi superordinat atau subordinatnya. Contoh konsep : tanam yang dapat dimakan. 6) Ketepatan, yaitu suatu konsep menyangkut apakah ada
sekumpulan aturan-aturan untuk membedakan contoh-contoh dari noncontoh-noncontoh suatu konsep.
7) Kekuatan (power), yaitu kekuatan suatu konsep oleh sejauh mana orang setuju bahwa konsep itu penting.
Dari konsep-konsep di atas, konsep keabstrakanlah, konsep yang
berhubungan dengan ilmu logika (matematika), karena konsep tersebut
abstrak dan konkret yang berdasarkan pengalaman, yang diperoleh
setelah proses belajar.
Penguasaan konsep menurut Gagne, sebagaimana dikutip oleh
Nasution (2008:161) mengatakan bahwa bila seorang siswa dapat
menghadapi benda atau peristiwa sebagai suatu kelompok, golongan,
kelas, kategori, maka ia telah belajar konsep, jadi seorang siswa
dikatakan telah menguasai dan mengabstrasi sifat yang sama tersebu,
yang merupakan ciri khas dari konsep yang dipelajari, dan telah mampu
membuat generalisasi terhadap konsep tersebut. Artinya, seorang siswa
telah menguasai keberadaan konsep tersebut, tidak lagi terkait dengan
suatu benda konkret tertentu atau peristiwa tertentu tetapi bersifat umum.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penguasaan
atau pemahaman konsep, sama-sama dipahami atau dikuasai dalam suatu
konsep tersebut maka siswa tersebut akan mudah mengungkapkannya.
Dalam penguasaan konsep ini siswa tidah hanya mengusai keberadaan
konsep, tetapi harus ada kaitannya dengan suatu benda konkret yang
bersifat umum.
b. Konsep Matematika
Menurut (R. Soedjadi, 2000:14) konsep matematika idea abstrak
yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan
sekumpulan objek. Apakah objek tertentu merupakan contoh ataukah
bukan. “segitiga” adalah nama suatu konsep abstrak. Dengan konsep itu
sekumpulan objek dapat digolongkan sebagai contoh segitiga ataukah
bukan contoh. “Bilangan asli” adalah nama suatu konsep yang lebih
komplek. Dikatakan lebih komplek karena bilangan asli terdiri atas
banyak konsep.
Konsep berhubungan erat dengan definisi. Definisi adalah
ungkapan yang membatasi suatu konsep. Dengan adanya definisi orang
dapat membuat ilustrasi atau gambar atau lambang dari konsep yang
didefinisikan. Contoh tentang konsep sebagai berikut.
1) Dalam matematika terdapat konsep yang amat penting yaitu
“fungsi”’ “variabel”, “konstanta”.
2) “Sudut” adalah suatu konsep. Dengan konsep itu kita dapat
membedakan mana yang merupakan contoh sudut siku-siku dan
3) “Hubungan antarsudut” merupakan konsep, karena dengan
konsep itu , kita dapat membedakan mana yang merupakan
hubungan antarsudut dan mana yang bukan merupakan
hubungan antarsudut.
Untuk membangun konsep, siswa melakukan dengan cara
pengamatan atau membayangkan sesuatu yang konkret terlebih dahulu.
Dan bila siswa tersebut dikatakan dapat membangun konsep jika dia
dapat membedakan mana yang termasuk contoh dan bukan contoh dari
suatu ide abstrak. Wirasto (1987) memberikan ciri-ciri siswa yang sudah
menguasai konsep adalah sebagai berikut :
1) Mengetahui ciri-ciri suatu konsep
2) Mengenal beberapa contoh dan bukan contoh dari konsep
tersebut
3) Mengenal sejumlah sifat-sifat dan esensinya
Menurut uraian di atas konsep matematika adalah sekumpulan
objek tertentu yang dapat digolongkan sebagai contoh atau bukan contoh.
Dalam konsep berhubungan erat dengan definisi, yang membatasi
konsep. Karena definisi kita dapat menafsirkan dalam membuat gambar
atau lambang bagian dari konsep. Dan untuk membangun suatu konsep
hendaknya siswa melalui proses pembelajaran, dengan cara mengamati
c. Penguasaan Konsep Matematika
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1994:725) konsep dalam
matematika adalah ide abstrak yang memungkinkan kita untuk
mengelompokkan atau mengklasifikasikan benda atau kejadian
Konsep sebagai gagasan yang bersifat abstrak, dipahami siswa
melalui pengalaman. Dalam membentuk konsep atau struktur, siswa
harus melalui pengalaman sebelumnya. Konsep atau struktur baru
haruslah bermakna bagi siswa artinya konsep tersebut cocok dengan
kemampuan yang dimiliki siswa serta relevan dengan kemampuan
kognitif (Hudojo, 2005;72). Menurut Bloom (dalam Sagala, 2006;157)
ada enam kemampuan kognitif meliputi:
1) Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merupakan proses untuk mengingat dan
memanggil kembali suatu informasi pada suatu waktu jika
dibutuhkan. Pengetahuan diklasifikasikan menjadi dua macam,
yaitu:
a) Mengetahui sesuatu yang khusus mengetahui terminologi
Kemampuan ini berhubungan dengan kemampuan
mengenal atau mengingat kembali istilah atau konsep tertentu
yang dinyatkan dalam bentuk simbol, baik berbentuk verbal atau
nonverbal. Mengetahui fakta tertentu Kemampuan ini
mengingat kembali tanggal, peristiwa, orang, tempat, dan
lain-lain
b) Pengetahuan tentang cara untuk memproses atau melakukan sesuatu;
(1) Mengetahui kebiasaan atau cara mengetengahkan ide
atau pengalaman. (2) Mengetahui urutan atau kecenderungan
yaitu proses, arah, dan gerakan suatu gejala atau fenomena pada
waktu yang berkaitan. (3) Mengetahui penggololongan atau
pengkategorian, yaitu mengetahui kelas, kelompok, perangkat
atau susnan yang digunakan dalam bidang tertentu atau
memproses sesuatu. (4) Mengetahui kriteria yang digunakan
untuk meng-identifikasi fakta, prinsip, pendapat atau perlakuan.
Mengetahui metodologi, yaitu perangkat cara yang digunakan
untuk mencari, menemukan, atau menyelesaikan masalah. (5)
Mengetahui hal-hal yang universal dan abstrak dalam bidang
tertentu, yaitu ide, bagan dan pola yang digunakan untuk
mengorganisasikan suatu fenomena atau pikiran. (6).
Mengetahui prinsip dan generalisasi, (7) Mengetahui teori dan
struktur.
2) Pemahaman (comprehension)
Kemampuan memahami dapat juga disebut dengan istilah
”mengerti”. Seseorang siswa dikatakan telah mempunyai
menjelaskan sustu konsep tertentu dengan kata-kata sendiri, dapat
membandingkan, dapat membedakan dan dapat mempertentangkan
konsep tersebut dengan konsep lain. Kemampuan yang tergolong
dalam kemampuan mamahami adalah;
a) Translasi, yaitu kemampuan untuk mengubah simbol
tertentu menjadi simbol lain tanpa perubahan makna.
Misalnya simbol berupa kata-kata (verbal) diubah menjadi
gambar, bagan atau grafik.
b) Interpretasi, yaitu kemampuan untuk menjelaskan makna
yang terdapat di dalam simbol, baik simbol verbal maupun
nonverbal. Misalnya kemampuan menjelaskan konsep atau
prinsip dan tori tertentu.
c) Ekstrapolasi, yaitu kemampuan untuk melihat
kecenderungan atau arah atau kelanjutan dari suatu temuan.
3) Penerapan (application)
Penerapan adalah kemampuan untuk menggunakan konsep,
prinsip, Prosedur atau teori tertentu. Seseorang dikatakan menguasai
kemampuan ini jika dia dapat memberi contoh, menggunakan,
mengklarifikasikan, memanfaatkan, menyelesaikan, dan
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menguraikan suatu bahan
(fenomena atau bahan pelajaran) ke dalam unsur-unsurnya,
kemudian menghubung-hubungkan bagian dengan bagian dengan
cara bagaimana dia disusun dan diorganisasikan Menurut Bloom,
ada tiga jenis kemampuan analisis yaitu analisis unsur, analisis
hubungan dan analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah kemampuan untuk mengumpulkan dan
meng-organisasikan semua unsur atau bagian, sehingga membentuk satu
keseluruhan secara utuh. Dengan kata lain, suatu kemampuan
intelektual yang mengkombinasikan semua unsur yang relevan guna
membentuk suatu pola atau sruktur yang sama sekali baru.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi adalah kemampuan untuk mengambil keputusan,
menyatakan pendapat atau memberi penilaian berdasarkan
kriteria-kriteria baik kualitatif maupun kuantitatif. Evaluasi dapat dibedakan
berdasarkan kriteria pembenaran yang digunakan, yaitu:
a) Pembenaran berdasarkan kriteria internal dilakukan dengan
memperhatikan konsistensi atau kecermatan susunan secara
logis unsur-unsur yang ada didalam obyek yang diamati
sehingga seseorang dapat mengambil keputusan atau
b) Pembenaran berdasarkan kriteria eksternal dilakukan
berdasarkan kriteria- kiteria yang bersumber di luar obyek
yang diamati.
Yang paling penting untuk diperhatikan dalam penguasaan
konsep matematika adalah bagaimana siswa membentuk konsep tersebut.
Untuk mengukur kemampuan siswa dapat dilihat dengan 3 aspek ini,
yaitu : aspek mengingat (C1), memahami (C2) dan aplikasi (C3)
berdasarkan Taksonomi Bloom hasil revisi.
1) C1 Mengingat
Tipe hasil belajar mengingat termasuk kognitif tingkat rendah
yang paling rendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasyarat
bagi tipe hasil belajar berikutnya. Hafal menjadi prasyarat bagi
pemahaman. Contohnya hafal kata-kata memudahkan dalam
membuat kalimat (Sudjana, 2008:23).
2) C2 Memahami
Tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari C1 mengingat.
Pemahaman dapat dibedakan kedalam tiga kategori yaitu
pema-haman terjemahan, pemahaman penafsiran dan pemahaman
ekstrapolasi/memperluas data (Sudjana, 2008:24).
3) C3 Mengaplikasikan
Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi konkret
atau situasi khusus. Suatu situasi akan tetap dilihat sebagai situasi
kehidupan yang ada di masyarakat atau realitas yang ada dalam teks
bacaan (Sudjana, 2008: 25).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penguasaan
konsep matematika kemampuan siswa dalam menjelaskan konsep, prinsif
dan struktur pengetahuan matematika setelah melalui proses belajar
sesuai dengan ranah kognitif siswa. Dan penguasaan konsep tersebut
harus didasarkan pada pemahaman konsep. Jika dua hal tersebut dapat
dipahami dan dikuasai maka suatu materi dapat mudah diingat oleh
peserta didik dan jika suatu saat ditanya oleh guru tentang konsep yang
telah ia pelajari yaitu tentang konsep, prinsip, dan struktur pengetahuan
tersebut, maka peserta didik akan mudah untuk mengungkapkannya.
Agar siswa dapat mengingat suatu konsep matematika untuk jangka
waktu yang lama maka siswa harus memperoleh konsep dengan cara
menggunakan dalam kehidupan sehari-hari.
d. Materi Yang Diuji
1. Himpunan menurut (Nuharini, 2008:164)
Himpunan adalah Kumpulan benda atau obyek yang dapat didefinisikan dengan jelas, sehingga dengan tepat dapat diketahui obyek yang termasuk himpunan dan yang tidak termasuk dalam himpunan tersebut. Dalam penelitian ini akan di uji tentang pokok bahasan matematika, yang terdiri dari dua pokok bahasan, yaitu menggunakan konsep himpunan dan diagram Venn dalam pemecahan masalah.
Diagram Venn
Konsep himpunan dengan menggunakan diagram Venn
Gambar 2.1 Digram Venn
A dan B adalah himpunan-himpunan saling lepas (A // B) maka n (A B) = n (A) + n (B). Himpunan A dan B tidak memiliki anggota persekutuan.
A dan B adalah himpunan-himpunan dengan A B, setiap anggota A termasuk anggota B, maka AB = A, AB = B
A dan B adalah himpunan-himpunan berpotongan (A B), jika A dan B memiliki anggota persekutuan dan masing-masing juga memiliki anggota yang bukan persekutuan, maka :
1) n (AB) = n (S) – n (AB)c
2) n (AB) = n (A) + n (B) - n (AB) 3) n (A – B) = n (A) – n (AB)
4) n (B – A) = n (B) – n (AB) 5) n (AcBc) = n(S) – n (AB)
A B
S
B
A S
S
n(AB)
n (AcBc)
2. Konsep Garis Dan Sudut
a. Garis menurut (Nuharini, 2008:200)
Pengertian Garis adalah bangunan yang paling sederhana dalam geometri dan berdemensi satu, terletak diantara dua garis dapat ditarik satu garis lurus.
1) Kedudukan dua garis
(a) Sejajar : Kedua garis terletak dalam satu bidang datar dan tidak berpotongan
(b) Berpotongan : Kedua garis berpotongan jika mem-punyai sebuah titik potong
(c) Berimpit : Kedua garis saling berimpit jika kedua garis terletak pada satu garis
2) Garis Vertikal dan Garis horizontal
(a) Garis Vertikal : Garis yang tegak lurus dengan arah permukiman air.
(b) Garis Horizontal : Garis yang tegak lurus dengan bidang permukaan air yang tenang.
3) Sifat-sifat Garis sejajar :
(a) Melalui satu titik diluar sebuah garis dapat ditarik tepat satu garis yang sejajar dengan garis itu.
(b) Jika sebuah garis memotong salah satu dari dua garis yang sejajar maka garis itu juga akan memotong garis yang kedua.
(c) Jika sebuah garis sejajar dengan dua garis lainnya maka kedua garis itu sejajar pula satu sama lain.
4) Membagi sebuah garis :
Gambar 2.2
(b) Membagi garis dengan perbandingan tertentu.
Langkah-langkahnya sebagai berikut;
Buatlah garis CD, dari titik C, buatlah sebarang garis CK, sedemikian sehingga tidak berimpit dengan garis CD. Dari titik C, buat busur lingkaran dengan jari-jari sama, sehingga CP : PQ = 1 : 3. Tariklah garis dari titik Q ke titik D. Dari titik P buatlah garis yang sejajar dengan DQ, dengan cara membuat sudut yang besarnya sama dengan CQD terlebih dahulu dari titik P kemudian menghubungkannya sehingga me-motong CD di titik B. Terbentuklah ruas garis CB dan BD pada garis CD dengan perbandingan CB : BD = 1 : 3. Garis CD telah terbagi menjadi dua bagian dengan perbandingan 1 : 3 sudut.
Gambar 2.3
K M N L
S
R
Q
p
C B D
P
Q
b. Sudut
1) Pengertian
Sudut adalah daerah yang dibentuk oleh pertemuan antara dua buah sinar atau dua buah garis lurus.
2) Satuan sudut
Besar suatu sudut dapat dinyatakan dalam satuan derajat (0), menit(‘), dan detik (“). Hubungan antara derajat (0), menit(‘), dan detik (“) dapat dituliskan sebagai berikut.
10= 600atau 1’ = (
3) Penjumlahan dan pengurangan dalam satuan sudut
Contoh : a. 24046’ + 57035’ =...
4) Menggambar dan mengukur besar sudut dengan meng-gunakan bujur derajat
Untuk menggambar dan mengukur besar sudut dapat dilakukan dengan menggunakanbusur derajat.
(a) Menggambar besar suatu sudut, Misal melukis sudut PQR yang besarnya 600. Langkah-langkah untuk melukis sudut PQR sebagai berikut :
(1) Buatlah salah satu kaki sudutnya yang horizontal, yaitu kaki sudut PQ.
(2) Letakkan busur derajat sehingga titik pusat lingkaran busur derajat berimpit dengan titik Q, (3) Sisi lurus busur derajat berimpit dengan garis PQ. (4) Perhatikan angka nol terletak (0) pada busur
derajat yang terletak pada garis PQ, jika angka nol (0) skala bawah maka angka 60 dibawah yang digunakan, jika angka nol (0) di skala atas maka angka 60 yang berada di atas yang digunakan. Berilah tanda pada angka 60 dan namakan titik R. (5) Hubungkan titik Q dan R. Daerah yang dibentuk
(b) Mengukur besar suatu sudut, Langkah-langkah dalam mengukur besar suatu sudut sebagai berikut :
(1) Letakkan busur derajat pada sudut AOB sehingga titik pusat lingkaran busur derajat berimpit dengan titik O, sisi horizontal busur derajat berimpit dengan sinar garis OA.
(2) Perhatikan angka nol (0) pada busur derajat yang terletak pada garis OA. Jika angka nol berada pada skala bawah yang terletak pada kaki sudut OB. 75%, jadi, besar sudut AOB = 75%.
5) Membedakan Jenis-jenis Sudut
Secara umum, ada lima jenis sudut, yaitu
(a) Sudut siku-siku adalah sudut yang besarnya 900 (b) Sudut lurus adalah sudut yang besarnya 1800
(c) Sudut lancip adalah sudut yang besarnya antara 00 dan 900
(d) Sudut tumpul adalah sudut yang besarnya antara 900 dan 1800
(e) Sudut refleks, besar sudutnya > 1800
6) Hubungan Antar Sudut
(a) Pasangan sudut yang saling berpelurus(Bersuplemen).
Jumlah dua sudut yang saling berpelurus (Bersup-lemen) adalah 1800. Sudut yang satu merupakan pelurus dari sudut yang lain.
Gambar 2.4
(b) Pasangan sudut yang saling berpenyikuBerkomplemen)
ao bo
A O B
Jumlah dua sudut yang saling berpenyiku (berkom-plemen ) adalah 900. Sudut yang satu merupakan penyiku dari sudut yang lain.
Gambar 2.5
(c) Pasangan sudut yang saling bertolak belakang.
Jika dua garis berpotongan maka dua sudut yang letaknya saling membelakangi titik potongnya disebut dua sudut yang bertolak belakang. Dua sudut yang saling bertolak belakang adalah sama besar.
Gambar 2.6
7) Hubungan Antarsudut Jika Dua Garis sejajar dipotong oleh garis lain
(a) Sudut-sudut sehadap dan Berseberangan jika dua buah garis sejajar dipotong oleh garis lain maka akan terbentuk empat pasang sudut sehadap yang besarnya sama.
L M
K N
O R
S
P Q
yo xo
m
n l
1 2 4 3
1 2 4 3
P
Gambar 2.7
Ada 4 pasang sudut sehadap, yaitu :
P1sehadap denganQ1danP1=Q1;
P2sehadap denganQ2danP2=Q2;
P3sehadap denganQ3danP3=Q3
P4sehadap denganQ4danP4=Q4
Jika dua buah garis sejajar dipotong oleh garis lain, besar sudut-sudut dalam berseberangan yang terbentuk adalah sama besar. Ada dua pasang sudut dalam berseberangan, yaitu : P3=Q1 dan P4=Q2
Jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain maka besar sudut-sudut luar berseberangan yang terbentuk adalah sama besar. Dua pasang sudut luar berseberangan :
P1=Q3 dan P2=Q4
(b) Sudut-sudut dalam sepihak dan luar sepihak
(1) Sudut dalam sepihak :
P4=Q1 dan P3=Q2
Jika dua buah garis sejajar dipotong oleh garis lain maka jumlah sudut-sudut dalam sepihak adalah 1800
(2) Sudut luar sepihak :
P1=Q4 dan P2=Q3
Jika dua buah garis sejajar dipotong oleh garis lain maka jumlah sudut-sudut luar sepihak adalah 1800
Berdasarkan fakta-fakta konsep di atas, dan dikaitkan dengan
materi yang di uji pada penelitian ini, maka Materi matematika disusun
secara teratur dalam urutan yang logis (hirarkis) dalam arti bahwa suatu
3. Hakikat Metode Pembelajaran Kooperatif
a. Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin, Coperative Learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan
struktur kelompok heterogen. Pembelajaran kooperatif atau Cooperative Learning merupakan strategi belajar dengan siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam
menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus
saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi
pelajaran.
Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif menurut Lungdren,
sebagaimana dikutip Isjoni dalam bukunya, antara lain:
Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai
setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik,
penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial.
Beberapa ahli berpendapat bahwa pembelajaran ini unggul dalam
membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para ahli telah
menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat
meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan
norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
Pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada
siswa kelompok bawah maupun siswa kelompok atas yang bekerja
bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa kelompok atas
akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah. Dalam proses tutorial
ini, siswa kelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya
karena memberi pelayanan sebagai tutor membutuhkan pemikiran lebih
mendalam.
Pembelajaran kooperatif memiliki efek penting dalam penerimaan
yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial,
kemampuan maupun ketidakmampuan. Pembelajaran kooperatif
memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi
untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama,
dan melalui struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai
Tujuan penting selanjutnya adalah mengajarkan kepada siswa
keterampilan kerja sama dan kolaborasi. Keterampilan ini sangat penting
untuk dimiliki di dalam masyarakat dimana banyak kerja orang dewasa
sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu
sama lain.
Pada dasarnya pembelajaran kooperatif sama dengan kerja
kelompok, oleh sebab itu banyak guru yang menyatakan tidak ada
sesuatu yang aneh dalam pembelajaran kelompok, karena mereka
menganggap telah terbiasa melakukannya. Walaupun pembelajaran
kooperatif terjadi dalam bentuk kerja kelompok, tetapi tidak setiap kerja
kelompok dikatakan pembelajaran kooperatif.
Bennet seperti dikutip Isjoni (2007:42), menyatakan ada lima
unsur yang membedakan pembelajaran kooperatif dengan kerja
kelompok, yaitu:
Positive Interdependence, Interaction face to face, adanya tanggung jawab pribadi mengenai mengenai materi plajaran dalam anggota kelompok, membutuhkan keluwesan, meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecah-kan masalah (proses kelompok).
1) Positive Interdependence, yaitu hubungan timbal balik yang didasari adanya kepentingan yang sama di antara anggota
kelompok dimana keberhasilan seseorang merupakan
2) Interaction face to face, yaitu interaksi yang langsung terjadi antar siswa tanpa adanya perantara.
3) Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran
dalam anggota kelompok sehingga siswa termotivasi untuk
membantu temannya.
4) Membutuhkan keluwesan, yaitu menciptakan hubungan
antar-pribadi, mengembangkan kemampuan kelompok, dan
memelihara hubungan kerja yang efektif.
5) Meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan
masalah (proses kelompok), yaitu tujuan terpenting yang
diharapkan dapat dicapai dalam pembelajaran kooperatif adalah
siswa belajar keterampilan bekerjasama dan berhubungan ini
adalah keterampilan yang penting dan sangat diperlukan di
masyarakat.
Dalam pembelajaran kooperatif siswa tidak hanya mempelajari
materi saja, tetapi siswa atau peserta didik juga harus mempelajari
keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif.
Keterampilan kooperatif ini berfungsi melancarkan hubungan kerja dan
tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan membangun tugas
anggota kelompok selama kegiatan.
Metode pembelajaran kooperatif dikembangkan berdasarkan toeri
Dimana belajar dirumuskan sebagai hasil interaksi langsung dari siswa
dengan lingkungannya. Belajar tidak hanya menghafal informasi dan
konsep atau merespon stimulus tetapi belajar merupakan kegiatan aktif
untuk mencari dan menemukan konsep baru yang bermanfaat bagi siswa
secara pribadi maupun manfaat bagi kelompok, dalam hal ini belajar
lebih mengarah pada proses (learning by proses).
Dalam pembelajaran kooperatif ada 6 langkah. Pelajaran dimulai
dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa
untuk belajar. Langkah ini diikuti dengan penyajian informasi.
Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Tahap ini
diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja sama untuk
menyelesaikan tugas bersama mereka. Langkah terakhir meliputi
presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang
telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha
kelompok maupun individu. Secara singkat langkah-langkah model
pembelajaran kooperatif menurut Widyantini (2008:6) nampak pada
tabel berikut :
Tabel 2.1 6 Langkah Pembelajaran Kooperatif
Langkah Indikator Tingkah Laku Guru
Langkah 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan Mengkomunikasikan kompetensi dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa.
informasi kepada siswa.
Langkah 3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Guru menginformasikan pengelompokan siswa.
Langkah 4 Membimbing
kelompok bekerja dan belajar
Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa untuk materi pembelajaran dalam
kelompok-kelompok belajar.
Langkah 5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil
belajar tentang materi pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Langkah 6 Memberikan
penghargaan
Guru memberi
penghargaan hasil belajar individual dan kelompok.
Penerapan metode pembelajaran kooperatif dapat membangun
kemampuan yang merata diantara sesama siswa, karena siswa memiliki
kesempatan berinteraksi dengan sesama anggota. Selanjutnya setiap
anggota akan bertanggung jawab untuk mem-bantu anggota kelompok
lain yang kurang mampu menguasaai materi pelajaran yang sedang
dipelajari.
Dan pembelajaran kooperatif, dapat mengubah peran guru dari
peran berpusat pada gurunya kepengelolaan siswa dalam kelompok kecil.
Selain itu juga dalam model pembelajaran kooperatif tugas penilaian
mengutamakan pendekatan kooperatif secara tradisional dengan
penghargaan perorangan dan penghargaan perkelompok, walaupun
prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, tetapi terdapat
beberapa variasi dari metode tersebut diantaranya adalah metode