• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) BIDANG KETAHANAN PANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) BIDANG KETAHANAN PANGAN"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PEDOMAN

PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG)

BIDANG KETAHANAN PANGAN

BADAN KETAHANAN PANGAN

KEMENTERIAN PERTANIAN

(2)

PEDOMAN

PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG)

BIDANG KETAHANAN PANGAN

Badan Ketahanan Pangan

Kementerian Pertanian

2012

(3)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER i BIDANG KETAHANAN PANGAN

KATA PENGANTAR

Pengarusutamaan Gender (PUG) ditujukan agar semua program pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan mempertimbangkan kesempatan dan akses yang sama bagi laki-laki dan perempuan , disertai adanya kendali dan manfaat yang dapat diterima dan dirasakan bersama oleh keduanya. Kondisi ini masih menjadi suatu tantangan mengingat kebijakan pembangunan baik tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota pada umumnya belum sepenuhnya menempatkan kesetaraan dan keadilan gender sebagai prioritas pembangunan. Oleh karena itu, PUG telah dituangkan dalam salah satu bab pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 yang merupakan acuan bagi setiap Kementerian/Lembaga dalam menjabarkan dan menyusun Rencana Strategisnya.

Kerangka berfikir yang responsif gender diperlukan dalam operasionalisasi siklus program dan kegiatan pembangunan pertanian pada umumnya dan pembangunan ketahanan pangan pada khususnya karena dapat memberikan perhatian dan kesempatan untuk berkembang bagi seluruh pelaku pembangunan baik laki-laki maupun perempuan.

Dalam proses pelaksanaan kegiatan ketahanan pangan yang responsif gender, maka aparat dan penyuluh/pendamping memiliki peranan penting dalam meningkatkan partisipasi laki-laki dan perempuan secara aktif dan bersama-sama mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi kegiatan. Oleh karena itu, penyamaan persepsi dan pemahaman aparat dan penyuluh/pendamping tentang “makna” dan aplikasi gender mutlak diperlukan. Dalam rangka menyamakan persepsi dan meningkatkan pemahaman aparat dan penyuluh/pendamping di bidang ketahanan pangan, dipandang perlu adanya buku Pedoman Pengarusutamaan Gender Bidang Ketahanan Pangan yang mudah dipahami dan praktis dilaksanakan.

Dengan diterbitkannya buku pedoman ini, diharapkan aparat dan penyuluh/pendamping dapat secara optimal melaksanakan upaya pengarusutamaan gender di bidang ketahanan pangan untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender dalam akses, partisipasi, kontrol dan manfaat pembangunan ketahanan pangan.

Jakarta, Juli 2012

Achmad Suryana

Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian

(4)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER ii BIDANG KETAHANAN PANGAN

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

Daftar Tabel iii

Daftar Gambar iv Daftar Lampiran v BAB I : Pendahuluan 1 A. Latar Belakang 1 B. Dasar Hukum 2 C. Tujuan 3 D. Sasaran 3

BAB II : Pengarusutamaan Gender 4

A. Apa Itu Gender 4

B. Apa Itu Keadilan dan Kesetaraan Gender 5

C. Apa Itu Pengarusutamaan Gender 5

D. Apa Itu Peran Gender 6

BAB III : Data Terpilah dan Metode Analisis 7

A. Data Terpilah 7

B. Metode Analisis Gender 9

BAB IV : Model Kegiatan Ketahanan Pangan berbasis 12

Pengarusutamaan Gender

A. Gambaran Umum Desa Mandiri Pangan 12 B. Profil Penerima Manfaat yang Perspektif Gender 13

C. Jenis Kegiatan yang Dilakukan 14

D. Organisasi Kelompok Penerima Manfaat, Tim Pangan 14 Desa dan LKD

E. Proses Pendampingan 15

F. Manfaat yang Diterima 19

BAB V : Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan 20

A. Pemantauan dan Evaluasi 20

B. Pelaporan 20

BAB VI : Penutup 22

(5)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER iii BIDANG KETAHANAN PANGAN

DAFTAR TABEL

Tabel 1. PRA yang tidak bermuatan gender dan 15

PRA yang memiliki muatan gender

Tabel 2. Teknik PRA dalam kajian masyarakat 17

Tabel 3. Berbagai Aplikasi PRA yang dilengkapi dengan 18

(6)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER iv BIDANG KETAHANAN PANGAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Laki-laki dan perempuan berpartisipasi aktif 4

pada pertemuan kegiatan Desa Mandiri Pangan (Demapan)

Gambar 2. Implementasi dari kesetaraan gender: petugas laki-laki 5

dan perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam memberikan pelayanan informasi kepada masyarakat

Gambar 3. Kegiatan yang dapat dikerjakan baik laki-laki maupun perempuan 6

yang memiliki peran ganda di dalam masyarakat

Gambar 4. Alur Pelaporan 21

(7)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER v BIDANG KETAHANAN PANGAN

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Ilustrasi Perbedaan Gender (G) dengan Jenis Kelamin (S) 24

Lampiran 2. Data Terpilah Ketahana Pangan 26

Lampiran 3. Gender Analysis Pathway (GAP) 30

(8)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

BIDANG KETAHANAN PANGAN 1

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Kesamaan peran antara laki-laki dan perempuan dimulai dengan dikumandangkannya ‘emansipasi’ pada tahun 1950 dan 1960-an. Setelah itu pada tahun 1963 muncul gerakan kaum perempuan yang mendeklarasikan suatu resolusi melalui badan ekonomi sosial PBB. Kesamaan laki-laki dan perempuan diperkuat dengan deklarasi yang dihasilkan dari konferensi PBB pada tahun 1975, yang memprioritaskan pembangunan bagi kaum perempuan.

Berkaitan dengan itu dikembangkan berbagai program pemberdayaan perempuan, dan mulai diperkenalkan tema Women In Development (WID), yang bermaksud untuk mengintegrasikan kegiatan pemberdayaan perempuan dalam pembangunan. Setelah itu, terjadi beberapa kali pertemuan internasional yang memperhatikan tentang pemberdayaan perempuan. Sampai akhirnya sekitar tahun 1980-an, berbagai studi menunjukkan bahwa kualitas kesetaraan lebih penting daripada sekedar kuantitas, maka tema WID diubah menjadi Women and Development (WAD).

Pada tahun 1992 dan 1993, studi Anderson dan Moser memberikan rekomendasi bahwa tanpa kerelaan, kerjasama, dan keterlibatan kaum laki-laki maka program pemberdayaan perempuan tidak akan berhasil dengan baik. Dengan alasan tersebut, maka dipergunakan pendekatan gender yang dikenal dengan Gender and Development (GAD) yang menekankan prinsip hubungan kemitraan dan keharmonisan antara laki-laki dan perempuan.

Pada tahun 2000 konferensi PBB menghasilkan ‘The Millenium Development Goals’ (MDGs) yang mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan sebagai cara efektif untuk memerangi kemiskinan, kelaparan, dan penyakit, serta menstimulasi pembangunan yang sungguh-sungguh dan berkelanjutan.

Terdapat 60,7 % penduduk Indonesia tinggal di pedesaan dengan komposisi 48 % mencari nafkah dari sektor pertanian. Persentase tersebut mencapai 60 juta orang dan diantaranya sebesar 38,2 % adalah perempuan. Lebih lanjut, sebesar 16 % petani kepala rumah tangga adalah perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa masalah keadilan dan kesetaraan gender perlu diperhatikan dengan baik. Apabila hal tersebut kurang diperhatikan akan menimbulkan kesenjangan manfaat pembangunan yang diterima antara laki-laki dan perempuan.

Untuk mengurangi dan menghilangkan kesenjangan gender antara laki-laki dan perempuan, telah diterbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional, mengamanatkan bagi

(9)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

BIDANG KETAHANAN PANGAN 2

semua Kementerian/Lembaga Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah untuk mengintegrasikan pengarusutamaan gender pada saat menyusun kebijakan, program dan kegiatan masing-masing bidang pembangunan. Program PUG bertujuan untuk menciptakan kesetaraan (equality) dan keadilan (equity) gender, yaitu suatu kondisi yang adil dan setara dalam berbagai peran dan relasi gender. Dengan demikian diharapkan hasil pembangunan dapat dirasakan secara adil dan setara kepada seluruh lapisan masyarakat yang terdiri dari laki-laki dan perempuan.

Menindaklanjuti Inpres Nomor 9 Tahun 2000, Kementerian Pertanian membentuk Tim Koordinasi Pengarusutamaan Gender Kementerian Pertanian dan Pokja PUG Kementerian Pertanian. Pembentukan Tim Koordinasi Pengarusutamaan Gender Kementerian Pertanian ditetapkan dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 824/Kpts/OT.160/6/2008. Sedangkan Pokja PUG Kementerian Pertanian telah ditetapkan dengan Keputusan Sekretaris Jenderal dengan tugas melakukan penyiapan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan PUG di lingkup eselon I Kementerian Pertanian. Pokja PUG Kementerian Pertanian terdiri dari 10 (sepuluh) Pokja PUG lingkup Eselon I Kementerian Pertanian. Pokja Badan Ketahanan Pangan telah dibentuk dengan Keputusan Kepala Badan Ketahanan Pangan Nomor 017/KPTS/OT.160/K/05/2012 tanggal 2 Mei 2012.

Dalam rangka implementasi dan integrasi PUG dalam kegiatan ketahanan pangan, telah ditetapkan kegiatan Desa Mandiri Pangan (Demapan) sebagai model percontohan di beberapa lokasi. Pemilihan tersebut didasarkan bahwa kegiatan tersebut merupakan upaya untuk mengurangi kemiskinan sekaligus kerawanan pangan. Selain itu, kegiatan tersebut didesain sebagai kegiatan terbuka bagi peserta laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, konsep tersebut sangat cocok untuk menerapkan PUG dalam mengurangi dan memberantas kemiskinan, mengingat perempuan sangat rentan terhadap masalah kemiskinan.

B. Dasar Hukum

PUG adalah strategi nasional yang melihat pembangunan dari lensa gender. Oleh karena itu dasar hukum pelaksanaan Pengarusutamaan Gender adalah sebagai berikut:

1. Undang - Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Convention on the

Elimination of All Forms of Discrimination Against Women);

2. Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 - 2025;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah; 4. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka

(10)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

BIDANG KETAHANAN PANGAN 3

5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah juncto Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2011;

C. Tujuan

Tujuan diterbitkannya buku pedoman PUG ini adalah sebagai acuan dalam:

1. Melakukan pelaksanaan kebijakan/program/kegiatan pembangunan ketahanan pangan dari netral dan/atau bias gender menjadi responsif gender.

2. Membuat indikator output yang menunjukkan seberapa besar adanya penurunan kesenjangan gender di sektor ketahanan pangan.

3. Menganalisis adanya kesenjangan gender (gender gap) yang terjadi di lokasi percontohan PUG Badan Ketahanan Pangan.

4. Membangun persamaan persepsi tentang definisi pengarusutamaan gender dalam kegiatan ketahanan pangan.

D. Sasaran

Buku pedoman ini ditujukan untuk aparat (Pemerintah Provinsi, dan Kabupaten/Kota pada SKPD Ketahanan Pangan) dan pelaksana (Penyuluh/Pendamping) pembangunan ketahanan pangan.

(11)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

BIDANG KETAHANAN PANGAN 4

BAB II

Pengarusutamaan Gender

A. Apa Itu Gender ?

Gender sering diartikan secara keliru sebagai jenis kelamin, sehingga kedua kata ini perlu dipahami pengertiannya secara benar.

Gender adalah hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan. Gender merujuk pada

hubungan antara laki-laki dan perempuan, anak laki-laki dan anak perempuan, dan bagaimana hubungan sosial ini dikonstruksikan. Peran gender bersifat dinamis dan berubah antar waktu.

Jenis kelamin atau seks adalah penandaan individu kedalam kategori laki-laki dan perempuan

berdasarkan karakteristik biologis (genital eksternal dan organ-organ seks internal), genetik (kromosom) dan hormon.

Untuk itu dapat disimpulkan bahwa gender adalah tentang laki-laki dan perempuan, dan tidak hanya identik dengan perempuan.

Gambar 1. Laki-laki dan perempuan berpartisipasi aktif pada pertemuan

(12)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

BIDANG KETAHANAN PANGAN 5

B. Apa Itu Keadilan dan Kesetaraan Gender ?

Keadilan Gender adalah suatu proses untuk mencapai kesetaraan gender, melalui perlakuan

adil bagi laki-laki dan perempuan dalam keseluruhan proses pembangunan dengan mempertimbangkan pengalaman, kebutuhan, kesulitan, hambatan sebagai laki-laki dan perempuan untuk mendapatkan akses dan manfaat dari usaha pembangunan serta ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan memperoleh penguasaan (kontrol) terhadap sumber daya.

Kesetaraan Gender adalah hasil dari ketiadaan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin atas

dasar kesempatan, alokasi sumber daya atau manfaat dan akses terhadap pelayanan. Keadilan gender adalah proses, sedangkan kesetaraan gender merupakan hasil.

Gambar 2. Implementasi dari kesetaraan gender: petugas laki-laki dan perempuan memiliki

kesempatan yang sama dalam memberikan pelayanan informasi kepada masyarakat.

C. Apa Itu Pengarusutamaan Gender?

Pengarusutamaan Gender adalah proses untuk menjamin laki-laki dan perempuan mempunyai akses dan kontrol terhadap sumber daya, memperoleh manfaat pembangunan dan pengambilan keputusan yang sama di semua tahapan proses pembangunan dan seluruh kegiatan, program dan kebijakan pemerintah.

(13)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

BIDANG KETAHANAN PANGAN 6

D. Apa itu Peran Gender ?

Peran Gender adalah perilaku yang dipelajari di dalam suatu masyarakat/komunitas yang dikondisikan bahwa kegiatan, tugas-tugas atau tanggung jawab patut diterima baik oleh laki-laki maupun perempuan. Peran gender dapat berubah, dan dipengaruhi oleh umur, kelas, ras, etnik, agama dan lingkungan geografi, ekonomi dan politik. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki peran ganda di dalam masyarakat. Perempuan kerap mempunyai peran dalam mengatur reproduksi, produksi dan kemasyarakatan. Laki-laki lebih terfokus pada produksi dan politik kemasyarakatan.

Gambar 3. Kegiatan yang dapat dikerjakan baik laki-laki maupun perempuan yang

memiliki peran ganda di dalam masyarakat.

Penjelasan terhadap Ilustrasi Perbedaan Gender dengan Jenis Kelamin dan Ilustrasi Peranan Spesifik Gender dapat dilihat pada Lampiran 1.

(14)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

BIDANG KETAHANAN PANGAN 7

BAB III

Data Terpilah dan Metode Analisis

A. Data Terpilah

Data terpilah adalah data yang dibedakan menurut jenis kelamin, status dan kondisi laki-laki dan perempuan di seluruh bidang pembangunan yang meliputi kesehatan, pendidikan, ekonomi dan ketenagakerjaan, politik dan pengambilan keputusan, hukum dan sosial budaya dan kekerasan (Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2009).

Tujuan Penyusunan Data Terpilah

Tujuan dari penyusunan data terpilah ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi perbedaan (kondisi/perkembangan) keadaan laki-laki dan perempuan, termasuk anak dalam dimensi tempat dan waktu.

2. Mengevaluasi dampak dari intervensi pembangunan terhadap laki-laki dan perempuan.

3. Mengidentifikasi masalah, membangun dan memilih alternatif kegiatan yang paling efektif untuk kemaslahatan/kesetaraan laki-laki dan perempuan yang responsif terhadap masalah, kebutuhan, pengalaman laki-laki dan perempuan.

Jenis – jenis Data Terpilah

Menurut Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Data Gender dan Anak, disebutkan ada 6 (enam) jenis data terpilah yaitu:

1. Bidang Kesehatan; 2. Bidang Pendidikan;

3. Bidang ekonomi dan Ketenagakerjaan; 4. Bidang Politik dan Pengambil Keputusan; 5. Bidang Hukum dan Sosial Budaya;

6. Kekerasan terhadap Perempuan.

Dari enam jenis data terpilah yang mempunyai korelasi untuk kegiatan Kementerian Pertanian khususnya Badan Ketahanan Pangan adalah Bidang Pendidikan dan Bidang Ekonomi dan Ketenagakerjaan.

(15)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

BIDANG KETAHANAN PANGAN 8

Bidang Pendidikan, meliputi:

1. Angka Partisipasi Kasar (APK) menurut jenjang pendidikanSD, SLTP dan SLTA; 2. Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut kelompok umur (7-12, 13-15 dan 16-18

tahun);

3. Angka Partisipasi Murni (APM) menurut jenjang pendidikanSD, SLTP dan SLTA; 4. Angka Melek Huruf (AMH) menurut kelompok umur:15-19 tahun, 20-24 tahun,

25-29 tahun, 30-34 tahun, 35-39 tahun, 40-44 tahun, 45-49 tahun, 50-54 tahun, 55-59 tahun, dan 60 tahun ke atas.;

5. Angka Putus Sekolah menurut jenjang pendidikan SD, SLTPdan SLTA; 6. Penduduk menurut jenis pendidikan tertinggi yang ditamatkan; 7. Rata-rata lama sekolah;

8. Akses terhadap informasi dan teknologi: a. Jumlah pelanggan saluran telepon b. Jumlah pengguna personal komputer c. Jumlah pengguna internet

Bidang Ekonomi dan Ketenagakerjaan, meliputi:

1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK);

2. Perkiraan tingkat daya beli (purchasing power parity); 3. Kepala keluarga miskin;

4. Tenaga kerja migran;

a. Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) b. Antar Kerja Antar Negara (AKAN) 5. Pekerja di sektor formal;

6. Pekerja di sektor informal; 7. Usaha Mikro dan Kecil (UMK); 8. Keanggotaan Koperasi;

9. Penerima Kredit/Pinjaman dari Lembaga Keuangan; 10. Pengangguran;

11. Pekerja tak dibayar (unpaid worker);

12. Perempuan pekerja profesional dan manajerial;

13. Pekerja menurut lapangan usaha, status pekerjaan, dan jenis pekerjaan. Form Data Terpilah Bidang Ketahanan Pangan dapat dilihat pada Lampiran 2.

(16)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

BIDANG KETAHANAN PANGAN 9

B. Metodologi Analisis Gender

Data terpilah digunakan untuk menganalisis Pengarusutamaan Gender dalam kegiatan ketahanan pangan, sehingga dapat dilihat seberapa jauh PUG sudah diimplementasikan dalam kegiatan Demapan. Beberapa metode analisis PUG yang dapat diterapkan antara lain:

1. Model Harvard

Model ini dikembangkan oleh Harvard Institute for International Development bekerja sama dengan Women in Development (WID)-USAID. Model Harvard didasarkan pada pendekatan efisiensi WID yang merupakan kerangka analisis gender dan perencanaan gender paling awal. Model analisis Harvard lebih sesuai digunakan untuk perencanaan proyek, menyimpulkan data basis atau data dasar.

2. Model Moser

Model ini didasarkan pada pendapat bahwa perencanaan gender bersifat ‘teknis dan politis’, kerangka ini mengasumsikan adanya konflik dalam perencanaan dan proses transformasi serta mencirikan perencanaan sebagai suatu ‘debat’. Terdapat kelemahan dalam model ini yang tidak memperhitungkan kebutuhan strategis laki-laki.

3. Model SWOT

Model ini menggunakan analisis manajemen yang melalui identifikasi secara ‘internal’ mengenai kekuatan dan kelemahan dan secara ‘eksternal’ mengenai peluang dan ancaman.

4. Model PROBA (Problem Base Approach)

Model ini dikembangkan atas kerjasama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, BKKBN dan UNFPA di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Teknik ini sedikit berbeda dengan Gender Analysis Pathway.

5. Model GAP (Gender Analysis Pathway).

Model GAP adalah alat analisis gender yang dikembangkan oleh BAPPENAS yang dapat digunakan untuk membantu para perencana dalam melakukan pengarusutamaan gender dalam perencanaan kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan dengan melihat aspek akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat yang diperoleh laki-laki dan perempuan.

Dari beberapa model teknik analisis yang telah dikembangkan tersebut di atas, disarankan untuk menggunakan teknik analisis gender dengan metode Gender Analysis

Pathway (GAP). Dengan menggunakan GAP, para perencana dan pelaksana dapat

mengidentifikasi kesenjangan gender dan permasalahan gender sekaligus menyusun rencana kebijakan, program dan kegiatan yang ditujukan untuk memperkecil atau menghapus kesenjangan gender tersebut.

(17)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

BIDANG KETAHANAN PANGAN 10

GAP dibuat dengan menggunakan metodologi sederhana melalui 9 (sembilan) langkah yang termaktub dalam Lembar Kerja Gender Analysis Pathway (GAP). Lembar Kerja GAP Kegiatan Badan Ketahanan Pangan yang Responsif Gender tahun 2012 dapat dilihat pada

Lampiran 3.

Terdapat 3 (tiga) tahap dalam mengaplikasikan metode GAP ini yaitu:

1. Tahap I: Analisis Kebijakan Responsif Gender

Bertujuan untuk menganalisis kebijakan pembangunan ketahanan pangan yang ada dengan menggunakan data pembuka wawasan pada langkah 2 yang dipilah menurut jenis kelamin (lelaki dan perempuan). Dari data terpilah beserta informasinya (lampiran 2), dapat diperoleh data gender yang akan digunakan untuk mengidentifikasi adanya kesenjangan gender (gender gap) pada langkah 3 dan permasalahan gender (gender issues) pada langkah 4 dan langkah 5.

Langkah-langkah analisis kebijakan responsif gender yaitu:

a. Langkah 1 : mengidentifikasi tujuan dan sasaran kebijakan/program/kegiatan pembangunan ketahanan pangan yang ada dari masing-masing Eselon I sesuai tugas pokok dan fungsi, yaitu apakah kebijakan/program/kegiatan pembangunan telah dirumuskan dan ditetapkan untuk mewujudkan kesetaraan gender.

b. Langkah 2 : menyajikan data kuantitatif dan/atau kualitatif yang terpilah menurut jenis kelamin sebagai data pembuka wawasan, yaitu apakah data yang ada mengungkapkan kesenjangan atau perbedaan yang cukup berarti antara laki-laki dan perempuan.

c. Langkah 3 : menganalisis sumber dan/atau faktor-faktor penyebab terjadinya kesenjangan gender (gender gap); (1). akses yang sama terhadap sumber daya pembangunan ketahanan pangan; (2). kontrol terhadap sumber-sumber daya pembangunan ketahanan pangan; (3). partisipasi laki-laki dan perempuan dalam berbagai tahapan pembangunan ketahanan pangan termasuk dalam proses pengambilan keputusan; (4). manfaat yang sama dari hasil dan/atau sumber daya pembangunan ketahanan pangan yang ada.

d. Langkah 4 dan langkah 5 : mengidentifikasi permasalahan gender (gender issues) dengan menguraikan sebab kesenjangan internal dan sebab kesenjangan eksternal berdasarkan keempat faktor penyebab terjadinya kesenjangan gender dengan menjawab 5 W dan 1 H, yaitu apa masalah-masalah gender yang diungkapkan oleh faktor-faktor kesenjangan gender; dimana terjadinya kesenjangan antara perempuan dan laki-laki dalam masyarakat publik; mengapa terjadi kesenjangan tersebut; apakah kebijakan/program/kegiatan pembangunan ketahanan pangan yang ada justru memperlebar kesenjangan, mempersempit kesenjangan atau tetap, dan apakah akar permasalahannya.

(18)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

BIDANG KETAHANAN PANGAN 11

2. Tahap II: Formulasi Kebijakan dan Rencana Aksi yang Responsif Gender

Langkah-langkah pada tahap formulasi kebijakan dan rencana aksi yang responsif gender adalah:

a. Langkah 6 : merumuskan kembali tujuan kebijakan/program/kegiatan pembangunan ketahanan pangan yang responsif gender, dengan mempertimbangkan hasil proses analisis gender yang dilakukan dari langkah 1 sampai dengan langkah 5, sehingga akan dihasilkan kebijakan/program/kegiatan pembangunan yang responsif gender.

b. Langkah 7 : menyusun Rencana Aksi yang didasarkan pada kebijakan/program/kegiatan pembangunan ketahanan pangan yang responsif gender dengan tujuan untuk mengurangi/menghilangkan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. Seluruh rencana aksi yang disusun sesuai dengan tujuan kebijakan yang telah responsif gender pada langkah 6.

3. Tahap III: Pengukuran Hasil yang Responsif Gender.

Langkah-langkah pengukuran hasil yang responsif gender yaitu:

a. Langkah 8 : menetapkan data dasar (baseline) bagi pelaksanaan setiap rencana aksi yang relevan dengan tujuan dan yang diukur sebagai keberhasilan.

b. Langkah 9 : mengidentifikasi indikator gender (gender indicator) dari setiap kebijakan/program/kegiatan pembangunan ketahanan pangan dan sasaran secara kuantitatif dan/atau kualitatif bagi setiap rencana aksi kebijakan/program/kegiatan. Hasil identifikasi memastikan bahwa dengan rencana aksi tersebut mengurangi dan/atau menghapus kesenjangan gender.

(19)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

BIDANG KETAHANAN PANGAN 12

BAB IV

Model Kegiatan Ketahanan Pangan berbasis

Pengarusutamaan Gender

Model kegiatan ketahanan pangan dalam implementasi PUG adalah kegiatan Desa Mandiri Pangan (Demapan) yang mempunyai target untuk mengurangi jumlah penduduk rawan pangan. Demapan tersebut sudah dilaksanakan di seluruh Indonesia pada lokasi-lokasi yang mempunyai jumlah penduduk miskin dan berkecenderungan rawan pangan, tetapi ada potensi untuk meningkatkan kesejahteraannya melalui pemberdayaan masyarakat dalam mengolah sumber daya yang dimiliki dan dikuasai.

A. Gambaran Umum Desa Mandiri Pangan

Kegiatan Desa Mandiri Pangan (Demapan) merupakan salah satu komponen kegiatan pengembangan ketersediaan pangan dan penanganan kerawanan pangan dalam menurunkan jumlah penduduk miskin dan rawan pangan. Untuk mengatasi masalah rawan pangan, dilakukan pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat kepada kelompok-kelompok afinitas. (keanggotaannya berdasarkan visi, misi dan tujuan yang sama). Kegiatan Demapan dikembangkan selama 4 (empat) tahun yaitu: (1) tahap persiapan, (2) tahap penumbuhan, (3) tahap pengembangan dan (4) kemandirian.

Tahapan tersebut dilaksanakan melalui pendampingan oleh penyuluh pertanian dengan fokus pengembangan usaha produktif dan pemantapan ketahanan pangan keluarga. Pengembangan usaha produktif dimaksudkan untuk meningkatkan daya beli sehingga mampu mengakses pangan dari pasar yang tidak dapat dipenuhi sendiri, sedangkan pengetahuan pemantapan ketahanan pangan keluarga adalah upaya memenuhi kebutuhan pangan sendiri dengan sumber daya pangan yang dimiliki.

Sebelum kegiatan dimulai, dilakukan identifikasi potensi rumah tangga miskin (RTM) sasaran pada di desa yang mempunyai jumlah penduduk miskin minimal 30%. Peserta yang telah terjaring dibentuk kelompok afinitas sebagai sarana komunikasi, informasi dan edukasi yang dilakukan oleh penyuluh pertanian dalam pendampingan selama 4(empat) tahun. Pendampingan diarahkan sampai dengan kelompok afinitas menjadi mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Bagi kelompok afinitas yang berhasil, akan ditunjuk sebagai desa inti dalam memperluas pengembangan desa mandiri melalui replikasi desa yang berada di sekitarnya dalam mendorong Gerakan Kemandirian Pangan.

(20)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

BIDANG KETAHANAN PANGAN 13

Indikator Keberhasilan Kegiatan Desa Mandiri Pangan

Mengingat sasaran akhir kegiatan Demapan untuk mewujudkan kemandirian pangan masyarakat miskin di desa rawan pangan, maka indikator keberhasilannya berada pada perwujudan kemandirian pangan tingkat desa dan masyarakat sebagai berikut:

1) Output

a. Terbentuknya kelompok-kelompok afinitas; b. Terbentuknya Lembaga Keuangan Desa (LKD); c. Tersalurnya dana Bansos untuk usaha produktif;

2) Outcome

a. Terbentuknya kelompok usaha produktif; b. Berperannya lembaga permodalan; c. Meningkatnya usaha produktif;

3) Benefit

Meningkatnya pendapatan, daya beli, dan akses pangan masyarakat.

4) Impact

Terwujudnya ketahanan pangan dan gizi masyarakat.

B. Profil Penerima Manfaat yang Perspektif Gender

Kegiatan Desa Mandiri Pangan (Demapan) adalah upaya untuk mengentaskan keluarga rawan pangan menjadi keluarga tahan pangan melalui pemberdayaan masyarakat. Targetnya adalah keluarga miskin yang sekaligus terindikasi rawan pangan dan dilakukan melalui kegiatan usaha produktif sedemikian rupa, sehingga daya belinya meningkat serta pengetahuan pangan dan gizi makin bertambah.

Penerima manfaat dalam kegiatan desa mandiri pangan adalah rumah tangga miskin di desa rawan pangan berdasarkan hasil survey DDRT/SRT. Penerima manfaat yang perspektif gender dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu: akses, partisipasi, kontrol dan manfaat (APKM). Pada keempat aspek tersebut, manfaat pembangunan yang diterima laki-laki maupun perempuan dalam kondisi yang adil dan setara. Beberapa kegiatan yang perspektif gender adalah sebagai berikut:

1. Akses Perempuan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, fasilitas/dana bantuan dan pelatihan/peningkatan kapabilitas setara dengan laki-laki;

2. Keterlibatan anggota kelompok afinitas antara laki-laki dan perempuan dalam berpartisipasi mengikuti pembinaan dan diskusi dengan petugas setempat mempunyai peluang/kesempatan yang sama;

3. Kontrol terhadap sumberdaya lahan dan sarana prasarana setara antara laki-laki dan perempuan;

(21)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

BIDANG KETAHANAN PANGAN 14

4. Perolehan manfaat yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat.

C. Jenis Kegiatan yang Dilakukan

Kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam pelaksanaan pengembangan Desa Mandiri Pangan adalah sebagai berikut:

1. Pemberdayaan Masyarakat

Menerapkan PUG dalam Pemberdayaan Masyarakat, dengan cara mengintegrasikan PUG dalam pendampingan, sehingga laki-laki dan perempuan dalam kelompok afinitas dapat memperoleh manfaat secara adil dan merata. Beberapa upaya yang dilakukan agar dalam kegiatan desa mandiri pangan responsif gender antara lain: a. Pemberdayaan masyarakat dengan memperhatikan kebutuhan praktis gender

antara laki-laki dan perempuan;

b. Pendidikan masyarakat melalui pengembangan program yang juga memperhatikan peningkatan kemampuan perempuan;

c. Pengembangan suatu program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan kebutuhan praktis gender;

d. Memperhatikan secara khusus pemberdayaan perempuan agar perubahan sosial juga mencakup pengurangan ketimpangan antara laki-laki dan perempuan. 2. Pengembangan Sistem Ketahanan Pangan

Kegiatan ini dimaksudkan untuk pengembangan diversifikasi produksi, pengembangan akses pangan, pengembangan cadangan pangan, dan penganekaragaman konsumsi dengan memperhatikan kebutuhan praktis gender dan kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk memperoleh dan memiliki peran dalam pembangunan serta mendapat manfaat dari program pembangunan tersebut.

3. Penguatan Kelembagaan

PUG perlu diintegrasikan dalam berbagai kegiatan pelaksanaan Desa Mandiri Pangan, termasuk administrasi, manajemen dan keuangan.

D. Organisasi Kelompok Penerima Manfaat, Tim Pangan Desa dan LKD

Berdasarkan fakta selama ini, terdapat kesenjangan (internal dan eksternal) dalam penyertaan laki-laki dan perempuan pada pelaksanaan Kegiatan Desa Mandiri Pangan. Keterlibatan perempuan dalam kelembagaan menunjukkan hanya sebesar 10%, hal itu disebabkan masih kurangnya pemahaman aparat pelaksana dan pendamping dalam memberi kesempatan dan peran yang sama bagi laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, diharapkan bagi seluruh pelaksana pembangunan untuk mendorong penguatan kelembagaan Demapan dalam penerapan PUG, dengan cara memperkaya dan menajamkan tugas-tugas dan fungsi-fungsi yang diemban oleh kelompok kerja, tim teknis dan tim pangan desa dalam melaksanakan Demapan yang responsif gender.

(22)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

BIDANG KETAHANAN PANGAN 15

E. Proses Pendampingan

Pemilihan waktu penyuluhan

Pelaksanaan kegiatan PUG dimulai dengan identifikasi potensi baik SDA maupun SDM termasuk mengumpulkan data terpilah di lokasi kelompok binaan, dilanjutkan dengan mencari solusi permasalahan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan menganalisa gender. Pembangunan yang dilakukan dengan pendekatan PUG diharapkan mampu memberdayakan salah satu gender atau keduanya yang selama ini belum secara optimal dimanfaatkan dalam pembangunan. Oleh karena itu pemahaman PUG merupakan keharusan bagi seluruh pelaksana pembangunan, termasuk pembangunan pertanian.

Materi yang disampaikan

Roadmap kegiatan Desa Mandiri Pangan dirancang dalam kurun waktu 4 (empat) tahun,

melalui 4 (empat) tahapan yang diharapkan mencapai kemandirian, meliputi tahap persiapan, penumbuhan, pengembangan dan kemandirian. Aplikasi PUG dalam kegiatan Desa Mandiri Pangan dilaksanakan pada tahap persiapan. Pada tahap persiapan dilakukan pelatihan kepada pendamping dengan materi teknik PRA berbasis gender.

Setelah memahami konsep dasar gender dan mengapa perlu memperhatikan gender dalam program pembangunan, diharapkan pendamping dapat mengaplikasikan informasi yang diperoleh untuk melanjutkan pendampingan kelompok tani yang berdimensi gender. Tabel berikut ini memberikan arahan kepada pendamping kelompok tani untuk memahami pengembangan program yang sensitif gender melalui pendekatan PRA, khususnya untuk melaksanakan misi gender di dalam berbagai tindakan nyata. Dalam hal ini, maka pendamping harus mampu menambahkan muatan gender pada setiap pendekatan PRA, sehingga PUG dapat menjadi bagian dari PRA.

Tabel 1. PRA yang tidak bermuatan gender dan PRA yang memiliki muatan gender

Karakteristik Metode PRA Metode PRA

berdimensi gender

Cita-cita Perubahan sosial melalui pemberdayaan masyarakat agar masyarakat mampu mengatasi masalah/kebutuhannya sendiri

Perubahan sosial melalui pemberdayaan masyarakat dengan memperhatikan

kebutuhan praktis gender

antara laki-laki dan perempuan

Proses Pendidikan masyarakat melalui pengembangan program agar masyarakat secara bertahap mampu mengembangkan kemampuan tersebut

Pendidikan masyarakat melalui pengembangan program yang juga memperhatikan

peningkatan kemampuan laki-laki dan perempuan

Tujuan Untuk mencapai tujuan praktis, yaitu pengembangan suatu program yang sesuai dengan

Untuk mencapai tujuan praktis, yaitu pengembangan suatu program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan

(23)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

BIDANG KETAHANAN PANGAN 16

kebutuhan masyarakat.

Untuk mencapai tujuan strategis, yaitu mencapai cita-cita perubahan sosial, dan pemberdayaan masyarakat, peningkatan taraf hidup yang juga berarti perubahan perilaku masyarakat.

memperhatikan kebutuhan

praktis gender.

Untuk mencapai tujuan strategis seperti pada PRA, tetapi dengan memperhatikan secara khusus

pemberdayaan perempuan agar

perubahan sosial juga mencakup pengurangan ketimpangan antara laki-laki dan perempuan

Sasaran dan pemanfaat program

Masyarakat atau kelompok masyarakat yang paling terabaikan (paling miskin, paling terpencil, dsb)

Sasarannya seperti hasil kajian PRA, tetapi dengan

memperhatikan perempuan

sebagai kelompok masyarakat yang paling sering terabaikan oleh program pembangunan.

Pengkajian masyarakat dengan metode PRA dikembangkan untuk berbagai kebutuhan, diantaranya:

1. PRA untuk penjajagan kebutuhan;

memperhatikan perbedaan kebutuhan laki-laki dan perempuan (memperhatikan kebutuhan praktis gender dan kepentingan strategis gender).

2. PRA untuk perencanaan program;

memperhatikan upaya-upaya pemberdayaan perempuan, apakah telah memperhatikan kebutuhan praktis gender dan kepentingan strategis gender.

3. PRA untuk pelaksanaan program;

menyertakan perempuan sebagai peserta aktif program dan penerima manfaat langsung, jadi bukan sekedar pemanfaat tidak langsung melalui suaminya.

4. PRA untuk monitoring dan evaluasi program;

memperhatikan perkembangan keadaan dan kedudukan perempuan di masyarakatnya, apakah program telah berhasil melibatkan secara sungguh-sungguh kelompok di dalam program.

Salah satu aspek yang penting dimasukan kedalam pengkajian ini adalah aspek-aspek gender di dalam masyarakat. Dengan demikian kajian keadaan masyarakat sekaligus memasukan kegiatan kajian gender.

(24)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

BIDANG KETAHANAN PANGAN 17

Tabel 2. Teknik PRA dalam kajian masyarakat Kategori kajian

gender

Teknik PRA Hasil kajian keadaan dengan aspek gender

Pembagian kerja laki-laki dan perempuan Kajian mata pencaharian Aktifitas harian

 Siapa pelaku (P/L) jenis-jenis mata pencaharian masyarakat

 Berapa pendapatan yang dihasilkan setiap jenis mata pencaharian

 Perbandingan pendapatan P dan L

 Siapa pelaku (P/L) jenis-jenis kegiatan musiman (produktif, kegiatan adat,

termasuk pembahasan musim kritis seperti paceklik dan berjangkitnya penyakit dsb.)

 Kapan (bulanan, musiman) terjadi waktu sibuk dan luang bagi P dan atau L

 Perbandingan volume kerja P dan L

 Siapa pelaku jenis kegiatan pengelolaan kebun di dalam suatu keluarga mulai dari persiapan, pengolahan, penyimpangan sampai pemasaran Peluang dan penguasaan sumber daya oleh P dan L Pemetaan sumber daya desa

 Jenis-jenis sumber daya di desa

 Siapa (P/L) yang memiliki peluang memanfaatkan sumber daya (akses) dan menentukan bagaimana penggunaan sumber daya (kontrol)

Pendamping kelompok tani diharapkan mampu memadukan pelaksanaan PRA dengan hasil analisis gender yang telah dilakukan. Untuk itu, berikut ini diberikan berbagai pegangan, bagaimana hal tersebut dapat dilaksanakan. Pada prinsipnya identifikasi keadaan masyarakat dengan PRA dapat dipadukan dengan berbagai hasil analisis gender, sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih lengkap dan memperhatikan aspek gender. Tabel berikut membandingkan metode PRA yang tidak berdimensi gender dengan yang berdimensi gender.

(25)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

BIDANG KETAHANAN PANGAN 18

Tabel 3. Berbagai Aplikasi PRA Yang Dilengkapi Dengan Hasil Analisis Gender

Uraian Identifikasi masyarakat

metode PRA Aplikasi hasil analisis gender

Pengertian Identifikasi berbagai aspek kehidupan masy. (sosial, budaya, ekonomi, adat istiadat, sumber daya dsb) yang dilakukan oleh

masyarakat sendiri bersama

pendamping.

Pengkajian keadaan dengan memperhatikan aspek –aspek ketimpangan gender yang telah dianalisi sebelumnya

Hasil kajian  Gambaran keadaan masyarakat di berbagai bidang kehidupan

 Identifikasi masalah atau kebutuhan masyarakat

 Identifikasi berbagai potensi yang dimiliki masyarakat untuk pengembangan program  Gambaran keadaan masyarakat di berbagai bidang, termasuk ketimpangan gender

 Identifikasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan praktis dan strategis gender.

 Identifikasi berbagai potensi yang dimiliki perempuan untuk terlibat dalam program

Tujuan kajian  Jangka pendek (praktis): pengembangan program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, menggunakan atau memanfaatkan potensi lokal

 Jangka panjang (strategis: program untuk mencapai pemberdayaan masyarakat

 Jangka pendek: pengembangan program dengan

memperhatikan kebutuhan dan potensi perempuan melalui proses penyadaran gender

 Jangka panjang: program mencapai perubahan sosial dengan pemberdayaan masyarakat, sekaligus penyetaraan laki-laki dan perempuan.

Manfaat kajian  Saling belajar di antara anggota masyarakat dan lembaga pelaksana program

 Terjadi proses

pemberdayaan dan analisis masyarakat

 Mengembangkan program yang sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat

 Saling belajar dengan melibatkan laki-laki dan perempuan

 Proses pemberdayaan dan analisis masyarakat yang memberi kesempatan yang sama kepada laki-laki dan perempuan untuk

berpartisipasi

 Mengembangkan program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan

memperhatikan kebutuhan gender.

(26)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

BIDANG KETAHANAN PANGAN 19

Uraian Identifikasi masyarakat

metode PRA Aplikasi hasil analisis gender

Alat-alat kajian  Teknik-teknik PRA Teknik-teknik PRA yang berdimensi gender

F. Manfaat yang Diterima

1. Meningkatnya peran isteri membantu suaminya untuk peningkatan pendapatan keluarga di wilayah desanya.

2. Peningkatan kemampuan perempuan disamping laki-laki dalam peningkatan ketahanan pangan keluarga.

3. Tersedianya SDM yang berkualitas baik laki-laki maupun perempuan dalam pengelolaan usaha rumah tangga.

4. Meningkatnya ketahanan pangan keluarga yang tangguh dan berkesinambungan. Aplikasi PUG pada kegiatan Desa Mandiri Pangan diharapkan memberikan manfaat secara optimal kepada para peserta program dan yang jauh lebih penting mampu mengurangi atau bahkan meniadakan adanya bias gender dalam pelaksanaannya.

(27)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

BIDANG KETAHANAN PANGAN 20

BAB V

Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan

Dalam monitoring atau pemantauan, evaluasi dan pelaporan kegiatan Pengarusutamaan Gender bidang ketahanan pangan, maka aparat dan penyuluh/pendamping yang menangani kegiatan ketahanan pangan baik di pusat maupun daerah sebagai focal point, harus mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Inpres Nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional, serta Panduan Penyusunan Pengintegrasian Isu Gender ke dalam Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Pertanian tahun 2011.

A. Pemantauan dan Evaluasi

Pimpinan instansi dan lembaga pemerintah baik Pusat maupun Daerah melaksanakan dan bertanggungjawab dalam pemantauan dan evaluasi pengarusutamaan gender di lingkungannya. Pemantauan PUG dilakukan secara periodik terhadap perkembangan setiap pelaksanaan kegiatan oleh pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Hal–hal yang akan dipantau adalah pelaksanaan kegiatan bidang ketahanan pangan yang responsif gender, permasalahan yang dihadapi, dan upaya-upaya yang telah dilakukan. Hasil pemantauan perlu dianalisis lebih lanjut, sebagai bahan/informasi untuk evaluasi dan tindakan perbaikan pelaksanaan PUG bidang ketahanan pangan.

Evaluasi dilaksanakan secara berjenjang mulai dari kabupaten/kota, provinsi, dan pusat, dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana peran dan tanggungjawab aparat dan lembaga yang menangani kegiatan ketahanan pangan yang responsif gender, serta tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan.

B. Pelaporan

Pelaporan pelaksanaan kegiatan bidang ketahanan pangan yang responsif gender dilakukan per semester secara berjenjang (dari kabupaten/kota, provinsi hingga pusat), berkala, berkelanjutan dan tepat waktu sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan dalam pelaporan Desa Mandiri Pangan. Laporan tersebut diintegrasikan dengan kegiatan Demapan dengan menggunakan formulir data terpilah yang sudah ditetapkan (Lampiran 2), bersumber dari penyuluh/pendamping.

Alur Pelaporan Kegiatan Ketahanan Pangan yang Responsif Gender dapat dilihat pada

(28)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

BIDANG KETAHANAN PANGAN 21

Gambar 4. Alur Pelaporan

Keterangan: : Arus pelaporan : Umpan balik BKP Pusat Badan/Dinas/Instansi Ketahanan Pangan Provinsi Badan/Dinas/Kantor/ InstansiKetahanan Pangan Kab/Kota Kelompok Penerima Manfaat dan Penyuluh

Pendamping Menteri Pertanian

(29)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

BIDANG KETAHANAN PANGAN 22

BAB VI

PENUTUP

Pedoman Pengarusutamaan Gender (PUG) bidang ketahanan pangan ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi aparat dan pihak-pihak yang melaksanakan kegiatan bidang ketahanan pangan yang responsif gender. Selain itu, melalui pedoman ini, persepsi dan pemahaman aparat dan penyuluh/pendamping tentang makna dan aplikasi gender dapat ditingkatkan.

Semoga pedoman ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang terkait dengan kegiatan ketahanan pangan yang responsif gender.

Jakarta, Juli 2012

(30)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

BIDANG KETAHANAN PANGAN 23

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pertanian, 2007. Pengarusutamaan gender dalam Pembangunan Pertanian

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI. Harmonisasi Konsep dan Definisi Gender untuk Aplikasi PUG dalam Pembangunan.

Kementerian Pertanian, 2011. Panduan Penyusunan “Pengintegrasian Isu Gender ke Dalam Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Pertanian”.

(31)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

BIDANG KETAHANAN PANGAN 24

LAMPIRAN 1

ILUSTRASI PERBEDAAN GENDER (G) DENGAN JENIS KELAMIN (S)

Beberapa pernyataan dibawah ini dapat digunakan oleh aparat (Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota) dan Pelaksana (penyuluh/pendamping) untuk mengevaluasi pemahaman PUG penerima manfaat Desa Mandiri Pangan dalam melihat perbedaan konsep jenis kelamin atau gender.

Simbol “S” (=Sex) untuk pernyataan yang menunjuk pada perbedaan jenis kelamin sedangkan simbol “G” (=Gender) untuk pernyataan yang menunjuk pada perbedaan status jenis kelamin. 1. Perempuan melahirkan, laki-laki tidak. ( __S__)

2. Gadis kecil cantik dan lembut, anak laki-laki tampan dan kasar. (__G__)

3. Persentase penduduk perempuan di pedesaan berumur 10 tahun ke atas yang berpendidikan SLTP dan SLTA berturut-turut 10 dan 6,7 persen, sementara laki-lakinya berturut-turut 12,8 dan 10,5 persen. (__G___)

4. Buruh tani perempuan dibayar Rp. 10.000,- secara lepasan, sementara buruh laki-laki dibayar Rp. 12.000 ditambah makan sekali dan minum kopi sekali serta rokok tiga batang. (__G__)

5. Laki-laki yang bekerja di sektor pertambangan 10 kali lipat jumlahnya dibandingkan dengan perempuan. (__G__)

6. Di Mesir Kuno laki-laki tinggal di rumah dan menganyam. Perempuan menangani bisnis keluarga. Perempuan mewarisi harta benda dan laki-laki tidak. (__G__)

7. Suara laki-laki pecah pada masa puber; suara perempuan tidak . (__S__)

8. Menurut statistik, perempuan melakukan 67% pekerjaan dunia, namun penghasilan yang didapatinya hanya berjumlah 10% dari penghasilan dunia dan mereka hanya memiliki 1% kekayaan dunia . (__G__)

9. Lelaki di seluruh dunia ini pada dasarnya rasional . (__G___)

10. Kulit perempuan lebih halus dan lembut daripada laki-laki. (__G__) 11. Perempuan pada dasarnya pengurus rumah tangga . (__G__) 12. Laki-laki pada dasarnya pencari nafkah. (__G___)

13. Laki-laki memiliki jakun. (__S__)

14. Lelaki pada dasarnya pemimpin . (__G__)

(32)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

BIDANG KETAHANAN PANGAN 25

ILUSTRASI PERANAN SPESIFIK GENDER

Beberapa pernyataan dibawah ini dapat digunakan untuk mengevaluasi derajat penerimaan definisi peranan spesifik gender menurut penerima manfaat. Simbol “Y” (=Yes) melambangkan persetujuan dan simbol “N” (=No) melambangkan ketidak setujuan.

1. Anak laki-laki seharusnya mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi daripada anak perempuan. (___N__)

2. Suami-istri seharusnya bersama-sama bertanggung jawab dalam membesarkan anak. (__Y___)

3. Perempuan seharusnya tidak pergi menghadiri rapat pada malam hari. (__Y/N___) 4. Gaji laki-laki seharusnya lebih besar daripada gaji perempuan. (__N__)

5. Perempuan tidak pandai mengambil keputusan. (__N___)

6. Hanya perempuan yang bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran belanja rumah tangga. (__N__)

7. Suami-istri bersama-sama memutuskan tentang pengeluaran-pengeluaran rumahtangga yang berjumlah besar (__Y__)

8. Laki-laki lebih rasional daripada perempuan. (__N___)

9. Perempuan tidak pandai menduduki posisi pimpinan. (__N__) 10. Laki-laki tidak mampu menjaga anak-anak kecil. (__N__)

(33)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

BIDANG KETAHANAN PANGAN 26

LAMPIRAN 2

DATA TERPILAH KETAHANAN PANGAN

Tabel 1. Komposisi Rumah Tangga Responden menurut Karakteristiknya

UMUR KATEGORI AGAMA STATUS PENDIDIKAN PENGALAMAN LD PD AL AP Keterangan : LD = Laki-laki Dewasa PD=Perempuan Dewasa AL=Anak Laki-laki AP=Anak Perempuan

Pengalaman : Pelatihan/kursus yang diterima dalam kegiatan demapan

Tabel 2. Data Kepemilikan Sumberdaya/Sarana Rumah Tangga Responden

Sumberdaya

Kepemilikan atas nama %

Keterangan Ayah Ibu Anak Laki Anak

Perempuan Tanah Bangunan Ternak Alsintan Alat Transportasi Alat Telekomunikasi Aset Keuangan (tabungan) Lain-lain

(34)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

BIDANG KETAHANAN PANGAN 27

Tabel 3. Rata-rata Tingkat Partisipasi Responden terhadap Kegiatan Usaha Kelompok/Keluarga

dan Domestik (Keluarga Inti)

No Jenis Pekerjaan

Tingkat Partisipasi (%)

Ayah Ibu Anak Laki Anak Perempuan 1 Partisipasi dalam usaha Kelompok

2 Partisipasi dalam usaha keluarga 3 Memilih jenis usaha kelompok 4 Memilih jenis usaha keluarga 5 Memilih Tempat usaha 6 Menentukan Skala usaha 7 Membuat Rencana usaha 8 Menentukan pembiayaan usaha 9 Membagi tugas/peran dalam usaha 10 Pekerjaan rumah tangga

11 Mengelola pendapatan 12 Membeli sarana usaha 13 Mengolah tanah 14 Menanam

15 Menyiangi dan memupuk 16 Memanen

17 Memberi makan ternak/ikan 18 Membersihkan kandang/kolam 19 Menjual ternak/ikan

20 Menggunakan uang

21 Menjual hasil produksi pertanian 22 Menjual hasil produksi perikanan 23 Menjual hasil produksi ternak 24 Mengelola hasil penjualan

(35)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

BIDANG KETAHANAN PANGAN 28

Tabel 4. Akses Responden terhadap Pelaksanaan Kegiatan Demapan

No. Uraian Kegiatan

Yang Mengakses (%)

Ayah Ibu Anak Laki Anak Perempuan 1 Jadi Anggota Kelompok

2 Hadir di pertemuan 3 Ikut Penyuluhan

4 Mendapatkan Pengetahuan dan Keterampilan

5 Kesempatan mendapatkan pinjaman 6 Kesempatan menjadi pengurus

Tabel 5. Kontrol Responden terhadap Pengambilan Keputusan dalam Pelaksanaan Kegiatan

Demapan

Keputusan dalam Hal

Yang Menentukan (%)

Ayah Ibu Anak Laki

Anak

Perempuan Penyuluh Kelompok Menerima bantuan

Memilih jenis usaha Memilih Tempat usaha Menentukan Skala usaha Membuat Rencana usaha Menentukan pembiayaan usaha Membagi tugas Menggelola keuangan Membeli sarana produksi Menjual produk Menggunakan hasil

(36)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

BIDANG KETAHANAN PANGAN 29

Tabel 6. Perolehan Manfaat Kegiatan Demapan oleh Responden

Manfaat Langsung Peningkatan dalam

Yang Menikmati Manfaat Langsung (%)

Ayah Ibu Anak Laki

Anak Perempuan

Tenaga

Luar Penyuluh Kelompok Akses modal Akses pasar Kesempatan berusaha Pendapatan Daya beli Peralatan usaha *) Kapasitas SDM

*) Sarana produksi dan alat pengolahan

Tabel 7. Permasalahan dan Upaya Pemecahannya

(37)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER 30 BIDANG KETAHANAN PANGAN

Lampiran 3

LEMBAR KERJA GENDER ANALYSIS PATHWAY (GAP)

KEGIATAN BADAN KETAHANAN PANGAN YANG RESPONSIF GENDER TAHUN 2012

KOLOM 1 KOLOM 2 KOLOM 3 KOLOM 4 KOLOM 5 KOLOM 6 KOLOM 7 KOLOM 8 KOLOM 9

Kebijakan / Program /

Kegiatan

Data Pembuka Wawasan (Data Pilah Gender)

Isu Gender Kebijakan dan Rencana Aksi Pengukuran Hasil

Faktor Kesenjangan Sebab Kesenjangan Internal Sebab Kesenjangan Eksternal Reformulasi Tujuan Rencana Aksi Data Dasar (Baseline) Indikator Gender Program : Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat Kegiatan: Pengembang an Desa Mandiri Pangan Output : Kelompok afinitas sebanyak 2366 kelompok dari 594 desa (1 desa terdiri dari 4 kelompok afinitas) Tujuan : (kolom 6)

Jumlah penduduk miskin pada tahun 2011 mencapai 30,02 juta orang atau 12,49% yang pada umumnya mereka juga mengalami kerawanan pangan karena disamping daya belinya rendah, juga pengetahuan pangannya kurang sehingga belum dapat mengelola lingkungannya untuk menghasilkan pangan bagi keluarganya. Untuk itu pemerintah telah menerapkan beberapa program aksi untuk mengatasi permasalahan tersebut, namun berdasarkan perspektif gender masih terjadi kesenjangan antara laki-laki dengan perempuan karena selama ini penetapan peserta program aksi adalah kepala keluarga berjenis kelamin laki-laki. Sebagai informasi bahwa jumlah desa miskin yang menjadi target kegiatan pengembangan Desa Mandiri Pangan tahun 2012 adalah pada tahap persiapan sebanyak 594 desa, 402 kabupaten/kota, 33 provinsi Representasi perempuan dalam pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat masih rendah, karena tidak dilakukan pendataan terpilah antara laki-laki dan perempuan, sehingga sampai saat ini belum diketahui persentase kepesertaan perempuan dalam kegiatan pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat.

Akses: Akses Perempuan Kepala

Rumah Tangga (PKRT) terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, fasilitas/ dana bantuan dan pelatihan/ peningkatan kapabilitas dalam rangka pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat lebih rendah dibanding Lelaki Kepala Rumah Tangga (LKRT).

Kontrol: Laki-laki memiliki

kontrol terhadap sumberdaya lahan dan sarana prasarananya yang lebih tinggi dibanding perempuan.

Partisipasi : Anggota kelompok

afinitas (berdasarkan tempat tinggal) pada umumnya laki-laki sehingga merekalah yang lebih banyak berpartisipasi mengikuti pembinaan dan diskusi dengan petugas setempat.

Manfaat: Dikarenakan

masyarakat pedesaan yang terdata umumnya laki-laki, maka pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat cenderung lebih dimanfaatkan oleh petani laki-laki dan kurang didukung oleh produktivitas perempuan

Para pengambil keputusan/kebijakan belum memahami tentang isu gender dan belum dilakukannya pendataan terpilah antara peserta laki-laki dan perempuan dalam pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat serta analisis gender yang baku.

Kurangnya akses informasi kepada perempuan tentang pengembangan Desa Mandiri Pangan Belum disebutkannya peserta kelompok yang terdiri dari laki-laki dan perempuan pada undangan pelatihan bagi peserta kegiatan

Belum semua petugas baik di pusat maupun daerah mengetahui kegiatan responsif gender secara baik.

Aparat di tingkat lapangan kurang mendorong keadilan dan kesetaraan gender dalam pelaksanaan kegiatan.

Masih kuatnya persepsi yang bias gender dikalangan masyarakat, dimana Kepala Rumah Tangga adalah laki-laki, sedangkan perempuan berperan dalam urusan rumah tangga.

Motivasi perempuan untuk mengikuti peningkatan kapabilitas dalam ketahanan pangan keluarga yang difasilitasi pemerintah masih rendah karena perempuan lebih memfokuskan urusannya pada rumah tangga.

Adanya anggapan bahwa kepentingan dan kebutuhan perempuan (ibu rumah tangga) cukup diwakilkan kepada kepala keluarga (laki-laki).

Adanya anggapan bahwa manfaat bagi kepala keluarga (laki-laki) juga dinikmati oleh ibu rumah tangga (perempuan).

Meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan bagi petugas, petani dan kelompok afinitas dalam rangka pemantapan ketahanan pangan melalui pendampingan yang berbasis responsif gender dengan memberi kesempatan, peran dan peluang yang sama bagi laki-laki dan perempuan.

Mengumpulkan data petani perempuan yang berusaha dibidang usaha rumah tangga.

Menyempurnakan Pedoman Umum Program Aksi Desa Mandiri Pangan yang Responsif Gender

Sosialisasi dan advokasi kepada para pengambil kebijakan terkait peran wanita dalam mendukung usaha rumah tangga pada program Aksi Desa Mandiri Pangan di daerah/ lokasi desa yang mempunyai masyarakat yang terkena rawan pangan.

Diberikan kesempatan bagi peserta perempuan agar dapat lebih berperan dalam tahapan aktivitas melalui undangan pelatihan peserta kegiatan yang mengundang perempuan dan adanya pedoman umum kegiatan yang lebih responsif gender

Data awal terpilih peserta Program Aksi Desa Mandiri Pangan adalah laki-laki 90% dan perempuan 10%.

Melalui aktivitas dalam rencana aksi tersebut, maka diharapkan dalam pembinaan Program Aksi Desa Mandiri Pangan selama 4 (empat) tahun/tahap akan terealisasi laki-laki 70% dan perempuan 30% dalam pemantapan ketahanan pangan keluarga.

Meningkatnya peran laki-laki dan perempuan dalam keterlibatannya memantapkan ketahanan pangan keluarga melalui peningkatan pendapatan keluarga serta pengetahuan pangan dan gizi.

Meningkatnya peran istri petani membantu suami (petani) untuk memantapkan ketahanan pangan keluarga dengan memanfaatkan sumber daya pangan yang dikuasai.

Peningkatan kemampuan perempuan (wanita tani) disamping petani laki-laki dalam upaya pemantapan ketahanan pangan keluarga.

Tercapainya SDM yang berkualitas baik laki-laki maupun perempuan dalam pemantapan ketahanan pangan keluarga.

(38)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER 31 BIDANG KETAHANAN PANGAN

LAMPIRAN 4

GENDER BUDGET STATEMENT

(Pernyataan Anggaran Gender)

Kementerian Negara/Lembaga : Pertanian

Unit Organisasi : Badan Ketahanan Pangan

Unit Eselon II/Satker : Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat.

Kegiatan Pengembangan Ketersediaan Pangan dan Penanganan Kerawanan Pangan.

Indikator Kinerja Kegiatan

Meningkatnya pemantapan ketersediaan pangan dan penanganan kerawanan pangan.

Output Kegiatan Jumlah desa yang diberdayakan dalam pengembangan desa mandiri pangan sebanyak 398 desa (lokasi baru) pada tahun 2012 dengan sasaran pembinaan 70% laki-laki dan 30% perempuan dengan fokus: terbentuknya kelompok afinitas, terbentuknya Lembaga Keuangan Desa (LKD) dan tersalurnya dana Bansos untuk usaha produktif.

Analisa Situasi Jumlah penduduk miskin pada tahun 2011 sebanyak 30,02 juta jiwa atau 12,49% dari total jumlah penduduk Indonesia. Sebagian dari jumlah penduduk miskin tersebut mengalami rawan pangan karena rata-rata konsumsi energi per kapita hanya 70-90% dari Angka Kecukupan Gizi (2.000 kkal/kap/hari). Rawan pangan tersebut terutama disebabkan oleh daya beli yang rendah dan pengetahuan pangan dan gizi yang rendah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut pemerintah melaksanakan Program aksi Desa Mandiri Pangan, namun dalam penerapan di lapangan ada kesenjangan gender dalam sasaran pembinaan. Dari penetapan sasaran pembinaan yang telah berjalan selama ini, proporsi perempuan hanya sebesar 10%. Hal ini dapat diperhatikan berikut ini:

(39)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER 32 BIDANG KETAHANAN PANGAN

terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, fasilitas/ dana bantuan dan pelatihan/peningkatan kapabilitas dalam rangka pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat lebih rendah dibanding Lelaki Kepala Rumah Tangga (LKRT);

2. Laki-laki memiliki kontrol terhadap sumberdaya lahan dan sarana prasarananya yang lebih tinggi dibanding perempuan;

3. Anggota kelompok afinitas (berdasarkan tempat tinggal) pada umumnya laki-laki, sehingga merekalah yang lebih banyak berpartisipasi mengikuti pembinaan dan diskusi dengan petugas setempat;

4. Dikarenakan masarakat pedesaan yang terdata umumnya laki-laki, maka pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat cenderung lebih dimanfaatkan oleh petani laki-laki.

Padahal baik laki-laki maupun perempuan mempunyai peluang yang sama dalam mengikuti pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat, bahkan perempuan mempunyai kemampuan dan peranan lebih baik dari pada laki-laki karena disamping perempuan dapat berusaha dalam peningkatan pendapatan keluarga juga bisa menerapkan pendidikan pangan dan gizi di lingkungan keluarganya.

Kesenjangan antara laki-laki dengan perempuan tersebut disebabkan oleh :

1. Kesenjangan internal: a) para pengambil keputusan/ kebijakan belum memahami tentang isu gender dan belum dilakukan pendataan terpilah antara peserta laki-laki dan perempuan dalam pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat serta analisis gender yang baku; b) belum semua petugas baik di pusat maupun daerah mengetahui kegiatan responsif gender secara baik; c) issue gender belum dianggap sebagai issue penting yang perlu ditangani secara serius oleh personil yang merencanakan maupun yang melaksanakan program/ kegiatan khususnya pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat dalam rangka pemantapan ketahanan pangan keluarga; d) aparat di tingkat lapangan kurang mendorong keadilan dan kesetaraan gender dalam pelaksanaan kegiatan.

2. Kesenjangan eksternal: a) masih kuatnya persepsi yang bias gender di kalangan masyarakat dimana Kepala Rumah Tangga adalah laki-laki, sedangkan perempuan berperan dalam urusan rumah tangga; b) motivasi perempuan untuk mengikuti peningkatan kapabilitas dalam ketahanan pangan keluarga yang difasilitasi

(40)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER 33 BIDANG KETAHANAN PANGAN

pemerintah masih rendah karena perempuan lebih memfokuskan urusannya pada rumah tangga; c) adanya anggapan bahwa kepentingan dan kebutuhan perempuan (ibu rumah tangga) cukup diwakilkan kepada Kepala Keluarga (laki-laki); d) adanya anggapan bahwa manfaat bagi Kepala Keluarga (laki-laki) juga dinikmati oleh ibu rumah tangga (perempuan).

Atas kondisi tersebut, perlu direformulasikan tujuan dari kegiatan ini yaitu meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan bagi petugas, petani dan kelompok afinitas dalam rangka pemantapan ketahanan pangan keluarga melalui Program Aksi Desa Mandiri Pangan yang berbasis responsif gender dengan memberi kesempatan, peran

dan peluang yang sama bagi laki-laki dan perempuan.

Rencana Aksi Output Program Aksi Desa Mandiri Pangan Pemberdayaan Ketahanan

Pangan Masyarakat

Jumlah desa yang dibina 398 desa

Tujuan output Meningkatnya pengetahuan, kemampuan dan

ketrampilan bagi petugas, petani dan kelompok afinitas dalam rangka pemantapan ketahanan pangan keluarga melalui pendampingan yang berbasis responsif gender dengan memberi

kesempatan peran dan peluang yang sama bagi laki-laki dan perempuan. Pendampingan kelompok afinitas dalam pengelolaan usaha produktif dan pemantapan ketahanan pangan keluarga. Sub Komponen 1 Identifikasi dan

penetapan kelompok afinitas.

Sub Komponen 2 Penetapan dan pelatihan bagi pendamping

(41)

PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER 34 BIDANG KETAHANAN PANGAN

Sub Komponen 3 Pendampingan usaha produktif dan

pengelolaan ketahanan pangan keluarga. Sub Komponen 4 Pelaporan dan evaluasi Alokasi Anggaran Output

Kegiatan

Rp. 6.626.000.000,-

Dampak/Hasil Output Kegiatan

1. Terwujudnya ketahanan pangan dan gizi masyarakat.

2. Partisipasi dalam program aksi adalah laki-laki 70% dan perempuan 30%. 3. Meningkatnya peran isteri petani

membantu suaminya (petani) untuk peningkatan pendapatan keluarga di wilayah desanya.

4. Peningkatan kemampuan perempuan (wanita tani) disamping laki-laki dalam peningkatan ketahanan pangan keluarga. 5. Tersedianya SDM yang berkualitas baik

laki-laki maupun perempuan dalam pengelolaan usaha rumah tangga. 6. Meningkatnya ketahanan pangan

keluarga yang tangguh dan berkesinambungan.

(42)

Badan Ketahanan Pangan

Kementerian Pertanian

Gambar

Gambar 1.  Laki-laki dan perempuan berpartisipasi aktif pada pertemuan                           kegiatan Desa Mandiri Pangan (Demapan)
Gambar  2.  Implementasi  dari  kesetaraan  gender:  petugas  laki-laki  dan  perempuan  memiliki  kesempatan yang sama dalam memberikan pelayanan informasi kepada masyarakat
Gambar 3. Kegiatan yang dapat dikerjakan baik laki-laki maupun perempuan yang  memiliki peran ganda di dalam masyarakat
Tabel  1.  PRA yang tidak bermuatan gender dan PRA yang memiliki muatan gender
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rukun-Rukunnya Waqif (orang yang berwakaf) Jaiz Tabarru’ Objek Wakaf Barang Spesifik Boleh Dijual Bisa Dipakai Tanpa Dikonsumsi Mauquf ‘Alaih (orang yang menerima manfaat wakaf)

Pendekatan ini dilakukan dengan mengubah bentuk tanggapan impuls penyama menjadi tapis digital FIR berfase linear melalui prose penjendelaan yang akan dibahas

Dari penjelasan diatas menunjukkan bahwa produk body mist memiliki kualitas produk yang baik sehingga dapat memberikan kepuasan terhadap pelanggan, serta pembelian ulang

Rata-rata persentase penetasan telur ikan lele sangkuriang tertinggi diperoleh pada perlakuan persentase teh 6 gr/L yaitu 76.67%, Pada perlakuan lainnya menunjukkan hasil

Selesai menyampaikan materi, peneliti juga memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya bagian yang belum mereka pahami. Namun semua peseta

orang guru. Setiap guru memiliki tugas masing-masing sesuai dengan keahlian dan kesepakatan. Kelebihan sistem ini antara lain adalah: a) pencapaian KD pada setiap

sedangkan bangunan seperti wantilan, asagan, liang kuburan, dan bangunan lainnya sebagai ragan setra yang sekaligus juga sebagai madia mandala, serta areal di sekitar kuburan

Laporan Akuntabiltas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) tahun 2017 ini melaporkan tingkat pencapaian sasaran strategis dan indikator kinerja yang telah ditetapkan