• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

PENGETAHUAN, KEYAKINAN DAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA MASYARAKAT DI DESA BIREM

PUNTONG KOTA LANGSA

SKRIPSI

OLEH:

JULI YANTI NIM 131524135

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(2)

PENGETAHUAN, KEYAKINAN DAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA MASYARAKAT DI DESA BIREM

PUNTONG KOTA LANGSA

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

JULI YANTI NIM 131524135

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skiripsi dengan judul “Pengetahuan, Keyakinan dan Penggunaan Antibiotika pada Masyarakat di Desa Birem Puntong Kota Langsa”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Ibu Dr.Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi yang telah menyediakan fasilitas selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Ibu Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt., dan Bapak Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt., selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis dengan penuh kesabaran memberikan petunjuk dan saran-saran selama penelitian berlangsung hingga selesainya skripsi ini. Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt., selaku ketua penguji, Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., dan Ibu Prof. Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Ph.D., Apt., selaku anggota penguji yang telah memberikan saran untuk menyempurnakan skripsi ini. Bapak Drs. Suryanto, M.Si., Apt., selaku dosen penasehat akademik serta Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesai.

Penulis juga mempersembahkan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada keluarga tercinta Ayahanda M. Dahlan dan Ibunda Juniati, serta adik-adik

(4)

atas limpahan kasih sayang, dukungan, semangat dan doa yang tak ternilai dengan apapun juga.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dibidang farmasi.

Medan, Oktober 2016 Penulis

Juli Yanti NIM 131524135

(5)

PENGETAHUAN, KEYAKINAN DAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA MASYARAKAT DI DESA BIREM PUNTONG

KOTA LANGSA

ABSTRAK

Antibiotika adalah obat yang dapat membunuh kuman patogen (penyebab penyakit) yang menyebabkan penyakit infeksi. Pengobatan sendiri untuk golongan antibiotika yang saat ini semakin luas dan telah menjadi masalah yang penting di seluruh dunia. sebab salah satu dampak negatif penggunaan antibiotika yang tidak rasional adalah muncul dan berkembangnya bakteri yang resisten terhadap antibiotika. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan, keyakinan dan penggunaan antibiotika pada masyarakat di Desa Birem Puntong Kota Langsa.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode Cross Sectional dan kuesioner sebagai alat ukur. Penelitian dilakukan di bulan April 2016 di Desa Birem Puntong Kota Langsa. Jumlah sampel penelitian ini adalah 100 orang, dengan teknik pengambilan sampel menggunakan Purposive Random Sampling. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji statistik Chi-Square.

Dari hasil penelitian didapatkan semua responden (100 responden) yang pernah menggunakan antibiotika dalam sebulan terakhir. 51 responden (51%) memiliki tingkat pengetahuan yang cukup dan 29 responden (29%) memiliki tingkat keyakinan yang cukup mengenai antibiotika. Perilaku responden terkait penggunaan antibiotika, ditemukan bahwa antibiotika yang paling sering digunakan diperoleh dari puskesmas adalah amoksisilin (73%), jenis penyakit yang paling sering disembuhkan dengan menggunakan antibiotika adalah demam (25%), dan sebanyak (87%) responden menggunakan resep dokter. Tetapi masih banyak responden yang tidak mendapat informasi tentang aturan minum antibiotika dan tidak menghabiskan antibiotika yang mereka gunakan karena merasa sudah cukup sehat. Hasil penelitian membuktikan bahwa, terdapat hubungan yang signifikan antara usia dan pendidikan responden dengan tingkat pengetahuan (p<0,05), tidak terdapat hubungan yang signifikan antara seluruh karakteristik responden (jenis kelamin, usia, pendidikan dan pekerjaan) dengan tingkat keyakinan (p>0,05) dan terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan keyakinan (p< 0,05).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat dalam penelitian ini memiliki pengetahuan dan keyakinan yang cukup dan masih banyak masyarakat yang menggunakan antibiotika dengan tidak tepat.

Keywords: pengetahuan, keyakinan, penggunaan antibiotika, masyarakat

(6)

KNOWLEDGE , BELIEFS AND USE OF ANTIBIOTIC COMMUNITY IN THE VILLAGE BIREM PUNTONG

LANGSA CITY

ABSTRACT

Antibiotics are medicines that can kill pathogens (disease causing) that cause infectious diseases. Self-medication using antibiotics has become a important problem in the world. One of negative effect of rational is showed up and the development of bacteria resistent to antibiotics. The purpose of this research is to determine the knowledge, beliefs and use of antibiotic at community on Birem Puntong village Langsa City.

This research is a descriptive study with cross sectional method and the questionnaire as a measuring. The study was conducted in April 2016 at the Birem Puntong Langsa village. The sample of this study were 100 people by using purposive random sampling tehnique. The data was analyzed with Chi-Square.

The result of the study indicated that all of 100 respondents used antibiotic in the last month. 51 respondents (51%) have sufficient knowledge level and 29 respondents (29%) have sufficient beliefs level regarding antibiotics. the behavior of the respondents related to use antibiotics, it was discovered that antibiotics most often used obtained in Puskesmas is amoxicillin (73%), the type of diseases that is most often be cured by using antibiotic is fever (25%), and 87%

of respondents do spending the antibiotics. But many respondents do not get information about the rules of antibiotic and do not spending the antibiotic because feeling healthy. The result of research shows that there were a significant relationship between ages and education with the level of knowledge (p<0.05), there were no significant relationship between all the characteristics (gender, age, education and work) with the level of beliefs (p>0.05) and there were a significant relationship between knowledge with beliefs (p<0.05).

Based on this study, it can be concluded that the people had knowledge and beliefs correctly and many people are still not appropriate use of antibiotics.

Keywords: Knowledge, Beliefs, Use Antibiotic, Community

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

LEMBAR PERNYATAAN ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 3

1.3 Perumusan Masalah ... 3

1.4 Hipotesis ... 4

1.5 Tujuan Penelitian ... 4

1.6 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Antibiotika ... 6

2.1.1 Aktivitas dan Spektrum ... 6

2.1.2 Golongan Antibiotika ... 7

(8)

2.1.3 Prinsip Penggunaan Antibiotika Untuk Terapi Empiris

dan Definitif ... 11

2.1.4 Penyalahgunaan Antibiotika di Kalangan Masyarakat .... 13

2.2 Pengetahuan ... 13

2.2.1 Pengetahuan Masyarakat Tentang Antibiotika... 17

2.3 Keyakinan ... 18

2.3.1 Keyakinan Masyarakat Tentang Antibiotika ... 18

BAB III METODE PENELITIAN... 20

3.1 Jenis Penelitian ... 20

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 20

3.3 Populasi dan Sampel ... 20

3.3.1 Populasi ... 20

3.3.2 Sampel ... 20

3.4 Langkah penelitian ... 21

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 22

3.6 Validasi dan Reabilitas Kesioner ... 22

3.6.1 Uji Validasi ... 22

3.6.2 Uji Reabilitas ... 23

3.7 Penelitian Pengetahuan, Keyakinan dan Penggunaan ... 24

3.7.1 Penilaian Pengetahuan ... 24

3.7.2 Penilaian Keyakinan ... 24

3.7.3 Penilaian Penggunaan ... 24

3.8 Teknik Pengolahan Data ... 24

3.9 Analisis Data ... 25

3.9.1 Analisis Univariat ... 25

(9)

3.9.2 Analisis Bivariat ... 25

3.10 Definisi Operasional ... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

4.1 Data Demografi ... 28

4.2 Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Antibiotika ... 32

4.3 Keyakinan Responden Tentang Antibiotika ... 35

4.4 Hubungan Karakteristik Responden dengan Tingkat Pengetahuan ... 37

4.5 Hubungan Karakteristik Responden dengan Tingkat Keyakinan ... 39

4.6 Hubungan Tingkat Pengetahuan Responden dengan Tingkat Keyakinan ... 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

5.1 Kesimpulan ... 42

5.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

LAMPIRAN ... 46

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian ... 3

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Definisi Operasional ... 27 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ... 28 4.2 Distribusi Penggunaan Antibiotika Responden... 29 4.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden

Tentang Antibiotika ... 32 4.4 Distribusi Jawaban Pengetahuan Responden Mengenai

Antibiotika ... 33 4.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Keyakinan Responden

Tentang Antibiotika ... 35 4.6 Distrbusi Jawaban Keyakinan Responden tentang

Penggunaan Antibiotika ... 36 4.7 Hasil Analisis Hubungan Karakteristik Responden

dengan Tingkat Pengetahuan ... 37 4.8 Hasil Analisis Hubungan Karakteristik Responden

dengan Tingkat Keyakinan ... 39

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Surat izin penelitian dan pengambilan data ... 46

2 Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian ... 47

3 Lembar persetujuan menjadi responden ... 49

4 Data demgorafi responden ... 50

5 Kuesioner penelitian ... 51

6 Foto pengambilan data penelitian ... 54

7 Uji validasi dan reabilitas ... 56

8 Uji normalitas ... 57

9 Uji statistik ... 59

10 Hasil analisis hubungan tingkat pengetahuan responden dengan tingkat keyakinan.. ... 63

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Antibiotika adalah obat yang dapat membunuh kuman patogen (penyebab penyakit) yang menyebabkan penyakit infeksi (Azhar, 2004). Pengobatan sendiri dengan antibiotika yang semakin luas telah menjadi masalah yang penting di seluruh dunia. Salah satunya adalah terjadinya peningkatan resistensi kuman terhadap antibiotika (WHO, 2001). Hal ini mengakibatkan pengobatan menjadi tidak efektif, peningkatan morbiditas maupun mortalitas pasien dan meningkatnya biaya kesehatan pasien. Dampak tersebut harus ditanggulangi secara efektif sehingga perlu diperhatikan prinsip penggunaan antibiotika harus sesuai indikasi penyakit, dosis, cara pemberian dengan interval waktu, lama pemberian, keefektifan, mutu, keamanan, dan harga (Refdanita, dkk., 2004).

Pengobatan sendiri dengan antibiotika, tidak hanya terjadi di negara- negara sedang berkembang, tetapi juga di negara-negara maju. Selebihnya di negara-negara Eropa seperti Romania, dan Lithuania, juga ditemukan prevalensi yang tinggi pada pengobatan sendiri dengan antibiotika. Tingginya prevalensi pengobatan sendiri dengan antibiotika ditemukan pada orang dewasa (44%) dan anak-anak (34%) yang diteliti di Saudi Arabia. Persentase pengobatan sendiri dengan antibiotika yang ditemukan di India (18%), Sudan (48%), dan Jordan (40%). Adapun penelitian yang dilakukan di Brazil menunjukkan bahwa 74% dari 107 apotek yang telah dikunjungi, termasuk 88% apotek, yang didaftar oleh Municipal Health Secretary, menjual antibiotika tanpa resep dokter (Volpato, dkk., 2005)

(14)

Penelitian yang dilakukan oleh Lim dan Teh (2012) di Putrajaya, Malaysia menyebutkan bahwa 83% responden tidak mengetahui bahwa antibiotika tidak bekerja untuk melawan infeksi virus dan 82% responden tidak mengetahui bahwa antibiotika tidak dapat mengobati batuk dan flu. Beberapa pernyataan dari responden diantaranya adalah tidak masalah menghentikan pemakaian antibiotika ketika gejala telah membaik dan mengkonsumsi sedikit antibiotika dari yang diresepkan dokter akan lebih sehat daripada mengkonsumsi seluruh antibiotika yang diresepkan (Pratama, 2014).

Kesalahpahaman masyarakat dalam penggunaan antibiotika berpotensi dapat menyebabkan pengobatan menjadi tidak tepat, dimana orang – orang percaya antibiotika sebagai “obat yang luar biasa” yang mampu mencegah dan menyembuhkan setiap gejala maupun penyakit. Pengetahuan dan keyakinan merupakan faktor yang berhubungan dapat mempengaruhi perilaku penggunaan antibiotika tiap individu. Pengetahuan dengan sendirinya tidak cukup untuk mengubah perilaku, tetapi berperan penting dalam membentuk keyakinan dan sikap. Konsekuensi dalam menggunakan antibotika dengan pengetahuan yang kurang berpotensi mengarah kepada kesalahpahaman mengenai penggunaan antibiotika tersebut. Mengingat bahwa penggunaan antibiotika yang tidak tepat pada masyarakat terus menjadi masalah pada negara - negara maju maka diberlakukan pemberian informasi pengetahuan dan keyakinan tentang antibiotika. Akan tetapi, pemberian informasi serupa masih cukup langka, terutama di Indonesia (Widayati, dkk., 2012).

(15)

Berdasarkan latar belakang tersebut, Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan tujuan mengetahui Pengetahuan, Keyakinan dan Penggunaan Antibiotika pada Masyarakat di Desa Birem Puntong Kota Langsa.

1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian 1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan masyarakat, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. bagaimana tingkat pengetahuan dan keyakinan masyarakat tentang antibiotika di Desa Birem Puntong Kota Langsa?

b. bagaimana penggunaan antibiotika pada masyarakat di Desa Birem Puntong Kota Langsa?

c. apakah karakteristik masyarakat (jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir dan pekerjaan) mempengaruhi pengetahuan dan keyakinan masyarakat tentang antibiotika di Desa Birem Puntong Kota Langsa ?

d. apakah pengetahuan masyarakat mempengaruhi keyakinan masyarakat tentang antibiotika di Desa Birem Puntong Kota Langsa?

Karakteristik responden - Jenis kelamin

- Umur - Pendidikan - Pekerjaan pe

Pengetahuan dan Keyakinan responden tentang antibiotika

(16)

1.4 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah:

a. tingkat pengetahuan dan keyakinan masyarakat tentang antibiotika di Desa Birem Puntong Kota Langsa tergolong baik.

b. penggunaan antibiotika pada masyarakat di Desa Birem Puntong Kota Langsa tergolong tepat.

c. karakteristik masyarakat (jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir dan pekerjaan) mempengaruhi pengetahuan dan keyakinan masyarakat tentang antibiotika di Desa Birem Puntong Kota Langsa.

d. pengetahuan masyarakat mempengaruhi keyakinan masyarakat tentang antibiotika di Desa Birem Puntong Kota Langsa.

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:

a. memperoleh gambaran pengetahuan dan keyakinan masyarakat tentang antibiotika di Desa Birem Puntong Kota Langsa.

b. memperoleh gambaran penggunaan masyarakat tentang antibiotika di Desa Birem Puntong Kota Langsa.

c. mengetahui pengaruh karateristik masyarakat (jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir dan pekerjaan) terhadap pengetahuan dan keyakinan masyarakat tentang antibiotika di Desa Birem Puntong Kota Langsa.

d. mengetahui pengaruh pengetahuan masyarakat terhadap keyakinan masyarakat tentang antibiotika di Desa Birem Puntong Kota Langsa.

(17)

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian adalah hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan solusi bagi tenaga kesehatan agar terus meningkatkan pelayanan kesehatan terutama dalam memberikan informasi mengenai antibiotika.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Antibiotika

Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme yang dapat menghambat dan membunuh mikroorganisme yang lain (Joyce, 1996).

Antibiotika yang pertama kali ditemukan oleh Paul Whlrich pada 1910, sampai saat ini masih menjadi obat yang sering digunakan pada kasus-kasus penyakit infeksi. Pemakaiannya mengalami peningkatan yang luar biasa, hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga menjadi masalah di negara maju seperti Amerika Serikat (Utami, 2012).

Obat-obat antibiotika ditujukan untuk mengobati penyakit-penyakit infeksi.

Pemberian antibiotika pada kondisi yang bukan disebabkan oleh bakteri banyak ditemukan dari praktek sehari-hari, baik di puskesmas, rumah sakit, maupun praktek swasta. Ketidaktepatan pemilihan antibiotika hingga indikasi dosis, cara pemberian, frekuensi dan lama pemberian menjadi penyebab tidak kuatnya pengaruh infeksi dengan antibiotika (Depkes RI, 2011).

2.1.1 Aktivitas dan Spektrum

Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik dan ada yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisid. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Antimikroba tertentu aktivitasnya dapat

(19)

meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antimikroba nya ditingkatkan melebihi KHM (Setiabudy, dkk., 2009).

Selain dari sifat aktivitasnya, antibiotika dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu antibiotika narrow spectrum, seperti isoniazid karena hanya aktif terhadap mikrobakteri, kedua extended spectrum, misalnya ampisilin karena bertindak terhadap bakteri gram positif dan beberapa bakteri gram negatif dan yang ketiga broad spectrum, seperti tetrasiklin dan kloramfenikol mempengaruhi berbagai spesies mikroba. Di samping itu, antibiotika broad spectrum cenderung menimbulkan superinfeksi oleh kuman seperti Clostridium difficile (Harvey, 2012).

2.1.2 Golongan Antibiotika

Ada beberapa golongan besar antibiotika, yaitu:

a. Penisilin

Penisilin pertama kali diisolasi dari jamur Penicillium pada tahun 1949.

Obat ini efektif melawan beragam bakteri termasuk sebagian besar organisme gram positif. Penggunaan penisilin yang berlebihan menyebabkan timbulnya resistensi bakteri (pembentukan penisilinase), membuat obat ini tidak berguna untuk banyak strain bakteri. Meskipun demikian, penisilin tetap merupakan obat terpilih yang tidak mahal dan ditoleransi baik untuk beberapa infeksi (Olson, 1995). Menurut Natinal Health Service, penisilin merupakan antibiotika yang pertama kali ditemukan oleh Alexander Fleming pada tahun, 1928 dan paling sering digunakan untuk mengobati infeksi tertentu seperti infeksi kulit, infeksi dada dan infeksi saluran kemih. Antara antibiotika, penisilin merupakan antibiotika yang penting karena kurang toksik, perkembangan bakteri terhadap

(20)

resistensinya sedikit. Menurut Katzung, (2012) penisilin dapat diklasifikasikan kepada beberapa kelompok yaitu:

1. penisilin (misalnya penisilin G) mempunyai aktivitas terbesar terhadap organisma gram positif, kokus gram negatif, bakteri anaerob yang tidak memproduksi beta-laktamase,dan mempunyai sedikit aktivitas terhadap gram-negatif batang. Kelompok ini rentan terhadap hidrolisis oleh beta- laktamase.

2. penisilin antistafilokokus (misalnya, nafcilin) ini resisten terhadap beta laktamase dari stafilokokus dan aktif terhadap stafilokokus dan streptokokus, tetapi tidak aktif terhadap enterokokus, bakteri anaerob,gram negatif batang dan kokus.

3. Penisilin dengan spektrum luas (ampisilin, penisilin antipseudomonas) mempunyai spektrum antibakteri penisilin dan memiliki aktivitas yang tinggi terhadap organisma gram negatif, tetapi kelompok ini sering rentan terhadap beta- laktamase.

b. Sefalosporin

Sefalosporin sama dengan penisilin, tetapi lebih stabil terhadap banyak bakteria beta-laktamase sehingga mempunyai spektrum aktivitas yang lebih luas.

Sefalosporin tidak aktif terhadap enterokokus dan Listeria monocytogenes.

Sefalosporin diklasifikasikan ke dalam empat generasi yaitu:

1. generasi pertama sangat aktif terhadap organisme gram positif, termasuk pneumokokus, stafilokokus, dan streptokokus (Katzung, 2012). Kelompok ini efektif melawan infeksi yang ditularkan melalui kulit pada pasien-

(21)

pasien operasi. Misalnya sefazolin, sefadrosil, sefaleksin, dan sefalotin (Olson, 1995).

2. generasi kedua memiliki paparan gram negatif yang lebih luas termasuk sefaklor, sefamandol, sefoksitin, sefotetan. Kelompok ini merupakan golongan heterogeneous yang mempunyai perbedaan-perbedaan individual dalam aktivitas, farmakokinetika, dan toksisitas (Katzung, 2012).

3. generasi ketiga adalah sangat aktif terhadap gram negatif dan obat-obat ini mampu melintasi blood-brain barrier. Generasi ini aktif terhadap citrobacter, Serratia marcescens, dan providencia. Misalnya, sefoperazon, sefotaksim, seftazidim, seftizoksim, dan seftriakson (Katzung, 2012).

4. generasi keempat adalah cefepime. Obat ini lebih kebal terhadap hidrolisis oleh beta- lactamase kromosomal dan mempunyai aktivitas yang baik terhadap P aeruginosa, Enterobacteriaceae, S aureus, dan S pneumonia.

Obat ini sangat aktif terhadap haemophilus dan Neisseria (Katzung, 2012).

c. Makrolida

Makrolida biasanya diberikan secara oral, dan memiliki spektrum antimikroba yang sama dengan benzilpenisilin (yaitu spektrum sempit, terutama aktif melawan organisme gram positif) serta dapat digunakan sebagai obat alternatif pada pasien yang sensitif penisilin, terutama pada infeksi yang disebabkan oleh streptokokus, stafilokokus, pneumokokus, dan klosridium. Akan tetapi makrolida tidak efektif pada meningitis karena tidak menembus sistem saraf pusat dengan adekuat (Neal, 2006). Yang termasuk kelompok antibiotik makrolida adalah erythromycin, clarithromycin, azithromycin dan

(22)

troleandomycin. Yang paling sering diresepkan agen antimikroba makrolida

adalah eritromisin (Mosby, 1995).

d. Flurokuinolon

Golongan fluorokuinolon termasuk di dalamnya asam nalidixat, siprofloxasin, norfloxasin, ofloxasin, levofloxasin, dan lain–lain. Golongan fluorokuinolon aktif terhadap bakteri gram negatif. Golongan fluorokuinolon efektif mengobati infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh pseudomonas.

Golongan ini juga aktif mengobati diare yang disebabkan oleh shigella, salmonella, E.coli, dan Campilobacter (Katzung, 2012).

e. Tetrasiklin

Golongan tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Tetrasiklin termasuk antibiotik yang terutama bersifat bakteriostatik.

Hanya mikroba yang cepat membelah yang dipengaruhi obat ini. Tetrasiklin memperlihatkan spektrum antibakteri luas yang meliputi kuman gram positif dan negatif, aerobik dan anaerobik. Tetrasiklin merupakan obat yang sangat efektif untuk infeksi Mycoplasma pneumonia, Chlamydia trachomatis, dan berbagai riketsia (Setiabudy dkk, 2009). Tetrasiklin menembus plasenta dan juga diekskresi melalui ASI dan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang dan gigi pada anak akibat ikatan tetrasiklin dengan kalsium. Tetrasiklin diekskresi melalui urin dan cairan empedu (Katzung, 2012).

f. Aminoglikosida

Aminoglikosida merupakan salah satu antibiotika yang tertua. Sejak tahun 1944, antibiotika streptomisin merupakan produk dari bakterium Streptomyces griseus. Selain itu, terdapat juga antibiotika seperti neomisin, gentamisin,

(23)

tobramisin, dan amikasin. Seperti penisilin, golongan ini aktif terhadap kedua bakteri gram negatif dan gram positif. Aminoglikosida merupakan senyawa yang terdiri dari 2 atau lebih gugus gula amino yang terikat lewat ikatan glikosidik pada inti heksosa (Hauser, 1996).

g. Golongan Sulfonamida dan Trimetoprim

Sulfonamida dan trimetoprim merupakan obat yang mekanisme kerjanya menghambat sintesis asam folat bakteri yang akhirnya berujung kepada tidak terbentuknya basa purin dan DNA pada bakteri. Kombinasi dari trimetoprim dan sulfametoxazole merupakan pengobatan yang sangat efektif terhadap pneumonia akibat P.jiroveci, sigellosis, infeksi salmonela sistemik, infeksi saluran kemih, prostatitis, dan beberapa infeksi mikobakterium non tuberkulosis (Katzung, 2012).

h. Kloramfenikol

Kloramfenikol merupakan inhibitor yang poten terhadap sintesis protein mikroba. Kloramfenikol bersifat bakteriostatik dan memiliki spektrum luas dan aktif terhadap masing – masing bakteri gram positif dan negatif baik yang aerob maupun anaerob (Katzung, 2012).

2.1.3 Prinsip Penggunaan Antibiotika Untuk Terapi Empiris dan Definitif a. Antibiotika untuk terapi empiris

Penggunaan antibiotik untuk terapi empiris yaitu penggunaan antibiotika pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya. Pemberian antibiotika empiris ditujukan untuk penghambatan pertumbuhan bakteri yang diduga menjadi penyebab infeksi sebelum diperoleh hasil pemeriksaan mikrobiologi. Lama pemberian antibiotika empiris diberikan dalam jangka waktu 48-72 jam. Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis

(24)

dan kondisi klinis pasien serta data penunjang lainnya. Antibiotika empiris diberikan secara oral pada infeksi ringan. Sedangkan pada infeksi sedang sampai berat dapat dipertimbangkan menggunakan antibiotika secara parenteral. Terapi empiris diindikasikan untuk bakteri tertentu yang sering menjadi penyebab infeksi yaitu:

1. Dasar pemilihan jenis dan dosis antibiotika data epidemiologi dan pola resistensi bakteri yang tersedia dikomunikasi atau di rumah sakit setempat.

2. Kondisi klinis pasien.

3. Ketersediaan antibiotika.

4. Kemampuan antibiotika untuk menembus kedalam jaringan/organ yang terinfeksi.

5. Untuk infeksi berat yang diduga disebabkan oleh polimikroba dapat digunakan antibiotika kombinasi (Depkes RI, 2011).

b. Antibiotika untuk terapi definitif.

Penggunaan antibiotika pada terapi definitif yaitu penggunaan antibiotika pada kasus infeksi yang sudah dketahui jenis bakteri penyebab dan pola resistensinya. Antibiotika terapi definitif ditujukan untuk penghambat pertumbuhan bakteri yang menjadi penyebab infeksi, berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi. Lama pemberian antibiotika definitif berdasarkan pada efikasi klinis untuk penghambatan pertumbuhan bakteri sesuai dengan diagnosis awal yang telah dikonfirmasikan. Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi klinis pasien. Pemberian antibiotika secara oral untuk terapi definitif menjadi pilihan pertama untuk terapi infeksi

(25)

ringan. Pada infeksi sedang sampai berat pemberian antibiotika secara parenteral dapat dipertimbangkan (Depkes RI, 2011).

2.1.4 Penyalahgunaan Antibiotika di Kalangan Masyarakat

Resistensi antibiotika merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti penyalahgunaan antibiotika. Penyalahgunaan antibiotika pada dasarnya dipengaruhi oleh pengetahuan , komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien, tingkat ekonomi, karakteristik dari sistem kesehatan suatu negara, dan peraturan lingkungan. Jika dilihat dari faktor pasien, hal yang mendasari terjadinya penyalahgunaan antibiotika dikarenakan banyak pasien percaya bahwa keluaran obat baru lebih baik dibandingkan obat keluaran lama. Di negara-negara berkembang, antibiotika dibeli dalam dosis tunggal dan penghentian antibiotika dilakukan jika pasien merasa lebih baik atas penyakit yang dideritanya. Pembelian antibiotika secara bebas yang dilakukan oleh pasien juga dipengaruhi oleh praktik pemasaran kepada konsumen melalui televisi, radio, media cetak, dan internet. Sehingga antibiotika dengan mudah didapatkan di apotek ataupun pasar. Pengobatan sendiri dengan menggunakan antibiotika, tidak hanya terjadi di negara-negara sedang berkembang, tetapi juga di negara-negara maju. Selebihnya di negara-negara Eropa masih ditemukan prevalensi yang tinggi terhadap pengobatan sendiri dengan antibiotika (WHO, 2001).

2.2 Pengetahuan

Menghindari hal-hal yang tidak diinginkan pada penggunaan antibiotika di kalangan masyarakat diperlukan edukasi dan berbagai aspek yang berkaitan dengan penggunaan antibiotika, agar tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang penggunaan antibiotika dapat mencapai tahap yang

(26)

diinginkan. Sehingga tidak terjadi penyalahgunaan antibiotika di kalangan masyarakat.

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia terhadap objek melalui indera yang dimilikinya, seperti mata, hidung, telinga, dan alat indera lainnya. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).

Ada 6 tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif, yaitu:

1. Tahu (know)

Diartika sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan, dan sebagainya.

2. Memahami (comprehension)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya.

3. Menerapkan (application)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada kondisi yang sebenarnya.

(27)

4. Analisis (analysis)

Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesa (synthesis)

Menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

4. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek atau materi. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau dengan menggunakan kriteria yang telah ada.

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain.

2. Umur

Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.

(28)

3. Keyakinan

Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.

4. Fasilitas

Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan buku-buku.

5. Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang.

Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan domain diatas (Notoatmodjo, 2003).

Beberapa teori lain yang telah dicoba untuk mengungkapkan determinan perilaku dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, antara lain teori Lawrence Green (Green, dalam Notoatmodjo, 2003) mencoba menganalisa perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi perilaku (non behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau dibentuk dari 3 faktor, yaitu:

a. Faktor-faktor pengaruh (predisposing factor) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, dan nilai–nilai.

(29)

b. Faktor-faktor pendukung (enabling factor) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan.

c. Faktor–faktor penguat (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan.

2.2.1 Pengetahuan Masyarakat Tentang Antibiotika

Pada penelitian sebelumnya diperoleh gambaran pengetahuan masyarakat yang berbeda- beda. Penelitian yang dilakukan oleh oleh Lim dan Teh (2012) di Putrajaya, Malaysia menyebutkan bahwa 83% responden tidak mengetahui bahwa antibiotika tidak bekerja untuk melawan infeksi virus dan 82% responden tidak mengetahui bahwa antibiotika tidak dapat mengobati batuk dan flu. Beberapa pernyataan dari responden diantaranya adalah tidak masalah menghentikan pemakaian antibiotika ketika gejala telah membaik dan mengkonsumsi sedikit antibiotika dari yang diresepkan dokter akan lebih sehat daripada mengkonsumsi seluruh antibiotik yang diresepkan (Pratama, 2014).

Pada penelitian yang dilakukan Safiatinur (2013) bahwa pengetahuan antibiotik masyarakat di Kelurahan Panarung yaitu, tingkat pengetahuan Baik sebanyak 9 responden (25,71%), sebanyak 13 responden (37,14%) pengetahuan cukup, dan sebanyak 13 responden (37,14%) pengetahuannya Kurang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan masyarakat di Kelurahan Panatung masih kurang (Safiatinur, 2013).

Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Safiatinur (2013) dimana pengetahuan antibiotik masyarakat di Kelurahan Pahandut Seberang yaitu, tidak ada responden yang mempunyai tingkat pengetahuan yang Baik, sebanyak 9

(30)

responden (27,27%) mendapat pengetahuan Cukup, dan 24 responden (72,73%) pengetahuan kurang. Berdasarkan hasil yang diperoleh maka pengetahuan masyarakat di Kelurahan Pahandut Seberang sangatlah kurang (Safiatinur, 2013).

2.3 Keyakinan

Dalam bahasa sehari-hari istilah keyakinan atau belief sering disamaartikan dengan istilah sikap (attitude), disposisi (disposition), pendapat (opinion), filsafat (philosopy), atau nilai (value). Ada juga peneliti yang

menghubungkan belief dengan motivasi (motivation) dan konsepsi (conception).

Secara umum belief diartikan sebagai keyakinan atau kepercayaan diri terhadap sesuatu. Keyakinan yang dimiliki seseorang dipengaruhi oleh diri dan lingkungannya. Hal ini berimplikasi bahwa keyakinan seseorang dapat berubah sebab setiap saat setiap orang mengalami pembentukan, pengubahan, atau atas keyakinan yang dimilikinya (Safera, 2015). keyakinan adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai kebenaran. Karena keyakinan merupakan suatu sikap, maka keyakinan seseorang tidak selalu benar. Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu (Notoatmodjo, 2003).

2.3.1 Keyakinan Masyarakat Tentang Antibiotika

Pada penelitian sebelumnya diperoleh keyakinan masyarakat yang berbeda-beda. Seperti penelitian yang dilakukan di Yogyakarta, yang menunjukkan bahwa cukup sedikit responden percaya bahwa antibiotika dapat menyembuhkan segala penyakit (40%). Bukti tersebut menunjukkan bahwa kesalahpahaman seperti mengenai efek terapi antibiotika memang ada di kalangan

(31)

masyarakat umum, informasi yang tidak konsisten ada dalam pengetahuan masyarakat tentang efek terapi antibiotika sehingga menimbulkan berbagai asumsi baru (Widayati, dkk., 2012).

(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode cross sectional yang didukung oleh data primer berupa data yang diperoleh langsung

melalui pengisian kusioner yang dijawab oleh responden.

3.2 Waktu dan Tempat Pengambilan Data Penelitian

Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan April 2016 bertempat di Desa Birem Puntong kota Langsa dengan mengunjungi rumah warga untuk pengisian kuisioner oleh responden secara langsung.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian atau yang diteliti (Notoatmojo, 2003). Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat di Desa Birem Puntong Kota Langsa.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel yang digunakan harus memenuhi kriteria inklusi.

Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

a. masyarakat yang menggunakan antibiotika dalam sebulan terakhir b. masyarakat yang berusia 18 tahun ke atas

c. masyarakat yang dapat berkomunikasi dengan baik.

(33)

Kriteria ekslusi merupakan keadaan yang menyebabkan subjek tidak dapat diikut sertakan dalam penelitian. Adapun kriteria ekslusi yang dimaksud adalah:

a. masyarakat yang tidak bersedia menjawab kuesioner

b. masyarakat yang tidak menjawab kuesioner secara lengkap.

c. Tenaga Kesehatan

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus sampel minimal (Lameshow, 1997).

n =

keterangan: n = jumlah sampel minimal Z1-α/2 = derajat kemaknaan p = proporsi konsumen d = tingkat presisi/deviasi

dengan persen kepercayaan yang diinginkan 95%; Z1-α/2= 1,96; p = 0,5; dan d = 0,05 maka diperoleh besar sampel minimal:

n

= 96,04 orang = 100 orang 3.4 Langkah Penelitian

a. meminta rekomendasi Wakil Dekan I Fakultas Farmasi USU untuk dapat melakukan penelitian di Desa Birem Puntong Kota Langsa.

b. memberikan surat rekomendasi dari Fakultas kepada Kelurahan di Desa Birem Puntong Kota Langsa untuk mendapatkan izin melakukan penelitian.

c. menjumpai masyarakat dan meminta kesediaannya menjadi responden, mengambil data demografi lalu meminta responden mengisi kuesioner.

d. mengumpulkan data hasil pengisian kuesioner dari seluruh responden.

(34)

e. menganalisis data dan informasi yang diperoleh, hingga diperoleh suatu kesimpulan

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengambilan data dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada responden yang pernah melakukan pengobatan dengan antibiotika di Desa Birem Puntong Kota Langsa. Kuesioner terdiri dari 4 bagian yaitu:

a. data demografi berupa biodata responden yang terdiri dari 4 poin, yaitu jenis kelamin, umur, pendidikan dan pekerjaan.

b. pengetahuan responden terdiri dari 12 poin pertanyaan yang meliputi pengetahuan umum mengenai pengertian antibiotika, indikasi, reaksi alergi, efek samping, dan golongan antibiotik.

c. keyakinan responden terdiri dari 4 poin pernyataan meliputi sikap responden dalam menyikapi antibiotika.

d. penggunaan antibiotika terdiri dari 5 poin pertanyaan meliputi pola penggunaan antibiotik pada responden.

3.6 Validitas dan Reabilitas Kuesioner

Sebelum kuesioner digunakan untuk pengambilan data yang sebenarnya di dalam penelitian, terlebih dahulu di uji validitas dan reliabilitasnya. Uji ini dilakukan pada minimal 20 orang yang tidak termasuk responden tetapi memiliki karakteristik yang sama dengan responden di lokasi penelitian (Notoatmojo, 2010).

3.6.1 Uji validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner, suatu kuesioner dinyatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner

(35)

mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Situmorang, dkk., 2008).

Dalam penelitian ini, kuesioner telah divalidasi sebanyak 2 kali. Pada uji pertama hasil uji validasi menunjukkan ada beberapa soal memiliki nilai p value >

(0,05) dan dinyatakan tidak valid, sehingga perlu dilakukan perbaikan dalam struktur kalimat untuk memudahkan responden lebih memahami isi dari pertanyaan. Kalimat yang tidak jelas akan menyulitkan responden, sehingga jawaban yang diberikan dapat menyebabkan kuesioner menjadi tidak valid. Pada uji ke dua menunjukkan nilai p value < 0,05 pada seluruh butir pertanyaan, yang berarti terdapat korelasi antara variabel butir soal 1 hingga 12 dengan variabel total sehingga seluruh pertanyaan dinyatakan valid.

3.6.2 Uji reliabilitas

Uji reliabilitas merupakan alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten dari waktu ke waktu. Untuk mengetahui reliabel atau tidaknya suatu variabel dilakukan uji statistik dengan melihat nilai wilxocon rank test, dimana syarat reliabilitas adalah p value > α (0,05) (Situmorang, dkk., 2008).

Pada penelitian ini, uji reabilitas dilakukan dengan metode uji ulang (Test retest), yaitu pengujian keandalan dengan memberikan kuesioner yang sama

kepada seorang responden dengan waktu yang berbeda. Dari hasil uji reabilitas didapatkan nilai wilxocon rank test menunjukkan p value > 0,05 pada seluruh butir pertanyaan yang berarti seluruh pertanyaan dinyatakan reliabel.

(36)

3.7 Penilaian Pengetahuan, Keyakinan dan Penggunaan 3.7.1 Penilaian Pengetahuan

Pada penilaian pengetahuan terdapat 12 (dua belas) soal pertanyaan, setiap jawaban yang benar pada kuesioner diberi nilai 1, jawaban yang salah dan tidak tahu diberi nilai 0. skala pengukuran untuk pengetahuan dapat dikategorikan :

a. baik, bila responden menjawab 9-12 pertanyan dengan benar.

b. cukup, bila responden menjawab 5-8 pertanyan dengan benar.

c. kurang, bila responden menjawab 0–4 pertanyan dengan benar.

3.7.2 Penilaian Keyakinan

Skala pengukuran untuk keyakinan dapat dikategorikan : a. Sangat baik, bila menjawab tidak setuju 4 pernyataan a. baik, bila menjawab tidak setuju 3 pernyataan

b. cukup, bila menjawab tidak setuju 2 pernyataan c. kurang, bila menjawab tidak setuju 1 pernyataan d. buruk, bila menjawab setuju 4 pernyataan 3.7.3 Penilaian Penggunaan

Pada setiap jawaban yang diperoleh dari responden dijumlahkan dan dimasukkan sebagai data sehingga diperoleh gambaran penggunaan antibiotika.

3.8 Teknik pengolahan data

a. Editing, yaitu data yang sudah terkumpul diperiksa kembali untuk memastikan kelengkapan, kesesuaian, dan kejelasan.

b. Coding (pengkodean data), setelah dilakukan pengeditan, kemudian dilakukan pengkodean. Data yang diedit kemudian diubah dalam bentuk angka yaitu dengan cara memberikan kode pada setiap variabel.

(37)

c. Imput data, kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam IBM SPSS Statistic 23.0.

d. Cleaning data, setelah data dimasukkan kemudian diperiksa kembali untuk memastikan apakah data bersih dari kesalahan dan siap dianalisis. Proses pembersihan data dilakukan dengan pengecekan kembali data yang sudah di entry.

3.9 Analisis Data

Pengolahan dan analisis statistik dari data yang diperoleh dilakukan secara komputerisasi dengan menggunakan alat bantu program statistical package for social sciences ( SPSS ). Data kuantitatif akan disajikan dalam bentuk tabel dan

grafik sedangkan data kualitatif akan disajikan dalam bentuk uraian. Awalnya data dilakukan uji normalitas untuk mengetahui uji yang dilakukan.

3.9.1 Analisis univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Notoadmodjo, 2003). Dimana analisis univariat dengan statistik deskriptif digunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi karakteristik sosiodemografi, tingkat pengetahuan, tingkat keyakinan dan penggunaan antibiotik.

3.9.2 Analisis bivariate

Analisis yang digunakan adalah Uji kai kuadrat dimaksudkan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara dua variable. Uji kai kuadrat dapat dilakukan bila syarat ujinya terpenuhi, yaitu tidak lebih dari 20% sel yang memiliki nilai harapan kurang dari 5. Penarikkan kesimpulan dilakukan berdasarkan nilai p dari Pearson Chi-Square. Apabila syarat uji kai kuadrat tidak

(38)

terpenuhi, maka digunakan uji mutlak Fisher. Penarikan kesimpulan pada uji mutlak Fisher dilakukan berdasarkan nilai p dari Fisher’s Exact Test yang terdapat pada kolom Exact Sig.(2-sided) (Dahlan, 2011). Apabila diperoleh nilai p

< α, baik dari uji kai kuadrat ataupun uji mutlak Fisher, maka dikatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kedua variable yang diuji. (Dahlan, 2011). Sebelum di analisis data awalnya data dilakukan uji normalitas untuk mengetahui uji yang dilakukan.

(39)

3.10 Definisi Operasional

Definisi operasional yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional Kuisioner penelitian Variabel Defenisi

operasional

Cara ukur

Alat ukur

Parameter

Jenis kelamin

Jenis kelamin dari subyek

Observasi Lembar kuesioner

a. laki-laki b. perempuan Umur total lama waktu

hidup subyek

Observasi Lembar kuesioner

a. 18 - 30 tahun b. 31 – 45 tahun c. 46 – 60 tahun e. diatas 61 tahun Pendidikan

terakhir

Jenjang pendidikan dari subyek

Observasi Lembar kuesioner

a.tidak sekolah b.SD

c.SMP d. SMA

e.perguruan tinggi Jenis

pekerjaan

Aktifitas mata pencarian subyek

Observasi Lembar kuesioner

a.PNS b.wiraswasta c.ibu rumah tangga d.pensiunan

e.pelajar Tingkat

Pengetahuan

Pengetahuan

responden mengenai Antibiotik

Observasi Lembar kuesioner

a.baik b.cukup c.kurang Tingkat

Keyakinan

Keyakinan

responden mengenai antibiotik

Observasi Lembar kuesioner

a.baik b.cukup c.kurang d.buruk Penggunaan Penggunaan antibiotik

responden

Observasi Lembar kuesioner

Pola Penggunaan

(40)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Demografi Responden

Penelitian ini dilakukan di Desa Birem Puntong Kota Langsa, dengan data demografi responden terdiri dari jenis kelamin, usia, pendidikan dan pekerjaan.

Berikut gambaran distribusi frekuensi dari karakteristik responden pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden

Variabel Jumlah

(N = 100)

Persentase (%) Jenis Kelamin

Laki – laki Perempuan

34 66

34 66 Umur

18 – 30 tahun 31 – 45 tahun 46 – 60 tahun 61 tahun keatas

36 35 23 6

36 35 23 6 Pendidikan

Tidak Sekolah SD

SMP SMA

Perguruan Tinggi

20 22 34 21 3

20 22 34 21 3 Pekerjaan

PNS

Wiraswasta

Ibu Rumah Tangga Pensiunan

Pelajar

18 30 29 8 15

18 30 29 8 15

Total 100 100

Sebanyak 100 orang responden terlibat dalam penelitian ini. Pada karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, yang laki – laki sebanyak 34

(41)

responden (34%) sedangkan pada perempuan sebanyak 66 responden (66%).

Berdasarkan usia, yang terbanyak adalah responden dengan usia antara 18 – 30 tahun sebanyak 36 responden (36%). Berdasarkan pendidikan terakhir yang terbanyak adalah responden dengan pendidikan terakhir SMP sebanyak 34 responden (34%). Berdasarkan pekerjaan, responden yang terbanyak adalah wiraswasta sebanyak 30 responden (30%). Data lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.2 Distribusi Penggunaan Antibiotika Responden

No Variabel Jumlah

1. Apakah anda pernah

menggunakan antibiotika dalam sebulan terakhir ini

a. Ya

100

2. Jika ada sebutkan antibiotika yang anda gunakan...

1. Amoksisilin= 71 2. penisillin= 16

3. Kloramphenikol= 13 3. Jika ada digunakan untuk

mengatasi penyakit/keluhan apa a. Pilek dan flu

c. Infeksi saluran pernafasan

d. Demam

e. Radang tenggorokan Polip

Sakit mata Sakit kepala payudara f. Penyakit kulit

g. Gangguan pencernaan h. Infeksi saluran kencing I. Lainnya : Jerawat

= 7 menggunakan amoksisilin.

= 12 menggunakan amoksisilin.

= 14 menggunakan amoksisilin, 4 kloramphenikol, dan 7 menggunakan penisilin.

= 7 menggunakan amoksisilin.

= 3 menggunakan amoksisilin.

= 6 menggunakan kloramphenikol.

= 3 menggunakan amoksisilin.

= 2 menggunakan amoksisilin.

= 5 menggunakan amoksisilin, 3 menggunakan penisilin.

= 12 menggunakan amoksisilin.

= 2 menggunakan amoksisilin, 4 menggunakan penisilin.

= 3 menggunakan klorampenikol.

(42)

melahirkan = 2 menggunakan penisilin. 4. Bagaimana anda mendapatkan

antibiotika tersebut

a. menggunakan resep dokter

b. langsung beli ke apotek tanpa resep dokter

c. menggunakan obat antibiotika yang terdapat di rumah

87

13 - 5. Dimana anda biasanya

memperoleh obat antibiotika tersebut

a. apotek b. warung c. toko obat d. puskesmas e. lain-lain

27 - - 73

-

Berdasarkan hasil penilaian kuesioner yang dilakukan pada penelitian ini, jenis penyakit yang diobati oleh responden dengan antibiotika yang terbanyak menjawab demam, diikuti oleh penyakit lain, sakit/ bengkak,peradangan, infeksi saluran pernafasan, gangguan pencernaan, infeksi saluran kencing, penyakit kulit, pilek dan flu. Antibiotika yang digunakan responden lebih banyak diperoleh dari puskesmas karena ingin menghemat biaya.

Untuk pemberian informasi saat pembelian antibiotika, baik dalam pelayanan resep maupun pelayanan swamedikasi persentase terbanyak responden menjawab mendapat informasi penggunaan antibiotika pada saat pembelian, tetapi beberapa responden menjawab tidak mendapatkan informasi saat pembelian, menurut responden petugas kesehatan hanya memberi obat yang diminta responden tanpa diberi informasi. pemberian informasi obat sangat penting terutama untuk obat dengan golongan keras seperti antibiotika untuk memastikan

(43)

pasien menggunakan obat dengan benar sehingga tujuan pengobatan dapat tercapai.

Untuk penggunaan antibiotika, persentase responden menjawab menghabiskan obat yang digunakan tetapi masih cukup banyak responden yang menjawab tidak menghabiskan antibiotikanya dikarenakan merasa sudah cukup sehat. Untuk jenis antibiotika yang gunakan, mayoritas responden menjawab menggunakan amoksisilin, diikuti dengan antibiotik lainnya, penisillin dan klorampenikol.

Masalah ketidaktepatan dalam penggunaan antibiotika akan mengakibatkan terjadinya resistensi bakteri. ketersediaan antibiotika untuk pengobatan sendiri dapat meningkat mencakup penggunaan oral maupun topikal.

Pemakaian antibiotika yang tidak perlu dapat mengakibatkan masyarakat menggunakan obat dengan indikasi yang tidak jelas, sehingga dapat memberikan kontribusi perkembangan resisten antimikroba. Penyalahgunaan antibiotika termasuk, kegagalan dalam terapi, over dosis atau penggunaan kembali antibiotika yang tersisa, dapat berpotensi membuat lingkungan sekitar menjadi resisten dengan antibiotika tersebut. Seperti halnya penggunaan antibiotika pada flu, dimana flu merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza yang bersifat self limiting disease yang artinya dapat sembuh dengan sendirinya karena adanya sistem imunitas tubuh. Sehingga penggunaan antibiotika sebenarnya tidak perlu diberikan apabila tidak disertai radang maupun demam yang mengindikasikan adanya infeksi penyerta oleh bakteri. tingkat kesadaran responden rendah mengenai antibiotik, oleh karena itu apoteker berperan memberikan edukasi dan konseling tentang pengendalian resisten antibiotika

(44)

kepada tenaga kesehatan, konsumen, maupun keluarga konsumen. Edukasi dan konseling bisa dilakukan di apotek pada saat konsumen membeli antibiotika.

Setelah di berikan konseling dilakukan evaluasi pengetahuan pasien untuk memastikan pasien memahami informasi yang telah diberikan (Fernandez, 2013).

4.2 Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Antibiotika

Untuk pengujian tingkat pengetahuan, dibuat beberapa pertanyaan pengetahuan yang terdiri dari pengetahuan umum mengenai antibiotika. Hasil ini berguna sebagai informasi untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan respoden mengenai antibiotika. Berikut gambaran distribusi tingkat pengetahuan responden pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan responden tentang antibiotika

Kategori Jumlah Persentase (%)

Baik 36 36

Cukup 51 51

Kurang 13 13

Total 100 100

Berdasarkan analisis data yang dilakukan, mayoritas responden terdapat pada kategori pengetahuan cukup sebanyak 51 responden (51%). Sedangkan pada kategori baik 36 responden (36%), dan kategori kurang 13 responden (13%). Hasil tersebut menggambarkan bahwa pengetahuan masyarakat di Desa Birem Puntong Kota langsa tergolong cukup.

(45)

Tabel 4.4 Distribusi jawaban pengetahuan responden mengenai Antibiotika

No Pertanyaan Benar

(%)

Salah (%) 1 Antibiotika adalah obat yang

digunakan untuk membunuh bakteri

62 38

2 Antibiotika dapat digunakan untuk mengobati penyakit yang disebakan oleh virus

78 22

3 Antibiotika dapat digunakan untuk mengatasi penyakit flu,pilek atau batuk

57 43

4 antibiotika harus digunakan untuk mengobati demam

72 28

5 Antibiotika dapat membunuh bakteri normal yang hidup di dalam saluran pencernaan

32 68

6 Antibiotika adalah obat yang digunakan sebagai penghilang rasa sakit dan demam

78 22

7 Penisillin merupakan antibiotika 74 26 8 Antibiotika dapat menyebabkan

reaksi alergi

58 42

9 Antibiotika mempunyai efek samping

36 64

10 Penggunaan antibiotika yang berlebihan atau tidak sesuai dapat menyebabkan antibiotik menjadi tidak efektif atau resisten

32 68

11 Tidak masalah jika antibiotika dihentikan ketika keluhan penyakit telah hilang

36 64

12 Penggunaan antibiotika kurang dari yang diresepkan adalah lebih baik daripada jumlah keseluruhan yang diresepkan

82 18

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa sekitar 62% responden mengetahui antibiotika merupakan obat yang digunakan untuk membunuh bakteri tetapi lebih dari setengah responden tidak mengetahui bahwa antibiotika tidak bekerja untuk

(46)

melawan infeksi virus 78% responden. Sekitar 57% responden mengetahui bahwa antibiotika dapat digunakan untuk mengatasi penyakit flu, pilek atau batuk.

Sekitar 28% responden tidak mengetahui bahwa antibiotika tidak dapat digunakan untuk mengobati demam. Sekitar 68% responden mengetahui bahwa antiobiotika tidak dapat membunuh bakteri normal yang hidup disaluran pencernaan. Sekitar 78% responden tidak mengetahui bahwa antibiotika tidak dapat digunakan untuk obat yang digunakan sebagai penghilang rasa sakit dan demam. Sekitar 74%

responden mengetahui bahwa penisillin merupakan antibiotika. Sekitar 58%

responden mengetahui bahwa antibiotika dapat menyebabkan reaksi alergi.

Sekitar 36% responden mengetahui bahwa antibiotika mempunyai efek samping.

Sekitar 32% responden mengetahui bahwa penggunaan antibiotika yang berlebihan atau tidak sesuai dapat menyebabkan antibiotika menjadi tidak efektif atau resisten. Sekitar 36% responden tidak masalah jika antibiotika dihentikan ketika keluhan penyakit telah hilang. Sekitar 18% responden mengetahui bahwa penggunaan antibiotika kurang dari yang diresepkan adalah lebih baik daripada jumlah keseluruhan yang diresepkan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh Lim dan Teh (2012) di Putrajaya, Malaysia yang menyebutkan bahwa mayoritas responden beranggapan antibiotika dapat mengobati virus (83%), mayoritas tidak mengetahui bahwa antibiotika tidak dapat mengobati batuk dan flu (82%), sementara setengah dari mereka (52,1%) tidak mengetahui bahwa antibiotika dapat menimbulkan banyak efek samping. Penelitian lain yang dilakukan di Malang juga menyebutkan 56,5% responden beranggapan antibiotika dapat mengobati virus, 71,1% responden beranggapan antibiotika dapat mengobati

(47)

demam, sementara sekitar 47,8% tidak mengetahui bahwa antibiotika dapat menimbulkan efek samping dan sebanyak 80,4% responden mengetahui antibiotika dapat menyebabkan resistensi (Fithriya, 2014).

Penelitian yang dilakukukan oleh Fernandez (2013) di NTT menyebutkan bahwa mayoritas responden beranggapan antibiotika dapat diminum satu butir jika diperlukan (57,41%), mayoritas mengetahui antibiotika digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri (87,96%), dan mayoritas responden beranggapan antibiotika digunakan untuk penurun demam (41,67%).

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat mengenai antibiotika tergolong cukup.

4.3 Keyakinan Responden Tentang Antibiotika

Untuk pengujian keyakinan, dibuat 4 pernyataan keyakinan dimana pernyataan ini berisikan tentang sikap yang ditunjukkan oleh responden saat merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya sudah mencapai kebenaran dalam menggunakan antibiotika. Berikut gambaran distribusi tingkat keyakinan responden pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi tingkat keyakinan responden tentang antibiotika

Kategori Jumlah Persentase (%)

Sangat baik 8 8

Baik 27 27

Cukup 29 29

Kurang 22 22

Buruk 14 14

Total 100 100

Berdasarkan analisis data yang dilakukan, mayoritas keyakinan responden terdapat pada kategori cukup sebanyak 29 responden (29%). Sedangkan pada

(48)

kategori sangat baik 8 responden (8%), baik 27 responden (27%), dan kategori kurang 22 responden (22%), dan kategori buruk 14 responden (14%). Hasil tersebut menggambarkan bahwa tingkat keyakinan masyarakat di Desa Birem Puntong Kota Langsa tergolong cukup.

Tabel 4.6 Distribusi jawaban keyakinan responden tentang antibiotika

No Pernyataan Setuju (%) Tidak

Setuju (%) 1 Saya percaya bahwa antibiotik dapat

menyembuhkan penyakit apapun

37 63

2 Saya percaya antibiotik dapat mencegah penyakit agar tidak menjadi lebih buruk

44 56

3 Saya percaya luka yang terdapat dikulit lebih cepat sembuh dengan menaburkan antibiotik serbuk ke luka

51 49

4 Saya percaya antibiotik tidak mempunyai efek samping

72 28

Tabel 4.6 menunjukkan kurang dari setengah responden percaya bahwa antibiotika dapat menyembuhkan segala penyakit (37%). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Yogyakarta, yang menunjukkan bahwa cukup sedikit responden percaya bahwa antibiotika dapat menyembuhkan segala penyakit (40%). Bukti tersebut menunjukkan bahwa kesalahpahaman seperti mengenai efek terapi antibiotika memang ada di kalangan masyarakat umum, informasi yang tidak konsisten ada dalam pengetahuan masyarakat tentang efek terapi antibiotika sehingga menimbulkan berbagai asumsi baru (Widayati, dkk., 2012).

(49)

4.4 Hubungan Karakteristik Responden dengan Tingkat Pengetahuan

Hasil analisis ini menunjukkan ada tidaknya hubungan antara setiap karakteristik responden dengan tingkat pengetahuan. Pada analisis ini, dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji statistik non parametrik. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Hasil analisis hubungan karakteristik responden dengan tingkat pengetahuan (n=100)

Variabel Tingkat Pengetahuan (%) P

Baik Cukup Kurang value Jenis Kelamin:

Laki – laki Perempuan

14 17

16 41

4 8

0,270

Usia:

18 – 30 tahun 31- 45 tahun 46 – 60 tahun

>61 tahun

9 13

9 0

19 22 11 4

8 0 2 2

0,047

Pendidikan:

Tidak Sekolah SD

SMP SMA

Perguruan Tinggi

0 3 5 12 12

2 14 13 22 7

1 3 4 0 2

0,024

Pekerjaan:

PNS

Wiraswasta

Ibu Rumah Tangga Pensiunan

Pelajar

8 9 5 5 5

9 18 20 3 9

1 3 4 0 1

0,395

Pada perbandingan kategori jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan, dapat dilihat perbandingan tingkat pengetahuan di antara kedua kategori tersebut tidak begitu jauh. Hasil korelasi antara jenis kelamin dan pengetahuan diperoleh

(50)

nilai signifikan 0,270 (>0,05) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin responden dengan tingkat pengetahuan.

Pada korelasi kategori usia dengan tingkat pengetahuan, usia 31-45 tahun mempunyai tingkat pengetahuan yang baik. Hasil korelasi antara usia dengan pengetahuan diperoleh nilai signifikan 0,047 (<0,05) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia responden dengan tingkat pengetahuan.

Pada korelasi pendidikan terakhir dengan tingkat pengetahuan, menunjukkan bahwa pendidikan terakhir perguruan tinggi mempunyai tingkat pengetahuan yang lebih baik, diikuti oleh pendidikan terakhir SMA, SMP dan yang terendah adalah SD dan tidak sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya pendidikan seseorang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan yang mereka dapat. Menurut Suhardi (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang salah satunya adalah pendidikan, semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin mudah orang tersebut menerima informasi sehingga semakin banyak pengetahuan yang didapat. Hasil korelasi antara pendidikan terakhir dengan pengetahuan diperoleh nilai signifikan 0,024 (<0,05) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan terakhir responden dengan tingkat pengetahuan.

Pada korelasi pekerjaan dengan tingkat pengetahuan, menunjukkan bahwa wiraswasta mempunyai pengetahuan yang lebih baik. Hasil korelasi antara pekerjaan dengan pengetahuan diperoleh nilai signifikan 0,395 (>0,05) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pekerjaan responden dengan tingkat pengetahuan. Pada hubungan tingkat pengetahuan

(51)

dengan pekerjaan, memang secara tidak langsung pekerjaan turut andil dalam mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Hal ini dikarenakan pekerjaan berhubungan erat dengan faktor interaksi sosial dan kebudayaan, sedangkan interaksi sosial dan budaya berhubungan erat dengan proses pertukaran informasi, dan hal ini tentu akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang.

Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa dari keempat karakteristik responden tersebut hanya karakteristik usia dan pendidikan terakhir yang mempengaruhi tingkat pengetahuan mengenai antibiotik Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Singgih Putra Ambada di Surakarta, yang menunjukkan bahwa kategori usia dan pendidikan terakhir responden mempengaruhi tingkat pengetahuan responden tentang antibiotik.

4.5 Hubungan Karakteristik Responden dengan Tingkat Keyakinan

Hasil analisis ini menunjukkan ada tidaknya hubungan antara setiap karakteristik responden dengan tingkat keyakinan. Pada analisis ini, dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji statistik non parametrik. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Hasil analisis hubungan karakteristik responden dengan tingkat keyakinan

Karakteristik keyakinan (%)

Sangat Baik

Baik Cukup Kurang Buruk P value Jenis Kelamin:

Laki – laki Perempuan

3 21

7 16

8 12

6 12

10 5

0,141 Usia:

18 – 30 tahun 31- 45 tahun 46 – 60 tahun

> 61

5 3 - -

8 5 5 -

9 11

8 1

7 9 5 5

7 7 4 -

0,742

Gambar

Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional Kuisioner penelitian  Variabel  Defenisi  operasional  Cara ukur  Alat  ukur  Parameter  Jenis  kelamin
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden
Tabel 4.2 Distribusi Penggunaan Antibiotika Responden
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan responden tentang antibiotika
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat pengguna akan jasa angkutan udara, maka beberapa pengkalan udara termasuk Pangkalan Udara Husein Sastranegara

Uji mikrobiologi aktivitas antibakteri sediaan gel ekstrak daun belimbing wuluh dilakukan dengan metode difusi agar yang menggunakan pencadang kertas dengan cara mengukur

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang bertujuan menggambarkan sifat dari suatu keadaan secara sistematis yaitu untuk melihat

Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang formulasi yang tepat dengan metode granulasi basah untuk membuat sediaan tablet effervescent dari

Berdasarkan penjelasan di atas penulis melakukan penelitian tentang penetapan kadar kalium, kalsium, natrium dan magnesium yang terdapat pada bunga nangka betina dan jantan

Penelitian ini menggunakan metode ekstraksi secara maserasi dan metode kromatografi lapis tipis preparatif dengan fase gerak kloroform-metanol-amonia (90:10:1) untuk

Manfaat penelitian yang dilakukan adalah untuk memberikan informasi bahwa aplikasi metode spektrofotometri ultraviolet secara Mean Centering Of Ratio Spectra (MCR)

bagaimana rasionalitas terapi terhadap pasien rawat jalan penderita malaria falciparum tanpa komplikasi di 6 puskesmas dalam lingkup Dinas Kesehatan Kota Sabang yang