• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

A. METODE PEMBELAJARAN 1. Pengertian Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran adalah suatu cara atau upaya yang dilakukan oleh para pendidik agar proses belajar mengajar pada siswa tercapai sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Metode pembelajaran ini sangat penting dilakukan agar proses belajar mengajar tersebut nampak menyenangkan dan tidak membuat para siswa tersebut suntuk, dan siswa tersebut dapat menangkap ilmu dan pengetahuan dari guru dengan mudah.

Kemampuan metodologik, merupakan kemampuan guru dalam memahami, menguasai, dan kemampuan melaksanakan sejumlah metode mengajar, sehingga proses pembelajaran dapat dikembangkan dengan baik, efektif, efisien, dan penuh makna, serta tujuan yang dicapai. Metode disebut baik manakala sesuai dengan karakteristik siswa, sesuai dengan tujuan atau kompetensi yang ingin dicapai, dan sesuai dengan sifat materi yang akan dikembangkan dalam pembelajaran (Oemar Hamalik,1995, Hal:34).

Metode secara harfiah berarti “cara.”dalam pemakaian yang umum, metode diartikan sebagai cara melakukan suatu kegiatan atau cara melakukan pekerjaan dengan menggunakan fakta dan konsep- konsep secara sistematis (Muhibin Syah,1995:201). Metode pembelajaran selalu berada dalam konteks pendidikan, yaitu mengenai bagaimana cara melaksanakan kegiatan pendidikan agar tercapainya suatu tujuan tertentu.

Menurut Yunus (1978:85), bahwa :

Metode atau cara mengajar, ialah jalan yang akan ditempuh oleh guru untuk memberikan pelbagai jenis mata pelajaran. Jalan itu ialah khuttah (garis)yang direncanakan sebelum masuk ke dalam kelas dan dilaksanakan di dalam kelas sewaktu mengajar .

(2)

28 Secara etimologi istilah metode berasal dari bahasa greeka

“metodos”kata ini terdiri dari dua suku kata yaitu metha yang berarti melalui atau melewati dan hodos yang berarti jalan atau cara (Armai Arief.2002:43).

Jurgen Habermas (dalam keith morrison) memberikan delapan rambu-rambu sebagai prinsip dalam kepentingan pembentukan pengetahuan, yaitu : perlunya kegiatan yang bersifat kooperatif dan kolaboratif, kebutuhan akan kegiatan berdiskusi, perlunya belajar mandiri, melalui pengalaman, dan fleksibel, perlunya belajar diskusi, perlunya proses belajar yang terkait dengan komunitas agar anak didik dapat memahami dan menyelidiki pelbagai lingkungan, perlunya aktivitas pemecahan masalah, pelunya guru untuk bertindak sebagai intelektual tranformatif (editor : Joy A Palmer, diterjemahkan Enok Maryani, 2011:37).

Menentukan metode atau kegiatan belajar merupakan langkah penting yang dapat menunjang keberhasilan pencapaian tujuan.Kegiatann itu harus disesuaikan dengan tujuan.Dalam menetapkan kegiatan belajar ini guru menetapkan kegiatan mana yang perlu dan tidak perlu dilakukan.Untuk ini perlu diketahui batas kemampuan siswa.

Metode pembelajaran ini disamping disesuaikan dengan materi dan tujuan pembelajaran, juga ditetapkan dengan melihat kegiatan yang akan dilakukan. Dengan mempertimbangkan apakah suatu metode pembelajaran cocok untuk mengajarkan materi pembelajaraan tertentu, tidak adakah metode pembelajaran lain yang lebih sesuai, guru dapat memilih metode pembelajaran yang efektif untuk mengantarkan siswa mencapai tujuan. Pertimbangan pokok dalam menentukan metode pembelajaran terletak pada keefektifan proses pembelajaran (Sumiati & Asra, 2007:11-12).

(3)

29 Sebagai seorang pendidik seharusnya bisa menciptakan tercapainya suatu tujuan pembelajaran, sehingga anak didik kita menjadi individu yang aktif, kreatif, efektif dan selalu mempunyai gagasan pemikiran yang kritis terhadap suatu keadaan baik intern maupun ekstren. Tapi pada kenyataannya sangat minim sekali para guru yang bisa menciptakan demikian, terkadang guru merasa mengajar akan tetapi siswa tidak merasa belajar. Itu merupakan suatu masalah bagi guru maupun siswa.

Hal tersebut bisa terjadi karena guru kurang mengenal dalam masalah macam-macam metode pengajaran yang bervariasi sehingga tujuan pembelaran terhambat. Tapi bagaimanapun kehadiran metode tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan, demi tercapainya tujuan pembelajaran, hendaklah sang guru mencermati masing-masing dari metode tersebut.

Dari beberapa persepsi diatas, dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah salah satu cara, strategi, siasat guru dalam mengelola pembelajaran agar proses belajar mengajar dapat berlangsung efektif, menjadikan siswa aktif serta tercapainya tujuan yang ingin dicapai yakni tujuan pengajaran (Ibid, hal : 13 ).

Metode pembelajaran sebagai salah satu komponen pendidikan perlu dipahami oleh guru agar proses pembelajaran di kelas dapat berlangsung dengan baik. Karena dengan memiliki pengetahuan yang luas tentang metode, guru dapat memilih metode yang tepat untuk suatu materi (kompetensi) yang akan dipelajari atau dicapai oleh siswa. Pemilihan metode yang tepat akan sangat membantu siswa dalam proses pembelajaran di kelas. Oleh karena itu, agar tujuan pendidikan tercapai sesuai dengan yang telah dirumuskan, maka perlu mengetahui dan mempelajari beberapa metode pembelajaran, serta dipraktekkan pada saat proses pembelajaran di kelas.

(4)

30 2. Faktor- faktor dalam Pemilihan Metode Mengajar

Faktor pemilihan metode mengajar adalah suatu dasar acuan yang dapat digunakan dalam memilih strategi yang tepat dan dapat digunakan dalam proses pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran yang diinginkan dapat tercapai. Orientasi dari pemilihan strategi pembelajaran haruslah pada tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

Selain itu juga harus disesuaikan dengan jenis materi, karakteristik siswa serta situasi dan kondisi lingkungan dimana proses belajar tersebut akan berlangsung.

Terdapat beberapa teknik dan metode yang dapat digunakan oleh guru, tetapi tidak semuanya sama efektifnya dapat mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Winarno surakhmad (1980:97) pemilihan metode dipengaruhi beberapa faktor antara lain :

1) Murid

Murid atau peserta didik adalah salah satu yang mempengaruhi metode belajar karena siswa membawa peranan penting dalam upaya mencapai hasil yang optimal dari metode mengajar.

Siswa sebagai subjek ajar yang sangat penting dalam proses belajar mengajar, setiap siswa mempunyai keragaman masing-masing. Hal ini yang harus diperhatikan dalam faktor siswa diantaranya usia, latar belakang, potensi-potensinya, kemampuan dan motivasi. Hal tersebut perlu dipertimbangkan dalam pemilihan metode mengajar.

Disamping itu jumlah siswa yang mengikuti proses belajar mengajar juga sangat besar pengaruhnya terhadap pemilihan metode mengajar.

2) Guru

Guru atau pendidik adalah faktor utama yang menentukan berhasil tidaknya proses pembelajaraan berlangsung, karena menggunakan metode yang sama tidak

(5)

31 akan membuahkan hasil yang sama ditangan guru yang berbeda-beda. Suatu metode yang dianggap baik teknik pelaksaannya mungkin juga menjadi buruk ditangan guru yang tidak menguasai teknik pelaksanaannya.

Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas mendorong, membimbing,dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai keberhasilan pengajaran. Salah satu faktor untuk mencapai keberhasilan dalam proses belajar mengajar, guru harus dapat menerapkan suatu cara untuk tercapainya tujuan tersebut. Guru di tuntut untuk dapat menggunakan berbagai metode, baik secara tunggal maupun bervariasi, dengan berpedoman dengan tujuan yang akan dicapainya. Setiap metode mengajar mempunyai kebaikan dan kelemahannya.

Suatu metode yang baik bagi seorang guru, belum tentu baik untuk guru yang lain di dalam menyampaikan suatu materi pelajaran. Untuk menghasilkan metode yang efektif maka seorang guru harus dapat memahami dan mengerti kebaikan dan kelemahan dan masing-masing tersebut.

Berdasarkan kemampuan guru dalam menggunakan dan memilih metode mengajar, maka hal ini dapat menunjang tercapainnya proses belajar mengajar yang efektif (Ibid, Hal:98)

3) Fasilitas, dana dan waktu yang diperlukan

Fasilitas adalah alat penunjang yang dibutuhkan oleh guru atau pihak sekolah unruk membantu proses pembelajaran. Dalam menggunakan metode mengajar tertentu, seringkali masalah dana dan fasilitas merupakan masalah yang menjadi penentu penggunaannya. Tidak jarang karena dana tidak tersedia, sesuatu metode yang yang dianggap baik untuk menyajikan suatu materi tidak dapat

(6)

32 digunakan. Yang termasuk ke dalam faktor ini antara lain:

alat peraga, alat-alat praktek, buku-buku, perpustakaan serta biaya.

Hambatan lain yang sering dialami dalam mengajar adalah faktor waktu, karena sering kali seorang guru tidak dapat mengendalikan waktu, sehingga terjadi bahan pelajaran sudah selesai, tetapi waktu masih panjang. Atau sebaliknya, waktu sudah habis tetapi bahan belum tuntas. Hal ini membawa pengaruh terhadap proses belajar mengajar.

Oleh karena itu dalam pemilihan metode belajar mengajar, faktor waktu harus diperhatikan.Agar faktor waktu dapat diatur dengan sebaik-baiknya, diperlukan pengendalian waktu yaitu dengan menyusun jadwal dan alokasi waktu.Dalam pengajaran, alokasi waktu berpedoman dengan tujuan. Berapa banyak tujuan yang akan dicapai, serta berapa lama suatu materi dapat dipelajari siswa, seoarang guru dapat membuat perincian waktu yang telah ditetapkan di dalam kurikulum, sehingga proses belajar mengajar dapat sesuai dengan waktu yang di rencanakan (Ibid, Hal: 99).

4) Bahan pengajaran

Bahan pengajaran adalah bahan yang disiapkan guru dalam pengajarannya.Isi proses belajar mengajar akan tercermin dalam bahan yang dipelajari oleh siswa. Hal ini akan berpengaruh terhadap metode mengajar yang akan dipilih, karena dengan mengetahui sifat materi pelajaran terlebih dahulu.

Menurut E Kusmana (1979) dikutip oleh Sumiati Asra (2007:32) karakteristik bahan pelajaran dapat dikelompokan sebagai berikut: “Materi pelajaran dapat dikelompokkan atas mata pelajaran vokasional yaitu mata pelajaran yang membina kecakapan tertentu yang menjabat suatu jabatan dan

(7)

33 mata pelajarannya yang bersifat non vokasional atau mata pelajaran yang membina pengetahuan umum”.

Dengan demikian jelaslah bahwa dalam memilih metode mengajar itu, haruslah melihat karakteristik dan bahan mata pelajaran tersebut. Karena metode yang digunakan untuk menyampaikan bahan pelajaran yang bersifat vokasinal akan berbeda dengan metode yang digunakan untuk pelajaran yang bersifat non vokasional.

5) Berorientasi pada tujuan

Tujuan adalah salah satu factor yang hendak dikaji oleh guru dalam rangka menetapkan metode mengajar.Yang dimaksud dengan tujuan yang ingin dicapai ialah tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran merupakan rumusan yang menggambarkan tentang perubahan tingkah laku apa yang akan diperoleh, siswa sebagai akibat dan pengajaran.

Dalam sistem pengajaran, tujuan harus dapat memberikan gambaran yang jelas tentang bentuk tingkah laku yang diharapkan dapat dimiliki siswa, karena itu tujuan harus merupakan suatu rumusan yang bersifat sempit dan spesifik.Dalam menentukan tujuan yang spesifik, harus diperhatikan tiga unsur yaitu meliputi aspek kognitif, afektif dan aspek psikomotor.

Tujuan yang jelas dan spesifik akan memberikan pegangan dan petunjuk tentang metode mengajar. Hal ini sesuai dengan fungsi metode itu sendiri yaitu cara untuk mencapai tujuan. Dengan demikian jelaslah bahwa dalam pemilihan metode mengajar yang tepat untuk mencapai tujuan haruslah memperhatikan tujuan yang telah ditetapkan.

Hal ini berarti metode yang paling dekat dan sesuai yang dikehendaki oleh latihan atau praktek langsung. Gerlach dan Ely (1990) dalamyana wardhana (2010:28) menyebutkan

(8)

34 tidak ada satu strategi pembelajaran yang dianggap lebih baik dibandingkan dengan strategi pembelajaran yang lain. Baik tidaknya suatu strategi pembelajaran bisa dilihat dari efektif tidaknya strategi tersebut dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Dengan demikian, pertimbangan pertama penggunaan strategi pembelajaran adalah berorentasi pada tujuan pembelajaran apa yang harus dicapai.

6) Situasi belajar mengajar

Situasi belajar mengajar adalah suasana, keadaan, tempat, yang mempengaruhi. Proses pembelajaran berlangsung. Situasi atau keadaan yang akan dapat mengganggu atau mendukung proses pembelajaran. Misalkan keadaan siswa atau guru masih semanagat atau lelah dan sedang dalam masalah, karena faktor cuaca atau keadaan.

Jadi situasi belajar juga mempengaruhi proses pembelajran.

Hal ini perlu diperhatikan agar kita dapat mengambil manfaat dari penggunaan metode yang digunakan.

7) Efektivitas

Pada dasarnya efektivitas ditujukan untuk menjawab pertanyaan seberapa jauh tujuan pembelajaran telah dapat dicapai oleh peserta didik.Perlu diingat bahwa strategi yang paling efisien sekalipun tidak otomatis menjadi strategi yang efektif. Jadi efisiensi akan merupakan pemborosan bila tujuan akhir tidak tercapai.

Suatu cara untuk mengukur efektifitas ialah dengan jalan menentukan transferbilitas (kemampuan memindahkan) prinsip-prinsip yang dipelajari. Kalau tujuan dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat dengan suatu strategi tertentu dari pada strategi yang lain, maka strategi itu efisien. Kalau kemampuan mentransfer informasi atau skill yang dipelajari

(9)

35 lebih besar dicapai melalui suatu strategi tertentu dibandingkan strategi yang lain, maka strategi tersebut lebih efektif untuk pencapaian tujuan (Oemar Hamalik, 1995 :32).

8) Berdasarkan prinsip student centered

Peserta didik merupakan pusat dari suatu kegiatan belajar. Dalam masyarakat belajar dikenal istilah CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) yang diterjemahkan dari’ SAL (Student Active Learning) yang maknanya adalah bahwa proses pembelajaran akan iebih berhasil apabila peserta didik secara aktif melakukan latihan-latihan secara langsung dan relevan dengan tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan (Dick dan Carey, 1978:108).

Secara umum, metode diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Metode pembelajaran berarti suatu cara atau prosedur yang teratur dalam melakukan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan. Tujuan yang dimaksud adalah sejumlah kompetensi yang harus dimiliki peserta didik setelah mengikuti pembelajaran.Agar tujuan (kompetensi) tersebut dapat tercapai dengan baik dibutuhkan metode pembelajaran yang tepat.

B. KONSEP METODE ADVOKASI/DEBAT 1. Pengertian Metode Advokasi

Hingga saat ini, terdapat berbagai macam metode yang digunakan dari turunan model pembelajaran tipe kooperatif. Salah satu dari metode yang berkembang dan sering digunakan pada kegiatan belajar mengajar adalah metode Advokasi atau debat. Debat digunakan pendidik dalam upaya menumbuhkembangkan pola pikir kritis dan kemampuan kerja sama antar peserta didik dalam bentuk kelompok.

Perkembangan metode pembelajaran debat saat ini masih barlangsung, bahkan model ini diterapkan hingga menjadi jenis kompetisi antar pelajar hingga tingkat dunia. Membuat pembelajaran

(10)

36 yang menarik dan sekaligus mengaktifkan siswa banyak sekali caranya. Salah satu cara yang bisa digunakan adalah dengan model debat aktif.

Debat adalah kegiatan adu argumentasi antara dua pihak atau lebih, baik secara perorangan maupun kelompok, dalam mendiskusikan dan memutuskan masalah dan perbedaan. Secara formal, debat banyak dilakukan dalam institusi legislatif seperti parlemen, terutama di negara-negara yang menggunakan sistem oposisi. Dalam hal ini, debat dilakukan menuruti aturan-aturan yang jelas dan hasil dari debat dapat dihasilkan melalui voting atau keputusan juri. Debat adalah suatu diskusi antara dua orang atau lebih yang berbeda pandangan, dimana antara satu pihak dan pihak yang lain saling menyerang (Yuanita Eva, (2010). Model PembelajaranDebat.(Online,Alamat,Http://Rhum4hnd3soq.Blogspot.

Com/2010/10/Model-Pembelajaran-Debat-Dan-Word.Html) diakses 12 januari 2015.)

Debat dapat diartikan pula sebagai silang pendapat tentang tema tertentu antara pihak pendukung dan pihak penyangkal melalui dialog formal yang terorganisasi. Debat yang biasanya diikuti oleh pihak pendukung dan pihak penyangkal dipimpin oleh seorang pemandu (moderator) serta dibatasi oleh waktu dan aturan main.

Kedua belah pihak yang berdebat berusaha meyakinkan lawan debat dan pemirsa/pendengar bahwa usul dan argumennya adalah yang paling baik.

Metode debat merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa.

Metode Debat merupakan sebuah metode pembelajaran yang dimana siswa terbagi dalam dua kelompok besar ataupun kecil yang terdiri dari pihak yang pro dan kontra untuk beradu menyampaikan pendapat/

tanggapan mereka didalam menghadapi suatu topik masalah yang telah

(11)

37 ditentukan. Anggota kelompok juga dapat bertanya kepada peserta debat/pembicara.

Di negara yang telah maju kehidupan demokrasinya bahkan roh demokrasinya telah mendarah daging bagi kehidupan mereka, debat dianggap sebagai tradisi. Kegiatan Debat di negara itu sangat menarik dan mencerdaskan.Bagaimana membawa suasana debat tersebut di pada jenjang pendidikan. Dimana pelaku debat adalah siswa atau mahasiswa yang belum banyak menguasai konsep atau argumentasi yang kuat untuk mempertahankan pendapatnya?

Strategi pembelajaran dalam bentuk debat dilakukan dengan memberikan suatu isu yang sedapat mungkin kontroversial sehingga akan terjadi pendapat-pendapat yang berbeda dari siswa/mahasiswa.

Dalam mengemukakan pendapat mahasiswa dituntut untuk menggunakan argumentasi yang kuat yang bersumber pada materi- materi kelas. Pengajar harus dapat mengarahkan debat ini pada inti materi pelajaran yang ingin dicapai pemahamannya(Ibid, (2010).Model

Pembelajaran Debat. (Online, Alamat:

Http://Rhum4hnd3soq.Blogspot.Com/2010/10/Model-Pembelajaran Debat-Dan-Word.Html)).

Menurut Tarmizi Ramadhan, Belajar Advokasiadalah Menyediakan kesempatan kepada siswa untuk bertindak sebagai advokat mengenai pendapat atau pandangan tertentu yang bertalian dengan suatu topik yang ada. Para siswa menggunakan keterampilan meneliti, keterampilan menganalisa dan keterampilan berbicara serta mendengarkan pada waktu mereka berperan serta secara aktif dalam pengalaman-pengalaman Advokasi di dalam kelas. Mereka dihadapkan kepada masalah-masalah kontroversi dan harus mengembangkan kasus untuk mempertahankan pendapat sesuai dengan petunjuk dan tujuan yang hendak dicapai (http://tarmizi.wordpress.com/model- pembelajaran Advokasi/ diunduh pada tanggal 12 januari 2015 10:36).

(12)

38 Metode pembelajaran Advokasi merupakan metode pembelajaran alternatif untuk meningkatkan efektivitas proses belajar peserta didik yang memberikan kesempatan kepada peserta didik utuk menjadi advokat dari suatu pendapat tertentu yang bertalian dengan topik yang tersedia. Peserta didik menggunakan keterampilan riset, keterampilan analisis, dan keterampilan berbicara dan juga mendengar, sebagaimana mereka berpartisipasi dalam kelas pengalaman Advokasi.

Dan peseta didik dihadapkan dengan isu-isu kontroversial dan harus mengembangkan suatu kasus untuk mendukung pendapat mereka di dalam perangkat untuk tujuan-tujuan khusus(Oemar Hamalik.2001:

228).

Hal ini menunjukkan bahwa metode pembelajaran Advokasi adalah metode pembelajaran yang mana mengajak kepada peserta didik turut aktif dalam kegiatan pembelajaran.sehingga diharapkan dengan menggunakan metode Advokasi dapat meningkatkan efektivitas proses belajar peserta didik.

Dari pernyatan di atas dapat disimpulkan bahwa Metode Advokasi adalah Pengajaran yang berpusat pada siswa (student centered) sering diidentikkan dengan proses debat (advocacy learning). Advocacy learning dipandang sebagai suatu pendekatan alternatif terhadap pengajaran di dalam kelas yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari isu-isu sosial dan personal yang berarti melalui keterlibatan langsung dan partisipasi pribadi. Metode belajar ini menuntut para siswa berfokus pada topik yang telah ditentukan sebelumnya dan mengajukan pendapat yang berkaitan dengan topik tersebut (Ibid, Hal:229).

Teknik Advokasi atau debat aktif dapat mendukung siswa untuk berani mengomentari, menyanggah, mengkritik sesuai dengan posisi dan peran yang dimainkan. Dalam penerapan teknik debat aktif ini terdapat hal yang berbeda dari prosedur debat konvensional, yaitu siswa akan mengambil posisi yang bertentangan dengan pendapatnya.

(13)

39 Selain itu, formasi duduk siswa dikondisikan seperti setengah lingkaran yang di tengahnya terdapat dua juru bicara dari kelompok pro dan kontra yang ditemani oleh dua moderator yang masing-masing memprovokasi kelompok pro dan kontra.

Dalam pembelajaran, penggunaan teknik Advokasiyang lebih mengarah pada prosedur debat kompetitif yaitu debat dalam bentuk permainan yang biasa dilakukan di tingkat sekolah dan universitas.

Dalam hal ini, debat dilakukan sebagai pertandingan dengan aturan atau format yang jelas dan ketat antara dua pihak yang masing-masing mendukung dan menentang sebuah pernyataan.

Pemenang debat adalah tim yang berhasil menunjukkan pengetahuan dan kemampuan debat yang lebih baik. Tidak seperti debat sebenarnya di parlemen. Penggunaan teknik Advokasidalam pembelajaran tidak bertujuan untuk menghasilkan keputusan.Namun, lebih diarahkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan siswa dalam berbicara, dalam hal ini kemampuan siswa yang diarahkan meliputi kemampuan untuk berargumentasi, mendengarkan pendapat yang berbeda, menyanggah, dan menyampaikan kritik(Oemar Hamalik, 2001: 229-230)..

Siswa juga dilatih mengutarakan pendapat/pemikirannya dan bagaimana mempertahankan pendapatnya dengan alasan-alasan yang logis dan dapat dipertanggung-jawabkan. Bukan berarti siswa diajak saling bermusuhan, melainkan siswa belajar bagaimana menghargai adanya perbedaan.

Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat.Melalui kegiatan debat yang terorganisir, selain memberikan efek peningkatan kualitas pribadi, debat juga mampu menstimulus dan memberikan pengaruh orang lain bahkan masyarakat yang lebih luas(Widodo Rachmad,2009:64)

(14)

40 2. Prinsip-prinsip Metode Pembelajaran Advokasi

Belajar Advokasi berdasarkan berbagai prinsip belajar yakni:

a. Ketika peserta didik terlibat langsung dalam penelitian dan penyajian debat, ke Aku-annya lebih banyak ikut serta dalam proses dibandingkan dengan situasi ceramah tradisional.

b. Proses debat meningkatkan minat dan motivasi belajar peserta didik karena hakikat debat itu sendiri.

c. Para peserta didik terfokus pada suatu isu yang berkenaan dengan diri mereka kadang-kadang yang berkenaan dengan masyarakat luas dan isu-isu sosial personal.

d. Pada umumnya peserta didik akan lebih banyak belajar mengenai topik-topik mereka dan topik-topik lainnya bila mereka dilibatkan langsung dalam pengalaman debat.

e. Proses debat memperkuat penyimpangan (retention) terhadap komponen-komponen dasar suatu isu dan prinsip-prinsip argumentasi efektif.

f. Belajar Advokasi dapat digunakan baik belajar di sekolah dasar maupun belajar di sekolah lanjutan. Berdasarkan tingkatan peserta didik, model ini dapat diperluas atau disederhanakan pelaksanaannya.

g. Pendekatan intruksional belajar Advokasi mengembangkan keterampilan-keterampilan dalam logika, pemecahan masalah, berfikir kritis, serta komunikasi lisan maupun tulisan. Selain dari itu, model belajar ini akan mengembangkan aspek afektif, seperti konsep diri, rasa kemandirian, turut memperkaya sumber-sumber komunikasi antar pribadi secara efektif, meningkatkan rasa percaya diri untuk mengemukakan pendapat, serta melakukan analisis secara kritis terhadap bahan dan gagasan yang muncul dalam debat (Oemar Hamalik, 2001: 228-229).

(15)

41 3. Langkah – langkah pelaksanaan Metode Advokasi

Pada tingkat sekolah menengah pertama (SMP/MTs) pola pikir siswa harus mulai dibangun membentuk karakter yang kritis dan cepat tanggap terhadap permasalahan yang terjadi di sekitarnya.

Biasanya, ketika siswa diajak memecahkan suatu kasus permasalahan yang menuntut sebuah keputusan untuk diambil, akan terbagi menjadi 3 buah kubu. Siswa kubu pendukung suatu keputusan (biasanya disebut kelompok Pro), siswa kubu penolak (kelompok Kontra), dan kubu netral yang mengambil sikap “cari aman” dengan tidak memilih pihak manapun.

Adapun langkah-langkah dasar pelaksanaan Advokasi dalam proses belajar mengajar sebagai berikut:

a. Memilih suatu topik debat berdasarkan pertimbangan aspek kebermaknaannya, tingkatan peserta didik, relevansinya dengan kurikulum, dan minat para peserta didik. Memilih dua regu debat, masing-masing dua peserta didik tiap regu untuk tiap topik dan menjelaskan fungsi tiap regu kepada kelas.

b. Menyediakan petunjuk dan asistensi kepada peserta didik untuk membantu menyiapkan debat.

c. Dalam pelaksanaan debat, para audience melakukan fungsi observasi khusus selama berlangsungnya debat.( Ibid, hal:230) d. Setelah semua peserta didik mendengarkan argumen pembuka,

hentikan debat dan suru mereka kembali ke sub kelompok awal mereka.

e. Perintahkan sub-sub kelompok untuk menyusun strategi dalam rangka mengkonter argumen pembuka dari pihak lawan. Sekali lagi, perintahkan sub kelompok memilih juru bicara, akan lebih baik bila menggunakan orang baru.

f. Perintahkan para juru bicara yang duduk berhadap-hadapan untuk memberikan argumentasi tandingan. Dan ketika debat berlanjut (pastikan untuk menyelang-nyeling antara kedua belah pihak),

(16)

42 anjurkan peserta lain untuk memberikan catatan yang memuat argumen tandingan atau bantahan kepada pendebat mereka. Juga, anjurkan mereka untuk memberi tepuk tangan atas argumen yang disampaikan oleh perwakilan tim debat mereka (Ibid, Hal:231).

g. Pada saat debat berakhir, usahakan agar tidak menyebut pemenangnya, dan perintahkan peserta didik untuk kembali berkumpul membentuk satu lingkaran. Pastikan untuk mengumpulkan peserta didik dengan duduk bersebelahan dengan peserta didik yang berasal dari pihak lawan debatnya. Lakukan diskusi dalam satu kelas penuh tentang apa yang didapatkan oleh peserta didik dari persoalan yang telah diperdebatkan. Juga perintahkan peserta didik utuk mengenali apa yang menurut mereka merupakan argumen terbaik yang dikemukakan oleh kedua belah pihak (Ibid, Hal:232)

Dalam proses debat terdapat dua regu, yakni regu yang mendukung suatu kebijakan (affirmative) dan regu lawannya ialah regu oposisi (negatif). Masing-masing regu menyampaikan pandangan/ pendapatnya disertai dengan argumentasi, bukti, dan berbagai landasan, serta menunjukkan bahwa pandangan pihak lawannya memiliki kelemahan, sedangkan pendapat regunya sendiri adalah yang terbaik.Tiap regu berupaya menyakinkan kepada pengamat, bahwa pandangan/pendapat regunya paling baik dan harus diterima.Jadi, tiap regu bertanggung jawab secara menyeluruh atas posisi regunya, disamping adanya tanggung jawab dari setiap anggota regu.

Disamping itu masing-masing regu mempunyai peranan yang berbeda-beda saat debat berlangsung dalam proses belajar mengajar.

Adapun peranan tersebut digambarkan sebagai berikut : 1) Peranan Regu Pendukung

Esesnsi regu pendukung (affirmative) adalah menyatakan

“ya“ terhadap proposisi. Pendukung menghendaki perubahan

(17)

43 dari status quo dan merekomendasikan suatu kebijakan untuk diapdosikan. Tanggung jawab dari regu pendukung ialah mengklarifikasi makna proposisi dengan cara mendefinisikan istilah-istilah yang samar-samar atau belum jelas, sedangkan istilah yang sudah dipahami tidak perlu didefinisikan.

Pendefinisian dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan cara otoriter (penetapan), contoh: penjelasan , estimologi, atau kombinasi dari berbagai cara tersebut (Melvin L. Silberman, 2006:141).

Tanggung jawab berikutnya adalah menyajikan prima fasie case bagi posisi mereka. Pada awal pembicaraan atau penampilan pihak pendukung menyajikan berbagai alasan dan memberikan bukti-bukti sehingga perubahan sangat dibutuhkan.Prima fasie case ini pada gilirannya merangsang kegiatan debat selanjutnya, jika tidak maka berarti kelompok dianggap menang dan debat berakhir.

Pada waktu menyampaikan primafasie case, pendukung perlu mengisolasikan isu-isu, merumuskannya menjadi masalah yang dipertentangkan, dan kemudian mensubtansikan masalah tersebut dengan bukti dan logika. Suatu isu dalam debat merupakan suatu pertanyaan pokok tentang fakta atau teori yang akan membantu menetapkan keputusan akhir. Isu-isu tersebut adalah esensial untuk proposisi tergantung pada keputusan yang dibuat.Namun, suatu isu bukan semata-semata suatu pertanyaan melainkan suatu yang mengandung ketidaksetujuan dan bersifat krusial.

Semua isu- isu itu perlu disajikan oleh pendukung untuk melengkapi kasus prima facie. Pendukung mau menyajikan kasus yang menunjukan kebutuhan dan metode kerja untuk memecahkan kebutuhan yang menghasilkan suatu system yang lebih baik daripada status quo(Ibid, Hal:142).

(18)

44 Langkah selanjutnya adalah merumuskan isu- isu menjadi masalah yang dipertentangkan (contention).Suatu kontensi adalah suatu pernyataan umum yang menunjang atau menolak suatu proposisi.

Dapat disimpulkan bahwa tugas kelompok pendukung adalah : a. Merumuskan proposisi

b. Menunjukan bahwa status quo tak diinginkan dan karenanya perlu diadakan perubahan dari system yang ada sekarang.

c. Menunjukan bahwa rencana yang diusulkan dapat dikerjakan/ dilaksanakan

d. Bahwa rencana yang diusulkan memiliki keuntungan ketimbang system yang ada sekarang (Ibid, Hal:142).

2) Peranan Regu Penentang (oposisi)

Regu penentang (negative team) menentang proposisi atas dasar sistem yang ada sekarang adalah adekuat dan efektif.

Secara esensial mereka berkata “tidak“ terhadap resolusi yang diajukan oleh kelompok lawannya. Tidak ada kebutuhan untuk mengadopsi usul yang diusulkan oleh regu pendukung. Mereka mempertahankan sistem sekarang (status quo), menolak kebutuhan yang diutarakan oleh regu pendukung, menolak rencana yang diusulkan karena tidak dapat dilaksanakan dan tidak diinginkan (Oemar Hamalik, op.cit, h.231)

4. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Advokasi/debat Beberapa kelebihan dari metode pembelajaran debat diantaranya adalah:

a. Memantapkan pemahaman konsep siswa terhadap materi pelajaran yang telah diberikan.

b. Melatih siswa untuk bersikap kritis terhadap semua teori yang telah diberikan.

c. Melatih siswa untuk berani mengemukakan pendapat.

(19)

45 d. Melatih dan mengasah keterampilam berbicara

e. Melatih keterampilan menyimak

f. Melatih kekompakan atau kerjasama sesame kelompok g. Melatih untuk dapat mengontrol emosi

h. Melatih peserta didik untuk menghargai perbedaan pendapat Selain itu juga terdapat kekurangan dalam metode pembelajaran debat, diantaranya adalah:

a. Ketika menyampaikan pendapat saling berebut.

b. Terjadi debat kusir yang tak kunjung selesai bila guru tidak menengahi.

c. Siswa yang pandai berargumen akan slalu aktif tapi yang kurang pandai berargumen hanya diam dan pasif.

d. Menghabiskan banyak waktu untuk melakukan sesi debat antar kelompok.

e. Perlunya tema yang mudah dipahami oleh siswa.

f. Tema haruslah dapat diperdebatkan.

g. Perataan siswa dalam kelompok terkadang tidak heterogen h. Tidak semua disiplin ilmu bisa menerapkan metode

Advokasi/debat (Oemar Hamalik, op.cit, Hal:232) 5. Indikator Efektivitas Penerapan Metode Advokasi

Adapun indikator dalam efektivitas dalam penelitian ini adalah:

1) Ketuntasan belajar

Ketuntasan belajar dapat dilihat dari hasil belajar yang telah mencapai ketuntasan individual, yakni siswa telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditentukan oleh sekolah yang bersangkutan.

2) Aktivitas belajar siswa

Aktivitas belajar siswa adalah proses komunikasi dalam lingkungan kelas, baik proses akibat dari hasil interaksi siswa dan guru atau siswa dengan siswa sehingga menghasilkan perubahan akademik, sikap, tingkah laku, dan keterampilan yang dapat diamati

(20)

46 melalui perhatian siswa, kesungguhan siswa, kedisiplinan siswa, keterampilan siswa dalam bertanya/ menjawab. Aktivitas siswa dalam pembelajaran bisa positif maupun negatif. Aktivitas siswa yang positif misalnya; mengajukan pendapat atau gagasan, mengerjakan tugas atau soal, komunikasi dengan guru secara aktif dalam pembelajaran dan komunikasi dengan sesama siswa sehingga dapat memecahkan suatu permasalahan yang sedang dihadapi, sedangkan aktivitas siswa yang negatif, misalnya menganggu sesama siswa pada saat proses belajar mengajar di kelas, melakukan kegiatan lain yang tidak sesuai dengan pelajaran yang sedang diajarkan oleh guru (Melvin L. Silberman, 2006:143).

3) Kemampuan guru dalam mengelolah pembelajaran

Guru merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil pelaksanaan dari pembelajaran yang telah diterapkan, sebab guru adalah pengajar di kelas.

Kesiapan guru dalam penguasaan bidang keilmuan yang menjadi kewenangannya, merupakan modal dasar bagi terlaksananya pembelajaran yang efektif.Guru yang profesional dituntut untuk memiliki persiapan dan penguasaan yang cukup memadai, baik dalam bidang keilmuan maupun dalam merancang program pembelajaran yang disajikan.Selain itu, pelaksanaan pembelajaran menggambarkan dinamika kegiatan belajar siswa yang dipandu dan dibuat dinamis oleh guru.Untuk itu, guru semestinya memiliki pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan dalam mengaplikasikan metodologi dan pendekatan pembelajaran secara tepat.Kompetensi profesional dari guru perlu dikombinasikan dengan kemampuan dalam memahami dinamika perilaku dan perkembangan yang dijalani oleh para siswa.

Beberapa aspek yang menjadi orientasi ke arah pencapaian efektivitas pembelajaran dalam perspektif guru dipaparkan oleh Yana Wardhana (2010:29-32) sebagai berikut :

(21)

47 a) Apresiasi Guru Terhadap Pengembangan Kurikulum dan Implikasinya. Guru dituntut mempunyai kemampuan dalam pengembangan kurikulum secara dinamik sesuai dengan potensi sekolah dengan berdasarkan pada prinsip-prinsip di bawah ini. (a) Keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestika. (b) Kesamaan memperoleh kesempatan bagi semua siswa.(c) Kesiapan menghadapi abad pengetahuan dan tantangan teknologi informasi.

(d) Pengembangan keterampilan hidup. (e) Berpusat pada anak sebagai pembangun pengetahuan. (f) Penilaian berkelanjutan dan komprehensif (Yana Wardhana 2010:33).

b) Kreativitas Guru dalam Aplikasi Teknologi Pembelajaran. Guru dituntut mempunyai pemahaman konsep teoretis dan praktis berkenaan dengan desain, pengembangan, pemakaian, manajemen, dan evaluasi pembelajaran serta pengelolaan sumber belajar.

Pembelajaran yang memiliki efektivitas tinggi ditunjukkan oleh sifatnya yang menekankan pada pemberdayaan peserta didik.

Pembelajaran bukan sekadar transformasi dan mengingat, juga bukan sekadar penekanan pada penguasaan pengetahuan tentang apa yang diajarkan, akan tetapi lebih menekankan pada internalisasi tentang apa yang diajarkan sehingga tertanam dalam jiwa anak dan berfungsi sebagai muatan nurani dan hayati serta dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik.

Bahkan pembelajaran lebih menekankan pada peserta didik agar mau belajar bagaimana cara belajar yang produktif.Untuk keperluan analisis tugas guru adalah sebagai pengajar, maka kemampuan guru yang banyak hubungannya dengan usaha meningkatkan proses pembelajaran dapat diguguskan ke dalam empat kemampuan yaitu:

1. Merencanakan program belajar mengajar (membuat RPP) 2. Melaksanakan dan memimpin/ mengelola proses belajar

mengajar

(22)

48 3. Menilai kemajuan proses belajar mengajar

4. Menguasai bahan pelajaran dalam pengertian menguasai bidang studi atau mata pelajaran yang dipegangnya.

Keempat kemampuan guru di atas merupakan kemampuan yang sepenuhnya harus dikuasai guru yang bertaraf profesional.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran adalah kemampuan guru dalam melaksanakan serangkaian kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran (Yana Wardhana ,2010:34).

4) Respon siswa terhadap pembelajaran yang positif

Angket respon siswa digunakan untuk menjawab pertanyaan mengenai pembelajaran yang digunakan. Respon siswa adalah tanggapan siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran matematika melalui penerapan pembelajaran kontekstual pada siswa. Metode pembelajaran yang baik dapat memberi respon yang positif bagi siswa setelah mereka mengikuti kegiatan pembelajaran. Selain faktor guru, keberhasilan proses pembelajaran banyak bertumpu pada sikap dan cara belajar siswa, baik perorangan maupun kelompok. Selain itu, tersedianya sumber belajar dengan memanfaatkan media pembelajaran secara tepat merupakan faktor pendorong dan pemelihara kegiatan belajar siswa yang produktif, efektif, dan efisien.

Memelihara suasana pembelajaran yang dinamis dan menyenangkan merupakan kondisi esensial dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini, perlu ditanamkan persepsi positif pada setiap diri siswa, bahwa kegiatan pembelajaran merupakan peluang bagi mereka untuk menggali potensi diri sehingga mampu menguasai kompetensi yang diperlukan untuk kehidupannya kelak (Yana Wardhana , 2010:35).

(23)

49 C. PROSES PEMBELAJARAN IPS

1. Pengertian Belajar

Beberapa pakar pendidikan mendefinisikan belajar sebagaimana penulis uraikan dibawah ini;

a. Menurut pandangan tradisional, belajar sekedar diartikan sebagai usaha memperoleh dan mengumpulkan sejumlah ilmu pengetahuan, atau belajar adalah usaha mendapatkan pengetahuan melalui pengalaman. Jadi belajar semata-mata diartikan sebagai suatu usaha yang bersifat intelektual saja. Jika yang dikumpulkan seseorang sudah banyak, praktis ia menjadi pandai. Oleh karena itu, sebagai konsekuensinya kepada anak harus diberi berbagai mata pelajaran sebanyak mungkin untuk menambah pengetahuannya, semata-mata bersifat intelektual. Aspek-aspek lain walau juga berperanan dalam pembentukan keperibadian seseorang tidak disinggung, atau mungkin tidak perlu diajarkan.

b. Kimble dan Garmezy menurutnya, belajar adalah suatu kecendrungan dalam mengubah tingkah laku yang secara relatif bersifat permanent dan sebagai hasil dari praktik yang bersifat menguatkan (Burhan Nurgiyantoro, 1988: 58)

c. Berdasarkan pengertian belajar yang populer saat ini bahwa, belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuaan melalui pengalaman (learning is defined as the modification of strengthening of behavior through experencing). Jadi belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami (Oemar Hamalik, 1995: 36)

d. Menurut aliran psikologi Gestalt, belajar adalah suatu proses aktif, yang dimaksud aktif disini ialah, bukan hanya aktivitas yang tampak seperti gerakan-gerakan badan, akan tetapi juga aktivitas- aktivitas mental, seperti proses berfikir, mengingat, dan sebagainya.

(24)

50 Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap, harus merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang.Berapa lama periode waktu itu berlangsung sulit untuk ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun.Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek keperibadian, baik fisik maupun psikis (M. Ngalim Purwanto, 2006: 85). Jadi pada dasarnya belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dilihat dengan nyata, proses itu terjadi di dalam diri seseorang yang sedang mengalami belajar.

2. Hakikat Proses Belajar Mengajar

Dalam keseluruhan proses pendidikan, kegiatan belajar dan mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar mengajar dirancang dan dijalankan secara profesional.

Setiap kegiatan belajar mengajar selalu melibatkan dua pelaku aktif, yaitu guru dan siswa.Perpaduan dari kedua unsure manusiawi ini melahirkan Interaksi edukatif dengan memanfaatkan bahan ajar sebagai mediumnya. Pada proses belajar mengajar keduanya (guru-murid) saling mempengaruhi dan member masukan. Karena ituah proses belajar mengajar harus merupakan aktivitas yang hidup, sarat nilai dan senantiasa memiliki tujuan ( Pupuh& Sobry, 2007:8).

Rumusan belajar mengajar tradisional selalu menempatkan anak didik sebagai obyek pembelajaran dan guru sebagai subyenya.

Rumusan seperti ini membawa konsekuensi terhadap kurang bermaknanya kedudukan anak dalam proses pembelajaran, sedangkan guru menjadi faktor yang sangat dominan dalam keseluruhan proses belajar siswa.

(25)

51 Pendekatan baru melihat bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan milik guru dan murid dalam kedudukan yang setara, namun dari segi fungsi berbeda.Anak merupakan subjek pembelajaran dan menjadi inti dari setiap kegiatan pendidikan. Proses belajar yang mengesampingkan martabat anak bukanlah proses pendidikan yang benar. Bahkan merupakan ekkeliruan yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Karena itulah, inti proses pengajaran tidak lain adalah kegiatan belajar anak didik dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran.

Tujuan pembelajaran tentu saja akan dapat tercapai jika anak didik berusaha secra aktif untuk mencapainya. Keaktifan anak didik disini tidak hanya dituntut dari segi fisik, tetapi juga dari segi kejiwaan.

Apabila hanya fisik anak yang aktif , tetapi pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai. ini sama halnya dengan anak didik tidak belajara, karena anak didik tidak merasakan adanya perubahan dalam dirinya (Pupuh &

Sobry, 2007:8-9).

Proses belajar belajar mengajar merupakan dua aktivitas yang berlangsung secara bersamaan, simultan, dan memiliki fokus yang dipahami bersama. Sebagai suatu aktivitas yang terencana, belajar memiliki tujuan yang bersifat permanen, yakni terjadinya perubahan pada anak didik ( Pupuh& Sobry, 2007:10).

Ciri- ciri perubahan dalam proses belajar (Ibid: 12)meliputi : a) Perubahan yang terjadi berlangsung secara sadar, sekurang-

kurangnya sadar bahwa pengetahuannya bertambah, sikapnya berubah, dan kecakapannya berkembang.

b) Perubahan dalam belajar sifatnya kontinyu dan fungsional. Belajar bukan proses yang statis karena terus berkembang secara gradual dan setiap hasil belajar memiliki makna dan guna yang praktis.

c) Perubahan be;lajar bersifat positif dan aktif. Belajar senantiasa menuju perubahan yang lebih baik.

(26)

52 d) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, bukan hasil

belajar jika perubahan itu hanya sesaat.

e) Perubahan dalam belajar mempunyai tujuan dan terarah. Sebelum belajar, seseorang hendaknya sudah menyadari apa yang akan berubah pada dirinya melalui proses belajar.

f) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku, bukan bagian- bagian tertentu secara parsial (Ibid: 13).

Perubahan perilaku pada siswa, dalam konteks pembelajaran jelas merupakan produk dan usaha guru melalui kegiata mengajar. Hal ini dapat dipahami karena mengajar merupaka suaru aktivitas untuk menolong dan membimbing anak didik memperoleh perubahan dan pengembangan skill (keterampilan), attitude (sikap), appreciation (penghargaan) dan knowledge (pengetahuan).

Berdasarkan beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ciri- ciri dari proses belajar yaitu :

a. Memiliki tujuan untuk membentuk anak dlam suatu perkembangan tertentu.

b. Terdapat mekanisme, prosedur, langkah-langkah, metode, dan teknik yang direncanakan dan didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

c. Fokus materi jelas, terarah, dan terencana dengan baik.

d. Adanya aktivitas anak didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya proses belajar.

e. Aktor guru yang cermat dan tepat

f. Limit waktu untuk mencapai tujuan pembelajaran g. Evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi produk.

h. Terdapat pola aturan yang ditaati guru dan anak didik dalam proporsi masing- masing (Ibid: 14).

(27)

53 3. Konsep Pembelajaran IPS

IPS atau Sosial Studies salah satu mata ajar di persekolahan.IPS mempunyai tugas mulia dan menjadi pondasi penting bagi pengembangan kecerdasan personal, sosial, emosional, dan intelektual.Melalui pembelajaran IPS, peserta didik diharapkan mampu berfikir kritis, kreatif, dan inovatif.Sikap dan perilaku menujukan disiplin dan tanggung jawab selaku individual, warga masyarakat, warga Negara, dan warga dunia. Mampu berkomunikas, bekerjasama, memiliki sikap toleran, empati, dan berwawasan multikultur dengan tetap berbasis keunggulan local ( Enok Maryani, 2011: 14 )..

Mata pelajaran IPS mengkaji berbagai aspek kehidupan masyarakat secara terpadu.Karena memang kehidupan masyarakat merupakan totalitas, integrasi, atau multidimensi dari berbagai aspek.

Pembelajaran IPS diharapkan mampu mengantarkan dan mengembangkan kompetensi peserta didik ke arah kehidupan bermasyarakat dengan baik dan fungsional, memiliki kepekaan sosial dan mampu berpartisipasi dalam mengatasi masalah- masalah sosial sesuai dengan usianya .

Ilmu pengetahuan sosial membahas hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Lingkungan masyarakat dimana anak didik tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari masyarakat, dihadapkan pada berbagai permasalahan yang ada dan terjadi di lingkungan sekitarnya. Pendidikan IPS berusaha membantu peserta didik dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi sehingga akan menjadikannya semakin mengerti dan memahami lingkungan sosial masyarakatnya (Yaba, 2006:33).

Pada dasarnya tujuan dari pendidikan IPS adalah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan lingkungannya, serta berbagai bekal siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.Berdasarkan pengertian dan

(28)

54 tujuan dari pendidikan IPS, tampaknya dibutuhkan suatu pola pembelajaran yang mampu menjembatani tercapainya tujuan tersebut.Kemampuan dan keterampilan guru dalam memilih dan menggunakan berbagai model, metode dan strategi pembelajaran senantiasa terus ditingkatkan.Hal ini dikarenakan pengondisian iklim belajar merupakan aspek penting bagi tercapainya tujuan pendidikan (Azis Wahab, 1986:61).

Pola pembelajaran pendidikan IPS menekankan pada unsur pendidikan dan pembekalan pada peserta didik. Penekanan pembelajarannya bukan sebatas pada upaya mencecoki atau menjejali peserta didik dengan sejumlah konsep yang bersifat hafalan belaka, melainkan terletak pada upaya agar mereka mampu menjadikan apa yang telah dipelajarinya sebagai bekal dalam memahami dan ikut serta dalam melakoni kehidupan masyarakat lingkungannya, serta sebagai bekal bagi dirinya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Di sinilah sebenarnya penekanan misi dari pendidikan IPS.Oleh karena itu, rancangan pembelajaran guru hendaknya diarahkan dan difokuskan sesuai dengan kondisi dan perkembangan potensi siswa agar pembelajaran yang dilakukan benar-benar berguna dan bermanfaat bagi siswa.

IPS sebagai suatu mata pelajaran diberikan di jenjang pendidikan yaitu SD, SMP, dan SMA. Di tingkat SD dan SMP diberikan secara terintegrasi, namun dalam standar isi masih tampak adanya materi yang terpisah – pisah (separated). Di SMA hanya berupa payung penjurusan, di dalamnya bermuatan ilmu sosial seperti geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi secara terpisah. Namun walaupun demikian tema besar IPS masih tetap sama yaitu dinamika kehidupan masyarakat dalam dimensi ruang dan waktu ( EnokMaryani , 2011: 6 ).

IPS sering disebut dengan Sosial Studies, Sosial Education, Studies Of Society and Environment (SOSE). Perbedaan tersebut bukan hanya muncul antarnegara tetapi juga antarnegara bagian dalam satu

(29)

55 Negara.Hal ini disebabkan adanya keragaman latar belakang dan minat peserta didik, potensi serta permasalahan daerah atau Negara.IPS pada dasarna memiliki sifat keterpaduan (intergrated) dari ilmu – ilmu sosialyang dikemas untuk tujuan pendidikan dan disesuaikan dengan psikologi perkembangan peserta didik. Materi – materi IPS diorganisir berdasarkan pengalaman, minat, dan kebutuhan peserta didik, serta disesuaikan dengan lingkungannya.

Pada hakikatnya pelajaran IPS di sekolah merupakan pelajaran yang sangat menarik untuk dikaji karena menyangkut kehidupan sekitar peserta didik.Kreativitas dan keahlian guru IPS sangat diperlukan agar pembelajaran IPS di sekolah semakin menarik dan diminati. Oleh sebab itu, guru IPS harus mampu mengembangkan berbagai metode dan pendekatan yang variatif dan komunikatif untuk menunjang keefektifan proses pembelajaran IPS di kelas (Ibid, hal: 7 ).

Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) adalah bahan kajian yang terpadu yang merupakan penyederhanaan, adaptasi, seleksi, dan modifikasi dari konep – konsep dan keterampilan disiplin ilmu sejarah, geografi, sosiologi, antropologi, dan ekonomi yang diorganisasikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pembelajaran (NCSS,1991:114).

Konsep – konsep ilmu sosial yang diadopsi untuk menganalisis fakta, peristiwa yang berkaitan dengan perilaku manusia masa kini, masa lalu agar dapat dimaknai guna mengantisipasi di masa yang akan datang, seperti yang tercantum pada tabel di bawah ini :

(30)

56 Tabel 1. Kunci Konsep

PENDIDIKAN IPS

SEJARAH PSIKOLOGI GEOGRAFI ANTROPOLOG

Tradisi Perilaku Organisasi Kebudayaan Perubahan Proses Sosial Keruangan Tradisi

Kesinambungan Hubungan Interaksi Ruang Kepercayaan Sebab- Akibat Antarkelompok Pola Keruangan Akulturasi Konflik Persepsi Jarak Kekerabatan Kerjasama Fungsi Individu Ketergantungan Adaptasi Nasionalisme Keberagaman Distribusi Ruang Upacara Kepemimpinan Pembangunan Lingkungan Perubahan Budaya

Kolonialisme Imperialisme Revolusi

POLITIK SOSIOLOGI EKONOMI

Peraturan Masyarakat Produksi

Pengambilan Keputusan Sosialisasi Distribusi

Kekuasaan Peran Spesialisasi

Kekuatan Status Pembagian Tenaga

Negara Stratifikasi Sosial Kerja

Tekanan Kelompok Norma Dan Sangsi Konsumsi

Konflik Nilai Kelangkaan

Keadilan Konflik Sosial Permintaan

Hak Asasi Manusia Mobilitas Sosial Penawaran

Tanggung Jawab Kekuasaan Ketergantungan

Revolusi Demokrasi Subbudaya Teknologi Sumber : NCSS, 1992

Dengan demikian dimensi utama IPS adalah kehidupan manusia.Manusia terdiri atas sejumlah aspek yang sangat kompleks seperti aspek yang dikaji secara khusus dalam IPS tersebut di atas.

Melalui pembelajaran IPS diharapkan peserta didik memperoleh pengalaman, pengetahuan, dan wawasan akan keilmuan, tanggung jawab sosial. Melalui pengalaman manusia di masa lalau, dapat

(31)

57 memahami fakta dan peristiwa saat ini, dan dapat mengembangkan diri untuk mengantisipasi dan menyiapkan pengalaman – pengalaman untuk masa akan datang yang lebih baik dari sekarang. Dibawah ini adalah tabel dimensi IPS dalam kehidupan manusia :

Tabel 2. Dimensi IPS Dalam Kehidupan Manusia Dimensi dalam

kehidupan manusia

Ruang Waktu Nilai/norma

Area dan substansi pembelajaran

Alam sebagai tempat dan penyedia potensi sumber daya

Alam dan kehidupan yang selalu berproses, masa lalu, saat ini, dan yang akan datang

Kaidah atau aturan yang menjadi perekat dan penjamin keharmonisan kehidupan manusia dan alam

Contoh

kompetensi dasar yang

dikembangkan

Adaptasi spasial eksploratif

Berpikir kronologis, prospektif, dan antisipatif

Konsisten dengan aturan yang

disepakati dan kaidah alamiah masing- masing disiplin ilmu Alternative

penyajian dalam mata pelajaran

Geografi Sejarah Ekonomi, sosiologi/

antropologi

Sumber : Puskur,2006

(32)

58 4. Pengertian IPS

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) menurut NCSS (1992:98) :

Sosial studies is the integrated study of the sosial science and humanities to promote civic competence. Within the sosial program, sosial studies provide coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archaeology, economic,geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematic and natural science.

The primary purpose of sosial studies is to help young people develop the ability to make informed ang reasoned decisions for the public good as citizens of a culturally diverse, democratic society ia an interdependent world (NCSS: 1992).

Sosial studies merupakan kajian integrasi dari ilmu sosial dan humanities (antropologi, , ekonomi, geografi, sejarah, hukum, politik, filsafat, psikologi, agam, dan sosiologi), untuk memperkrnalkan konpetensi warga masyarakat. Melalui program sosial, sosial studies menjadi koordinasi dan sintetis ilmu – ilmu sosial dengan tujuan utama m,enolong generasi muda untuk mengembangkan kemampuan dalam mengambil keputusan secara rasional, sehingga menjadi warga Negara yang baik, dapat hidup dalam keragaman budaya, masyarakat yang demokratis dan dunia yang serba ketergantungan. Dufy (1970) menggunakan dan mengartikan IPS sebagai “ The proses of learning to live with other people”(Ibid,hal: 99)..

Gross, R.E. et al. ( 1978:3) berpendapat “ The sosial studies are basic in sosial education, in preparing functioning citizens with requisite knowledge, skills, and attitudes that enable each to grow personally in living well with others, and in contributing to the going culture”.Studi sosial adalah dasar dari pendidikan sosial, berfungsi untuk mempersiapkan warga Negara agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap sehingga tumbuh/berkembang kepribadiannya guna hidup dengan baik diantara sesamanya dan berkontribusi dlam meneruskan kebudayaan.

(33)

59 Rumusan tentang pengertian IPS telah banyak dikemukakan oleh para ahli IPS atau sosial studies.Di sekolah-sekolah Amerika pengajaran IPS dikenal dengan sosial studies.Jadi, istilah IPS merupakan terjemahan sosial studies. Dengan demikian IPS dapat diartikan dengan “penelaahan atau kajian tentang masyarakat” ( EnokMaryani 2011:16)

Moeljono Cokrodikardjo (2010) dalm buku Enok Maryani (2011:19)mengemukakan bahwa IPS adalah perwujudan dari suatu pendekatan interdisipliner dari ilmu sosial.Ia merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial yakni sosiologi, antropologi budaya, psikologi, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik dan ekologi manusia, yang diformulasikan untuk tujuan instruksional dengan materi dan tujuan yang disederhanakan agar mudah dipelajari.

Ilmu Pengetahuan Sosial adalah suatu bahan kajian yang terpadu yang merupakan penyederhanaan, adaptasi, seleksi dan modifikasi yang diorganisasikan dari konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan sejarah, geografi, sosiologi, antropologi, dan ekonomi. (Kasim, 2008:4).

Menurut Calhoum dalam hasan yang dikutip oleh Yaba (2006:3) ilmu-ilmu sosial adalah studi tentang tingkah laku kelompok umat manusia. Artinya semua disiplin ilmu yang mempelajari tingkah laku kelompok umat manusia dimasukan kedalam kelompok ilmu- ilmu sosial. Apabila ada disiplin ilmu yang mempelajari aspek lain dari umat manusia selain tingkah laku, maka disiplin itu bukanlah ilmu-ilmu sosial.

Dalam dunia pendidikan, ilmu-ilmu sosial dikenal dengan adanya pendidikan mengenai disiplin-disiplin ilmu sosial yang disebut pendidikan ilmu sosial atau biasa disebut dengan ilmu pengetahuan sosial (IPS).Pada tingkatan Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan sekolah menengah pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs), IPS merupakan mata pelajaran yang

(34)

60 terpadu.Sedangkan pada tingkatan sekolah menengah atau Madrasah Aliyah (MA), IPS sudah terbagai secara spesifik dalam disiplin ilmu sosial yang disesuaikan dengan kurikulum dan tujuan pendidikan pada tingkatan tersebut.

Geografi, sejarah, dan antropologi merupakan disiplin ilmu yang memiliki keterpaduan yang tinggi.Pembelajaran geografi memberikan wawasan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dengan wilayah-wilayah, sedangkan sejarah memberikan kebulatan wawasan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dari berbagai priode.Antropologi meliputi studi-studi komparatif yang berkenaan dengan nilai-nilai kepercayaan, struktur sosial, aktivitas-aktivitas ekonomi, organisasi politik, ekspresi-ekspresi dan spiritual, teknologi, dan benda-benda budaya dari budaya-budaya terpilih.Ilmu ekonomi tergolong kedalam ilmu-ilmu tentang kebijakan pada aktivitas- aktivitas yang berkenaan dengan pembuatan keputusan. Sosiologi merupakan ilmu-ilmu tentang prilaku seperti konsep peran kelompok, institusi, proses interaksi dan kontrol sosial.

Kosasih Djahiri (Yaba, 2006:5) menyatakan bahwa IPS adalah merupakan ilmu pengetahuan yang memadukan sejumlah konsep pilihan dari cabang ilmu sosial dan ilmu lainnya serta kemudian diolah berdasarkan prinsip-prinsip pendidikan dan didaktif untuk dijadikan program pengajaran pada tingkat persekolahan.

Nursid Sumaatmadja (Yaba, 2006:9) mengemukakan bahwa

"Secara mendasar pengajaran IPS berkenaan dengan kehidupan manusia yang melibatkan segala tingkah laku dan kebutuhannya”.IPS berkenaan dengan cara manusia menggunakan usaha memenuhi kebutuhan materinya, memenuhi kebutuhan budayanya, kebutuhan kejiwaannya, pemanfaatan sumber yang ada dipermukaan bumi, mengatur kesejahteraan dan pemerintahannya, dan lain sebagainya yang mengatur serta mempertahankan kehidupan masyarakat manusia.

(35)

61 Sedangkan menurut Leonard (Kasim, 2008:4) mengemukakan bahwa IPS menggambarkan interaksi individu atau kelompok dalam masyarakat baik dalam lingkungan mulai dari yang terkecil misalkan keluarga, tetangga, rukun tetangga atau rukun warga, desa / kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi, Negara dan dunia.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan IPS adalah disiplin-displin ilmu sosial ataupun integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial seperti : sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, dan antropologi yang mempelajari masalah-masalah sosial (Yaba, 2006:10).

5. Karakteristik Mata Pembelajaran IPS

Berbeda dengan disiplin ilmu lain yang bersifat monolitik.

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Rumusan Ilmu Pengetahuan Sosial berdasarkan realitas dan fenomena sosial melalui pendekatan interdisipliner.Geografi, sejarah, dan antropologi merupakan disiplin ilmu yang memiliki keterpaduan yang tinggi(Yaba, 2006:13).

Pembelajaran geografi memberikan kebulatan wawasan yang berkenaan dengan wilayah-wilayah, sedangkan sejarah memberikan wawasan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dari berbagai periode.Antropologi meliputi studi-studi komparatif yang berkenaan dengan nilai-nilai, kepercayaan, struktur sosial, aktivitas-aktivitas ekonomi, organisasi politik, ekspresi-ekspresi dan spiritual, teknologi, dan benda-benda budaya dari budaya-budaya terpilih.

Ilmu politik dan ekonomi tergolong ke dalam ilmu-ilmu tentang kebijakan pada aktivitas-aktivitas yang berkenaan dengan pembuatan keputusan.

Sosiologi dan psikologi sosial merupakan ilmu-ilmu tentang perilaku seperti konsep peran, kelompok, institusi, proses interaksi

(36)

62 dan kontrol sosial. Secara intensif konsep-konsep seperti ini digunakan ilmu-ilmu sosial dan studi-studi sosial(Ibid, Hal:9).

Ada beberapa ciri IPS sebagai sebuah bidang studi :pertama, IPS didesain untuk meningkatkan kompetensi kemasyarakatan/kewarganegaraan (civic competence), dan kedua, dalam mengintegrasikan/memadukan sejumlah besar ilmu sosial, humaniora, dan bidang lainnya (NCSS,1994:77)

Karakteristik mata pelajaranm IPS di MTS/SMP antara lain sebagai berikut :

a. Ilmu pengetahuan sosial merupakan gabungan dari unsure- unsure geografi, sejarah, ekonomi, dan politik, kewarganegaraan, sosiologi, bahkan juga bidang humaniora, pendidikan dan agama b. Standar kompetensi dan kompetensi dasar IPS dasar IPS berasal

dari struktur keilmuan geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topiktertentu.

c. Standar kompetensi dan kompetensi dasar IPS juga menyangkut berbagai masalah sosial yang dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner.

d. Standar kompetensi dan kompetensidasar dapat menyangkut peristiwa dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewilayaha, adaptasi dan pengelolaan lingkungan, struktur, proses dan maslaah sosial serta upaya- upaya perjuangan hidup agar survive seperti pemenuhan kebutuhan,, kekuasaan, keadilan, dan jaminan keamanan (Yaba 2006: 17)

Selain itu IPS pun lebih bersifat aplikasi dan sintesis dari ilmu-ilmu sosial yang dipadukan untuk tujuan pendidikan, disorganisisr dan disajikan secara ilmiah sesuai dengan psikologi perkembangan siswa sesuai dengan jejang tujuan pendidikan.IPS sebagai suatu disiplin sintetik dijelaskan oleh Soemantri (Yaba, 2006:21) sebagai berikut :

(37)

63 Disebut disiplin sintetis karena pendidikan IPS bukan hanya harus menyintesiskan konsep- konsep yang relevan antara ilmu- ilmu pendidikan dan ilmu- ilmu sosial, melainkan juga tujuan pendidikan dan pembangunan serta maslaah-masalah sosial dalam hidup bermasyarakat pun sering disebut ipoleksosbudhankam akan menjadi pertimbangan bahan pendiidkan IPS.

6. Tujuan Mata Pelajaran IPS

Tujuan pembelajaran IPS(instructional objectivesosial) adalah perilaku hasil belajar yang diharapkan terjadi, dimiliki, atau dikuasai oleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran IPS.Penyelenggaraan pendidikan merupakan suatu keseluruhan yang terangkum dalam sebuah sistem pendidikan nasional.Begitu juga dengan pendidikan IPS pada pendidikan dasar dan mengenah merupakan suatu yang integral dari suatu sistem pendidikan nasional pada umumnya, yang telah diatur berdasarkan undang-undang sestem pendidikan nasional(Yaba, 2006:24).

Tujuan IPS menurut NCSS ( Sunal, 1993:5 ) tujuan sosial studies adalah “ … is to prepare young people to be humane, rational, participating, citizens in a world that is becoming increasingly interdependent” . menyiapkan generasi muda agar dapat menjadi manusia yang manusiawi, berfikir rasional, warga Negara yang partisipatif, di dunia yang semakin ketergantungan. Selain itu melalui IPS diharapkan peserta didik dapat bersikap dan bertindak sesuai dengan norma dan etika yang ada di masyarakat sehingga dapat beradaptasi, berpartisipasi, dalam kehidupan sosial, dan dapat memberikan sumbangan yang positif terhadap kemajuan suatu masyarakat dan Negara, serta dunia yang saling ketergantungan.

Menurut Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas (2006) tujuan IPS adalah agar pesrta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

(38)

64 a. Mengenal konsep – konsep yang berkaitan dengan kehidupan

masyarakat dan lingkungannya

b. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial

c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai- nilai sosial dan kemanusiaan

d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Dari penyelenggaraan pendidikan IPS tersebut tujuan mata pembelajaran IPSpada umumnya adalah mencerdaskan kehidupan masyarakat dengan dasar nilai-nilai moral etik yang tinggi dan menjunjung tinggi nilai budaya bangsa serta membentuk peserta didik yang memiliki ilmu pengetahuan, ketrampilan, wawasan kebangsaan, dan etika sosial, berakhlak sosial yang tinggi

Setiap guru IPS mestinya paham hakikat keterpaduan dalam mata pelajaran IPS.Namun ternyata masih banyak guru yang memahami IPS sebagai mata pelajaran yang terpisah sebagai ilmu sosial seperti Ekonomi, Geografi, sosiologi dan Sejarah.Bahkan sangat mungkin di antara guru IPS yang ada, juga kurang memahami tujuan pembelajaran IPS. Menurut Permendiknas No 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa mata pelajaran IPS bertujuan agar siswa memiliki kemampuan untuk:

1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.

2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial .

3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

(39)

65 4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Keempat tujuan mata pelajaran IPS di atas menunjukkan bahwa IPS merupakan mata pelajaran yang memiliki tujuan membentuk siswa menjadi warga negara yang baik.Dengan demikian IPS sebenarnya merupakan pelajaran yang sangat penting. Terkait dengan itu maka pada bab ini akan dibahas beberapa uraian yang terkait dengan karakteristik IPS; konsep dasar atau konsep-konsep esensial dalam IPS; standar kompetensi dan kompetensi dasar IPS;

serta strategi perumusan tema dalam IPS.

Senada dengan tujuan IPS yang dirumuskan NCSS (1989:6), sebagai berikut :

a) Menjadikan warga Negara yang pastisipatif dan bertanggung jawab

b) Memberikan pengetahuan dan pengalaman hidup karena mereka adalahbagian dari petualangan hidup manusia dalam perspektif ruang dan waktu

c) Mengembangkan berfikir kritis dari pemahaman sejarah, geografi, ekonomi, politik, dan lembaga sosial, tradisi dan nilai- nilai masyarakat dan Negara sebagai ekspresi kesatuan dari keberagaman

d) Meningkatkan pemahamn tentang hidup bersama sebagai satu kesatuan dan keberagaman sejarah kehidupan manusia di dunia e) Mengembangkan sikap kritis dan analisis dalam mengkaji

kondisi manusia.

Tujuan pengajaran pendidikan IPS mencakup tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Guru tidak hanya menekankan pada aspek kognitif saja tetapi aspek-aspek yang lain seperti aspek afektif dan psikomotorik. Tujuan kognitif pembelajaran IPS lebih mengarah pada tujuan memperoleh pengetahuan, pengertian,

Gambar

Tabel 2. Dimensi IPS Dalam Kehidupan Manusia  Dimensi dalam

Referensi

Dokumen terkait

Terima kasih kepada ibu karena telah ikut berpartisipasi dalam penelitian skripsi saya tentang Analisis Pengaruh Karakteristik Sosial Ketenagakerjaan Pada Perempuan

Audry Devisanty Wuysang, M.Si, Sp.S Ilmu Penyakit Saraf Tutorial 1 Modul 2 (Nyeri

Keseluruhan hasil pengujian menunjukkan bahwa simulasi berhasil membangkitkan sinyal 8–PSK dengan baik sesuai dengan ketentuan pengalokasian fase sinyal pembawa yang telah

Bagaimanapun luas sernpitnya pengertian pendidikan, problem pendidikan merupakan masalah yang berhubungan langsung dengan hidup dan kehidupan manusia, karena pendidikan

Shinta Budhrani Industries Cikarang-Bekasi, bahwa yang menjadi kendala utama pencapaian efektivitas Program K3 diantaranya yaitu pengawasan yang dilakukan pihak intern

Instrumen tes yang digunakan yaitu soal tes formatif atau ulangan harian mata pelajaran biologi yang dipakai oleh guru selama satu semester, sebagai alat untuk

Dari beberapa definisi tersebut diatas penulis menyimpulkan bahwa pengertian manajemen produksi dan operasi adalah merupakan usaha – usaha pengelolaan sumber daya

Berdasarkan hal tersebut diperlukan analisis kelayakan usaha pada usaha agrowisata di Kabupaten Rembang dengan penambahan fasilitas rumah makan (skenario II). Dalam