STUDI KASUS PADA POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister
PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK
Oleh :
SYAFA’ATUL LAILIYAH
NPM: 0662020020
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”
JAWA TIMUR
PERNYATAAN ORISINALITAS TESIS
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya di dalam naskah tesis saya ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar di suatu perguruan tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.
Apabila ternyata di dalam naskah tesis ini dapat dibuktikan adanya unsur-unsur jiplakan, saya bersedia tesis ini dibatalkan, dan gelar akademik yang telah saya peroleh (Magister) dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU. No. 20 Tahun 2003 pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).
Surabaya, 10 Januari 2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, atas karunia dan rahmatNya peneliti dapat menyelesaikan penelitian tesis ini dengan judul "Evaluasi Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Terhadap Akuntansi Persediaan dan Aset Tetap Studi Kasus Pada Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya” untuk memenuhi sebagian persyaratan tugas akhir, guna mencapai derajat Sarjana S-2 pada Program Pascasarjana Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur di Surabaya.
Peneliti menyadari bahwa dalam pelaksanaan penelitian tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini peneliti menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Dr. M. Nasih, MT. Ak., selaku dosen pembimbing utama, dan Dra. Ec. Diah Hari Suryaningrum, Msi. Ak., selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan dukungan, masukan, dan saran selama proses penelitian tesis ini. Ucapan terima kasih juga peneliti sampaikan kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP., selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur;
2. Dr. lr. Zainal Abidin, MS., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur;
"Veteran" Jawa Timur;
4. Seluruh Dosen Program Pascasarjana Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur dan staf, yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama proses perkuliahan hingga selesai; 5. Direktur Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya beserta staf yang
telah banyak memberikan dukungan, terutama dalam pengumpulan data dan informasi;
6. Penghargaan dan terima kasih tak terhingga kepada orangtua yaitu Bapak dan Ibu atas doanya, serta suami dan ananda tersayang atas pengertian dan dukungannya.
Peneliti menyadari bahwa dalam tesis ini tidak menutup kemungkinan terdapat kekurangan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati peneliti mengharapkan kritik dan saran para pembaca demi kesempurnaan penulisan tesis ini. Peneliti berharap dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi semua pihak yang memerlukan.
Surabaya, 10 Januari 2009 Peneliti,
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ………..……….……….. i
DAFTAR ISI ……….. iii
DAFTAR GAMBAR ……… vii
DAFTAR TABEL ..………. viii
DAFTAR LAMPIRAN …..………. ix
RINGKASAN .………. x
SUMMARY ………. xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah... 1
1.2. Rumusan Masalah... 7
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 7
1.4. Ruang Lingkup Penelitian………. 9
1.5. Sistematika Pembahasan……….……….. 9
BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu………... 11
2.2. Telaah Pustaka... 17
2.2.1 Akuntansi Sektor Publik ...………. 17
2.2.2 Standar dan Sistem Akuntansi... 17
2.2.3 Sistem Pencatatan ……….. 20
2.2.4.1. Gambaran Umum SAP ... 21
2.2.4.2. Pernyataan SAP No. 05... 24
2.2.4.3. Pernyataan SAP No. 07... 26
2.2.4.4. Basis Akuntansi……… 31
2.2.4.5. Penyusunan Neraca Awal Pemerintah… 34 2.2.4.6. Jurnal Mencatat Saldo Awal……….. 39
2.2.5 Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat... 40
2.2.5.1. Sistem Akuntansi Instansi (SAI) ... 41
2.2.5.2. Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN) ……….….. 44
2.2.5.3. Sistem Akuntansi Keuangan ……… 47
2.3. Alur Pikir Penelitian………... 47
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Kualitatif... 50
3.2. Lokasi Penelitian…... 51
3.3. Nara Sumber ………... 52
3.4. Instrumen Penelitian………..……….. 52
3.5. Teknik Pengumpulan Data……….. 53
3.6. Desain Penelitian ………. 56
3.7. Teknik Analisis Data……… 62
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya ... 68 4.2. Organisasi Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang
(UAKPB) dan Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA) ... 70 4.3. Tugas dan Fungsi ... 74 4.3.1. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang (UAKPB) 74 4.3.2. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran
(UAKPA) ……….. 76
4.4. Penerapan Sistem Akuntansi Instansi ... 78 4.4.1. Akuntansi Barang Milik Negara Pada Unit
Akuntansi BMN ………. 79
4.4.1.1. Akuntansi Persediaan Pada Unit
Akuntansi BMN ... 79 4.4.1.2. Akuntansi Aset Tetap Pada Unit
Akuntansi BMN ... 86 4.4.2. Akuntansi Barang Milik Negara Pada Unit
Akuntansi Keuangan 92
4.4.2.1. Akuntansi Persediaan Pada Unit Akuntansi Keuangan ... 92 4.4.2.2. Akuntansi Aset Tetap pada Unit
4.5. Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan ... 94 4.5.1. Penilaian Persediaan dan Aset Tetap Pada
Neraca Awal ……… 96
4.5.2. Pengakuan Persediaan dan Aset Tetap …………. 100 4.5.3. Pengukuran Persediaan dan Aset Tetap ………… 101 4.5.4. Pengungkapan Persediaan dan Aset Tetap ……. 102
4.5.5. Penyajian Aset Tetap ………. 104
4.6. Hasil Evaluasi Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan ... 105 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ……… 110
5.2. Saran ……….. 112
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 : Kerangka Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
(SAPP) ………. 41
Gambar 2.2 : Kerangka Sistem Akuntansi Instansi (SAI) ……. 42 Gambar 2.3 : Diagram Alur Pikir Penelitian ………. 49 Gambar 3.1 : Komponen Analisis Data (Interactive
Model)……… 63
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Tingkat UAKPB (Lampiran IV Peraturan Menteri Keuangan Nomor:
59/PMK.06/2005) ……….. 72
Gambar 4.2 Struktur Organisasi Tingkat UAKPA (Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor :
PER-24//PB/2006) ………. 73
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 4.1 Organisasi Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya
Menurut Hirarki ……….. 70
Tabel 4.2 : Informan Penelitian ……… 71
Tabel 4.3 : Rekonsiliasi Aset Tetap Antara Laporan BMN
dengan Neraca Per 31 Desember 2007 ………….. 90
Tabel 4.4 : Mutasi Aset Tetap Sejak 1 Januari 2006 sampai
dengan 31 Desember 2007 ……….. 94
Tabel 4.5 : Daftar Aset Tetap ………. 96
Tabel 4.6 : Neraca Awal Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya Per 31 Desember 2005 ……… 97
Tabel 4.7 Format Penyajian Aset Tetap di Neraca Per 31
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Mapping Penelitian Terdahulu Tentang Pengelolaan Persediaan dan Aset Tetap serta Impementasi SAP Lampiran 2 : Daftar Pertanyaan Penelitian, Proposisi, dan Kriteria
Untuk Menginterpretasikan Temuan Lampiran 3 : Format Buku Persediaan
Lampiran 4 : Format Laporan Persediaan Lampiran 5 : Format Inventarisasi Persediaan Lampiran 6 : Neraca Per 31 Desember 2005 Lampiran 7 : Neraca Per 31 Desember 2006 Lampiran 8 : Neraca Per 31 Desember 2007
Syafa’atul Lailiyah, 0662020020. EVALUASI PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN TERHADAP AKUNTANSI PERSEDIAAN DAN ASET TETAP STUDI KASUS PADA POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA. Pembimbing utama : Dr. M. Nasih, MT. Ak., dan Pembimbing pendamping : Dra. Ec. Diah Hari Suryaningrum, Msi. Ak.
RINGKASAN
Penelitian ini bertujuan untuk menguji, membuktikan, dan menganalisis penerapan Sistem Akuntansi Instansi dan penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (PP 24 Tahun 2005) di Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, dengan cara membandingkan Sistem Akuntansi Instansi dan Standar Akuntansi Pemerintahan dengan praktek akuntansi persediaan dan aset tetap.
Hasil penelitian terhadap akuntansi persediaan menemukan bahwa persediaan belum dicatat dalam Buku Persediaan, dan belum membuat Laporan Persediaan berdasarkan hasil inventarisasi untuk disajikan di neraca, hal ini disebabkan keterbatasan jumlah dan kemampuan petugas persediaan serta kepala satuan kerja sebagai penanggungjawab Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang tidak memantau dan mengevaluasi hasil kerja petugas persediaan, sehingga pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan persediaan di neraca belum mengacu pada SAP.
Hasil penelitian terhadap akuntansi aset tetap menemukan bahwa pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan aset tetap telah sesuai dengan SAP, sedangkan penyajian aset tetap belum berdasarkan biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutannya, karena Menteri Keuangan belum menetapkan kebijakan akuntansi penyusutan.
Saran dalam penerapan SAI dan SAP atas persediaan dan aset tetap : (1) Memantau dan mengevaluasi hasil kerja petugas pelaksana; (2) Melakukan prosedur verifikasi output pelaporan untuk memastikan
seluruh transaksi sudah diproses sesuai dokumen sumbernya; (3) Mencatat persediaan dan menyusun laporan persediaan setiap
semester berdasarkan hasil inventarisasi.
Syafa’atul Lailiyah, 0662020020. EVALUATING THE IMPLEMENTATION OF GOVERNANCE ACCOUNTING STANDARD OF INVENTORY AND FIXED ASSET CASE STUDY AT POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA. Prime supervisor : Dr. M. Nasih, MT. Ak., and assistant supervisor : Dra. Ec. Diah Hari Suryaningrum, Msi. Ak.
SUMMARY
This research purpose is to examine, prove, and analyze the implementation of Institution Accounting System and the implementation of Governance Accounting Standard (PP 24 Tahun 2005) at Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
This research used the descriptive qualitative approach, by comparing Institution Accounting System and Governance Accounting Standard with the practice of inventory accounting and fixed asset accounting.
The research found that in inventory accounting, the inventory has not been registered in an inventory book, there is no inventory report based on inventorytaking, this is coused by the limitation of clerk and the ability of inventory clerk, also the officer ho is responsible to examine that the result doesn’t evaluate the clerk repot, as a result recognition, measurement, and disclosure of inventory on balance sheet doesn’t base on Governance Accounting Standard.
The result of fixed asset found that recognition, measurement, and disclosure has been revered to Governance Accounting Standard, but the value of fixed asset in balace sheet doesn’t calculate accumulated depreciation, because the Ministry of Finance has not made any policy of accounting depreciation.
Some advises for the implementation of Institution Accounting System and implementation of Governance Accounting Standard for inventory and fixed asset : (1) Controlling and evaluating the result of clerk activity; (2) Doing verification procedure of output report to make sure that all transaction have been processed according to document resourses; (3) Making inventory record and also the inventory report each semester base on inventorytaking.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perwujudan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, serta terselenggaranya good governance adalah dengan mewajibkan pemerintah pusat yaitu presiden untuk penyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR selambat-lambatnya enam bulan setelah tahun anggaran berakhir, seperti yang diatur dalam pasal 30 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara mewajibkan menteri atau pimpinan lembaga untuk menyusun laporan keuangan dan menyampaikan kepada Menteri Keuangan paling lambat dua bulan setelah tahun anggaran berakhir, kemudian Menteri Keuangan akan menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang terdiri dari Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, kemudian menyampaikan kepada Presiden dalam waktu tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Sistem akuntansi keuangan diperlukan untuk menghasilkan informasi kepada pihak luar sesuai dengan standar akuntansi. Sistem tersebut disusun untuk dapat mengidentifikasi, mengukur, dan melaporkan transaksi (kejadian ekonomis). Standar dan sistem akuntansi dibangun sebagai upaya menciptakan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, pasal 32 ayat (1) menyebutkan dengan jelas bahwa bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan arti penting Standar Akuntansi Pemerintahan, dalam menyusun standar akuntansi pemerintahan Presiden telah menetapkan Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2004 tentang Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP), sebagaimana diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2005. KSAP telah berhasil menyusun draf kerangka konseptual dan 11 Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) yang kemudian ditetapkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) yaitu PP Nomor 24 Tahun 2005.
UU Nomor 1 Tahun 2004 pasal 7 memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk :
Ayat 2 (m) : mengajukan rancangan peraturan pemerintah tentang standar akuntansi pemerintahan;
negara.
Untuk melaksanakan ketentuan tersebut telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.06/2005 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, yaitu suatu sistem yang terpadu yang menggabungkan prosedur manual dengan proses elektronis dalam pengumpulan data, pembukuan, serta pelaporan semua transaksi keuangan, aset, kewajiban, dan ekuitas seluruh entitas pemerintah pusat.
Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) terdiri dari dua sistem utama, yaitu Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan, dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga non departemen.
Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2006 yaitu laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN masih mendapat predikat disclaimer opinion, hal tersebut diantaranya karena pelaksanaan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN) di kementerian negara/lembaga secara umum belum sepenuhnya berjalan dengan baik, sehingga penyajian persediaan dan aset tetap dalam LKPP belum menggambarkan nilai yang sebenarnya.
Menurut laporan hasil audit BPK atas persediaan dan aset tetap (LKPP audited tahun 2006) adalah sebagai berikut :
persediaan karena satuan kerja terkait tidak melakukan inventarisasi fisik, sehubungan dengan ketiadaan data tersebut BPK tidak dapat memastikan kewajaran nilai persediaan.
Terdapat lima masalah krusial terhadap pelaksanaan SABMN atas aset tetap yaitu :
1. Belum dilakukan inventarisasi ulang atas seluruh aset kementerian negara/lembaga maupun unit-unit lain yang belum terdaftar;
2. Belum dilakukan revaluasi atas aset tetap secara keseluruhan yang dapat menggambarkan nilai yang wajar;
3. Belum adanya penataan organisasi yang bertanggungjawab atas pengelolaan dan pelaporan aset tetap;
4. Belum adanya perbaikan sistem dan prosedur penatausahaan barang milik negara; dan
5. Tidak dicatatnya aset tetap yang diperoleh dari dana dekonsentrasi keuangan.
SABMN yang berjalan secara efektif serta inventarisasi dan revaluasi yang dilakukan secara menyeluruh akan berpengaruh secara material pada nilai aset tetap.
Masalah yang dihadapi Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya adalah belum sepenuhnya menerapkan SAP (PP 24 Tahun 2005) dan SAI, yaitu :
1. Belum pernah melakukan inventarisasi fisik persediaan. Persediaan yang disajikan di Neraca per 31 Desember 2007 tidak berdasarkan hasil inventarisasi fisik persediaan.
2. Belum dilakukan penyusutan aset tetap per 31 Desember 2007.
3. Sistem Akuntansi Instansi belum dilaksanakan sebagaimana mestinya, yaitu :
• Persediaan belum dibukukan ke dalam Buku Persediaan dalam
bentuk kartu barang.
• Adanya selisih nilai aset tetap menurut Laporan BMN dengan
Neraca per 31 Desember 2007.
Penelitian masalah penerapan SAP pada persediaan dan aset tetap di satuan kerja pemerintah pusat secara khusus belum pernah dilakukan sebelumnya, sedangkan penelitian penerapan SAP pada satuan kerja pemerintah daerah dan penelitian yang berhubungan dengan praktek akuntansi aset tetap umumnya sudah pernah dilakukan yaitu mengenai inventarisasi aset daerah atau pengelolaan aset daerah.
berupa persediaan dan aset tetap, serta penerapan standar akuntansi pemerintahan.
Sedangkan perbedaannya adalah :
1. Obyek dalam penelitian sebelumnya seluruhnya dilakukan pada instansi pemerintah daerah, sedangkan obyek penelitian ini adalah pada Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya yang merupakan unit satuan kerja pemerintah pusat.
2. Sistem akuntansi barang untuk pemerintah daerah ditetapkan oleh masing-masing pemerintah daerah yang bersangkutan, sedangkan sistem akuntansi barang yang diterapkan di pemerintah pusat menggunakan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
3. Penelitian penerapan SAP oleh Sri Jayani (2007) menguji dengan menggunakan tujuh variabel berdasarkan karakteristik pelaksanaan good governance dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Sedangkan penelitian ini menguji bagaimana pengakuan, pengukuran, pengungkapan, dan penyajian persediaan dan aset tetap dalam laporan keuangan dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.
APBN dapat disusun dan disajikan, walaupun demikian penerapan SAP dan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat dalam menghasilkan laporan keuangan pemerintah belum sepenuhnya berjalan dengan baik
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah yang telah diuraikan dalam latarbelakang penelitian, dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (PP 24 Tahun 2005) yang merupakan pedoman perlakuan akuntansi pemerintah yang meliputi : pengakuan, pengukuran, pengungkapan, dan penyajian persediaan dan aset tetap dalam laporan keuangan pada Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya?
2. Bagaimana Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN) yang menyelenggarakan akuntansi BMN dapat menyajikan informasi untuk menyusun laporan keuangan yang diselenggarakan Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) sesuai SAP?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
2) Untuk menguji, membuktikan, dan menganalisis penerapan Sistem Akuntansi Instansi yang terdiri dari SAK dan SABMN dapat menyajikan informasi sesuai SAP.
1.3.2. Manfaat Penelitian
1) Bagi Instansi yang diteliti
Sebagai masukan dan bahan pertimbangan dalam penerapan akuntansi persediaan dan aset tetap dalam laporan keuangan sesuai dengan SAI dan SAP (PP 24 tahun 2005).
2) Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi bagi akademisi, terkait dengan penerapan SAP atas akuntansi persediaan dan aset tetap pada instansi pemerintah pusat.
3) Bagi Penelitian Selanjutnya
(1) Dapat digunakan sebagai studi komparatif antara ilmu yang di peroleh dari bangku kuliah dengan penerapannya.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Agar dalam penelitian ini dapat terarah dan dapat mencapai sasaran maka bahasan dalam penelitian ini hanya memfokuskan pada batasan masalah sebagai berikut :
1) Penelitian ini hanya berlaku pada Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya sebagai satuan kerja pemerintah pusat berdasarkan Laporan Keuangan tahun 2005 sampai dengan tahun 2007.
2) Penelitian ini meneliti tentang penerapan SAP atas akuntansi persediaan dan aset tetap pada Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
1.5. Sistematika Pembahasan
Bab I adalah Pendahuluan, berisi tentang pokok-pokok masalah yang akan diteliti meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab II adalah Telaah Pustaka, berisi tentang riviu penelitian terdahulu dan telaah pustaka yang digunakan sebagai landasan dalam menganalisa masalah dalam penerapan SAP.
Bab III mengenai Metode Penelitian. Bab ini menjelaskan metode penelitian yang digunakan, lokasi penelitian, narasumber, instrumen penelitian, dan teknik pengumpulan data.
2.1. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan
pengelolaan barang dan penerapan standar akuntansi pemerintahan yang
relevan untuk dijadikan bahan referensi bagi penelitian ini.
2.1.1. Firma Sulistiyowati (2001)
Penelitian yang dilakukan oleh Firma Sulistiyowati, dengan judul
Pengelolaan Aset Tetap : Tinjauan Terhadap Aset Tetap Pelimpahan dari
Kantor Departemen ke Pemerintah Kota Yogyakarta Tahun 2001, dengan
adanya pelimpahan aset tetap dari Kantor Departemen (instansi pusat),
hasil penelitian menunjukkan bahwa :
§ Ratio pertambahan aset meningkat;
§ Belum dilakukan penilaian atas aset tetap dari Kantor Departemen oleh tim independen; dan
§ Perlunya mengembangkan sistem informasi pengelolaan aset daerah.
Persamaan dengan penelitian Firma Sulistiyowati (2001) adalah
aset tetap sebagai pokok pembahasan. Perbedaannya adalah, penelitian
Firma Sulistiyowati (2001) mengenai pengelolaan aset tetap pada satuan
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) terhadap aset tetap pada satuan
kerja pemerintah pusat.
2.1.2. Darmanhuri (2002)
Penelitian yang dilakukan oleh Darmanhuri (2002), dengan judul
Sistem dan Prosedur Audit Aktiva Tetap dan Persediaan, studi kasus di
Provinsi Bengkulu. Penelitian dilaksanakan bulan Februari 2002 dengan
subyek penelitian adalah Biro Umum dan Perlengkapan Sekretariat
Daerah Provinsi Bengkulu. Penelitian dengan menggunakan metode
deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menemukan bahwa :
1. Pelaksanaan pencatatan aktiva tetap dan persediaan belum
sepenuhnya sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri dan
Otonomi Daerah Nomor 11 Tahun 2001, tentang Pengelolaan Barang
Daerah.
2. Pencatatan aktiva tetap belum dilaksanakan dengan tertib dan belum
dilakukan inventarisasi barang milik daerah untuk mengetahui kondisi
fisik dan nilai aktiva/barang secara keseluruhan.
3. Aktiva tetap dinilai dengan menggunakan metode harga perolehan dan
nilai taksiran, sedangkan persediaan belum dilakukan penilaian.
Sama dengan penelitian Firma Silistiyowati (2001), aset tetap juga
sebagai pokok pembahasan dalam penelitian Darmanhuri (2002).
Perbedaannya, penelitian Darmanhuri dilakukan pada satuan kerja
pemerintah daerah dan sistem akuntansi barang milik daerah ditetapkan
oleh pemerintah daerah, sedangkan penelitian ini dilakukan pada satuan
kerja pemerintah pusat dan sistem akuntansi barang milik negara
(SABMN) ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
2.1.3. Eko Budi Utomo (2007)
Penelitian yang dilakukan Eko Budi Utomo (2007), dengan judul
Analisis Inventarisasi Aset Daerah di Pemerintah Kabupaten Blora pada
Tahun 2007, dengan subyek penelitian Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah, Bagian Umum dan Perlengkapan, serta Bagian
Keuangan Pemerintah Kabupaten Blora. Penelitian ini menggunakan
pendekatan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menemukan bahwa
terdapat ketidakakuratan hasil inventarisasi, kelemahan personil pengelola
aset, dan adanya aset yang tidak memiliki legalitas yang jelas. Hal ini
disebabkan belum adanya sistem data base dan sistem informasi yang
baik dalam pengelolaan aset daerah.
Persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian Eko
Budi Utomo (2007), sama dengan penelitian Firma Sulistiyowati (2001)
dan Darmanhuri (2002).
2.1.4. Sumiyati (2006)
Penelitian yang dilakukan Sumiyati (2006), dengan judul
(Jurnal Akuntansi Pemerintah Vol. 2, Nomor 1, Mei 2006). Hasil penelitian
menunjukkan pada saat ketentuan PP 24/2005 tentang SAP diberlakukan,
pemerintah daerah masih menyusun dan melaksanakan APBD
berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29/2002, bahkan
masih ada yang menerapkan ketentuan sebelumnya yaitu SK Menteri
Dalam Negeri Nomor 900/009 Tahun 1980 tentang Manual Keuangan
Daerah. Pemerintah daerah perlu menyusun strategi implementasi untuk
penyajian laporan keuangan tahun anggaran 2005 sesuai SAP.
Pelaksanaan transisi telah diatur dalam Buletin Teknis No. 3 Tahun 2006.
Pelaksanaan konversi dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
1) Mengkonversi ketentuan Kepmendagri No. 29/2002 ke dalam
ketentuan SAP yang mencakup jenis laporan, basis akuntansi,
pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan pos-pos laporan
keuangan, struktur APBD, klasifikasi anggaran, aset, kewajiban
ekuitas, arus kas, serta CaLK.
2) Penelusuran pos-pos laporan keuangan dilakukan dengan
membandingkan pos-pos dalam laporan keuangan ke buku
besar/buku pembantu dan dokumen sumber.
3) Penelusuran pos-pos tersebut dituangkan dalam kertas kerja untuk
memudahkan pelacakan asal-usul suatu jumlah yang disajikan dalam
2.1.5. Sri Jayani (2007)
Penelitian yang dilakukan Sri Jayani (2007) yaitu penelitian tentang
implementasi SAP dengan judul Implementasi Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP) di Badan Pengawasan Daerah Kabupaten Sleman
Yogyakarta. Jumlah sampling responden diambil dari populasi pejabat
dan staf Badan Pengawasan Kabupaten Sleman sebanyak 43 responden
dari 64 responden/pertanyaan yang dibagikan. Penelitian Sri Jayani
(2007) menggunakan tujuh variabel penelitian yang diuji berdasarkan
karakteristik pelaksanaan good governance menurut UNDP yaitu :
participation, rule of low, tranparency, responsiveness, efficiency &
effectiveness, accountability dan strategic vision. Teknik analisis validitas
menggunakan metode corrected item total correlation, sedangkan analisis
reliabilitas menggunakan metode cronbach alpha.
Hasil penelitian menyatakan bahwa implementasi Standar Akuntansi
Pemerintahan pada Badan Pengawasan Kabupaten Sleman Yogyakarta
secara keseluruhan telah berhasil dilakukan dan sangat mudah diterapkan
pada Badan Pengawasan Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Implikasi dari
penelitian ini diharapkan SAP dapat terus dijadikan acuan dalam
menyusun laporan keuangan.
Menurut Sri Jayani (2007 : 80) terdapat keterbatasan dalam
penelitiannya, yaitu penelitian standar akuntansi belum ada standar
pengukurannya, oleh karena itu penelitian ini menggunakan variabel
Perbedaannya, dalam penelitian ini tidak ada kelemahan karena
”ketiadaan standar pengukuran”. Standar akuntansi adalah merupakan
pedoman perlakuan akuntansi yang meliputi: pengakuan, pengukuran,
pengungkapan, dan penyajian suatu objek atau pos dalam laporan
keuangan, yang diuji adalah bagaimana pengukuran, pengakuan,
pengungkapan, dan penyajian persediaan dan aset tetap untuk tujuan
pelaporan keuangan, dan apakah telah sesuai dengan pedomannya yaitu
SAP.
Penelitian Sri Jayani (2007) menggunakan pendekatan kuantitatif
dengan pengujian statistik, yang menerapkan metode survei melalui
kuesioner, tidak melakukan wawancara, dan tidak terlibat langsung
dengan kegiatan penerapan SAP di Bawasda Kabupaten Sleman.
Simpulan yang diambil hanya berdasarkan pada data yang dikumpulkan
melalui penggunaan instrumen secara tertulis; sedangkan penelitian ini
menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian Sri Jayani
dilakukan pada satuan kerja pemerintah daerah, sedangkan penelitian ini
dilakukan pada satuan kerja pemerintah pusat.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Sri
Jayani (2007) adalah penerapan SAP pada satuan kerja pemerintah.
Penelitian yang dilakukan ini akan menindaklanjuti hasil penelitian
terdahulu untuk menambah bukti empiris, apakah penerapan Sistem
menyusun neraca telah sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan
(PP Nomor 24 Tahun 2005).
2.2. Telaah Pustaka
2.2.1. Akuntansi Sektor Publik
Istilah sektor publik lebih tertuju pada sektor negara, usaha-usaha
negara, dan organisasi nirlaba negara (Joedono, 2000 dalam Halim 2006:
251). Abdullah (dalam Halim, 2006: 251) menyebutkan bahwa yang
dimaksud dengan sektor publik adalah pemerintah dan unit-unit
organisasinya, yaitu unit-unit yang dikelola pemerintah dan berkaitan
dengan hajat hidup orang banyak atau pelayanan masyarakat, seperti
kesehatan, pendidikan, dan keamanan; lawan dari sektor publik adalah
sektor privat/swasta/bisnis.
Bahasan tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa akuntansi
sektor publik adalah sebuah kegiatan jasa dalam rangka penyediaan
informasi kuantitatif, terutama yang bersifat keuangan dari entitas
pemerintah guna pengambilan keputusan ekonomi yang nalar dari
pihak-pihak yang berkepentingan atas berbagai alternatif arah tindakan.
Pemerintah yang dimaksud dapat mencakup pemerintah pusat, provinsi,
dan kabupaten/kota (Halim, 2006: 252).
2.2.2. Standar dan Sistem Akuntansi
Standar akuntansi adalah konsep, prinsip, metode, teknik, dan
penyusun standar (atau yang berwenang) untuk diberlakukan dalam suatu
lingkungan/negara dan dituangkan dalam bentuk dokumen resmi guna
mencapai tujuan pelaporan keuangan negara tersebut. Standar akuntansi
ditetapkan untuk menjadi pedoman utama dalam memperlakukan
(pendefinisian, pengukuran, pengakuan, penilaian, dan penyajian) suatu
objek, elemen, atau pos pelaporan (Suwardjono, 2005: 122).
Pemerintah pusat dan juga pemerintah daerah wajib menyajikan
laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi, yaitu Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang telah ditetapkan dengan PP Nomor
24 Tahun 2005. Pengguna laporan keuangan termasuk legislatif akan
menggunakan SAP untuk memahami informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan dan eksternal auditor (BPK) akan menggunakannya
sebagai kriteria dalam pelaksanaan audit, dengan demikian standar
akuntansi yaitu SAP menjadi pedoman untuk menyatukan persepsi antara
penyusun, pengguna, dan auditor.
Menurut Indra Bastian (2006: 20), terdapat empat sistem akuntansi
sektor publik, yaitu sistem akuntansi anggaran, sistem akuntansi dana,
sistem akuntansi komitmen, dan sistem akuntansi akrual, yaitu dengan
uraian sebagai berikut:
1. Sistem Akuntansi Anggaran
Sistem akuntansi anggaran adalah sistem akuntansi yang mencatat,
mengklasifikasikan, dan mengikhtisarkan transaksi berdasarkan
2. Sistem Akuntansi Dana
Sistem akuntansi dana adalah metode pelaporan yang mendefinisikan
unit pelaporan sebagai dana dan organisasi sebagai tempat
penampungan (polling) dana. Akuntansi dana pada prinsipnya
mencatat seluruh transaksi keuangan, baik anggaran keuangan
pendapatan dan pengeluaran maupun realisasinya, atau mencatat
seluruh mutasi aktiva, kewajiban, dan ekuitas atau saldo dana.
3. Sistem Akuntansi Komitmen
Sistem akuntansi komitmen adalah sistem akuntansi yang dijadikan
dasar pengambilan keputusan (komitmen) oleh manajemen
organisasi. Sistem akuntansi komitmen dipergunakan untuk
mengendalikan anggaran belanja organisasi.
4. Sistem Akuntansi Akrual
Salah satu usaha untuk menerapkan akuntansi akrual di Indonesia
adalah penerbitan Manual Akuntansi Keuangan Daerah Tahun 2001
(Bastian, 2001). Orientasi basis akrual telah dinyatakan dalam bagian
tujuan manual yaitu sabagai pedoman, fungsi manajemen, penyajian
laporan keuangan, keseimbangan antara transparansi dan
akuntabilitas, sebagai alat pengendalian. Berikutnya untuk
menjelaskan akuntansi akrual tersebut agar dapat diterapkan dengan
baik, perlu disusun suatu rangkaian sisdur akuntansi keuangan
SAP merupakan standar yang harus diikuti dalam penyajian laporan
keuangan instansi pemerintah, maka sistem akuntansi pemerintah harus
dapat menyajikan informasi yang dibutuhkan sesuai SAP. Kewenangan
menetapkan atau mengatur sistem akuntansi tidak berada di Komite
Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) tetapi berada di Menteri
Keuangan untuk pemerintah pusat; dan gubernur, bupati, walikota untuk
masing-masing provinsi, kabupaten, dan kota.
2.2.3. Sistem Pencatatan
Terdapat beberapa macam sistem pencatatan yang dapat
digunakan, yaitu sistem pencatatan single entry, double entry, dan triple
entry (Halim, 2006: 43). Sebelum reformasi akuntansi pemerintahan,
pembukuan hanya menggunakan sistem pencatatan single entry,
sedangkan akuntansi dapat menggunakan ketiga sistem pencatatan
tersebut, dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembukuan
merupakan bagian dari akuntansi. Berikut penjelasan masing-masing
sistem pencatatan :
1. Single Entry
Sistem pencatatan single entry sering disebut juga tata buku tunggal
atau tata buku, dalam sistem ini pencatatan transaksi ekonomi
dilakukan dengan mencatat satu kali. Transaksi yang berakibat
bertambahnya kas akan dicatat pada sisi penerimaan, dan transaksi
2. Double Entry
Sistem pencatatan double entry sering disebut juga dengan sistem
tata buku berpasangan. Menurut sistem ini, pada dasarnya suatu
transaksi ekonomi akan dicatat dua kali. Pencatatan dengan sistem
ini disebut dengan istilah menjurnal.
Transaksi yang berakibat bertambahnya aktiva akan dicatat pada sisi
debit, sedangkan yang berakibat berkurangnya aktiva dicatat pada sisi
kredit, hal yang sama dilakukan untuk mencatat belanja. Sebaliknya
untuk utang, ekuitas dana, dan pendapatan; apabila suatu transaksi
mengakibatkan bertambahnya utang maka pencatatan dilakukan pada
sisi kredit, sedangkan jika mengakibatkan berkurangnya utang maka
pencatatan dilakukan pada sisi debit, hal serupa untuk ekuitas dana
dan pendapatan.
3. Triple Entry
Sistem pencatatan triple entry adalah pelaksanaan pencatatan
dengan menggunakan sistem pencatatan double entry ditambah
dengan pencatatan pada buku anggaran.
2.2.4. Standar Akuntansi Pemerintahan (PP Nomor 24 Tahun 2005) 2.2.4.1. Gambaran Umum Standar Akuntansi Pemerintahan
Dalam rangka melaksanakan ketentuan pasal 32 Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, maka ditetapkan
Pemerintahan. Standar Akuntansi Pemerintahan, selanjutnya disebut
SAP, adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun
dan menyajikan laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah.
SAP diperlukan dalam rangka penyusunan laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD berupa laporan keuangan
yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas,
dan Catatan atas Laporan Keuangan.
Laporan Arus Kas hanya disajikan oleh unit yang mempunyai fungsi
perbendaharaan. Unit organisasi yang mempunyai fungsi perbendaharaan
adalah unit yang ditetapkan sebagai bendaharawan umum negara/daerah
dan/atau kuasa bendaharawan umum negara/daerah. Penyusunan
Laporan Arus Kas di instansi pemerintah pusat dilaksanakan oleh
Departemen Keuangan sebagai bendaharawan umum negara.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, pasal 55 ayat (4) disebutkan bahwa pengelolaan APBN
diselenggarakan sesuai dengan SAP, dalam menyusun SAP tersebut
Presiden telah menetapkan Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2004
tentang Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP), sebagaimana
diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2005.
Keanggotaan KSAP terdiri dari sembilan orang yang seluruhnya
adalah orang-orang yang bekerja dalam Komite Standar Akuntansi
Pemerintah Pusat dan Daerah (KSAPD) yang ditetapkan dengan
KSAPD yaitu satu Kerangka Konseptual dan sebelas Pernyataan Standar
Akuntansi Pemerintahan (PSAP), setelah melalui pembahasan dan
berbagai penyempurnaan diterima oleh KSAP untuk ditetapkan menjadi
Peraturan Pemerintah (PP), yaitu PP Nomor 24 Tahun 2005.
SAP yang ditetapkan dengan PP Nomor 24 Tahun 2005 terdiri dari
Kerangka Konseptual (KK) dan sebelas Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan (PSAP), yaitu:
PSAP 01 : Penyajian Laporan Keuangan
PSAP 02 : Laporan Realisasi Anggaran
PSAP 03 : Laporan Arus Kas
PSAP 04 : Catatan atas Laporan Keuangan
PSAP 05 : Akuntansi Persediaan
PSAP 06 : Akuntansi Investasi
PSAP 07 : Akuntansi Aset Tetap
PSAP 08 : Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan
PSAP 09 : Akuntansi Kewajiban
PSAP 10 : Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, dan
Peristiwa Luar Biasa
2.2.4.2. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 05 Tentang Akuntansi Persediaan
Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur perlakuan
akuntansi untuk persediaan dan informasi lainnya yang dianggap perlu
disajikan dalam laporan keuangan. Standar ini mengatur perlakuan
akuntansi persediaan pemerintah pusat dan daerah yang meliputi: definisi,
pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan.
1. Persediaan
Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau
perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional
pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau
diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
Persediaan dapat meliputi:
1) Barang konsumsi;
2) Amunisi;
3) Bahan untuk pemeliharaan;
4) Suku cadang;
5) Persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga;
6) Pita cukai dan leges;
7) Bahan baku;
8) Barang dalam proses/setengah jadi;
10) Hewan dan tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada
masyarakat.
2. Pengakuan Persediaan
Persediaan diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan
diperoleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur
dengan andal. Persediaan diakui pada saat diterima atau hak
kepemilikannya dan/atau kepenguasaannya berpindah.
Pada akhir periode akuntansi, persediaan dicatat berdasarkan hasil
inventarisasi fisik. Persediaan bahan baku dan perlengkapan yang dimiliki
proyek swakelola dan dibebankan ke suatu perkiraan aset untuk
konstruksi dalam pengerjaan tidak dimasukkan sebagai persediaan.
3. Pengukuran Persediaan Persediaan dinilai sebesar :
1) Biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian;
2) Biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri;
3) Nilai wajar apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti
donasi/rampasan;
Biaya perolehan persediaan meliputi harga pembelian, biaya
pengangkutan, biaya penanganan, dan biaya lainnya yang secara
langsung dapat dibebankan pada perolehan persediaan. Potongan harga,
Nilai pembelian yang digunakan adalah biaya perolehan persediaan
yang terakhir diperoleh. Barang persediaan yang memiliki nilai nominal
yang dimaksudkan untuk dijual, seperti pita cukai, dinilai dengan biaya
perolehan terakhir.
4. Pengungkapan Persediaan
Laporan keuangan mengungkapkan:
1) Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan;
2) Penjelasan lebih tanjut persediaan seperti barang atau perlengkapan
yang digunakan dalam pelayanan masyarakat, barang atau
perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi, barang yang
disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, dan
barang yang masih dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk
dijual atau diserahkan kepada masyarakat;
3) Kondisi persediaan.
2.2.4.3. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 07 tentang Akuntansi Aset Tetap
Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan
akuntansi untuk aset tetap yang meliputi : pengakuan, pengukuran,
pengungkapan, dan penyajian.
1. Aset Tetap
Aset tetap menurut SAP adalah aset berwujud yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam
2. Klasifikasi Aset Tetap
Aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat atau
fungsinya dalam aktivitas operasi entitas. Berikut adalah klasifikasi aset
tetap menurut SAP:
1) Tanah;
2) Peralatan dan Mesin;
3) Gedung dan Bangunan;
4) Jalan, Irigasi, dan Jaringan;
5) Aset Tetap Lainnya; dan
6) Konstruksi dalam Pengerjaan.
3. Pengakuan Aset Tetap
Untuk dapat diakui sebagai aset tetap, suatu aset harus berwujud
dan memenuhi kriteria:
1) Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;
2) Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal;
3) Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan
4) Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan.
Penentuan apakah suatu pos mempunyai manfaat lebih dari 12
(dua belas) bulan, suatu entitas harus menilai manfaat ekonomik masa
depan yang dapat diberikan oleh pos tersebut, baik langsung maupun
dapat berupa aliran pendapatan atau penghematan belanja bagi
pemerintah.
Saat pengakuan aset akan lebih dapat diandalkan apabila terdapat
bukti bahwa telah terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau
penguasaan secara hukum, misalnya sertifikat tanah dan bukti
kepemilikan kendaraan bermotor, apabila perolehan aset tetap belum
didukung dengan bukti secara hukum dikarenakan masih adanya suatu
proses administrasi yang diharuskan, seperti pembelian tanah yang masih
harus diselesaikan proses jual beli (akta) dan sertifikat kepemilikannya di
instansi berwenang, maka aset tetap tersebut harus diakui pada saat
terdapat bukti bahwa penguasaan atas aset tetap tersebut telah
berpindah, misalnya telah terjadi pembayaran dan penguasaan atas
sertifikat tanah atas nama pemilik sebelumnya.
4. Pengukuran Aset Tetap
Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan, apabila penilaian aset
tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan, maka
nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan.
Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola
meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak
langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan,
tenaga listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi
5. Pengungkapan
Laporan keuangan harus mengungkapkan untuk masing-masing
jenis aset tetap sebagai berikut:
1) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat
(carrying amount);
2) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang
menunjukkan : penambahan, pelepasan, akumulasi penyusutan, dan
perubahan nilai jika ada, serta mutasi aset tetap lainnya;
3) Informasi penyusutan.
Laporan keuangan juga harus mengungkapkan:
1) Eksistensi dan batasan hak milik atas aset tetap;
2) Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan aset
tetap;
3) Jumlah pengeluaran pada pos aset tetap dalam konstruksi; dan
4) Jumlah komitmen untuk akuisisi aset tetap.
Penentuan nilai kapitalisasi dalam akuntansi BMN mengacu pada
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 01/KM.12/2001
tanggal 18 Mei 2001 tentang Pedoman Kapitalisasi Barang
Milik/Kekayaan Negara Dalam Sistem Akuntansi Pemerintah.
6. Penyajian Aset Tetap
Aset tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan aset tetap
memungkinkan penilaian kembali, maka aset tetap akan disajikan dengan
penyesuaian pada masing-masing akun Aset Tetap dan akun
Diinvestasikan dalam Aset Tetap (PSAP Nomor 07, tentang Akuntansi
Aset Tetap).
7. Penilaian Awal Aset Tetap
Barang berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai
suatu aset dan dikelompokkan sebagai aset tetap pada awalnya harus
diukur berdasarkan biaya perolehan; bila aset tetap diperoleh dengan
tanpa nilai, biaya aset tersebut adalah sebesar nilai wajar pada saat aset
tersebut diperoleh (PSAP Nomor 07, tentang Akuntansi Aset Tetap)
Hadiah atau hibah adalah barang atau jasa yang mempunyai
manfaat ekonomik yang besar yang diperoleh perusahaan dengan kos
yang tidak sebanding dengan nilai ekonomik barang tersebut. Contohnya
adalah aset yang diperoleh melalui sumbangan atau hibah adalah aset
yang diperoleh tanpa kos, oleh karena itu pengakuan kos yang wajar
diperlukan untuk menentukan secara tepat kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba (earning power) yang biasanya ditunjukkan oleh
tingkat kembalian investasi (rate of return on investment) (Suwardjono,
2005 : 271).
8. Penyusutan Aset Tetap
Penyusutan atau depresiasi adalah bagian dari kos aset yang telah
diperhitungkan dan diakui sebagai biaya karena jasa yang diberikan oleh
aset tetap tidak terjadi sekaligus pada saat pemerolehan atau
pemberhentian aset (Suwardjono, 2005: 237).
Masa manfaat aset tetap yang dapat disusutkan harus ditinjau
secara periodik dan jika terdapat perbedaan besar dari estimasi
sebelumnya, penyusutan periode sekarang, dan yang akan datang harus
dilakukan penyesuaian.
Metode penyusutan yang dapat dipergunakan antara lain:
1) Metode garis lurus (straight line method);
2) Metode saldo menurun ganda (double declining balance method);
3) Metode unit produksi (unit of production method).
2.2.4.4. Basis Akuntansi
Secara konseptual hanya dikenal dua basis akuntansi, yaitu basis
kas dan basis akrual, basis diantara keduanya hanya merupakan langkah
transisi dari basis kas menuju basis akrual (Halim, 2007: 48).
Apabila kita bergerak dari basis kas ke basis akrual maka akan
semakian banyak tujuan laporan keuangan yang dapat dipenuhi, dengan
menggunakan basis akrual, informasi yang dapat diperoleh dari basis lain
akan dapat disediakan.
Basis kas merupakan basis akuntansi yang paling sederhana,
menurut basis ini transaksi diakui/dicatat apabila menimbulkan perubahan
atau berakibat pada kas yaitu menaikkan atau menurunkan kas. Suatu
tersebut tidak akan dicatat, padahal suatu transaksi tidak selalu
berpengaruh pada kas.
SAP menghendaki adanya laporan keuangan berupa laporan
realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan
keuangan. Tidak mungkin suatu entitas menghasilkan laporan keuangan
tersebut dengan hanya mengandalkan dasar kas, karena basis kas hanya
menghasilkan informasi mengenai kas dan tidak mencakup informasi
mengenai kekayaan entitas selain kas.
Basis akrual mampu menghasilkan informasi guna penyusunan
laporan keuangan di atas. Basis akrual dapat memenuhi tujuan pelaporan
yang tidak dapat dipenuhi oleh basis kas. Mengingat basis kas sudah
digunakan selama bertahun-tahun, maka penerapan basis akrual secara
langsung adalah kurang realistis, berikut adalah keempat basis akuntansi
yang merupakan langkah transisi dari basis kas menuju basis akrual
(Halim, 2007: 49), yaitu:
1. Basis Kas
Basis kas menetapkan pengakuan/pencatatan transaksi ekonomi
hanya dilakukan apabila transaksi tersebut menimbulkan perubahan pada
kas, apabila suatu transaksi belum menimbulkan perubahan kas, maka
transaksi tersebut tidak dicatat.
2. Basis Akrual
Basis akrual adalah dasar akuntansi yang mengakui transaksi dan
bukan hanya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar), oleh
karena itu transaksi-transaksi dan peristiwa-peristiwa dicatat dalam
catatan akuntansi dan diakui dalam laporan keuangan pada periode
terjadinya.
3. Basis Kas Modifikasian
Transaksi penerimaan dan pengeluaran kas dicatat pada saat uang
diterima atau dibayar (basis kas), pada akhir periode dilakukan
penyesuaian untuk mengakui transaksi dan kejadian dalam periode
berjalan meskipun penerimaan atau pengeluaran kas dari transaksi dan
kejadian dimaksud belum terealisasi (basis akrual).
4. Basis Akrual Modifikasian
Basis akrual modifikasian mencatat transaksi dengan menggunakan
basis kas untuk transaksi tertentu, dan menggunakan basis akrual untuk
sebagian besar transaksi. Pembatasan penggunaan dasar akrual
dilandasi oleh pertimbangan kepraktisan.
Lampiran I Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005, tentang
Pengantar Standar Akuntansi Pemerintahan disebutkan bahwa strategi
pengembangan SAP dilakukan melalui proses transisi dari basis kas
menuju akrual yang disebut cash towards accrual; dengan basis ini
pendapatan, belanja, dan pembiayaan dicatat berdasarkan basis kas;
sedangkan aset, utang, dan ekuitas dana dicatat berdasarkan basis
2.2.4.5. Penyusunan Neraca Awal Pemerintah
Penyusunan neraca awal sangat penting bagi pemerintah dalam
menentukan nilai aset yang dikuasainya. Neraca awal merupakan titik
tolak dan akan menjadi dasar untuk pencatatan transaksi akuntansi pada
periode berikutnya, dengan adanya neraca awal maka pencatatan
transaksi pada periode-periode berikutnya dalam rangka penyusunan
laporan keuangan akan lebih mudah, oleh karena itu KSAP telah
menyusun pedoman dalam bentuk Buletin Teknis Penyusunan Neraca
Awal, yaitu Buletin Teknis SAP Nomor : 01 tentang Penyusunan Neraca
Awal Pemerintah Pusat.
Buletin Teknis Penyusunan Neraca Awal dimaksudkan
memberikan arahan dan pedoman untuk mengatasi masalah yang
mungkin timbul dalam menyusun neraca awal, serta bertujuan membantu
entitas pelaporan dalam menyusun neraca awal yang sesuai dengan SAP.
Biasanya pemerintah tidak mempunyai data yang memadai untuk
menentukan nilai aset tetap yang dikuasainya pada saat penyusunan
neraca awal, maka diperlukan taksiran nilai yang wajar seluruh aset tetap
dengan mempertimbangkan kondisi fisik dan keadaan pasar pada waktu
itu.
Nilai wajar (fair value) adalah jumlah rupiah yang disepakati untuk
suatu obyek dalam suatu transaksi antara pihak-pihak yang berkehendak
bebas tanpa tekanan atau keterpaksaan. Nilai wajar suatu aset (atau
(terjadi/disepakati) atau dijual (atau dilunasi) dalam suatu transaksi antara
pihak berkehendak, bukan dari penjualan paksaan atau likuidasi
(Suwardjono, 2005: 199).
Berikut adalah nilai persediaan dan nilai wajar aset tetap yang
dicantumkan dalam neraca awal menurut Buletin Teknis SAP Nomor 01,
tentang Penyusunan Neraca Awal Pemerintah Pusat, yaitu:
1. Persediaan
Nilai persediaan yang dicantumkan dalam neraca awal adalah
sebesar hasil inventarisasi fisik berdasarkan harga pembelian terakhir.
2. Tanah
Tanah yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah tanah yang
dimiliki atau diperoleh dengan maksud untuk digunakan dalam kegiatan
operasional pemerintah dan dalam kondisi siap digunakan, yang dapat
dikelompokkan di neraca meliputi tanah persil dan nonpersil.
Nilai tanah yang dicantumkan dalam neraca awal adalah nilai wajar
pada tanggal neraca awal, yaitu harga perolehan jika tanah tersebut dibeli
setahun atau kurang dari tanggal neraca awal.
Tanah yang diperoleh lebih dari satu tahun sebelum tanggal neraca
awal, maka nilai wajar tanah ditentukan dengan menggunakan rata-rata
harga jual beli tanah antar pihak-pihak independen di sekitar tanggal
neraca atau yang dapat mewakili harga pasar, untuk jenis tanah yang
beli tanah pada sekitar tanggal neraca, sebuah transaksi antar pihak
independen dapat mewakili harga pasar, apabila tidak terdapat nilai pasar,
entitas dapat menggunakan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) terakhir atau
dapat digunakan nilai appraisal dari perusahaan jasa penilai resmi atau
tim penilai yang kompeten.
3. Peralatan dan Mesin
Peralatan dan mesin mencakup antara lain: alat berat; alat
angkutan; alat bengkel dan alat ukur; alat pertanian; alat kantor dan rumah
tangga; alat studio, komunikasi, dan pemancar; alat kedokteran dan
kesehatan; alat laboratorium; alat persenjataan; komputer; alat pemboran;
alat produksi dan pengolahan; alat bantu eksplorasi; alat keselamatan
kerja; alat peraga; dan unit peralatan proses produksi yang masa
manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi siap
digunakan.
Nilai wajar untuk peralatan dan mesin yang dicantumkan dalam
neraca awal adalah biaya perolehan jika peralatan dan mesin tersebut
dibeli setahun atau kurang dari tanggal neraca awal atau
membandingkannya dengan harga pasar peralatan dan mesin sejenis dan
dalam kondisi yang sama, apabila harga pasar tidak tersedia maka
digunakan nilai appraisal atau tim penilai yang kompeten dengan
memperhitungkan faktor penyusutan, jika terlalu mahal biayanya dan
oleh instansi pemerintah yang berwenang dengan memakai perhitungan
teknis.
4. Gedung dan Bangunan
Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan
yang dibeli atau dibangun dengan maksud untuk digunakan dalam
kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap digunakan. Aset
tetap yang dapat dikelompokkan sebagai gedung dan bangunan meliputi:
bangunan gedung; monumen; bangunan menara; rambu-rambu; dan tugu
titik kontrol.
Nilai wajar gedung dan bangunan yang dicantumkan dalam neraca
awal adalah harga perolehan jika gedung dan bangunan tersebut dibeli
atau dibangun setahun atau kurang dari tanggal neraca awal. Gedung dan
bangunan yang diperoleh lebih dari satu tahun sebelum tanggal neraca
awal, nilai wajar gedung dan bangunan ditentukan dengan menggunakan
Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) terakhir, jika terdapat alasan untuk tidak
menggunakan NJOP dapat digunakan nilai dari perusahaan jasa penilai
resmi atau membentuk tim penilai yang kompeten (appraisal).
5. Jalan, Irigasi, dan Jaringan
Jalan, Irigasi, dan Jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan
yang dibangun oleh pemerintah serta dikuasai oleh pemerintah dan dalam
jalan, irigasi, dan jaringan di neraca meliputi: jalan dan jembatan;
bangunan air; instalasi; dan jaringan.
Nilai wajar jalan, irigasi, dan jaringan yang dicantumkan dalam
neraca awal ditentukan oleh perusahaan jasa penilai resmi atau tim penilai
yang kompeten dengan menggunakan standar biaya atau perhitungan
teknis (yang antara lain memperhitungkan fungsi dan kondisi aset) dari
instansi pemerintah yang berwenang yang diterbitkan setahun atau
kurang dari tanggal neraca.
6. Aset Tetap Lainnya
Aset Tetap Lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat
dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap di atas, yang diperoleh dan
dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi
siap digunakan. Aset tetap yang dapat dikelompokkan sebagai aset tetap
lainnya di neraca meliputi: koleksi perpustakaan/buku; barang bercorak
seni/budaya/olah raga; hewan; ikan; dan tanaman.
Nilai aset tetap lainnya untuk keperluan penyusunan neraca awal
menggunakan nilai wajar jika aset tersebut dibeli pada tanggal neraca.
7. Konstruksi Dalam Pengerjaan
Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang
dalam proses pembangunan yang pada tanggal neraca belum selesai
Konstruksi dalam pengerjaan dicatat senilai seluruh biaya yang
diakumulasikan sampai dengan tanggal neraca dari aset tetap yang
belum selesai dibangun. Untuk keperluan neraca awal, dokumen sumber
untuk mencantumkan nilai konstruksi dalam pengerjaan ini adalah
akumulasi seluruh nilai SPM yang telah dikeluarkan untuk aset tetap yang
bersangkutan sampai dengan tanggal neraca.
Konstruksi dalam pengerjaan ini apabila telah selesai dibangun dan
sudah diserahterimakan akan direklasifikasi menjadi aset tetap.
2.2.4.6. Jurnal Mencatat Saldo Awal
Jurnal untuk mencatat saldo awal persediaan adalah sebagai berikut:
Kode Akun Uraian Debet Kredit
XXXX Persediaan XXX
XXXX Cadangan Persediaan XXX
Sumber : PSAP Nomor 07, tentang Akuntansi Aset Tetap
Jurnal untuk mencatat saldo awal aset tetap dalam penyusunan
neraca awal adalah sebagai berikut:
Kode Akun Uraian Debet Kredit
XXXX Tanah XXX
XXXX Peralatan dan Mesin XXX
XXXX Gedung dan Bangunan XXX
XXXX Jalan, Irigasi, dan Jaringan XXX
XXXX Aset Tetap Lainnya XXX
XXXX Konstruksi Dalam Pengerjaan XXX
XXXX Diinvestasikan Dalam Aset Tetap XXXX
2.2.5. Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
UU Nomor 1Tahun 2004 pasal 7 ayat (2.o) memberikan
kewenangan kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara
untuk menetapkan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan negara.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP) pasal 6 ayat (2) menyebutkan bahwa
sistem akuntansi pemerintahan pada tingkat pemerintah pusat diatur
dengan Peraturan Menteri Keuangan. Untuk itu pemerintah telah
mengembangkan suatu sistem akuntansi pemerintahan dengan
dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan RI No. 59/PMK.06/2005,
tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat,
yaitu sistem yang terpadu yang menggabungkan prosedur manual dengan
proses elektronis mulai dari pengumpulan data, pembukuan, dan
pelaporan semua transaksi keuangan, aset, utang dan ekuitas seluruh
entitas pemerintah pusat.
Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) terdiri dari dua sistem
utama, yaitu Sistem Akuntansi Pusat yang diselenggarakan Direktorat
Jenderal Perbendaharaan yang bernaung pada Departemen Keuangan,
dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang diselenggarakan oleh
Berikut adalah kerangka Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat :
Gambar 2.1 : Kerangka Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP)
Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) adalah sistem yang
diselenggarakan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum
Negara cq. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, yang terdiri dari dua
subsistem yaitu:
1. Sistem Akuntansi Kas Umum Negara (SAKUN) yang mengahasilkan
Laporan Arus Kas dan Neraca KUN; dan
2. Sistem Akuntansi Umum (SAU) yang menghasilkan Laporan Realisasi
Anggaran dan Neraca.
2.2.5.1. Sistem Akuntansi Instansi (SAI)
Sistem Akuntansi Instansi (SAI) menurut Peraturan Menteri
Keuangan RI No. 59/PMK.06/2005 pasal 1.26, adalah serangkaian
data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi
keuangan dan operasi keuangan pada kementerian negara/lembaga.
Sistem Akuntansi Instansi (SAI) diselenggarakan oleh kementerian
negara/lembaga, terdiri dari dua subsistem yaitu Sistem Akuntansi
Keuangan (SAK) dan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN).
SAK digunakan untuk pertanggungjawaban penggunaan anggaran,
sedangkan SABMN digunakan untuk pertanggungjawaban
penatausahaan barang milik negara. Kementerian negara/lembaga
melakukan pemrosesan data untuk menghasilkan laporan keuangan
berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan
Keuangan.
Berikut adalah kerangka Sistem Akuntansi Instansi (SAI):
Gambar 2.2 : Kerangka Sistem Akuntansi Instansi (SAI)
Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dilaksanakan oleh unit
akuntansi keuangan, sedangkan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara
(SABMN) dilaksanakan oleh unit akuntansi barang. SABMN akan
memberikan data berupa arsip data komputer (ADK) kepada Sistem
Akuntansi Keuangan untuk penyusunan neraca.
Kementerian negara/lembaga dalam melaksanakan SAI
membentuk unit akuntansi instansi sesuai dengan hirarki organisasi. Unit
akuntansi instansi terdiri dari Unit Akuntansi Keuangan dan Unit Akuntansi
Barang.
Unit Akuntansi Keuangan, terdiri dari :
1. Unit Akuntansi Pengguna Anggaran (UAPA) yang berada pada
tingkat kementerian negara/lembaga;
2. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Eselon 1
(UAPPA-E1) yang berada pada tingkat Eselon 1;
3. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah (UAPPA-W)
yang berada pada tingkat wilayah/provinsi; dan
4. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA) yang berada
pada tingkat satuan kerja.
Unit Akuntansi Barang, terdiri dari :
1. Unit Akuntansi Pengguna Barang (UAPB) yang berada pada tingkat
kementerian negara/lembaga;
2. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Eselon 1 (UAPPB-E1)
yang berada pada tingkat eselon 1;
3. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Wilayah (UAPPB-W)
yang berada pada tingkat wilayah/provinsi; dan
4. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang (UAKPB) yang berada pada
Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya adalah Unit Akuntansi
Kuasa Pengguna Anggaran dan Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang
yang berada pada tingkat satuan kerja yang selanjutnya disebut UAKPA
dan UAKPB.
2.2.5.2. Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN)
Barang Milik Negara (BMN) menurut UU Nomor 1 Tahun 2004
adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau
berasal dari perolehan lainnya yang sah.
BMN meliputi semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau berasal dari
perolehan lainnya yang sah, antara lain berupa transfer masuk, hibah,
pembatalan penghapusan, dan rampasan/sitaan. BMN terdiri dari aset
tetap dan persediaan. Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan
pemerintahan atau dimanfaatkan masyarakat umum. Sedangkan
persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan
untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang yang
dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan
kepada masyarakat, misalnya barang habis pakai alat tulis kantor, suku
cadang, barang untuk pemeliharaan dan sebagainya.
Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN) menurut
Peraturan Menteri Keuangan RI No. 59/PMK.06/2005 pasal 1.27 adalah
berhubungan untuk mengolah dokumen sumber dalam rangka
menghasilkan informasi untuk penyusunan neraca dan laporan BMN serta
laporan manajerial lainnya sesuai ketentuan yang berlaku.
Satuan kerja selaku pengguna barang wajib menyelenggarakan
akuntansi Barang Milik Negara (BMN) yang berada dalam
tanggungjawabnya. Penyelenggaraan akuntansi ini dimaksudkan untuk
memenuhi kebutuhan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan
pengelolaan BMN pada satuan kementerian/lembaga.
Transaksi aset tetap dalam Sistem Akuntansi Barang Milik Negara
(SABMN) diproses melalui aplikasi Sistem Akuntansi Kuasa Pengguna
Barang (SAKPB) untuk menghasilkan data transaksi BMN. SABMN akan
memberikan data transaksi BMN dalam bentuk arsip data komputer (ADK)
setiap bulan kepada Sistem Akuntansi Keuangan, kemudian diproses
melalui aplikasi Sistem Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (SAKPA)
untuk penyusunan neraca.
Secara manual unit akuntansi BMN menyusun catatan ringkas
Barang Milik Negara. Catatan ringkas BMN disampaikan ke unit akuntansi
keungan sebagai bahan penyusunan Catatan atas Laporan Keuangan.
Akuntansi persediaan dilaksanakan oleh UAKPB berdasarkan
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-40/PB/2006,
tentang Pedoman Akuntansi Persediaan. Persediaan dicatat dalam Buku
Persediaan (dalam bentuk kartu) untuk setiap jenis barang. Berdasarkan
Persediaan. Laporan persediaan disusun menurut subkelompok barang
yang dapat diklasifikasikan sesuai SK Menkeu Nomor 18/KMK.018/1999,
dan dilaporkan setiap semester. Laporan persediaan dibuat berdasarkan
pada saldo pada akhir periode pelaporan sesuai hasil inventarisasi fisik.
Selanjutnya buku persediaan disesuaikan dengan hasil inventarisasi
tersebut.
UAKPA yang belum menggunakan aplikasi persediaan, pada setiap
akhir semester harus membuat jurnal aset untuk mencatat nilai persediaan
berdasarkan laporan persediaan yang diterima dari UAKPB berdasarkan
harga pembelian terakhir. Jurnal tersebut direkam melalui aplikasi SAKPA
untuk menyusun laporan keuangan berupa neraca.
Keluaran SABMN menurut Peraturan Menteri Keuangan RI No.
59/PMK.06/2005, tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Pemerintah Pusat pada tingkat Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang
(satuan kerja) adalah sebagai berikut:
1. Kartu Inventaris Barang (KIB)
2. Daftar Inventaris Ruangan (DIR)
3. Daftar Inventaris Lainnya (DIL)
4. Buku Persediaan
5. Buku Inventaris Intrakomptabel
6. Buku Inventaris Ekstrakomptabel
7. Buku Barang Bersejarah
9. Laporan Barang Milik Negara Tahunan
10. Laporan Kondisi Barang (LKB)
11. Administrasi Data Komputer (ADK)
2.2.5.3. Sistem Akuntansi Keuangan
Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor : 59/PMK.06/2005 Pasal 9,
menyebutkan bahwa setiap Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran
(UAKPA) wajib memproses dokumen sumber untuk menghasilkan laporan
keuangan berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas
Laporan Keuangan satuan kerja.
Sistem Akuntansi Keuangan (pada UAKPA) menerima data
transaksi BMN dalam bentuk arsip data komputer (ADK) setiap bulan dan
Catatan Ringkasan BMN dari SABMN, kemudian diproses melalui aplikasi
Sistem Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (SAKPA) untuk menyusun
neraca dan menyusun catatan atas laporan keuangan secara manual.
2.3 Alur Pikir Penelitian
UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,
mewajibkan menteri atau pimpinan lembaga untuk menyusun laporan
keuangan dan menyampaikan kepada Menteri Keuangan paling lambat
dua bulan setelah tahun anggaran berakhir, kemudian Menteri Keuangan
akan menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang tardiri