• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS. Oleh VERONIKA SEMBIRING /IKM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS. Oleh VERONIKA SEMBIRING /IKM"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

1 TESIS

Oleh

VERONIKA SEMBIRING 127032113/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2014

(2)

PENGARUH LINGKUNGAN SOSIAL DAN KOMUNIKASI KELUARGA TERHADAP PERILAKU SEKSUAL REMAJA SISWA SMU NEGERI 1

BANDAR BARU KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG

TAHUN 2014

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

VERONIKA SEMBIRING 127032113/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2014

(3)

Judul Tesis : PENGARUH LINGKUNGAN SOSIAL DAN

KOMUNIKASI KELUARGA TERHADAP

PERILAKU SEKSUAL REMAJA SISWA SMU NEGERI 1 BANDAR BARU KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2014

Nama Mahasiswa : Veronika Sembiring Nomor Induk Mahasiswa : 127032113

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D Ketua

) (Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Tanggal Lulus : 25 Agustus 2014

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 25 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D Anggota : 1. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes

2. Dra. Syarifah, M.S 3. Drs. Eddy Syahrial, M.S

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH LINGKUNGAN SOSIAL DAN KOMUNIKASI KELUARGA TERHADAP PERILAKU SEKSUAL REMAJA SISWA SMU NEGERI 1

BANDAR BARU KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG

TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2014

Veronika Sembiring 127032113/IKM

(6)

ABSTRAK

Desa Bandar Baru merupakan salah satu wilayah pemukiman masyarakat yang di dalam terdapat bisnis prostitusi. Lingkungan tempat bisnis prostitusi adalah salah satu faktor yang memperkuat terjadi penyimpangan perilaku seksualitas terutama pada kalangan remaja. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh lingkungan sosial dan komunikasi dalam keluarga terhadap perilaku seksual remaja di SMU Negeri 1 Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang tahun 2014.

Jenis penelitian survei analitik dengan menggunakan pendekatan desain cross sectional. Populasi adalah seluruh siswa/siswi SMU Negeri 1 Bandar Baru kelas X- XI yang berjumlah 224 siswa, dan dijadikan sampel sebanyak 69 orang. Teknik pengumpulan data melalui angket yang diisi oleh responden, yang meliputi data karakteristik, pengetahuan, sikap, lingkungan sosial, komunikasi keluarga, dan perilaku seksual remaja. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Uji Regresi Linier Berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan tentang perilaku seksual tidak berpengaruh terhadap perilaku seksual remaja. Remaja yang tahu maupun yang tidak tahu tentang perilaku seksual tidak berpengaruh terhadap sikap mereka dalam melakukan perilaku seksual yang tidak baik. Semakin baik sikap, lingkungan sosial, dan komunikasi keluarga maka perilaku seksual remaja juga semakin membaik.

Secara statistik diperoleh bahwa sikap (p-value 0.001), lingkungan sosial (p-value 0.001), dan komunikasi keluarga (p-value 0.001) berpengaruh signifikan terhadap perilaku seksual remaja. Faktor yang paling dominan memengaruhi perilaku seksual remaja adalah lingkungan sosial (koefisien regresi (nilai B) 0.507), dimana remaja yang tinggal di lingkungan sosial yang buruk memiliki perilaku seksual yang buruk pula.

Disarankan bagi orang tua remaja agar meningkatkan interaksi atau komunikasi antara anak dan orangtua dalam memberikan pengetahuan tentang perilaku seksual, sehingga remaja tidak salah dalam mendapatkan informasi yang mana dapat mempengaruhi perilaku seksual mereka.

Kata Kunci: Pengetahuan, Sikap, Lingkungan Sosial, Komunikasi Keluarga, Perilaku Seksual Remaja

i

(7)

ABSTRACT

Bandar Baru village is one of the residences in which there is a prostitution business. The environment of the prostitution business is one of the factors which cause the digression of sexual behavior, particularly in teenagers. The objective of the reseach was to find out the influence of social environment and communication among family members on teenagers’ sexual behavior at SMU Negeri 1 Bandar Baru, Sibolangit Subdistrict, Deli Serdang District, in 2014.

The research was an analytic survey, using cross sectional design. The population was 224 tenth and eleventh grade students of SMU Negeri 1 Bandar Baru, and 69 of them were used as the samples. The data were gathered by distributing questionnaires filled out by the respondents which consisted of characteristics, knowledge, attitude, social environment, communication among family members, and teenagers’ sexual behavior. The gathered data were analyzed by using multiple linear regression tests.

The result of the research showed that knowledge of sexual behavior did not influence teenagers’ sexual behavior. Teenagers who knew and who did not know about sexual behavior did not influence their attitude toward bad sexual behavior.

The better the attitude, social environment, and communication among family members, the better the teenagers’ sexual behavior. Statistically, it was found that attitude (p-value = 0.001), social environment (p-value = 0.001), and communication among family members (p-value = 0.001) had significant influence on teenagers’

sexual behavior. The variable which had the most dominant influence on teenagers’

sexual behavior was social environment at coefficient regression (β) = 0.507 which indicated that teenagers who lived in bad environment would have bad sexual behavior.

It is recommended that teenagers’ parents increase the interaction or communication between them and their children in providing knowledge of sexual behavior so that teenagers do go to the wrong path in getting information which will influence their sexual behavior.

Keywords: Knowledge, Attitude, Social Environment, Communication among Family Members, Teenagers’ Sexual Behavior

ii

(8)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis ucapkan puji dan syukur kepada Tuhan dan Putra-Nya, Yesus Kristus karena berkat, anugerah, penyertaan, dan bimbingan-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Lingkungan Sosial Dan Komunikasi Keluarga Terhadap Perilaku Seksual Remaja Siswa Smu Negeri 1 Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

iii

(9)

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

5. Dra. Syarifah, M.S, dan Drs. Eddy Syahrial, M.S sebagai komisi penguji atau pembanding yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

6. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

7. Bupati Kabupaten Deli Serdang dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang, yang telah memberikan kesempatan dan dukungan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Teristimewa kepada ayahanda dan ibunda yang telah memberikan dukungan, motivasi, dan doa yang tiada henti-hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

iv

(10)

9. Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat terutama Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Angkatan 2012, yang telah membantu penulis selama pendidikan dan proses penyusunan tesis serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membanu penulis selama penyusunan tesis ini.

Akhirnya Penulis menyadari atas segala keterbatasan dan kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan penuh harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, September 2014

Veronika Sembiring 127032113/IKM

v

(11)

RIWAYAT HIDUP

Veronika Sembiring, lahir pada tanggal 25 November 1977 di Desa Penen, Kecamatan Sibiru-Biru Kabupaten Deli Serdang, anak ke empat dari lima bersaudara dari pasangan Ayahanda Kumpul Sembiring dan Ibunda Pawen br Barus. Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di Sekolah Dasar RK Santa Maria Penen, selesai tahun 1990, Sekolah Menengah Pertama di SMP RK Santa Maria Penen, selesai tahun 1993, Sekolah Menengah Atas di SMA RK Deli Murni Delitua, selesai tahun 1996, dan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, selesai tahun 2000. Penulis bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2005 sampai sekarang.

vi

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Hipotesa Penelitian ... 10

1.5. Manfaat Penelitian ... 11

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Pengertian Lingkungan ... 12

2.1.1. Lingkungan Sosial ... 13

2.1.2. Faktor-faktor Lingkungan yang Memengaruhi Remaja ... 14

2.2. Komunikasi ... 16

2.2.1. Tujuan Komunikasi ... 17

2.2.2. Bentuk Komunikasi ... 19

2.2.3. Komunikasi Interpersonal ... 20

2.3. Keluarga ... 30

2.3.1. Komunikasi Keluarga ... 31

2.3.2. Kualitas komunikasi Interpersonal dalam Keluarga ... 36

2.3.3. Aspek-aspek Komunikasi Interpersonal Keluarga ... 38

2.4. Perilaku ... 41

2.5. Remaja ... 44

2.5.1. Batasan Usia Remaja ... 44

2.5.2 Fase Perkembangan Perilaku Seksual Remaja ... 47

2.6. Masa Pubertas ... 47

2.6.1. Pengertian Pubertas ... 47

2.6.2. Kondisi yang Menyebabkan Perubahan Pubertas ... 49

2.7. Ciri Seks pada Remaja ... 50

2.7.1. Ciri Seks Primer ... 50

2.7.2. Ciri Seks Sekunder ... 51

2.8. Perkembangan Perilaku Remaja ... 52

2.9. Perilaku Seks Bebas pada Remaja ... 58

2.9.1 Dimensi Perilaku seksual pada Remaja ... 62

vii

(13)

2.9.2. Tahapan-tahapan Perilaku Seksualitas Bebas pada

Remaja ... 62

2.9.3. Faktor-faktor memengaruhi Perilaku Seksual pada Remaja ... 64

2.10. Landasan Teori ... 68

2.11. Kerangka Konsep ... 70

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 71

3.1. Jenis Penelitian ... 71

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 71

3.3. Populasi dan sampel ... 71

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 73

3.4.1. Data Primer ... 53

3.4.2. Data Sekunder ... 73

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 73

3.5. Variabel dan Defenisi Operasional ... 75

3.5.1. Variabel Bebas ... 75

3.5.2. Variabel Terikat ... 76

3.6. Metode Pengukuran ... 76

3.6.1. Variabel Bebas ... 76

3.6.2. Variabel Terikat ... 78

3.7. Metode Analisis Data ... 79

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 80

4.1. Gambaran Umum Desa Bandar Baru ... 80

4.1.1. Letak dan Kondisi Geografis ... 80

4.1.2. Sejarah Awal Mula Desa Bandar Baru ... 80

4.1.3. Keadaan Penduduk Desa Bandar Baru ... 82

4.1.4. Pola Pemukiman ... 83

4.2. Analisis Univariat ... 84

4.2.1. Pengetahuan ... 84

4.2.2. Sikap ... 86

4.2.3. Lingkungan Sosial ... 88

4.2.4. Komunikasi Keluarga ... 90

4.2.5. Perilaku Seksual ... 92

4.3. Analisis Bivariat ... 93

4.3.1. Pengetahuan dan Perilaku Seksual ... 93

4.3.2. Sikap dan Perilaku Seksual ... 94

4.3.3. Lingkungan Sosial dan Perilaku Seksual ... 95

4.3.4. Komunikasi Keluarga dan Perilaku Seksual ... 96

4.4. Analisis Multivariat ... 97

viii

(14)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 98

5.1. Pengaruh Pengetahuan terhadap Perilaku Seksual Remaja ... 98

5.2. Pengaruh Sikap terhadap Perilaku Seksual Remaja ... 102

5.3. Pengaruh Lingkungan Sosial terhadap Perilaku Seksual Remaja .. 106

5.4. Pengaruh Komunikasi Keluarga terhadap Perilaku Seksual ... 108

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... . 111

6.1. Kesimpulan ... 111

6.2. Saran ... . 112

DAFTAR PUSTAKA ... 113 LAMPIRAN

ix

(15)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

4.1. Distribusi Frekuensi Pengetahuan tentang Perilaku Seksual Remaja

Berdasarkan Jawaban untuk Setiap Indikator Pertanyaan ... 84

4.2. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang Perilaku Seksual pada Remaja ... 86

4.3. Distribusi Frekuensi Sikap Responden terhadap Perilaku Seksual Berdasarkan Jawaban untuk Setiap Indikator Pernyataan ... 86

4.4. Distribusi Frekuensi Sikap Responden terhadap Perilaku Seksual Remaja .... 88

4.5. Distribusi Frekuensi Lingkungan Sosial Berdasarkan Hasil Jawaban Responden untuk Setiap Indikator Pertanyaan ... 89

4.6. Distribusi Frekuensi Lingkungan Sosial Tempat Terjadinya Interaksi antara Responden dan Lingkungannya ... 89

4.7. Distribusi Frekuensi Komunikasi Keluarga Berdasarkan Hasil Jawaban Responden untuk Setiap Indikator Pertanyaan ... 90

4.8. Distribusi Frekuensi Komunikasi Keluarga Dalam Hal Masalah-Masalah Remaja ... 91

4.9. Distribusi Frekuensi Perilaku Seksual Responden Jawaban terhadap Setiap Indikator Pertanyaan tentang Perilaku Seksual ... 92

4.10. Distribusi Frekuensi Perilaku Seksual Berdasarkan Hasil Jawaban Responden untuk Setiap Indikator Pertanyaan ... 93

4.11. Hasil Tabel Silang Antara Pengetahuan dan Perilaku Seksual ... 93

4.12. Hasil Tabel Silang Antara Sikap dan Perilaku Seksual ... 94

4.13. Hasil Tabel Silang Antara Lingkungan Sosial dan Perilaku Seksual ... 95

4.14. Hasil Tabel Silang Antara Komunikasi Keluarga dan Perilaku Seksual ... 96

x

(16)

4.14. Faktor Dominan yang Memengaruhi Perilaku Seksual Remaja di SMU Negeri 1 Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang ... 97

xi

(17)

ABSTRAK

Desa Bandar Baru merupakan salah satu wilayah pemukiman masyarakat yang di dalam terdapat bisnis prostitusi. Lingkungan tempat bisnis prostitusi adalah salah satu faktor yang memperkuat terjadi penyimpangan perilaku seksualitas terutama pada kalangan remaja. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh lingkungan sosial dan komunikasi dalam keluarga terhadap perilaku seksual remaja di SMU Negeri 1 Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang tahun 2014.

Jenis penelitian survei analitik dengan menggunakan pendekatan desain cross sectional. Populasi adalah seluruh siswa/siswi SMU Negeri 1 Bandar Baru kelas X- XI yang berjumlah 224 siswa, dan dijadikan sampel sebanyak 69 orang. Teknik pengumpulan data melalui angket yang diisi oleh responden, yang meliputi data karakteristik, pengetahuan, sikap, lingkungan sosial, komunikasi keluarga, dan perilaku seksual remaja. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Uji Regresi Linier Berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan tentang perilaku seksual tidak berpengaruh terhadap perilaku seksual remaja. Remaja yang tahu maupun yang tidak tahu tentang perilaku seksual tidak berpengaruh terhadap sikap mereka dalam melakukan perilaku seksual yang tidak baik. Semakin baik sikap, lingkungan sosial, dan komunikasi keluarga maka perilaku seksual remaja juga semakin membaik.

Secara statistik diperoleh bahwa sikap (p-value 0.001), lingkungan sosial (p-value 0.001), dan komunikasi keluarga (p-value 0.001) berpengaruh signifikan terhadap perilaku seksual remaja. Faktor yang paling dominan memengaruhi perilaku seksual remaja adalah lingkungan sosial (koefisien regresi (nilai B) 0.507), dimana remaja yang tinggal di lingkungan sosial yang buruk memiliki perilaku seksual yang buruk pula.

Disarankan bagi orang tua remaja agar meningkatkan interaksi atau komunikasi antara anak dan orangtua dalam memberikan pengetahuan tentang perilaku seksual, sehingga remaja tidak salah dalam mendapatkan informasi yang mana dapat mempengaruhi perilaku seksual mereka.

Kata Kunci: Pengetahuan, Sikap, Lingkungan Sosial, Komunikasi Keluarga, Perilaku Seksual Remaja

i

(18)

ABSTRACT

Bandar Baru village is one of the residences in which there is a prostitution business. The environment of the prostitution business is one of the factors which cause the digression of sexual behavior, particularly in teenagers. The objective of the reseach was to find out the influence of social environment and communication among family members on teenagers’ sexual behavior at SMU Negeri 1 Bandar Baru, Sibolangit Subdistrict, Deli Serdang District, in 2014.

The research was an analytic survey, using cross sectional design. The population was 224 tenth and eleventh grade students of SMU Negeri 1 Bandar Baru, and 69 of them were used as the samples. The data were gathered by distributing questionnaires filled out by the respondents which consisted of characteristics, knowledge, attitude, social environment, communication among family members, and teenagers’ sexual behavior. The gathered data were analyzed by using multiple linear regression tests.

The result of the research showed that knowledge of sexual behavior did not influence teenagers’ sexual behavior. Teenagers who knew and who did not know about sexual behavior did not influence their attitude toward bad sexual behavior.

The better the attitude, social environment, and communication among family members, the better the teenagers’ sexual behavior. Statistically, it was found that attitude (p-value = 0.001), social environment (p-value = 0.001), and communication among family members (p-value = 0.001) had significant influence on teenagers’

sexual behavior. The variable which had the most dominant influence on teenagers’

sexual behavior was social environment at coefficient regression (β) = 0.507 which indicated that teenagers who lived in bad environment would have bad sexual behavior.

It is recommended that teenagers’ parents increase the interaction or communication between them and their children in providing knowledge of sexual behavior so that teenagers do go to the wrong path in getting information which will influence their sexual behavior.

Keywords: Knowledge, Attitude, Social Environment, Communication among Family Members, Teenagers’ Sexual Behavior

ii

(19)

1 1.1. Latar Belakang

Remaja merupakan kelompok yang unik dengan kebutuhan yang khas, yaitu kebutuhan untuk mengenal identitas atau jati dirinya. Dalam memenuhi kebutuhannya tersebut, remaja cenderung untuk menerima tantangan atau coba–coba melakukan sesuatu tanpa didahului pertimbangan matang, yang akhirnya dapat mendorong remaja ke arah perilaku beresiko yang dapat menimbulkan berbagai masalah yang akan mempengaruhi kesehatannya (Kemenkes RI, 2010).

Remaja pada tahap perkembangan awal (early adolescence) adalah seorang remaja yang masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu.

Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja dengan lawan jenis, ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap “ego” menyebabkan para remaja awal ini sulit mengerti orang dewasa (Sarwono, 2011).

Hasrat seksualitas pada remaja meningkat tinggi karena faktor-faktor perubahan-perubahan hormonal. Peningkatan hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu. Penyaluran itu tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan. Selanjutnya remaja akan

(20)

berkembang lebih jauh terhadap hasrat seksual kepada tingkah laku yang lain seperti berciuman dan masturbasi. Kecenderungan semakin meningkat oleh karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa yang dengan adanya teknologi canggih (video cassette, fotokopi, satelit, VCD, telepon genggam, internet dan lain-lain) menjadi tidak terbendungnya lagi yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba (Sarwono, 2011).

Sebuah survey yang dilakukan oleh Youth Risk Behavior Survei (YRBS) secara Nasional di Amerika Serikat pada tahun 2010 mendapati bahwa 47,4% pelajar yang duduk di kelas 9-12 telah melakukan hubungan seksual selama hidup mereka, 31,6 % pelajar SMA telah aktif secara seksual,11,9% pelajar melakukan hubungan seks untuk pertama kalinya sebelum usia 13 tahun, 17,5% pelajar melakukan hubungan seks dengan empat atau lebih orang dalam hidup mereka (YRBS, 2010).

Menurut LSM Kita Sayang Remaja Bali 2008, jumlah kasus pengguguran kandungan atau aborsi setiap tahunnya mencapai 2,3 juta, dan 30% diantaranya dilakukan oleh remaja, kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja menunjukkan kecenderungan meningkat berkisar 150.000 hingga 200.000 kasus setiap tahunnya”.

Survei yang pernah dilakukan pada sembilan kota besar di Indonesia menunjukkan KTD mencapai 37.000 kasus, 27 % di antaranya terjadi dalam lingkungan pranikah dan 12,5 % adalah pelajar (www.inilah.com).

Masalah pelacuran pelajar sekolah memang menjadi masalah khas kota besar.

Sebuah penelitian menunjukkan, ratusan pelajar putri di Medan terjun ke dunia pelacuran. Jumlah ini baru merupakan angka hasil penelitian. Diperkirakan angka

(21)

sesungguhnya jauh lebih banyak. Menurut penelitian lembaga Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) yang didukung Kementerian Pemberdayaan Perempuan menyatakan ratusan pelajar putri yang terlibat pelacuran, merupakan bagian dari sekitar 2 ribu anak korban Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA). Dari 50 responden yang berhasil diwawancarai secara mendalam pada penelitian tersebut, 41 di antaranya berstatus pelajar (14 orang berstatus siswi SMP dan 27 berstatus siswi SMA/SMK) (Ikhwan, 2007).

Berdasarkan laporan hasil studi yang dilakukan oleh Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PILAR) PKBI Jawa Tengah pada tahun 2009 tentang perilaku seksual remaja pada usia 15-24 tahun yang berjumlah 5,4 juta jiwa diketahui bahwa seluruhnya melakukan aktivitas berpacaran dengan mengobrol, berpegangan tangan 4,3 juta jiwa (80%), mencium pipi atau kening 3,7 juta jiwa (69%), mencium bibir 2,7 juta jiwa (51%), mencium leher 1,5 juta jiwa (28%), meraba dada atau alat kelamin (petting) 1,2 juta jiwa (22%), dan melakukan hubungan seksual 338.880 jiwa (6,2%) (PILAR PKBI, 2009).

Perilaku seksual remaja juga tergambar dari survei yang dilakukan oleh Youth Center Pilar PKBI Jawa Tengah tahun 2010 ditemukan bahwa 79% sudah melakukan

pacaran dengan bergandeng tangan, 53% berpelukan, 51% telah melakukan cium pipi, 35% melakukan cium bibir, 18% melakukan mencium leher, 11% meraba payudara dan kelamin serta 8% melakukan intercourse. Tahun 2010 dengan 99 responden siswa SMA di Semarang. Didapatkan data berpegangan tangan 82,8%, berpelukan 68,7%, mencium pipi 64,6%, berciuman bibir 62,6%, saling meraba

(22)

badan dan kelamin 32,3%, melakukan petting 20,2%, melakukan oral seks 8,1%, melakukan hubungan seks vagina sebesar 14,1% (PILAR PKBI, 2010).

Penelitian Karminingsih (2009) dalam Suara (2011), dilaporkan bahwa perilaku seksual remaja SMA dikota Bekasi sebagian besar dalam batas ringan (54,5%) dan sebesar 45,4 % berperilaku seksual dengan kategori berat. Sedangkan Penelitian oleh Sekarrini (2011), sebanyak 39,3% murid SMK Kesehatan daerah Kabupaten Bogor Tahun 2011 berperilaku seksual dalam kategori ringan seperti mengobrol, menonton film berdua, jalan berdua, berpengangan tangan dan berpelukan. Sedangkan sebanyak 60,7% berperilaku seksual berisiko berat seperti berciuman bibir, mencium leher, meraba daerah erogen, bersentuhan alat kelamin dan melakukan hubungan seks.

Hasil Survey BKKBN 2010 sekitar 51% remaja di Wilayah Jabotabek sudah tidak perawan. Sebanyak 4% responden yang mengaku melakukan hubungan seksual sejak usia 16-18 tahun, 16% melakukan pada usia 13-15 tahun. Kejadian seks bebas di Surabaya mencapai 47%, di Bandung dan Medan 52%. Perilaku seks bebas dikalangan remaja berdampak pada kasus infeksi penularan HIV/AIDS yang cenderung berkembang di Indonesia, sedangkan tempat favorit untuk melakukan hubungan seksual adalah rumah 40%, tempat kost 30% dan hotel 30%

(www.republika.or.id).

Keluarga merupakan institusi sosial yang bersifat universal dan multifungsional. Walaupun setiap keluarga dapat memiliki struktur yang berbeda, namun kebanyakan keluarga memiliki tugas yang serupa seperti pengasuhan bagi

(23)

anak, menyediakan dukungan emosional, menyediakan kebutuhan dasar anggota keluarga, menyokong sosialisasi anggota keluarga, menjaga tradisi keluarga dan menanamkan tanggungjawab kepada keluarga (Djamarah, 2004).

Adanya perhatian atau kontrol orang tua terhadap anak dapat menunda usia pertama kali remaja melakukan hubungan seks. Hubungan antara perilaku seksual dengan kelakuan anak terhadap orangtua atau orang tua terhadap anak menunjukkan bahwa makin jelek taraf komunikasi antara anak dan orang tua, makin besar kemungkinannya remaja melakukan tindakan-tindakan seksual (Sarwono, 2010).

Peran orang tua yang ragu-ragu, menyebabkan remaja cenderung untuk meniru apa yang dilakukan oleh orangtua dan jika kurang nyaman, remaja mencari informasi sendiri tentang masalah seksual yang seringkali tidak benar, seperti melalui teman sebaya, internet, tabloid yang dirasakan nyaman oleh mereka. Hal ini karena masalah seksual dianggap tabu dibicarakan antara orang tua dan anak. Perbandingan antara Inggris dan Amerika serikat, misalnya menunjukkan bahwa di Amerika serikat angka aborsi lebih tinggi daripada Inggris dan faktor penyebabnya adalah masih kuatnya tabu dalam keluarga untuk bicara tentang seks dan kurangnya pendidikan seks (Sarwono, 2010).

Faktor–faktor negatif seperti kurangnya penanaman moral agama, adanya pengaruh pergaulan bebas, kuatnya pengaruh hormonal pada remaja dan merebaknya informasi bertema pornografi di media massa merupakan beberapa penyebab remaja melakukan hubungan seks. Pornografi dapat menciptakan fantasi seksual bagi orang lain, dampak remaja yang terus menerus mengkonsumsi pornografi sangat

(24)

memungkin remaja akan terdorong untuk melakukan hubungan seks pada usia terlalu dini di luar ikatan perkawinan. Apalagi pornografi tidak mengajarkan hubungan seks yang bertanggungjawab. Maraknya remaja mengkonsumsi pornografi sangat berhubungan dengan teknologi yang makin hari makin berkembang. Teknologi adalah sesuatu yang bermanfaat untuk mempermudah semua aspek kehidupan manusia. Salah satunya melalui gadget, gadget bisa membantu dalam banyak hal seperti mencari informasi yang dibutuhkan, berkomunikasi dengan orang–orang yang jauh, menghilangkan bosan dengan bermain game dan lainnya. Selain itu sering kali gadget digunakan dalam hal yang salah seperti membuka situs porno dari internet, sehingga sering terjadi penculikan karena berkenalan di sosial media. Perkembangan dan persaingan media telekomunikasi yang pesat membuat remaja juga mudah untuk membeli alat komunikasi yang murah. Dengan mengumpul uang saku yang diberikan oleh orangtua mereka sehari-hari, remaja sudah bisa membeli atau mengakses situs- situs yang remaja inginkan baik di handpone, atau pun di usaha-usaha internet yang relatif murah (Al-Mighwar, 2011).

Remaja merupakan masa labil dalam menentukan arah hidupnya, sehingga keadaan tersebut membutuhkan banyak perhatian dari orang tua. Secara umum perhatian dapat diperoleh dari tiga lingkungan, yaitu lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Lingkungan keluarga merupakan yang sangat penting bagi perkembangan remaja, karena ia mendapatkan perhatian, kasih sayang, kehangatan, keterbukaan dari orang tua. Pengaruh lingkungan sekolah juga dapat mempengaruhi remaja dalam bertindak baik maupun buruk. Jika ia bergaul dengan teman-teman

(25)

yang memiliki moral yang kurang baik maka kemungkinan ia juga akan terpengaruh oleh temannya. Akan tetapi jika ia bergaul dengan teman-teman yang memiliki moral baik maka ia juga akan terpengaruh baik. Pengaruh lingkungan masyarakat juga bersifat negatif dan positif. Dikatakan positif apabila membawa dampak yang lebih baik bagi perkembangan remaja ke hal-hal yang positif. Tetapi apabila tidak disalurkan secara positif maka dapat berpengaruh negatif. Apabila masa remaja merupakan yang memiliki emosi tinggi dan keinginan mencoba sesuatu yang baru.

Masa yang ingin lebih mengenal atau berinteraksi dengan orang lain semakin besar pada lawan jenis (Al-Mighwar, 2011).

Interaksi sosial terjadi ketika kita melakukan hubungan, berkomunikasi dan pergaulan dengan orang lain di lingkungan sekitar kita. Seorang manusia tidak dapat memilih untuk dilahirkan di lingkungan yang seperti apa. Ia akan berinteraksi dengan lingkungan yang terdekat dengannya, tidak menutup kemungkinan seorang anak yang lahir dan hidup di lingkungan bisnis prostitusi, yang merupakan tempat para WPS bersama lelaki hidung belang untuk bersenag-senang. Dengan demikian ia pun akan melakukan pergaulan dengan orang-orang yang hidup di daerah tersebut. Ia akan berkomunikasi dengan mereka, mendengar perilaku-perilaku negatif mereka, bahkan membutuhkan kerjasama satu sama lain.

Keberadaan Pekerja Seks Komersial bukan merupakan hal yang baru, tetapi sudah ada sejak zaman dahulu. Mereka merupakan orang-orang yang menjual dirinya di dalam lingkungan prostitusi, yang sebenarnya tidak bisa kita pungkiri bahwa masalah seperti itu selalu muncul dari waktu ke waktu. Keberadaan mereka sulit

(26)

untuk dihapus meskipun kita mengetahuinya bahwa hal tersebut melanggar norma- norma yang berlaku di masyarakat

Penelitian Kalpika (2011) Daerah Prostitusi Dolly berkontribusi 71% terhadap perilaku seks pranikah remaja kawasan ini. Fakta yang mengejutkan sebagai gambaran langsung dampak wilayah bisnis prostitusi ini terhadap perilaku remaja antara lain 40,7% remaja kawasan prostitusi Dolly pernah meraba/diraba organ intim pasangannya. Ironisnya, 11,3% remaja Prostitusi Dolly pernah berhubungan seksual pranikah dengan pacarnya (Kalpika, 2011).

Penelitian Yulita & Nunik (2008), perilaku seksual anak usia pra remaja (10- 11 tahun) di sekitar bisnis prostitusi di Kecamatan Sawahan Kota Surabaya, memberi kesimpulan bahwa besar pengaruh kontak responden dengan lokalisasi terhadap perilaku seksual responden yaitu kemungkinan responden yang mempunyai kontak tinggi dengan daerah bisnis prostitusi akan berperilaku seksual tidak wajar 3,545 kali lebih besar jika dibandingkan dengan responden yang mempunyai kontak rendah dengan daerah prostitusi.

Menurut Laporan Hasil Survei Surveilans Perilaku (SSP) 2007-2008 di Indonesia, di Kabupaten Deli Serdang terdapat 250 Wanita Penjaja Seks langsung, umur pertama kali berperilaku beresiko adalah pada umur 18 tahun (BPS 2008). Data dari puskesmas Bandar Baru tahun 2011 didapat 44% dari PSK di daerah Bandar Baru berusia dibawah usia 23 tahun.

Desa Bandar Baru salah satu wilayah pemukiman masyarakat yang di dalam terdapat bisnis prostitusi seperti Dolly di Surabaya, Pasar kembang atau Sarkem di

(27)

Yogyakarta dan Sunan Kuning di Semarang. Pada daerah prostitusi di Bandar Baru, kompleksnya tepat berada di tengah-tengah atau menjadi satu dengan pemukiman warga. Keberadaan rumah tangga biasa yang bersebelahan atau berhadapan-hadapan dengan wisma prostitusi merupakan pemandangan yang umum. Para PSK di Bandar Baru, ada yang bertempat tinggal di suatu rumah yang disebut “Barak” yang dikelola oleh seorang yang kenal “Germo” dan ada juga yang tinggal di kost-kost yang berdiri sendiri mencari pelanggan, yang lebih banyak interaksi dengan masyarakat setempat.

Perbedaan yang mencolok tampak dari dandanan para PSK yang melebihi dandanan warga sekitar. Interaksi antara PSK dengan warga sekitar berlangsung tanpa ada penghalang. Anak-anak bermain dengan leluasa walaupun di sekitar mereka para PSK sedang mencari pelanggan.

Merebaknya pornografi bukan saja dari media, internet atau buku yang menyimpang dari etika, dengan menjadikan desa Bandar Baru sebagai tempat prostitusi, maka lingkungan desa Bandar Baru akan merupakan salah satu memperkuat terjadi penyimpangan perilaku seksualitas pada remaja. Untuk memecahkan persoalan tersebut, peran orang tua, sekolah sangat besar dengan cara melakukan komunikasi lebih terbuka antara orang tua, guru-remaja, dan memberikan kepercayaan dari orang tua kepada anak sehingga lebih bertanggungjawab terhadap perilaku seksualnya. SMU Negeri 1 Bandar Baru adalah salah satu sekolah yang berada di wilayah desa Bandar Baru. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sekolah, bahwa setiap tahun di SMU Negeri 1 Bandar Baru ini terdapat sedikit 2 siswa/siswi putus sekolah disebabkan menikah.

(28)

Berdasarkan uraian di atas, maka dirasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh lingkungan sosial dan komunikasi keluarga remaja terhadap perilaku seksual remaja di SMA Negeri 1 Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang tahun 2014.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian bagaimana pengaruh lingkungan sosial dan komunikasi keluarga terhadap perilaku seksual remaja di SMA Negeri 1 Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang tahun 2014.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh lingkungan sosial dan komunikasi keluarga terhadap perilaku seksual remaja di SMU Negeri 1 Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang tahun 2014.

1.4. Hipotesa Penelitian

Ada pengaruh lingkungan sosial dan komunikasi keluarga terhadap perilaku seksual remaja SMU Negeri 1 Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang tahun 2014.

(29)

1.5. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh institusi pendidikan, dimana perlu dalam pengembangan kurikulum kesehatan reproduksi.

2. Dapat menjadikan rekomendasi bahwa masalah remaja bukan saja masalah masyarakat atau orang tua mereka tetapi pengaruh atau keterlibatan lembaga pendidikan sangat dibutuhkan untuk penyebaran informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi remaja.

3. Dapat memberikan rekomendasi kepada kebijakan KIA tentang pentingnya masalah remaja yang bukan merupakan orang dewasa kecil, tetapi mereka mempunyai tugas perkembangan yang sangat berat, sehingga orang dewasa harus bisa menolong remaja termasuk kebijakan-kebijakan dalam KIA.

(30)

12 2.1. Pengertian Lingkungan

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan pengertian lingkungan adalah kesatuan ruang

dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan prilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (Pasal 1 ayat 1).

Menurut Supardi (2003), lingkungan atau sering juga disebut lingkungan hidup adalah jumlah semua benda hidup dan benda mati serta seluruh kondisi yang ada di dalam ruang yang kita tempati.

Menurut St.Munajat Danusaputra, lingkungan adalah semua benda dan kondisi termasuk di dalamnya manusia dan aktivitasnya, yang terdapat dalam ruang dimana manusia berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya. Sedangkan Jonny Purba mendefenisikan lingkungan adalah wilayah yang merupakan tempat berlangsungnya bermacam- macam interaksi sosial antara berbagai kelompok beserta pranatanya dengan simbol dan nilai.

Berdasarkan pengertian yang dijelaskan oleh para ahli, lingkungan pada hakikatnya dibagi menjadi 3 jenis, yaitu lingkungan hidup alami, buatan dan sosial.

Manusia, hewan dan tumbuhan adalah tiga jenis mahluk hidup yang berada pada

(31)

sebuah lingkungan. Manusia menjadi salah satu yang berperan penting untuk menjaga dan melestarikan lingkungan yang mereka miliki dengan berbagai cara, misalnya dengan membersihkan lingkungan yang kotor (kerja bakti), membuang sampah pada tempatnya, dan lain sebagainnya.

2.1.1. Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial adalah hubungan interaksi antara masyarakat dengan lingkungan. Sikap masyarakat terhadap lingkungan sosial dipengaruhi oleh nilai sosial.Jika nilai sosial tentang lingkungan lantas berubah/terjadi pergeseran, maka sikap sosial selalu terlihat dinamis, terlepas dari baik dan buruknya lingkungan sosial.

Lingkungan sosial ini biasanya dibedakan :

1. Lingkungan sosial primer, yaitu lingkungan sosial dimana terdapat hubungan yang erat antara anggota satu dengan anggota lain, anggota satu saling kenal mengenal dengan baik dengan anggota lain.

2. Lingkungan sosial sekunder, yaitu lingkungan sosial yang berhubungan anggota satu dengan anggota lain tidak erat, satu dengan yang lain tidak saling mengenal dengan erat.

Lingkungan sosial terdiri dari pola interaksi antara budaya, teknologi dan organisasi sosial, termaksud didalamnya jumlah penduduk dan perilakunya yang terdapat dalam lingkungan tersebut. Lingkungan sosial terbentuk mengikuti keberadaan manusia di muka bumi, yang mengalami perubahan sejalan dengan peningkatan kemampuan adaptasi kultural manusia terhadap lingkungannya.

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap pembentukan

(32)

dan perkembangan perilaku individu, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis.

Saparinah Sadli dalam Notoatmojo (2012), menggambarkan hubungan individu dengan lingkungan sosial saling mempengaruhi. Setiap individu sejak lahir berada di dalam suatu kelompok keluarga. Kelompok ini akan membuka kemungkinan untuk dipengaruhi dan mempengaruhi anggota- anggota kelompok lain.

Setiap kelompok senantiasa berlaku aturan-aturan dan norma-norma sosial tertentu, maka perilaku setiap individu anggota kelompok berlangsung di dalam suatu jaringan normatif. Remaja merupakan salah satu individu yang merupakan bagian dari salah satu kelompok terutama kelompok keluarga. Perkembangan remaja tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor, tetapi banyak faktor di dalam kehidupan remaja. Dalam pertumbuhan dan perkembangan juga dipengaruhi oleh keluarga, teman sebaya, teman sekolah, lingkungan agama, dan masyarakat di lingkungan tempat tinggal mereka.

2.1.2. Faktor-Faktor Lingkungan yang Memengaruhi Remaja

Ada beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh pada tingkat adaptasi remaja. Diantara faktor-faktor itu ada yang berkaitan dengan suasana keluarga, kondisi sosial dan ekonomi keluarga, posisi remaja dalam keluarganya, perbedaan jenis kelamin dan lingkungan sosial.

Lingkungan sosial meliputi keluarga, teman sebaya, masyarakat dan sekolah.

Sekolah mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi remaja, karena selain dirumah sekolah adalah lingkungan kedua dimana remaja banyak melakukan berbagai aktifitas

(33)

dan interaksi sosial dengan teman- temannya. Pada masa remaja, hubungan sosial memiliki peran yang sangat penting bagi remaja. Remaja mulai memperluas pergaulan sosialnya dengan teman-teman sebayanya. Remaja lebih sering berada di luar rumah bersama teman-teman sebayanya, karena itu dapat dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebayanya pada sikap, minat penampilan dan perilaku lebih besar daripada pengaruh orang tua. Brown (1997) menggambarkan empat cara khusus, bagaimana terjadinya perubahan kelompok teman sebaya dari masa kanak- kanak ke masa remaja :

a. Remaja lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman sebaya dibandingkan dengan anak-anak. Pada usia 12 tahun, remaja awal mulai menjauhkan diri dari orang dewasa dan mendekatkan diri dengan teman sebaya.

b. Remaja berusaha menghindari pengawasan yang ketat dari orang tua dan guru dan ingin mendapatkan kebebasan. Mereka mencari tempat untuk bertemu dimana mereka tidak terlalu diawasi. Meskipun di rumah mereka ingin mendapatkan privasi dan tempat dimana mereka dapat mengobrol dengan teman-temannya tanpa didengar oleh keluarganya.

c. Remaja mulai banyak berinteraksi dengan teman sebaya dari jenis kelamin yang berbeda. Walaupun anak perempuan dan laki-laki berpartisipasi dalam kegiatan dan berkelompok persahabatan yang berbeda selama masa pertengahan kanak- kanak, tetapi pada masa remaja interaksi dengan remaja yang berbeda jenis semakin meningkat.

(34)

Selama masa remaja, kelompok teman sebaya menjadi lebih memahami nilai- nilai dan perilaku dari Sub-Budaya remaja yang lebih besar. Mereka juga mengidentifikasikan diri dalam kelompok pergaulan tertentu.

2.2. Komunikasi

Secara etimologis atau menurut asal katanya, istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu communication, yang akar katanya adalah communis disini adalah sama, dalam arti kata sama makna, yaitu sama makna mengenai suatu hal. Jadi, komunikasi berlangsung bila antara orang-orang yang terlibat terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan. Disini pengertian diperlukan agar komunikasi dapat berlangsung, sehingga hubungan mereka itu bersifat komunikatif.

Sebaliknya, jika tidak ada pengertian, komunikasi tidak berlangsung, hubungan antara orang-orang itu dikatakan tidak komunikatif.

Secara terminologis, komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Dari pengertian ini jelas bahwa komunikasi melibatkan sejumlah orang, dimana seseorang menyatakan sesuatu kepada orang lain.

Komunikasi dalam konteks dinamakan komunikasi atau disebutkan juga komunikasi kemasyarakatan. Komunikasi jenis ini hanya dapat berlangsung di tengah masyarakat.

Kecuali komunikasi transendental, maka tanpa masyarakat, komunikasi tidak dapat berlangsung. Meski dia adalah manusia, tetapi bila hidup seorang diri, tidak bermasyarakat, maka tidak ada komunikasi, karena dia tidak berbicara dengan siapa pun.

(35)

Dalam terminologi yang lain, komunikasi dapat dipandang sebagai proses penyampaian informasi. Dalam pengertian ini, keberhasilan komunikasi sangat tergantung dari penguasaan materi dan pengaturan cara-cara penyampainnya ; sedangkan pengirim dan penerima pesan bukan komponen yang menentukan. Tidak hanya itu, komunikasi bisa juga dipandang sebagai proses penyampaian gagasan dari seseorang kepada orang lain. Seperti yang disampaikan Geradl M. Miller bahwa komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku manusia (Devito,1993).

2.2.1. Tujuan Komunikasi

Joseph A. Devito (1993) dalam bukunya “Komunikasi Antar Manusia “ menuliskan empat tujuan utama komunikasi yang dilakukan, baik tujuan yang dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar. Tujuan-tujuan komunikasi antara lain : 1. Menemukan .

Maksud dari menemukan ialah penemuan diri (Personal discover). Pada saat berkomunikasi dengan orang lain, kita belajar mengenai diri kita sendiri selain juga tentang orang lain.

2. Untuk Berhubungan

Salah satu motivasi kita yang paling kuat adalah berhubungan dengan orang lain.

Membina dan memelihara hubungan dengan orang lain. Kita menghabiskan banyak waktu dan energi komunikasi kita untuk membina dan memelihara hubungan sosial.

(36)

3. Untuk Menyakinkan

Maksud menyakinkan disini dapat dilihat dari kita menghabiskan banyak waktu untuk melakukan persuasi antarpribadi, baik sebagai sumber maupun sebagai penerima. Dalam perjumpaan antarpribadi sehari-hari kita berusaha mengubah sikap dan perilaku orang lain.

4. Untuk Bermain

Kita menggunakan banyak perilaku komunikasi kita untuk bermain dan menghibur diri. Demikian pula banyak dari perilaku komunikasi kita dirancang untuk menghibur orang lain. Adakalanya hiburan ini merupakan tujuan akhir, tetapi adakalanya ini merupakan cara untuk mengikat perhatian orang lain sehingga kita dapat mencapai tujuan-tujuan lain (Devito, 1993).

Berdasarkan pendapat Devito di atas, kita ketahui bahwa komunikasi selalu dilakukan dengan tujuan-tujuan tetentu. Bisa saja keempat tujuan di atas saling mempengaruhi dan saling mendukung antar tujuan yang satu dengan tujuan lainnya.

Atau keempat tujuan di atas menjadi satu kesatuan dan terjadi dalam sebuah proses komunikasi sekaligus. Dalam melakukan komunikasi, komunikator selain mengenal komunikan, komunikator juga tanpa sengaja menemukan sebuah motivasi atau sifat pada dirinya yang kemudian dimanfaatkan untuk lebih mendekatkan diri pada komunikan dan pada akhirnya mampu menyakinkan komunikan dalam mengubah nilai, sikap, pendapat bahkan perilaku pada komunikan.

(37)

Effendi (2002)menggemukan tujuan komunikasi antara lain : a. Mengubah sikap ( to change the attitude)

b. Mengubah opini/pendapat/pandangan(to change the opinion) c. Mengubah perilaku (to change the behavior)

d. Mengubah masyarakat (to change the society)

Tiga dari empat tujuan komunikasi diatas, kemudian dikenal dan diidentifikasi sebagai efek dari komunikasi yakni :

a. Efek kognitif, yaitu dampak yang mempengaruhi aspek intelektual, berupa opini, pendapat, ide dan juga pandangan komunikan.

b. Efek afektif, yaitu dampak yang mempengaruhi perasaan dan kecenderungan perilaku (sikap) pada komunikan.

c. Efek behavioral, yaitu dampak yang merujuk pada perubahaan perilaku komunikan.

2.2.2. Bentuk Komunikasi

Secara garis besar komunikasi dibagi menjadi empat bentuk, yaitu komunikasi personal (komunikasi intrapersonal dan komunikasi interpersonal), komunikasi kelompok, komunikasi massa, dan komunikasi medio (Effendy, 2002). Komunikasi intrapersonal adalah komunikasi yang dilakukan pada diri sendiri, yang terdiri dari sensasi, persepsi, memori dan berpikir. Komunikasi ini biasanya dilakukan oleh seseorang ketika merenung tentang dirinya atau pada saat melakukan evaluasi diri.

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan kepada orang lain atau komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih. Komunikasi kelompok terdiri

(38)

dari dua bentuk yaitu komunikasi kelompok kecil dan komunikasi kelompok besar.

Komunikasi massa adalah komunikasi yang dilakukan dengan perantara atau media komunikasi yang ada di masyarakat seperti radio, televisi, film, pers, dan lain-lain.

Komunikasi media adalah bentuk komunikasi yang menggunakan media atau alat peraga tertentu seperti surat, telepon, e-mail, pamplet, poster, spanduk dan sebagainya (Effendy, 2002).

Agar proses komunikasi tentang kesehatan efektif dan terarah dapat dilakukan melalui bentuk komunikasi interpersonal yang merupakan salah satu bentuk komunikasi yang paling efektif, karena antara komunikan dan komunikator dapat langsung tatap muka, sehingga timbul stimulus yakni pesan atau informasi yang disampaikan oleh komunikan, langsung dapat direspon atau ditanggapi pada saat itu juga (Notoatmodjo, 2003).

2.2.3. Komunikasi Interpersonal

a. Pengertian Komunikasi Interpersonal

Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal atau nonverbal.

Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi ini adalah komunikasi diadik (dyadic communication) melibatkan hanya dua orang, seperti suami istri, orangtua-remaja,

dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid dan sebagainya. Keberhasilan komunikasi menjadi tanggung jawab para peserta komunikasi. Kedekatan hubungan pihak-pihak yang berkomunikasi akan tercermin pada jenis-jenis pesan atau respon non verbal

(39)

mereka, seperti sentuhan, tatapan mata yang ekspresif, dan jarak fisik yang sangat dekat. Komunikasi antarpribadi memang merupakan komunikasi yang bersifat dialogis dengan melibatkan dua orang atau dikenal sebagai komunikasi diadik, seperti komunikasi yang dilakukan orangtua-anak, dengan maksud dan tujuan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Sifat komunikasi antarpribadi yang dialogis ini kemudian menjelaskan mengapa umpan balik dalam komunikasi antarpribadi yang disebutkan oleh Devito merupakan umpan balik seketika.

Menurut Effendi dalam Sunarto (2003), pada hakekatnya komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar komunikator dengan komunikan, komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada saat komunikasi dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat memberikan kesempatan pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.

b. Model Komunikasi Interpersonal

Dalam proses komunikasi antarpribadi atau komunikasi interpersonal arus komunikasi yang terjadi adalah sirkuler atau berputar, artinya setiap individu mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi komunikator dan komunikan.

Karena dalam komunikasi antar pribadi efek atau umpan balik dapat terjadi seketika.

Untuk dapat mengetahui komponen-komponen yang terlibat dalam komunikasi antarpribadi dapat dijelaskan melalui gambar berikut :

(40)

Gambar 2.1. Bagan Model Komunikasi Interpersonal Secara Umum Dari gambar di atas Devito (2007), menjelaskan komponen-komponen komunikasi antarpribadi sebagai berikut :

1. Pengirim-Penerima

Komunikasi antarpribadi paling tidak melibatkan dua orang, setiap orang terlibat dalam komunikasi antarpribadi memfokuskan dan mengirimkan serta mengirimkan pesan dan juga sekaligus menerima dan memahami pesan. Istilah pengirim-penerima ini digunakan untuk menekankan bahwa, fungsi pengirim dan penerima ini dilakukan oleh setiap orang yang terlibat dalam komunikasi antarpribadi, contoh komunikasi antara orang tua dan anak.

2. Encoding-Decoding

Encoding adalah tindakan menghasilkan pesan, artinya pesan-pesan yang akan

disampaikan dikode atau diformulasikan terlebih dahulu dengan menggunakan kata-

(41)

kata simbol dan sebagainya. Sebaliknya tindakan untuk menginterpretasikan dan memahami pesan-pesan yang diterima, disebut juga sebagai Decoding. Dalam komunikasi antarpribadi, karena pengirim juga bertindak sekaligus sebagai penerima, maka fungsi encoding-decoding dilakukan oleh setiap orang yang terlibat dalam komunikasi antarpribadi.

3. Pesan-Pesan

Dalam komunikasi antarpribadi, pesan-pesan ini bisa terbentuk verbal (seperti kata-kata) atau nonverbal (gerak tubuh, simbol) atau gabungan antara bentuk verbal dan nonverbal.

4. Saluran

Saluran ini berfungsi sebagai media dimana dapat menghubungkan antara pengirim dan penerima pesan atau informasi. Saluran komunikasi personal baik yang bersifat langsung perorangan maupun kelompok lebih persuasif dibandingkan dengan saluran media massa.

Hal ini disebabkan pertama, penyampaian pesan melalui saluran komunikasi personal dapat dilakukan secara langsung keadaan khalayak. Contoh dalam komunikasi antarpribadi kita berbicara dan mendengarkan (saluran indera pendengar dengan suara). Isyarat visual atau sesuatu yang tampak (seperti gerak tubuh, ekpresi wajah, dan lain sebagainya).

5. Gangguan atau Noise

Seringkali pesan-pesan yang dikirim berbeda dengan pesan yang diterima. Hal ini dapat terjadi karena gangguan saat berlangsung komunikasi, yang terdiri dari :

(42)

a. Gangguan Fisik

Gangguan ini biasanya berasal dari luar dan mengganggu transmisi fisik pesan, seperti kegaduhan, interupsi, jarak dan sebagainya.

b. Gangguan Psikolgis

Ganggan ini timbul karena adanya perbedaan gagasan dan penilaian subyektif diantara orang yang terlibat diantara orang yang terlibat dalam komunikasi seperti emosi, perbedaan nilai-nilai, sikap dan sebagainya.

c. Gangguan Semantik

Gangguan ini terjadi kata-kata atau simbol yang digunakan dalam komunikasi, seringkali memiliki arti ganda, sehingga menyebabkan penerima gagal dalam menangkap dari maksud-maksud pesan yang disampaikan, contoh perbedaan bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi.

6. Umpan Balik

Umpan balik memainkan peranan yang sangat penting dalam proses komunikasi antarpribadi, karena pengirim dan penerima secara terus menerus dan bergantian memberikan umpan balik dalam berbagai cara, baik secara verbal maupun nonverbal. Umpan balik ini bersifat positif apabila dirasa saling menguntungkan.

Bersifat positif apabila tidak menimbulkan efek dan bersifat negatif apabila merugikan.

(43)

7. Bidang Pengalaman

Bidang pengalaman merupakan faktor yang paling penting dalam komunikasi antarpribadi. Komunikasi akan terjadi apabila para pelaku yang terlibat dalam komunikasi mempunyai bidang pengalaman yang sama.

8. Efek

Dibanding dengan bentuk komunikasi lainnya, komunikasi antarpribadi dinilai paling ampuh untuk mengubah sikap, perilaku kepercayaan dan opini komunikasi.

Hal ini disebabkan komunikasi dilakukan dengan tatap muka (Devito, 2007).

c. Jenis-jenis Komunikasi Interpersonal

Kemenkes (2010), menyebutkan jenis-jenis komunikasi yaitu : a Komunikasi Verbal :

Yaitu suatu komunikasi dengan menggunakan kata-kata yang meliputi : 1. Diskusi, yaitu saling tukar pikiran atau pendapat

2. Dialog, yaitu komunikasi dari hati ke hati saling mengungkapkan perasaan masing-masing.

Kegiatan komunikasi verbal menempati frekuensi terbanyak dalam keluarga.

Setiap hari orang tua selalu ingin berbincang-bincang kepada anaknya. Canda dan tawa menyertai dialog antara orang tua dan anak. Perintah, suruhan, larangan, dan sebagainya merupakan alat pendidikan yang sering dipergunakan oleh orang tua atau anak dalam kegiatan komunikasi keluarga. Alat pendidikan tersebut tidak hanya dipakai oleh orang tua terhadap anaknya, tetapi bisa juga dipakai oleh anak terhadap anak yang lain.

(44)

Dalam hubungan antara orang tua dan anak akan terjadi interaksi. Dalam interaksi itu orang tua berusaha mempengaruhi anak untuk terlibat secara pikiran dan emosi untuk memperhatikan apa yang akan disampaikan. Anak mungkin berusaha menjadi pendengar yang baik dalam menafsirkan pesan-pesan yang akan disampaikan oleh orang tua.

b Komunikasi non Verbal

Yaitu suatu komunikasi tanpa menggunakan kata-kata, seperti menggunakan bahasa tubuh seperti :

1. Pandangan mata

2. Senyuman dan ekspresi wajah yang senang 3. Volume suara yang cukup terdengar dan tenang 4. Sentuhan/ pelukan Kasih Sayang

5. Bahasa tubuh dan belaian

Komunikasi nonverbal sering dipakai oleh orangtua dalam menyampaikan suatu pesan kepada anak. Sering tanpa berkata sepatah kata pun, orangtua menggerakkan hati anak untuk melakukan sesuatu. Kebiasaan orangtua dalam mengerjakan sesuatu dan karena anak sering melihatnya, anak pun ikut mengerjakan apa yang pernah dilihat anak dan didengarnya dari orang tuanya.

Dalam kontes sikap dan perilaku orangtua yang lain, pesan nonverbal juga dapat menerjemahkan gagasan, keinginan, atau maksud yang terkandung dalam hati.

Tanpa harus didahului oleh kata-kata sebagai pendukungnya, tepuk tangan, pelukan, usapan tangan, duduk, dan berdiri tegak mampu mengekspresikan gagasan, keinginan

(45)

atau maksud. Pelukan atau usapan tangan di kepala anak oleh orang tua sebagai pertanda bahwa orangtua memberikan kasih sayang kepada anaknya. Tepukan tangan orang tua boleh jadi ekspresi kegembiraan orang tua atas perilaku baik anaknya.

Sebaliknya perasaan sedih, kecewa, atau marah, sering membuat seseorang tidak mampu mengungkapkan kata-kata dengan benar dan baik. Kegoncangan emosi yang luar biasa membuat seseorang lebih banyak diam daripada berbicara. Sikap dan perilakulah yang lebih banyak bicara. Oleh karena itu, perasaan atau emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan nonverbal ketimbang pesan verbal.

d. Faktor-Faktor Efektivitas Komunikasi Interpersonal

Menurut Devito (1997), faktor-faktor efektifitas komunikasi interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu :

1. Keterbukaan (Openness)

Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya, memang ini mungkin menarik, tapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut.

Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang

(46)

menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita ucapkan. Dan kita berhak mengharapkan hal ini. Tidak ada yang lebih buruk daripada ketidak-acuhan, bahkan ketidak-sependapatan jauh lebih menyenangkan.

Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain.

Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran. Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda bertanggungjawab atasnya. Cara terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini adalah dengan pesan yang menggunakan kata Saya (kata ganti orang pertama tunggal).

2. Empati (Empathy)

Empati adalah sebagai ”kemampuan seseorang untuk ‘mengetahui’ apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu.” Bersimpati, dipihak lain adalah merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih.

Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya, berada di kapal yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Orang yang empati mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang.

Kita dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal.

Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan

(47)

(1) keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau belaian yang sepantasnya.

3. Sikap Mendukung (Supportiveness)

Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung (supportiveness). Suatu konsep yang perumusannya dilakukan berdasarkan karya Jack Gibb. Komunikasi yang terbuka dan empati tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategik, dan (3) provisional, bukan sangat yakin.

4. Sikap Positif (Positiveness)

Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal dengan sedikitnya dua cara : (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi.

(48)

5. Kesetaraan (Equality)

Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang mungkin lebih pandai. Lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal.

Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan, ketidak-sependapatan dan konflik lebih dillihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain.Kesetaraan tidak mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau menurut istilah Carl Rogers, kesetaraan meminta kita untuk memberikan

“penghargaan positif tak bersyarat” kepada orang lain.

2.3. Keluarga

Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga (Friedman, 1998). Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya (Suprajitno, 2004).

(49)

Friedman (1998) menyatakan bahwa tipe-tipe keluarga dibagi atas keluarga inti, keluarga orientasi, keluarga besar. Keluarga inti adalah keluarga yang sudah menikah, sebagai orangtua, atau pemberi nafkah. Keluarga inti terdiri dari suani istri dan anak mereka baik anak kandung ataupun anak adopsi. Keluarga orientasi (keluarga asal ) yaitu unit keluarga yang didalamnya seseorang dilahirkan. Keluarga besar yaitu keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah seperti kakek dan nenek, paman dan bibi (Suprajitno, 2004).

Keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan dan saling menyerahkan diri yang dijalin oleh kasih sayang (Djamarah, 2004).

Keluarga merupakan suatu unit terkecil yang bersifat universal, artinya terdapat pada setiap masyarakat di dunia atau sistem sosial yang terbentuk dalam sistem sosial yang lebih besar. Ada dua macam keluarga, yaitu keluarga inti (nuclear family) dan keluarga besar (extended family). Keluarga inti adalah suatu keluarga

yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang belum dewasa atau belum kawin, sedangkan keluarga besar adalah suatu satuan keluarga yang meliputi lebih dari satu generasi dan lingkungan kaum keluarga yang lebih luas dari pada ayah, ibu dan anak- anak.

2.3.1. Komunikasi Keluarga

Komunikasi dalam keluarga jika dilihat dari segi fungsinya tidak berbeda dengan fungsi komunikasi pada umumnya (Djamarah, 2004). Meluangkan waktu

(50)

bersama merupakan syarat untuk menciptakan komunikasi orangtua dan anak.

Komunikasi disini haruslah komunikasi yang efektif, artinya pesan yang disampaikan oleh si pengirim dapat ditangkap sama oleh si penerima.

Komunikasi keluarga adalah suatu kegiatan yang pasti terjadi dalam kehidupan keluarga. Tanpa komunikasi, sepilah kehidupan keluarga dari kegiatan berbicara, berdialog, bertukar pikiran akan hilang. Akibatnya kerawanan hubungan antara anggota keluarga sukar dihindari, oleh karena itu komunikasi antara suami dan istri, komunikasi antara orang tua dengan anak perlu dibangun secara harmonis dalam rangka membangun hubungan yang baik dalam keluarga (Djamarah, 2004). Hurlock (1997), menjelaskan komunikasi keluarga adalah pembentukan pola kehidupan keluarga dimana didalamnya terdapat unsur pendidikan, pembentukan sikap dan perilaku anak yang berpengaruh terhadap perkembangan anak.

Dalam dunia modern ini menyebabkan perubahan dalam berbagai aspek kehidupan keluarga, akibatnya pola keluarga telah berubah secara radikal (drastis).

Dari sekian banyak perubahan yang terjadi pada keluarga tersebut dampaknya dapat terjadi pada seluruh komponen keluarga yang ada yaitu dipihak ayah, ibu, anak maupun keluarga yang ikut didalamnya seperti nenek atau anggota lainnya. Dilihat dari uraian di atas, maka anak pun memikul dampak dari perubahan yang terjadi pada keluarga. Ikatan dengan keluarga yang renggang dan kontak keluarga yang berkurang, berkurangnya pekerjaan yang dilakukan di rumah, anak lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah dari pada di dalam rumah, perceraian atau pernikahan kedua atau ketiga semakin meningkat, para ayah memegang peran lebih

(51)

besar alam pengasuhan anak, orang tua mempunyai ambisi lebih besar bagi anak dan bersedia mengorbankan kepentingan pribadi mereka demi pendidikan anak dalam mempersiapkan mereka dimasa depan dan adakalanya lebih banyak interaksi dengan orang luar daripada anggota keluarga (Hurlock, 1997).

Selanjutnya Hurlock (1997 ) menyatakan bahwa hubungan dengan anggota keluarga, menjadi landasan sikap terhadap orang dan kehidupan secara umum.

Dengan demikian maka seseorang akan belajar menyesuaikan diri pada kehidupan atas dasar peraturan dalam keluarga. Peranan keluarga sangat penting terhadap perkembangan sosial anak, tidak hanya terbatas pada situasi sosial ekonominya atau keutuhan struktur dan interaksinya saja. Hal ini mudah diterima apabila kelompok sosial dengan tujuan-tujuan, norma-norma, dinamika kelompok termasuk kepemimpinannya yang sangat mempengaruhi kehidupan individu yang menjadi keloompok tersebut diantara anak. Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikan merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat (Yusuf, 2007).

Komunikasi merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menanamkan nilai-nilai. Bila hubungan yang dikembangkan oleh orang tua tidak harmonis misalnya, ketidak-tepatan orang tua dalam memilih pola asuhan, pola komunikasi yang tidak dialogis dan adanya permusuhan serta pertentangan dalam keluarga, maka

(52)

akan terjadi hubungan yang tegang. Komunikasi dalam keluarga terbentuk bila hubungan timbal balik selalu terjalin antara ayah, ibu dan anak (Gunarsa,2002).

Komunikasi yang diharapkan adalah komunikasi yang efektif, karena komunikasi yang efektif dapat menimbulkan pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik dan tindakan. Demikian juga dalam lingkungan keluarga diharapkan terbina komunikasi yang efektif antara orang tua dan remaja, sehingga akan terjadi hubungan yang penuh kasih sayang dan dengan adanya hubungan harmonis antara orang tua dan remaja, diharapkan adanya keterbukaan antara orang tua dan remaja dalam membicarakan masalah dan kesulitan yang dialami oleh remaja (Mulandar, 2003). Maka disinilah diperlukan komunikasi dalam keluarga yang sering dsiebut komunikasi keluarga. Kegiatan komunikasi dalam keluarga biasanya berlangsung secara tatap muka dan memungkinkan adanya dialog antar anggota-anggota dalam keluarga pada umumnya bersikap akrab dan terbuka. Namun untuk mengadakan komunikasi yang baik antara orang tua dengan anak usia remaja tidak mudah karena ada faktor-faktor yang menjadi penghambat, yaitu :

1. Orang tua biasanya merasa kedudukannya lebih tinggi daripada kedudukan anaknya yang menginjak usia remaja.

2. Orang tua dan remaja tidak mempergunakan bahasa yang sama sehingga meninggalkan salah tafsir atau salah paham.

3. Orang tua hanya memberikan informasi, akan tetapi tidak ikut serta memecahkan masalah yang dihadapi remaja.

Referensi

Dokumen terkait

Karena itu, berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan di atas, maka permasalahan yang ada dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah ada pengaruh tayangan

Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang signifikan kadar serum TNF-α antara deksmedetomidin dan kontrol maupun antara klonidin dengan kontrol, tetapi tidak ada

Peran dan fungsi yang telah ditetapkan oleh Undang-undang dan Peraturan Pemerintah menjadikan fungsi Kepala Desa sebagai kepala pemerintahan harus memberi ruang

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLII-2/W7, 2017 ISPRS Geospatial Week 2017, 18–22 September 2017,

Suatu penelitian telah dilakukan yang bertujuan 1) mengetahui kontribusi usaha babi terhadap pendapatan rumah tangga nelayan tradisional di Kabupaten Rote Ndao dan

[r]

Suku-suku bangsa pribumi ini tergolong ras Nusantara, yang oleh orang Barat disebut Austronesia, dan yang sejak 600.000 tahun dahulu kala telah bermigrasi ke

yang  menyenangkan