• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODUL PRAKTIKUM PRAKTIKUM K3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MODUL PRAKTIKUM PRAKTIKUM K3"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL PRAKTIKUM PRAKTIKUM K3

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN DAN FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

2018/2019

(2)

ii

VISI, MISI DAN TUJUAN PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

A. VISI

“Pada Tahun 2037, menjadi Program Studi Kesehatan Masyarakat yang islami berbasis teknologi informasi yang unggul di bidang pemberdayaan masyarakat dan berkonstribusi terhadap penyelesaian masalah sosial dan lingkungan”

B. MISI

1. Menyelenggarakan pendidikan kesehatan masyarakat yang islami berbasis teknologi informasi yang peka terhadap kesehatan di masyarakat.

2. Mengembangkan riset dibidang kesehatan masyarakat untuk berkonstribusi dalam penyelesaian masalah sosial dan lingkungan.

3. Menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan masyarakat dalam bentuk pengabdian dan pemberdayaan masyarakat untuk menjadi solusi masalah sosial khususnya pengangguran, kemiskinan dan lingkungan.

4. Mengembangkan kerjasama dibidang kesehatan masyarakat dengan berbagai pihak yang saling menguntungkan baik di dalam ataupun luar negeri.

C. TUJUAN

1. Menghasilkan lulusan tenaga kesehatan masyarakat yang berkarakter, berwawasan dan berkemajuan yang berpijak pada nilai – nilai keislaman dan mampu memanfaatkan teknologi informasi yang berkontribusi terhadap pembangunan dan menjadi solusi masalah sosial dan lingkungan.

2. Menghasilkan produk penelitian IPTEKS kesehatan masyarakat yang berbasis teknologi informasi dan ramah lingkungan.

(3)

iii 3. Melaksanakan pengabdian dan pemberdayaan masyarakat untuk menjadi solusi masalah sosial khususnya pengangguran, kemiskinan dan lingkungan.

4. Menghasilkan kerjasama dalam bidang Catur Dharma Perguruan Tinggi yang produktif dan saling menguntungkan baik dalam dan luar negeri

D. SASARAN

1. Peningkatan mutu pembelajaran dan lulusan

2. Pengembangan SDM dosen dan tenaga kependidikan 3. Pengembangan wahana pendidikan

4. Pengembangan program studi baru

5. Peningkatan penelitian dan publikasi ilmiah

6. Optimalisasi pengabdian masyarakat yang diprioritaskan pada upaya mengatasi masalah sosial, pengangguran dan lingkungan

7. Peningkatan kerjasama nasional maupun internasional

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan Modul Praktikum Program K3.

Kami berharap dengan adanya modul praktikum ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca khusunya mahasiswa kesehtaan masyarakat. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan modul ini masih banyak terdapat kekurangan.

Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi penyempurnaan modul berikutnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Samarinda, Agustus 2019

Penyusun

(5)

v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

VISI, MISI DAN TUJUAN... ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Identifikasi Bahaya K3 di Perusahaan ... 5

B. Penyusunan Program Pemecahan Masalah di Perusahaan... 12

BAB III PENUTUP ... 18

A. Kesimpulan ... 18

B. Saran ... 18

DAFTAR PUSTAKA ... 19

FORMULIR PENILAIAN ... 20

(6)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani. Dengan keselamatan dan kesehatan kerja maka para pihak diharapkan dapat melakukan pekerjaan dengan aman dan nyaman.

Pekerjaan dikatakan aman jika apapun yang dilakukan oleh pekerja tersebut, resiko yang mungkin muncul dapat dihindari. Pekerjaan dikatakan nyaman jika para pekerja yang bersangkutan dapat melakukan pekerjaan dengan merasa nyaman dan betah, sehingga tidak mudah lelah.

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Dengan menerapkan teknologi pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja, diharapkan tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi. Disamping itu keselamatan dan kesehatan kerja dapat diharapkan untuk menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi. Jadi, unsur yang ada dalam kesehatan dan keselamatan kerja tidak terpaku pada faktor fisik, tetapi juga mental, emosional dan psikologi.

Potensi bahaya terdapat hampir disetiap tempat dimana dilakukan suatu aktivitas, baik di rumah, di jalan, maupun di tempat kerja. Apabila potensi bahaya tersebut tidak dikendalikan dengan tepat akan dapat menyebabkan kelelahan, sakit, cidera, dan bahkan kecelakaan yang serius.

Dalam Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pengurus perusahaan mempunyai kewajiban untuk menyediakan tempat kerja yang memenuhi syarat keselamatan dan kesehatan. Sedangkan tenaga kerja mempunyai kewajiban untuk mematuhi setiap syarat keselamatan dan kesehatan yang ditetapkan baginya. Syarat-syarat keselamatan dan kesehatan sesuai Undang-undang Keselamatan Kerja

(7)

2 tersebut antara lain untuk mencegah dan mengurangi kecelakaan, mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, mencegah dan mengendal ikan pencemaran udara serta menyediakan penerangan dan mikroklimat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi biaya perawatan dan rehabilitasi akibat kecelakaan dan sakit, meningkatkan produktivitas kerja, meningkatkan moral dan hubungan atau relasi perusahaan yang lebih baik.

Mengingat potensi bahaya terdapat hampir diseluruh tempat kerja, maka upaya untuk mencegah dan mengurangi resiko yang mungkin timbul akibat proses pekerjaan perlu segera dilakukan. Melalui hazard management procces, resiko yang mungkin timbul dapat diidentifikasi, dinilai dan dikendalikan sedini mungkin melalui pendekatan preventif, inovatif dan partisipatif (Tarwaka, 2008).

Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat. Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses

(8)

3 produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Begitu juga dengan laboratorium yang merupakan sarana untuk melaksanakan kegiatan penelitian ilmiah.

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident).

Keselamatan dan kesehatan kerja harus dikelola sebagaimana dengan aspek lainnya dalam perusahaan seperti operasi, produksi, logistik, sumber daya manusia, keuangan dan pemasaran. Aspek K3 tidak akan bisa berjalan seperti apa adanya tanpa adanya intervensi dari manajemen berupa upaya terencana untuk mengelolanya. Karena itu ahli K3 sejak awal tahun 1980an berupaya meyakinkan semua pihak khususnya manajemen organisasi untuk menempatkan aspek K3 setara dengan unsur lain dalam organisasi. Hal inilah yang mendorong lahirnya berbagai konsep mengenai manajemen K3. Menurut Kepmenaker 05 tahun 1996, Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari sistem secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan/desain, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan, bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

(9)

4 Meskipun ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja telah diatur sedemikian rupa, tetapi dalam praktiknya tidak seperti yang diharapkan. Begitu banyak faktor di lapangan yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja seperti faktor manusia, lingkungan dan psikologis. Masih banyak perusahaan yang tidak memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja. Begitu banyak berita kecelakaan kerja yang dapat kita saksikan. Dalam makalah ini kemudian akan dibahas mengenai permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja serta bagaimana mewujudkannya dalam keadaan yang nyata.

B. Tujuan

a) Untuk mengetahui identifikasi bahaya K3 di perusahaan.

b) Untuk mengetahui penyusunan program pemecahan masalah di perusahaan.

(10)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Identifikasi Bahaya K3 di Perusahaan 1. Identifikasi Bahaya K3

Kegiatan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian risiko merupakan bagian dari manajemen risiko pada tahap perencanaan sehingga sangat penting sebagai alat untuk melindungi perusahaan terhadap kemungkinan yang merugikan dan upaya preventif untuk melindungi tenaga kerja dari kecelakaan kerja. Dalam penerapannya tidak hanya melibatkan pihak manajemen tetapi juga komitmen manajemen dan seluruh pihak yang terkait.

Identifikasi Bahaya dilaksanakan guna menentukan rencana penerapan K3 di lingkungan Perusahaan. Identifikasi bahaya termasuk di dalamnya ialah identifikasi aspek dampak lingkungan operasional Perusahaan terhadap alam dan penduduk sekitar di wilayah Perusahaan menyangkut beberapa elemen seperti tanah, air, udara, sumber daya energi serta sumber daya alam lainnya termasuk aspek flora dan fauna di lingkungan Perusahaan. Berikut adalah Lingkaran Identifikasi Bahaya.

(11)

6

.

Gambar 2.1 Lingkaran Identifikasi Bahaya

Identifikasi Bahaya dilakukan terhadap seluruh aktivitas operasional Perusahaan di tempat kerja meliputi :

a) Aktivitas kerja rutin maupun non rutin di tempat kerja.

b) Aktivitas semua pihak yang memasuki termpat kerja termasuk kontraktor, pemasok, pengunjung dan tamu.

c) Budaya manusia, kemampuan manusia dan faktor manusia lainnya.

d) Bahaya dari luar lingkungan tempat kerja yang dapat mengganggu keselamatan dan kesehatan kerja tenaga kerja yang berada di tempat kerja.

e) Infrastruktur, perlengkapan dan bahan (material) di tempat kerja baik yang disediakan Perusahaan maupun pihak lain yang berhubungan dengan Perusahaan.

f) Perubahan atau usulan perubahan yang berkaitan dengan aktivitas maupun bahan/material yang digunakan.

g) Perubahan Sistem Manajemen K3 termasuk perubahan yang bersifat sementara dan dampaknya terhadap operasi, proses dan aktivitas kerja.

(12)

7 h) Penerapan peraturan perundang-undangan dan persyaratan lain

yang berlaku.

i) Desain tempat kerja, proses, instalasi mesin/peralatan, prosedur operasional, struktur organisasi termasuk penerapannya terhadap kemampuan manusia

2. Faktor-Faktor Identifikasi Bahaya

Identifikasi bahaya yang dilaksanakan memperhatikan faktor-faktor bahaya sebagai berikut :

a) Biologi (jamur, virus, bakteri, mikroorganisme, tanaman, binatang).

b) Kimia (bahan / material / gas / uap / debu /cairan beracun, berbahaya, mudah meledak / menyala / terbakar, korosif, iritan, bertekanan, reaktif, radioaktif, oksidator, penyebab kanker, bahaya pernafasan, membahayakan lingkungan, dsb).

c) Fisik / Mekanik (insfraktruktur, mesin / alat / perlengkapan / kendaraan / alat berat, ketinggian tekanan, suhu, ruang terbatas/terkurung, cahaya, listrik, radiasi, kebisingan, getaran dan ventilasi).

d) Biomekanik (postur/posisi kerja, pengangkutan manual, gerakan berulang serta ergonomi tempat kerja/alat/mesin).

e) Psikis/Sosial (berlebihnya beban kerja, komunikasi, pengendalian manajemen, lingkungan sosial tempat kerja, kekerasan dan intimidasi).

f) Dampak Lingkungan (air, tanah, udara, ambien, sumber daya energi, sumber daya alam, flora dan fauna).

Penilaian resiko menggunakan pendekatan metode matriks resiko yang relatif sederhana serta mudah digunakan, diterapkan dan menyajikan representasi visual di dalamnya. Pengendalian resiko didasarkan padahierarkisebagai berikut :

(13)

8 a) Eliminasi (menghilangkan sumber / aktivitas berbahaya).

b) Substitusi (mengganti sumber / alat /mesin / bahan / material / aktivitas / area yang lebih aman).

c) Perancangan (modifikasi/instalasi sumber / alat /mesin / bahan / material / aktivitas / area supaya menjadi aman).

d) Administrasi (penerapan prosedur / aturan kerja, pelatihan dan pengendalian visual di tempat kerja).

e) Alat Pelindung Diri (penyediaan alat pelindung diri bagi tenaga kerja dengan paparan bahaya / resiko tinggi)

Berikut adalah matriks penilaian resiko K3 :

Tabel 2.1 Matriks Penilaian Resiko K3

(14)

9 Tabel 2.2 Matriks Penilaian Resiko K3

Keterangan :

T : Tinggi, memerlukan perencanaan khusus di tingkat manajemen puncak, dan penanganan dengan segera / kondisi darurat.

S : Signifikan, memerlukan perhatian dari pihak manajemen dan melakukan tindakan perbaikan secepat mungkin.

M : Moderat, tidak melibatkan manajemen puncak, namun sebaiknya segera diambil tindakan penanganan / kondisi bukan darurat.

R : Rendah, risiko cukup ditangani dengan prosedur rutin yang berlaku.

3. Istilah Bahaya Dalam Lingkungan Kerja

a) Hazard adalah suatu keadaan yang memungkinkan/dapat menimbulkan kecelakaan, penyakit, kerusakan atau menghambat kemampuan pekerja yang ada.

b) Danger adalah tingkat bahaya akan suatu kondisi yang sudah menunjukkan peluang bahaya sehingga mengakibatkan suatu tindakan pencegahan.

c) Risk adalah prediksi tingkat keparahan bila terjadi bahaya dalam siklus tertentu.

d) Incident adalah munculnya kejadian bahaya yang dapat atau telah mengadakan kontak dengan sumber energi yang melebihi ambang batas normal.

e) Accident adalah kejadian bahaya yang disertai adanya korban dan/atau kerugian baik manusian maupun benda.

(15)

10 4. Metode Identifikasi Bahaya K3

a) Metode Perbandingan

Metode yang membandingkan suatu rancangan terhadap suatu standar atau desain, dalam bentuk seperti daftar periksa (checklist). Fungsinya sebagai acuan untuk menentukan potensi bahaya dalam suatu sistem. Daftar ini dikembangkan dari pengalaman atau standar analisis tertentu, seperti apa yang boleh dan apa yang tidak. Daftar periksa berguna saat proses perancangan untuk membantu ingatan dalam mengungkapkan bahaya yang terlupakan.

b) Metode Fundamental

Metode yang tersusun untuk memotivasi orang yang menerapkan pengetahuan dan pengalaman mereka dengan tujuan mengidentifikasi bahaya. Berikut yang termasuk dalam metode kelompok ini adalah:

c) Preliminary Hazard Analysis (PHA) atau analisis bahaya awal Suatu sistem atau metode yang biasanya digunakan untuk menjelaskan dengan teknik kualitatif untuk mengidentifikasi bahaya pada tahap awal dalam proses desain. Prinsip dari PHA, untuk mengidentifikasi bahaya yang mungkin akan berkembang menjadi kecelakaan. Ini dilakukan dengan menimbulkan situasi atau proses yang tidak direncanakan. Ini penting untuk melakukan identifikasi bahaya dari awal yang bertujuan untuk mengimplementasikan corrective action pada proses desain.

d) Hazard Operability Study (HAZOPS)

Metode yang digunakan industri untuk mengidentifikasi bahaya pada tahap desain rekayasa. Tujuannya untuk menganalisis bagian sistem satu per satu dan menjelaskan bagaimana kondisi ideal untuk suatu sistem bisa Langkah awal dilakukan dengan mendapatkan tinjauan dari sistem berupa gambar teknis atau informasi lain dari sistem tersebut.

(16)

11 e) Risk Based Inspection (RBI)

Penilaian risiko dan manajemen proses yang terfokus pada kegagalan peralatan karena kerusakan material. Fokus RBI adalah penilaian risiko yang berkaitan dengan pengoperasian peralatan.

RBI dapat memberikan masukan kepada manajemen untuk merencanakan jadwal inspeksi dan pemeliharaan pada peralatan termasuk penganggaran biayanya.

f) What-If

Metode identifikasi bahaya awal untuk meninjau desain dengan menanyakan serangkaian pertanyaan awal yaitu bagaimana-jika atau what-if. Analisis ini merupakan bagian dari cara checklist, yang kemungkinan merupakan metode identifikasi bahaya tertua.

g) Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) atau analisis pola kegagalan dan akibat

Metode untuk mengidentifikasi bahaya yang melibatkan analisis modus kegagalan. Seperti apa penyebabnya dan bagaimana dampaknya, serta kritikalitas dari kegagalan. Tujuan dari FMEA adalah untuk mengidentifikasi kegagalan yang mempunyai dampak yang tidak diinginkan pada sistem operasi.

h) Fault Tree Analysis (FTA) dan Event Tree Analysis (ETA)

Diagram logika yang digunakan untuk mewakili masing- masing dampak dari suatu peristiwa dan penyebab dari suatu peristiwa. Diagram ini juga menyatakan ilustrasi bebas dari rangkaian potensi kegagalan peralatan atau kesalahan manusia yang dapat menimbulkan kerugian. FTA bersifat deduktif yang dilakukan dengan memunculkan akibat untuk mencari sebab.

Sedangkan ETA bersifat induktif yang dilakukan dengan dengan menampilkan sebab (kejadian awal) untuk mencari akibat (kejadian akhir).

(17)

12 i) Qualitative Risk Assessment

Pendekatan nilai risiko terhadap suatu sistem dengan pemberian skor kualitatif, seperti iya atau tidak, lalu baik atau buruk terhadap faktor kemungkinan dan akibat kegagalan dari suatu kejadian (Wachyudi, 2010).

j) Semi-quantitave Risk Assessment

Pengembangan penilain risiko dengan menggunakan suatu pemodelan untuk kejadian tertentu. Tujuannya untuk mendapatkan rate event. Dengan pemodelan ini, akan menghasilkan akurasi data berdasarkan informasi awal yang diolah dengan mempertimbangkan parameter-parameter yang ada.

k) Quantitative Risk Assessment

Penilaian penuh dengan melakukan pemodelan pada semua kejadian, sehingga kemungkinan dampak dari suatu kegagalan dapat diketahui secara numerik. Dari sinilah akan didapati tingkat risiko yang cukup akurat.

B. Penyusunan Program Pemecahan Masalah di Perusahaan 1. Program K3

Ketika seorang keryawan/tenaga kerja merasa aman dan nyaman serta memiliki fisik yang sehat dalam bekerja maka tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan akan sesuai dengan harapan. Menurut Dewan K3 Nasional, program K3 adalah upaya untuk mengatasi ketimpangan pada empat unsur produksi yaitu manusia, sarana, lingkungan kerja dan manajemen. Program ini meliputi administrasi dan manajemen, P2K3, kebersihan dan tata ruang, peralatan K3, pengendalian bahaya dan beracun, pencegahan kebakaran, keadaan darurat, penerapan K3 dan sistem evaluasi program (DK3N, 1993).

Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja bersifat spesifik artinya program keselamatan dan kesehatan kerja tidak bisa dibuat, ditiru, atau dikembangkan semaunya. Suatu program keselamatan dan kesehatan kerja dibuat berdasarkan kondisi dan kebutuhan

(18)

13 nyata di tempat kerja sesuai dengan potensi bahaya sifat kegiatan, kultur, kemampuan financial, dan lainnya. Dalam usaha tersebut pihak perusahaan pun sudah selayaknya ikut serta dalam mengoptimalkan peran K3 tersebut. Hal ini dapat digambarkan dalam kerangka pikir sebagai berikut:

Gambar 1 Alur kerangka pikir

Program K3 merupakan suatu rencana kerja dan pelaksanaan prosedur yang memfasilitasi pelaksanaan keselamatan kerja dan proses pengendalian resiko dan paparan bahaya termasuk kesalahan manusia dalam tindakan tidak aman, meliputi :

Kesadaran pentingnya K3 Budaya penggunaan APD

Meminimalisirkan kecelakaan kerja Program K3

1. Manajemen K3 2. Pengawasan kerja 3. Pelatihan K3

4. Tersedianya alat pelindung diri (APD)

5. SOP

6. Sosialisasi K3

7. Poliklinik/ruang kesehatan 8. Kantin

9. Rest Area

Produktivitas Kerja

(19)

14 a) Membuat program untuk mendeteksi, mengkoreksi, mengontrol kondisi berbahaya, lingkungan beracun dan bahaya-bahaya kesehatan.

b) Membuat prosedur keamanan.

c) Menindaklanjuti program kesehatan untuk pembelian dan pemasangan peralatan baru dan untuk pembelian dan penyimpanan bahan berbahaya.

d) Pemeliharaan sistem pencatatan kecelakaan agar tetap waspada.

e) Pelatihan K3 untuk semua level manajemen.

f) Rapat bulanan P2K3

g) Tetap menginformasikan perkembangan yang terjadi di bidang K3 seperti alat pelindung diri, standar keselamatan yang baru.

h) Pembagian pernyataan kebijakan organisasi.

Program keselamatan dan kesehatan kerja harus dirancang spesifik untuk masing-masing perusahaan sehingga tidak bisa sekedar meniru atau mengikuti arahan dan pedoman dari pihak lain (Ramli, 2010).

Efektifitas program keselamatan dan kesehatan kerja sangat tergantung kepada komitmen dan keterlibatan semua pekerja.

Keterlibatan pekerja akan meningkatkan produktivitas. Beberapa kegiatan yang harus melibatkan pekerja antara lain (Nasution, 2005):

a) Kegiatan pemeriksaan bahan berbahaya dan beracun dan menyusulkan rekomendasi bagi perbaikan.

b) Mengembangkan atau memperbaiki aturan keselamatan umum.

c) Melakukan pelatihan terhadap tenaga kerja baru.

d) Membantu proses analisis penyebab kecelakaan kerja.

(20)

15 Unsur-unsur program keselamatan dan kesehatan kerja yang terpenting adalah pernyataan dan kebijakan perusahaan, organisasi dan personil, menjaga kondisi kerja untuk memenuhi syarat-syarat keselamatan, membuat laporan dan analisis penyebab kecelakaan dan menyediakan fasilitas pertolongan pertama pada kecelakaan (Nasution, 2005). Program keselamatan dan kesehatan kerja akan memperbaiki kualitas hidup pekerja melalui jaminan keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat menciptakan situasi kerja yang aman, tenteram dan sehat sehingga dapat mendorong pekerja untuk bekerja lebih produktif.

Melalui program keselamatan dan kesehatan kerja, terjadinya kerugian dapat dihindarkan sehingga perusahaan dapat meningkatkan kesejahteraan pekerjanya (Siregar, 2005). Heinrich menyatakan prinsip dasar dari program keselamatan dan kesehatan kerja yang perlu diterapkan dalam upaya pencegahan kecelakaan, yaitu :

a) Melakukan usaha inspeksi keselamatan kerja untuk mengidentifikasikan kondisi- kondisi yang tidak aman.

b) Mengadakan usaha pendidikan dan pelatihan para pekerja untuk meningkatkan pengetahuan pekerja akan tugasnya sehari-hari dan cara kerja yang aman.

c) Membuat peraturan-peraturan keselamatan kerja yang harus ditaati oleh semua pekerja.

d) Pembinaan displin dan ketaatan terhadap semua peraturan di bidang keselamatan kerja.

2. Prinsip-Prinsip Penyusunan Program Pemecahan Masalah K3 Sebagai sebuah sistem manajemen, K3 tidak dapat dipisahkan dari suatu sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan. Program K3 yang telah ditetapkan akan berjalan efektif jika didukung dan dilaksanakan oleh seluruh bagian atau departemen yang ada dalam suatu organisasi perusahaan. Oleh karena itu, dalam penyusunan

(21)

16 program K3 harus mempertimbangkan semua aspek yang terkait dalam perusahaan seperti aspek produksi, finansial, sosial, psikologi, budaya kerja dan manajemen. Isu cross-cutting dalam K3 menjadi perhatian bagiparapakar, akademisi dan praktisi K3 dalam penyusunan dan pelaksanaan program K3 yang terarah dan terencana.

a) Prinsip-Prinsip Penyusunan Program K3

Sebuah organisasi perusahaan perlu mengembangkan strategi perencanaan yang baik dalam menerapkan aspek K3 melalui program-program yang disusun berdasarkan prinsip yang terencana dan terarah. Dalam sebuah sistem manajemen, perencanaan sebuah program harus mempertimbangkan prinsip SMART (Specific, Measurable, Achievable, Realiable, Timetable). Sebuah program K3 harus bersifat spesifik yang berarti bahwa program-program yang dibuat sedapat mungkin tidak menimbulkan kebingunan bagi pihak yang diberi tugas untuk melaksanakannya, mudah terukur dalam hal pencapaian hasilnya dengan ditetapkannya target dan indikator keberhasilan pencapaiannya. Sebuah program K3 juga harus bersifat mudah untuk dilaksanakan sehingga dapat berjalan efektif dan efisien sesuai dengan kemampuan perusahaan serta realistis dalam hal pembiayaan dan kemampuan orang yang melaksanakannya dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.

Dalam menetapkan program K3 terdapat beberapa referensi yang dapat dijadikan acuan, salah satunya adalah OHSAS 18001:2007 klausul 4.8.3 tentang objektif dan program K3

“Organisasi harus menetapkan, menjalankan dan memelihara dokumen objektif K3 pada fungsi dan tingkatan yang sesuai dalam organisasi”. Menurut Ramli (2009), untuk mencapai objektif yang telah ditetapkan, organisasi harus menyusun program kerja yang merefleksikan kebijakan organisasi. Rencana kerja ini disusun untuk setiap tingkatan manajemen sebagai landasan operasional dengan mempertimbangkan:

(22)

17 1) Penentuan tanggung jawab dan wewenang untuk pencapaiannya disetiap tingkatan, fungsi dan departemen.

Program K3 sebaiknya diintegrasikan dengan program organisasi secara keseluruhan sehingga menjadi salah satu aspek dalam pencapaian sasaran organisasi.

2) Sarana dan sumberdaya yang diperlukan untuk mencapai program kerja yang telah ditetapkan misalnya pendanaan, tenaga, peralatan dan lainnya.

3) Jangka waktu atau jadwal pelaksanaan dan penyelesaian program kerja.

b) Dasar Penyusunan Program K3

Dalam penyusunan program K3 dalam suatu perusahaan, terdapat landasan atau dasar-dasar yang melatarbelakangi pembuatan suatu program diantaranya adalah hasil risk assessment dari suatu kegiatan produksi untuk mengetahui potensi- potensi bahaya dan resiko ditempat kerja. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam melakukan penilaian resiko yaitu, metode kualitatif, semi kuantitatif dan kuantitatif.

Sebelum melakukan penilaian resiko perlu diketahui bisnis proses suatu kegiatan produksi suatu industri, dalam setiap tahapan proses produksi terdapat beberapa bahaya yang dapat menimpa pekerja sehingga berpotensi menyebabkan kecelakaan dan gangguan kesehatan. Faktor-faktor penyebab yang dapat membahayakan tenaga kerja sudah seharusnya dicegah, dikendalikan, diminimalisir atau bahkan dihilangkan. Untuk mencegah berbagai gangguan yang muncul, maka terlebih dahulu perlu diketahui proses produksi dan identifikasi permasalahannya, cara pemantauan, dan standar-standar yang berlaku.

(23)

18

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Identifikasi Bahaya K3 di Perusahaan

Identifikasi Bahaya dilaksanakan guna menentukan rencana penerapan K3 di lingkungan Perusahaan. Identifikasi bahaya termasuk di dalamnya ialah identifikasi aspek dampak lingkungan operasional Perusahaan terhadap alam dan penduduk sekitar di wilayah Perusahaan menyangkut beberapa elemen seperti tanah, air, udara, sumber daya energi serta sumber daya alam lainnya termasuk aspek flora dan fauna di lingkungan Perusahaan.

2. Penyusunan Program Pemecahan Masalah di Perusahaan

Dalam penyusunan program K3 harus mempertimbangkan semua aspek yang terkait dalam perusahaan seperti aspek produksi, finansial, sosial, psikologi, budaya kerja dan manajemen. Isu cross-cutting dalam K3 menjadi perhatian bagiparapakar, akademisi dan praktisi K3 dalam penyusunan dan pelaksanaan program K3 yang terarah dan terencana.

B. Saran

Sebaiknya didalam pelaksanaan praktikum ini waktu yang digunakan dengan baik agar praktikum berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Dan juga praktikan harus teliti pada dalam saat pelaksanaan praktikum, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

(24)

19

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2013. Modul K3L (Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan) dan Hukum. Balikpapan: Program Studi Teknik Sipil.

Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

(http://anandasekarbumi.files.wordpress.com/2010/11/sap-9-msdm-10- 11.ppt).

Markkanen, Pia K. 2004. Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Indonesia. Jakarta : Internasional Labour Organisation Sub Regional South-East Asia and The Pacific Manila Philippines.

Storage & Offloading (FPSO) untuk Projek Petronas Bukit Tua Tahun 2010 . Depok: Universitas Indonesia.

Tarwaka, 2008. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Surakarta : HARAPAN PRESS.

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Wachyudi, Y. (2010). Identifikasi Bahaya, Analisis, dan Pengendalian Risiko dalam Tahap Desain Proses Produksi Minyak & Gas di Kapal Floating Production.

(25)

20 Formulir Penilaian Praktik Mandiri Praktikum K3

No. Aspek yang Dinilai Bobot

Nilai

YA TIDAK

1. Praktik Identifikasi Bahaya K3 Diperusahaan 45 2. Praktik Penyusunan Program Pemecahan di

Perusahaan

55

Jumlah 100

Gambar

Gambar 2.1 Lingkaran Identifikasi Bahaya
Tabel 2.1 Matriks Penilaian Resiko K3
Gambar 1  Alur kerangka pikir

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan aspek K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) yang baik untuk mengatasi masalah kecelakaan yang terjadi dapat dilakukan dengan selalu mengontrol setiap

Mahasiswa dapat memahami dan berperilaku pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), memahami peraturan perundangan K3, risiko bahaya di tempat kerja, alat pelindung

Mahasiswa dapat memahami dan berperilaku pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), memahami peraturan perundangan K3, risiko bahaya di tempat kerja, alat pelindung

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan sarana untuk mencegah kecelakaan, cacat,dan kematian sebagai akibat dari kecelakaan kerja Keselamatan Kerja ( safety)

Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N), bekerja sama dengan Asosiasi Ahli K3 Konstruksi (A2K4), mendukung upaya pencegahan kecelakaan kerja melalui pedoman

Salah satu aspek yang perlu diperhatikan untuk mengurangi angka kecelakaan adalah terdapat tenaga kerja yang memahami keselamatan dan kesehatan kerja K3, salah satu tugas keselamatan

Dengan merancang dan mengimplementasikan langkah-langkah ini, diharapkan PT Daya Inovasi Mandiri dapat meningkatkan standar keselamatan kerja, mengurangi risiko kecelakaan kerja, dan

SASARAN DAN PROGRAM K3 KONSTRUKSI • Mencegah Kecelakaan Kerja • Melindungi Kesehatan Tenaga Kerja • Menciptakan Lingkungan Kerja Yang aman • Meningkatkan produktivitas • mematuhi