• Tidak ada hasil yang ditemukan

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.47630/PP/M.VI/13/2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.47630/PP/M.VI/13/2013"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.47630/PP/M.VI/13/2013

Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 26

Tahun Pajak : 2009

Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap Koreksi Dasar Pengenaan Pajak terdiri dari :

Pembayaran ke AA Company

Rp 4.773.211,00 Pembayaran ke BB and

South China

Rp 2.798.929,00 Pembayaran ke BB China

Limited

Rp 13.078.048,00

1. Koreksi Pembayaran ke AA Company sebesar Rp 4.773.211,00

Menurut Terbanding : bahwa tidak terdapat data/dokumen berupa agreement yang terkait dengan pembayaran kepada AA Company dan tidak ada bukti transfer yang menunjukkan bahwa pembayaran tersebut langsung ditransfer kepada AA Company yang berkedudukan di Korea Selatan;

Menurut Pemohon : bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan Terbanding yang mengatakan bahwa tidak ada pasal yang mengatur mengenai pembayaran komisi dalam P3B antara Indonesia-Republik Korea, dimana menurut Peneliti, hak pemajakan berada di Negara Indonesia sehingga terutang PPh Pasal 26 dengan tarif 20%. Pada dasarnya komisi penjualan adalah balas jasa (fee) yang diberikan oleh penjual kepada pihak lain yang menjadi perantara/fasilitator dari transaksi penjualan barang (yang menerima fee bukan pembeli). Berdasarkan definisi tersebut, maka seharusnya atas pembayaran komisi tersebut termasuk ke dalam service (jasa) dan seharusnya Peneliti dapat mengacu kepada pasal mengenai business profit (laba usaha) dari Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dan Korea Selatan;

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(2)

Menurut Majelis : bahwa berdasarkan pemeriksaan dalam persidangan diketahui bahwa Koreksi Pembayaran ke AA Company sebesar Rp 4.773.211,00 karena tidak diatur dalam P3B Indonesia Republik Korea sehingga menurut Terbanding dikenakan tarif normal 20%;

bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi tersebut karena berdasarkan P3B Indonesia - Republik Korea disebutkan bahwa business profit dari suatu Negara hanya akan dikenakan Pajak pada Negara tersebut;

bahwa berdasarkan Pasal 7 ayat (1) P3B antara Indonesia dan Republik Korea dijelaskan bahwa:

Pasal 7

LABA USAHA

Laba suatu perusahaan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara itu, kecuali jika perusahaan itu menjalankan usaha di Negara pihak pada Persetujuan lainnya melalui suatu bentuk usaha tetap.

Apabila perusahaan itu menjalankan usaha seperti tersebut di atas, maka laba perusahaan itu dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tetapi hanya atas bagian laba yang dianggap berasal dari bentuk usaha tetap, atau atas penjualan barang atau barang dagangan yang sejenis seperti yang dijual, atau transaksi usaha lainnya yang sejenis yang dilakukan, melalui bentuk usaha tetap;

bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, Majelis berpendapat bahwa atas business profit yang dibayarkan ke Negara Republik Korea berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Republik Korea, tidak dikenakan Pajak di Indonesia, kecuali perusahaan tersebut memiliki BUT di Indonesia, sehingga Majelis memutuskan atas Koreksi Pembayaran ke AA Company sebesar Rp 4.773.211,00 yang dilakukan Terbanding tidak dapat dipertahankan;

2. Koreksi Pembayaran ke BB China sebesar Rp 2.798.929,00

Menurut Terbanding : bahwa Pemohon Banding tidak konsisten terkait dengan sengketa keberatan atas pembayaran kepada BB. Pada surat keberatan, Pemohon Banding menyatakan bahwa pada Tahun 2008 transaksi kepada BB China berubah nama menjadi CC Limited.

Sementara dalam notice yang diserahkan Pemohon Banding, perubahan nama adalah dari PT CC menjadi PT BB dan perubahan berlaku per 1 April 2009;

Menurut Pemohon : bahwa Pemohon Banding juga telah membayarkan dan melaporkan kewajiban PPh Pasal 26 secara tepat waktu. Menurut Pemohon Banding, tidak ada PPh Pasal 26 yang masih kurang dipotong atas pembayaran komisi ke BB & South China Limited karena pada kenyataannya atas komisi sebesar Rp2.798.929,00 (yang kemudian diubah menjadi Rp2.812.728,00 oleh Tim Penelaah Keberatan) tersebut telah Pemohon Banding potong dengan tarif 20% pada bulan Juni, September, November 2008, dan Februari 2009 atas nama CC dengan bukti potong Nomor:

072/PPh/MI/VI/08 tertanggal 2 Juni 2008, Nomor: 060/PPh/MI/IX/08 tertanggal 15 September 2008, Nomor: 043/PPh/MI/XI/08 tertanggal 28 November 2008, dan Nomor: 056/PPh/MI/11/09 tertanggal 26 Februari 2009. Karena sudah dipotong dengan tarif 20%, pembuktian mengenai SKD sudah tidak diperlukan lagi;

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(3)

Menurut Majelis : bahwa koreksi Pembayaran ke BB sebesar Rp.2.798.929,00 dilakukan Terbanding karena berdasarkan bukti potong PPh Pasal 26 Nomor: 056/PPh/MI/09 tanggal 26 Februari 2009 adalah Marubeni Textile Asia Pacific yang menurut Pemohon Banding pada Tahun 2008 transaksi kepada BB Limited berubah nama menjadi CC Limited, dan Pemohon Banding belum mengubah section name dalam detail buku besarnya, sehingga pada saat pembayaran PPh Pasal 26 sudah berubah dengan nama pemasok yang baru. Pada saat dilakukan rekonsiliasi antara objek PPh Pasal 26 yang ada di buku besar dengan SPM PPh Pasal 26, selisih tersebut merupakan objek PPh Pasal 26 yang sudah berubah nama pemasoknya, namun menurut Terbanding perubahan berlaku efektif per 1 April 2009, sedangkan bukti potong PPh Pasal 26 tertanggal 26 Februari 2009;

bahwa hasil pemeriksaan Majelis diketahui bahwa pembayaran kepada BB Hongkong and South China tersebut dibebankan di masa Januari-Maret tahun 2009, tapi Pajak Penghasilan Pasal 26 yang bersangkutan belum dipungut di masa tersebut dan pembayaran atas PPh Pasal 26 di Masa Pajak berikutnya tidak diketahui secara jelas;

bahwa berdasarkan Pasal II Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 menyatakan Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku:

Wajib Pajak yang tahun bukunya berakhir setelah tanggal 30 Juni 2001 wajib menghitung pajaknya berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang tahun bukunya berakhir setelah tanggal 30 Juni 2009 wajib menghitung pajaknya berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang ini;

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia;"

bahwa berdasarkan Pasal 26 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 menyatakan

(1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakian perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh person) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan:

piden;

bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;

royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;

hadiah dan penghargaan;

pensiun dan pembayaran berkala lainnya;

bahwa berdasarkan Pasal 8 ayat (4) Peraturan Pemerintah RI Nomor : 138 Tahun 2000 tanggal 21 Desember 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan menyatakan :

"Pemotongan Pajak Penghasilan atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan, terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung petistiwa yang terjadi terlebih dahulu";

bahwa dalam memori penjelasannya dijelaskan :

"Ketentuan ini mengatur tentang batas waktu pelaksanaan kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak atas penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 26 Undang-undang Pajak Penghasilan yang dikaitkan dengan saat pembayaran atau saat terutangnya penghasilan. Saat terutangnya penghasilan tersebut lazimnya adalah pada saat jatuh tempo (seperti: bunga dan sewa) saat tersedia untuk dibayarkan (seperti: gaji dan piden), saat yang ditentukan dalam kontrak/perjanjian atau faktur (seperti: royalti, imbalan jasa teknik/jasa manajemen/jasa lainnya), atau saat tertentu lainnya. Saat terutangnya penghasilan tersebut juga ditentukan berdasarkan saat pengakuan biaya sesuai dengan metode pembukuan yang dianut oleh pihak yang berkewajiban memotong atau memungut Pajak Penghasilan. Pada prinsipnya, saat yang menentukan kapan kewajiban pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan harus dilaksanakan adalah mana yang lebih dulu terjadi, saat pembayaran atau saat terutangnya penghasilan. Untuk kemudahan, pelaksanaan pemotongan pajak dapat dilakukan pada saat terjadi pembayaran, walaupun sesuai dengan ketentuan saat terutangnya pemotongan pajak tersebut terjadi pada akhir bulan pembayaran";

bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dalam persidangan diketahui bahwa atas

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(4)

Menurut Terbanding : bahwa Pemeriksa menghitung objek PPh Pasal 26 dengan menggunakan kurs tengah BI pada saat Pemohon Banding melakukan entry data/pencatatan atas biaya, yaitu tanggal 12 Maret atas koreksi US$ 725,78 atau setara Rp8.694.844,00 dan tanggal 23 Maret 2009 atas koreksi US$ 362,89 atau setara Rp 4.267.586,00;

Menurut Pemohon : bahwa selisih tersebut terjadi karena kesalahan pencatatan menggunakan sistem accrual, sedangkan dasar terhutang PPh Pasal 26 yang dilaporkan dengan biaya komisi yang dibayarkan keluar negeri dimana dalam hal ini Pemohon Banding telah melakukan pembayaran atas PPN JLN pada saat pencatatan biaya dilakukan, sedangkan untuk pembayaran PPh Pasal 26 dilakukan pada saat terjadinya pembayaran;

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(5)

Menurut Majelis : bahwa koreksi Pembayaran ke BB Limited sebesar Rp 13.078.048,00 dilakukan Terbanding karena Pemohon Banding belum melaporkan PPh Pasal 26 dan tidak ada COD/sertifikat domisili;

bahwa menurut Terbanding, P3B Indonesia Koreksi ditandatangani tanggal 23 Maret 2010, dan diketahui atas pembayaran ke BB Limited sebesar Rp 13.078.048,00 dilakukan tanggal 12 Maret 2009 sehingga pembayaran tersebut dikenakan PPh Pasal 26 dengan Tarif 20%;

bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi Terbanding karena telah melakukan pemotongan PPh Pasal 26 atas pembayaran komisi tersebut dengan tarif 20% pada bulan Juni 2009 dengan Nomor Bukti Potong: 066/PPh/MI/II/09 tanggal 17 Juni 2009. Selisih tersebut terjadi karena kesalahan pencatatan menggunakan sistem accrual, sedangkan dasar terhutang PPh Pasal 26 yang dilaporkan dengan biaya komisi yang dibayarkan keluar negeri dimana dalam hal ini Pemohon Banding telah melakukan pembayaran atas PPN JLN pada saat pencatatan biaya dilakukan, sedangkan untuk pembayaran PPh Pasal 26 dilakukan pada saat terjadinya pembayaran;

bahwa berdasarkan Pasal 26 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 menyatakan Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan atau yang terhutang oleh badan Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara dan Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun atau oleh Wajib Pajak dalam negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri, dipotong pajak yang bersifat final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan :

a. piden dari perseroan dalam negeri;

b. bunga, termasuk imbalan karena jaminan pengembalian hutang;

c. sewa, royalti, dan penghasilan lain karena penggunaan harta;

d. imbalan yang dibayarkan untuk jasa teknik, jasa manajemen dan jasa lainnya yang dilakukan di Indonesia;

e. keuntungan sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia.

bahwa berdasarkan Pasal 8 ayat (4) Peraturan Pemerintah RI Nomor : 138 Tahun 2000 tanggal 21 Desember 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan menyatakan :

"Pemotongan Pajak Penghasilan atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan, tetutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung petistiwa yang terjadi terlebih dahulu";

bahwa dalam memori penjelasannya dijelaskan :

"Ketentuan ini mengatur tentang batas waktu pelaksanaan kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak atas penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 26 Undang-undang Pajak Penghasilan yang dikaitkan dengan saat pembayaran atau saat terutangnya penghasilan. Saat terutangnya penghasilan tersebut lazimnya adalah pada saat jatuh tempo (seperti: bunga dan sewa) saat tersedia untuk dibayarkan (seperti: gaji dan piden), saat yang ditentukan dalam kontrak/perjanjian atau faktur (seperti: royalti, imbalan jasa teknik/jasa manajemen/jasa lainnya), atau saat tertentu lainnya. Saat terutangnya penghasilan tersebut juga ditentukan berdasarkan saat pengakuan biaya sesuai dengan metode pembukuan yang dianut oleh pihak yang berkewajiban memotong atau memungut Pajak Penghasilan. Pada prinsipnya, saat yang menentukan kapan kewajiban pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan harus dilaksanakan adalah mana yang lebih dulu terjadi, saat pembayaran atau saat terutangnya penghasilan. Untuk kemudahan, pelaksanaan pemotongan pajak dapat dilakukan pada saat terjadi pembayaran, walaupun sesuai dengan ketentuan saat terutangnya pemotongan pajak tersebut terjadi pada akhir bulan pembayaran";

bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dalam persidangan diketahui bahwa atas Pembayaran ke BB Limited sebesar Rp.13.078.048,00 Pemohon Banding telah melakukan pemotongan PPh Pasal 26 dengan tarif 20 % sesuai dengan bukti potong Nomor Bukti Potong : 066/PPh/MI/II/09 tanggal 17 Juni sehingga Majelis memutuskan bahwa koreksi Pembayaran ke BB Limited sebesar Rp.13.078.048,00 oleh Terbanding tidak dapat dipertahankan;

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(6)

Menimbang : bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Sanksi Administrasi, kecuali bahwa besarnya sanksi administrasi tergantung pada penyelesaian sengketa lainnya;

Menimbang : bahwa oleh karena atas jumlah PPh Pasal 26 Masa Pajak Januari - Maret 2009 yang masih harus dibayar dan yang disengketakan oleh Pemohon sebesar Rp 5.451.651,00, maka Majelis memutuskan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding;

Menimbang : bahwa hasil pemeriksaan dalam persidangan, keterangan Terbanding dan Pemohon Banding, Majelis berkesimpulan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding, sehingga DPP PPh Pasal 26 menjadi sebagai berikut : Dasar Pengenaan Pajak

menurut Terbanding

Rp 226.749.261,00 Koreksi yang tidak dapat

dipertahankan

Rp 20.650.188,00 Pajak Masukan menurut

Majelis

Rp 206.099.073,00

Mengingat : Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini;

Memutuskan : Mengabulkan Seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-2611/WPJ.07/2011 tanggal 20 Oktober 2011, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari s.d Maret 2009 Nomor : 00003/204/09/058/10 tanggal 26 Juli 2011 atas nama : XXX, NPWP : YYY, sehingga Pajak yang masih harus dibayar menjadi sebagai berikut :

DPP PPh Pasal 26 Rp 206.099.073,00 PPh Pasal 26

Terutang

Rp 23.599.563,00 Kredit Pajak Rp 23.599.563,00 Jumlah yang masih

harus dibayar

Rp 0,00

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

Referensi

Dokumen terkait

Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Presiden Republik I ndonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintahan yang terakhir diubah

The earliest reference to sugarcane production in Costa Tropical dates back to the 10th century, but the production boom came only in the period between the 16th and 18th centuries

Jika jumlah televisi yang terjual pada bulan Mei 24 buah, maka jumlah televisi yang terjual pada bulan Juni adalah!. Suatu huruf dipilih secara acak dari huruf-huruf pembentuk

[r]

Huruf Zho diucapkan dengan menyentuhkan ujung lidah dengan dua gigi seri bagian atas sebagaimana kita mengucapkan huruf Dza, yang membedakannya adalah Zho memiliki sifat Al-

Model ini memiliki langkah-langkah pengembangan yang sesuai dengan penelitian pengembangan yaitu penelitian yang menghasilkan produk tertentu dengan melakukan uji

Mata pelajaran Ekonomi merupakan mata pelajaran yang menarik dan penting dipelajari karena memiliki keterkaitan yang erat dengan permasalahan kehidupan masyarakat

- berilah tanda pada kolom Tugas /Jabatan, sesuai tugas saat ini - berilah tanda status keaktifan sesuai kondisi saat ini.. - Isi Tempat Tugas & Mapel