• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pemodelan Hubungan Parameter Lalu Lintas pada Jalan Tol Belmera

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pemodelan Hubungan Parameter Lalu Lintas pada Jalan Tol Belmera"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 JALAN BEBAS HAMBATAN 2.1.1 Sejarah Jalan Tol di Indonesia

Pada tahun 1973, pemerintah mulai membangun jalan bebas hambatan pertama yang menghubungkan Jakarta dengan Bogor. Pembangunan jalan tol yang dimulai pada 1973 ini dilakukan oleh pemerintah dengan dana dari anggaran pemerintah dan pinjaman luar negeri yang diserahkan kepada PT. Jasa Marga (Persero) Tbk sebagai penyertaan modal. Selanjutnya PT. Jasa Marga mendapat tugas dari pemerintah untuk membangun jalan tol dengan tanah yang pembebasannya dibiayai pemerintah.

Sejak tahun 1987 kalangan swasta mulai berpartisipasi dalam investasi jalan tol sebagai operator jalan tol dengan menanda tangani perjanjian kuasa pengusahaan (PKP) dengan PT. Jasa Marga. Sehingga pada tahun 1997, ruas jalan tol yang sudah dibangun dan dioperasikan di Indonesia adalah sepanjang 553 km. Dari total panjang jalan tol itu, 418 km dioperasikan oleh PT. Jasa Marga dan 135 km sisanya oleh swasta lain.

(2)

Akibat penundaan itu pembangunan jalan tol di Indonesia mengalami stagnasi. Hal itu terlihat dari terbangunnya hanya 13,30 km jalan tol pada tahun 1997 hingga 2001.

Pada tahun 1998 pemerintah mengeluarkan Keppres No. 7/1998 tentang kerja sama pemerintah dan swasta dalam penyediaan infrastruktur. Pada tahun 2002 pemerintah mengeluarkan Keppres No. 15/2002 tentang pelanjutan proyek-proyek infrastruktur. Pemerintah juga melakukan evaluasi dan pelanjutan terhadap pengusahaan proyek-proyek jalan tol yang tertunda.

Sejak tahun 2001 hingga 2004 terbangun empat ruas jalan dengan panjang total 41,80 km. Pada 2004 diterbitkan Undang-undang No. 38/2004 tentang jalan yang mengamanatkan pembentukan BPJT sebagai pengganti peran regulator yang sebelumnya dipegang oleh PT. Jasa Marga.

2.1.2 Defenisi Jalan Bebas Hambatan

Jalan bebas hambatan atau jalan tol didefinisikan sebagai jalan untuk lalu lintas menerus dengan pengendalian jalan masuk secara penuh, baik merupakan jalan terbagi ataupun tak-terbagi (MKJI, 1997). Jalan Tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunaanya diwajibkan membayar tol (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005) . Tol adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk penggunaan jalan tol.

(3)

penghubung keluar dan masuk, dan mempunyai karakteristik rencana geometrik dan arus lalu lintas yang serupa.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005 pasal 6, jalan tol harus mempunyai spesifikasi:

 Tidak ada persimpangan sebidang dengan ruas jalan lain atau dengan

prasarana transportasi lainnya.

 Jumlah jalan masuk dan jalan keluar ke dan dari jalan tol dibatasi secara

efisien dan semua jalan masuk dan jalan keluar harus terkendali secara penuh.

 Jarak antarsimpang susun, paling rendah 5 (lima) kilometer untuk jalan tol

luar perkotaan dan paling rendah 2(dua) kilometer untuk jalan tol dalam perkotaan.

 Jumlah lajur sekurang-kurangnya dua lajur per arah.

 Menggunakan pemisah tengah atau median.

 Lebar bahu jalan sebelah luar harus dapat dipergunakan sebagai jalur

lalu-lintas sementara dalam keadaan darurat.

(4)

2.1.3 Karakteristik Jalan Bebas Hambatan

Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Raya 1997 (MKJI, 1997), kapasitas dan kinerja jalan bebas hambatan atau jalan tol dipengaruhi oleh 4 karakteristik, yaitu :

1. Geometrik jalan

- Lebar Jalur Lalu Lintas : Kapasitas meningkat dengan bertambahnya lebar jalur lalu lintas.

- Karakteristik Bahu : Kinerja pada suatu arus tertentu, akan meningkat dengan bertambahnya lebar bahu.

- Ada atau tidak adanya Median : Median yang direncanakan dengan baik meningkatkan kapasitas. Tetapi mungkin ada alasan lain mengapa median tidak diinginkan, misalnya kurang tepat, kurang biaya dan sebagainya.

- Lengkung Vertikal : Makin pegunungan medannya, melalui mana jalan bebas hambatan lewat, makin rendah kapasitas dan kinerja pada suatu arus tertentu.

- Lengkung Horizontal : Jalan bebas hambatan tak terbagi dengan bagian lurus yang panjang, sedikit tikungan dan sedikit pundak bukit memungkinkan jarak pandang lebih panjang dan penyiapan lebih mudah, memberikan kapasitas yang lebih tinggi.

2. Volume, Komposisi, dan Pemisah Arah

(5)

- Komposisi Lalu Lintas : Jika volume dan kapasitas diukur dalam kendaraan per jam, komposisi lalu lintas akan mempengaruhi kapasitas. Meskipun demikian, dengan mengukur volume dalam satuan mobil penumpang (smp) seperti dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 pengaruhnya tetap diperhitungkan.

3. Pengaturan Lalu Lintas

Pengendalian kecepatan maksimum dan minimum, gerakan kendaraan berat, penanganan kejadian kendaraan yang mogok dan sebagainya akan mempengaruhi kepasitas jalan bebas hambatan.

4. Pengemudi dan Populasi Kendaraan

Sikap pengemudi dan populasi kendaraan (umur, tenaga dan kondisi kendaraan dalam masing-masing kelas kendaraan, sebagai mana terlihat dari komposisi kendaraan) adalah berbeda antara berbagai daerah di Indonesia. Kendaraan yang lebih tua dari suatu jenis tertentu, atau sikap pengemudi yang kurang gesit menghasilkan kapasitas dan kinerja yang lebih rendah. Karena pengaruh-pengaruh ini mungkin tidak diukur secara langsung.

2.1.4 Tipe Jalan Bebas Hambatan

Dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI, 1997), ada 3 (tiga) tipe jalan tol (jalan bebas hambatan ), yaitu:

1. Jalan bebas hambatan dua-lajur, dua-arah tak terbagi (MW 2/2 UD) Keadaan dasar jalan bebas hambatan tipe ini adalah sebagai berikut :

(6)

- Lebar efektif bahu diperkeras 1,5 m pada masing-masing sisi - Tidak ada median

- Pemisahan arah lalu lintas 50-50 - Tipe alinyemen : datar

- Kelas jarak pandang : A

2. Jalan bebas hambatan empat-lajur dua-arah terbagi (MW 4/2 D) Keadaan dasar jalan bebas hambatan tipe ini adalah sebagai berikut :

- Lebar jalur lalu lintas 2 x 7,0 m

- Lebar efektif bahu diperkeras 3,75 m ( lebar bahu dalam 0,75 + lebar bahu luar 3,00) untuk masing- masing jalur lalu lintas

- Ada median

- Tipe alinyemen : datar - Kelas jarak pandang : A

3. Jalan bebas hambatan enam atau delapan-lajur terbagi (MW 6/2 D atau 8/2 D)

Jalan bebas hambatan enam atau delapan lajur terbagi dapat juga dianalisis dengan karakteristik dasar yang sama seperti diuraikan di atas.

2.2 TINGKAT PELAYANAN (Level of Service)

(7)

Tabel 2.1 Tingkat Pelayanan pada Jalan Tol

Tingkat Pelayanan Karakteristik Operasi Terkait

A  Arus Bebas

 Kecepatan lalu lintas 100 km/jam

 Service volume 1400 smp perjam pada 2 lajur 1 arah B  Arus stabil dengan kecepatan tinggi

 Kecepatan lalu lintas 90 km/jam

 Service volume maksimal 2000 smp perjam pada 2 lajur 2 arah

C  Arus masih stabil

 Kecepatan lalu lintas sekurang-kurangnya 80 km/jam

 Service volume pada 2 lajur 1 arah tidak melebihi 75 % dari tingkat kapasitas ( yaitu 1500 smp perjam per lajur atau 3000 smp perjam untuk 2 lajur)

D  Arus mendekati tidak stabil dan peka terhadap perubahan kondisi

 Kecepatan lalu lintas umumnya berkisar 65km/jam  Volume lalu lintas berkisar 0,9 dari kapasitas

 Arus puncak 5 menit tidak melebihi 3600 smp per jam untuk 2 lajur 1 arah

E  Arus tidak stabil

 Kecepatan lalu lintas antara 50-60 km perjam

 Volume mendekati kapasitas, sekitar 2000 smp per lajur per arah

F  Arus tertahan

 Kacepatan lalu lintas < 50 km/jam

Sumber :Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM 14 Tahun 2006

2.3 DERAJAT KEJENUHAN (DS)

(8)

DS = Q/C (2.1)

Dimana :

DS = derajat Kejenuhan C = kapasitas ruas jalan Q = volume kendaraan

Derajat kejenuhan dihitung dengan menggunakan volume dan kapasitas yang dinyatakan dalam smp/jam.

2.4 KAPASITAS

Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum yang melewati suatu titik pada jalan bebas hambatan yang dapat dipertahankan persatuan jam dalam kondisi yang berlaku (MKJI, 1997). Persamaan dasar untuk menentukan kapasitas jalan bebas hambatan (jalan tol) menggunakan metode MKJI’ 1997 adalah :

C = C0 x FCW x FCSP (smp/jam) (2.2)

Dimana, C = kapasitas C0 = kapasitas dasar

FCW = faktor penyesuai jalan bebas hambatan (jalan tol)

FCS = faktor penyesuai pemisahan arah (hanya untuk jalan bebas hambatan tak terbagi)

(9)

Tabel 2.2 Kapasitas Dasar (C0) Untuk Jalan Bebas Hambatan Terbagi

Jenis Jalan Bebas Hambatan/ Jenis Alinyemen Kapasitas Dasar (smp/jam) Empat dan Enam – lajur Terbagi

Datar 2300

Bukit 2250

Gunung 2150

Sumber : MKJI’ 1997

Tabel 2.3 Kapasitas Dasar (C0) Untuk Jalan Bebas Hambatan Tak Terbagi Jenis Jalan Bebas Hambatan/ Jenis

Alinyemen

Sedangkan untuk faktor penyesuai kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas (FCW) adalah sebagai berikut :

(10)

Faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah( FCSP) adalah sebagai berikut:

Tabel 2.5 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Pemisahan Arah (FCSP) Pemisah Arah SP %-% 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30

FCSP

Jalan Bebas Hambatan

Tak Terbagi 1.00 0.97 0.94 0.91 0.88 Sumber : MKJI’ 1997

2.5 KECEPATAN ARUS BEBAS

Kecepatan arus bebas (FV) didefinisikan sebagai kecepatan pada arus nol, sesuai dengan kecepatan yang akan digunakan pengemudi pada saat mengendarai kendaraan bermotor tanpa dihalangi kendaraan bermotor lainnya di jalan bebas hambatan (MKJI, 1997). Kecepatan arus bebas sendiri tidak dapat diamati langsung dilapangan, hal tersebut dikarenakan kondisi kecepatan arus bebas hanya terjadi pada saat tidak ada kendaraan pada ruas jalan (D=0). Nilai kecepatan arus bebas bisa diperoleh secara matematis yang diturunkan dari hubungan matematis antara Volume-Kecepatan yang terjadi dilapangan berdasarkan model yang digunakan. Sedangkan menurut metode MKJI 1997 persamaan yang digunakan untuk menentukan kecepatan arus-bebas pada jalan tol adalah sebagai berikut :

FV = FVO + FVW (2.3)

Dimana, FV = kecepatan arus bebas untuk kendaraan ringan pada kondisi lapangan

(11)

FVW= Penyesuaian untuk lebar jalur lalu lintas dan bahu jalan (km/jam)

Kecepatan arus-bebas dipengaruhi oleh tipe jalan, jenis alinyemen dan jenis kendaraan, sebagaimana yang telah dimuat di dalam MKJI 1997 (MKJI, 1997) yaitu sebagai berikut :

Tabel 2.6 Kecepatan Arus Bebas Dasar pada Jalan Bebas Hambatan

Tipe jalan bebas hambatan / tipe

alinyemen

Kecepatan arus bebasa dasar (FV0) (km/jam)

Kendaraan Alinyemen pada Kecepatan Arus-Bebas Kendaraan Ringan (FWv)

(12)

Tabel 2.7 (Lanjutan)

2.6 KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS

Arus lalu lintas adalah proses stokastik, dengan variasi-variasi acak dalam hal karakteristik kenderaandan karakteristik pengemudi serta interaksi di antara keduanya (C. Jotin dan B. Kent, 2003). Ada 3 parameter utama yang digunakan untuk menganalisis karakteristik arus lalu lintas, yaitu kecepatan (S), volume (V), dan kepadatan (D).

2.6.1 Kecepatan (S)

Kecepatan didefenisikan sebagai suatu laju pergerakan, seperti jarak persatuan waktu, umumnya dalam kilometer/jam atau mil/jam (mph). Persamaan umumnya dinyatakan sebagai berikut :

(2.4)

(13)

Kecepatan pada umumnya dibagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :

1. Kecepatan setempat (spot speed)

Kecepatan setempat (spot speed) kecepatan kendaraan pada suatu saat diukur dari suatu tempat yang ditentukan. Kecepatan setempat bisa diukur menggunakan beberpa alat, seperti :

- Enoscope

Alat ini terdiri dari sebuah kotak terbuka yang berisi sebuah cermin yang dipasang pada tripod pada tepi jalan sedemikian rupa sehingga jalur pandangn pengamatan berbelok 90o. Pengamat berdiri pada ujung suatu bagian dengan enoscope pada bagian lain, dan mencatat waktu lewat suatu kendaraan yang melewati bagian ini dengan memakai stop-watch dengan ketelitian 1/10 detik. Alat ini hanya bisa digunakan pada jalan dengan lalu lintas kecil dan apabila kecepatannya tinggi maka jarak pengukuran waktu yang lebih panjang diperlukan.

- Alat pencatat waktu elektronik

Metode operasi pada alat ini adalah menghitung pada alat hitung

(14)

- Meter Kecepatan Radar dan Alat-Alat Optik

Alat ini memancarkan gelombang elektro megnetik frekuensi tinggi dengan berkas sempit menuju kendaraan yang dipilih dan gelombang yang dipantulkan, yang panjangnya berubah tergantung pada kecepatan mobil, dikembalikan kepada unit penerima yang dikalibrasi untuk merekam langsung kecepatan setempat.

- Fotografi Perekam Waktu (time-lapse), Video dan Perekam Pena

Metode ini memakai suatu kamera untuk merekam jarak yang ditempuh suatu kendaraan dalam periode waktu singkat yang dipilih.

2. Kecepatan Bergerak (running speed)

Kecepatan Bergerak (running speed) adalah kecepatan kendaraan rata-rata pada suatu jalur pada saat kendaraan bergerak dan didapat dengan membagi panjang jalur dibagi dengan lama waktu kendaraan bergerak menempuh jalur tersebut.

3. Kecepatan Perjalanan (jouney speed)

(15)

2.6.2 Volume (V)

Volume adalah sebuah peubah (variabel) yang paling penting pada teknik lalu lintas, dan pada dasarnya merupakan proses perhitungan yang berhubungan dengan jumlah gerakan per satuan waktu pada lokasi tertentu (F.D. Hobbs, 1995). Volume lalu lintas biasanya dinyatakan dalam satu satuan kenderaan/jam (smp/jam). Untuk mendapatkan volume dalam satuan smp maka diperlukan faktor konversi dari berbagai macam kendaraan menjadi mobil penumpang, yaitu faktor ekuivalen mobil penumpang (emp).

Tabel 2.8 Ekuivalensi Kendaraan Penumpang (emp) untuk MW 2/2 UD JALAN

Tipe Alinyemen Total Arus (kend/jam) Emp

MHV LB LT

Tabel 2.9 Ekuivalensi Kendaraan Penumpang (emp) untuk MW 4/2 D JALAN

Tipe Alinyemen

(16)

Tabel 2.9 (Lanjutan)

Tipe Alinyemen

Total Arus (kend/jam) Emp MW terbagi per arah

Tabel 2.10 Ekuivalensi Kendaraan Penumpang (emp) untuk MW 6/2 D JALAN

Tipe Alinyemen

(17)

(meliputi: mobil penumpang, oplet, mikrobis,pick-up dan truk kecil)

MHV (Kendaraan Berat = kendaraan bermotor dengan dua gandar, dengan jarak menengah) 3,5 m - 5,0 m(termasuk bis kecil, truk dua as dengan

dengan enam roda)

LT (Truk Besar) = truk tiga gandar dan truk kombinasi dengan jarak gandar < 3,5 m

LB (Bis Besar) = bis dengan dua atau tiga gandar dengan jarak as 5,0 m - 6,0 m.

2.6.3 Kepadatan (D)

Kepadatan didefenisikan sebagai jumlah kenderaan yang menempati suatu panjang tertentu dari lajur atau jalan, dirata-ratakan terhadap waktu, biasanya dinyatakan dengan kenderaan per km (kend/km). Nilai kepadatan diperoleh dari hasil bagi antara volume terhadap kecepatan kendaraan yang diperoleh dari hasil survei dilapangan.

(2.5)

Dimana, D = kepadatan lalu lintas (kend/km)

(18)

2.7 MODEL HUBUNGAN KECEPATAN, VOLUME DAN KEPADATAN ARUS LALU LINTAS

Model dapat didefenisikan sebagai bentuk penyederhanaan suatu realita (atau dunia yang sebenarnya) (Ofyar Z. Tamin, 1997); termasuk diantaranya :

 Model fisik

 Peta dan diagram (grafis), yaitu model yang menggunakan gambar, warna

dan bentuk sebagai media penyampaian informasi mengenai realita.

 Model statistika dan matematika (persamaan) yang menerangkan beberapa

aspek fisik, sosial-ekonomi, dan model transportasi. Model ini menggunakan persamaan atau fungsi matematika sebagai media dalam usaha mencerminkan realita. Beberapa keuntungan dalam pemakaian model matematis dalam perencanaan transportasi adalah bahwa sewaktu pembuatan formulasi, kalibrasi serta penggunaannya, para perencana dapat belajar banyak, melalui eksperimen, tentang kelakuan dan mekanisme internal dari sistem yang sedang dianalisis.

Model memberikan gambaran mengenai realita yang ada dilapangan dengan tujuan tertentu, seperti memberikan penjelasan, pengertian, serta peramalan. Dalam ilmu teknik lalu lintas, persamaan fundamental untuk menggambarkan suatu arus lalu lintas adalah sebagai berikut :

V= D. S (2.6)

Dimana, V = volume kendaraan (kendaraan/jam) S = kecepatan kendaraan (km/jam)

(19)

Hubungan matematis antara parameter lalu lintas dapat dijelaskan menggunakan kurva yang menunjukkan hubungan antara Kecepatan- Kepadatan (S-D), Volume- Kepadatan (V-D), Volume-Kecepatan (V-S) yaitu :

Gambar 2.1 Hubungan Matematis antara Kecepatan,Volume dan Kepadatan

(Sumber: Hendra Gunawan dan Purnawan, 1998)

Hubungan matematis antara kecepatan-kepadatan adalah linear, dimana ketika D=0, S=Sf dan S=0, D=Dj (Rogers Martin, 2008). Jadi kecepatan akan berkurang jika kepadatan lalu lintas bertambah. Kecepatan arus bebas (free-flow speed, Sf) akan terjadi saat kepadatan sama dengan nol, dan ketika terjadi kemacetan (jam density, Dj) kecepatan akan sama dengan nol. Sebagian besar analis memfokuskan kalibrasi awal pada hubungan kecepatan-kepadatan, hal tersebut didasarkan pada 2 (dua) hal, yaitu :

 Kurva kecepatan-kepadatan turun monoton dan menggunakan rumus

matematika yang lebih sederhana dibandingkan hubungan volume-kepadatan dan volume-kecepatan.

 Kurva kecepatan-kepadatan merepresentasikan interaksi paling dasar dari

(20)

Hubungan matematis antara kecepatan-volume menghasilkan kurva parabolik. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan bertambahnya volume lalu lintas makan kecepatan akan berkurang, sampai volume maksimum tercapai. Jika kepadatan terus bertambah maka baik kecepatan maupun volume akan berkurang. Jadi kurva ini menggambarkan dua kondisi yang berbeda, bagian atas menunjukkan kondisi arus yang stabil sedangkan bagian bawah menunjukkan kondisi arus padat. Kecepatan maksimum (Sm) pada saat volume maksimum (Vm) adalah setengah dari kecepatan arus-bebas (Sf) (Rogers Martin, 2008).

Kurva hubungan antara volume -kepadatan menunjukkan bahwa volume (V) akan bertambah seiring bertambahnya kepadatan (D) arus lalu lintas. Volume maksimum (Vm) terjadi pada saat kepadatan mencapai titik Dm (kapasitas jalur jalan sudah memadai). Setelah mencapai titik ini maka volume akan mengalami penurunan walaupun kepadatan terus bertambah sampai terjadi kepadatan saat macet (Dj). Kepadatan maksimum (Dm) ketika volume maksimum (Vm) adalah setengah dari kepadatan saat macet (Dj)( (Rogers Martin, 2008).

Ada 3 (tiga) jenis model yang dapat digunakan untuk mempresentasikan hubungan matematis antara volume, kecepatan dan kepadatan yaitu :

1. Model Greenshield 2. Model Greenberg 3. Model Underwood

2.7.1 Model Greenshields

(21)

memenuhi syarat karena tidak adanya gangguan dan bergerak secara bebas (steady state condition). Greenshields mendapatkan hasil bahwa hubungan antara kecepatan dan kepadatan bersifat linear. Hubungan linear antara kecepatan dan kepadatan merupakan hubungan yang populer dalam tinjauan pergerakan lalu lintas. Hal tersebut dikarenakan fungsi hubungannya yang paling sederhana sehingga mudah untuk diterapkan. Model ini dapat dijabarkan sebagai berikut :

(2.7)

Dimana, S = Kecepatan rata-rata (km/jam)

Sf = Kecepatan pada arus bebas (km/jam) D = Kepadatan rata-rata (smp/km) Dj = Kepadatan saat macet (smp/km)

Jika S= V/D disubtitusi kedalam formula (2.7), maka didapat hubungan volume (V) dengan kerapatan (D) sebagai berikut :

– ( )

(2.8) Jika D= V/S disubtitusi ke dalam formula (2.7), maka didapat hubungan volume arus dengan (V) dengan Kecepatan (S) sebagai berikut:

– ( ) ( )

( )

(22)

(2.9) Volume/arus maksimum terjadi pada saat nilai kepadatan maksimum (DM). yaitu jika turunan pertama formula (2.8) sama dengan nol.

– sehingga:

(2.10) Jika nilai DM disubtitusikan ke dalam formula (2.8) maka , Volume maksimum, Vmax bisa didapatkan sehingga:

– ( )

( ) ( ) ( )

( ) ( )

( )

( ) ( )

( ) ( )

(2.11)

Dimana, Dj = kepadatan pada saat macet (smp/km) Sf = kecepatan arus bebas (km/jam)

(23)

2.7.2 Model Greenberg

Model ini mengasumsikan bahwa arus lalu lintas mempunyai kesamaan dengan arus fluida. Greenberg pada Tahun 1959 mengadakan studi yang dilakukan di Lincoln Tunnel ( Terowongan Lincoln) dan menganalisis hubungan antara kecepatan dan kepadatan dengan menggunakan persamaan kontinuitas dan gerakan benda cair. Dengan asumsi tersebut, Greenberg mendapatkan hubungan antara Kecepatan - Kepadatan dalam bentuk eksponensial. Persamaan model Greenberg dapat dinyatakan melalui persamaan berikut :

(2.12)

Dimana, C dan b merupakan konstanta

Jika dinyatakan dalam bentuk logaritma natural, maka persamaan (2.12) dapat dinyatakan kembali seperti persamaan dibawah ini, sehingga hubungan matematis antara Kecepatan – Kepadatan dapat diperoleh.

(2.13)

Jika S= V/D disubtitusikan ke dalam formula (2.13) maka akan didapatkan suatu model hubungan antara Volume-Kepadatan.

(24)

Arus maksimum (VM) terjadi pada saat tercapainya nilai kepadatan maksimum (DM), nilai D=DM bisa didapat melalui persamaan sebagai berikut :

= (2.15)

Selanjutnya dengan memasukkan D=V/S pada persamaan (2.12) maka akan diperoleh hubungan matematis antara Volume- Kecepatan sebagai berikut:

(2.16) Untuk kondisi arus maksimum (VM) bisa diperoleh pada saat arus S=SM. Nilai S=SM bisa diperoleh dengan persamaan sebagai berikut :

(2.17)

(25)

2.7.3 Model Underwood

Underwood mengemukakan suatu hipotesis bahwa hubungan antara kecepatan dan kepadatan arus lalu lintas adalah merupakan fungsi logaritmik, dengan bentuk persamaan sebagai berikut:

(2.18)

Jika persamaan (2.18) dinyatakan dalam bentuk logaritmik natural, maka persamaan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut dan merupakan hubungan matematis antara Kecepatan-Kepadatan.

(2.19)

Jika S= V/D disubtitusikan ke dalam persamaan (2.18) maka akan didapatkan persamaan matematis hubungan antara Volume-Kepadatan.

(2.20)

Selanjutnya dengan memasukkan D=V/S pada persamaan (2.18) maka akan diperoleh hubungan matematis antara Volume-Kecepatan.

(26)

( )

(2.22)

Model Underwood berlaku atau dapat diterima pada kondisi kepadatan arus lalu lintas yang rendah karena dapat menghasilkan harga kecepatan sama dengan kecepatan pada arus bebas (S=Sf ).

Model hubungan antar parameter lalu lintas dapat diperkirakan berdasarkan karakteristik batasan kecepatan pada tiap fungsi jalan.

Tabel 2.11 Hipotesis Model Hubungan Parameter Lalu Lintas

Fungsi Urban Batasan

Kecepatan

Sumber : Yusrizal Kurniawan dan Siti Malkhamah, 2009

(27)

2.8 ANALISIS REGRESI DAN KORELASI

2.8.1 Pengertian Model Regresi

Persamaan garis regresi adalah merupakan model hubungan antara dua variabel atau lebih, yaitu antara variabel bergantung (dependent variable),dengan variabel bebasnya (independent variable),sedangkan yang dimaksud dengan garis regresi (regression line/line of the best fit/estimating line),adalah suatu garis yang ditarik diantara titik-titik (scatter diagram) sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk menaksir besarnya variabel yang satu berdasarkan variabel yang lain, dan dapat juga digunakan untuk mengetahui macam korelasinnya (positif dan negatifnya) (Andi Supangat, 2007).

Analisis regresi dan korelasi digunakan untuk mempelajari hubungan antara dua variabel atau lebih, dengan maksud bahwa dari hubungan tersebut dapat memperkirakan (memprediksi) besarnya dampak kuantatif yang terjadi dari perubahan suatu kejadian terhadap kejadian lainnya. Untuk menentukan nilai-nilai intercept dan koefisien regresi, digunakan metode OLS (Ordinary Least Square).

Metode OLS atau sering juga dikatakan sebagai metode kuadrat terkecil

(Least Square) pada dasarnya merupakan anggapan tertentu, anggapan-anggapan pada metode kuadrat terkecil adalah dimaksudkan sebagai pembentukan model Normal Hesse,yang digunakan untuk menentukan perhitungan besaran intercept dan koefisien regresi sampel atau besaran a dan b pada model regeresi linear y = a +bx.

(28)

bebas dengan variabel tak bebas bersifat linear. Namun, analisis regresi yang digunakan jika hubungan antara variabel bebas dengan variabel tak bebas bersifat tak linear adalah analisis regresi non linear.

Persamaan regresi linear merupakan sebuah persamaan garis lurus yang menggambarkan hubungan antara variabel bebas dan variabel tak bebas. Pada persamaan regresi linear hanya melibatkan satu variabel tak bebas, namun jumlah dari variabel bebas bisa lebih dari satu. Jika persamaan regresi linear tersebut hanya menggunakan satu variabel bebas saja maka persamaan regresi tersebut disebut persamaan regresi linear sederhana. Namun, jika dalam persamaan regresi linear menggunakan lebih dari satu variabel bebas maka disebut sebagai persamaan regresi linear berganda

Berikut adalah persamaan yang digunakan untuk analisis persamaan regresi linear sederhana :

Yi= A + Bxi (2.23)

B = ∑ ∑ ∑

(∑ ) (2.24)

A = ̅ ̅ (2.25)

Dimana, Yi = variabel terikat Xi = variabel bebas A = intersep

(29)

2.8.2 Pengertian Analisis Korelasi

Dalam suatu hubungan yang bersifat stokastik, variabel y (terikat) dimungkinkan akan memiliki nilai-nilai variabel x (bebas) lebih dari satu, hal ini lebih disebabkan karena model persamaan terbentuk berdasarkan pola diagram pencar, maka nilai variabel terikat dimungkinkan akan mempunyai nilai variabel bebas yang sama (ada ketidakpastian). Selanjutnya nilai korelasi tersebut dinyatakan sebagai besaran (R) yang mempunyai interval . Maka sejalan dengan keterkaitan tersebut selanjutnya hubungan stokastik dikatakan pula sebagai “ Koefisien Korelasi”.

Koefisien korelasi adalah tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih. Hubungan antara variabel terikat dengan bebas yang terbentuk dari model y =f(x), dikatakan “pasti” jika setiap nilai variabel bebas terdapat satu nilai variabel

terikat. Untuk nilai koefisien korelasi yang dikuadratkan (R2) maka akan diperoleh nilai koefisien determiasinya, yaitu ukuran (besaran) untuk menyatakan tingkat kekuatan hubungan dalam bentuk persen (%). Besaran ini dinyatakan dengan notasi R.

∑ ̂

̂ ̅ (2.26)

Dimana, = nilai hasil estimasi (pemodelan)

̂ = nilai hasil observasi (pengmatan)

(30)

2.9 PENELITIAN TERDAHULU

1. Malkhamah, S. dan Yusrizal Kurniawan. 2009, Pemodelan Hubungan Parameter Lalu Lintas pada Jalan Tol Jakarta : Studi Kasus pada Koridor Wiyoto Wijono

Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk menginvestigasi kinerja lalu lintas pada koridor Cawang- Tanjung Priok- Pluit yang diberi nama koridor: Ir. Wiyoto Wijono, M. Sc. sebagai bagian dari Jakarta Inter Urban Toll Roads ( JIUT). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah memodelkan hubungan antara parameter lalu lintas (volume, kecepatan, dan kepadatan) dan menganalisis kondisi eksisting kinerja lalu lintas dengan model yang dikembangkan. Pada penelitian ini studi lalu lintas dibagi menjadi dua arah dengan 4 (empat) lokasi observasi. Studi dilakukan pada saat hari kerja (one day survey) ketika pengguna reguler mendominasi lalu lintas. Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa Model Underwood merupakan model yang memiliki pendekatan terbaik pada koridor Wiyoto Wijono dan koridor ini memiliki kinerja lalu lintas yang baik kecuali pada satu segmen jalan yang menunjukkan kondisi sangat jenuh pada saat peak hour terjadi.

2. Tamin, O.Z. 1992, Hubungan Parameter Kecepatan, Volume dan Kepadatan Lalu Lintas di Ruas Jalan H.R. Rasuna Said (Jakarta).Jurnal Teknik Sipil

(31)

pentingnya mengetahui hubungan antara ketiga parameter lalu lintas tersebut. Dengan menggunakan hubungan antara kecepatan dengan volume lalu lintas, maka dapat diketahui peningkatan arus dan hasil kecepatan kendaraan pada ruas jalan tertentu sampai terjadinya kemacetan pada jalur tersebut. Studi lalu lintas pada penelitian ini berlokasi di Jalan HR. Rasuna Said, studi dilakukan selama 4 (empat) hari dalam waktu 8 (delapan) jam. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa Model Underwood merupakan model yang memberikan tingkat akurasi terbaik mengenai hipotesa yang menyatakan jika kepadatan bertambah maka kecepatan akan menurun. Sehingga dengan model ini dapat dilakukan analisis yang lebih mendalam mengenai karakteristik lalu lintas dan berbagai macam penanganan masalah transportasi dapat dilakukan.

3. Gunawan, Hendra dan Purnawan. 1998, Hubungan Parameter Kecepatan, Volume dan Kepadatan Lalu Lintas di Kotamadya Padang

(32)

kepadatan, dan volume pada penelitian ini menggambarkan bahwa data untuk kondisi kepadatan lalu lintas yang tinggi tidak pernah didapat. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi kepadatan lalu lintas di Jalan Sudirman Kotamadya Padang belum pernah mengalami masalah yang berkaitan dengan tingginya kepadatan lalu lintas. Tetapi akibatnya, data yang terkumpul tidak bisa mewakili keseluruhan kondisi lalu lintas yang mungkin timbul, yang pada akhirnya juga mempengaruhi ketepatan analisis regresi data.

4. Asri, Arifin, et al. 2012, Analisa Karakteristik Arus Lalu Lintas (Studi Kasus pada Ruas Jalan Tol Reformasi Km. 5 Seksi II Makassar)

Gambar

Tabel 2.1 Tingkat Pelayanan pada Jalan Tol
Tabel 2.3 Kapasitas Dasar (C0) Untuk Jalan Bebas Hambatan Tak Terbagi
Tabel 2.7 Penyesuaian Akibat Pengaruh Lebar Jalur Lalu Lintas dan Tipe
Tabel 2.7  (Lanjutan)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut berkaitan dengan nilai probabilitas rnutasi yang makin meningkat pada tiap iterasi dari unit commitment dengan tujuan menghilangkan dominasi krornosom super pada

Untuk itu peneliti membuat judul penelitian STRATEGI KOMUNIKASI PEMIMPIN DALAM PEMBERIAN MOTIVASI PADA KARYAWAN TENTANG ETOS KERJA DI DIVISIPUBLIC RELATIONS PT

Tenaga Kerja dan Kesejehteraan Jepang, dari wanita karir yang menikah, setelah melahirkan anak ternyata hanya 30% yang kembali bekerja karena tidak mampu

Dari perhitungan-perhitungan di atas, hasil yang perlu dibandingkan adalah nilai kapasitas aksial, lateral, momen, defleksi, dan penurunan tiang dengan nilai reaksi

Sekalipun terdapat dua persoalan hukum yang berbeda satu sama lain, tetapi kedua persoalan tersebut berkaitan ketika sampai pada pembuktian mengenai kerugian

Subjek menggunakan gambar persegi panjang pada awal pemecahan masalah. Gambar tersebut tidak dimaksudkan sebagai jawaban dari masalah namun digunakan

This study further suggests that the ability of administrators to appropriately design and manage career programs will strongly enhance subsequent positive career

Identifikasi senyawa hasil katalisis menggunakan instrumen GC-MS bertujuan untuk mengetahui senyawa produk hasil trans- esterifikasi berdasarkan fragmen-fragmen senyawa