• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HIV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HIV"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN

HIV/ AIDS

Disusun Oleh :

RIZKY HARYADI NIM : 1114090069

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S1)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DARUL AZHAR BATULICIN

TANAH BUMBU

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena dengan Rahmat

dan Hidayah-Nyalah penyusun dapat menyelesaikan tugas kelompok II dengan judul “Asuhan

Keperawatan Pada Pasien Anak Dengan HIV AIDS “

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak semester ganjil STIKES Darul Azhar Batulicin 2011.

Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak atas segala bantuannya sehingga makalah ini dapat tersusun, semoga bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam dunia pengetahuan khususnya ilmu keperawatan.

Penyusun menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun sangatlah penyusun harapkan demi kesepurnaan makalah ini.

Simpang Empat, 14 Desember 2011

Penyusun,

DAFTAR ISI

(3)

1.1 Definisi...1

1.2 Etiologi ...1

1.3 Patofisiologi ...2

1.4 Pathway ...3

1.5 Tanda Dan Gejala...3

1.6 Diagnosa...8

1.7 Komplikasi...9

1.8 Pemeriksaan Penunjang ...11

1.9 Penatalaksanan...12

1.10 Pengobatan ...13

1.11 Pencegahan ...13

BAB 2 : ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIV-AIDS 2.1 Pengkajian...16

2.2 Riwayat Imunisasi ...17

2.3 Diagnosa Keperawatan ...17

2.4 Intervensi 18 BAB 3 : TINJAUAN KASUS 3.1 Pengkajian...21

3.2 Pemeriksaan Fisik...28

3.3 Analisa Data...35

3.4 Diagnosa Keperawatan...38

BAB 4 : PENUTUP 4.1 Kesimpulan...39

4.2 Saran...39

DAFTAR PUSTAKA

BAB 1

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Definisi

AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162)

(4)

AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama perjalanan penyakit. (Carolyn, M.H.1996:601)

AIDS adalah penyakit defisiensi imunitas seluler akibat kehilangan kekebalan yang dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur, parasit dan virus tertentu yang bersifat oportunistik. ( FKUI, 1993 : 354)

Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) yang dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur, parasit dan virus.

1.2 Etiologi

HIV disebabkan oleh human immunodeficiency virus yang melekat dan memasuki limfosit T helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel imunologik lain dan orang itu mengalami destruksi sel CD4+ secara bertahap (Betz dan Sowden, 2002). Infeksi HIV disebabkan oleh masuknya virus yang bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus) ke dalam tubuh manusia (Pustekkom, 2005).

1.3 Patofisiologi

HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup limfosit penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga meperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4.

(5)

sel CD4 itu sendiri; induksi apoptosis melalui antigen viral, yang dapat bekerja sebagai superantigen; penghancuran sel yang terinfeksi melalui mekanisme imun antiviral penjamu dan kematian atau disfungsi precursor limfosit atau sel asesorius pada timus dan kelenjar getah bening. HIV dapat menginfeksi jenis sel selain limfosit. Infeksi HIV pada monosit, tidak seperti infeksi pada limfosit CD4, tidak menyebabkan kematian sel. Monosit yang terinfeksi dapat berperang sebagai reservoir virus laten tetapi tidak dapat diinduksi, dan dapat membawa virus ke organ, terutama otak, dan menetap di otak. Percobaan hibridisasi memperlihatkan asam nukleat viral pada sel-sel kromafin mukosa usus, epitel glomerular dan tubular dan astroglia. Pada jaringan janin, pemulihan virus yang paling konsisten adalah dari otak, hati, dan paru. Patologi terkait HIV melibatkan banyak organ, meskipun sering sulit untuk mengetahui apakah kerusakan terutama disebabkan oleh infeksi virus local atau komplikasi infeksi lain atau autoimun.

Stadium tanda infeksi HIV pada orang dewasa adalah fase infeksi akut, sering simtomatik, disertai viremia derajat tinggi, diikuti periode penahanan imun pada replikasi viral, selama individu biasanya bebas gejala, dan priode akhir gangguan imun sitomatik progresif, dengan peningkatan replikasi viral. Selama fase asitomatik kedua-bertahap dan dan progresif, kelainan fungsi imun tampak pada saat tes, dan beban viral lambat dan biasanya stabil. Fase akhir, dengan gangguan imun simtomatik, gangguan fungsi dan organ, dan keganasan terkait HIV, dihubungkan dengan peningkatan replikasi viral dan sering dengan perubahan pada jenis vital, pengurangan limfosit CD4 yang berlebihan dan infeksi aportunistik.

(6)

normal. Panjamu yang berkembang untuk beberapa alasan menderita imunopatologi yang berbeda dengan dewasa, dan kerentanan perkembangan system saraf pusat menerangkan frekuensi relatif ensefalopati yang terjadi pada infeksi HIV anak.

(7)
(8)
(9)
(10)

1.5 Tanda Dan Gejala

Dengan sedikit pengecualian, bayi dengan infeksi HIV perinatal secara klinis dan imunologis normal saat lahir. Kelainan fungsi imun yang secara klinis tidak tampak sering mendahului gejala-gejala terkait HIV, meskipun penilaian imunologik bayi beresiko dipersulit oleh beberapa factor unik. Pertama, parameter spesifik usia untuk hitung limfosit CD4 dan resiko CD4/CD8 memperlihatkan jumlah CD4 absolut yang lebih tinggi dan kisaran yang lebih lebar pada awal masa bayi, diikuti penurunan terhadap pada beberapa tahun pertama. Selain itu, pajanan obat ini beresiko dan bahkan pajanan terhadap antigen HIV tanpa infeksi dapat membingungkan fungsi dan jumlah limfosit. Oleh karena itu, hal ini peting untuk merujuk pada standar yang ditentukan usia untuk hitung CD4, dan bila mungkin menggunakan parameter yang ditegakkan dari observasi bayi tak terinfeksi yang lahir dari ibu yang terinfeksi.

Gejala terkait HIV yang paling dini dan paling sering pada masa bayi jarang diagnostic. Gejala HIV tidak spesifik didaftar oleh The Centers For Diseasen Control sebagai bagian definisi mencakup demam, kegagalan berkembang, hepatomegali dan splenomegali, limfadenopati generalisata (didefinisikan sebagai nodul yang >0,5 cm terdapat pada 2 atau lebih area tidak bilateral selama >2 bulan), parotitis, dan diare. Diantara semua anak yang terdiagnosis dengan infeksi HIV, sekitar 90% akan memunculkan gejala ini, kebergunaannya sebagai tanda awal infeksi dicoba oleh studi the European Collaborativ pada bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi. Mereka menemukan bahwa dua pertiga bayi yang terinfeksi memperlihatkan tanda dan gejala yang tidak spesifik pada usia 3 bulan, dengan angka yang lebih rendah diantara bayi yang tidak terinfeksi. Pada penelitian ini, kondisi yang didiskriminasi paling baik antara bayi terinfeksi dan tidak terinfeksi adalah kandidiasis kronik, parotitis, limfadenopati persistem, hepatosplenomegali. Otitis media, tinitis, deman yang tidak jelas, dan diare kronik secara tidak nyata paling sering pada bayi yang terinfeksi daripada bayi yang tidak terinfeksi.

PUSAT UNTUK KLASIFIKASI CONTROL PENYAKIT INFEKSI HIV PADA ANAK

Kelas P-O: infeksi intermediate

(11)

Anak yang terbukti terinfeksi, tetapi tampa gejala P-2; mungkin memiliki fungsi imun normal (P-1A) atau abnormal (P-1B)

Kelas P-2: infeksi sitomatik

P-2A: gambaran demam nonspesifik (>2 lebih dari 2 bulan) gagal berkembang, limfadenopati, hepatomegali, splenomegali, parotitis, atau diare rekuren atau persistem yang tidak spesifik.

P-2B: penyakit neurologi yang progresif P-2C: Pneumonitis interstisial limfoid

P-2D: infeksi oportunistik menjelaskan AIDS, infeksi bakteri rekuren, kandidiasis oral persisten, stomatitis herpes rekuren, atau zoster multidermatomal.

P-2E: kanker sekunder, termasuk limfoma non-Hodgkin sel-B atau limforma otak P-2F: penyakit end-organ HIV lain (hepatitis, karditis, nefropati, gangguan hematologi)

Tanda pertama infeksi tidak nyata. Pengalaman dari beberapa pusat penelitian menunjukkan bahwa sekitar 20% bayi yang terinfeksi secara cepat akan berkembang menjadi gangguan imun dan AIDS. Banyak dari bayi ini akan menampakkan gejala aneumonia Pneumocystis carinii (PCP) pada usia 3 sampai 6 bulan, atau menderita infeksi bakteri serius lain. Pada beberapa bayi, jumlah CD4 mungkin normal saat terjadinya PCP.

Dalam 2 tahun setelah lahir, kebanyakan bayi akan mengalami beberapa derajat kegagalan berkembang, demam rekuren atau kronik, keterlambatan perkembangan, adenopati persisten, atau hepatosplemegali. Semua ini bukan keadaan kecacatan, dan konsisten dengan kelangsungan hidup yang lama. Melebihi ulang tahun pertama, sekitar 8% bayi ini akan berkembang menjadi AIDS terbatas CDC per tahun. Penunjukan “AIDS” merupakan kebergunaan yang sangat terbatas pada prognosis atau pada nosologi deskriptif infeksi HIV, tetapi penyakit indicator AIDS berperang sebagai tanda tingginya perkembangan penyakit dan sebagai catalog kondisi yang sering terlihat dengan perkembangan penyakit. Masing-masing dibahas secara singkat dibawah:

(12)

dibedakan dengan infeksi paru lain atau usia ini, dan karena trimetoprim-sulfametoksasol dan kortikosteroid intravena diberikan pada awal perjalanan penyakit menyebabkan perbaikan yang signifikan, lavese bronkoalveolar diagnostic harus dipikirkan secara serius pada bayi beresiko dengan gambaran klinis konsisten. PCP memberikan prognosis yang tidak baik pada awal penelitian dengan kelangsungan hidup media 1 bulan setelah diagnosis. Saat ini dikenali bahwa penyakit yang lebih ringan dapat terjadi dan konsisten dengan kelangsungan hidup yang lama. Profilaksin PCP dengan trimetoprim-sulfametoksasol oral efektif, dan merupakan indikasi untuk bayi dengan kehilangan limfosit CD4 yang signifikan, sebelum PCP, dan pada beberapa bayi muda dengan perkembangan gejala terkait HIV yang cepat.

Pneumolitis Interstisial Limfoid (LIP). Infiltrasi paru intersisial kronik telah ditentukan pada orang dewasa yang terinfeksi HIV dalam jumlah kecil, tetapi terjadi pada sekitar 20% anak yang terinfeksi HIV. Dianggap berhubungan dengan infeksi virus Epstein-Barr. Kondisi ini ditandai dengan perjalanan kronik eksa-serbasi intermiten (sering selama infeks respirasi yang terjadi di antara infeksi atau selama infeksi. Infiltra dada kronik yang terlihat pada sinar-X sering menunjukkan diagnosis, tetapi hanya biopsy paru terbuka yang dapat dipercaya untuk diagnosis definitive. Hipoksia jaran parah sampai terbawa selama beberapa tahun, dan beberapa perbaikan pada kostikosteroid. LIP sebagai gejala yang timbul pada infeksi HIV dapat disertai prognosis yang lebih baik, dan sering terlihat pada kelompok gejala dengan hipergamaglobulinemia yang nyata dan parotitis.

Infeksi Bakteri Rekuren. Untuk criteria AIDS pediatric CDC, infeksi bakteri rekuren adalah dua atau lebih episode sepsis, meningitis, pneumonia, abses internal, atau infeksi tulang dan sendi; ini semua terlihat pada 15% anak-anak dengan AIDS pediatric. Infeksi bakteri yang lebih sedikit, seperti infeksi sinus rekuren atau kronik, otitis media, dan pioderma masih sering terjadi. Streptococcus pneumonia merupakan isolate darah yang paling sering pada anak yang terinfeksi HIV, meskipun stafilokokal gram-negatif, dan bahkan bakteremia pseudomonal terjadi berlebihan. Penanganan episode demam pada anak yang terinfeksi HIV sama dengan penanganan anak dengan kondisi yang menganggu imunitas lain. Gangguan kemampuan untuk menjaga respons antibody yang efektif dan kurangnya pajanan membuat anak yang terinfeksi HIV rentang terhadap penyakit bakteri yang lebih setius. Profilaksis dengan immunoglobulin intravena dapat mengurangi frekuensi dan keparahan infeksi bakteri yang serius.

(13)

keterlambatan perkembangan. Pada sekitar sepertiganyan, terjadi ensefalopati progresif, dengan kehilangan kejadian yang penting sebelumnya dan deficit motorik dan kognitif yang berat. Pencitraan saraf dapat memperlihatkan atrofi serebral, kelainan subtansi alba, atau klasifikasi ganglion basal, atau kesemuanya, meskipun keparahan abnormalitas pencitraan sering tidak berkorelasi dengan gambaran klinis. Zidovudin IV kontinu ditemukan menyebabkan perbaikan yang dramatic pada beberapa anak dengan deficit perkembangan saraf; kostikosteroid juga menguntungkan pada laporan terisolasi.

Wasting Syndrome. Kegagalan kronik untuk tumbuh pada infeksi HIV lanjut terjadi pada sekitar 10% bayi dan anak dengan AIDS dan hamper selalu multifaktorial. Deficit system saraf pusat dari latergi sampai kelemahan dalam mengunyah; abnormalitas neuroendokrin; malabsorpsi dan diare akibat infeksi HIV primer, infeksi usus sekunder, atau terapi; dan katabolisme yang diinduksi infeksi sering berperang pada masalah yang menjengkelkan ini.

Infeksi Oportunistik. Lebih dari satu lusin infeksi oportunistik spesifik memenuhi AIDS, meskipun setelah PCP, paling sering pada AIDS pediatric adalah esofagistis kandida, terjadi pada sekitar 10%, dan infeksi kompleks, Mycobakterium avium. Diantara virus-virus, infeksi CMV diseminata dan lama pada saluran cerna, dan infeksi virus varisela zoster apitikal, rekuren dan ekstensif sering terjadi. Walaupun daftar panjang pathogen yang menyebabkan penyakit berat dan lama tidak lazim pada penjamu ini, virus respirasi yang lazim, mencakup virus sinsitial respiratorius, jarang menyebabkan penyakit yang berkomplikasi.

(14)

semuanya telah dihipotesis sebagai etiologi. Fenomena autoimun mencakup anemia hemolitik positif-coombs dan trombositopenia. Sarcoma Kaposi dan kanker sekunder lain jarang pada anak yang terinfeksi HIV.

1.6 Diagnosis

Diagnosis awal bayi yang terinfeksi sangat diinginkan, tetapi pengenalan awal bayi yang beresiko HIV lebih penting. Hanya jika infeksi HIV pada perempuan hamil teridentifikasi, terhadap kesempatan untuk mengubah ibu dan bayi secara cepat dengan terapi antiviral atau preventif. Oleh karena itu uji dan konseling HIV harus menjadi bagian rutin pada perawatan kehamilan.

Menetapnya antibody terhadap HIV yang didapat secara transplasenta pada bayi merupakan komplikasi pemakaian uji antibody konversional dalam mendignosis infeksi HIV pada masa bayi. Karena antibodi seperti ini dapat menetap dalam sirkulasi bayi yang tidak terinfeksi selama 18 bulan, diagnosis infeksi pada bayi beresiko memerlukan biakan virus dari bayi (biakan HIV), atau adanya antigen HIV (antigen p24) atau asam nuclear viral-[reaksi rantai polymerase HIV (PCR)]. Uji virolegi dengan PCR atau biakan HIV darah perifer dapat diharapkan menegakkan atau menyingkirkan (95% dapat dipercaya) diagnosis infeksi HIV pada usia 3 sampai 6 bulan. Uji-uji ini jika dilakukan dengan tepat mempunyai angka positivitas palsu rendah yang dapat diterima dan dapt diandalkan untuk menegaskan infeksi pada semua usia. Sensitivitas pada tiap-tiap tes lebih rendah pada priode parinatal, membuat diperlukannya tes serial. Untuk memonitor secara prospektif bayi yang beresiko, uji firologi diagnostic dianjurkan sekurang-kurangnya 2 kali dalam 6 bulan pertama. Sebagai orang tua diberitahukan bahwa anaknya terinfeksi, konfirmasi dan tinjauan semua uji laboratorium dianjurkan.

Bila bayi atau anak tanpa factor resiko yang dikenali untuk infeksi HIV tampak dengan gambaran atau tanda yang cocok dengan defisiensi imun, diagnosis HIV harus dijalankan bersama defisiensi imun lain. Kenyataan bahwa infeksi HIV akhir-akhir ini merupakan penyebab utama defisiensi imun pada anak yang lebih mudah membantu saat membersihkan konseling orang tua berkenang dengan uji serologi.

(15)

diagnosi yang didasarkan pada serologi saja adalah bayi yang terinfeksi HIV yang tidak menghasilkan antibody spesifik HIV dan keadaan yang tidak lazim pada bayi terinfeksi yang menjadi seronegatif setelah pencucian antibody meternal sebelum menghasilkan antibody itu sendiri.

1.7 Komplikasi

1. Oral Lesi

Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika tidak diobati, kandidiasis oral akan berlanjut mengeni esophagus dan lambung. Tanda dan gejala yang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit dan rasa sakit di balik sternum (nyeri retrosternal).

2. Neurologik

• ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS (ADC; AIDS dementia complex). Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan psikomotorik, apatis dan ataksia. stadium lanjut mencakup gangguan kognitif global, kelambatan dalam respon verbal, gangguan efektif seperti pandangan yang kosong, hiperefleksi paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan kematian.

• Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala, malaise, kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-kejang. diagnosis ditegakkan dengan analisis cairan serebospinal.

3. Gastrointestinal

Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang diperbarui untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10% dari BB awal, diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan demam yang kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat menjelaskan gejala ini.

 Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma

Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.

 Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan

anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.

 Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat

(16)

4. Respirasi

Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea), batuk-batuk, nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi infeksi oportunis, seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI), cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides.

5. Dermatologik

Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan herpes simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak integritas kulit. moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus yang ditandai oleh pembentukan plak yang disertai deformitas. dermatitis sosoreika akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit kepala serta wajah.penderita AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atopik seperti ekzema dan psoriasis.

6. Sensorik

 Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata : retinitis sitomegalovirus

berefek kebutaan

 Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri

yang berhubungan dengan mielopati, meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.

1.8 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Hidayat (2008) diagnosis HIV dapat tegakkan dengan menguji HIV. Tes ini meliputi tes Elisa, latex agglutination dan western blot. Penilaian Elisa dan latex agglutination dilakukan untuk mengidentifikasi adanya infeksi HIV atau tidak, bila dikatakan positif HIV harus dipastikan dengan tes western blot. Tes lain adalah dengan cara menguji antigen HIV, yaitu tes antigen P 24 (polymerase chain reaction) atau PCR. Bila pemeriksaan pada kulit, maka dideteksi dengan tes antibodi (biasanya digunakan pada bayi lahir dengan ibu HIV.

1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :

 ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)

 Western blot (positif)

 P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)

 Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut mendeteksi enzim reverse

(17)

2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.

 LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)

 CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk bereaksi terhadap antigen)

 Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)

 Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya penyakit).

 Kadar immunoglobulin (meningkat)

1.9 Penatalaksanaan

1) Perawatan

Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang terinfeksi HIV antara lain:

 Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah kemungkinan

terjadi infeksi

 Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada

 Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan dideosinukleotid, yaitu

azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV

 Mengatasi dampak psikososial

 Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan prosedur yang

dilakukan oleh tenaga medis

 Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu memperhatikan

perlindungan universal (universal precaution)

1.10 Pengobatan

Hingga kini belum ada penyembuhan untuk infeksi HIV dan AIDS. Penatalaksanaan AIDS dimulai dengan evaluasi staging untuk menentukan perkembangan penyakit dan pengobatan yang sesuai. Anak dikategorikan dengan menmggunakan tiga parameter : status kekebalan, status infeksi dan status klinik dalam kategori imun : 1) tanpa tanda supresi, 2) tanda supresi sedang dan 3) tanda supresi berat. Seorang anak dikatakan dengan tanda dan gejala ringan tetapi tanpa bukti adanya supresi imun dikategorikan sebagai A2. Status imun didasarkan pada jumlah CD$ atau persentase CD4 yang tergantung usia anak (Betz dan Sowden, 2002).

(18)

infeksi bakteri berat pada anak, selain untuk hipogamaglobulinemia. Imunisasi disarankan untuk anak-anak dengan infeksi HIV, sebagai pengganti vaksin poliovirus (OPV), anak-anak diberi vaksin vorus polio yang tidak aktif (IPV) (Betz dan Sowden, 2002).

1.11 Pencegahan

Pencegahan infeksi HIV primer pada semua golongan usia kemungkinan akan memengaruhi epidemil global lebih dari terapi apa pun dimasa depan yang dapat diketahui. Kesalahan konsepsi mengenai factor resiko untuk infeksi HIV adalah target esensial untuk usaha mengurangi perilaku resiko, terutama diantara remaja. Untuk dokter spesialis anak, kemampuan member konsultasi pada pasien dan keluarga secara efektif mengenai praktik seksual dan penggunaan obat adalah aliran utama usaha pencegahan ini. Bahkan pendidikan dan latihan tersedia dari The American Medical Assosiation dan The American Academy of Pediatrics yang dapat membantu dokter pediatric memperoleh kenyamanan dan kompetensi yang lebih besar pada peran ini.

Pencegahan infeksi HIV pada bayi dan anak harus dimulai dengan tepat dengan pencegahan infeksi pada perempuang hamil. Langkah kedua harus menekan pada uji serologi HIV bagi semua perempuan hamil. Rekomendasi ini penting karena uji coba pengobatan mutakhir menunjukkan bahwa protocol pengobatan bayi menggunakan obat yang sama selama beberapa minggu secara signifikan mengurangi angka transmisi dari ibu ke bayi.

(19)

mungkin sesudah lahir, tidak ada bukti yang mendukung kemajuan obat dalam mencegah infeksi HIV-1 bayi baru lahir sesudah 24 jam. Ibu dan anak diobati dengan zidovudin harus diamati dengan ketak untuk kejadian-kejadian yang merugikan dan didaftar pada PPP untuk menilai kemungkinan kejadian yang merugikan jangka lama. Saat ini, hanya anemia ringan reversible yang telah ditemukan pada bayi. Untuk melaksanakan pendekatan ini secara penuh, semua wanita harus mendapatkan prenatal yang tepat, dan wanita hamil harus diuji untuk positivitas HIV-1.

Penularan seksual. Pencegahan penularan seksual mencakup penghindaran pertukaran cairan-cairan tubuh. Kondom merupakan bagian integral program yang mengurangi penyakit yang ditularkan secara seksual. Seks tanpa perlindungan dengan mitra yang lebih tua atau dengan banyak mitra adalah biasa pada remaja yang terinfeksi HIV-1.

(20)

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK

d. Ketidaknyamanan (lokasi, karakteristik, lamanya)

2. Data Objektif, meliputi:

e. Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak napas, takipnea, hipoksia, nyeri dada, napas

pendek waktu istirahat, gagal napas. f. Pengkajian Neurologik

g. Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku, nyeri otot, kejang-kejang,

enselofati, gangguan psikomotor, penurunan kesadaran, delirium, meningitis, keterlambatan perkembangan.

h. Pengkajian Gastrointestinal

i. Berat badan menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan, bercak putih kekuningan

pada mukosa mulut, faringitis, candidisiasis esophagus, candidisiasis mulut, selaput lender kering, pembesaran hati, mual, muntah, colitis akibat diare kronis, pembesaran limfa.

(21)

 Dapatkan riwayat yang berhubungan dengan faktor resiko terhadap aids pada anak-anak:

exposure in utero to HIV-infected mother, pemajanan terhadap produk darah, khususnya anak dengan hemophilia, remaja yang menunjukan prilaku resiko tinggi.

 Obsevasi adanya manifestasi AIDS pada anak-anak: gagal tumbuh, limfadenopati,

hepatosplenomegali

 Infeksi bakteri berulang

 Penyakit paru khususnya pneumonia pneumocystis carinii (pneumonitys inter interstisial

limfositik, dan hyperplasia limfoid paru).

 Diare kronis

 Gambaran neurologis, kehilangan kemampuan motorik yang telah di capai sebelumnya,

kemungkinan mikrosefali, pemeriksaan neurologis abnormal

 Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian missal tes antibody serum.

2.3 Diagnosa Keperawatan

reaksi antigen dan antibody (Proses inflamasi)

3) Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan pemasukan dan

pengeluaran sekunder karena kehilangan nafsu makan dan diare

4) Perubahan eliminasi (diare) yang berhubungan dengan peningkatan motilitas usus sekunder

proses inflamasi system pencernaan

5) Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan dermatitis seboroik dan herpers

zoster sekunder proses inflamasi system integumen

6) Risiko infeksi (ISK) berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh, adanya organisme

infeksius dan imobilisasi

7) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan penyakit,

diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral

8) Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan pembatasan fisik, hospitalisasi, stigma sosial

terhadap HIV

9) Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK sekunder proses penyakit (misal: ensefalopati,

pengobatan).

10) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan penyakit yang

mengancam hidup.

(22)

Menurut Wong (2004) intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi diagnosa keperawatan pada anak yang menderita HIV antara lain

(Rencana Keperawatan Terlampir)

Menurut Betz dan Sowden (2002) intervensi keperawatan yang dapat dilakukan oleh seorang perawat terhadap anak dan ibu yang sudah menderita infeksi HIV antara lain :

1. Lindungi bayi, anak atau remaja dari kontak infeksius, meskipun kontak biasa dari orang ke

orang tidak menularkan HIV

2. Cegah penularan infeksi HIV dengan membersihkan bekas darah atau cairan tubuh lain

dengan larutan khusus, pakai sarung tangan lateks bila akan terpajan darah atau cairan tubuh, pakai masker dengan pelindung mata jika ada kemungkinan terdapat aerosolisasi atau terkena percikan darah atau cairan tubuh, cuci tangan setelah terpajan darah atau cairan tubuh dan sesudah lepasa sarung tangan, sampah-sampah yang terrkontaminasi darah dimasukkan ke dalam kantong plastik limbah khusus.

3. Lindungi anak dari kontak infeksius bila tingkat kekebalan anak rendah dengan cara lakukan

skrining infeksi, tempatkan anak bersama anak yang non infeksi dan batasi pengunjung dengan penyakit infeksi.

4. Kaji pencapaian perkembangan anak sesuai usia dan pantau pertumbuhan (tinggi badan, berat

badan, lingkar kepala

5. Bantu keluarga untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat kepatuhan terhadap

perencanaan pengobatan

6. Ajarkan pada anak dan keluarga untuk menghubungi tim kesehatan bila terdapat tanda-tanda

dan gejala infeksi, ajarkan pada anak dan keluarga memberitahu dokter tentang adanya efek samping

7. Ajarkan pada anak dan keluarga tentang penjadualan pemeriksaan tindak lanjut : nama dan

nomor telepon dokter serta anggota tim kesehatan lain yang sesuai, tanggal dan waktu serta tujuan kunjungan pemeriksaan tindak lanjut

Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada ibu dan anak yang belum terinfeksi HIV antara lain :

1. Ibu jangan melakukan hubungan seksual berganti-ganti pasangan tanpa kondom

2. Gunakan jarum suntik steril, dan tidak menggunakan jarum suntik secara bersama secara

bergantian atau tercemar darah mengandung HIV.

3. Tranfusi darah melalui proses pemeriksaan terhadap HIV terlebih dahulu.

4. Untuk Ibu HIV positif kepada bayinya saat hamil, proses melahirkan spontan/normal

(23)

5. HIV tidak menular melalui : bersentuhan, bersalaman dan berpelukan (kontak sosial),

berciuman (melalui air liur), keringat, batuk dan bersin, berbagi makanan atau menggunakan peralatan makan bersama, gigitan nyamuk atau serangga lain, berenang bersama, dan memakai toilet bersama sehingga tidak perlu takut dan khawatir tertular HIV.

BAB 3

(24)

3.1 PENGKAJIAN I. Identitas Klien :

Nama/nama panggilan : An. A.

Tempat tanggal lahir/usia : Poasia, 27 Mei 2005/ 6 bulan 8 hari

Jenis Kelamin : Laki-laki

A g a m a : Islam

Pendidikan :

-Alamat : BTN Kendari Permai Blok J No.14

Tanggal masuk : 18 Mei 2011

Tanggal pengkajian : 19 Mei 2011

Diagnosa Medik : HIV-AIDS

II. Identitas Orang Tua

1. Ayah

a. N a m a : Tn. T.L.

b. U m u r : 27 tahun

c. Pendidikan : SMA

d. Pekerjaan : Buruh Pabrik

e. A g a m a : Islam

f. A l a m a t : BTN Kendari Permai Blok J No.14

2. Ibu

a. N a m a : Ny. R

b. U s i a : 25 tahun

c. Pendidikan : SMP

d. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

e. A g a m a : Islam

f. A l a m a t : BTN Kendari Permai Blok J No.14

3. Identitas Saudara Kandung

No. N a m a U s i a Hubungan Status Kesehatan

1. - - -

-III. Keluhan Utama

Orangtua klien mengeluhkan bayinya mengalami diare disertai dengan demam.

(25)

Diare dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Mula-mula intensitas BAB kurang, dan sejak 2 hari yang lalu diare semakin parah diserta dengan demam, terdapat bercak-bercak terasa gatal pada kulit, diare diikuti dengan batuk, sesak dan klien tidak mau menyusu. Dengan alasan tersebut orang tua klien membawa klien ke RS untuk di periksa.

2. Riwayat Kesehatan Lalu (khusus untuk anak 0-5 tahun)

1) Prenatal Care

 Pemeriksaan kehamilan 3 kali

 Keluhan selama hamil Ngidam, kadang-kadang demam dan lemas

 Riwayat terkena sinar tidak ada

 Kenaikan berat badan selama kehamilan 2 kg

 Imunisasi 2 kali

 Golongan darah Ibu : lupa /golongan darah ayah : A

2) N a t a l

 Tempat melahirkan di Puskesmas oleh bidan

 Lama dan jenis persalinan : Spontan/normal

 Penolong persalinan Dokter Kebidanan

 Tidak ada komplikasi selama persalinan ataupun setelah persalinan (sedikit perdarahan daerah

vagina).

3) Post Natal

 Kondisi Bayi : BB lahir 2 kg, PB 45 cm

 Pada saat lahir kondisi anak baik

 (untuk semua usia)

 Penyakit yang pernah dialami demam setelah imunisasi

 Kecelakaan yang pernah dialami: tidak ada

 Imunisasi belum lengkap

 Alergi belum nampak

 Perkembangan anak dibanding saudara-saudara : Anak pertama

VI. Riwayat Kesehatan Keluarga

Anggota keluarga : Ibu klien positif HIV

VII. Genogram

(26)

Keterangan :

riwayat penyakit yang sama dengan klien

· Generasi III = Klien anak pertama. Belum mempunyai saudara, klien saat ini di rasawat di

5. Hepatitis lupa lupa

(27)

8. Berpakaian tanpa bantuan : masih di bantu ibunya

secara penuh

VIII. Riwayat Nutrisi

a. Pemberian ASI

Tidak pernah diberikan susu formula hanya ASI

c. Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini :

 Di Rumah tidak ada tangga yang berbahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan, anak bebas

bermain di luar dengan teman-temannya

 Hubungan antar anggota kelurga baik

 Pengasuh anak adalah orang tua

X. Riwayat spiritual

1. Anggota Keluarga tidak taat melaksanakan ibadah

2. Kegiatan keagamaan : jarang mengikuti kegiatan keagamaan

XI. Reaksi Hospitalisasi

a. Pengalaman Keluarga tentang Sakit dan rawat inap

1. Orang tua membawa anaknya ke RS karena khawatir dan cemas tentang keadaan anaknya

yang demam terus

2. Dokter menceritakan sebagaian kecil kondisi anaknya dan kelihatannya orang tua belum

mengerti hal ini dibuktikan dengan ekspresi wajah orang tua dan pertanyaan yang timbul sekitar keadaan anaknya

3. Orang tua saat masuk di RS sangat merasa khwatir dengan keadaan anaknya dan selalu

menanyakan kondisi anaknya

4. Orang tua selalu menjaga anaknya bergantian antara ayah, ibu dan dan keluarga yang lain.

b. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat Inap

(28)

XII. Aktivitas Sehari-hari

a. Nutrisi

Kondisi Sebelum Sakit Saat sakit

(29)

1. Mandi

3.2 Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum klien : Lemah, gelisah dan batuk sesak

 Ekspresi wajah biasa kadang tersenyum dan cengeng bila diajak bermain.

 Berpakaian bersih karena selalu dijaga oleh ibunya.

(30)

 - Lingkaran lengan atas : tidak dikaji

Pucat dan turgo kulit jelek dipenuhi dengan bercak-bercak dan gatal

 Kepal dan leher :

I: Normal tidak ada kerontokan rambut, warna hitam dan tidak ada Peradangan.

P: Normal, tidak ada benjolan dikepala P:

A:

- Kuku : Jari tabuh

 Mata / penglihatan :

Sklera pucat dan nampak kelopak mata cekung

 Hidung :

Tidak ada Peradangan, tidak ada reaksi alergi, tidak ada polip, dan fxungsi penciuman normal

 Telinga :

Bentuk simetris kanan/kiri, tidak ada peradangan, tidak ada perdarahan

 Mulut dan gigi

Terjadi peradangan pada rongga mulut dan mukosa, terjadi Peradangan dan perdarahan pada gigi ,gangguan menelan(-), bibir dan mukosa mulut klien nampak kering dan bibir pecah-pecah

 Leher: Terjadi peradangan pada eksofagus.

 Dada :

I : Dada terlihat normal, Tidak ada kelainan gerakan dada

P: Terdapat nyeri tekan pada epigastrium, Tidak nampak adanya pembesaran hati P: nada sonor

A: Tidak terdengar adanya bunyi nafas tambahan Tidak ada retraksi dinding dada (+).

 Abdomen :

I : Nampak normal, simetris kiri kanan

P: Turgor jelek ,tidak ada massa, terdapat nyeri tekan pada bagian kanan bawah

P : Bunyi timpany (+). Kembung (-)

(31)

 Perineum dan genitalia

Pada alat genital terdapat bintik-bintik radang

 Ekstremitas : klien tidak mampu mengerakkan extremitas atas dan extremitas bawah tonus otot

lemah akibat tidak ada energi karena diare dan proses penyakit I: Bentuk kaki simetris, tidak terdapat gejala / tanda oedema. Jumlah jari lengkap.terdapat keterbatasan gerak ekstremitas bawah

P: Akral hangat, terdapat keterbatasan gerak ekstremitas atas. P: reflek tendon kurang

A:

-o Skala kekuatan otot 3 3

3 3

e. Sistem Pernafasan

 Hidung : Simetris, pernafasan cuping hidung : ada, secret : ada

 Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar limfe di sub mandibula.

 D a d a :

o Bentuk dada : Normal

o Perbandingan ukuran anterior-posterior dengan tranversal : 1 : 1

o Gerakan dada : simetris, tidak terdapat retraksi

o

Wh

Rh Suara nafas : ronki

o Suara nafas tambahan : ronki

o Tidak ada clubbling finger

f. Sistem kardiovaskuler :

 Conjungtiva : Tidak anemia, bibir : pucat/cyanosis, arteri carotis : berisi reguler , tekanan vena

jugularis : tidak meninggi

 Ukuran Jantung : tidak ada pembesaran

 Suara jantung : Tidak ada bunyi abnormal

 Capillary refilling time > 2 detik

(32)

 Mulut : terjadi peradangan pada mukosa mulut

 Abdomen : distensi abdomen, peristaltic meningkat > 25x/mnt akibat adanya virus yang

menyerang usus

 Gaster : nafsu makan menurun, mules, mual muntah, minum normal,

 Anus : terdapat bintik dan meradang gatal

h. Sistem indra

1. Mata : agak cekung

2. Hidung : Penciuman kurang baik,

3. Telinga

o Keadaan daun telinga : kanal auditorius kurang bersih akibat benyebaran penyakit

o Fungsi pendengaran kesan baik

i. Sistem Saraf

2. Fungsi serebral:

 Status mental : Orientasi masih tergantung orang tua

 Bicara :

- Kesadaran : Eyes (membuka mata spontan) = 4, motorik (bergerak mengikuti perintah) = 6,

verbal (bicara normal) = 5 3. Fungsi kranial :

Saat pemeriksaan tidak ditemukan tanda-tanda kelainan dari Nervus I – Nervus XII. 4. Fungsi motorik : Klien nampak lemah, seluruh aktifitasnya dibantu oleh orang tua

aktifitas utama klien adalah berbaring di tempat tidur.

3. Lutut : tidak bengkak, tidak kaku, gerakan aktif, kemampuan jalan baik

4. Tangan tidak bengkak, gerakan dan ROM aktif

k. Sistem integumen

 warna kulit pucat dan terdapat bintik-bintik dengan gatal, turgor menurun > 2 dt,

 suhu meningkat 39 derajat celsius, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill

time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.

l. Sistem endokrin

 Kelenjar tiroid tidak nampak, teraba tidak ada pembesaran

 Suhu tubuh tidak tetap, keringat normal,

 Tidak ada riwayat diabetes

m. Sistem Perkemihan

 Urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/24 jam), frekuensi berkurang.

 Tidak ditemukan odema

 Tidak ditemukan adanya nokturia, disuria , dan kencing batu

(33)

Alat genetalia termasuk glans penis dan orificium uretra eksterna merah dan gatal

o. Sistem Imun

 Klien tidak ada riwayat alergi

 Imunisasi lengkap

 Penyakit yang berhubungan dengan perubahan cuaca tidak ada

 Riwayat transfusi darah tidak ada

XIII. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan

1. 6 tahun ke atas

a. Perkembangan kognitif : Klien mampu bekerja sama dengan orang lain hal ini dibuktikan

dengan klien sering bermain bola bersama teman-temannya waktu sebelum sakit. b. Perkembangan motorik : klien mampu menggunakan sepeda dengan sendirinya

XIV. Terapi Saat ini :

 Infus RL 20 tts/m

 Imunisasi disarankan untuk anak-anak dengan infeksi HIV, sebagai pengganti vaksin

poliovirus (OPV), anak-anak diberi vaksin virus polio yang tidak aktif (IPV)

Keperawatan :

 Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah kemungkinan

terjadi infeksi

 Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada

 Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan dideosinukleotid, yaitu

azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV

 Mengatasi dampak psikososial

 Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan prosedur yang

dilakukan oleh tenaga medis

Hasil Laboratorium tanggal 28 Maret 2011: Tidak dikaji

XV. Klasifikasi Data Data Subjektif

 Keluarga klien mengatakan anaknya batuk-batuk dan sesak

 Keluarga klien mangatakan anaknya demam terus-menerus

 Keluarga klien mengatakan muncul bercak-bercak di tubuh anaknya

 Keluarga klien mengatakan, klien tidak mau makan/malas makan

 Ibu klien mengatakan anaknya susah menelan akibat luka-luka pada mulutnya

 Keluarga klien mengatakan anaknya sering buang air besar dan encer

 Keluarga klien mengatakan sangat khawatir dengan kondisi anaknya, maka dari itu anaknya di

bawa ke RS.

(34)

 Klien selama di RS nampak batuk terus dan gelisah nampak sesak sesak

 Klien nampak teraba panas dengan suhu 39 0C, Nadi : 120x/m, P : 28x /m dan TD : 95/60

mmHg

 Nampak terlihat bercak-bercak dan klien selalu menangis menggaruk badannya yang gatal.

 Klien nampak cengeng bila ingin disusui, berat badan klien turun dari 5 kg menjdi 4 kg.

 Klien nampak selalu mengeluh ingin BAB dan diRS terhitung 4-5/hari

 Kulit klien nampak kering, nampak cekung pada mata

 Keluarga klien nampak gelisah dan selalu menanyakan kondisi anaknya.

(35)
(36)

Menurunkan

khawatir dengan kondisi anaknya, maka dari itu

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret

2. Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus sekunder terhadap

reaksi antigen dan antibody

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan penyakit,

diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral

4. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan dermatitis seboroik dan herpers zoster

sekunder proses inflamasi system integument

(37)

BAB 4 PENUTUP

4.1 Kesimpulan

AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162)

AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama perjalanan penyakit. (Carolyn, M.H.1996:601)

Dengan sedikit pengecualian, bayi dengan infeksi HIV perinatal secara klinis dan imunologis normal saat lahir. Kelainan fungsi imun yang secara klinis tidak tampak sering mendahului gejala-gejala terkait HIV, meskipun penilaian imunologik bayi beresiko dipersulit oleh beberapa factor unik. Pertama, parameter spesifik usia untuk hitung limfosit CD4 dan resiko CD4/CD8 memperlihatkan jumlah CD4 absolut yang lebih tinggi dan kisaran yang lebih lebar pada awal masa bayi, diikuti penurunan terhadap pada beberapa tahun pertama

Gejala terkait HIV yang paling dini dan paling sering pada masa bayi jarang diagnostic. Gejala HIV tidak spesifik didaftar oleh The Centers For Diseasen Control sebagai bagian definisi mencakup demam, kegagalan berkembang, hepatomegali dan splenomegali, limfadenopati generalisata (didefinisikan sebagai nodul yang >0,5 cm terdapat pada 2 atau lebih area tidak bilateral selama >2 bulan), parotitis, dan diare.

.

4.2 Saran

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs Approach,J.B. Lippincott Company, London.

Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th edition,

Mosby Year Book, Toronto

Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta

Christine L. Mudge-Grout, 1992, Immunologic Disorders, Mosby Year Book, St. Louis.

Referensi

Dokumen terkait

perilaku perawat dalam proses penerapan asuhan keperawatan pada kasus. HIV/AIDS diRSUD Blambangan Banyuwangi

Menurut Sudoyo (2009), AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus

Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif ditandai dengan sering

Perjalanan penyakit infeksi HIV sampai Ineniadi AIDS alan memunLullan herbagai macam gejala maupun manifestasi penyakir infeksi oportunis dan keganasan. Rongga Irulut

Anak gizi buruk dengan infeksi HIV mempunyai jumlah limfosit total yang lebih rendah dibandingkan gizi buruk tanpa infeksi HIV terutama pada kelompok umur 12-23 bulan.. Nur Aisiyah

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan konseling tentang HIV/ AIDS pada Ibu Rumah Tangga penderita HIV/AIDS di Yogyakarta.. Penelitian

Tes antibodi HIV direkomendasikan penggunaannya untuk: (1) mendiagnosis infeksi HIV pada ibu atau mengidentifikasi pajanan HIV pada anak, (2) mendiagnosis infeksi HIV pada

Rencana keperawatan tersebut yaitu observasi tanda-tanda vital, yaitu mengkaji adanya tanda-tanda infeksi yang meliputi (peningkatan suhu tubuh, nadi dan jumlah sel