SEMANTIK
Silabus
Deskripsi mata kuliah:Mahasiswa memahami konsep-konsep semantik seperti arti, makna, tipe makna, relasi bentuk dan makna, komponen dan kontras makna, perubahan makna, hubungan semantik dengan cabang linguistik yang lain.
Standar Kompetensi:
1. Memahami pengertian semantik dan ruang lingkupnya 2. Memahami teorimakna, referensi, dan tipe makna
3. Memahami pengertian dan kajian semanti leksikal dan semantik struktural
4. Memahami relasi atau hubungan bentuk dan makna 5. Memahami adanya perubahan makna
Strategi Perkuliahan
Tatap Muka
1. Perkuliahan mimbar: tanya jawab, diskusi 2. Ujian tengah semester
3. Ujian semester
Nontatap muka
1. Tugas individu 2. Tugas kelompok Referensi:
3. Aminuddin. 1990. Pengantar Semantik. Bandung: Angkasa
4. Crus, D.A. 1986. Lexical Semantics. Cambridge: Cambridge University Press
5. Kempson, Ruth M. 1986. Semantics Theory, Cambridge: CUP 6. Lyons, John. 1986. Semantics I,II. Cambridge: CUP
7. Palmer, FR. 1981. Semantics. Cambridge: CPU
8. Slamet Mulyana. 1965. Semantik. Jakarta: Fajar Bhakti
9. Verhaar, JWM. 1983: Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada UP 10. Allan, Keith. 1986. Linguistics Meaning. London: Routledge and Kegan
Paul Inc.
Etimologi kata semantik
Bahasa Inggris: semantics bahasa Yunani, sema (nomina) ‘tanda/ lambang’
semaino/ samaino (verba) ‘menandai/berarti’ tanda/ lambang/ sema: tanda linguistik/ signe
linguistique (Bahasa Perancis) Semantik:
cabang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandai/
bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna/ ilmu tentang makna/ arti
Semiotika:
ilmu yang mempelajari lambang-lambang dan tanda-tanda (rambu-rambu lalu lintas, morse dll)
Tanda (bahasa Indonesia): bekas, tanda dengan yang ditandai bersifat langsung. Mis. lampu merah ,
suara adzan
Lambang; tanda yang tidak secara langsung melainkan melalui sesuatu yang lain, bersifat konvensional, perjanjian, untuk mengetahui makna lambang harus mempelajari misalnya warna merah dan putih pada bendera. Bunyi bahasa termasuk lambang, untuk mengetahui makna meja (selain orang Indonesia) harus belajar
Lambang bahasa/ lambang/tanda yang lain ‘mewakili’ suatu konsep yang berada di dunia ide/ benak kita, misal ‘kursi’ mewakili suatu konsep dalam benak kiita berupa benda yang biasa digunakan sebagai tempat duduk dengan wujud yang sedemikian rupa
Simbol: berpadanan dengan kata lambang, kedua kata tersebut mewakili konsep yang sama meskipun
Tanda menurut Ferdinand De Saussure terdiri atas:
a. Komponen yang mengartikan: bunyi bahasa
b. Komponen yang diartikan: makna dari komponen pertama
a dan b merupakan lambang/ tanda sedang sesuatu yang ditandai/ dilambangi berada di luar bahasa yang
disebut referen/ hal yang ditunjuk
‘makna’
yang diartikan referen Tanda linguistik
[bunyi]
yang mengartikan
Menurut Ogden dan Richard (1923) hubungan antara tanda/ lambang, konsep (ada di benak masyarakat
dengan referen (sesuatu yang ditunjuk) nampak pada segitiga semantik berikut ini (segitiga Ogden dan
Richard)
Konsep/ makna
Tanda/lambang/ simbol sesuatu yang ditunjuk
kata/leksem (referen)
Menurut Kamus linguistik makna adalah:
1. Maksud pembicara
2. Pengaruh satuan bahasa dalam pemahaman,
persepsi atau
perilaku manusia atau kelompok manusia
3. Hubungan dalam arti kesepadanan atau
ketidaksepadanan
antara bahasa dan alam di luar bahasa atau
antara ujaran
dan semua hal yang ditunjuknya
4. Cara menggunakan lambang-lambang bahasa
Makna merupakan gejala dalam ujaran. Informasi
merupakan gejala di luar ujaran, sedang maksud gejala luar ujaran.
Beda informasi dan maksud adalah informasi sesuatu luar ujaran dilihat dari objeknya atau yang dibicarakan,
Kaidah Umum:
1. Hubungan antara tanda (kata/leksem)dengan referen bersifat arbitrer/ tidak ada hubungan wajib
2. Secara sinkronik makna sebuah kata /leksem tidak
berubah , secara diakronik kemungkinan berubah ada 3. Bentuk-bentuk yang berbeda akan berbeda
maknanya
4. Setiap bahasa memiliki sistem semantik yang berbeda dengan sistem semantik bahasa yang lain
5. Makna setiap kata dalam suatu bahasa dipengaruhi oleh pandangan hidup dan sikap anggota masyarakat 6. Luasnya makna yang dikandung sebuah bentuk
gramatikal berbanding terbalik dengan luasnya bentuk tersebut
Lambang/ kata adalah nama atau label dari sesuatu
yang dilambangkannya. Penamaan: pemberian
nama/ label terhadap sesuatu yang bersifat arbitrer
dan konvensional
Proses pemberian nama:
1.
Peniruan bunyi; penamaan berdasarkan bunyi dari
benda / sesuatu tersebut
2.
Penyebutan
bagian;
penamaan
sesuatu
berdasarkan bagian dari sesuatu tersebut, ada dua
macam pars pro toto (penyebutan bagian untuk
keseluruhan: minta kopi di rumah makan) dan
totem pro parte (penyebutan keseluruhan untuk
bagian: HIJAU nganakake pentas wayang kulit)
4. Penemu dan pembuat; penamaan berdasarkan pembuat/
penemu ( appelativa) misal: mujair (petani bernama Mujair di Kediri), Volt (Volta/ sarjana fisika Italia), kodak / diesel/ciba/ aspirin – (pabrik dan merek dagang = nama benda)
5. Tempat asal; penamaan bedasarkan asal benda tersebut, misalnya: kenari (pulau Kenari di Afrika), sarden (pulau
Sardenia di Italia), soto Kudus, nasi Padang
6. Bahan; penamaan berdasarkan nama bahan pokok benda itu, misalnya kaca mata, kaca spion, kaca jendela, bambu runcing 7. Keserupaan; penamaan berdasarkan kesamaan sifat atau ciri
dari makna leksikal kata itu, misalnya sikil meja, sikil kursi, kepala kantor, kepala surat, kepala paku
8. Pemendekan; penamaan berdasarkan hasil penggabungan unsur-unsur dari beberapa kata, ABRI, KONI, rudal, pemda 9. Penamaan baru; nama/ istilah baru diadakan untuk
Jenis makna
1.
Berdasarkan jenis semantiknya: makna leksikal
dan makna gramatikal
2.
Berdasrkan ada tidaknya referen: makna
referensial dan makna nonreferensial
3.
Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa: makna
denotatif dan makna konotatif
4.
Berdasarkan ketepatan makna: makna kata dan
makna istilah/ makna umum dan makna khusus
5.
Berdasarkan ada tidaknya hubungan makna:
makna konseptual dan makna asosiatif
6.
Berdasarkan kriteria lain: makna idiomatik dan
makna peribahasa, makna kolokatif, makna
Makna Leksikal dan makna gramatikal
Leksikal jenis katanya ajektif nominanya leksikon (vokabuler, kosa kata, perbendaharaan kata). Satuan dari leksikon adalah leksem ; satuan bentuk bahasa yang terkecil yang bermakna. Makna leksikal; makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata, makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Makna leksikal suatu kata adalah gambaran yang nyata tentang suatu konsep seperti yang dilambangkan kata.
Makna leksikal berkenaan dengan makna leksem/ makna sesuai dengan referennya.
Misalnya: tikus adalah sebangsa binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus, Tikus iku mati kejiret. Tetapi dalam kalimat Sing dadi tikus ing
Makna leksikal sering dipertentangkan dengan makna gramatikal
Makna gramatikal adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika, seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi. Misalnya kata sapu (alat pembersih ruang): nyapu (melakukan pekerjaan dengan alat disebut bentuk dasar), sapu-sapu (banyak sapu), sapu jagad (nama sebuah do’a)
Selain itu makna suatu kata tergantung pada konteks kalimat/ konteks situasi, maka makna gramatikal juga disebut makna kontekstual atau makna situasional, sering juga disebut dengan makna struktural karena proses dan satuan-satuan gramatikal itu selalu berkenaan dengan struktur ketatabahasaan.
Makna Referensial dan makna non-referensial
Pembedaan makna tersebut berdasarkan ada
tidaknya referen dari kata-kata itu.
Bila kata-kata itu mempunyai referen (sesuatu di
luar bahasa yang diacu/ ditunjuk) maka kata-kata
tersebut termasuk kata yang bermakna referensial,
namun apabila kata-kata itu tidak memiliki referen,
maka kata tersebut termasuk kata yang bermakna
non-referensial.
Biasanya kata-kata yang termasuk kata-kata yang
memiliki makna non-referensial adalah kosa kata
yang termasuk dalam kata tugas (function word);
kata yang terutama menyatakan hubungan
gramatikal yang tidak dapat bersambung dengan
afiks. Antara lain preposisi (ing, saka) konjungsi
(nanging, jalaran), artikel (si, ponang), dan
Makna Denotatif dan makna Konotatif
Pembedaan makna denotatif dan makna konotatif didasarkan pada ada tidaknya ‘nilai rasa’ pada sebuah kata.
Makna denotatif/ makna denotasional/ makna konseptual/ makna kognitif/ makna sebenarnya; makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya, makna yang mempunyai nilai rasa netral/ berkonotasi netral. Makna ini menyangkut informasi faktual objektif
Sebuah kata mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai nilai rasa, nilai rasa tersebut dapat berupa nilai rasa rendah/ buruk dapat pula berupa nilai rasa tinggi/ baik.
Dapat pula disebutkan bahwa makna denotatif adalah makna dasar/ makna asli/ makna pusat , sedang makna konotatif adalah makna tambahan dalam hal ini sifatnya memberi tambahan nilai rasa baik positif maupun negatif.
Nilai rasa yang melekat pada sebuah kata dapat
menjadi merosot akibat pemakaian kata tersebut
dalam masyarakat tidak sesuai dengan makna
denotasi/ makna yang sebenarnya dari kata
tersebut, contoh kata kebijaksanaan
Makna kata dan makna istilah
Pembedaan makna kata dan makna istilah didasarkan pada ketepatan makna satuan lingual tersebut dalam penggunaannya secara umum dari secara khusus.
Dalam pemakaian secara umum bersifat umum sehingga kata mempunyai makna, namun dalam bidang tertentu kata memiliki makna khusus karena makna yang terkandung adalah tetap dan pasti, misalnya kata tahanan masih bersifat umum, namun dalam bidang hukum istilah tahanan mempunyai makna orang yang ditahan sehubungan dengan kasus perkara, dalam bidang kelistrikan istilah tahanan bermakna daya yang menahan arus listrik.
Makna Konseptual dan makna asosiatif
Pembedaan makna konseptual dan asosiatif
didasarkan pada ada tidaknya hubungan (asosiatif,
reflektif) makna sebuah kata dengan makna kata
yang lain.
Leech membedakan makna atas makna konseptual
dan makna asosiatif, yang termasuk dalam makna
asosiatif adalah makna konotatif, makna stilistik,
makna afektif, makna reflektif, dan makna kolokatif
Makna konseptual adalah makna yang sesuai dengan
konsepnya, makna yang sesuai dengan referennya,
makna yang bebas dari asosiasi atau hubungan
apapun. Dapat dikatakan makna konseptual sama
dengan makna referensial, makna leksikal, dan
Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan
keadaan di luar bahasa. Makna asosiatif ini sama dengan perlambang-perlambang yang digunakan masyarakat
bahasa untuk menyatakan suatu konsep lain.
Misalnya: melati berasosiasi dengan makna suci/ kesucian karena melati sebagai perlambang kesucian, merah
berasosiasi dengan berani karena merah sebagai perlambang keberanian.
Karena makna asosiasi berhubungan dengan nilai-nilai moral dan pandangan hidup yang berlaku dalam masyarakat
bahasa berarti berurusan dengan nilai rasa bahasa sehingga makna ini termasuk dalam makna konotatif Makna stilistika berkenaan dengan gaya pemilihan kata
Makna afektif berkenaan dengan perasaan
pembicara pemakai bahasa secara pribadi, baik
terhadap mitra tutur maupun terhadap objek yang
dibicarakan.
Makna afektif ini lebih terasa dalam bahasa lisan.
Misalnya: Ayo padha dirungokake ana wong omong
rame wae!
Coba ta bab iki digatekake sapa ngerti
ana gunane!
Makna kolokatif berkenaan dengan makna kata
dalam kaitannya dengan makna kata lain yang
mempunyai “tempat” yang sama sama sebuah
Makna idiomatik ; idiom adalah satuan-satuan
bahasa (kata, frasa, atau kalimat) yang maknanya
tidak dapat “diramalkan” dari makna
unsur-unsurnya maupun makna gramatikal
satuan-satuan tersebut.
Misalnya; adus banyu wayu ‘mandi dengan air yang
didiamkan semalam’, adus banyu anget ‘mandi
dengan menggunakan air hangat’, adus kringet?
(makna satuan lingual ini tidak berkaitan dengan
makna leksikal maupun makna gramatikal
unsur-unsurnya)
Makna idiomatikal adalah makna sebuah satuan
bahasa
(kata,
frasa,
atau
kalimat)
yang
“menyimpang” dari makna leksikal atau makna
gramatikal unsur-unsur pembentuknya.
Beda idiom, ungkapan, dan metafora
Idiom dilihat dari segi makna (“menyimpangnya”
makna idiom dari makna leksikal dan makna
gramatikal unsur pembentuknya
Ungkapan dilihat dari segi ekspresi kebahasaan ;
usaha penutur untuk menyampaikan pikiran,
perasaan, dan emosinya dalam bentuk satuan
bahasa tertentu yang dianggap paling tepat dan
paling kena
Metafora dilihat dari segi digunakannya sesuatu
untuk memperbandingkan yang lain dari yang lain
Misalnya; raja siang ‘matahari’, putri malam ‘bulan’,
Jika dilihat dari segi makna, maka satuan lingual di atas termasuk idiom, jika dilihat dari segi ekspresi maka hal itu termasuk ungkapan, namun jika dilihat dari segi
adanya perbandingan maka termasuk metafora.
Peribahasa, makna unsur-unsur pembentuknya dapat diramalkan karena adanya asosiasi atau tautan antara makna leksikal dan makna gramatikal unsur-unsur
pembentuk peribahasa dengan makna lain yang menjadi tautannya
Misalnya dua orang yang tidak pernah akur/ damai diungkapkan dalam bentuk peribahasa
‘kaya banyu karo lenga’ dalam kenyataan air dan minyak tidak bisa menyatu
Peribahasa bersifat memperbandingkan sehingga sering disebut perumpamaan, sehingga dalam bahasa Jawa
Relasi makna
Dalam setiap bahasa kita temukan kosa kata yang
maknanya berhubungan dengan makna kosa kata
yang lain. Hubungan makna ini mungkin
menyangkut
kesamaan
makna
(sinonimi),
kebalikan makna (antonimi), ketercakupan makna,
atau bisa hubungan yang lain.
Sinonimi
Secara etimologi kata sinonimi berasal dari bahasa
Yunani Kuno , yaitu syn ‘dengan’ dan anoma
‘nama’. Sinonimi berarti nama lai untuk benda
yang sama atau hal yang sama.
Hubungan makna kata yang bersinonim bersifat dua
arah. Misalnya kata kembang bersinonim dengan puspa, maka puspa bersinonim dengan kembang
Makna yang bersinonim tidak memiliki makna sama persis, yang hanyalah bagian aytau unsur-unsur
tertentu. Misalnya kata mati dan seda, mati memiliki komponen makna (1) tidak bernyawa, (2) dapat
dikenakan pada apa saja (manusia, binatang, pohon), seda memiliki komponen makna (1) tidak bernyawa, (2) hanya dikenakan pada manusia
Ketidak biasaan saling menggantikan tersebut karena; a) faktor waktu, b) faktor tempat, c) faktor sosial, d) faktor bidang kegiatan, e) faktor nuansa makna
Wujud satuan bahasa yang bersinonim
a. Sinonim morfem (bebas) dengan morfem (terikat), misalnya antara panjenengan dengan –mu
b. Sinonimkata dengan kata, misal mangan dengan dhahar
c. Sinonim antara kata dengan frasa, misalnya kudu dengan ora oleh ora
d. Sinonim antara frasa dengan frasa, misalnya bapak ibu dengan wong tuwa
e. Sinonim antara kalimat dengan kalimat, misalnya ibu mundhut beras dengan beras dipundhut ibu
Yang harus diperhatikan dalam sinonim:
1. Tidak semua kata memiliki sinonim
2. Kata yang bersinonim pada bentuk dasar tidak bersinonim pada bentuk jadian (benar – betul)
3. Kata dalam arti sebenarnya tidak bersinonim tetapi dalam arti kiasan mempunyai sinonim (hitam - jahat, buruk)
Antonimi dan Oposisi
Kata antonimi berasal dari anti ‘melawan’ dan onoma ‘nama’ (bahasa Yunani kuna). Secara harafiah
antonim berarti nama lain untuk benda yang lain pula. Secara semantik antonim berarti ungkapan yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain, biasanya disebut lawan kata
sebetulnya yang berkebalikan itu maknanya.
Antonim tidak bersifat mutlak melainkan beroposisi, oposisi tercakup konsep betul-betul berlawanan
sampai yang hanya bersifat kontras, sehingga oposisi maknanya dapat dibedakan menjadi oposisi mutlak, oposisi kutub, oposisi hubungan, oposisi hierarkial, oposisi majemuk
Oposisi mutlak , dalam antonim yang mengandung
Oposisi kutub, kata yang mempunyai oposisi makna kutub pertentangan maknanya tidak mutlak melainkan bersifat gradasi
kutub A (sugih, panas, seneng, adoh)
batas
kutub B (mlarat, adhem, susah, cedhak)
Kata-kata yang beroposisi kutub umumnya adalah kata-kata dari kelas adjektif.
Oposisi hubungan dapat terjadi pada keta kerja
dan dapat pula terjadi pada kata benda;
maju-mundur, menehi-nampa, guru-murid,
dokter-pasien
Oposisi Hierarkial; makna satuan lingual yang
beroposisi hierarkial ini menyatakan suatu deret
jenjang atau tingkatan.
Kosa kata yang mempunyai oposisi hierarkial ini
biasanya berupa nama satuan ukuran (berat,
panjang, isi) nama satuan hitungan, nama
jenjang kepangkatan
Misalnya: senti – meter, gram – ons
Oposisi
majemuk,
satuan
lingual
yang
mempunyai oposisi makna lebih dari satu
satuan lingual
Homonimi, homofoni, homografi
Homonimi berasal dari kata homo ‘sama’ dan onoma ‘nama’, homonimi: nama sama untuk benda atau hal lain
Homonimi sebagai ungkapan yang bentuknya sama dengan ungkapan lain yang maknanya tidak sama
Misalnya, bisa dalam bahasa Indonesia
Kemungkinan penyebab adanya homonimi
1. Bentuk-bentuk yang berhomonimi itu berasal dari bahasa/ dialek yang berbeda . Misalnya, bisa (racun/ Indonesia) bisa (dapat / Jawa)
2. Bentuk-bentuk yang berhomonimi itu terjadi sebagai hasil proses morfologi. Misalnya, mengukur ( ukur, kukur)
Hiponimi dan hipernimi
Hiponimi berasal dari kata hypo ‘di bawah’ dan onoma ‘nama’ , jadi nama yang termasuk di bawah nama lain Hiponimi: ungkapan yang maknanya dianggap
merupakan bagian dari makna suatu ungkapan lain Ikan
tongkol bandeng tenggiri teri mujair cakalang kohiponim
Relasi leksikon yang berhiponim bersifat searah.
Konsep hiponimi dan hipernimi mengandaikan adanya kelas bawahan dan kelas atasan, adanya makna kata yang berada di bawah makna kata yang lain. Ada kata yang merupakan hipernimi terhadap sejumlah kata lain.
Polisemi diartikan sebagai satuan lingual yang
mempunyai makna lebih dari satu
Misalnya: kepala (Indonesia) memiliki makna:
1.
Bagian tubuh dari leher ke atas; kepala kambing
2.Bagian sesuatu yang letaknya di bagian atas/
depan/ yang penting; kepala surat, kepala kereta
api
3.
Bagian sesuatu yang berbentuk bulat; kepala
jarum
4.
Pemimpin/ ketua; kepala sekolah, kepala kantor
5.Jiwa/ orang; setiap kepala membayar Rp.
Munculnya polisemi polisemi disebabkan leksikon
memiliki komponen makna tidak hanya satu,
masing-masing komponen makna berkembang
menjadi makna tersendiri
Apa bedanya homonimi dengan polisemi?
Ambiguitas/ ketaksaan sering diartikan dengan
satuan lingual yang bermakna ganda/ mendua
arti
Kegandaan makna dalam satuan lingual ini
disebabkan karena adanya proses gramatik
yang membentuk frasa atau satuan lingual
yang lebih luas lagi
Perubahan makna
Sebab-sebab perubahan makna
1. Perkembangan dalam ilmu dan teknologi; dalam perjalanan waktu satuan lingual tetap digunakan namun awalnya mengandung konsep yang sederhana berubah akibat perkembangan teknologi. Kerteta api (awal bertenaga uap sekarang bertenaga diesel/listrik)
2. Perkembangan sosial dan budaya; sarjana (orang pandai/ cendekiawan – lulusan perguruan tinggi)
3. Perbedaan bidang pemakaian; bajak, garap dengan bentuk derivasinya (relasi – polisemi karena masih ada pertautan makna dasar)
5. Pertukaran tanggapan indera; panca indera
manusia sudah mempunyai tugas masing-masing
untuk menangkap gejala yang berasal dari luar
dirinya, misalnya rasa pait, manis diterima oleh
alat perasa lidah, rangsangan yang menyangkut
panas dingin, kasar dan halus ditetima oleh indera
perasa kulit, gejala yang terakait dengan terang
gelap diterima oleh indera mata, sedang yang
berkenaan dengan bau-bauan diterima oleh indera
penciuam (hidung)
Perubahan makna sebagai akibat adanya pertukaran
tanggapan indera ini disebut sinesthesia yang
berasal darti kata sun ‘sama’ dan aisthetikas
‘tampak’ (Yunani)
6. Perbedaan tanggapan; karena pandangan hidup
dan ukuran dalam norma kehidupan dalam
masyarakat ada kata mengalami perubahan nilai
rasa (dapat menjadi memiliki nilai rasa tinggi/
amelioratif atau menjadi memiliki nilai rasa rendah/
peyoratif) – konotatif
Jenis perubahan
1. Meluas; makna satuan lingual berubah menjadi lebih luas
2. Menyempit; makna satuan lingual berubah menjadi lebih sempit/ khusus
3. Perubahan total, sene ‘buang air kecil’ – sumene ‘istirahat’
4. Penghalusan/ ufemia; dalam rangka penghalusan dimunculkan satual lingual baru yang mempunyai nilai rasa lebih halus batur – abdi
Medan Makna
Kata-kata dapat dikelompokkan yang maknanya saling berkaitan/ berdekatan karena sama-sama berada dalam bidang kegiatan atau keilmuan. Misalnya beras, minyak, gula, teh, kopi, susu, sabun mandi, sabun cuci pasta gigi dapat dikelompokkan menjadi satu karena semuanya terkait dengan kebutuhan hidup sehari-hari. Namun kata dapat pula dikelompokkan atas dasar
komponen- komponen makna tertentu sehingga akan nampak perbedaan dan persamaan makna antara kata yang satu dengan kata yang lain.
Kata-kata yang berada dalam satu medan makna dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu golongan kolokasi dan golongan set
Kolokasi adalah sejumlah kata yang berada bersama dalam satu tempat/ lingkungan dan bersifat sintakmatik (hubungan linier antara unsur-unsur bahasa dalam tataran tertentu).
Misalnya, jaka bagus
Set menunjuk hubungan paradigmatik (hubungan antara unsur-unsur bahasa dengan unsur lain di luar tingkat itu yang dapat saling dipertukarkan/menggantikan)
Suatu set biasanya berupasekelompok unsur leksikal dari kelas yang sama yang nampak sebagai satu kesatuan Setiap leksikal dalam satu set dibatasi oleh tempatnya
Misalnya kita tahu batas suhu adhem, anget, panas.
Pengelompokkan unsur leksikal berdasarkan kolokasi dan set dapat memberikan gambaran teori medan makna. Setiap unsur leksikal memiliki komponen makna masing-masing yang mungkin ada persamaan dan perbedaan.
Komponen makna/ komponen semantik/ semantic feature/ semantic property/ semantic marker; setiap leksikal terdiri dari satu/ beberapa unsur yang bersama-sama membentuk makna kata/ makna unsur leksikal tersebut. Misalnya; bapak mengandung komponen makna : +insan,
+dewasa, +jantan, dan +kawin, sedang ibu mengandung komponen makna +insan, +dewasa, + kawin, dan –jantanKomponen makna Bapak Ibu
Insan + +
Dewasa + +
Jantan +