• Tidak ada hasil yang ditemukan

Staff Site Universitas Negeri Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Staff Site Universitas Negeri Yogyakarta"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

SEMANTIK

(2)

Silabus

Deskripsi mata kuliah:

Mahasiswa memahami konsep-konsep semantik seperti arti, makna, tipe makna, relasi bentuk dan makna, komponen dan kontras makna, perubahan makna, hubungan semantik dengan cabang linguistik yang lain.

Standar Kompetensi:

1. Memahami pengertian semantik dan ruang lingkupnya 2. Memahami teorimakna, referensi, dan tipe makna

3. Memahami pengertian dan kajian semanti leksikal dan semantik struktural

4. Memahami relasi atau hubungan bentuk dan makna 5. Memahami adanya perubahan makna

(3)

Strategi Perkuliahan

Tatap Muka

1. Perkuliahan mimbar: tanya jawab, diskusi 2. Ujian tengah semester

3. Ujian semester

Nontatap muka

1. Tugas individu 2. Tugas kelompok Referensi:

3. Aminuddin. 1990. Pengantar Semantik. Bandung: Angkasa

4. Crus, D.A. 1986. Lexical Semantics. Cambridge: Cambridge University Press

5. Kempson, Ruth M. 1986. Semantics Theory, Cambridge: CUP 6. Lyons, John. 1986. Semantics I,II. Cambridge: CUP

7. Palmer, FR. 1981. Semantics. Cambridge: CPU

8. Slamet Mulyana. 1965. Semantik. Jakarta: Fajar Bhakti

9. Verhaar, JWM. 1983: Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada UP 10. Allan, Keith. 1986. Linguistics Meaning. London: Routledge and Kegan

Paul Inc.

(4)

Etimologi kata semantik

Bahasa Inggris: semantics bahasa Yunani, sema (nomina) ‘tanda/ lambang’

semaino/ samaino (verba) ‘menandai/berarti’ tanda/ lambang/ sema: tanda linguistik/ signe

linguistique (Bahasa Perancis) Semantik:

cabang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandai/

bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna/ ilmu tentang makna/ arti

Semiotika:

ilmu yang mempelajari lambang-lambang dan tanda-tanda (rambu-rambu lalu lintas, morse dll)

(5)

Tanda (bahasa Indonesia): bekas, tanda dengan yang ditandai bersifat langsung. Mis. lampu merah ,

suara adzan

Lambang; tanda yang tidak secara langsung melainkan melalui sesuatu yang lain, bersifat konvensional, perjanjian, untuk mengetahui makna lambang harus mempelajari misalnya warna merah dan putih pada bendera. Bunyi bahasa termasuk lambang, untuk mengetahui makna meja (selain orang Indonesia) harus belajar

Lambang bahasa/ lambang/tanda yang lain ‘mewakili’ suatu konsep yang berada di dunia ide/ benak kita, misal ‘kursi’ mewakili suatu konsep dalam benak kiita berupa benda yang biasa digunakan sebagai tempat duduk dengan wujud yang sedemikian rupa

Simbol: berpadanan dengan kata lambang, kedua kata tersebut mewakili konsep yang sama meskipun

(6)

Tanda menurut Ferdinand De Saussure terdiri atas:

a. Komponen yang mengartikan: bunyi bahasa

b. Komponen yang diartikan: makna dari komponen pertama

a dan b merupakan lambang/ tanda sedang sesuatu yang ditandai/ dilambangi berada di luar bahasa yang

disebut referen/ hal yang ditunjuk

‘makna’

yang diartikan referen Tanda linguistik

[bunyi]

yang mengartikan

(7)

Menurut Ogden dan Richard (1923) hubungan antara tanda/ lambang, konsep (ada di benak masyarakat

dengan referen (sesuatu yang ditunjuk) nampak pada segitiga semantik berikut ini (segitiga Ogden dan

Richard)

Konsep/ makna

Tanda/lambang/ simbol sesuatu yang ditunjuk

kata/leksem (referen)

(8)

Menurut Kamus linguistik makna adalah:

1. Maksud pembicara

2. Pengaruh satuan bahasa dalam pemahaman,

persepsi atau

perilaku manusia atau kelompok manusia

3. Hubungan dalam arti kesepadanan atau

ketidaksepadanan

antara bahasa dan alam di luar bahasa atau

antara ujaran

dan semua hal yang ditunjuknya

4. Cara menggunakan lambang-lambang bahasa

Makna merupakan gejala dalam ujaran. Informasi

merupakan gejala di luar ujaran, sedang maksud gejala luar ujaran.

Beda informasi dan maksud adalah informasi sesuatu luar ujaran dilihat dari objeknya atau yang dibicarakan,

(9)

Kaidah Umum:

1. Hubungan antara tanda (kata/leksem)dengan referen bersifat arbitrer/ tidak ada hubungan wajib

2. Secara sinkronik makna sebuah kata /leksem tidak

berubah , secara diakronik kemungkinan berubah ada 3. Bentuk-bentuk yang berbeda akan berbeda

maknanya

4. Setiap bahasa memiliki sistem semantik yang berbeda dengan sistem semantik bahasa yang lain

5. Makna setiap kata dalam suatu bahasa dipengaruhi oleh pandangan hidup dan sikap anggota masyarakat 6. Luasnya makna yang dikandung sebuah bentuk

gramatikal berbanding terbalik dengan luasnya bentuk tersebut

(10)

Lambang/ kata adalah nama atau label dari sesuatu

yang dilambangkannya. Penamaan: pemberian

nama/ label terhadap sesuatu yang bersifat arbitrer

dan konvensional

Proses pemberian nama:

1.

Peniruan bunyi; penamaan berdasarkan bunyi dari

benda / sesuatu tersebut

2.

Penyebutan

bagian;

penamaan

sesuatu

berdasarkan bagian dari sesuatu tersebut, ada dua

macam pars pro toto (penyebutan bagian untuk

keseluruhan: minta kopi di rumah makan) dan

totem pro parte (penyebutan keseluruhan untuk

bagian: HIJAU nganakake pentas wayang kulit)

(11)

4. Penemu dan pembuat; penamaan berdasarkan pembuat/

penemu ( appelativa) misal: mujair (petani bernama Mujair di Kediri), Volt (Volta/ sarjana fisika Italia), kodak / diesel/ciba/ aspirin – (pabrik dan merek dagang = nama benda)

5. Tempat asal; penamaan bedasarkan asal benda tersebut, misalnya: kenari (pulau Kenari di Afrika), sarden (pulau

Sardenia di Italia), soto Kudus, nasi Padang

6. Bahan; penamaan berdasarkan nama bahan pokok benda itu, misalnya kaca mata, kaca spion, kaca jendela, bambu runcing 7. Keserupaan; penamaan berdasarkan kesamaan sifat atau ciri

dari makna leksikal kata itu, misalnya sikil meja, sikil kursi, kepala kantor, kepala surat, kepala paku

8. Pemendekan; penamaan berdasarkan hasil penggabungan unsur-unsur dari beberapa kata, ABRI, KONI, rudal, pemda 9. Penamaan baru; nama/ istilah baru diadakan untuk

(12)

Jenis makna

1.

Berdasarkan jenis semantiknya: makna leksikal

dan makna gramatikal

2.

Berdasrkan ada tidaknya referen: makna

referensial dan makna nonreferensial

3.

Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa: makna

denotatif dan makna konotatif

4.

Berdasarkan ketepatan makna: makna kata dan

makna istilah/ makna umum dan makna khusus

5.

Berdasarkan ada tidaknya hubungan makna:

makna konseptual dan makna asosiatif

6.

Berdasarkan kriteria lain: makna idiomatik dan

makna peribahasa, makna kolokatif, makna

(13)

Makna Leksikal dan makna gramatikal

Leksikal jenis katanya ajektif nominanya leksikon (vokabuler, kosa kata, perbendaharaan kata). Satuan dari leksikon adalah leksem ; satuan bentuk bahasa yang terkecil yang bermakna. Makna leksikal; makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata, makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Makna leksikal suatu kata adalah gambaran yang nyata tentang suatu konsep seperti yang dilambangkan kata.

Makna leksikal berkenaan dengan makna leksem/ makna sesuai dengan referennya.

Misalnya: tikus adalah sebangsa binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus, Tikus iku mati kejiret. Tetapi dalam kalimat Sing dadi tikus ing

(14)

Makna leksikal sering dipertentangkan dengan makna gramatikal

Makna gramatikal adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika, seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi. Misalnya kata sapu (alat pembersih ruang): nyapu (melakukan pekerjaan dengan alat disebut bentuk dasar), sapu-sapu (banyak sapu), sapu jagad (nama sebuah do’a)

Selain itu makna suatu kata tergantung pada konteks kalimat/ konteks situasi, maka makna gramatikal juga disebut makna kontekstual atau makna situasional, sering juga disebut dengan makna struktural karena proses dan satuan-satuan gramatikal itu selalu berkenaan dengan struktur ketatabahasaan.

(15)

Makna Referensial dan makna non-referensial

Pembedaan makna tersebut berdasarkan ada

tidaknya referen dari kata-kata itu.

Bila kata-kata itu mempunyai referen (sesuatu di

luar bahasa yang diacu/ ditunjuk) maka kata-kata

tersebut termasuk kata yang bermakna referensial,

namun apabila kata-kata itu tidak memiliki referen,

maka kata tersebut termasuk kata yang bermakna

non-referensial.

Biasanya kata-kata yang termasuk kata-kata yang

memiliki makna non-referensial adalah kosa kata

yang termasuk dalam kata tugas (function word);

kata yang terutama menyatakan hubungan

gramatikal yang tidak dapat bersambung dengan

afiks. Antara lain preposisi (ing, saka) konjungsi

(nanging, jalaran), artikel (si, ponang), dan

(16)

Makna Denotatif dan makna Konotatif

Pembedaan makna denotatif dan makna konotatif didasarkan pada ada tidaknya ‘nilai rasa’ pada sebuah kata.

Makna denotatif/ makna denotasional/ makna konseptual/ makna kognitif/ makna sebenarnya; makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya, makna yang mempunyai nilai rasa netral/ berkonotasi netral. Makna ini menyangkut informasi faktual objektif

Sebuah kata mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai nilai rasa, nilai rasa tersebut dapat berupa nilai rasa rendah/ buruk dapat pula berupa nilai rasa tinggi/ baik.

(17)

Dapat pula disebutkan bahwa makna denotatif adalah makna dasar/ makna asli/ makna pusat , sedang makna konotatif adalah makna tambahan dalam hal ini sifatnya memberi tambahan nilai rasa baik positif maupun negatif.

Nilai rasa yang melekat pada sebuah kata dapat

menjadi merosot akibat pemakaian kata tersebut

dalam masyarakat tidak sesuai dengan makna

denotasi/ makna yang sebenarnya dari kata

tersebut, contoh kata kebijaksanaan

(18)

Makna kata dan makna istilah

Pembedaan makna kata dan makna istilah didasarkan pada ketepatan makna satuan lingual tersebut dalam penggunaannya secara umum dari secara khusus.

Dalam pemakaian secara umum bersifat umum sehingga kata mempunyai makna, namun dalam bidang tertentu kata memiliki makna khusus karena makna yang terkandung adalah tetap dan pasti, misalnya kata tahanan masih bersifat umum, namun dalam bidang hukum istilah tahanan mempunyai makna orang yang ditahan sehubungan dengan kasus perkara, dalam bidang kelistrikan istilah tahanan bermakna daya yang menahan arus listrik.

(19)

Makna Konseptual dan makna asosiatif

Pembedaan makna konseptual dan asosiatif

didasarkan pada ada tidaknya hubungan (asosiatif,

reflektif) makna sebuah kata dengan makna kata

yang lain.

Leech membedakan makna atas makna konseptual

dan makna asosiatif, yang termasuk dalam makna

asosiatif adalah makna konotatif, makna stilistik,

makna afektif, makna reflektif, dan makna kolokatif

Makna konseptual adalah makna yang sesuai dengan

konsepnya, makna yang sesuai dengan referennya,

makna yang bebas dari asosiasi atau hubungan

apapun. Dapat dikatakan makna konseptual sama

dengan makna referensial, makna leksikal, dan

(20)

Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan

keadaan di luar bahasa. Makna asosiatif ini sama dengan perlambang-perlambang yang digunakan masyarakat

bahasa untuk menyatakan suatu konsep lain.

Misalnya: melati berasosiasi dengan makna suci/ kesucian karena melati sebagai perlambang kesucian, merah

berasosiasi dengan berani karena merah sebagai perlambang keberanian.

Karena makna asosiasi berhubungan dengan nilai-nilai moral dan pandangan hidup yang berlaku dalam masyarakat

bahasa berarti berurusan dengan nilai rasa bahasa sehingga makna ini termasuk dalam makna konotatif Makna stilistika berkenaan dengan gaya pemilihan kata

(21)

Makna afektif berkenaan dengan perasaan

pembicara pemakai bahasa secara pribadi, baik

terhadap mitra tutur maupun terhadap objek yang

dibicarakan.

Makna afektif ini lebih terasa dalam bahasa lisan.

Misalnya: Ayo padha dirungokake ana wong omong

rame wae!

Coba ta bab iki digatekake sapa ngerti

ana gunane!

Makna kolokatif berkenaan dengan makna kata

dalam kaitannya dengan makna kata lain yang

mempunyai “tempat” yang sama sama sebuah

(22)

Makna idiomatik ; idiom adalah satuan-satuan

bahasa (kata, frasa, atau kalimat) yang maknanya

tidak dapat “diramalkan” dari makna

unsur-unsurnya maupun makna gramatikal

satuan-satuan tersebut.

Misalnya; adus banyu wayu ‘mandi dengan air yang

didiamkan semalam’, adus banyu anget ‘mandi

dengan menggunakan air hangat’, adus kringet?

(makna satuan lingual ini tidak berkaitan dengan

makna leksikal maupun makna gramatikal

unsur-unsurnya)

(23)

Makna idiomatikal adalah makna sebuah satuan

bahasa

(kata,

frasa,

atau

kalimat)

yang

“menyimpang” dari makna leksikal atau makna

gramatikal unsur-unsur pembentuknya.

Beda idiom, ungkapan, dan metafora

Idiom dilihat dari segi makna (“menyimpangnya”

makna idiom dari makna leksikal dan makna

gramatikal unsur pembentuknya

Ungkapan dilihat dari segi ekspresi kebahasaan ;

usaha penutur untuk menyampaikan pikiran,

perasaan, dan emosinya dalam bentuk satuan

bahasa tertentu yang dianggap paling tepat dan

paling kena

Metafora dilihat dari segi digunakannya sesuatu

untuk memperbandingkan yang lain dari yang lain

Misalnya; raja siang ‘matahari’, putri malam ‘bulan’,

(24)

Jika dilihat dari segi makna, maka satuan lingual di atas termasuk idiom, jika dilihat dari segi ekspresi maka hal itu termasuk ungkapan, namun jika dilihat dari segi

adanya perbandingan maka termasuk metafora.

Peribahasa, makna unsur-unsur pembentuknya dapat diramalkan karena adanya asosiasi atau tautan antara makna leksikal dan makna gramatikal unsur-unsur

pembentuk peribahasa dengan makna lain yang menjadi tautannya

Misalnya dua orang yang tidak pernah akur/ damai diungkapkan dalam bentuk peribahasa

‘kaya banyu karo lenga’ dalam kenyataan air dan minyak tidak bisa menyatu

Peribahasa bersifat memperbandingkan sehingga sering disebut perumpamaan, sehingga dalam bahasa Jawa

(25)

Relasi makna

Dalam setiap bahasa kita temukan kosa kata yang

maknanya berhubungan dengan makna kosa kata

yang lain. Hubungan makna ini mungkin

menyangkut

kesamaan

makna

(sinonimi),

kebalikan makna (antonimi), ketercakupan makna,

atau bisa hubungan yang lain.

Sinonimi

Secara etimologi kata sinonimi berasal dari bahasa

Yunani Kuno , yaitu syn ‘dengan’ dan anoma

‘nama’. Sinonimi berarti nama lai untuk benda

yang sama atau hal yang sama.

(26)

Hubungan makna kata yang bersinonim bersifat dua

arah. Misalnya kata kembang bersinonim dengan puspa, maka puspa bersinonim dengan kembang

Makna yang bersinonim tidak memiliki makna sama persis, yang hanyalah bagian aytau unsur-unsur

tertentu. Misalnya kata mati dan seda, mati memiliki komponen makna (1) tidak bernyawa, (2) dapat

dikenakan pada apa saja (manusia, binatang, pohon), seda memiliki komponen makna (1) tidak bernyawa, (2) hanya dikenakan pada manusia

Ketidak biasaan saling menggantikan tersebut karena; a) faktor waktu, b) faktor tempat, c) faktor sosial, d) faktor bidang kegiatan, e) faktor nuansa makna

(27)

Wujud satuan bahasa yang bersinonim

a. Sinonim morfem (bebas) dengan morfem (terikat), misalnya antara panjenengan dengan –mu

b. Sinonimkata dengan kata, misal mangan dengan dhahar

c. Sinonim antara kata dengan frasa, misalnya kudu dengan ora oleh ora

d. Sinonim antara frasa dengan frasa, misalnya bapak ibu dengan wong tuwa

e. Sinonim antara kalimat dengan kalimat, misalnya ibu mundhut beras dengan beras dipundhut ibu

Yang harus diperhatikan dalam sinonim:

1. Tidak semua kata memiliki sinonim

2. Kata yang bersinonim pada bentuk dasar tidak bersinonim pada bentuk jadian (benar – betul)

3. Kata dalam arti sebenarnya tidak bersinonim tetapi dalam arti kiasan mempunyai sinonim (hitam - jahat, buruk)

(28)

Antonimi dan Oposisi

Kata antonimi berasal dari anti ‘melawan’ dan onoma ‘nama’ (bahasa Yunani kuna). Secara harafiah

antonim berarti nama lain untuk benda yang lain pula. Secara semantik antonim berarti ungkapan yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain, biasanya disebut lawan kata

sebetulnya yang berkebalikan itu maknanya.

Antonim tidak bersifat mutlak melainkan beroposisi, oposisi tercakup konsep betul-betul berlawanan

sampai yang hanya bersifat kontras, sehingga oposisi maknanya dapat dibedakan menjadi oposisi mutlak, oposisi kutub, oposisi hubungan, oposisi hierarkial, oposisi majemuk

Oposisi mutlak , dalam antonim yang mengandung

(29)

Oposisi kutub, kata yang mempunyai oposisi makna kutub pertentangan maknanya tidak mutlak melainkan bersifat gradasi

kutub A (sugih, panas, seneng, adoh)

batas

kutub B (mlarat, adhem, susah, cedhak)

Kata-kata yang beroposisi kutub umumnya adalah kata-kata dari kelas adjektif.

(30)

Oposisi hubungan dapat terjadi pada keta kerja

dan dapat pula terjadi pada kata benda;

maju-mundur, menehi-nampa, guru-murid,

dokter-pasien

Oposisi Hierarkial; makna satuan lingual yang

beroposisi hierarkial ini menyatakan suatu deret

jenjang atau tingkatan.

Kosa kata yang mempunyai oposisi hierarkial ini

biasanya berupa nama satuan ukuran (berat,

panjang, isi) nama satuan hitungan, nama

jenjang kepangkatan

Misalnya: senti – meter, gram – ons

Oposisi

majemuk,

satuan

lingual

yang

mempunyai oposisi makna lebih dari satu

satuan lingual

(31)

Homonimi, homofoni, homografi

Homonimi berasal dari kata homo ‘sama’ dan onoma ‘nama’, homonimi: nama sama untuk benda atau hal lain

Homonimi sebagai ungkapan yang bentuknya sama dengan ungkapan lain yang maknanya tidak sama

Misalnya, bisa dalam bahasa Indonesia

Kemungkinan penyebab adanya homonimi

1. Bentuk-bentuk yang berhomonimi itu berasal dari bahasa/ dialek yang berbeda . Misalnya, bisa (racun/ Indonesia) bisa (dapat / Jawa)

2. Bentuk-bentuk yang berhomonimi itu terjadi sebagai hasil proses morfologi. Misalnya, mengukur ( ukur, kukur)

(32)

Hiponimi dan hipernimi

Hiponimi berasal dari kata hypo ‘di bawah’ dan onoma ‘nama’ , jadi nama yang termasuk di bawah nama lain Hiponimi: ungkapan yang maknanya dianggap

merupakan bagian dari makna suatu ungkapan lain Ikan

tongkol bandeng tenggiri teri mujair cakalang kohiponim

Relasi leksikon yang berhiponim bersifat searah.

Konsep hiponimi dan hipernimi mengandaikan adanya kelas bawahan dan kelas atasan, adanya makna kata yang berada di bawah makna kata yang lain. Ada kata yang merupakan hipernimi terhadap sejumlah kata lain.

(33)

Polisemi diartikan sebagai satuan lingual yang

mempunyai makna lebih dari satu

Misalnya: kepala (Indonesia) memiliki makna:

1.

Bagian tubuh dari leher ke atas; kepala kambing

2.

Bagian sesuatu yang letaknya di bagian atas/

depan/ yang penting; kepala surat, kepala kereta

api

3.

Bagian sesuatu yang berbentuk bulat; kepala

jarum

4.

Pemimpin/ ketua; kepala sekolah, kepala kantor

5.

Jiwa/ orang; setiap kepala membayar Rp.

(34)

Munculnya polisemi polisemi disebabkan leksikon

memiliki komponen makna tidak hanya satu,

masing-masing komponen makna berkembang

menjadi makna tersendiri

Apa bedanya homonimi dengan polisemi?

Ambiguitas/ ketaksaan sering diartikan dengan

satuan lingual yang bermakna ganda/ mendua

arti

Kegandaan makna dalam satuan lingual ini

disebabkan karena adanya proses gramatik

yang membentuk frasa atau satuan lingual

yang lebih luas lagi

(35)

Perubahan makna

Sebab-sebab perubahan makna

1. Perkembangan dalam ilmu dan teknologi; dalam perjalanan waktu satuan lingual tetap digunakan namun awalnya mengandung konsep yang sederhana berubah akibat perkembangan teknologi. Kerteta api (awal bertenaga uap sekarang bertenaga diesel/listrik)

2. Perkembangan sosial dan budaya; sarjana (orang pandai/ cendekiawan – lulusan perguruan tinggi)

3. Perbedaan bidang pemakaian; bajak, garap dengan bentuk derivasinya (relasi – polisemi karena masih ada pertautan makna dasar)

(36)

5. Pertukaran tanggapan indera; panca indera

manusia sudah mempunyai tugas masing-masing

untuk menangkap gejala yang berasal dari luar

dirinya, misalnya rasa pait, manis diterima oleh

alat perasa lidah, rangsangan yang menyangkut

panas dingin, kasar dan halus ditetima oleh indera

perasa kulit, gejala yang terakait dengan terang

gelap diterima oleh indera mata, sedang yang

berkenaan dengan bau-bauan diterima oleh indera

penciuam (hidung)

(37)

Perubahan makna sebagai akibat adanya pertukaran

tanggapan indera ini disebut sinesthesia yang

berasal darti kata sun ‘sama’ dan aisthetikas

‘tampak’ (Yunani)

6. Perbedaan tanggapan; karena pandangan hidup

dan ukuran dalam norma kehidupan dalam

masyarakat ada kata mengalami perubahan nilai

rasa (dapat menjadi memiliki nilai rasa tinggi/

amelioratif atau menjadi memiliki nilai rasa rendah/

peyoratif) – konotatif

(38)

Jenis perubahan

1. Meluas; makna satuan lingual berubah menjadi lebih luas

2. Menyempit; makna satuan lingual berubah menjadi lebih sempit/ khusus

3. Perubahan total, sene ‘buang air kecil’ – sumene ‘istirahat’

4. Penghalusan/ ufemia; dalam rangka penghalusan dimunculkan satual lingual baru yang mempunyai nilai rasa lebih halus batur – abdi

(39)

Medan Makna

Kata-kata dapat dikelompokkan yang maknanya saling berkaitan/ berdekatan karena sama-sama berada dalam bidang kegiatan atau keilmuan. Misalnya beras, minyak, gula, teh, kopi, susu, sabun mandi, sabun cuci pasta gigi dapat dikelompokkan menjadi satu karena semuanya terkait dengan kebutuhan hidup sehari-hari. Namun kata dapat pula dikelompokkan atas dasar

komponen- komponen makna tertentu sehingga akan nampak perbedaan dan persamaan makna antara kata yang satu dengan kata yang lain.

(40)

Kata-kata yang berada dalam satu medan makna dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu golongan kolokasi dan golongan set

Kolokasi adalah sejumlah kata yang berada bersama dalam satu tempat/ lingkungan dan bersifat sintakmatik (hubungan linier antara unsur-unsur bahasa dalam tataran tertentu).

Misalnya, jaka bagus

Set menunjuk hubungan paradigmatik (hubungan antara unsur-unsur bahasa dengan unsur lain di luar tingkat itu yang dapat saling dipertukarkan/menggantikan)

Suatu set biasanya berupasekelompok unsur leksikal dari kelas yang sama yang nampak sebagai satu kesatuan Setiap leksikal dalam satu set dibatasi oleh tempatnya

(41)

Misalnya kita tahu batas suhu adhem, anget, panas.

Pengelompokkan unsur leksikal berdasarkan kolokasi dan set dapat memberikan gambaran teori medan makna. Setiap unsur leksikal memiliki komponen makna masing-masing yang mungkin ada persamaan dan perbedaan.

Komponen makna/ komponen semantik/ semantic feature/ semantic property/ semantic marker; setiap leksikal terdiri dari satu/ beberapa unsur yang bersama-sama membentuk makna kata/ makna unsur leksikal tersebut. Misalnya; bapak mengandung komponen makna : +insan,

+dewasa, +jantan, dan +kawin, sedang ibu mengandung komponen makna +insan, +dewasa, + kawin, dan –jantanKomponen makna Bapak Ibu

Insan + +

Dewasa + +

Jantan +

Referensi

Dokumen terkait

Performa reaktor berperan penting dalam operasional dan biaya operasi karena berpengaruh terhadap unit operasi yang lain (pemisahan, pengeringan, dan lain-lain). Reaktor

Metode penelitian menguraikan tentang desain penelitian, instrumen pengumpulan data, lokasi penelitian, partisipan penelitian, lamanya penelitian dan hal lainnya yang relevan

Secara keseluruhan pada Gambar 14 dijelaskan bahwa Aplikasi Pembelajaran Aneka Ketupat Berbasis Animasi ini memiliki Struktur Hierarki yang terdiri dari Menu Utama, Tentang Ketupat,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas nasi kuning berbahan baku beras organik dan non organik, dengan metode pemasakan dandang dan rice cooker dari segi

Sistem pencatatan setiap rincian biaya pasien rawat inap atau opname masih menggunakan semi komputerisasi sehingga masih ada berkas-berkas yang tersimpan dalam

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.. Peraturan Pemerinta Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang

Perlu dibahas element-element penting untuk mendukung implementasi rantai peringatan seperti : Back up Posko 24/7 BPBD ditingkat Provinsi, Kapasitas Staff Posko, Soft

 Pelabuhan (port): daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut, meliputi dermaga, di mana kapal dapat