• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment)"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

1

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman

Tahun 2012

LAPORAN STUDI EHRA

(Environmental Health Risk Assessment)

KOTA SALATIGA

(2)

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan

bimbinganNya kami dapat menyelesaikan Laporan Hasil Studi

Environmental Health

Risk Assessment

(EHRA) atau studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan

merupakan salah satu dari beberapa studi primer yang harus dilakukan oleh Kelompok

Kerja (Pokja) Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) Kota Salatiga

untuk menyusun buku Pemetaan Kondisi Sanitasi (Buku Putih Sanitasi) dan Strategi

Sanitasi Kota (SSK) berdasarkan pendekatan Program Percepatan Pembangunan

Sanitasi Permukiman (PPSP).

Secara substansi, hasil Studi EHRA memberi data ilmiah dan factual tentang

ketersediaan layanan sanitasi di tingkat rumah tangga dalam skala kota Sub sektor

sanitasi yang menjadi obyek studi meliputi limbah cair domestik, limbah padat/sampah

dan drainase lingkungan, serta Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) termasuk

praktek Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS). Muatan pertanyaan dalam kuesioner dan

lembar pengamatan telah diarahkan sesuai dengan lima pilar Sanitasi Total Berbasis

Masyarakat (STBM) yang dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan RI.

Laporan hasil Studi EHRA ini diharapkan dapat meningkatkan kemandirian Pokja

PPSP Kota dengan sumber daya yang dimiliki. Kritik dan saran yang bersifat

membangun sangat diharapkan untuk perbaikan laporan ini.

Salatiga, Oktober 2012

(3)

3

RINGKASAN EKSEKUTIF

Studi Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan (Envinronmental Health Risk Assessment=EHRA) adalah sebuah survey partisipatif di tingkat Kabupaten/Kota untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat pada skala rumah tangga. Dalam pelaksanaan studi EHRA menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yakni 1) wawancara (interview) dan 2) pengamatan (observation). Pewawancara dan pelaku pengamatan dalam EHRA adalah Enumerator yang dipilih oleh lurah. Sementara Sanitarian bertugas menjadi Supervisor selama pelaksanaan survey.

Unit sampling utama (Primary Sampling) adalah RT (Rukun Tetangga). Jumlah sampel RT per Desa/Kelurahan minimal 8 RT dan jumlah sampel per RT sebanyak 5 responden. Dengan demikian jumlah sampel per desa/kelurahan adalah minimal 40 responden. Metoda penentuan target area survey dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Kriteria utama penetapan klaster tersebut adalah kepadatan penduduk, angka kemiskinan, daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi, daerah terkena banjir.

Dari 22 kelurahan terbagi 2 kluster yaitu kluster 2 sebesar 45,5% (10 kelurahan) dan kluster 3 sebesar 54,5% (12 kelurahan). Karena di Kota Salatiga seluruh kelurahan dijadikan target area survei, maka hasil olah data adalah tidak per kluster melainkan per kelurahan.

Di Kota Salatiga responden yang status di dalam rumah tangga sebagai istri sejumlah 1.369 (96,3%) dan status sebagai anak perempuan yang sudah menikan sejumlah 53 (3,7% ). Kondisi sampah di Kota Salatiga 38,5% banyak tikus berkeliaran ditumpukan sampah, 48,2% pengelolan sampah rumah tangga dilakukan oleh responden adalah dengan di bakar . Untuk pengangkutan sampah dari rumah yang dilakukan oleh petugas pengangkut sampah yaitu 59,3% petugas mengangkut beberapa kali dalam seminggu sedangkan layanan pengangkutan sampah 77,8% dilakukan oleh petugas sampah. Upaya memilah sampah organik dilakukan oleh 51,9% rumah tangga.

(4)

4

Sarana kepemilikan jamban pribadi sebesar 93%, terdapat 80,1% rumah tangga yang memiliki saluran akhir pembuangan akhir isi tinja berupa tangki septic dan 80,2% rumah tangga yang memiliki tangki septic tidak pernah mengosongkan tangki septic. Persentase rumah tangga yang memiliki saluran pengelolaan air limbah adalah sebesar 80,7%.

Pengelolaan air bersih rumah tangga menunjukkan bahwa persentase tertinggi responden menggunakan air ledeng PDAM adalah sebesar 50,5% rumah tangga untuk keperluan masak, 98% rumah tangga mengolah air minum dengan cara direbus.

Persentase tertinggi praktek Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dilakukan sebelum makan yaitu sebesar 87,6%, setelah makan 80,9%, setelah buang air besar 70,7% dan ketersediaan sarana CTPS di jamban hanya sebesar 11,2%. Responden menggunaan sabun untuk mencuci pakaian sebesar 90,9%, untuk mandi sebesar 98,4%, untuk mencuci peralatan sebesar 89,3% dan untuk mencuci tangan sebesar 73%.

Hasil analisa indeks risiko sanitasi adalah sebagai berikut:

1. Kategori area berisiko sangat tinggi pada air limbah adalah Kelurahan Dukuh sebesar 74%, Kecandran sebesar 68%, Pulutan sebesar 68%, Salatiga sebesar 83% sedangkan di Sidorejo Kidul risiko sanitasi pada persampahan sebesar 77%.

2. Kategori area berisiko tinggi adalah risiko sanitasi pada air limbah domestic di Kelurahan Bugel, sebesar 69%, Kalibening sebesar 62%, Kutowinangun sebesar 61%, Ledok sebesar 72%, Noborejo sebesar 63%, Tingkir Tengah sebesar 55% dan Tingkir Lor sebesar 58% sedangkan risiko sanitasi pada persampahan di Kelurahan Cebongan sebesar 57% dan Kelurahan Kumpulrejo, risiko sanitasi pada perilaku hidup bersih sehat sebesar 53%,

3. Kategori area berisiko sedang adalah Kelurahan Kalicacing, risiko sanitasi pada air limbah domestic sebesar 58% dan Mangunsari sebesar 67%

4. Kategori area berisiko rendah adalah Kelurahan Blotongan, risiko sanitasi pada perilaku hidup bersih sehat sebesar 46%, Gendongan sebesar 59%, sedangkan di Kelurahan Kauman Kidul, risiko sanitasi pada air limbah domestic sebesar 62%, Sidorejo Lor sebesar 51%, Kelurahan Tegalrejo sebesar 46% dan Kelurahan Randuacir, risiko sanitasi pada sumber air sebesar 45%.

(5)

5

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

RINGKASAN EKSEKUTIF

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

BAB II METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA

2.1

Penentuan Target Area Survei (clustering Kecamatan dan Desa/Kelurahan)

2.2

Penentuan Jumlah/Besar Responden

2.3

Penentuan Kecamatan dan Desa/Kelurahan Survei

2.4

Penentuan RT/RW dan Responden di Lokasi Survei

BAB III HASIL STUDI EHRA

3.1

Informasi Responden

3.2

Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

3.3

Pembuangan Air Kotor/Limbah Tinja Manusia dan Lumpur Tinja

3.4

Drainase Lingkungan/Selokan Sekitar Rumah Tangga

3.5

Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga

3.6

Perilaku Higiene

3.7

Kejadian Penyakit Diare

3.8

Indeks Resiko Sanitasi (IRS)

BAB IV PENUTUP

DAFTAR ISTILAH

DAFTAR TABEL

DAFTAR GRAFIK

DAFTAR FOTO

(6)

6

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Studi Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan (Envinronmental Health Risk Assessment=EHRA) adalah sebuah survey partisipatif di tingkat Kabupaten/Kota untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat pada skala rumah tangga. Data yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat Kabupaten/kota sampai dengan tingkat desa/kelurahan. Data yang dikumpulkan dari studi EHRA akan digunakan Pokja Kabupaten/Kota sebagai salah satu bahan untuk menyusun Buku Putih, penetapan area beresiko dan Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK).

Studi EHRA dipandang perlu dilakukan oleh Kota Salatiga karena:

1. Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat 2. Data terkait dengan sanitasi dan higienitas terbatas dimana data umumnya tidak bisa

dipecah sampai tingkat kelurahan/desa dan data tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda.

3. Isu sanitasi dan higienitas masih dipandang kurang penting sebagaimna terlihat dalam prioritas usulan melalui Musrenbang

4. Terbatasnya kesempatan untuk dialog antara masyarakat dan pihak pengambil keputusan

5. EHRA secara tidak langsung memberi amunisi bagi stakeholder dan masyarakat di tingkat desa/kelurahan untuk melakukan kegitana advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama masyarakat atau stakeholder desa/kelurahan

6. EHRA merupakan studi yang menghasilkan data representative ditingkat Kabupaten/kota dan kecamatan sehingga dapat dijadikan panduan dasar di tingkat kelurahan/desa.

(7)

7

1.2 Tujuan

Studi EHRA bertujuan untuk mengumpulkan data primer, agar diketahui:

1. Gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan

2. Informasi dasar yang valid dalam penilaian Resiko Kesehatan lingkungan 3. Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi

1.3 Manfaat

Hasil survey digunakan sebagai salah satu bahan penyusunan Buku putih Sanitasi Kota dan Strategi Sanitasi Kota (SSK)

1.4 Waktu dan Tempat

Survey dilaksanakan pada pada Bulan Oktober 2012. Lokasi Survey adalah di kelurahan se Kota Salatiga

1.5 Pelaksana kegiatan

Pelaksana kegiatan adalah:

1. Kepala Puskesmas sebagai koordinator wilayah 2. Petugas Sanitarian sebagai supervisor

3. Kader sebagai enumerator 4. Masyarakat sebagai responden

1.6 Lingkup Kegiatan

Studi EHRA berfokus pada fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat seperti: A. Fasilitas sanitasi yang diteliti

1. Sumber air minum

2. Layanan pembuangan sampah 3. Jamban

(8)

8

B. Perilaku yang dipelajari adalah yang terkait dengan higienitas dan sanitasi dengan mengacu kepada STBM:

1. Buang air besar

2. Cuci tangan pakai sabun

3. Pengelolaan air minum rumah tangga 4. Pengelolaan sampah dengan 3 R

5. Pengelolaan air limbah rumah tangga (drainase lingkungan)

1.7 Output

Output yang diharapkan dari pelaksanaan kegiatan ini adalah input untuk Buku Putih Sanitasi, khususnya bab 3 dan bab 5

(9)

9

BAB II

METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA

EHRA adalah studi yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yakni 1) wawancara (interview) dan 2) pengamatan (observation). Pewawancara dan pelaku pengamatan dalam EHRA adalah Enumerator yang dipilih oleh lurah. Sementara Sanitarian bertugas menjadi Supervisor selama pelaksanaan survey. Sebelum turun ke lapangan, para sanitarian dan enumerator diwajibkan mengikuti pelatihan enumerator selama 3 (tiga) hari berturut-turut. Materi pelatihan mencakup dasar-dasar wawancara dan pengamatan; pemahaman tentang instrumen EHRA; latar belakang konseptual dan praktis tentang indikator-indikator; uji coba lapangan; dan diskusi perbaikan instrumen.

Unit sampling utama (Primary Sampling) adalah RT (Rukun Tetangga). Unit sampling ini dipilih secara proporsional dan random berdasarkan total RT di semua RW dalam setiap Desa/Kelurahan yang telah ditentukan menjadi area survey. Jumlah sampel RT per Desa/Kelurahan minimal 8 RT dan jumlah sampel per RT sebanyak 5 responden. Dengan demikian jumlah sampel per desa/kelurahan adalah minimal 40 responden. Yang menjadi responden adalah Bapak (Kepala Rumah Tangga) atau Ibu atau anak yang sudah menikah, dan berumur antara 18 s/d 60 tahun.

Panduan wawancara dan pengamatan dibuat terstruktur dan dirancang untuk dapat diselesaikan dalam waktu sekitar 30-45 menit. Panduan diuji kembali dalam hari kedua pelatihan enumerator dengan try out ke lapangan. Untuk mengikuti standar etika, informed consent wajib dibacakan oleh sanitarian sehingga responden memahami betul hak-haknya dan memutuskan keikutsertaan dengan sukarela dan sadar.

Pekerjaan entri data dikoordinir oleh Tim dari Dinas Kesehatan Kota Salatiga . Sebelum melakukan entri data, tim data entri terlebih dahulu mengikuti pelatihan singkat data entry

EHRA yang difasilitasi oleh Tim Fasilitator yang telah terlatih dari PIU Advokasi dan Pemberdayaan. Selama pelatihan itu, tim data entri dikenalkan pada struktur kuesioner dan

(10)

10

perangkat lunak yang digunakan serta langkah-langkah untuk uji konsistensi yakni program EPI Info dan SPSS.

Untuk quality control, tim spot check mendatangi 5% rumah yang telah disurvei. Tim

spot check secara individual melakukan wawancara singkat dengan kuesioner yang telah disediakan dan kemudian menyimpulkan apakah wawancara benar-benar terjadi dengan standar yang ditentukan. Quality control juga dilakukan di tahap data entri. Hasil entri di re-check kembali oleh tim Pokja AMPL. Sejumlah 5% entri kuesioner diperiksa kembali.

Kegiatan Studi EHRA memerlukan keterlibatan berbagai pihak dan tidak hanya bisa dilaksanakan oleh Pokja Kabupaten/Kota semata. Agar efektif, Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota diharapkan bisa mengorganisir pelaksanaan secara menyeluruh. Adapun susunan Tim EHRA sebagai berikut:

1. Penanggungjawab : Kepala Dinas Kesehatan Kota Salatiga

2. Koordinator Survey : Kepala Bidang Pencegahan Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan 3. Koordinator wilayah/kecamatan : Kepala Puskesmas

4. Supervisor : Sanitarian Puskesmas

5. Tim Entry dan Analisa Data : Dinas Kesehatan, Bapeda dan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang

6. Enumerator : Kader aktif kelurahan

2.1. Penentuan Target Area Survey

Metoda penentuan target area survey dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Proses pengambilan sampel dilakukan secara random sehingga memenuhi kaidah ”Probability Sampling” dimana semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Sementara

(11)

11

metoda sampling yang digunakan adalah “Cluster Random Sampling”. Teknik ini sangat cocok digunakan mengingat area sumber data yang akan diteliti sangat luas. Pengambilan sampel didasarkan pada daerah populasi yang telah ditetapkan.

Penetapan klaster dilakukan berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP dan wajib digunakan oleh semua Pokja dalam melakukan studi EHRA. Kriteria utama penetapan klaster tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada umumnya tiap kabupaten/ kota telah mempunyai data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat kecamatan dan kelurahan/ desa. Studi EHRA di kabupaten/Kota yang kepadatan penduduknya tidak merata akan diutamakan di Kecamatan dan kelurahan dengan kepadatan penduduk lebih dari 25 jiwa per Ha.

2. Angka kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representatif menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan/atau kelurahan/ desa. Sebagai contoh ukuran angka kemiskinan bisa dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 1 dengan formula sebagai berikut:

(∑ Pra-KS + ∑ KS-1)

Angka kemiskinan = --- X 100% ∑ KK

3. Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi digunakan sebagai Mandi Cuci Kakus (MCK) dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat

4. Daerah terkena banjir dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat dengan parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, lamanya surut.

Berdasarkan kriteria di atas, klastering wilayah Kabupaten/ Kota menghasilkan katagori klaster sebagaimana dipelihatkan pada Tabel 1. Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang

(12)

12

identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama. Berdasarkan asumsi ini maka hasil studi EHRA ini bisa memberikan peta area berisiko Kabupaten/Kota.

Tabel 1. Katagori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko

Katagori

Klaster Kriteria

Klaster 0 Wilayah desa/kelurahan yang tidak memenuhi sama sekali kriteria indikasi lingkungan berisiko.

Klaster 1 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 1 kriteria indikasi lingkungan berisiko

Klaster 2 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 2 kriteria indikasi lingkungan berisiko

Klaster 3 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 3 kriteria indikasi lingkungan berisiko

Klaster 4 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 4 kriteria indikasi lingkungan berisiko

Klastering wilayah di Kabupaten/ Kota menghasilkan katagori klaster sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 2. Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama.

(13)

13

Tabel 2. Hasil klastering desa/ kelurahan di Kota Salatiga

No. Klaster Jumlah Nama Desa/Kelurahan

1 4 - -

2 3 12 Blotongan, Sidorejo Lor, Salatiga, Dukuh, Mangunsari, Kalicacing, Kutowinangun, Gendongan, Tingkir Tengah, Ledok, Tegalrejo, Cebongan

3 2 10 Bugel, Kauman Kidul, Pulutan, Kecandran, Sidorejo Kidul, Kalibening, Tingkir Lor, Noborejo, Kumpulrejo, Randuacir

4 1 - -

5 0 - -

Untuk lebih jelasnya distribusi desa kedalam klaster tersebut dapat dilihat pada Grafik 1. Distribusi desa per klaster untuk penetapan lokasi studi EHRA

Dari 22 kelurahan terbagi 2 kluster yaitu kluster 2 sebesar 45,5% (10 kelurahan) dan kluster 3 sebesar 54,5% (12 kelurahan). Karena di Kota Salatiga seluruh kelurahan

(14)

14

dijadikan target area survei, maka hasil olah data adalah tidak per kluster melainkan per kelurahan.

2.2. Penentuan Jumlah/Besar Responden

Untuk mendapatkan gambaran kondisi sanitasi di tingkat Kota Salatiga telah disepakati oleh POKJA bahwa masing-masing kelurahan lebih dari 40 responden. Jumlah sampel Kota Salatiga diharapkan 1.472 responden yang tersebar di 22 kelurahan. Adapun setelah dilakukan cleaning kuesioner, jumlah responden yang dapat dientri sejumlah 1.421 responden. Berikut adalah grafik distribusi responden per kelurahan

Grafik 2. Distribusi jumlah responden per kelurahan

Berdasarkan rapat pokja disepakati bahwa jumlah sampel sejumlah 1472 responden. Jumlah sampel terkecil adalah di kelurahan Kalibening sejumlah 54 responden dan jumlah sampel terbesar adalah di Kelurahan Kutowinangun sejumlah 123 responden, karena telah direncanakan untuk dipecah menjadi 2 kelurahan yaitu Kutowinangun Utara dan Kutowinangun Selatan.

(15)

15

2.3. Penentuan Desa/Kelurahan Area Survei

Jumlah kelurahan di Kota Salatiga sebanyak 22 kelurahan. Mengingat Kota Salatiga jumlah kelurahan sedikit maka untuk kelurahan area survey adalah 22 kelurahan yang tersebar di 4 kecamatan. Penentuan kluster dilakukan oleh pokja untuk menentukan jumlah responden masing-masing kelurahan. Total responden sejumlah 1472, terlihat pada grafik berikut.

Tabel 3. Kecamatan Dan Desa/Kelurahan Survei EHRA Kota Salatiga

N

o Klaster Kecamatan Kelurahan

Jml Dusun Jml RT Jml RT terpilih Jml Responden Jml Kuesiner yg dpt dientri 1 4 - - - - -

2 3 Sidorejo Lor Blotongan 6 60

Sidorejo Lor 6 70 Salatiga 17 70 Sidomukti Dukuh 11 70 Mangunsari 14 70 Kalicacing 8 60 Tingkir Kutowinangun 11 130 Gendongan 7 60 Tingkir Tengah 12 70 Ledok 11 70 Argomulyo Tegalrejo 10 70 Cebongan 7 70

3 2 Sidorejo Lor Bugel 11 60

Kauman Kidul 9 60

Pulutan 13 60

Sidomukti Kecandran 10 60

Tingkir Sidorejo Kidul 25 60

Kalibening 7 52 Tingkir Lor 10 60 Argomulyo Noborejo 9 70 Kumpulrejo 8 60 Randuacir 14 60 4 1 - - - -

(16)

16

2.4. Penentuan RW/RT Dan Responden Di Lokasi Survei

Penentuan RW/RT dilakukan oleh kelurahan dan kecamatan setempat melalui kegiatan rapat koordinasi studi penilaian resiko kesehatan.Unit sampling primer (PSU =

Primary Sampling Unit) dalam EHRA adalah RT. Karena itu, data RT per RW per kelurahan mestilah dikumpulkan sebelum memilih RT. Jumlah RT per kelurahan adalah 8 (delapan) RT. Untuk menentukan RT terpilih adalah sebagai berikut

 Mengurutkan RT per RW per kelurahan.

 Menetukan Angka Interval (AI). Untuk menentukan AI, perlu diketahui jumlah total RT total dan jumlah yang akan diambil.

 Jumlah total RT kelurahan : X.

 Jumlah RT yang akan diambil : Y

 Maka angka interval (AI) = jumlah total RT kelurahan / jumlah RT yang diambil.

 Untuk menentukan RT pertama, mengambil secara acak angka antara 1 – Z. Rumah tangga/responden dipilih dengan menggunakan cara acak (random sampling), hal ini bertujuan agar seluruh rumah tangga memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Artinya, penentuan rumah itu bukan bersumber dari preferensi enumerator/supervisor ataupun responden itu sendiri. Tahapannya adalah sbb.

 Pergi ke RT terpilih. Minta daftar rumah tangga atau bila tidak tersedia, buat daftar rumah tangga berdasarkan pengamatan keliling dan wawancara dengan penduduk langsung.

 Bagi jumlah rumah tangga (misal 25) dengan jumlah sampel minimal yang akan diambil, misal 5 (lima)  diperoleh Angka Interval (AI) = 25/5 = 5

 Ambil/kocok angka secara random antara 1 – AI untuk menentukan Angka Mulai (AM), contoh dibawah misal angka mulai 2

(17)

17

BAB III

HASIL STUDI EHRA DI KOTA SALATIGA

Jumlah kuesioner yang telah di cleaning dan dapat dientri serta dianalisa adalah 1.421 kuesioner. Hasil studi EHRA dapat dilihat pada grafik berikut.

3.1. Informasi Responden

Pada pelaksanaan studi EHRA memerlukan bantuan enumerator untuk melakukan wawancara dan pengamatan langsung ke rumah responden. Persyaratan responden antara lain istri, anak perempuan yang sudah menikah, umur antara 18-60 tahun. Dalam melakukan pemilihan sampel, apabila dalam rumah bersangkutan terdapat 2 (dua) kepala keluarga, maka yang diwawancarai hanya 1 (satu) kepala keluarga dan diutamakan keluarga yang mempunyai balita dan apabila tidak mempunyai balita, yang diwawancarai adalah keluarga yang lebih lama tinggal di rumah tersebut. Informasi responden dapat dilihat pada grafik berikut.

Grafik 4. Informasi Responden

Dari hasil analisa data kelompok umur responden terendah adalah umur <=20 tahun sebesar 0,5% dan dan tertinggi umur >45 tahun sebesar 41%, umur 21-25 tahun sebesar 3,3%, umur 26-30 tahun sebesar9,4%, umur 26-30 tahun, umur 31-35 tahun sebesar 14,6%, umur 36-40 tahun sebesar 16,1% dan umur 41-45 tahun sebesar 14,7%. Berdasarkan criteria yang telah ditentukan bahwa responden adalah istri atau anak

(18)

18

perempuan yang sudah menikah. Di Kota Salatiga responden yang status di dalam rumah tangga sebagai istri sejumlah 1.369 (96,3%) dan status sebagai anak perempuan yang sudah menikan sejumlah 53 (3,7% ).

Status rumah responden yang ditempati dapat menunjukkan status kepemilikan rumah. Dari hasil wawancara status kepemilikan dapat dilihat pada grafik berikut.

Grafik 5. Status Kepemilikan Rumah

Pada grafik diatas menunjukkan bahwa 79,7% responden sudah memiliki rumah sendiri, 14,6% masih ikut orang tua. Pada studi ini masih ada responden yang tidak memiliki rumah sendiri, yaitu 1,1% menempati rumah dinas, 1,5% berbagi dengan keluarga yang lain, 0,6% masih menyewa dan 2,5% menempati rumah kontrakan.

3.2. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

a. Kondisi Sampah di Lingkungan Rumah

Kondisi sampah di lingkungan rumah menggambarkan apakah masyarakat sudah melalukan pengelolaan sampah dengan baik dan benar. Lingkungan yang bersih menunjukkan kepedulian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan salah satunya adalah pengelolaan sampah yang baik dan benar dirumah. Dari hasil analisa data dapat terlihat pada grafik dibawah.

(19)

19

Grafik 6. Kondisi Sampah di Lingkungan Rumah

Kondisi sampah di Kota Salatiga, , 38,5% banyak tikus berkeliaran ditumpukan sampah, 36,3% bersih dari sampah, 25,1% banyak nyamuk di sekitar tumpukan sampah, 20,8% banyak sampah berserakan atau bertumpuk di sekitar rumah, 6,5% banyak lalat disekitar tumpukan sampah, 6,3% banyak kucing dan anjing mendatangi tumpukan sampah, 6,1% disekitar sampah untuk bermain anak-anak, 5,9% sampah menimbulkan bau busuk dan 1,8% sampah menyumbat drainase.

b. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah didefinisikan oleh manusia menurut derajat keterpakaiannya, dalam proses-proses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada hanya produk-produk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut berlangsung, untuk itu pengelolaan sampah rumah tangga sangatlah penting. Dari hasil analisa pengelolaan sampah rumah tangga terlihat pada grafik berikut.

(20)

20

Grafik 7. Pengelolaan Sampah di Tingkat Rumah Tangga

Pengelolan sampah rumah tangga dapat dilakukan oleh responden adalah dengan di bakar yaitu sebesar 48,2% sedangkan dibuang ke Tempat pembuangan Sampah (TPS) sebesar 37,5%. Meskipun pada beberapa responden masih mengelola sampah dengan cara dikumpulkan oleh kolektor yang mendaur ulang yaitu sebesar 1,9%, dibuang ke dalam lubang dan ditutup dengan sebesar 0,8%, dibuang ke dalam lubang tetapi tidak ditutup dengan tanah sebesar 4,2%, dibuang ke sungai/ kali sebesar 4,0%, dibiarkan membusuk sebesar 0,1% dan dibuang ke lahan kosong/kebun sebesar 1,8%

Pengangkutan sampah didefinisikan sebagai bentuk membawa sampah dari sumber dan atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari TPS menuju ke tempat pengolahan sampah terpadu atau tempat pemrosesan akhir. Dari hasil studi EHRA pengangkutan sampah dari rumah yang dilakukan oleh petugas sampah tidak dilaksanakan sertiap hari, hal ini terlihat pada grafik berikut.

(21)

21

Grafik 8. Pengangkutan Sampah

Untuk pengangkutan sampah dari rumah yang dilakukan oleh petugas pengangkut sampah 59,3% petugas mengangkut beberapa kali dalam seminggu. Pengangkutan sampah yang dilakukan seminggu sekali sebesar 18,5% dan hanya 14,8% petugas mengangkut sampah setiap hari.

Layanan pengangkutan sampah yang biasa dilakukan oleh responden adalah dengan menggunakan jasa petugas pengangkut sampah dengan kontribusi yang berbeda-beda. Dari grafik berukut dapat dilihat persentase responden yang menggunakan jasa petugas pengangkut sampah.

(22)

22

Layanan pengangkutan sampah 77,8% dilakukan oleh petugas sampah dan 22,2 rumah tangga tidak menggunakan jasa petugas sampah.

Pemilahan sampah merupakan langkah sederhana yang dapat dilakukan setiap rumah tangga sebagai kunci awal kegiatan 3R. Secara umum, pemilahan dapat dilakukan berdasarkan jenis sampahnya, yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik di antaranya adalah sampah sisa makanan, sayur mayur serta sampah yang mudah membusuk lainnya. Sedangkan sampah anorganik pada umumnya terdiri atas plastik, botol kaca, kaleng dan semacamnya.

Untuk dapat memulai kegiatan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga, pemilahan sampah plastik dapat menjadi pilihan. Salah satu keuntungan dari pemilahan sampah plastik adalah tidak timbulnya permasalahan dengan bau serta relatif rendahnya potensi penyebaran penyakit apabila penyimpanan dilakukan di

dalam rumah. Berikut adalah grafik pemilahan sampah yang dilakukan oleh

responden.

Grafik 11. Pemilahan Sampah

Pemilahan sampah sudah dilakukan oleh masing-rumah tangga antara lain 55,6% rumah tangga sudah melakukan pemilahan sampah plastic 51,9% rumah tangga sudah melakukan pemilahan sampah organic dan gelas/kaca,37% rumah tangga

(23)

23

telah melakukan pemilahan sampah kertas dan 33,3% rumah tangga telah melakukan pemilahan sampah yang berupa besi/logam sedangkan 11,1% tidak tahu cara pemilahan sampah.

3.2. Pembuangan Air Limbah Domestik

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water).

a. Kepemilikan Jamban

Praktik buang air besar dapat menjadi salah satu faktor risiko bagi tecemarnya lingkungan termasuk sumber air, khususnya bila praktik BAB itu dilakukan di tempat yang tidak memadai. Tempat yang tidak memadai bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka saja seperti di sungai/ kali/ got/ kebun, tetapi termasuk sarana jamban yang nyaman di rumah. Berikut grafik persentase keluarga yang memiliki jamban.

(24)

24

Dari grafik diatas, keluarga yang memiliki jamban pribadi sebesar 93%. Meskipun demikian masih ditemukan responden yang berperilaku BAB di MCK/WC umum yaitu sebesar 3,2%, 0,2% menggunakan WC helicopter, 3,3% masih BAB kesungai, 0,4% BAB dikebun dan lubang galian.

b. Saluran Akhir Pembuangan Tinja

Tinja merupakan bahan buangan yang timbul karena adanya kehidupan manusia sebagai mahluk individu maupun mahluk sosial. Tinja juga merupakan bahan buangan yang sangat dihindari oleh manusia karena dapat mengakibatkan bau yang sangat menyengat dan sangat menarik perhatian serangga, khususnya lalat, dan berbagai hewan lain seperti anjing, ayam, dan tikus. Apabila pembuangan tinja tidak ditangani sebagaimana mestinya,maka dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran permukaan tanah serta air tanah, yang berpotensi menjadi penyebab timbulnya penularan berbagai macam penyakit saluran pencemaan.

Tangki Septik adalah bak kedap air yang terbuat dari beton, fbreglass, PVC atau plastik, untuk penampungan dan pengolahan black water dan grey water. Merupakan tangki pengendapan dan proses anaerobik untuk mengurangi padatan dan material organik. Pada grafik dibawah menunjukkan saluran akhir pembuangan tinja.

(25)

25

Dari grafik diatas dari 99,3% rumah tangga yang memiliki jamban terdapat 80,1% rumah tangga yang memiliki saluran akhir pembuangan akhir isi tinja berupa tangki septic, sedangkan 7,9% rumah tangga membuang ke sungai dan 6,5% rumah tangga ke cubluk/lubang tanah.

c. Kualitas Tangki Septik

Grafik 9. Kualitas Tangki Septic

Pada grafik diatas menunjukan bahwa 80,2% rumah tangga yang memiliki tangki septic tidak pernah mengosongkan tangki septic, 4,8% rumah tangga mengosongkan tangki septic 1-5 tahun yang lalu, sedangkan 8,6% rumah tanggga tidak tahu kapan waktu mengosongkan tangki septic.

(26)

26

d. Praktek pembuangan kotoran anak balita 1) Anak yang diantar untuk BAB di jamban

Grafik 10. Anak yang diantar untuk BAB di Jamban

Dari responden yang ada terdapat 519 rumah tangga (36,5%) mempunyai balita dan 902 rumah tangga (63,5%) tidak mempunyai balita. Pada grafik diatas menunjukkan 2,5% balita sering buang air besar di jamban, 4,6% kadang-kadang di jamban dan 29,4% tidak terbiasa buang air besar di jamban.

2) Kebiasaan Membuang Tinja Anak

(27)

27

Pada grafik diatas menunjukkan rumah tangga yang biasa membuang tinja anak ke WC/jamban sebesar 29,6%. Masih ditemukan rumah tangga yang membuang tinja di tempat sampah (popok), kebun, sungai, dll. Sedangkan 2,9% rumah tangga tidak tahu harus membuang tinja anak.

3) Praktik Pembuangan Tinja yang Relatif Tidak Aman

Grafik 12. Praktik Pembuangan Tinja yang Relatif Tidak Aman

Praktik pembuangan tinja yang tidak aman dapat dilihat pada grafik diatas, bahwa masih ada rumah tangga yang membuang tinja ke sungai sebesar 4%, dikubur dihalaman rumah sebesar 8,9% dan beberapa rumah tangga masih memanfaatkan tanah orang lain untuk mengubur buangan tinja yaitu sebesar 0,4%.

(28)

28

4) Anak BAB di Ruang Terbuka (lahan di rumah atau diluar rumah) Grafik 13. Anak BAB di Ruang Terbuka

Grafik diatas menunjukkan 79,7% anak tidak buang air besar di ruang terbuka. Persentase anak laki-laki umur 5-12 tahun yang masih buang air besar di luar sebesar 3,1% lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan umur 5-12 tahun sebesar 2,7%.

5) Anak yang Buang Air Besar di Penampung

(29)

29

Anak yang BAB di penampung (popok sekali pakai/ pampers, popok yang dapat dicuci, gurita, ataupun celana), kotoran di buang ke tempat sampah sebesar 0,7%, kebun/pekarangan/jalan sebesar 0,9% dan kesungai sebesar 1,5%.

e. Jumlah Rumah Tangga yang Memiliki Saluran Pengelolaan Air Limbah Grafik 15. Persentase Rumah Tangga yang Memiliki

Saluran Pengeloaan Air Limbah

Persentase rumah tangga yang memiliki saluran pengelolaan air limbah sebesar 80,7% dan yang tidak mempunyai saluran pembuangan air limbah sebesar 19,3%

(30)

30

3.3. Drainase Lingkungan Sekitar Rumah dan Banjir

a. Lokasi Genangan

Grafik 15. Lokasi Genangan

Dari grafik diatas dapat dilihat persentase tertinggi lokasi genangan di halaman rumah sebesar 35,9% dan persentase terendah di dekat bak penampungan sebesar 3,1%.

b. Sumber Genangan

Grafik 16. Sumber Genangan

Dari grafik diatas persentase tertinggi sumber genangan adalah dari air limbah kamar mandi sebesar 40,6% dan dari limbah dapur sebesar 25%. Sumber genangan dari hujan hanya 12,5%.

(31)

31

Ditinjau dari aspek topografis, bahwa Kota Salatiga terdiri dari 3 bagian yaitu:

1. Bergelombang ± 65% meliputi Kelurahan Dukuh, Ledok, Kutowinangun, Salatiga, Sidorejo Lor, Bugel, Kumpulrejo dan Kauman Kidul.

2. Miring ± 25%meliputi Kelurahan Salatiga, Mangunsari, Sidorejo Lor, Sidorejo Kidul, Tingkir Lor, Pulutan, Kecandran, Randuacir, Tingkir Tengah dan Cebongan.

3. Datar ± 10% meliputi kelurahan Kalicacing, Noborejo, Kalibening dan Blotongan

3.4. Pengelolaan Air Bersih Rumah Tangga

a. Pemakaian Air Bersih Rumah tangga

Grafik 17. Pemakaian Air Bersih Rumah Tangga

Dari grafik diatas sumber air minum yang paling digunakan untuk minum, memasak, cuci piring dan gelas, cuci pakaian dan gosok gigi adalah air ledeng PDAM dan air sumur gali terlindungi. Persentase tertinggi penggunaan air ledeng PDAM adalah 50,5%rumah tangga untuk keperluan masak dan persentase terendah sebesar 47,4% rumah tangga untuk minum. Persentase tertinggi penggunaan air sumur gali terlindungi adalah 70,3% rumah tangga untuk kepeluan minum dan gosok gigi dan persentase terendah sebesar 69,9% rumah tangga untuk keperluan masak.

(32)

32

b. Tata Cara Penanganan Air Bersih

Grafik 18. Tata Cara Penanganan Air Bersih

Dari grafik diatas 98% rumah tangga mengolah air minum dengan cara direbus.

3.5 Perilaku Higiene

a. Praktek Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) pada 5 + 1 waktu penting. Grafik 20. Praktek Cuci tangan Pakai Sabun (CTPS)

(33)

33

Praktek cuci tangan pakai sabun di 5 waktu dan 1 waktu penting dapat dilihat pada grafik diatas. Persentase tertinggi praktek CTPS dilakukan sebelum makan yaitu sebesar 87,6%, setelah makan 80,9%, setelah buang air besar 70,7% sedangkan persentase yang masih rendah adalah sebelum ke toilet, setelah menceboki bayi/anak, sebelum member menyuapi makan, sebelum menyiapkan makan, setelah memegang hewan dan sebelum sholat.

b. Ketersediaan Sarana CTPS di Jamban

Grafik 21. Ketersediaan Sarana CTPS di Jamban

Dari grafik diatas ketersediaan sarana CTPS di jamban hanya sebesar 11,2% dan didekat jamban sebesar 5,9%.

(34)

34

c. Pola Pemanfaatan Sabun dalam Kehidupan Sehari-hari,

Grafik 22. Pola Pemanfaatan Sabun dalam Kehidupan Sehari-hari

Pada grafik diatas menunjukkan bahwa persentase penggunaan sabun untuk mencuci pakaian sebesar 90,9%, untuk mandi sebesar 98,4%, untuk mencuci peralatan sebesar 89,3% dan untuk mencuci tangan sebesar 73%.

(35)

35

d. Kebiasaan Masyarakat Membuang Sampah

Grafik 23. Kebiasaan Masyarakat Membuang Sampah

Kebiasaan membuang sampah yang dilakukan oleh masyarakat adalah 48,2% rumah tangga membakar sampah dan 37,5% rumah tangga mengumpulkan sampah dan membuang ke TPS.

(36)

36

e. Masalah Sampah di Lingkungan Rumah

Grafik 24. Permasalahan Sampah di Lingkungan Rumah

Permasalahan sampah di lingkungan rumah antara lain 38,5% banyak tikus berkeliaran disekitar sampah, 25% banyak nyamuk di TPS dan 20,8% sampah berserakan

(37)

37

3.6 Kejadian Penyakit Diare

Grafik 25. Kejadian Penyakit Diare

Grafik diatas menunjukkan 73,5% anggota rumah tangga tidak pernah diare, meskipun ada 8,6% anggota rumah tangga yang dalam 1 bulan terakhir mengalami diare, 5,8% anggota rumah tangga lebih dari 6 bulan yang lalu diare dan 4,7% anggota rumah tangga 3 bulan terakhir diare.

(38)

38

Kejadian diare pada rumah tangga dapat dilihat pada grafik berikut.

Grafik 26. Kejadian Penyakit Diare Pada Anggota Rumah Tangga

Persentase kejadian penyakit diare tertinggi dialami oleh orang dewasa perempuan yaitu sebesar 36,4%, pada orang dewasa laki-laki sebesar 28,7%, pada anak balita sebesar 25,5%. Persentase terendah anggota keluarga yang pernah mengalami penyakit diare adalah anak remaja perempuan sebesar 4,8%.

3.7 Indeks Resiko Sanitasi (IRS)

Risiko Sanitasi diartikan sebagai terjadinya penurunan kualitas hidup, kesehatan, bangunan dan atau lingkungan akibat rendahnya akses terhadap layanan sektor sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

Indeks Risiko Sanitasi (IRS) diartikan sebagai ukuran atau tingkatan risiko sanitasi, dalam hal ini adalah hasil dari analisa Studi EHRA.

Manfaat penghitungan Indeks Risiko Sanitasi (IRS) adalah sebagai salah satu komponen dalam menentukan area berisiko sanitasi. Berikut adalah grafik Indekas risiko Sanitasi (IRS) Kota Salatiga.

(39)

39

Tabel 1. Katagori Daerah Berisiko Sanitasi

Batas Nilai Risiko Keterangan

Total Indeks Risiko Max 211

Total Indeks Risiko Min 149

Interval 16

Katagori Area Berisiko Batas Bawah Batas Atas

Kurang Berisiko 149 165

Berisiko Sedang 166 181

Risiko Tinggi 182 198

Risiko Sangat Tinggi 199 214

Tabel 2. Hasil Skoring Studi EHRA berdasarkan Indeks Risiko

CLUSTER NILAI IRS

SKOR EHRA Kelurahan Dukuh 236 4 Kelurahan Kecandran 205 4 Kelurahan Pulutan 204 4 Kelurahan Salatiga 211 4

Kelurahan Sidorejo Kidul 229 4

Kelurahan Bugel 188 3 Kelurahan Cebongan 193 3 Kelurahan Kalibening 191 3 Kelurahan Kumpulrejo 192 3 Kelurahan Kutowinangun 183 3 Kelurahan Ledok 187 3 Kelurahan Noborejo 182 3

Kelurahan Tingkir Tengah 188 3

Kelurahan Tingkir Lor 184 3

(40)

40

Kelurahan Mangunsari 178 2

Kelurahan Blotongan 165 1

Kelurahan Gendongan 159 1

Kelurahan Kauman Kidul 154 1

Kelurahan Randuacir 160 1

Kelurahan Sidorejo Lor 149 1

Kelurahan Tegalrejo 164 1

(41)

41

Hasil analisa indeks risiko sanitasi dapat dilihat pada grafik diatas: 5. Kategori area berisiko sangat tinggi

a. Kelurahan Dukuh, risiko sanitasi pada air limbah domestic sebesar 74% b. Kelurahan Kecandran, risiko sanitasi pada air limbah domestic sebesar 68% c. Kelurahan Pulutan, risiko sanitasi pada air limbah domestic sebesar 68% d. Kelurahan Salatiga, risiko sanitasi pada persampahan sebesar 83% e. Kelurahan Sidorejo Kidul, risiko sanitasi pada persampahan sebesar 77%

6. Kategori area berisiko tinggi

a. Kelurahan Bugel, risiko sanitasi pada air limbah domestic sebesar 69%. b. Kelurahan Cebongan, risiko sanitasi pada persampahan sebesar 57% c. Kelurahan Kalibening, risiko sanitasi pada air limbah domestic sebesar 62%

d. Kelurahan Kumpulrejo, risiko sanitasi pada perilaku hidup bersih sehat sebesar 53%

e. Kelurahan Kutowinangun, risiko sanitasi pada air limbah domestic sebesar 61% f. Kelurahan Ledok, risiko sanitasi pada air limbah domestic sebesar 72%

g. Kelurahan Noborejo, risiko sanitasi pada air limbah domestic sebesar 63% h. Kelurahan Tingkir Tengah, risiko sanitasi pada air limbah domestic sebesar 55% i. Kelurahan Tingkir Lor, risiko sanitasi pada air limbah domestic sebesar 58%

7. Kategori area berisiko sedang

a. Kelurahan Kalicacing, risiko sanitasi pada air limbah domestic sebesar 58% b. Kelurahan Mangunsari, risiko sanitasi pada air limbah domestic sebesar 67%

8. Kategori area berisiko rendah

a. Kelurahan Blotongan, risiko sanitasi pada perilaku hidup bersih sehat sebesar 46%.

b. Kelurahan Gendongan, risiko sanitasi pada perilaku hidup bersih sehat sebesar 59%

(42)

42

d. Kelurahan Randuacir, risiko sanitasi pada sumber air sebesar 45%

e. Kelurahan Sidorejo Lor, risiko sanitasi pada air limbah domestic sebesar 51% f. Kelurahan Tegalrejo, risiko sanitasi pada sumber air dan air limbah domestic

(43)

43

BAB IV PENUTUP

Draft Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment/ EHRA atau Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan dalam rangka Program Percepatan Sanitasi Pemukiman (PPSP) di Kota Salatiga tahun 2012 telah disusun oleh Pokja PPSP. Penjelasan laporan yang telah disusun menunjukan hasil analisa kota, belum menunjukkan analisa per klaster/kelurahan. Hal ini mengingat hasil analisa baru selesai pada tanggal 6 Oktober 2012.

Pokja PPSP akan menyusun laporan Studi Environmental Health Risk Assessment/ EHRA atau Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan dengan lengkap dan benar, untuk itu saran dan kritik untuk perbaikan draft laporan ini sangat diharapkan.

Gambar

Tabel  1. Katagori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko
Grafik  2. Distribusi jumlah responden  per kelurahan
Tabel  3. Kecamatan Dan Desa/Kelurahan Survei EHRA  Kota Salatiga
Grafik 4. Informasi Responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil kesepakatan Pokja Sanitasi Kabupaten Tulungagung dan dengan berbagai pertimbangan ( geografi, demografi dan pendanaan ), diperoleh kesepakatan bahwa area studi EHRA

Saluran yang dimaksud adalah yang digunakan untuk membuang air bekas penggunaan rumah tangga (grey water). Saluran air yang memadai ditandai dengan aliran air yang

Dari grafik 3.22 dapat diketahui bahwa cara mengambil air dari tempat penyimpanan digunakan masyarakat Kota Bontang untuk keperluan minum paling banyak adalah menggunakan gelas

Klastering pada tingkat gampong dilakukan oleh Pokja, berdasarkan ke empat indikator klastering untuk menunjukkan indikasi awal lingkungan beresiko pada desa

Kondisi sanitasi kesehatan meliputi sistem penyedian air bersih, layanan pembuangan sampah, ketersedian jamban dan saluran pembuangan limbah, dan perilaku dengan

Dengan demikian secara umum dapat terlihat bahwa di Kabupaten % rumah tangga tidak ada genangan air walaupun tidak ada SPAL karena kondisi topografi atau halaman rumah

Unit sampling utama ( primary sampling ) adalah RT (Rukun Tetangga). Jumlah sampel RT per desa/kelurahan minimal 8 RT dan jumlah sampel per RT sebanyak 5

Grafik 3.1 Sistem Pengelolaaan Sampah Rumah Tangga ... 2 Perilaku Praktik Pemilahan Sampah oleh Rumah Tangga ... 3 Tempat Buang Air Besar ... 4 Tempat Penyaluran Akhir Tinja ...