• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS INSTRUMEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS INSTRUMEN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISIS INSTRUMEN

UJI KELARUTAN OBAT KELOMPOK 7

SHIFT B

SELASA 10.00 – 13.00

Disusun Oleh :

Nata Rimana Fadila 260110160066 (Pembahasan)

Sausan Rihhadatulaisy 260110160067 (Pendahuluan , Simpulan, Editor)

Wan Aulia Arif 260110160068 (Data Pengamatan dan Perhitungan)

Krysta Desela 260110160069 (Pembahasan)

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

(2)

I. Tujuan

Memperkenalkan konsep dan proses pendukung sistem kelarutan obat dan menentukan parameter kelarutan obat.

II. Prinsip

2.1.Jenis Pelarut

Jenis-jenis pelarut yang biasa digunakan yaitu pelarut polar, pelarut non polar dan pelatut semi polar. Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut, yaitu momen dipolnya (Martin, 1993).

2.2.Asam salisilat

Asam salisilat, dikenal juga dengan 2-hydroxy-benzoic acid atau orthohydrobenzoic acid, memiliki struktur kimia C7H6O3 . Asam salisilat

memiliki pKa 2,97.9. Bubuk Asam Salisilat sukar larut dalam air dan lebih mudah larut dalam lemak, dikarenakan sifat lipofikil nya (Hessel, et al, 2007).

2.3.Kelarutan

Kelarutan suatu zat didefinisikan sebagai jumlah solut yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu larutan jenuh dalam sejumlah solven (Moechtar, 1989).

III. Reaksi

(3)

IV. Teori Dasar

Kelarutan diartikan sebagai konsentrasi bahan terlarut dalam suatu larutan jenuh pada suatu suhu tertentu. Larutan sebagai campuran homogen bahan yang berlainan. Untuk dibedakan antara larutan dari gas, cairan dan bahan padat dalam cairan. Disamping itu terdapat larutan dalam keadaan padat (misalnya gelas, pembentukan kristal campuran) (Voight, 1994).

Lauran didefinisikan sebagai campuran homogen antara dua atau lebih zat yang terdispersi baik sebagai molekul, atom maupun ion yang komposisinya dapat bervariasi. Larutan dapat berupa gas, cairan, atau padatan. Dua komponen dalam larutan adalah solute dan solvent. Solute adalah substansi yang terlarut. Sedangkan solvent adalah substansi yang melarutkan (Bororoh, 2004).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah pengadukan, suhu, luas permukaan, fikositas, ukuran partikel, pH larutan, dan polimerfisme. Selain faktor di atas penambah surfaktan juga akan mempengaruhi kelarutan. Surfaktan adalah suatu zat yang digunakan untuk menakkan kelarutan suatu zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu polar dan non polar (Depkes RI, 1979).

Kelarutan merupakan parameter penting bagi suatu obat dalam mencapai konsentrasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan respon farmakologi. Banyak obat memiliki kelarutan yang buruk di dalam air, padahal obat harus berada dalam bentuk terlarut ketika akan diabsorpsi. Banyak teknik yang telah dikembangkan untuk peningkatan kelarutan obat meliputi modifikasi fisik, modifikasi kimia, ataupun teknik lain (Yoga dan Rini, 2017).

Kelarutan yang pada angka adalah kelarutan pada suhu kamar.Istilah-istilah dalam kelarutan sebagai berikut (Anief, 2003).

(4)

Istilah kelarutan Jumlah bagian pelarut yang diperlukan untuk melarutkan 1 bagian zat

Sangat mudah larut Kurang dari 1

Mudah larut 1 –10

Larut 10 – 30

Agak sukar larut 30 – 100

Sukar larut 100 – 1000

Sangat sukar larut 1000 – 10000

Praktis tidak larut Lebih dari 10000

Obat yang memiliki kelarutan rendah dalam air sering membutuhkan dosis yang tinggi untuk mencapai konsentrasi terapeutik setelah pemberian oral. Umumnya obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah memiliki kelarutan dalam air yang buruk (Savjani, et al, 2012). Efek negatif dari obat yang memiliki kelarutan obat yang rendah yaitu penyerapan butuk, efektivitas obat akan berkurang, dan dosis yang dibutuhkan lebih tinggi (Yellela, 2010).

Di bidang farmasi, kelarutan memiliki peran penting dalam menentukan bentuk sediaan dan untuk menentukan konsentrasi yang dicapai pada sirkulasi sistemik untuk menghasilkan respon farmakologi (Edward dan Li, 2008).

(5)

V. Alat dan Bahan 5.1. Alat 5.1.1. Buret 5.1.2. Corong 5.1.3. Erlenmeyer 5.1.4. Filler 5.1.5. Kertas saring 5.1.6. Statif dan klem 5.1.7. Tabung reaksi 5.1.8. Pipet tetes 5.2. Bahan 5.2.1. Asam salisilat 5.2.2. Aquadest 5.2.3. Etanol 90% 5.2.4. Indikator PP 5.2.5. NaOH 0,1 N 5.2.6. Propilenglikol

(6)

VI. Data Pengamatan dan Perhitungan 6.1. Data Pengamatan

No. Prosedur Pustaka Hasil Kriteria Gambar

1 NaOH ditimbang 4 gram dan asam oksalat ditimbang 0,315 gram , NaOH menggunakan kaca arloji dan asam oksalat menggunakan kertas perkamen.

- Didapatkan lempeng NaOH

massa 4 gram dan asam oksalat dengan massa 0,315

- -

2 NaOH dilarutkan dalam air bebas CO2 sebanyak satu liter

- Didapatkan larutan NaOH

sebanyak satu liter

- -

3 Asam oksalat dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml, dilarutkan dengan sedikit aquadest, lalu add aquades hingga batas volume.

- Didapatkan larutan asam

oksalat sebanyak 50 ml

- -

4 Larutan asam oksalat dipipet ke tiga erlenmeyer, 10 ml tiap erlenmeyer

- Tiap erlenmeyer

mengandung 10 ml asam oksalat 0,1 N

(7)

5 Dititrasi dengan NaOH sebanyak duplo, ditentukan konsentrasi NaOH yang sebenarnya

- Didapatkan konsentrasi

NaOH yang sebenarnya, yaitu : 0,1059 N

-

PROSEDUR PENENTUAN KELARUTAN 1 Etanol ditambahkan ke

dalam tabung reaksi dengan ketentuan : 1) Tabung 1 = 0 ml 2) Tabung 2 = 1,5ml 3) Tabung 3 = 3 ml 4) Tabung 4 = 6 ml 5) Tabung 5 = 9 ml 6) Tabung 6 = 10,5 ml 7) Tabung 7 = 12 ml

Etanol memiliki kelarutan sangat mudah larut dalam Air, dalam Kloroform P dan dalam Eter P (Depkes RI, 1979).

7 tabung reaksi berisi etanol dengan volume yang berbeda-beda

(8)

2 Gliserin ditambahkan ke dalam tabung reaksi dengan ketentuan : 1) Tabung 1 = 12 ml 2) Tabung 2 = 10,5 ml 3) Tabung 3 = 9 ml 4) Tabung 4 = 6 ml 5) Tabung 5 = 3 ml 6) Tabung 6 = 1,5 ml 7) Tabung 7 = 0 ml

Dapat campur dengan air, dan dengan etanol (95%) P, praktis tidak larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam minyam lemak

(Depkes RI, 1979).

7 tabung reaksi berisi etanol + gliserin dengan volume total 12 ml dengan variasi volume

Sesuai

3 Asam salisilat (1 gram) ditambahkan ke masing-masing tabung

Asam salisilat memiliki kelarutan larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian Etanol (95%) P ; mudah larut dalam Kloroform P dan Eter P ; larut dalam larutan Ammonium Asetat P, Dinatrium Hidrogenfosfat P, Kalium Sitrat P dan Natrium Sitrat P (Depkes RI, 1979).

Tabung reaksi berisi asam salisilat+etanol+gliserin dengan variasi volume etanol dan gliserin yang berbeda

(9)

4 Tujuh tabung reaksi dikocok secara bersamaan selama 30 menit

- Terjadi proses pelarutan

yang berbeda didalam tiap tabung.

Sesuai

5 Hasil pengocokan disaring dengan menggunakan kertas saring untuk mengambil larutan asam salisilat

- Didapatkan larutan asam

salisilat

Sesuai

6 Dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N dengan indikator fenolftalein

Penambahan Indikator akan merubah warna larutan menjadi merah muda (Chang, 2004).

Didapatkan hasil titrasi berwarna merah muda

(10)

7 Asam salisilat yang terlarut dihitung kadarnya

- Didapatkan kadar asam

salisilat yang berbeda-beda dengan rata-rata : 1) Tabung 1 = 20,67% 2) Tabung 2 = 30,38% 3) Tabung 3 = 32,94% 4) Tabung 4 = 53,48% 5) Tabung 5 = 42,64% 6) Tabung 6 = 54,86% 7) Tabung 7 = 63.29% Sesuai

Kadar Asam Salisilat Titrasi

ke-

Tabung 1 Tabung 2 Tabung 3 Tabung 4 Tabung 5 Tabung 6 Tabung 7

1 25,19 % 30,86 % 31,28 % 67,56 % 44,7 % 38,83 % 64,03 %

2 16, 16 % 29,91 % 38,83 % 54, 64 % 40,58 % 56, 1935 % 62, 5601 %

3 - 50,30 % 34,6 % 52, 3234 % 36,1 % 53,53 % 53,1 %

(11)

6.2. Perhitungan

6.2.1. Pembuatan Asam oksalat 0,1 N dalam 50 ml aquadest

0,1 = 𝑔𝑟 126 2 ×1000 50 0,1 × 126/2 20 = 𝑔𝑟 0,315 = 𝑔𝑟

6.2.2. Pembuatan NaOH dalam 1000 ml

0,1 = 𝑔𝑟 40× 1000 1000 0,1 × 40 1 = 𝑔𝑟 4 = 𝑔𝑟 6.2.3. Pembakuan NaOH

Titrasi ke VNaOH NNaOH VOksalat NOksalat

1 9,8 ml 9,8 x NNaOH =10 x 0,1 NNaOH = 1/9,8 = 0,102 10 ml 0,1 N 2 9,1 ml 9,1 x NNaOH =10 x 0,1 NNaOH = 1/9,1 = 0,109 10 ml 0,1 N Rata-rata 9,45 ml 0,1059 N 10 ml 0,1 N

(12)

NO Gram Asam Salisilat

Volume Etanol Volume

Gliserin Volume NaOH yang digunakan Volume larutan yang digunakan 1. 1,0000 gr 1,0000 gr 0 ml 12 ml 12 ml 7,7 ml 3 ml 5 ml 2. 1,0050 gr 1,0000 gr 1,0000 gr 1,5 ml 10,5 ml 24,1 ml 14,7 ml 14,25 ml 2,5 ml 2,5 ml 3 ml 3. 1.0000gr 1,0000gr 1,0000 gr 3 ml 9 ml 16,5 ml 14,9 ml 18,5 ml 3 ml 4 ml 3ml 4. 1,0006 gr 1,0031 gr 1,0007 gr 6 ml 6 ml 32,2 ml 25 ml 27 ml 3 ml 5 ml 4 ml 5. 1,0047 gr 1,0039 gr 1, 0000gr 9 ml 3 ml 21,4 ml 19, 35 ml 17.2 ml 3 ml 4 ml 3 ml 6. 1, 0000 gr 1,0050 gr 1,0000 gr 10,5 ml 1,5 ml 18,5 ml 26,9 ml 25,5 ml 3 ml 4,2 ml 3,2 ml 7. 1, 0000gr 1,0034 gr 1,0004 gr 12 ml 0 ml 30,5 ml 29,9 ml 25, 3 ml 6 ml 5 ml 4 ml

(13)

6.2.4. Penentuan Kadar asam salisilat Tabung 1 Kadar = 12 𝑥 0,152𝑥 138,12 1000 x 100 % = 25, 19 % Kadar = 7,7 𝑥 0,152 𝑥 138,12 1000 x 100 % = 16, 16 % Rata – Rata = 25,19+16,16 2 = 20, 67 % Tabung 2 Kadar = 24,1 𝑥 0,152 𝑥 138,12 1000 x 100 % = 50,3 % Kadar = 14,7 𝑥 0,152 𝑥 138,12 1000 x 100 % = 30,86 % Kadar = 14,25 𝑥 0,152 𝑥 138,12 1000 x 100% = 29,91 % Rata – Rata = 30,86+29,91 2 = 30,38 % Tabung 3 Kadar = 16,5 𝑥 0,152 𝑥 138,12 1000 x 100 % = 34,6 % Kadar = 14,9 𝑥 0,152 𝑥 138,12 1000 x 100 % = 0,3128 x 100 % = 31,28 % Kadar = 18,5 𝑥0.152 𝑥 138,12 1000 x 100 % = 38,83 % Rata – Rata = 31,28+34,6 2 = 32, 94 % Tabung 4 Kadar = 32,2 𝑥 0,152 𝑥 138,12 1000,6 x 100 % = 67,56 % Kadar = 25 𝑥 0,152 𝑥 138,12 1003,1 x 100 % = 52, 3234 %

(14)

Kadar = 27 𝑥 0,152 𝑥 138,12 1000,7 x 100 % = 54, 64 % Rata – Rata = 52,32+54,64 2 = 53, 48 % Tabung 5 Kadar = 21,4 𝑥 0,152𝑥 138,12 1004,7 x 100 % = 44,7 % Kadar = 19,35 𝑥 0,152 𝑥 138,12 1001 x 100 % = 40,58 % Kadar = 17,2 𝑥 0,152 𝑥 138,12 1000 x 100 % = 36,1 % Rata – Rata = 44,7+40,58 2 = 42, 64 Tabung 6 Kadar = 18,5 𝑥0,152 𝑥 138,12 1000 x 100% = 38,83 % Kadar = 26,9 𝑥 0,152 𝑥 138,12 1005,0 x 100% = 56, 1935 % Kadar = 25,5 𝑥 0,152 𝑥 138,12 1000 x 100 % = 53,53 % Rata – Rata = 56,19+53,53 2 = 54, 86 % Tabung 7 Kadar = 30,5 𝑥 0,152 𝑥 138,12 1000 x 100 % = 64,03 % Kadar = 29,9 𝑥 0,152 𝑥 138,12 1003,4 x 100 % = 62, 5601 % Kadar = 25,3 𝑥 0,152 𝑥 138,12 1000 x 100 % = 0,531 x 100% = 53,1 % Rata – Rata = 64,03+62,56 2 = 63, 29 %

(15)

VII. Pembahasan

Praktikum yang dilakukan kali ini bertujuan untuk mengenali konsep dan proses pendukung sistem kelarutan obat dan juga menentukan parameter kelarutan obat. Kelarutan ini di apilikasikan dalam bidang farmasi yaitu agar dapat mengetahui dan dapat membantu memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat. Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat.

Larutan dapat dibagi menjadi 3 yaitu, Larutan tak jenuh yaitu larutan yang partikel- partikelnya tidak tepat habis bereaksi dengan pereaksi (masih bisa melarutkan zat). Larutan tak jenuh terjadi apabila bila hasil kali konsentrasi ion < Ksp berarti larutan belum jenuh atau masih dapat larut. Larutan jenuh yaitu larutan yang partikel- partikelnya tepat habis bereaksi dengan pereaksi (zat dengan konsentrasi maksimal). Larutan jenuh terjadi apabila bila hasil konsentrasi ion = Ksp berarti larutan tepat jenuh. Larutan sangat jenuh (lewat jenuh) yaitu suatu larutan yang tidak dapat lagi melarutkan zat terlarut sehingga terjadi endapan. Larutan sangat jenuh terjadi apabila bila hasil kali konsentrasi ion > Ksp berarti larutan lewat jenuh (mengendap).

Dalam pengerjaan nya praktikum kali ini , akan menentukan kelarutan seuatu zat dengan bahan larutan campuran dimana etanol di tambahkan ke dalam tabung dengan berbagai variasi ukuran. Pada tabung 1 dimasukkan 0 ml,

(16)

tabung 2 : 1.5 ml, Tabung 3 : 3 ml, Tabung 4 : 6 ml, Tabung 5 : 9 ml, Tabung 6 : 10.5 ml dan tabung 7 : 12 ml. Etanol memiliki kelarutan sangat mudah larut dalam air , dalam kloroform p dan dalam eter p ( Depkes RI,1979). Kemudian menambahkan propilengllikol yang diganti oleh gliserin dengan berbagai variasi ukuran juga, dimana pada Tabung 1 dimasukkan 12 ml, Tabung 2 : 10.5 ml, Tabung 3 : 9 ml, Tabung 4 : 6 ml, Tabung 5 : 3 ml, Tabung 6 : 1.5 ml dan Tabung 7 : 0 ml. Kemudian setiap tabung ditambahkan asam salisilat sebanyak 7 g. Asam salisilat mempunyai berat molekul 138,12 gr/mol, Pemeriannya hablur putih, biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk hablur halus, putih, rasa agak manis, tajam, dan stabil di udara, memiliki titik lebur antara 158-161ºC. Sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup baik. Khasiatnya untuk keratolitikum dan anti fungi. Asam Salisilat juga memiliki kelarutan larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol (95%) p ; mudah larut dalam kloroform p dan eter p; larut dalam larutan amonium asetat p, dinatrium hidrogen fosfat p, kalium sitrat p dan Na sitrat p (Depkes RI,1979). Kemudian campuran diaduk selama 30 menit, untuk dapat mempercepat kelarutannya , larutan dikocok sembari di aduk menggunakan batang pengaduk sehingga larutan akan mudah atau cepat larut. setelah itu sampel disaring dengan corong dan kertas saring untuk mengambil larutan asam salisilat yang terlarut.

Selanjutnya dilakukan tritasi dengan menggunakan larutan baku NaOH. NaOH bersifat higroskopis yang menyerap air dari udara, dan NaOH merupakan larutan sekunder yang konsentrasinya mudah berubah karena pengaruh udara. Larutan NaOH harus dibakukan terlebih dahulu karena NaOH tidak dapat diperoleh dalam keadaan sangat murni, sehingga konsentrasi tepatnya tidak dapat dihitung dari jumlah NaOH yang ditimbang. Saat dilakukan titrasi ditambahkan indikator fenolftalein 2 – 3 tetes pada larutan uji. Penggunaan indikator fenolftalein adalah untuk dapat mempermudah mengetahui titik akhir tritasi. Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana reaksi

(17)

telah berjalan dengan sempurna yang biasanya ditandai dengan pengamatan visual melalui perubahan warna indikator. Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah asam lemah atau basa lemah. Asam lemah dan basa lemah ini umumnya senyawa organik yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang mengkontribusi perubahan warna pada indikator tersebut. Jumlah indikator yang ditambahkan kedalam larutan yang akan dititrasi harus sesedikit mungkin, sehingga indikator tidak mempengaruhi pH larutan dengan demikian jumlah titran yang diperlukan untuk terjadi perubahan warna juga seminimal mungkin. Indicator fenolftalein ini akan menghasilkan perubahan warna dari bening menjadi merah muda saat terjadi titik akhir titrasi. Setelah itu konsentrasi asam saisilat pada tiap – tiap tabung tersebut ditentukan.

VIII. Simpulan

Kelarutan suatu obat dapat ditingkatkan dengan memlih pelarut yang sesuai yaitu dengan cara mimilih pelarut yang memiliki sifat sejenis dengan obat tersebut. Asam salisilat mempunyai kelarutan terbesar pada tabung 7 (etanol 12 ml dengan gliserin 0 ml) dengan kadar rata-rata asam salisilat sebesar 63,29 % . Sedangkan asam salisilat mempunyai kelarutan terendah pada tabung 1 (etanol 0 ml dengan gliserin 12 ml) dengan kadar rata-rata asam salisilat sebesar 20,67 %.

(18)

Daftar Pustaka

Anief, M. 2003. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press.

Bororoh, Umi L.U. 2004. Diktat Kimia Dasar I. Banjar: Universitas Lambung Mangkurat.

Chang, Raymaond. 2004. Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Edward K.H. dan D.Li. “Solubility” inDrug Like Properties : Concept,Structure, Design, and Methods,from ADME to ToxicityOptimization.

Elsevier.2008;56.

Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rahman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hessel AB, Cruz-Ramon JC, Lin AN. 2007. Comprehensive Dermatologic Drug Therapy. 2nd Ed. Philadelphia: WB Saunders.

Martin, Alfred. 1993. Farmasi Fisik Dasar-dasar Kimia Fisik dalam Ilmu Farmasetik Edisi III. Jakarta: UI Press.

Moechtar. 1989. Farmasi Fisika. Yogyakarta: UGM Press.

Savjani, Ketan T., Anusadha K. Gajjar, dan Jignasa K . Drug Solubility:

Importance and Encharicement Techniques. ISRN Pharmacetics. 2012; 19527. Voight. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi Kelima. Yogyakarta:

Universitas Gajah Mada Press.

Yelella, S.R.K. Pharmaceutical Technologies for Enhancing Oral Biovability of Poorly Souble Drugs. Journal Bioequivalence and Biovability. 2010.Vol 2(2): 28-36.

(19)

Tersedia online di

http://jurnal.unpad.ac.id/farmaka/article/download/10866/5180 [Diakses pada tanggal 29 April 2017].

Referensi

Dokumen terkait

A. Latar Belakang Kelarutan suatu senyawa dalam zat pelarut tergantung sifat fisik dan kimia dari zat terlarut tersebut.

Suatu larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya ada pada temperatur tertentu, terdapat

Jika ada endapan yang larut selama pengocokan tambahkan lagi sejumlah tertentu paracetamol sampai diperoleh larutan jenuh kembali.Disaring lartan dan tentukan

Zat yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut (zat) terlarut atau solut, sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan

• Kelarutan suatu zat menyatakan jumlah zat yang melarut dalam satu liter larutan jenuh pada suhu tertentu yang dinyatakan dalam mol atau gram.. • Kelarutan molar suatu zat

Kelarutan zat padat didalam larutan nonideal harus diperhitungkan faktor aktivitas solute yang koefisiennya sebanding dengan volume (molar) solute dan volume fraksi solven (Φ)/Phi.

Perubahan kimia yang terjadi adalah terjadinya perubahan kejenuhan larutan sukrosa yang asalnya tidak jenuh lewat jenuh.. Larutan sukrosa lewat jenuh yang

Metode ini digunakan larutan NaCl jenuh atau larutan gula atau larutan gula jenuh yang didasarkan atas BD (Berat Jenis) telur sehingga telur akan mengapung