ANALISIS RASIO CAMEL TERHADAP TINGKAT
KESEHATAN BANK PERKREDITAN RAKYAT
(Studi Pada BPR Propinsi Jawa Tengah Tahun 2010 - 2011)
Oleh :
RIKA MULIAWANTI NIM : 232009024
KERTAS KERJA
Diajukan kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Guna Memenuhi sebagian dari Persyaratan – persyaratan untuk Mencapai
Gelar Sarjana Ekonomi
FAKULTAS
: EKONOMIKA DAN BISNIS
PROGRAM STUDI
: AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
KATA PENGANTAR
Tingkat kesehatan sangat diperlukan dalam dunia perbankan. Penilaian kesehatan
tersebut merupakan penilaian berbagai aspek/faktor yang berpengaruh terhadap kinerja
suatu bank melalui penilaian aspek permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen,
rentabilitas dan likuiditas yang dinamakan dengan analisis rasio CAMEL. Dengan
diterapkannya analisis CAMEL tersebut dapat dilihat peringkat kesehatan bank. Namun,
kenyataannya tidak semua bank terlihat dan termasuk kedalam predikat sehat. BPR yang
terlihat dekat dengan masyarakat karena tugasnya untuk menghimpun dan menyalurkan
dana masyarakat juga belum tentu termasuk sehat. Melalui skripsi ini penulis ingin
melihat dan menganalisis tingkat kesehatan BPR di Propinsi Jawa Tengah dan
mengetahui faktor mana yang mendukung tingkat kesehatan BPR.
Kertas kerja ini terbagi atas lima bagian. Bagian pertama menjelaskan mengenai
latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian ini.
Kemudian bagian kedua menjelaskan mengenai teori penelitian yang dapat dijadikan
dasar pemikiran untuk analisis dan pembahasan pada penelitian ini. Bagian ketiga
menjelaskan mengenai populasi, sampel, pengukuran dan analisis data pada penelitian.
Bagian keempat menjelaskan mengenai analisis data dan pembahasan. Sedangkan bagian
kelima menjelaskan mengenai saran, kesimpulan serta keterbatasan dan agenda
penelitian.
Salatiga, 01 Juli 2013
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur yang tak terkira besarnya penulis panjatkan Tuhan Yesus Kristus atas
segala rahmat, anugerah, bimbingan dan penyertaanNya kepada penulis, sehingga kertas
kerja ini dapat tersusun dan terselesaikan. Kertas kerja ini disusun dalam rangka
memenuhi persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi (S.E), Program Studi
Akuntansi, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.
Penulis telah merasakan berbagai tantangan, hambatan, serta kesulitan selama
proses penelitian dan penyusunan kertas kerja ini. Berkaitan dengan hal tersebut penulis
menyadari bahwa dengan selesainya kertas kerja ini tidak terlepas dari bantuan-bantuan
berbagai pihak yang sangat membantu dan memberi banyak dukungan. Pada kesempatan
ini penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Papa dan Mama tercinta, terima kasih atas doa, kasih sayang, serta bekal
baik material maupun spiritual, sehingga penulis dapat menyelesaikan
kertas kerja ini.
2. Bapak Hari Sunarto, SE, MBA., Ph.D selaku Dekan Fakultas Ekonomika dan
Bisnis, yang telah memberikan bekal pengetahuan kepada penulis serta Bapak
Usil Sis Sucahyo, SE., MBA selaku kaprogdi Akuntansi Fakultas Ekonomika dan
Bisnis yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan
kertas kerja ini.
3. Prof. Supramono, SE., MBA., DBA selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu, memberikan ide, masukan dan saran dengan penuh kesabaran
dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan kertas kerja.
4. Ibu Elisabeth Penti Kurniawati, SE., M.Ak selaku wali studi, atas
pengarahan-pengarahan yang telah diberikan selama penulis menuntut ilmu.
5. Seluruh dosen pengajar, staff administrasi dan karyawan Fakultas Ekonomika
dan Bisnis yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu.
Untuk Bapak Elias Mudiyono dan Bapak Suharyono, terima kasih atas bantuan
dan dukungannya mulai dari proses penyusunan proposal hingga sidang proposal
dan skripsi.
6. Maya, Mbak Dessy dan Mas Yo, adik dan kakak-kakakku tersayang yang
keponakanku terlucu, terima kasih atas canda tawamu yang selalu
menghibur tante, membuat ceria dan semangat. Tante sayang Noah…
7. Diana, Tina, Debby, Setha, Dita, Redina, Vian, Gian, Riska, Citra, Cila,
Erlyna, Kiki, Iga, Ester, Ayu, Shella, Christin, Vika, Rosita, Arum, Adit
“Raden”, Nerisa, Fellya, Mbak Arin, Okky, Nia, Cindy “Sindol”, Peter,
Vania. Sahabat yang saling menguatkan, menghibur, memberikan
dukungan, bantuan, kebersamaan, semangat, canda tawa dan keceriaan,
tempat sharing dikala penulis mengalami keputus-asaan dalam pembuatan
skripsi ini, sehingga penulis dapat bangkit lagi dan termotivasi kembali.
Terima kasih sudah menjadi sahabat dan teman satu perjuangan.
Pengalaman suka maupun duka dan kenangan yang “menggila” bersama
kalian tak akan pernah penulis lupakan.
8. Keluarga besar, teman-teman FEB angkatan 2009 dan pihak-pihak lain yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah mendukung, memberikan
bantuan dan dukungan moral kepada penulis dari awal hingga akhir, sehingga
dapat terselesaikannya kertas kerja ini.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa sebagai manusia biasa pastilah penuh
dengan ketidaksempurnaan. Apabila di dalam penulisan ini terdapat kekurangan, penulis
memohon maaf yang sebesar-besarnya, serta mengharapkan saran yang membangun dan
masukan demi kesempurnaan tulisan ini. Penulis berharap semoga penulisan kertas kerja
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, serta demi kemajuan penelitian-penelitian
selanjutnya.
Salatiga, 01 Juli 2013
DAFTAR ISI
Halaman Judul/cover ... i
Surat Pernyataan Keaslian Kertas Kerja ... ii
Halaman Persetujuan/Pengesahan ... iii
Kata Pengantar ... iv
Ucapan Terima Kasih ... v
Daftar Isi ... vii
Daftar Tabel ... viii
Daftar Lampiran ... ix
Abstract ... x
Saripati ... xi
1. Pendahuluan ... 1
2. Telaah Pustaka 2.1 Rasio Keuangan CAMEL ... 2
2.2 Penilaian Tingkat Kesehatan Bank ... 6
3. Metode Penelitian 3.1 Populasi dan Sampel Penelitian ... 8
3.2 Pengukuran Data ... 9
3.3 Teknik Analisis Data ... 10
4. Analisis Data dan Pembahasan 4.1 Statistik Deskriptif ... 12
4.2 Kesehatan BPR Berdasarkan Rasio CAMEL ... 17
4.3 Rasio CAMEL yang Kurang Mendukung Tingkat Kesehatan BPR ... 20
4.4 Pembahasan ... 22
5. Penutup 5.1 Kesimpulan ... 25
5.2 Saran ... 25
5.3 Keterbatasan Penelitian dan Agenda Penelitian Mendatang... 26
Daftar Pustaka ... 27
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Ukuran Penilaian Bobot Camel ... 7
Tabel 2.2 : Ukuran Penilaian Tingkat Kesehatan BPR ... 8
Tabel 3.1 : Pengambilan Sampel Penelitian ... 8
Tabel 4.1 : Hasil statistik Deskriptif Tahun 2010 - 2011 ... 13
Tabel 4.2 : Rata-rata Nilai Kredit Faktor Camel Tahun 2010 - 2011 ... 17
Tabel 4.3 : Rekapitulasi Tingkat kesehatan BPR ... 19
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Sampel BPR Propinsi Jawa Tengah ... 30
ABSTRACT
The aim of this is research to determine the health of BPR in Central Java by using the CAMEL method during the period 2010 - 2011 whether included in the predicate healthy, fairly healthy, less healthy or unhealthy, and see which ratio is less support for BPR soundness. CAMEL analysis has five factors; capital factor using the CAR (Capital Adequacy Ratio), asset quality factor using the ratio of NPLs (Non Performing Loan) and PPAP (Allowance for Earning Assets), management factor using ratios NPM (Net Profit Margin), earnings factor using ROA (Return on Assets) and BOPO (Operating Expenses to Operating Income) and the liquidity factor using the ratio of Cash Ratio and LDR (Loan to Deposit ratio). The benchmark to determine the soundness of a bank after an assessment of each CAMEL's component as a variable of this study is by determine the results of the assessment classified to be bank's soundness ratings. Based on the results of research that has been done on BPR in Central Java during the study period of 2010 – 2011, states that the health of BPR in Central Java Province received the healthy predicate because CAMEL credit score more than 81 (minimum healthy) and asset quality factor using NPL ratio and PPAP are less support for the bank’s soundness because during the study period is decreasing and standard limit has not been reached.
SARIPATI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesehatan BPR di Propinsi Jawa Tengah dengan menggunakan metode CAMEL selama periode tahun 2010 – 2011 apakah termasuk dalam predikat sehat, cukup sehat, kurang sehat atau tidak sehat dan melihat rasio manakah yang kurang mendukung tingkat kesehatan BPR. Analisis CAMEL memiliki lima faktor, yaitu faktor permodalan menggunakan rasio CAR (Capital Adequacy Ratio), faktor kualitas aktiva produktif menggunakan rasio NPL (Non Performing Loan) dan PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif), faktor manajemen menggunakan rasio NPM (Net Profit Margin), faktor rentabilitas menggunakan rasio ROA (Return On Assets) dan BOPO (Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional) dan faktor likuiditas menggunakan rasio Cash Ratio dan LDR (Loan to Deposit Ratio). Adapun tolok ukur untuk menentukan tingkat kesehatan suatu bank setelah dilakukan penilaian terhadap masing-masing komponen CAMEL yang merupakan variabel dari penelitian ini, yaitu dengan menentukan hasil penilaian yang digolongkan menjadi peringkat kesehatan bank. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada BPR di Propinsi Jawa Tengah selama periode penelitian tahun 2010 – 2011 menyatakan bahwa tingkat kesehatan BPR di Propinsi Jawa Tengah mendapat predikat sehat karena nilai kredit CAMEL lebih dari 81 (batas minimum sehat) dan faktor kualitas aktiva produktif dengan rasio NPL dan PPAP adalah rasio yang kurang mendukung tingkat kesehatan bank karena selama periode penelitian kinerja manajemen mengalami penurunan dan belum mencapai batas standar.
1. PENDAHULUAN
Kesehatan bank merupakan kemampuan suatu bank untuk
melaksanakan kegiatan operasi perbankan secara normal dan mampu
memenuhi semua kewajibannya dengan baik melalui cara-cara yang sesuai
dengan peraturan yang berlaku (Susilo, 2000). Dalam menjaga kestabilan
industri perbankan seperti BPR tentu tidak lepas dari penilaian kinerja
keuangan (Setiawan, 2007). Tingkat kesehatan bank dapat dinilai
menggunakan beberapa indikator, salah satunya adalah laporan keuangan
bank yang bersangkutan. Berdasarkan laporan keuangan dapat dihitung
sejumlah rasio keuangan yang lazim dijadikan dasar penilaian tingkat
kesehatan BPR. Hasil analisis laporan keuangan dapat membantu
menginterpretasikan berbagai hubungan kunci serta kecenderungan yang
dapat memberikan dasar pertimbangan mengenai potensi keberhasilan
perusahaan di masa mendatang (Almilia dan Herdiningtyas, 2005).
Menilai tingkat kesehatan perbankan umumnya digunakan lima aspek
penilaian yaitu CAMEL (Capital, Assets, Management, Earnings, Liquidity)
yang diambil berdasarkan analisis laporan keuangan perusahaan (Machfoedz,
1994). Dari publikasi laporan keuangan BPR pada Bank Indonesia maka dapat
dikategorikan menjadi rasio CARatau rasio KPMM, NPL Net, PPAP, NPM,
ROA, BOPO, Cash Ratio dan LDR (www.bi.go.id). Hasil pengukuran
berdasarkan alat analisis CAMEL diterapkan untuk menentukan tingkat
kesehatan bank yang dikategorikan dalam empat predikat yaitu: “Sehat”, “Cukup Sehat”, “Kurang Sehat”, dan “Tidak Sehat” (Nugroho, 2011).
Penelitian Kalvin (2005) tentang Penilaian Kesehatan Keuangan Bank
dengan Analisis CAMEL (Studi Kasus pada BPR. ABC) menyatakan bahwa
tingkat kesehatan PT. BPR ABC dalam kurun waktu tiga tahun terakhir yaitu
2003 hingga 2005 mendapat predikat sehat dengan nilai total CAMEL. Sari
(2009) dalam penelitiannya pada Kasus: PT. BPR Agro Cipta Adiguna Pare,
Kediri menemukan bahwa tingkat kesehatan BPR Agro Cipta Adiguna
CAMEL yang dimiliki bank tersebut lebih dari 81 (batas minimum sehat).
Demikian juga Anggraeni (2011) meneliti PT. Bank Pembangunan Daerah
Jawa Tengah 2006 – 2009 bahwa tingkat kesehatan bank tersebut pada tahun 2006 – 2009 dinyatakan sehat.
Meskipun sudah terdapat berbagai penelitian tentang kesehatan BPR
namun sifatnya masih kasustik. Oleh karena itu, peneliti hendak menganalisis
tingkat kesehatan bank dengan cakupan yang lebih luas di Jawa Tengah.
Propinsi Jawa Tengah periode tahun 2009-2011 dipilih karena perkembangan
BPR Propinsi Jawa Tengah dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan
yang signifikan, baik dari sisi kelembagaan maupun kinerja. Berdasarkan pada
cetak biru BPR yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, menyatakan bahwa
dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, sejak Desember 2009 – Desember 2011, BPR Propinsi Jawa Tengah mengalami pertambahan total aset mencapai
17,9% dari Rp 11,36 triliun menjadi Rp 12,85 triliun pada tahun 2011. Dana
Pihak Ketiga (DPK) meningkat 15,0% dari Rp 7,67 triliun menjadi sebesar Rp
9,05 triliun. Sedangkan kredit tumbuh 20,2% dari Rp 8,68 triliun menjadi
sebesar Rp 9,79 triliun (www.bi.go.id).
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
tingkat kesehatan BPR Propinsi Jawa Tengah tahun 2009 – 2011 berdasarkan Rasio CAMEL dan Rasio CAMEL mana yang kurang mendukung kesehatan
BPR. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkaya
pengetahuan dalam bidang akuntansi, terutama dalam hal analisis laporan
keuangan untuk menilai tingkat kesehatan keuangan bank.
2. TELAAH PUSTAKA 2.1Rasio Keuangan CAMEL
Rasio keuangan berhubungan dengan kinerja perusahaan dan
membantu pemakai dalam mengambil keputusan keuangan. Ukuran dari
manfaat rasio keuangan dapat disediakan dengan menguji kekuatan dari
hubungannya (Chen dan Shimerda, 1981). Analisis rasio keuangan
keuangan. Rasio memperlihatkan hubungan matematis diantara satu kuantitas
dengan kuantitas lainnya. Hubungan ini dinyatakan dalam prosentase, tingkat,
maupun proporsi tunggal (Gamayuni, 2006). Rasio-rasio keuangan memberi
indikasi tentang keuangan dari suatu perusahaan (Winarto, 2006).
Unsur-unsur penilaian tingkat kesehatan bank dalam metode CAMEL
berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/12/KEP/DIR
tanggal 30 April 1997 perihal Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan BPR
sebagai berikut:
1. Permodalan (Capital)
Penilaian permodalan bertujuan untuk mengukur kemampuan bank dalam
menyerap kerugian-kerugian yang tidak dapat dihindari lagi serta dapat
pula digunakan untuk mengukur besar kecilnya kekayaan bank tersebut
atau kekayaan yang dimiliki oleh para pemegang sahamnya (Achmad dan
Kusumo, 2003). Standar yang ditetapkan Bank Indonesia untuk faktor
permodalan adalah menggunakan rasio CAR (Capital Adequacy Ratio)
atau KPMM (Kewajiban Penyediaan Modal Minimum) yang merupakan
rasio atau perbandingan antara modal bank dengan aktiva tertimbang
menurut risiko (ATMR) dan menjadi pedoman bank dalam melakukan
ekspansi di bidang perkreditan. Kriteria penilaian tingkat kesehatan rasio
modal terhadap aktiva tertimbang menurut risiko adalah ≥ 8% berpredikat
“Sehat”, 7,9 - < 8% berpredikat “Cukup Sehat”, 6,5 - < 7,9% berpredikat
“Kurang Sehat”, dan < 6,5% berpredikat “Tidak Sehat” (SK DIR BI No.
30/21/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 tentang tata cara penilaian tingkat
kesehatan bank).
2. Kualitas Aktiva Produktif (Asset)
Kualitas aktiva produktif adalah semua aktiva dalam rupiah atau valas
yang dimiliki oleh bank dengan maksud untuk memperoleh penghasilan
sesuai dengan fungsinya, yaitu pemberian kredit, kepemilikan surat-surat
berharga, penempatan dana kepada bank lain dari dalam maupun luar
negeri terkecuali penanaman dana dalam bentuk giro atau penyerahan
a. NPL (Non Performing Loan) adalah rasio yang menunjukkan
kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah
yang diberikan oleh bank. Kredit bermasalah adalah kredit dengan
kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet (Almilia dan
Herdiningtyas, 2005). NPL mencerminkan risiko kredit, semakin kecil
NPL semakin kecil risiko kredit yang ditanggung oleh bank. Bank
dengan NPL yang tinggi akan memperbesar biaya, baik pencadangan
aktiva produktif maupun biaya lainnya, sehingga berpotensi terhadap
kerugian bank (Nugroho, 2011). Kriteria penilaian tingkat kesehatan
rasio NPL adalah ≤ 5% berpredikat ”Sehat” dan > 5% berpredikat
”Tidak Sehat” yang menandakan bahwa menurunnya laba yang diterima oleh bank (SK DIR BI No. 30/21/KEP/DIR tanggal 30 April
1997 tentang tata cara penilaian tingkat kesehatan bank).
b. Rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) terhadap
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif yang Wajib Dibentuk
(PPAPWD) digunakan untuk menunjukkan kemampuan bank dalam
menjaga kolektibilitas atau pinjaman yang disalurkan semakin baik.
Kriteria penilaian tingkat kesehatan rasio PPAP adalah ≥ 81% berpredikat ”Sehat”, 66 - < 81% berpredikat ”Cukup Sehat”, 51 - <
66% berpredikat ”Kurang Sehat” dan < 51% berpredikat ”Tidak Sehat” (SK DIR BI No. 30/21/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 tentang tata cara penilaian tingkat kesehatan bank).
3. Manajemen (Management)
Penilaian manajemen didasarkan kepada manajemen permodalan,
manajemen aktiva, manajemen rentabilitas, manajemen likuiditas dan
manajemen umum. Angka perhitungan ini diperoleh melalui pengedaran
kuesioner kepada pihak manajemen, namun keterbatasan data dan sulitnya
untuk melakukan penelitian terhadap bank yang bersangkutan maka pada
penelitian ini tidak dapat menggunakan pola yang ditetapkan Bank
Indonesia, tetapi diproksikan dengan berdasarkan rasio laba bersih
Seluruh kegiatan manajemen tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi
dan bermuara pada perolehan laba (Nanang dan Sutapa, 2010). Semakin
tinggi laba maka kinerja manajemen dinilai semakin baik atau semakin
besar NPM dan tingkat kesehatan bank semakin bagus.
4. Rentabilitas (Earning)
Penilaian rentabilitas dimaksudkan untuk mengevaluasi kondisi dan
kemampuan rentabilitas bank dalam mendukung kegiatan operasional dan
permodalan dalam rangka menciptakan laba.
a. ROA (Return On Assets) adalah rasio yang untuk digunakan mengukur
kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba
sebelum pajak) yang dihasilkan dari rata-rata total aset bank yang
bersangkutan. Semakin tinggi aset bank dialokasikan pada pinjaman
dan semakin rendah rasio permodalan, maka kemungkinan bank untuk
gagal akan semakin meningkat. Sedangkan semakin tinggi nilai ROA,
maka kemungkinan bank akan gagal semakin kecil (Haryati, 2001).
Kriteria penilaian ROA adalah ≥ 1,215% berpredikat ”Sehat”, 0,99 - <
1,215% berpredikat ”Cukup Sehat”, 0,765 - < 0,99% berpredikat
”Kurang Sehat” dan < 0,765% berpredikat ”Tidak Sehat” (SK DIR BI No. 30/21/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 tentang tata cara penilaian
tingkat kesehatan bank).
c. BOPO (Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional) adalah
rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank
dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan
operasional (Mahardian, 2008). Kriteria penilaian BOPO adalah ≤ 93,52% berpredikat ” Sehat”, > 93,52 - ≤94,72% berpredikat ”Cukup
Sehat”, > 94,72 - ≤ 95,92% berpredikat ”Kurang Sehat” dan > 95,92%
5. Likuiditas (Liquidity)
Penilaian likuiditas dimaksudkan untuk mengevaluasi kemampuan bank
dalam memelihara tingkat likuiditas yang memadai dan kecukupan
manajemen risiko likuiditas.
a. Cash Ratio merupakan perbandingan antara aktiva likuid terhadap
hutang lancar. Aktiva Likuid yaitu kas dan penanaman pada bank lain
dalam bentuk giro dan tabungan (setelah dikurangi tabungan lain pada
bank). Hutang lancar yaitu meliputi kewajiban segera, tabungan dan
deposito (Taufik, 2012). Kriteria penilaian Cash Ratio adalah ≥ 4,05%
berpredikat ”Sehat”, 3,30 - < 4,05% berpredikat ”Cukup Sehat”, 2,55 - < 3,30% berpredikat ”Kurang Sehat” dan < 2,55% berpredikat ”Tidak
Sehat”.
b. LDR (Loan to Deposit Ratio) adalah rasio yang menunjukkan seberapa
jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang
dilakukan nasabah, dengan mengandalkan kredit yang diberikan
sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi rasio ini, semakin rendah
kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan
suatu bank dalam kondisi bermasalah akan semakin besar (Almilia dan
Herdiningtyas, 2005). Kriteria penilaian LDR ≤ 94,75% berpredikat
“Sehat”, > 94,75 - ≤ 98,50% berpredikat “Cukup Sehat”, > 98,50 - ≤
102,25% berpredikat “Kurang Sehat” dan > 102,25% berpredikat “Tidak Sehat” (SK DIR BI No. 30/21/KEP/DIR tanggal 30 April 1997
tentang tata cara penilaian tingkat kesehatan bank).
2.2Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Kesehatan bank adalah kemampuan suatu bank untuk melakukan
kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua
kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan
perbankan yang berlaku (Triandaru dan Totok, 2006:51). Supardi dan Mastuti
(2003) menyatakan bahwa manajemen cukup sering mengalami kegagalan
dengan jelas. Perusahaan menjadi tidak sehat (sakit), bahkan berkelanjutan
mengalami krisis yang berkepanjangan. Martin (1995) dalam Supardi dan
Mastuti (2003) menyatakan bahwa kondisi bermasalah sebagai suatu
kegagalan yang terjadi pada sebuah perusahaan.
Kesehatan bank diartikan sebagai kemampuan bank untuk melakukan
kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua
kewajibannya dengan baik melalui cara-cara yang sesuai dengan peraturan
perbankan yang berlaku (Susilo, 2000). Penilaian tingkat kesehatan bank
bertujuan untuk menerapkan prinsip kehati-hatian serta mengantisipasi risiko
yang timbul sehubungan dengan kegiatan operasional bank. Penetapan dan
implikasi strategi pengawasan bank yang dilakukan oleh bank Indonesia juga
menggunakan dasar penilaian tingkat kesehatan bank (Astutik, 2009).
Mengacu pada peraturan Bank Indonesia Tentang Sistem Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank yang menyatakan bahwa untuk menilai kesehatan
bank di Indonesia pada umumnya menggunakan rasio keuangan CAMEL.
Tingkat kesehatan BPR dinilai atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap
kondisi dan perkembangan suatu bank, yang meliputi aspek Capital
(Permodalan), Aset Quality (Kualitas Aktiva Produktif), Management
(Manajemen), Earning (Kemampuan mencetak laba/rentabilitas), dan
Liquidity (Likuiditas) atau biasa disingkat dengan CAMEL. Berikut ukuran
penilaian bobot CAMEL menurut BI:
Tabel 2.1
Ukuran Penilaian Bobot Camel
Faktor CAMEL Bobot
Permodalan 30%
Kualitas Aktiva Produktif 30%
Kulaitas Manajemen 20%
Rentabilitas 10%
Likuiditas 10%
Sumber: www.bi.go.id, diakses tahun 2012
Terhadap masing-masing komponen tersebut maka diberikan bobot
Berdasarkan nilai CAMEL secara keseluruhan maka dapat ditetapkan empat
golongan tingkat kesehatan bank. Berikut ukuran kesehatan BPR menurut BI:
Tabel 2.2
Ukuran Penilaian Tingkat Kesehatan BPR
Nilai Kredit CAMEL Predikat
81 – 100 Sehat
66 - < 81 Cukup Sehat
51 - < 66 Kurang Sehat
0 - < 51 Tidak Sehat
Sumber: www.bi.go.id, diakses tahun 2012
3. METODE PENELITIAN 3.1Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah BPR Propinsi Jawa Tengah yang
terdaftar di Bank Indonesia untuk periode pengamatan tahun 2009 - 2011.
Sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah BPR
pemerintah maupun swasta di Jawa Tengah periode tahun 2009 - 2011. Teknik
pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive
sampling yaitu sampel ditarik sejumlah tertentu dari populasi berdasarkan
kriteria sebagai berikut: 1). BPR di Jawa Tengah yang terdaftar di Bank
Indonesia tahun 2009 – 2011; 2). BPR tersebut menerbitkan Laporan Keuangan Tahunan selama tiga tahun yaitu tahun 2009 – 2011; 3). BPR tersebut mempunyai Laporan Keuangan yang berakhir 31 Desember; 4).
Terdapat data identitas yang lengkap (profil, alamat lokasi BPR).
Tabel 3.1
Pengambilan Sampel Penelitian
No. Kriteria Jumlah
1. Bank Perkreditan Rakyat Propinsi Jawa Tengah
yang terdaftar di Bank Indonesia tahun 2009 – 2011 260
2. Data tidak lengkap (200)
Sampel yang digunakan 60
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Dari 260 BPR Propinsi Jawa Tengah yang terdaftar di Bank Indonesia,
tersedianya data kualitas aktiva produktif pada laporan keuangan publikasi di
BPR Propinsi Jawa Tengah. Oleh karena itu, sampel yang dapat digunakan
untuk penelitian hanya 60 BPR pada tahun 2010 dan tahun 2011 yang sesuai
dengan kriteria pemilihan sampel.
3.2 Pengukuran Data
Pengukuran data pada variabel penelitian ini menggunakan rasio
keuangan dalam metode CAMEL sebagai berikut:
1. Permodalan
a. CAR merupakan perbandingan antara modal bank dengan aktiva
tertimbang menurut risiko/ATMR (kredit, penyertaan, surat berharga,
tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari modal sendiri disamping
memperoleh dana-dana dari sumber-sumber diluar bank.
*modal bank = modal inti + modal pelengkap
b. Perhitungan ATMR
ATMR = Aktiva neraca x bobot risiko
2. Kualitas Aktiva Produktif
a. NPL merupakan perbandingan antara total kredit bermasalah (kredit
yang termasuk dalam kategori kurang lancar, diragukan dan macet)
terhadap total kredit yang diberikan.
b. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) terhadap Penyisihan
Penghapusan Akiva Produktif Wajib Dibentuk (PPAPWD)
3. Faktor Manajamen
NPM merupakan perbandingan antara laba bersih dengan pendapatan
kegiatan manajemen permodalan, manajemen kualitas aktiva, manajemen
umum, manajemen rentabilitas, manajemen likuiditas pada akhirnya akan
bermuara untuk pencapaian laba dari operasional bank tersebut (Nadhif,
2007) dalam Ahmadi (2009).
4. Faktor Rentabilitas
a. ROA merupakan perbandingan antara laba sebelum pajak dengan total
aktiva suatu bank. Laba sebelum pajak adalah laba bersih dari kegiatan
operasional sebelum pajak dan total aktiva adalah rata-rata aktiva.
b. BOPO merupakan perbandingan antara biaya operasional dengan
pendapatan operasional suatu bank. Biaya operasional dihitung
berdasarkan penjumlahan dari total beban bunga dan total beban
operasional lainnya. Pendapatan operasional adalah penjumlahan dari
total pendapatan bunga dan total pendapatan operasional lainnya.
5. Faktor Likuiditas
a. Cash Ratio merupakan perbandingan kewajiban bersih terhadap aktiva
dalam rupiah.
b. LDR merupakan rasio kredit terhadap dana yang diterima oleh bank
dalam rupiah dan valuta asing (Rivai, 2007). Kredit yang diberikan
tidak termasuk kredit kepada bank lain, sedangkan dana yang diterima
adalah giro, tabungan, simpanan berjangka, sertifikat deposito.
3.3 Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode CAMEL bedasarkan Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia Nomor 30/12/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 perihal Tata Cara
Penilaian Tingkat Kesehatan BPR. Setelah dilakukan penilaian terhadap
masing-masing variabel rasio CAMEL kemudian menentukan nilai kredit dan
nilai kredit faktor masing-masing rasio CAMEL sebagai berikut:
1. Permodalan
Nilai kredit rasio CAR dihitung dengan formulasi sebagai berikut:
Nilai Kredit Rasio CAR =
Nilai Faktor CAR = NK Rasio CAR x Bobot Rasio CAR
2. Kualitas Aktiva Produktif
a. Nilai kredit rasio NPL dihitung dengan formulasi sebagai berikut:
Nilai Kredit Rasio NPL =
Nilai Faktor CAR = NK Rasio NPL x Bobot Rasio NPL
b. Nilai kredit rasio PPAP dihitung dengan formulasi sebagai berikut:
Nilai Kredit Rasio PPAP = 1 +
Nilai Faktor CAR = NK Rasio PPAP x Bobot Rasio PPAP 3. Manajemen
Oleh karena menggunakan pendekatan NPM maka penilaian terhadap
kualitas manajemen yaitu semakin besar nilai prosentase (%) rasio maka
menunjukkan kinerja manajemen semakin baik dan sebaliknya (Sawir,
2001:31).
4. Rentabilitas
a. Nilai kredit rasio ROA dihitung dengan formulasi sebagai berikut:
Nilai Kredit Rasio ROA =
Nilai Faktor ROA = NK Rasio ROA x Bobot Rasio ROA
Nilai Kredit Rasio BOPO =
Nilai Faktor BOPO = NK Rasio BOPO x Bobot Rasio BOPO 5. Likuiditas
a. Nilai kredit Cash Ratio dihitung dengan formulasi sebagai berikut:
Nilai Kredit Rasio Cash Ratio =
Nilai Faktor = NK Rasio Cash Ratio x Bobot Rasio Cash Ratio
b. Nilai kredit rasio LDR dihitung dengan formulasi sebagai berikut:
Nilai Kredit Rasio LDR =
Nilai Faktor LDR = NK Rasio LDR x Bobot Rasio LDR
4. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Statistik Deskriptif
Tabel 4 berisi statistik deskriptif untuk menjelaskan gambaran data
yang digunakan dalam penelitian ini berupa nilai minimum, nilai maximum,
nilai rata-rata dan nilai standar deviation dari rasio CAR, NPL, PPAP, NPM,
Tabel 4.1
Hasil Statistik Deskriptif 2010 – 2011 (dalam prosentase)
Variabel Minimum Maximum Mean Std.Dev Panel A: CAR
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Berdasarkan Tabel 4, rasio CAR pada BPR di Jawa Tengah selama
tahun 2010 – 2011 mengalami penurunan. Dapat dilihat dari rata-rata rasio CAR dari tahun 2010 sebesar 30,96% dan menurun di tahun 2011 menjadi
24,98%. Standar minimum untuk rasio CAR yaitu 8%, semakin tinggi rasio
CAR yang dimiliki bank maka semakin baik kinerja bank dan semakin kecil
menyediakan modal dalam jumlah yang besar. Meskipun mengalami
penurunan sebesar 5,98% dan terdapat nilai minimum negatif pada tahun
2010, rata-rata BPR di Jawa Tengah selama tahun 2010 – 2011 mampu untuk menjaga posisi CAR diatas standar minimum yang telah ditetapkan oleh Bank
Indonesia. Hal ini menandakan bahwa BPR di Jawa Tengah masih memiliki
peluang yang luas dalam menyalurkan kredit kepada masyarakat karena
berdasarkan data yang diperoleh masih memiliki kelebihan modal yang dapat
dilihat dari ATMR yang cukup baik dan modal minimum yang lebih kecil dari
modal. Namun, dengan kondisi tersebut BPR di Jawa Tengah harus lebih
berhati-hati lagi dalam menyalurkan kredit kepada masyarakat dari tabungan
maupun deposito untuk menghindari terjadinya kredit bermasalah.
Berdasarkan Tabel 4, rasio NPL pada BPR di Jawa Tengah selama
tahun 2010 – 2011 mengalami penurunan. Dapat dilihat dari rata-rata NPL dari tahun 2010 sebesar 7,03% lalu menurun sebesar 0,31% menjadi 6,72% di
tahun 2011. Standar rasio NPL yaitu ≤ 5%, semakin tinggi rasio NPL menandakan bahwa semakin tinggi risiko bank memiliki aktiva produktif yang
bermasalah dan menandakan bahwa menurunnya laba yang diterima oleh bank
karena NPL sendiri memiliki hubungan yang negatif dengan perubahan laba,
sehingga apabila rasio NPL meningkat maka laba yang dihasilkan justru
menurun. Berdasarkan data yang diperoleh, rata-rata BPR di Jawa Tengah
selama periode penelitian mengalami peningkatan pada kualitas aktiva tidak
produktif (kredit bermasalah), sehingga kualitas aktiva produktif juga akan
menghasilkan nilai yang tinggi karena komponen ini terdiri dari kredit
bermasalah dan kredit lancar. Apabila nilai kredit bermasalah yang merupakan
komponen kualitas aktiva produktif bermasalah sudah tinggi maka nilai aktiva
produktif yang dihasilkan juga akan tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa
selama periode penelitian masih ada beberapa BPR di Jawa Tengah yang
belum menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit karena
rasio NPL masih melebihi dari standar yang ditetapkan Bank Indonesia.
Berdasarkan Tabel 4, rasio PPAP pada BPR di Jawa Tengah selama
dari tahun 2010 sebesar 53,29% lalu menurun sebesar 4,28% menjadi 49,01%
di tahun 2011. Standar rasio PPAP yaitu ≥ 81%, semakin tinggi rasio ini berarti semakin baik posisi aktiva lancar untuk memenuhi kewajiban jangka
pendeknya yang harus segera dipenuhi. Rata-rata PPAP pada BPR di Jawa
Tengah selama tahun 2010 termasuk kurang sehat dan tahun 2011 termasuk
tidak sehat karena berada dibawah standar yang ditetapkan Bank Indonesia.
Berdasarkan Tabel 4, rasio NPM pada BPR di Jawa Tengah selama
tahun 2010 – 2011 mengalami peningkatan. Dapat dilihat dari rata-rata rasio NPM dari tahun 2010 sebesar 10,71% dan meningkat sebesar 5,5% pada tahun
2011 menjadi 16,21%. Semakin besar nilai rasionya, mengindikasikan tingkat
kesehatan bank semakin baik. Berdasarkan data yang diperoleh, rata-rata BPR
di Jawa Tengah selama periode penelitian mengalami peningkatan pada laba
bersih dan pendapatan operasional yang menjadikan rasio selama periode
penelitian mengalami peningkatan. Angka NPM menunjukkan kemampuan
bank dalam menghasilkan laba bersih sebelum pajak (net income) ditinjau dari
sudut pendapatan operasinya sebesar 10,71% pada tahun 2010 dan 16,21%
pada tahun 2011. Hal tersebut menandakan bahwa selama periode penelitian
menunjukkan peningkatan dalam kinerja manajemen BPR di Jawa Tengah.
Berdasarkan Tabel 4, rasio ROA pada BPR di Jawa Tengah selama
tahun 2010 – 2011 mengalami peningkatan. Dapat dilihat rata-rata rasio ROA pada tahun 2010 sebesar 2,94% dan meningkat sebesar 1,53% menjadi 4,47%
di tahun 2011. Standar rasio ROA yaitu 1,215%, semakin besar rasio ROA
bank maka menunjukkan tingkat keuntungan (laba) yang dicapai bank
membesar/meningkat. Hal ini menandakan bahwa semakin baik posisi bank
dari segi penggunaan dan pemanfaatan aset yang dimilikinya. Meskipun
terdapat nilai minimum negatif yang mengindikasikan adanya bank yang
mengalami kerugian, rata-rata rasio ROA selama periode penelitian
memperlihatkan kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan
(laba) secara keseluruhan relatif tinggi. Hal ini menunjukkan BPR di Jawa
Berdasarkan Tabel 4, rasio BOPO pada BPR di Jawa Tengah tahun
2010 – 2011 mengalami penurunan. Dapat dilihat dari nilai rata-rata yang didapat pada tahun 2010 sebesar 87,96% lalu mengalami penurunan sebesar
6,62% dan menjadi 81,34% pada tahun 2011. Standar rasio BOPO yaitu ≤ 93,52%, semakin kecil rasio BOPO berarti semakin efisien biaya operasional
yang dikeluarkan bank yang bersangkutan, sehingga kemungkinan suatu bank
dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Meskipun pada rasio BOPO ini
terdapat nilai maksimum 188,29% pada tahun 2010 dan 125,33% pada tahun
2011 yang melebihi nilai yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, selama
periode penelitian BPR di Jawa tengah rata-rata mengalami penurunan. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin rendah prosentase BOPO maka akan semakin
baik keadaan BPR di Jawa Tengah dikarenakan biaya operasional yang
digunakan semakin kecil.
Berdasarkan Tabel 4, Cash Ratio pada BPR di Jawa Tengah selama
tahun 2010 – 2011 mengalami penurunan. Dilihat dari rata-rata Cash Ratio dari tahun 2010 sebesar 21,53% lalu menurun sebesar 0,66% menjadi 20,87%
di tahun 2011. Standar Cash Ratio yang ditetapkan Bank Indonesia, yaitu ≥ 4,05%. Berdasarkan data yang diperoleh, rata-rata BPR di Jawa Tengah
selama periode penelitian mengalami penurunan. Hal tersebut menunjukkan
bahwa selama periode penelitian masih ada beberapa BPR di Jawa Tengah
yang belum menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit
karena Cash Ratio masih melebihi dari standar yang ditetapkan Bank
Indonesia.
Berdasarkan Tabel 4, BPR di Jawa Tengah selama tahun 2010 – 2011 mengalami penurunan pada rasio LDR. Pada tahun 2010 rasio LDR sebesar
83,83% lalu menurun sebesar 4,98% dan menjadi 78,85% pada tahun 2011.
Standar rasio LDR yaitu ≤ 94,75%, semakin tinggi rasio LDR maka semakin rendah pula kemampuan likuiditas suatu bank. Penurunan ini menunjukkan
bahwa selama periode penelitian BPR di Jawa Tengah membaik meskipun
terdapat nilai maksimum sebesar 130,65% pada tahun 2010 yang melebihi
rata-rata BPR di Jawa Tengah selama periode penelitian mengalami kenaikan pada
dana yang diterima oleh bank melalui pembiayaan yang menjadikan rasio
selama periode penelitian mengalami penurunan.
4.2Kesehatan BPR berdasarkan Rasio CAMEL
Setelah melakukan perhitungan nilai rasio CAMEL, selanjutnya adalah
melakukan analisis nilai kredit faktor rasio CAMEL pada BPR di Jawa
Tengah tahun 2010 – 2011 dengan mengalikan bobot rasio.
Tabel 4.2
Rata-rata Nilai Kredit Faktor CAMEL Tahun 2010 - 2011
No. Faktor yang Dinilai Bobot Rasio (%)
Keterangan: * Rasio = rumus masing-masing rasio ** Nilai Kredit = formulasi masing-masing rasio *** NK Faktor = nilai maksimum x bobot rasio
Nilai Kredit Faktor untuk rasio CAR pada faktor permodalan sebesar
30 dimana nilai tersebut menunjukkan bahwa rasio CAR baik selama tahun
2010 maupun tahun 2011 memenuhi nilai maksimum dari prosentase pada
bobot faktor permodalan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Hal tersebut
mampu dalam menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha serta
menampung kemungkinan risiko kerugian yang diakibatkan dalam
operasional bank.
Nilai Kredit Faktor untuk rasio NPL pada faktor kualitas aktiva
produktif sebesar 25 baik pada tahun 2010 maupun tahun 2011 sedangkan
rasio PPAP sebesar 2,66 pada tahun 2010 dan sebesar 2,45 pada tahun 2011.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas aktiva produktif selama periode
penelitian tahun 2010 – 2011 belum memenuhi nilai maksimum dari prosentase bobot rasio, yang berarti BPR di Propinsi Jawa Tengah masih
kurang didalam menunjukkan kemampuan bank dalam menjaga kolektibilitas
atau pinjaman yang disalurkan.
Nilai Kredit Faktor untuk rasio NPM pada faktor manajemen sebesar
20 dimana nilai tersebut menunjukkan bahwa rasio NPM baik selama tahun
2010 maupun tahun 2011 memenuhi nilai maksimum dari prosentase pada
bobot faktor manajemen yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kemampuan bank dalam mengumpulkan tingkat
keuntungan (laba) yang diperoleh lebih besar dibandingkan dengan
pendapatan yang diterima dari kegiatan operasionalnya.
Nilai Kredit Faktor untuk rasio ROA pada faktor rentabilitas sebesar 5
dimana nilai tersebut menunjukkan bahwa rasio ROA baik selama tahun 2010
maupun tahun 2011 memenuhi nilai maksimum dari prosentase pada bobot
faktor rentabilitas untuk rasio ROA yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Hal
tersebut menunjukkan bahwa tingkat keuntungan yang dicapai bank semakin
besar dan posisi bank dalam penggunaan aset juga semakin baik. Sedangkan
Nilai Kredit Faktor untuk rasio BOPO sebesar 5 dimana nilai tersebut juga
menunjukkan bahwa rasio BOPO baik selama tahun 2010 maupun tahun 2011
memenuhi nilai maksimum dari prosentase rasio BOPO yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa BPR di Jawa Tengah
selama periode penelitian semakin efisien dalam melakukan kegiatan
operasionalnya, karena biaya yang dikeluarkan lebih kecil dibandingkan
Nilai Kredit Faktor untuk Cash Ratio pada faktor likuiditas sebesar 5
dimana nilai tersebut menunjukkan bahwa Cash Ratio baik selama tahun 2010
maupun tahun 2011 memenuhi nilai maksimum dari prosentase pada bobot
faktor likuiditas untuk Cash Ratio yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Sedangkan Nilai Kredit Faktor untuk rasio LDR sebesar 5 dimana nilai
tersebut juga menunjukkan bahwa rasio LDR baik selama tahun 2010 maupun
tahun 2011 memenuhi nilai maksimum dari prosentase rasio LDR yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa
kemampuan BPR di Jawa Tengah selama periode penelitian baik didalam
membayar kembali simpanan nasabah (deposan) pada saat ditarik dengan
menggunakan alat likuid yang dimilikinya.
Untuk mengetahui tingkat kesehatan BPR di Jawa Tengah selama
periode tahun 2010 – 2011 berdasarkan rasio CAMEL, dapat dilihat dari tabel rekapitulasi tingkat kesehatan BPR di Jawa Tengah tahun 2010 – 2011:
Tabel 4.3
Rekapitulasi Tingkat Kesehatan BPR
Tahun
Kriteria
2010 2011
Pemda Swasta Pemda Swasta
Sehat 18 34 19 34
Cukup Sehat 1 4 1 5
Kurang Sehat 2 1 - 1
Tidak Sehat - - - -
Total 60 60
Sumber: Lampiran 3
Secara umum, BPR di Jawa Tengah selama periode penelitian
memiliki predikat sehat. Namun, terdapat BPR yang diantaranya termasuk
dalam predikat cukup sehat, kurang sehat dan tidak sehat. Dari Tabel 4.3 dapat
diketahui bahwa BPR di Jawa Tengah tahun 2010 yang termasuk pada
predikat sehat dalam rentang nilai 81 – 100 berjumlah 52 BPR diantaranya 18 BPR milik pemda dan 34 BPR milik swasta, sedangkan pada tahun 2011
berjumlah 53 BPR diantaranya 19 BPR milik pemda dan 34 BPR milik
rentang 66 - < 81 berjumlah 5 BPR diantaranya 1 BPR milik pemda dan 4
BPR milik swasta sedangkan pada tahun 2011 berjumlah 6 BPR diantaranya
1 BPR milik pemda dan 5 BPR milik swasta. Tahun 2010 BPR yang termasuk
predikat kurang sehat dalam rentang 51 - < 66 berjumlah 3 BPR diantaranya 2
BPR milik pemda dan 1 BPR milik swasta sedangkan pada tahun 2011
berjumlah 1 BPR milik swasta. Sedangkan BPR yang termasuk predikat tidak
sehat dalam rentang 0 - < 51 tidak ada baik BPR milik pemda maupun milik
swasta.
Hasil rekapitulasi tersebut menunjukkan bahwa tingkat kesehatan BPR
di Jawa Tengah selama periode penelitian tahun 2010 sampai dengan tahun
2011 mengalami kenaikan. Dapat dilihat dari Tabel 4.3 dengan jumlah 52
BPR berada di posisi sehat pada tahun 2010 dan meningkat pada tahun 2011
dengan jumlah 53 BPR. Sedangkan terdapat 5 BPR berada di posisi cukup
sehat pada tahun 2010 dan meningkat pada tahun 2011 menjadi 6 BPR. Selain
itu, didukung pula dengan berkurangnya BPR yang berpredikat kurang sehat
pada tahun 2010 dengan jumlah 3 BPR dan pada tahun 2011 menjadi 1 BPR,
serta ditunjukkan pula dengan BPR yang berpredikat tidak sehat pun tetap
tidak ada perubahan baik tahun 2010 maupun tahun 2011.
4.3 Rasio CAMEL yang Kurang Mendukung Tingkat Kesehatan BPR
Untuk mengetahui rasio CAMEL mana yang kurang mendukung
Tabel 4.4
Rekapitulasi Rasio CAMEL Tahun 2010 – 2011 Kriteria
Rasio Sehat Cukup Sehat Kurang Sehat Tidak Sehat CAR 0,99%, tidak sehat < 0,765%
BOPO = sehat ≤ 93,52%, cukup sehat > 93,52 -≤ 94,72%, kurang sehat > 94,72 -≤ 95,92%, tidak sehat > 95,92%
Cash Ratio = sehat ≥ 4,05%, cukup sehat 3,30 -< 4,05%, kurang sehat 2,55 -< 3,30%, tidak sehat < 2,55%
LDR = sehat ≤ 94,75%, cukup sehat > 94,75 -≤ 98,50%, kurang sehat > 98,50 -≤ 102,25%, tidak sehat > 102,25%
Tingkat kesehatan untuk rasio CAR menunjukkan bahwa lebih banyak
BPR yang termasuk sehat, ditunjukkan dari 57 BPR pada tahun 2010 dan 59
BPR pada tahun 2011, sedangkan hanya 1 BPR yang termasuk tidak sehat.
Namun, untuk rasio NPL menunjukkan bahwa terdapat BPR yang tidak sehat
dimana jumlahnya melebihi BPR yang sehat, yaitu 21 BPR pada tahun 2010
tidak sehat selama periode penelitian. Sama halnya dengan rasio PPAP yang
juga menunjukkan bahwa BPR pada rasio ini cenderung tidak sehat,
ditunjukkan dari BPR yang sehat sebanyak 15 BPR di tahun 2010 dan 11 BPR
di tahun 2011 sedangkan terdapat 71 BPR yang tidak sehat selama periode
penelitian.
Selama periode penelitian, pada rasio ROA menunjukkan bahwa lebih
banyak BPR di Jawa Tengah yang termasuk sehat, yaitu 49 BPR di tahun
2010 dan 54 BPR di tahun 2011 sedangkan yang tidak sehat lebih sedikit yaitu
sebanyak 8 BPR di tahun 2010 dan berkurang menjadi 4 BPR di tahun 2011.
Demikian juga dengan rasio BOPO yang menunjukkan bahwa lebih banyak
BPR yang termasuk sehat sebanyak 48 BPR di tahun 2010 dan meningkat
menjadi 52 BPR di tahun 2011, sedangkan yang tidak sehat sebanyak 12 BPR
selama tahun 2010 – 2011. Pada Cash Ratio juga menunjukkan bahwa BPR di Jawa Tengah termasuk sehat ditunjukkan dari hasil penelitian sebanyak 43
BPR di tahun 2010 dan 41 BPR di tahun 2011, sedangkan yang tidak sehat
terdapat 25 BPR selama periode penelitian. Sama halnya dengan rasio LDR,
selama periode penelitian sebanyak 50 BPR dan 57 BPR yang termasuk sehat
sedangkan 7 BPR yang termasuk tidak sehat.
4.4 Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis tingkat kesehatan keuangan bank pada BPR
di Jawa Tengah untuk faktor permodalan dengan rasio CAR selama tahun
2010 – 2011 termasuk dalam predikat sehat. Hal ini menunjukkan bahwa BPR di Jawa Tengah dengan kecukupan modalnya mampu untuk menutupi risiko
kemungkinan kerugian yang ditimbulkan dari kegiatan usaha bank tersebut.
Hal ini sejalan dengan penelitian dari Mahardian (2008) dimana CAR
berpengaruh positif terhadap kinerja perbankan yang membuktikan bahwa
peran kecukupan modal bank dalam menjalankan usaha pokoknya adalah hal
yang mutlak harus dipenuhi, sehingga dengan terpenuhinya CAR maka bank
Tingkat kesehatan keuangan bank pada BPR di Jawa Tengah untuk
faktor kualitas aktiva produktif dengan rasio NPL dan PPAP selama tahun
2010 – 2011 termasuk dalam predikat tidak sehat yang menunjukkan bahwa banyaknya BPR di Jawa Tengah yang mengalami penurunan pada faktor
kualitas produktif ini. Rasio NPL yang melebihi batas standar yang ditetapkan
dan rasio PPAP yang tidak mencapai standar yang ditetapkan mencerminkan
bahwa semakin besarnya biaya baik pencadangan aktiva produktif maupun
biaya lainnya, sehingga berpotensi terhadap kerugian bank (Mawardi, 2005).
Seperti penelitian Almilia dan Herdiningtyas (2005) yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan positif antara rasio NPL dengan tingkat prediksi kondisi
bermasalah pada sektor perbankan. Hal ini merupakan dampak dari pemberian
kredit yang tingkat kolektibilitasnya rendah, sehingga dana yang dikelola tidak
produktif dalam menghasilkan laba sebagaimana mestinya. Djohanputro dan
Kountur (2007) serta Ristadewi (2009) mengungkapkan bahwa faktor
penyebab tingginya NPL pada BPR dipengaruhi oleh kemampuan bank dalam
menjalankan proses pemberian kredit dengan baik maupun dalam hal
pengelolaan kredit, termasuk tindakan pemantauan (monitoring) setelah kredit
disalurkan dan tindakan pengendalian bila terdapat indikasi penyimpangan
kredit maupun indikasi gagal bayar, kondisi internal bank, kondisi calon
debitur dan kondisi lingkungan bank.
Penilaian terhadap faktor manajemen pada penelitian ini menggunakan
rasio NPM yang erat hubungannya dengan kegiatan manajemen permodalan.
Sawir (2011) mengungkapkan bahwa semakin besar nilai presentasinya maka
semakin bagus dalam menunjukkan kinerja yang baik dan sebaliknya. Sejalan
dengan hal tersebut, dalam penelitian ini tingkat kesehatan keuangan bank
pada BPR di Jawa Tengah selama tahun 2010 – 2011 mengalami peningkatan pada rasio NPM, yang berarti kinerja manajemen BPR semakin bagus dan
meningkatkan kesehatan bank.
Tingkat kesehatan keuangan bank pada BPR di Jawa Tengah untuk
standar yang ditetapkan. Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan penelitian
Almilia dan Herdiningtyas (2005) yang menyatakan bahwa rasio ROA
mempunyai pengaruh negatif yang artinya semakin rendah rasio ini semakin
besar kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah dan rasio BOPO
mempunyai pengaruh positif yang artinya semakin tinggi rasio ini
kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Hal ini
menunjukkan bahwa kegiatan yang dilakukan berjalan secara efisien sehingga
meningkatkan kinerja keuangan bank tersebut.
Tingkat kesehatan keuangan bank pada BPR di Jawa Tengah untuk
faktor likuiditas dengan Cash Ratio dan LDR selama tahun 2010 – 2011 termasuk dalam predikat sehat dimana kedua rasio tersebut telah mencapai
standar yang ditetapkan. Seperti penelitian Achmad dan Kusumo (2003) yang
menyatakan bahwa komponen likuiditas mampu menunjukkan pengaruh
rasio-rasio keuangan yang masuk ke dalam kelompok-kelompok tersebut
terhadap kebangkrutan suatu bank pada periode dua tahun dan tiga tahun
sebelum kebangkrutan.
Berdasarkan analisis data menunjukkan bahwa perkembangan tingkat
kesehatan pada BPR di Jawa Tengah dengan menggunakan rasio CAMEL
sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan
melihat faktor modal, aktiva produktif, manajemen, rentabilitas dan
likuiditasnya selama tahun 2010 - 2011 diperoleh predikat sehat. Jumlah BPR
yang termasuk sehat sebanyak 52 BPR pada tahun 2010 dan meningkat
menjadi 53 BPR pada tahun 2011, sedangkan BPR yang tidak sehat sebanyak
4 BPR pada tahun 2010 dan menurun menjadi 1 BPR pada tahun 2011. Hasil
tersebut sejalan dengan penelitian Anggraeni (2011) yang menyatakan dalam
penelitiannya bahwa penilaian tingkat kesehatan dengan menggunakan
metode CAMEL (Studi Kasus pada PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa
5. PENUTUP 5.1Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis tingkat kesehatan bank pada BPR di Jawa
Tengah selama tahun 2010 – 2011, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Tingkat kesehatan BPR di Jawa Tengah periode 2010 sampai dengan 2011
seluruhnya mendapat predikat sehat karena nilai kredit CAMEL yang
diperoleh berada diatas 81 (batas minimum sehat) dan mengalami
peningkatan pada BPR yang berpredikat sehat dari tahun 2010 sebanyak
52 BPR dan naik menjadi 53 BPR di tahun 2011.
2. Secara umum Faktor Kualitas Aktiva Produktif dalam rasio CAMEL
kurang mendukung pada tingkat kesehatan BPR di Jawa Tengah periode
2010 sampai dengan 2011. Rasio NPL dan PPAP menunjukkan penurunan
yang terlihat dari jumlah BPR yang berpredikat sehat lebih sedikit
daripada jumlah BPR yang berpredikat tidak sehat.
5.2Saran
Berdasarkan hasil analisis, pembahasan dan kesimpulan yang telah
dibahas sebelumnya, saran yang dapat disampaikan adalah:
1. Nilai kualitas aktiva produktif yang belum memenuhi batas standar dapat
diperbaiki. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kualitas aktiva
produktif belum meningkat ditunjukkan pada rasio NPL dan PPAP yang
belum memenuhi batas standar. Sebaiknya bank menerapkan prinsip
kehati-hatian dalam menyalurkan kredit kepada setiap nasabah BPR di
Jawa Tengah yang lebih ketat lagi dalam artian kredit hanya diberikan
kepada nasabah yang benar-benar memegang janjinya untuk melakukan
kewajiban membayar kembali dana dan bunganya. Dalam pemberian
kredit kepada nasabah bank tetap menjaga prinsip 5C yaitu character,
capacity, capital, collateral dan condition of economy dimana persyaratan
tersebut harus dipenuhi untuk menjaga prinsip prudential banking (prinsip
kehati-hatian). Character nasabah merupakan unsur yang diutamakan
nasabah dalam memberikan informasi, keberadaaan nasabah di lingkungan
sekitar serta kesungguhan nasabah dalam mengangsur ke BPR hingga
lunas.
2. Predikat sebagai bank sehat yang telah dicapai oleh BPR sebaiknya tetap
dipertahankan dengan terus meningkatkan kualitas pelayanan terhadap
nasabah disertai pula dengan menjaga setiap faktor CAMEL supaya
masing-masing faktor dapat mencapai batas minimum sehat sehingga
tingkat kesehatan bank tetap terjaga dan meningkat.
5.3Keterbatasan dan Agenda Penelitian
1. Penelitian ini hanya menggunakan periode pengamatan yang relatif
singkat dikarenakan data yang diunggah dibatasi dua tahun terakhir. Oleh
karena itu, peneliti selanjutnya disarankan yang memiliki akses tentang
informasi data-data BPR di Bank Indonesia dengan penelitian yang lebih
lengkap dan jangka waktu periode penelitian yang lebih panjang.
2. Pada faktor manajemen tidak mengikuti pola pengukuran yang ditetapkan
Bank Indonesia karena sulitnya melakukan pengukuran terhadap faktor
manajemen ini, maka menggunakan pendekatan NPM untuk memudahkan
pengukuran aspek/faktor tersebut. Peneliti selanjutnya disarankan dapat
melibatkan jumlah sampel BPR yang lebih sedikit sehingga dapat
mengikuti pengukuran faktor manajemen seperti yang ditetapkan oleh
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, T. dan Willyanto Kartiko Kusumo. 2003. Analisis Rasio-Rasio Keuangan Sebagai Indikator dalam Memprediksi Potensi Kebangkrutan Perbankan di Indonesia. Media Ekonomi & Bisnis. Vol.XV, No.1, Juni
Ahmadi, Imam. 2009. Analisis Model Z-Score dan Rasio Camel untuk Menilai Tingkat Kesehatan Perbankan. Skripsi S1 Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang (dipublikasikan)
Almilia, L.S. dan Winny Herdiningtyas. 2005. “Analisis Rasio Camel terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah pada Lembaga Perbankan Periode
2000-2002”. Jurnal Akuntansi & Keuangan. Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra. Vol.7, No.2
Anggraeni, Oktafrida. 2011. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank dengan Menggunakan Metode Camel pada PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah Tahun 2006 – 2009. Skripsi Program S1 Universitas Diponegoro Semarang (dipublikasikan)
Astutik, Evi. 2009. Analisis Kesehatan Bank Berdasarkan Model Camels pada Perusahaan Perbankan Go Publik yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2005-2007. Skripsi Tesis Universitas Muhammadiyah Surakarta
Bank Indonesia. 1997. Surat Keputuasan Direksi Bank Indonesia No.30/12/KEP/DIR/1997 tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat. Bank Indonesia, Jakarta
Chen, K. H., dan Shimerda, T. A. 1981. An Empirical Analysis of Useful Financial Ratios, Financial Management. pp.51-60
Dendawijaya, Lukman. 2005. Manajemen Perbankan. Edisi Kedua, Ghalia Indonesia, Jakarta
Djohanputro, Bramantyo dan Ronny Kountur. 2007. Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR).www.profi.or.id
Gamayuni, R. R. 2006. “Rasio Keuangan Sebagai Prediktor Kegagalan Perusahaan di Indonesia”. Jurnal Bisnis dan Manajemen. Vol. 3, No. 1, September 2006, pp.15-38
Haryati, S. 2006. “Studi Tentang Model Prediksi Tingkat Kesehatan Bank Umum Swasta Nasional Indonesia.” Jurnal Ventura. Vol.9, No.3, Desember 2006, pp.1-19
Kalvin. 2005. “Penilaian Kesehatan Bank dengan Metode CAMEL (studi kasus
pada BPR. ABC)”
Laksito dan Sutapa. 2007. ”Memprediksi Kesehatan Bank dengan Rasio Camels
Machfoedz, M. 1994. The Usefulness of Financial Ratio in Indonesia. Jurnal KELOLA. September: 94-110
Mahardian, Pandu. 2008. Analisis Pengaruh Rasio CAR, BOPO, NPL, NIM dan LDR terhadap Kinerja Keuangan Perbankan (Studi Kasus Perusahaan Perbankan yang Tercatat di BEJ periode Juni 2002 – Juni 2007). Tesis Program S2 Program Pascasarjana Universitas Diponegoro (dipublikasikan)
Mawardi, Wisnu. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan Bank Umum di Indonesia (Studi Kasus pada Bank Umum dengan Total Asset Kurang dari 1 Triliun). Jurnal Bisnis Strategi. Vol.14, No.1, Juli, pp.83-94
Merkusiwati, Ni Ketut Lely Aryani. 2007. Evaluasi Pengaruh CAMEL terhadap Kinerja Perusahaan. Buletin Studi Ekonomi. VOL.12, No.1, hal.100-108
Nanang dan Sutapa. 2010. Model Prediksi Tingkat Kesehatan Bank Melalui Rasio Camels. Universitas Islam Sultan Agung
Nugroho, Aji. 2011. Analisis Pengaruh Rasio CAR, NPL, ROA, BOPO, dan LDR Terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah Usaha Perbankan di Indonesia Versi Majalah Infobank. Skripsi Program S1 Univesritas Diponegoro (dipublikasikan)
Ristadewi, Ida Ayu Arie. 2009. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008 dengan Metode CAMEL. Skripsi Jurusan Akuntansi Universitas Udayana
Rivai, Veithzal dan Andria Permata Veithzal. 2006. Credit Management Handbook: Teori, Konsep, Prosedur dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir dan Nasabah. PT. Raja Grafindo, Jakarta
Sari, N.N. 2009. Analisis Tingkat Kesehatan Bank dengan Bantuan Program Komputer (Studi Kasus: PT. BPR Agro Cipta Adiguna Pare, Kediri). Skripsi Program S1 Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (dipublikasikan)
Sawir, Agnes. 2001. Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Setiawan, A.E. 2007. Hubungan Kinerja BPR dan EVA (Studi pada BPR yang Beroperasi di Jawa Tengah Tahun 2009). Skripsi Program S1 Universitas Kristen Satya Wacana (tidak dipublikasikan)
Supardi dan Sri Mastuti. 2003. Validitas Penggunaan Z-Score Altman untuk Menilai Kondisi Bermasalah pada Perusahaan Perbankan Go Public di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Kompak. No.7, Januari-April, hal.68-93
Taufik, A.D. 2012. Analisis Penilaian Tingkat Kesehatan BPR. Hasa Mitra dengan Metode Camel (periode 2006 – 2010). Skripsi Program S1 Universitas Hasanuddin Makasar (dipublikasikan)
Triandaru, Sigit dan Totok Budisantoso. 2006. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Edisi 2, Salemba Empat, Jakarta
Winarto, Jacinta. 2006. “Prediksi Kinerja Keuangan Perusahaan dengan
Pendekatan Bankruptcy Model Altman’s Z-Score”. Jurnal MODUS. Vol.18 (1), pp.1-9
LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran 1
SAMPEL BANK PERKREDITAN RAKYAT
PROPINSI JAWA TENGAH
NO. NAMA BANK PERKREDITAN RAKYAT
1 BPR BKK BLORA 8 BPR UKABIMA SEJAHTERA 9 BPR ARTAMAS
10 BPR ARTHA MRANGGENJAYA 11 BPR KARTICENTRA ARTHA 12 BPR BKK PURWODADI 13 BPR WIROSARI IJO 14 BPR BKK JEPARA KOTA
15 BPR NUSAMBA PECANGAN JEPARA 16 BPR BANK KARANGANYAR
17 BPR CITA DEWI
18 BPR TAWANGMANGU JAYA 19 BPR KENDALI ARTHA 20 BPR BKK KENDAL
21 BPR ARTHA KALIWUNGU 22 BPR DHANATANI CEPIRING 23 BPR WELERI JAYAPERSADA 24 BPR BANK KLATEN
25 BPR UKABIMA BMMS 26 BPR GUNUNG LAWU
27 BPR RESTU KLATEN MAKMUR 28 BPR HARTHA MURIATAMA 29 BPR BKK MUNTILAN 30 BPR BKK PATI
42 BPR KARTASURA MAKMUR 43 BPR SINARGUNA SEJAHTERA 44 BPR SOLOBARU PERMAI 45 BPR NUSUMMA JATENG 46 BPR BKK TEMANGGUNG 47 BPR INTAN SURYA 48 BPR MULTI ARTHANUSA 49 BPR BKK WONOGIRI 50 BPR SINAR GARUDA 51 BPR BANK SALATIGA
52 BPR DINAMIKA BANGUN ARTHA 53 BPR ARTO MORO
Lampiran 2
Rasio dan kriteria CAMEL
NO. NAMA BPR CAR/KPMM
34 BPR BP. Kab. Rembang 12,17 SEHAT 12,61 SEHAT 35 BPR BKK Ungaran 29,55 SEHAT 13,56 SEHAT 36 BPR Agung Sejahtera 11,44 SEHAT 11,21 SEHAT 37 BPR Argo Dana Ungaran 11,67 SEHAT 11,52 SEHAT 38 BPR Klepu Mitra Kencana 22,2 SEHAT 19,71 SEHAT 39 BPR Restu Klepu Makmur 19 SEHAT 23,8 SEHAT 40 BPR BKK Karangmalang 27,64 SEHAT 14,54 SEHAT 41 BPR Kartadhani Mulya 41,74 SEHAT 151 SEHAT 42 BPR Kartasura Makmur 58,11 SEHAT 12,86 SEHAT 43 BPR Sinarguna Sejahtera 50,76 SEHAT 17,48 SEHAT 44 BPR Solobaru Permai 41,26 SEHAT 35,41 SEHAT
45 BPR Nusumma Jateng 7,79 KURANG
NO. NAMA BPR NPL
2010 KRITERIA 2011 KRITERIA
1 BPR BKK Blora 9,64 TIDAK
10 BPR Artha Mranggenjaya 9,28 TIDAK
SEHAT 7,75
22 BPR Dhanatani Cepiring 5,79 TIDAK
SEHAT 2,59 SEHAT
23 BPR Weleri Jayapersada 12,82 TIDAK
27 BPR Restu Klaten Makmur 1,34 SEHAT 1,19 SEHAT
43 BPR Sinarguna Sejahtera 16,72 TIDAK
55 BPR Kedung Arto 0,88 SEHAT 1,19 SEHAT 56 BPR Mandiri Artha 4,28 SEHAT 4,51 SEHAT
57 BPR Setia Karib Abadi 12,15 TIDAK
SEHAT 19,76
TIDAK SEHAT
58 BPR Weleri Makmur 6,89 TIDAK
SEHAT 7,61
TIDAK SEHAT
59 BPR Dana Utama 5,39 TIDAK
SEHAT 7,7
TIDAK SEHAT
60 BPR Kota Tegal 23,68 TIDAK
SEHAT 26,81
NO. NAMA BPR PPAP
2010 KRITERIA 2011 KRITERIA
1 BPR BKK Blora 33,62 TIDAK
8 BPR Ukabima Sejahtera 56,53 KURANG
SEHAT 43,12
TIDAK SEHAT
9 BPR Artamas 86,91 SEHAT 39,19 TIDAK SEHAT
10 BPR Artha Mranggenjaya 25,87 TIDAK
SEHAT 16,24
TIDAK SEHAT
11 BPR Karticentra Artha 75,73 CUKUP
SEHAT 46,76
15 BPR Nusamba Pecangan Jepara 66,97 CUKUP
SEHAT 55,16 22 BPR Dhanatani Cepiring 108,73 SEHAT 111,18 SEHAT
23 BPR Weleri Jayapersada 26,86 TIDAK
26 BPR Gunung Lawu 29,94 TIDAK
43 BPR Sinarguna Sejahtera 9,12 TIDAK
52 BPR Dinamika Bangun Arta 23,4 TIDAK
SEHAT 29,17
TIDAK SEHAT 53 BPR Arto Moro 158,72 SEHAT 134,96 SEHAT
54 BPR Gunung Kinibalu 40,56 TIDAK
SEHAT 45,72
TIDAK SEHAT 55 BPR Kedung Arto 84,8 SEHAT 90,39 SEHAT
56 BPR Mandiri Artha 39,72 TIDAK
SEHAT 30,41
TIDAK SEHAT
57 BPR Setia Karib Abadi 21,74 TIDAK
SEHAT 11,8
TIDAK SEHAT
58 BPR Weleri Makmur 49,6 TIDAK
SEHAT 28,56
TIDAK SEHAT
59 BPR Dana Utama 22,37 TIDAK
SEHAT 8,08
TIDAK SEHAT
60 BPR Kota Tegal 24,09 TIDAK
SEHAT 10,87
40 BPR BKK Karangmalang 22,81 23,1 41 BPR Kartadhani Mulya 17,88 15,38 42 BPR Kartasura Makmur 17,06 20,57 43 BPR Sinarguna Sejahtera 3,59 0,33 44 BPR Solobaru Permai 24,84 18,8 45 BPR Nusumma Jateng 11,89 9,09 46 BPR BKK Temanggung 12,94 16,91 47 BPR Intan Surya 26,09 28,57 48 BPR Multi Arthanusa 14,65 8,03 49 BPR BKK Wonogiri 22,76 23,08 50 BPR Sinar Garuda 19,92 23,83 51 BPR Bank Salatiga 8,22 11,47 52 BPR Dinamika Bangun Arta 4,6 7,3
53 BPR Arto Moro 18,28 25,24
54 BPR Gunung Kinibalu 37,42 35,81
55 BPR Kedung Arto 9,78 7,29
56 BPR Mandiri Artha 9,8 11,41 57 BPR Setia Karib Abadi 10,81 4,11 58 BPR Weleri Makmur 19,44 16,08
59 BPR Dana Utama 1,7 14,36
NO. NAMA BPR ROA
2010 KRITERIA 2011 KRITERIA 1 BPR BKK Blora 6,11 SEHAT 6,84 SEHAT
11 BPR Karticentra Artha -22,63 TIDAK
34 BPR BP. Kab. Rembang 1,81 SEHAT 3,66 SEHAT 35 BPR BKK Ungaran 4,15 SEHAT 3,42 SEHAT 36 BPR Agung Sejahtera 4,05 SEHAT 3,34 SEHAT 37 BPR Argo Dana Ungaran 4,33 SEHAT 3,74 SEHAT 38 BPR Klepu Mitra Kencana 7,69 SEHAT 7,28 SEHAT 39 BPR Restu Klepu Makmur 5,18 SEHAT 7,47 SEHAT 40 BPR BKK Karangmalang 4,69 SEHAT 5,02 SEHAT 41 BPR Kartadhani Mulya 3,47 SEHAT 4 SEHAT 42 BPR Kartasura Makmur 3,33 SEHAT 4,56 SEHAT
43 BPR Sinarguna Sejahtera 0,7 TIDAK
SEHAT 0,07
TIDAK SEHAT 44 BPR Solobaru Permai 7,16 SEHAT 5,29 SEHAT 45 BPR Nusumma Jateng 3,51 SEHAT 2,43 SEHAT 46 BPR BKK Temanggung 2,68 SEHAT 4 SEHAT 47 BPR Intan Surya 8,25 SEHAT 9,26 SEHAT 48 BPR Multi Arthanusa 3,85 SEHAT 2,23 SEHAT 49 BPR BKK Wonogiri 4,25 SEHAT 4,55 SEHAT 50 BPR Sinar Garuda 5,79 SEHAT 10,42 SEHAT 51 BPR Bank Salatiga 1,52 SEHAT 2,18 SEHAT 52 BPR Dinamika Bangun Arta 2,12 SEHAT 1,82 SEHAT 53 BPR Arto Moro 4,47 SEHAT 7,34 SEHAT 54 BPR Gunung Kinibalu 9,65 SEHAT 7,3 SEHAT 55 BPR Kedung Arto 2,93 SEHAT 2,47 SEHAT 56 BPR Mandiri Artha 2,88 SEHAT 3,1 SEHAT
57 BPR Setia Karib Abadi 2,84 SEHAT 0,81 KURANG SEHAT 58 BPR Weleri Makmur 5,56 SEHAT 4,28 SEHAT
59 BPR Dana Utama 0 TIDAK
SEHAT 0
TIDAK SEHAT
60 BPR Kota Tegal -0,58 TIDAK
SEHAT -21,98