• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802012701 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802012701 Full text"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

SALATIGA

OLEH

FRANSISKUS ANTONIUS ADITYA PRATAMA 802012701

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

PERBEDAAN STRES KERJA DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN A

DAN B SATPAM UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

Fransiskus Antonius Aditya Pratama Sutarto Wijono

Christina Hari Soetjiningsih

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(8)

Abstrak

Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui signifikansi perbedaan stres kerja ditinjau

dari tipe kepribadian A dan B satpam Universitas Kristen Satya Wacana. Hipotesis dalam penelitian ini diduga ada perbedaan stres kerja ditinjau dari tipe kepribadian A dan B satpam

Universitas Kristen Satya Wacana. Penelitian ini dilakukan di ruang lingkup Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, yakni kampus utama Universitas Kristen Satya Wacana, SMA Lab Satya Wacana, kampus STIBA Satya Wacana, dan Asrama Mahasiswa Satya Wacana. Partisipan merupakan seluruh anggota satpam Universitas Kristen Satya Wacana yang ditempatkan di empat lokasi tersebut. Adapun banyaknya satpam yang diteliti sebanyak 35 orang. Variabel stres kerja diukur dengan skala stres kerja yang terdiri dari 50 aitem. Adapun analisis data dilakukan melalui teknik Independent Sample T Test, dan diperoleh nilai t hitung sebesar 1,073 dengan taraf signifikansi sebesar 0,291 (p>0,05). Kesimpulan sebagai hasil akhir penelitian ini adalah tidak ada perbedaan stres kerja yang signifikan ditinjau dari tipe kepribadian A dan B.

(9)

Abstract

This research wants to know difference significancy of all security units from Satya

Wacana Christian University work stress from type A behavior and type B behavior. Hypotheses

in the research there’s a difference between Satya Wacana Christian University’s security unit

work stress from type A behavior and type B behavior. The research has been done in the whole Satya Wacana Christian University field (security pos), such as main campus, Lab High School, STIBA campus, and the Satya Wacana student hostel. All of security units of Satya Wacana Christian University are the participants who spotted at the places. There are 35 personnels. Work stress variable measured by 50 items work stress scale and use Independent Sample T-Test technically. The value of T-Test is 1.073 and the degree of significancy’s score is 0.291

(p>0.05). The conclusion as the end of this research there’s no difference significancy of all

security units from Satya Wacana Christian University work stress from type A behavior and type B behavior.

(10)

PENDAHULUAN

Persaingan global seputar dunia pendidikan tampaknya perlu ditelusuri lebih lanjut. Beberapa perguruan tinggi, baik swasta maupun negeri berusaha menghadapi persaingan itu, salah satu-nya dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang memadai. Sejalan dengan ini, Sudarmanta (2000) menjelaskan bahwa lembaga atau instansi yang bergerak di bidang pendidikan, seharusnya mampu menghadapi persaingan dalam peningkatan SDM yang berkualitas secara global di dalam dunia pendidikan di seluruh Indonesia. Karena alasan seperti itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia tampaknya juga perlu ditingkatkan. Dalam suatu kesempatan, Tjahjono (2003)

menjelaskan bahwa salah satu kualitas perguruan tinggi tercermin dari pelayanan yang ramah dan cepat. Penjelasan ini merupakan argumen yang cukup tepat bahwa kualitas suatu perguruan tinggi juga dapat ditinjau dari adanya sumber daya manusia.

(11)

kecenderungan bersifat positif (eustress). Beberapa satpam mengaku bahwa ketika mengalami stres, rasa malas dan berkurangnya gairah kerja kerap dialami, namun ada juga yang merasakan bahwa stres membuat mereka semakin bersemangat dan bergairah dalam bekerja atau menuntaskan apa yang menjadi tanggungjawabnya. Jadi yang sebenarnya dialami satpam UKSW adalah distress, namun karena adanya komunikasi antar kolega dan keluarga, stres menjadi hal yang wajar dan memicu semangat satpam tersebut untuk lebih berprestasi dan produktif lagi. Hal tersebut sejalan dengan apa yang telah dikemukakan oleh Ivancevich, et. al, (2014) bahwa stres dalam keadaan tertentu mampu membuat seorang individu lebih optimal dalam menyelesaikan tugas dan tanggungjawabnya. Itu sebenarnya permasalahan yang kerapkali dihadapi dan dirasakan

oleh satpam kampus UKSW.

Dalam upaya membahas keamanan dan ketertiban ruang lingkup perguruan tinggi, erat kaitannya dengan karyawan satuan pengamanan atau biasa disebut sebagai satpam, dan pastinya memiliki job description yang berbeda pula dengan karyawan yang lainnya. Seorang satpam memiliki tuntutan tugas yang berbeda dengan karyawan atau pegawai lainnya, meskipun berada di dalam organisasi ataupun instansi yang sama. Sejalan dengan penjelasan tersebut, Burhan (1993) menjelaskan bahwa satpam sebagai salah satu satuan kelompok petugas yang dibentuk oleh instansi/proyek/badan usaha. Tujuannya adalah untuk melaksanakan pengamanan fisik dalam rangka menyelenggarakan keamanan swakarsa di lingkungan/kawasan kerjanya. Tugas dan peranannya adalah sebagai unsur pembantu pimpinan instansi/proyek/badan usaha tempat ia bertugas dalam menyelenggarakan keamanan dan ketertiban khususnya pengamanan fisik, dan secara tidak langsung berkaitan erat dengan kualitas sumber daya manusia sebagai upaya untuk menghadapi persaingan global dunia pendidikan seperti yang sudah dijelaskan di atas. Ivancevich, et. al, (2014) mengatakan bahwa setiap orang cenderung menemui stres dalam bekerja, termasuk satpam dalam hal ini. Ketika satpam tidak mampu mengelola stres, tidak menutup kemungkinan akan terjadinya penurunan produktivitas kerja, sehingga berdampak pada terhambatnya proses peningkatan sumber

(12)

Alasan yang mendasari bahwa pentingnya untuk meneliti stres kerja satpam adalah proses pengamanan dan penertiban kampus yang harus tetap dijaga sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas SDM dan bagaimana lingkungan yang aman, tertib, dan asri dapat dicapai. Bagaimana mungkin usaha tersebut dapat dicapai jikalau keadaan stres satpam menghambat usaha tersebut, dilihat dari dampak yang ditimbulkan, seperti dampak pada aspek fisik, psikis, dan sosial. Dalam penelitiannya, Desintarawati (2007) sudah membuktikan bahwa stres kerja erat kaitannya dan memiliki dampak bagi kepuasan kerja kepolisian bagian RESERSE dan SABHARA di POLRES Salatiga, dimana semakin tinggi stres kerja yang dialami, semakin rendah tingkat kepuasan kerja. Di lain kesempatan Amiranti (2007), dalam penelitiannya mengatakan bahwa semakin

tinggi stres kerja karyawan BPR Bank Pasar Kab. Boyolali, maka semakin rendah prestasi kerja-nya. Pada dasarnya sebelum melihat dan meninjau ulang beberapa pengaruh dan dampak stres bagi aspek fisik, psikis dan sosial tersebut, maka tampaknya perlu diteliti kembali segala hal terkait stres kerja.

Seyle (dalam Munandar, 2001) membedakan antara distress (stres negatif), bersifat destruktif, dan eustress (stres positif), yang merupakan kekuatan yang positif. Stres diperlukan untuk menghasilkan prestasi yang tinggi. Jadi semakin tinggi dorongan untuk berprestasi, makin tinggi tingkat stresnya dan makin tinggi juga produktivitas dan efisiensinya. Stres yang meningkat sampai titik optimalnya, merupakan stres yang menyenangkan, dan tidak menutup kemungkinan untuk berujung pada dampak yang positif. Namun ketika stres itu melewati titik optimalnya, stres berubah menjadi distress, dimana situasinya saat itu sebagai hal yang mencemaskan dan menghasilkan efek yang negatif, sehingga penting untuk meneliti mengenai stres kerja. Hitt, et. al, (2006) dalam penelitiannya, mereka juga mengatakan bahwa stres kerja menimbulkan konsekuensi atau berdampak pada diri individu atau karyawan dan ruang lingkup organisasi. Konsekuensi atau dampak stres kerja dalam diri individu mencakup tiga (3) hal, yaitu (a) psikis, dimana timbulnya kecemasan, depresi, harga diri yang kurang, gangguan tidur, fustasi dan masalah keluarga, (b) fisiologis, dimana individu mengalami tekanan darah tinggi,

(13)

perubahan sikap, dan adanya kecenderungan tindak kekerasan. Adanya hal-hal tersebut mampu mengakibatkan turunnya produktivitas dan performa kerja, sehingga pencapaian tujuan organisasi tersebut menjadi terhambat. Ketika pencapaian tujuan organisasi tersebut terhambat, maka akan menurunkan kualitas organisasi itu. Dinamika organisasi seperti yang terjadi seperti, motivasi karyawan yang menurun, adanya ketidakpuasan kerja, performa kerja menurun, absensi meningkat, hubungan dengan lingkungan kerja memburuk, dan meningkatnya perpindahan atau perubahan posisi atau jabatan.

Stres kerja dapat timbul dari dalam dan luar pekerjaan tersebut, di mana hal ini selaras dengan Tosi (dalam Wijono, 2011) yang mengatakan bahwa ada lima faktor yang menyebabkan stres dan berhubungan dengan pekerjaan individu, tekanan peran,

kesempatan pelibatan diri dalam tugas (peluang partisipasi), tanggung jawab individu, dan faktor organisasi, di kelima faktor ini bersumber dari luar indvidu atau dari dalam pekerjaan (eksternal). Ada pula beberapa faktor yang bersumber dari dalam individu atau dari luar pekerjaan (internal), antara lain perubahan struktur kehidupan, dukungan sosial, locus of control, kepribadian tipe A dan B, harga diri, fleksibilitas/kaku, dan kemampuan. Berbicara mengenai tipe kepribadian yang dikaitkan dengan stres kerja, tampaknya semakin menarik untuk ditelusuri. Seperti yang dikemukakan oleh Friedman dan Rosenman (1974) bahwa tipe kepribadian A dan B cenderung berbeda dalam mengatasi perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Tipe A mengalami stres yang lebih tinggi yang berhubungan dengan sakit jantung koroner dibandingkan dengan tipe B, seperti yang diungkapkan Matteson dan Ivancevich (1988), (dalam Korlefura, 2010). Sebagai contohnya, jika harga diri tipe A terancam, cenderung akan menunjukkan sikap melawan karena tekanan darahnya naik, berbeda halnya dengan tipe B, yang cenderung mencoba untuk tenang. Hal ini dikatakan oleh Pittner & Houston (dalam Wijono 2011).

Hal tersebut serupa dengan apa yang dijelaskan oleh Dessler (2005) bahwa tipe A yang disebut workaholics, lebih erat kaitannya dengan apa yang namanya stres kerja. Tepat waktu dan berfokus pada target dan prestasi adalah ciri-ciri dari tipe A, dan

(14)

terganggu, dan rasa pusing/sakit kepala, dan (c) sosial, yang mana kecenderungan konflik sosial yang sulit dihindari. Dengan kata lain, stres kerja yang dialami itu merupakan stres yang bersifat destruktif (distress).

Dalam penelitiannya, Wijono (2005) mengatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara stres kerja dengan tipe kepribadian A dan B di kalangan manager madya di Jawa Tengah, di mana manager yang memiliki tipe kepribadian A lebih cenderung mengalami stres dan tekanan, sedangkan tipe B berkebalikan dengan tipe A. Sementara itu, Iswanto (dalam Sari & Arruum, 2006) membuktikan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara stres kerja manajer bank kepribadian tipe A dengan tipe B, yaitu manajer tipe A dengan karakter suka akan persaingan, terburu-buru, dan mengejar

prestasi, membuat rentan akan stres dibanding dengan tipe B yang lebih santai dan tenang ketika stres. Penelitian lain yang membuktikan bahwa adanya pengaruh stres kerja terhadap prestasi kerja karyawan BPR Bank Pasar di Kabupaten Boyolali, di mana semakin tinggi stres kerja yang dialami, semakin rendah prestasi kerja yang diraih (Amiranti, 2007). Adanya perbedaan yang signifikan antara pengaruh tipe kepribadian A dan B terhadap stres kerja pegawai diklat keagamaan Manado, tipe A positif, sedangkan B negatif (Giu, 2005). Maksudnya pegawai tipe A positif yakni lebih rentan akan stres, sedangkan tipe B lebih tenang dan tidak seperti tipe A. Penelitian-penelitian tersebut nampaknya sudah menjawab perbedaan stres kerja ditinjau dari kepribadian tipe A dan B. Hal ini berangkat dari logika bahwa adanya perbedaan ciri dan karakter tipe kepribadian tersebut, maka kecenderungannya berbeda pula stres kerja yang dialami, dan itu sudah dibuktikan dan dijelaskan dalam penelitian-penelitian yang sudah dijabarkan di atas.

Namun ada beberapa penelitian lainnya yang bertolak belakang dengan penelitian-penelitian di atas, seperti penelitian yang dilakukan oleh Farial (2011), membuktikan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara stres kerja dengan tipe kepribadian A dan B perawat. Penelitian tersebut membuktikan bahwa ketika stres, antara perawat tipe A dan tipe B cenderung tidak ada perbedaan yang signifikan. Korlefura (2010) dengan penelitiannya menunjukkan sebuah bukti bahwa semangat kerja

(15)

bersemangat dalam kerja namun lebih mudah mengalami stres, berbeda dengan tipe B. Dalam penelitian lain, yakni penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Arruum (2006) mengenai stres dan koping perawat kepribadian tipe A dan B di RS Dr. Pirngadi Medan menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara stres dan koping perawat kepribadian tipe A dan B, di mana antara perawat tipe A dan tipe B tidak berbeda dalam mengalami stres kerja. Dari beberapa penelitian yang bertolakbelakang ini, dapat dicermati kembali alasan mengapa tidak ada perbedaan stres kerja ditinjau dari kepribadian tipe A dan B, padahal dari penelitian-penelitian di atas sudah dibuktikan bahwa ada perbedan yang signifikan. Kepribadian tipe A dan B sudah jelas diutarakan dan ditelaah secara mendetail, di mana terdapat ciri dan karakter yang khas dan berbeda,

kecenderungannya berbeda pula stres kerja-nya, tetapi pertanyaan-nya mengapa penelitian-penelitian tersebut masih terbukti menolak adanya perbedaan stres kerja ditinjau dari kepribadian tipe A dan B. Inilah pertanyaan yang harus dijawab dan penelitian ini berusaha untuk menjawabnya.

Berdasarkan dinamika psikologi dan penelitian sebelumnya seperti yang telah disebutkan di atas, dan masih ada yang pro dan kontra, tampaknya perlu untuk meneliti kembali perbedaan stres kerja dengan tipe kepribadian A dan B. Namun nampaknya ada logika bahwa ada kecenderungan perbedaan stres kerja dengan tipe kepribadian A dan B yang telah terbukti mempengaruhi prestasi kerja, kinerja. Tipe A, dengan karakter dan ciri-ciri yang sudah barang tentu berbeda dengan tipe B, berbeda pula stres kerja yang dialami. Hal ini disebabkan adanya karakter tipe A yang suka akan persaingan, terburu-buru, dan berfokus pada pencapaian prestasi yang tinggi, memicu kinerja sistem tubuh atau fisiologis, nampak dari detak jantung cepat, tekanan darah naik, dan cenderung mengalami ketegangan saraf. Ketika stresor datang dan tekanan dijumpai, tipe A cenderung lebih stres karena kondisi seperti itu, sedangkan tipe B, yang cenderung santai, tenang, dan tidak suka terburu-buru, membuat sistem tubuh lebih rileks dan saraf juga cenderung tidak tegang. Keadaan yang relatif stabil tersebut membuat tipe B berbeda dengan tipe A dalam hal stres kerja. Adanya sifat yang rentan terhadap stres itu,

(16)

Emosi yang tidak stabil, seperti mudah marah, cenderung sensitif, bahkan kesedihan yang berlarut, mengakibatkan kinerja jantung tidak stabil pula. Karakter seperti itu membuat tipe A sulit bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya, sehingga berdampak pada kinerja, karena sifatnya yang mudah marah dan tersinggung, suka adanya persaingan tanpa adanya kritik, dan suka tergesa-gesa tanpa mempedulikan dirinya dan orang lain. Pada akhirnya, kondisi seperti itu sangat mempengaruhi kinerja individu tipe A, seperti penurunan produktivitas kerja, prestasi kerja, bahkan motivasi kerja. Hal itu ditunjukkan dari adanya kecenderungan bolos kerja, terlambat masuk kerja, dan terkadang melalaikan tugas dan tanggung jawab-nya. Bagaimana dengan satpam? Akhirnya berujung juga pada prestasi kerja dan kinerja satpam, dan itu juga mengarah pada proses pengamanan dan

penertiban lingkungan perguruan tinggi yang bersangkutan (kampus), tidak menutup kemungkinan berpengaruh pada proses penyelenggaraan visi dan misi perguruan tinggi tersebut.

Sekali lagi pertanyaannya adalah apakah ada perbedaan stres kerja ditinjau dari tipe kepribadian A dan B satpam Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga? Maka dari itu tampaknya perlu dilakukan penelitian untuk membuktikan bagaimana perbedaan stres kerja ditinjau dari tipe kepribadian A dan B satpam Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

Stres Kerja

Menurut Chaplin JP dalam Kamus Lengkap Psikologi, stres didefinisikan sebagai satu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun secara psikologis. Siswanto (2007) mengatakan bahwa stres adalah akibat dari interaksi (timbal balik) antara rangsangan lingkungan dan respon individu. Ada ungkapan yang menyatakan bahwa stres kerja merupakan sebuah ketidakselarasan antara kemampuan dan keahlian seseorang dan

(17)

285), “a condition or situation at work that requires an adaptive response on the part of employee”.

Pernyataan yang menjelaskan stres kerja merupakan perasaan yang tidak seimbang atau cocok antara kemampuan, sumber daya, dan kebutuhan yang dimiliki oleh seorang individu dengan adanya pekerjaan tersebut. Pernyataan tersebut dijelaskan oleh Hitt, et. al. (2006, h. 240) yang menerangkan bahwa “work stress is the feeling that one’s capabilities, resources, or needs do not match the demands of the job”. Pada suatu kesempatan, Andre (2008) mengatakan bahwa stres kerja adalah suatu respon fisik dan emosi yang muncul akibat dari ketidakcocokan antara hal-hal dalam suatu pekerjaan dengan kemampuan, sumber daya, dan kebutuhan pekerja atau karyawan. Misalnya

karena upah yang dirasa kurang, seorang karyawan mengalami stres karena kebutuhan keluarga yang makin meningkat.

Satu pernyataan yang merangkum definisi-definisi di atas, stres merupakan suatu keadaan yang dirasa tidak nyaman dan mengganggu aspek mental seorang individu, dan kesimpulan yang didapat bahwa stres kerja merupakan suatu perasaan yang tidak seimbang atau cocok antara kemampuan, sumber daya, dan kebutuhan yang dimiliki oleh seorang individu dengan adanya pekerjaan tersebut (Hitt, Miller, & Collela, 2006).

Aspek-aspek stres kerja

Davis dan Newstorm (dalam Desintarawati, 2007) mengemukakan adanya tiga (3) aspek stres kerja, yang meliputi :

a. Aspek fisik : sakit kepala, pusing, gemetaran, diare, nafsu makan yang tidak terkontrol, sering lelah, susah tidur, sering kencing, pucat dan mudah berkeringat.

b. Aspek emosional : ingin menangis, sulit berkonsentrasi, kehilangan motivasi, kecemasan, ketakutan, sedih, depresi, dan ketegangan.

c. Aspek tingkah laku : sering lupa, mudah marah, tidak peduli, sulit mengambil keputusan, dan adanya penggunaan minuman beralkohol yang berlebihan.

(18)

a. Subjektif, dimana hanya individu yang bersangkutan saja yang mampu merasakan gelisah, lesu, merasa rendah diri, muram, dan tersisih dari lingkuangan,

b. Perilaku, sebagai akibat dari adanya stres, seperti mudah marah, makan berlebihan, dan cenderung mengalami kecelakaan kerja,

c. Kognitif, adanya kesulitan dalam berpikir, berkonsentrasi, dan menyelesaikan suatu masalah,

d. Fisiologis, tekanan darah meningkat, denyut jantung lebih cepat, merupakan reaksi fisiologis yang terjadi,

e. Keorganisasian, produktivitas kerja yang menurun, absensi kerja yang tidak

menentu (bolos kerja), dan loyalitas menurun.

Dari aspek-aspek yang sudah dijelaskan di atas, tampaknya aspek-aspek stres kerja yang diungkapkan oleh Gibson, et. al. (1996) yang dipakai dalam penelitian ini. Alasan yang mendasari adalah aspek-aspek stres kerja yang diungkapkan itu dirasa cukup mendasari, signifikan dan representatif untuk menggambarkan apa yang namanya stres kerja satpam.

Faktor Yang Mempengaruhi Stres Kerja

Vandeveer dan Menefee (2006) mengatakan bahwa ada lima (5) faktor yang dapat menyebabkan stres kerja, yaitu :

a. Persepsi : sebuah persepsi seorang pegawai mempengaruhi stres kerja. Suatu kondisi atau situasi diintepretasikan oleh pegawai tersebut, apakah itu membuatnya stres atau tidak,

b. Locus of Control : pegawai yang memiliki internal locus of control cenderung mampu mengendalikan keadaan yang membuatnya stres, namun sebaliknya, pegawai yang memiliki external locus of control cenderung dipengaruhi oleh keadaan yang membuatnya stres, sehingga tidak menutup kemungkinan mengalami stres kerja,

(19)

d. Dukungan sosial : adanya dukungan dan relasi dengan teman, keluarga, dan komunitas lainnya akan membantu seorang pegawai memecahkan masalah yang membuatnya stres,

e. Kepribadian tipe A dan tipe B : tipe kepribadian A yang ditandai dengan adanya hasrat akan persaingan dan melakukan segala sesuatu dengan terburu-buru. Hal ini menyebabkan rentan akan resiko terkena stroke dan gangguan kinerja jantung, sedangkan tipe kepribadian B ditandai dengan kondisi atau sifat yang berkebalikan.

Tipe Kepribadian A dan B

Sebelum melangkah lebih dalam mengenai definisi kepribadian tipe A dan B. Attkinson et. al. (1987: 258) mendefinisikan kepribadian sebagai pola pikiran, emosi dan perilaku yang berbeda dan karakteristik yang menentukan gaya personal inidividu dan mempengaruhi interaksinya dengan lingkungan. Sullivan (dalam Suryabrata, 1995, h.260) menyatakan kepribadian merupakan pola yang relatif dari situasi hubungan antara pesan yang ditandai kehidupan manusia, kepribadian ini tidak dapat dipisahkan dari situasi hubungan individu dengan orang lain. Menurutnya tingkah laku yang bersifat sosial juga dapat dianggap sebagai kepribadian. Harrington (2013, h.175) menerangkan bahwa kepribadian merupakan keseluruhan dari segala bentuk sifat, emosi, dan perilaku. Kesimpulan yang dapat ditarik mengenai kepribadian, merupakan suatu hal yang kompleks dari segi emosi, pikiran, tingkah laku, di mana akan tampak ketika berinteraksi dengan lingkungan.

Ada suatu pernyataan yang menjelaskan bahwa tipe kepribadian A merupakan sebuah aksi dari emosi yang rumit dimana dapat dicermati dari beberapa orang yang secara radikal memiliki penyakit kronis, ambisi untuk berprestasi, memiliki sedikit waktu, karena waktunya dihabiskan untuk mengejar prestasi, menolak atau tidak terima akan adanya suatu hal yang mengancam dirinya, termasuk orang lain. Pernyataan tersebut diperkenalkan dan ditelaah oleh Friedman & Rosenman. Tipe kepribadian A

(20)

so, against the opposing efforts of other things or other person”. Mereka menyimpulkan bahwa orang yang mempunyai kepribadian tipe A sangat kompetitif dan berorientasi pada pencapaian, merasa waktu selalu mendesak, sulit untuk bersantai dan menjadi tidak sabar dan marah jika berhadapan dengan keterlambatan atau dengan orang yang dipandang tidak kompeten. Walaupun tampak dari luar tipe A sebagai orang yang percaya diri, namun mereka cenderung mempunyai perasaan keraguan diri yang terus-menerus dan itu memaksa mereka untuk mencapai lebih banyak dan lebih banyak lagi dalam waktu yang lebih cepat. Tipe kepribadian B memiliki sifat dan ciri yang berkebalikan dengan tipe A.

Schultz dan Schultz (2006) menjelaskan bahwa tipe kepribadian A merupakan

individu yang erat kaitannya dengan penyakit jantung, mudah marah, dan cenderung terburu-buru. Tipe B merupakan individu yang sedikit stres dibanding dengan tipe A dalam kondisi yang sama. Sementara itu Slamet (1994) mengungkapkan bahwa tipe B lebih rileks, tidak terburu-buru, tidak mudah terpancing untuk marah, dan berbicara lebih tenang.

Serupa dengan yang diungkapkan Hitt, et. al. (2006, p. 251), individu tipe A memiliki kecenderungan suka akan persaingan, lebih agresif, dan adanya ketidaksabaran, sedangkan tipe B merupakan individu yang memiliki karakter berkebalikan dengan tipe A, yaitu tidak suka akan adanya persaingan, cenderung sabar, dan tidak agresif.

Nelson dan Quick (2003, p.228) mengemukakan pula mengenai penjelasan tipe A yaitu suatu karakteristik perilaku dan kepribadian yang rumit yaitu adanya daya persaingan, ketepatan pada waktu, status sosial yang perlu dicapai, agresi, dan pencapaian prestasi yang tinggi, ”a complex of personality and behavioral characteristics, including competitiveness, time urgency, social status insecurity, aggression, hostility, and a quest for achievements”. Tipe B tidak seperti tipe A, di mana tipe ini lebih bebas dan merasa santai dalam beraktivitas dan mengerjakan sesuatu. Tipe A dengan ciri-ciri demikian menyebabkan kecenderungan terganggunya kesehatan, khususnya jantung.

(21)

kepribadian seorang individu dimana sangat berorientasi pada ambisi untuk mendapatkan prestasi yang menurutnya tinggi, sehingga waktu yang ia miliki sangat padat dan jarang memiliki waktu luang (sibuk). Keadaan yang menekan atau bertolak belakang dengannya cenderung ia tolak dan lawan, bahkan ketika ada orang lain yang membuatnya tertekan, ia akan menolak keberadaan orang itu. Suatu hal ia kerjakan dengan tergesa-gesa dan berbicara dengan suara yang sangat lantang dan keras. Tipe kepribadian B merupakan tipe kepribadian dimana seseorang memiliki karakter yang rileks/santai, sabar, pelan dalam berbicara, tidak terburu-buru dalam mengerjakan suatu hal, dan memiliki banyak waktu luang.

Ciri – Ciri Tipe Kepribadian A dan B

Friedman dan Rosenman (dalam Wijono, 2010) menyebutkan individu yang mempunyai kepribadian tipe A dan B mempunyai ciri-ciri seperti berikut :

Tipe A Tipe B

Kompetitif Rileks

Berorientasi pada prestasi Tidak menyukai kesulitan

Agresif Jarang marah

Cepat/tangkas Menggunakan banyak waktunya untuk

kegiatan-kegiatan yang disenangi

Mudah stress Tidak mudah stress

Tidak sabar Tidak mudah iri

Mudah gelisah Bekerja terus menerus

Selalu siap siaga Jarang kekurangan waktu Berbicara dengan semangat

(explosive)

Bergerak dan berbicara pelan

Sumber : Diadaptasi dari Friedman, M. & Rosenman, R. H. (1974. Type A Behavior and Your Heart, New York : Knopf.

Hubungan Stres Kerja dengan Tipe Kepribadian A dan B

(22)

mana jika harga diri tipa A terancam, cenderung akan menunjukkan sikap melawan, karena tekanan darahnya naik dan sifatnya yang mudah marah dan agresif .

Matthews (dalam Schultz, 1994) sudah menjelaskan bahwa tipe A lebih menyukai adanya persaingan dalam pencapaian prestasi kerja dan kepuasan kerja dan juga menyukai adanya tantangan. Namun hal-hal demikian jika tidak tercapai akan cenderung menimbulkan ketidaknyamanan seperti perasaan mudah menyerah dan frustasi. Keadaan seperti itu akhirnya berdampak pada (a) psikis, seperti gangguan kecemasan emosi, dan frustasi, (b) fisiologis, meliputi gangguan tidur, fungsi alat tubuh, bahkan penurunan kesehatan, dan (c) sosial, di mana hubungan interpersonal dengan teman dan keluarga terganggu, seperti yang dijelaskan oleh Koller et al.

(dalam Spector, 2008).

Dalam penelitiannya, Wijono (2005) mengatakan bahwa ada pengaruh dan hubungan yang signifikan antara stres kerja dengan tipe kepribadian A dan B di kalangan manager madya di Jawa Tengah. Setelah itu Iswanto (2001, dalam Sari & Arruum (2006)) membuktikan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara stres kerja manajer bank kepribadian tipe A dengan tipe B. Meika (2005), dalam penelitiannya pula, mengatakan pula bahwa stres kerja mampu mempengaruhi kinerja perawat RS Puri Asih Salatiga. Penelitian lain yang membuktikan bahwa adanya pengaruh stres kerja terhadap prestasi kerja karyawan BPR Bank Pasar di Kabupaten Boyolali, di mana semakin tinggi stres kerja yang dialami, semakin rendah prestasi kerja yang diraih (Amiranti, 2007). Adanya perbedaan yang signifikan antara pengaruh tipe kepribadian A dan B terhadap stres kerja pegawai diklat keagamaan Manado, tipe A positif sedangkan tipe B negatif (Giu, 2005).

Namun ada beberapa penelitian lainnya yang bertolak belakang dengan penelitian-penelitian di atas, seperti penelitian yang dilakukan oleh Farial (2011), membuktikan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara stres kerja dengan tipe kepribadian A dan B perawat. Korlefura (2010) dengan penelitiannya menunjukkan sebuah bukti bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara stres

(23)

bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara stres dan koping perawat kepribadian tipe A dan B.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas maka semakin jelas bahwa ada hubungan yang signifikan antara tipe kepribadian A dan B dengan stres kerja. Hubungannya dapat dilihat dari respon-respon yang muncul akibat adanya stres. Misalnya ciri tipe A yang melakukan segala sesuatu dengan tergesa-gesa dan berbicara dengan suara keras dan lantang akan memicu detak jantung yang semakin cepat, dan tidak menutup kemungkinan akan terjadinya gangguan kerja jantung. Maka semakin besar pula kemungkinan terkena penyakit jantung (Gibson, et. al., 2009). Di sisi lain, suka akan adanya persaingan, sifat yang mudah marah dan

cenderung agresif juga menimbulkan kerenggangan hubungan sosial, baik dengan keluarga maupun teman kerja karena berfokus hanya pada pekerjaan dengan suatu ambisi untuk pencapaian prestasi, sehingga semakin sedikit pula waktu luang yang dimiliki. Pencapaian prestasi yang tidak mampu diraih akan mengakibatkan depresi bahkan frustasi, terlihat dari pemakaian obat-obatan dan alkohol yang meningkat, merokok berlebihan, yang dipicu dengan adanya gangguan tidur, kecemasan, dan turunnya rasa menghargai diri sendiri (Matteson, et. al., 2014). Akibatnya dalam ruang lingkup organisasi atau lingkungan kerja, individu itu cenderung mengalami penurunan performa kerja karena kepuasan dan motivasi kerja yang juga menurun, terlihat dari tingkat kehadiran atau absensi yang menurun, baik karena membolos ataupun sakit, produktivitas kerja menurun, dan semakin sering konflik dengan teman kerja bahkan organisasi tempat bekerja.

Berbeda dengan tipe A, tipe B yang santai atau rileks, sabar, tidak suka akan persaingan, pelan dalam berbicara dan mengerjakan segala sesuatu,dan banyak waktu luang, cenderung tidak akan mengalami gangguan psikis maupun fisiologis (stres), sehingga perilaku dalam organisasi yang terjadi lebih terkendali. Kerja jantung lebih stabil, hubungan dengan lingkungan kerja dan keluarga tetap terjaga, dan minimnya kemungkinan penggunaan alkohol dan obat-obatan sehingga produktivitas kerja juga

(24)

Hipotesis Penelitian

Dari riset-riset tersebut di-logika-kan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tipe kepribadian A dan B dengan stres kerja. Maka dari itu hipotesis empirik yang dapat disimpulkan adalah :

Ada perbedaan yang signifikan stres kerja ditinjau dari tipe kepribadian A dan B satpam UKSW Salatiga,

sedangkan hipotesis statistik yang disimpulkan adalah sebagai berikut :

Ho : Tidak ada perbedaan yang signifikan stres kerja ditinjau dari tipe kepribadian A dan B satpam UKSW Salatiga

Ha : Ada perbedaan yang signifikan stres kerja ditinjau dari tipe

kepribadian A dan B satpam UKSW.

METODE PENELITIAN Subyek Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan stres kerja satpam perguruan tinggi di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ditinjau dari tipe kepribadian A dan B. Subyek yang dilibatkan dalam penelitian ini sebanyak 35 orang, dengan kriteria sampel adalah individu yang bekerja sebagai satpam kampus UKSW Salatiga.

Dalam penelitian ini, sampel diambil menggunakan teknik Nonprobability Sampling, yaitu teknik Sampling Jenuh (sensus), dimana menggunakan semua anggota populasi sebagai sampel (Sugiyono, 2005). Hal ini dilakukan karena jumlah populasi relative kecil, yaitu 35. Seperti yang diungkapkan Azwar (2003), sampel merupakan bagian dari populasi yang tentu saja harus memiliki ciri-ciri populasi tersebut. Ciri-ciri sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Bekerja sebagai satpam, b. Terdaftar sebagai satpam,

c. Merupakan satpam perguruan tinggi, dan

(25)

Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang dilakukan adalah metode angket, di mana hal ini bertujuan untuk mendapatkan data kuantitatif dengan menggunakan alat ukur skala psikologi. Alasan yang mendasari bahwa penggunaan angket mampu mengungkap hal-hal yang sifatnya tertekan, keinginan-keinginan, prasangka-prasangka atau semacamnya, dan perbuatan di masa lalu (Hadi, 1989). Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode try out terpakai yang juga digunakan sekaligus untuk penelitian, seperti yang dikemukakan Hadi (dalam Korlefura, 2010). Tujuan dari metode ini untuk menguji validitas dan reliabilitas angket pengukuran sehingga hasil yang diperoleh dapat

dipertanggungjawabkan. Angket merupakan rangkaian daftar pertanyaan yang harus dijawab oleh partisipan dengan asumsi yang dijelaskan Hadi (1991), yakni sebagai berikut :

a. Subyek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri

b. Apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya

c. Interpretasi subyek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan adalah sama dengan apa yang dimaksudkan peneliti.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan pengukuran dua (2) variabel, yakni stres kerja dan tipe kepribadian A dan B. Surat pengantar penelitian dan permohonan izin terlebih dulu dilakukan sebelum pengambilan data. Pengambilan data dalam bentuk penyebaran kuesioner (angket) diberikan kepada seluruh satpam kampus UKSW, sesuai dengan kriteria subyek penelitian. Pemberian angket tersebut dilakukan untuk mendapatkan jawaban dari subyek penelitian sebagai data penelitian. Setelah semua data yang terkumpul, maka semua data itu akan diproses dan dianalisis dengan menggunakan program atau software SPSS 16.

(26)

1. Kuesioner Stres Kerja

Angket stres kerja yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan skala stres kerja yang diadaptasi dari aspek-aspek stres kerja yang dikemukakan Gibson, dkk (1996). Skala ini pernah digunakan oleh Rasimin (dalam Patricia, 2006), Patricia (2006), dan Salakory (2007), dan sudah memenuhi pengujian reliabilitas dan validitas. Rancangan skala stres kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(27)

2. Kuesioner Tipe Kepribadian A dan B

Adapun angket tipe kepribadian yang dimaksud menggunakan angket tipe kepribadian A dan B yang diadaptasi dari skala Bortner yang pernah digunakan oleh Luthans (dalam Korlefura, 2010), di mana merupakan skala self report yang terdiri dari 14 butir pernyataan. Skala Bortner ini pernah digunakan oleh Darwin (dalam Patricia, 2006), Daisy (1992), Hadi (1995), Aristia (2010), dan Korlefura (2010). Skala ini ringkas, mudah dan telah beberapa kali dilakukan pengujian reliabilitas dan validitas.

Rancangan angket tipe kepribadian A dan B berdasarkan ciri-ciri-nya, yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 2

Kerangka Angket Tipe Kepribadian A dan B

Tipe Kepribadian A Tipe Kepribadian B Skor N = 35

(28)

< 0,30 (Azwar, 2013), sehingga diperoleh koefisien alpha (Cronbach’s Alpha) sebesar 0,931. Setelah itu dilakukan pengujian kembali dan diperoleh koefisien alpha sebesar 0,937. Jadi skala stres kerja dapat dikatakan reliabel.

Adapun penghitungan skor tertinggi dan terendah adalah sebagai berikut : Skor Tertinggi : 4 x 44 = 176

Skor Terendah : 1 x 44 = 44

Dari analisis deskriptif skala stres kerja, maka dapat dihitung interval atau rentang dengan kategori Sangat Tinggi, Tinggi, Rendah, dan Sangat Rendah. Rumus yang digunakan untuk menghitung keempat kategori tersebut adalah sebagai berikut :

I = 33

Dari penghitungan di atas maka diperoleh interval di bawah ini : Sangat Tinggi : 143 ≤ x ≤ 176

Tinggi : 110 ≤ x ≤ 143

Rendah : 77 ≤ x ≤ 110

Sangat Rendah : 44 ≤ x ≤ 77

dengan x adalah jumlah skor total masing-masing partisipan.

B. Tipe Kepribadian A dan B

Skala Tipe Kepribadian menurut Bortner memiliki 14 aitem sahih, dengan skor masing-masing aitem 1 sampai 5. Perhitungan yang diperoleh untuk skor tertinggi adalah 5 x 14 (aitem sahih) = 70, sedangkan skor terendah adalah 1 x 14 (aitem sahih) = 14. Berdasarkan perhitungan skor tersebut dapat dibuat interval sebagai berikut :

=

(29)

Dari penghitungan tersebut maka diperoleh kategori di bawah ini : Tipe Kepribadian A = 43 ≤ x ≤ 70

Tipe Kepribadian B = 14 ≤ x ≤ 42

Tabel 3

Persentase Tipe Kepribadian

Kategori N Persentase

Tipe Kepribadian A 13 37.14

Tipe Kepribadian B 22 62.86

Total 35 100.00

Tabel 4

Tabel Stres Kerja dan Tipe Kepribadian

Stres Kerja

Tipe Kepribadian

Total Tipe A % Tipe B %

Sangat Rendah 0 0 2 9.09 2

Rendah 8 61.54 16 72.73 24

Tinggi 5 38.46 4 18.18 9

Sangat Tinggi 0 0 0 0 0

Total 13 100 22 100 35

2. Uji Normalitas

(30)

Tabel 5

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Stres Kerja

N 35

Normal Parametersa Mean 89.54

Std. Deviation 15.988

Most Extreme

Differences

Absolute .149

Positive .089

Negative -.149

Kolmogorov-Smirnov Z .884

Asymp. Sig. (2-tailed) .415

a. Test distribution is Normal.

Dari tabel di atas telah menunjukkan bahwa besarnya koefisien Kolmogorov-Smirnov adalah 0,884 dengan signifikansi sebesar 0,415. Besarnya signifikansi tersebut > 0,05, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa distribusi data skala stres kerja adalah normal.

3. Uji Homogenitas

Uji homogenitas diperlukan sebagai asumsi yang berlaku nantinya pada tahap pengujian uji beda (t-test). Maksud dari uji homogenitas ini adalah untuk membuktikan ada atau tidak kesamaan varian dari semua data yang digunakan. Uji homogenitas tampak pada tabel di bawah ini :

Tabel 6

Test of Homogeneity of Variances Stres Kerja

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

1.763 7 21 .148

(31)

memiliki varian yang sama, sehingga asumsi yang akan digunakan dalam proses uji – t adalah equal variances assumed.

4. Analisis Data (Uji –t)

Tahap selanjutnya adalah uji beda (t-test), di mana tahap ini bertujuan untuk

menguji perbedaan rata-rata stres kerja tipe kepribadian A dan B, seperti yang digambarkan pada tabel di bawah ini :

Tabel 7 Ringkasan Uji -t

Asumsi Rata-rata (mean) t-test for Equality of Means Tipe A

(n = 13)

Tipe B (n = 22)

t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Equal variances

assumed

93.31 87.32 1.073 33 .291 5.990

Tabel di atas menunjukkan bahwa taraf signifikansi pengaruh rata-rata tipe kepribadian A (mean tipe A) dengan n = 13 sebesar 93,31, sedangkan tipe kepribadian B (mean tipe B) dengan n = 22 sebesar 87,32. Adanya perbedaan taraf signifikansi tersebut diperoleh selisih atau perbedaan rata-rata (mean difference) sebesar 5,99 dan dari hasil uji beda (t-test) diperoleh t hitung sebesar 1,073 dengan signifikansi sebesar 0,291 (p>0.05), maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada

perbedaan yang signifikan stres kerja ditinjau dari tipe kepribadian A dan B, dalam hal ini hipotesa ditolak.

Pembahasan

(32)

maka disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan stres kerja ditinjau dari tipe kepribadian A dan tipe kepribadian B.

Argumen untuk menjelaskan hal tersebut bahwa baik tipe kerpibadian A dan tipe kepribadian B tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap stres kerja. Artinya adalah antara individu tipe kepribadian A dan tipe kepribadian B memiliki kecenderungan yang sama ketika mengalami stres kerja.

Adapun alasan yang mendasari pernyataan di atas bahwa sebenarnya bukan hanya tipe kepribadian yang menjadi faktor dalam stres kerja. Ada beberapa kemungkinan mengapa tidak ada perbedaan stres kerja yang signifikan ditinjau dari tipe kepribadian A dan B. Pertama, setiap karyawan memiliki karakteristik kepribadian yang hampir cenderung mendekati karakteristik kepribadian B, sehingga stres kerja yang terjadi cenderung rendah, terlihat dari skor total skala tipe kerpibadian. Kedua, adanya nilai-nilai

(33)

Keempat, seiiring dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ivancevich, et. al. (2014), ada beberapa stressor individu, yakni The Underload-Overload Continuum, di mana stres yang dialami satpam UKSW merupakan stres yang optimal, di mana efek yang terjadi adalah adanya motivasi dan energi tinggi, persepsi tajam, dan tenang, seperti yang ditunjukkan oleh gambar di bawah ini :

Gambar 1

The Underload-Overload Continum

Sumber : Ivancevich, J. M., Konopaske, R., Matteson, M. T. (2014). Organizational

Behavioral and Management. Tenth Edition. New York : McGraw-Hill, 237.

Kemudian tidak adanya role conflict (konflik peran), dengan kata lain tugas dan tanggung jawab yang harus diselesaikan jelas dan dapat dipahami dan harapan yang diinginkan

dapat tercapai. Misalnya tidak ada tekanan untuk bekerja bersama dengan orang yang dianggap tidak cocok. Setelah itu tidak terdapat role ambiguity (ambiguitas peran), di mana sebagian besar satpam paham akan hak dan kewajibannya sebagai satpam kampus UKSW.

(34)

memberi dukungan emosional, sehingga hubungan yang baik tetap terjaga dan membantu mengurangi stres.

Pada akhirnya penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Farial (2011), yang menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara stres kerja dengan tipe kepribadian A dan tipe kepribadian B perawat, di mana perolehan nilai t sebesar -1,510 dengan signifikansi sebesar 0,135 (p>0,05). Penelitian yang telah dilakukan oleh Sari & Arrum (2006) pun membuktikan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan stres kerja dan koping perawat tipe kepribadian A dan tipe kepribadian B RS Dr. Pirngadi Medan, di mana dalam penelitian tersebut diperoleh nilai t sebesar 1,846 dengan signifikansi sebesar 0,068 (p>0,05). Korlefura (2010) dalam penelitiannya juga

memberi bukti bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara semangat kerja dengan tipe kepribadian A dan tipe kepribadian B lansia di Ambon. Penelitian tersebut terdapat nilai t sebesar 1,984 dengan signifikansi sebesar 0,051.

Rata-rata satpam UKSW memiliki stres kerja rendah. Jika ditinjau dari tipe kepribadian, satpam dengan tipe kepribadian A ada 5 satpam yang memiliki stres kerja tinggi (38,46%) dan 8 satpam yang memiliki stres kerja rendah (61,54). Satpam dengan tipe kepribadian B ada 4 orang yang memiliki stres kerja tinggi (18,18%), 16 orang memiliki stres kerja rendah (72,72%), dan 2 orang yang memiliki stres kerja sangat rendah (9,09%).

Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang sudah diuraikan di atas, maka kesimpulan yang didapat adalah sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil uji –t di mana terdapat t hitung sebesar 1,073 dengan taraf signifikansi 0,291 (p>0,05), maka dapat ditunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan stres kerja ditinjau dari tipe kepribadian A dan B satpam UKSW Salatiga.

(35)

interval rendah, dan 9,09% di interval sangat rendah), berada pada rentang rendah,

yaitu di antara skor 77 sampai 110 (77≤x≤110).

Saran

Adapun saran yang ingin disampaikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Saran bagi satpam UKSW

Melihat stres kerja satpam UKSW yang rendah, diharapkan hubungan sosial antar sesama satpam UKSW dapat terjalin semakin baik. Adanya waktu dan

kesempatan dapat diberikan sebagai usaha untuk sharing atau diskusi mengenai cara-cara mengatasi tekanan atau stress, sehingga stres negatif dapat dikelola menjadi stres positif. Dukungan keluarga juga diharapkan dapat terjaga agar satpam mampu berkomunikasi secara terbuka sehingga mampu mengurangi tekanan atau meredam stres kerja yang dialami.

b. Saran bagi kampus UKSW

Adanya paham Creative Minority sebagai bagian dari visi dan misi kampus UKSW diharapkan mampu menjaga kesejahteraan satpam sehingga produktivitas kerja satpam dapat semakin baik dan cita-cita menumbuhkan pegawai yang berkualitas atau satpam yang Creative Minority dapat tercapai. Ada baiknya pula jika setiap anggota satpam diberi kesempatan untuk menghadapi stres kerja melalui tugas-tugas riil yang lebih menantang, agar kemampuan satpam UKSW dalam menghadapi stres kerja semakin baik dan membuat satpam tersebut semakin terlatih.

c. Saran bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan semakin baik dalam melakukan

(36)

Daftar Pustaka

Agung. (2008, Juni). Stres kerja. Artikel. Diunduh pada 17 Maret 2013 from http://agungpia.multiply.com/

Andre, Rae. (2008). Organizational behavior : An introduction to your life in organizations. New Jersey : Pearson Education, Inc, 152-155.

Amiranti, R. D. (2007). Hubungan stres kerja dengan prestasi kerja karyawan PD BPR Bank Pasar Kabupaten Boyolali. Skripsi. Salatiga : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.

Aristia, Avriana. (2010). Perbedaan prokrastinasi akademik antara tipe A dan tipe B. Skripsi. Salatiga : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.

Azwar, S. (2013). Penyusunan skala psikologi. Cetakan III. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

, S. (2003). Metodologi Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Burhan, H. W. (1993). Security guide book : pembinaan satpam di Indonesia. Jakarta : Mabes Polri, 4-16.

Chaplin, C. P. (1993). Dictionary of psychology. In Kartono, K. (Eds.). Kamus lengkap psikologi. Second edition. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Desintarawati, Ni Wayan Ratna. (2007). Hubungan antara stres kerja dengan kepuasan kerja anggota kepolisian badan RESERSE dan SABHARA di POLRES Salatiga. Skripsi. Salatiga : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.

Dessler, Gary. (2005). Human resource management. Tenth edition. New Jersey : Pearson Education Inc.

Fajri, M. C. (2008, November). Antisipasi stres kerja. Psikologi Plus (5), 64-68.

Farial, Lisa. (2011, November). Perbedaan stres kerja ditinjau dari tipe kepribadian A dan B pada perawat. Jurnal Universitas Guna Darma. Diunduh pada 8 Maret 2014 from http://library.gunadarma.ac.id/repository/view/14494/perbedaan-stres-kerja-ditinjau-dari-tipe-kepribadian-a-dan-b-pada-perawat-.html/

Friedman, M. (1974). Type A behavior and your heart. New York : Alfred A. Knopf, Inc.

Gibson, J. L., Ivancevich, J. M., Donnelly Jr, J. H., Konopaske, R. (2009). Organization : behavior, structure, processes. Thirteenth Edition. New York : McGraw-Hill, 197-224.

(37)

Giu, Andi. R. (2005). Pengaruh desain organisasi dan tipe kepribadian terhadap stres kerja International Edition. Victoria : Wadsworth Cengage Learning.

Hitt, M. A., Miller, C. C., & Colella, A. (2006). Organizational behavior : A strategic approach. New Jersey : John Wiley & Sons, Inc.

Ivancevich, J. M., Konopaske, R., & Matteson, M. T. (2014). Organizational Behavioral and Management. Tenth Edition. New York : McGraw-Hill, 231-264.

Korlefura, C. (2010). Semangat kerja perempuan lanjut usia yang masih bekerja di pasar kota Ambon ditinjau dari tipe kepribadian A dan B. Skripsi. Salatiga : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.

Kreitner, R & Kinicki, A. (2004). Organizational behavior. Sixth Edition. New York : The McGraw-Hill Companies, Inc.

Meika. (2007). Hubungan stres kerja dengan kinerja perawat RSU Puri Asih Salatiga. Skripsi. Salatiga : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.

Munandar, A. S. (2001). Psikologi industri dan organisasi. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Notohamidjojo, O. (2011). Kreativitas yang bertanggungjawab. Salatiga : Universitas Kristen Satya Wacana, 2, 135-136.

Nelson, Debra L. & Quick, James Campbell. (2003). Organizational behavior : foundations, realities, and challenges. Fourth Edition. Ohio : Thomson South Western.

Patricia, C. W. R. (2006). Hubungan stres kerja dengan prestasi kerja karyawan PT Sugico Graha Balikpapan. Skripsi. Salatiga : Fakultas Psikologi Universitas Satya Wacana.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No. Kep.275/Men/1989 dan No. Pol. : Kep/04/V/1989.1989. Pengaturan jam kerja, shift dan jam istirahat serta pembinaan tenaga kerja satuan pengaman (satpam). Diakses di google.com

(38)

Sari, Dwi. R. & Arruum, Diah. (2006). Stres dan koping perawat kepribadian tipe A dan kepribadian tipe B di ruang rawat inap RSU Dr. Pirngadi Medan. Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, 1, 10-16.

Schultz, Duane. P. & Schultz, Sydney Ellen. (1994). Psychology and work today : An introduction to industrial and organizational psychology. Sixth Edition. New York : Macmillan Publishing Company.

Siswanto. (2007). Kesehatan mental : konsep, cakupan dan perkembangannya. Yogyakarta : Penerbit Andi.

Spector, P. E. (2008). Industrial and organizational psychology. Fifth Edition. New Jersey : John Wiley & Sons, Inc, 285-286.

Sudarmanta, J. (2000). Tantangan & permasalahan pendidikan di Indonesia memasuki milenium ketiga. In A. Atmadi, dkk (Eds). Transformasi Pendidikan di Era Milenium Ketiga, 3-6. Yogyakarta : Kanisius.

Sugiyono. (2005). Statistika untuk penelitian. Cetakan ke-7. Bandung : CV Alfabeta.

Suhardi. (2012). Nilai-nilai tradisi lisan dalam budaya Jawa. Jurnal Budaya, Sastra, dan Bahasa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Diunduh pada 23 Maret 2015 ,from http://jurnal.ugm.ac.id/jurnal-humaniora/article/view/763

Tarwaka, dkk. (2004). Ergonomi untuk keselamatan, kesehatan kerja dan produktivitas. Surakarta : Uniba Press.

Tjahjono, Heru. K. (2003). Budaya organisasional & balanced scorecard ; dimensi teori dan praktik. Yogyakarta : Unit penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Vandeveer, R. C, & Menefee, M. L. (2006). Human behavior in organization. New Jersey : Pearson Education, Inc.

Wijono, S. (2005). Pengaruh tipe kepribadian A, locus of control internal, peran, dan iklim organisasi terhadap stres kerja dan prestasi kerja (Studi pada manager madya di Jawa Tengah. Disertasi. Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

, S. (2010). Kepuasan & stres Kerja. Salatiga : Widya Sari Press.

, S. (2012). Psikologi industri & organisasi : dalam suatu bidang gerak psikologi sumber daya manusia. Cetakan ke-2. Jakarta : Kencana Prenada Media Grup.

, S. (2006, Desember). Pengaruh kepribadian tipe A dan peran terhadap stres kerja

(39)

Gambar

Blue Print Tabel 1 Stres Kerja
Tabel 2 Kerangka Angket Tipe Kepribadian A dan B
Tabel 3 Persentase Tipe Kepribadian
Tabel 5
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan biaya lingkungan dan green accounting pada UMKM laundry yang ada di Kota Salatiga – Jawa Tengah dan juga

Mengingat hasil penelitian pengaruh NPL terhadap tingkat perputaran kas adalah signifikan maka manajemen BPR yang ada pada wilayah regional Jawa Tengah hendaknya lebih

Rawa Pening merupakan salah satu danau alami yang terdapat di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Selain memiliki potensi pariwisata, ternyata Rawa Pening menyimpan hasil alam yang dapat

Api Abadi Mrapen adalah salah satu tempat wisata alam di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah yang memiliki tiga buah obyek fenomena alam yaitu Api Abadi, Sendang Dudo dan

Hubungan antara penerimaan diri dan dukungan sosial dengan stres pada ibu yang memiliki anak autis di SLB Autis di Surakarta. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Dengan kasus-kasus yang telah ada di atas dan fenomena yang terjadi di kalangan remaja mengenai school refusal khususnya di lingkungan sekolah menengah atas, maka penulis

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang hubungan antara konsep diri dengan pengambilan keputusan dalam membeli produk make up pada wanita dewasa madya, maka

maut” , mereka juga mengetahui bahwa Yesus turun ke dalam kerajaan maut untuk menyelamatkan dosa-dosa manusia serta Yesus akan berkuasa di tengah-tengah kerajaan