• Tidak ada hasil yang ditemukan

CARA SHALAT MENURUT HPT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "CARA SHALAT MENURUT HPT"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

CARA SHALAT MENURUT HPT

Oleh: Drs. Agung Danarta, M. Ag

DOA IFTITAH

5. lalu bacalah doo’a iftitah “Alla-humma ba-‘id baini- wa baina khatha-ya-ya kama- ba-’adta bainal masyriqi wal maghrib. Alla-humma naqqini- minal khatha-ya- kama- yunaqqats tsaubul abyadu minad danas. Alla-hummaghsil khatha-ya-ya bilma-I wats stalji wal barad”

6. atau “wajjahtu wajhiya lilladzi- fatharas sama-wa-ti wal ardha hani-fan musliman wa ma- ana- minal musyriki-n. inna shala-ti- wa nusuki- wa mahya-ya wa mama-ti- lilla-hi rabbil ‘a-lami-n. La-smahya-yari-kalahu- wa bidza-lika umirtu wa ana- awwalul muslimi-n (wa ana- minal muslimi-n). Alla-humma antal maliku la-ila-ha illa anta, anta rabbi- wa ana- ‘abduka, dhalamtu nafsi- wa’taraftu bidzanbi- faghfirli- dzunu-bi- jami’an. La- Yaghfirudz-dzunu-ba illa- anta, wahdini- li ahsanil akhla-qi la- yahdi li ahsaniha- illa- anta. Washrif ‘anni- sayyiaha- la- yashrifu ‘anni- sayyiaha- illa- anta. Labbaika wa sa’daika wal khairu kulluhu- fi- yadaika, wasysyarru laisa ilaika. Ana- bika wa ilaika. Taba-rakta wa ta’a-laita astaghfiruka wa atu-bu ilaika”.

Dalil-Dalil:

5. Hadis Nabi riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah tentang bacaan itu.

Sumber hadis dan nilai kualitasnya:

Hadis tentang bacaan iftitah “Alla-humma ba-‘id baini-…” ini diriwayatkan oleh Imam Bukkhariy (Shahih al-Bukhariy, al-Adzan no. 702)¸ Imam Muslim (Shahih Muslim, al-Masajid wa mawadhi’ al-Shalat, no. 940), al-Nasaiy (Sunan, al-Iftitah, no. 885), Abu Dawud (Sunan, Shalat, 663), Ibn Majah (Sunan, Iqamat Shalat wa al-Sunnah fiha, no. 797), Ahmad ibn Hanbal (Musnad, no. 6867, 10005), dan al-Darimiy (Sunan, al-Shalat, no. 1216). Lafal doa tersebut di atas sama persis dengan lafal teks hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhariy (Shahih al-Bukhariy, al-Adzan, no. 702).

Hadis ini dengan sanad dari Imam al-Bukhariy diriwayatkan dengan melalui jalur Abu Hurairah, Abu Zur’ah, ‘Umarah ibn al-Qa’qa’, Abdul Wahid ian Ziyad, dan Musa ibn Ismail. Mereka semuanya adalah orang-orang yang siqah dan memiliki sanad yang bersambung sampai kepada nabi saw. Hadis riwayat al-Bukhariy tersebut berkualitas shahih lidzatihi. Sedangkan hadis riwayat Muslim, Nasaiy, Abu Dawaud, Ahmad ibn Hanbal dan al-Darimiy semakin memperkuat kesahihan hadis ini. Hadis ini bisa dipergunakan sebagai hujjah.

6. Hadis Nabi riwayat Muslim dari Ali bin Abi Thalib tentang bacaan itu.

Sumber hadis dan nilai kualitasnya:

Hadis ini diriwayatkan Imam Muslim dalam kitab Shahihnya, bab Shalat

(2)

Hadis dengan sanad dari Imam Muslim diriwayatkan dengan melalui Ali ibn Abi Thalib, Ubaidillah ibn Abi Rabi’, Abdurrahman al-A’raj, Ya’qub ibn Abi

Sulaiman, Yusuf al-Majisyun, dan Muhammad ibn Abi Bakr al-Muqaddamiy. Mereka ini adalah orang-orang yang siqqah dan sanadnya bersambung sampai kepada nabi Muhammad. (Mausu’ah al-Hadis al-Syarif). Hadis riwayat Imam Muslim tersebut berkualitas shahih lidzatihi. Sedangkan hadis riwayat Tirmidzi, Nasai, Ibn Majah, Ahmad ibn hanbal dan al-Darimiy semakin memperkuat kesahihan hadis tersebut. Hadis ini bisa dipergunakan sebagai dalil.

MEMBACA AL-FATIHAH DAN SURAT AL-QUR’AN

7. Lalu berdoa dengan mohon perlindungan dengan membaca: “A’u-dzu billa-hi minasy syaitha-nir raji-m”

8. dan membaca: “Bismilla-hirrahma-nirrahi-m”

9. lalu bacalah surat Fatihah

10. dan berdoalah sesudah itu: “a-mi-n”.

11. Kemudian bacalah salah satu surat daripada Qur’an. 12. dengan diperhatikan artinya dan dengan perlahan-lahan

DALIL-DALIL

7.a. Berdasar al-Qur’an Surat an-Nahl ayat 98:

“Apabila kamu akan membaca Al-Qur’an hendaklah kamu memohon perlindungan kepada Allah dari Syetan yang terkutuk (berdo’a: “A’udzu billa-hi minasy syaitha-nir raji-m”).

7.b. Berdasar pada hadis nabi yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudriy sebagaimana tersebut dalam kitab al-Muhadzdzab:

“Bahwa Nabi saw adalah membaca ta’awwudz itu (yaitu: : “A’udzu billa-hi minasy syaitha-nir raji-m”).

Sumber hadis dan nilai kualitasnya:

Dalam kitab Muhadzdzab karya Ibrahim ibn ‘Aliy ibn Yusuf Abu Ishaq al-Syairaziy dikemukakan seperti lafal di atas tanpa memuat lafal “ay A’udzu billa-hi minasy syaitha-nir raji-m” (yaitu “A’udzu billa-hi minasy syaitha-nir raji-m”), dengan tanpa disertai sanad dan lafal matan hadis secara lengkap. (al-Muhadzdzab, I: 72). Hadis riwayat Abu Sa’id al-Khudriy yang dimaksud dalam al-Muhadzdzab tersebut kemungkinan adalah hadis dengan lafal matannya sebagai berikut:

(3)

Dari Abu Sa’id al-Khudriy, dari Nabi saw, sesungguhnya ia apabila berdiri shalat di waktu malam, bertakbir kemudian membaca “Subha-naka Alla-humma wa bihamdika wa taba-rasmuka wa ta’a-la jadduka wa la- ila-ha ghairuka” kemudian membaca “Alla-hu Akbar Kabi-ra” lalu membaca “ A’u-dzu billa-his sami-il ‘ali-m minasy syaitha-nir raji-m min hamzihi wa nafkhihi wa naftsihi” (Aku berlindung diri kepada Allah yang maha mendengar dan maha mengetahui dari syetan yang terkutuk, yaitu dari godaannya, dari tiupannya dan dari semburannya).

Hadis ini diriwayatkan oleh al-Tirmidzi (Sunan, al-Shalat: 225), Abu Dawud (Sunan, al-Shalat, 658), Ahmad ibn Hanbal (Musnad, 11047), dan Ibn Khuzaimah (Shahih, I: 238).

Kualitas hadis ini diperselisihkan. Ibn Khuzaimah menganggap hadis ini berkualitas sahih. Sedangkan Ahmad ibn Hanbal mengganggap hadis ini kualitasnya tidak sahih. Perbedaan pendapat tersebut bersumber dari Ja’far ibn Sulaiman dan ‘Aliy ibn ‘Aliy al-Yasykuri yang kualitasnya diperdebatkan.

7.c. Berdasar hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu al-Mundzir sebagaimana tersebut dalam kitab Nailul Authar:

“Diceritakan dari Nabi saw bahwa sebelum membaca Al-Qur’an beliau berdoa: : “A’udzu billa-hi minasy syaitha-nir raji-m”.

Sumber hadis dan nilai kualitasnya:

Dalam kitab Nailul Authar dikemukakan persis seperti tersebut di atas tanpa mengemukakan sanad ataupun sumber pengambilan hadis tersebut (Nail al-Authar, II: 213). Kemungkinan hadis yang dimaksud dalam kitab Nail al-Authar tersebut adalah hadis berikut ini:

َانعثعدلحع

ِي

د لبع

ع

ن

خ بن

ربذبننمخلنا

َانعثعدلحع

ن

خ بنا

ل

د ِينض

ع فخ

َانعثعدلحع

ءخَاط

ع عع

ن

خ بن

ب

ب ئبَاس

ل لا

ن

ن ععع

ع

ِيببأع

دببنعع

ن

ب معحنرللا

ِي

ي مبلعس

د لا

ن

ن ع

ع

ن

ب عبنا

ددُوعخعس

ن مع

ن

ن ععع

ع

ن

ب ععبنا

ددُوعخععس

ن مع

ن

ن عع

ع

ِي

ي ببنللا

َّىللص

ع

هخلللا

هبِينلععع

م

ع للس

ع وع

ل

ع َاقع

م

ل هخلللا

ِينيإب

ذخُوع

خ أع

ك

ع بب

ن

ن ععمب

ن

ب َاط

ع ِينععشللا

م

ب ِيجبرللا

هبزبمنهعوع

هبخبفننعوع

هبثبفننعوع

“Telah berkata ‘Aliy ibn al-Mundzir, telah berkata Ibn Fudhail, telah berkata ‘Atha’ ibn al-Saib, dari Abu “Abdurrahman al-Sulamiy dari Ibn Mas’ud, dari Nabi saw, beliau berdoa: “Alla-humma inni- A’u-dzubika minasy Syaitha-nir Raji-m wa Hamzihi wa Nafhihi wa naftsihi”.

Hadis ini diriwayatkan oleh Ibn Majah (Sunan, Iqamat al-Shalat: 800) dan Ahmad ibn Hanbal (Musnad, no. 3638).

Menurut al-Sindiy dalam syarah Sunan ibn Majah, Muhammad ibn Fudhail mendengar hadis dari ‘Atha’ ibn al-Saib setelah ‘Atha’ mengalami ikhtilat (pikun) sehingga hadisnya tidak valid. dan periwayatan Abdurrahman al-Sulami dari Ibn Mas’ud juga diperdebatkan. Menurut Syu’bah, ia tidak bertemu dengan Ibn Mas’ud dan tidak pernah mendengarkan hadis darinya. Sedangkan menurut Ahmad ibn hanbal ia bertemu dan mendengar hadis darinya. Sanad Ahmad ibn hanbal juga melewati kedua orang yang diperaslahkan tersebut. Kualitas hadis ini dha’if terutama karena Ibn Fudhail mendengar hadis dari ‘Atha’ setelah mengalami ikhtilath.

(4)

sebagai hal yang wajib. Sedangkan Imam Malik tidak membaca ta’awudz dalam shalat fardhu maupun shalat sunnat kecuali dalam qiyamur ramadhan (al-Muhalla, III: 247). Sedangkan bacaan ta’awudznya, Abu Hanifah dan al-Syafi’I dengan membaca: “A’udzu billa-hi minasy syaitha-nir raji-m”, karena berdasar pada Al-Qur’an surat an-Nahl ayat 98. Adapun Ahmad ibn Hanbal dengan membaca: “A’u-dzu billa-his sami-il ‘ali-m minasy syaitha-nir raji-m” karena berdasar pada hadis nabi dari Abu Sa’id al-Khudriy.

8. Berdasar pada hadis Nu’aim al-Mujmir yang diriwayatkan oleh al-Nasaiy, Ibn Khuzaimah, Siraj, Ibn Hibban dan lainnya:

“ Hadis dari Nu’aim al-Mujmir, katanya, “saya bershalat di belakang Abu Hurairah ra, maka ia membaca “Bismilla-hir rahma-nir rakhi-m” lalu membaca induk Al-Qur’an (surat al-Fatihah) sehingga tatkala sampai pada “wa ladldla-lli-n” beliau membaca “

a-mi-n” dan orangpun sama-sama membaca “a-mi-n”. Begitu juga tiap-tiap hendak sujud, mengucapkan, “Alla-hu Akbar” dan bila berdiri dari duduk dalam rakaat kedua beliau mengucapkan, “Alla-hu Akbar”. Setelah bersalam beliau berkata. “Demi yang menguasai diriku, sungguh shalatku yang paling menyerupai dengan shalatnya Rasulullah saw”.

Sumber hadis dan nilai kualitasnya:

Chudori menilai hadis ini sebagai hadis yang berkualitas dha’if. Letak kedha’ifannya terletak pada Abu Hilal yang merupakan rawi ketiga, setelah Abu Hurairah dan Nu’aim al-Mujmiri. Abu Hilal dinilai sebagai rawi yang dha’if oleh al-Bukhariy; sebagai rawi yang mudhtharib oleh Ahmad ibn Hanbal; dan sebagai rawi yang munkar oleh al-Saji. Sehingga dengan dasar kualitas Abu Hilal yang banyak dicela tersebut, Chudori berkesimpulan bahwa hadis ini berkualitas dha’if.(Chudori, 80).

Para perawi yang meriwayatkan hadis ini diantaranya yang sempat terlacak adalah an-Nasai ( Sunan, al-Iftitah: 895), al-Baihaqi (Sunan al-Sughra, I: 251; Sunan al-Kubra, II: 46), Daruquthni (Sunan, I: 305), Hakim (Syi’ar Ashab Hadis, I: 41), dan al-Haitsamiy, I: 125). Dan hadis ini juga dinukilkan dalam kitab Fath al-Bari karya Ibn Hajar al-‘Asqalniy (II: 267).

Dalam sanad hadis kitab al-Nasaiy yang dirujuk oleh Chudori yang diterbitkan oleh Maktabah al-Mushtafa al-Babi al-Halabiy tertulis nama Abu Hilal yang kemudian banyak dijarh oleh para ulama. Nama Abu Hilal juga termuat dalam sanad al-Nasaiy versi naskah yang diterbitkan oleh Thaha Putra Semarang. Sedangkan dalam teks naskah yang diterbitkan oleh Dar al-Basyair al-Islamiyah, Dar Ihya’ al-Turas al-‘Arabiy, Maktabah al-Mathbu’at al-Islamiyah dan Maktab al-Tarbiyah al-Arabiy li Duwal al-Khalij, rawi yang tertera bukan Abu Hilal tetapi Sa’id ibn Abi Hilal.

Kami lebih cenderung rawi tersebut bukan Abu Hilal, melainkan putranya yang bernama Sa’id ibn Abi Hilal. Nama Sa’id ibn Abi Hilal, dan bukannya Abu Hilal, ini juga termaktub di dalam sanad hadis riwayat al-Baihaqi, al-Daruqutni, al-Hakim dan al-Haitsami. Bahkan Ibn Hajar dalam Fath al-Bariy juga mengutip Sa’id ibn Abu Hilal, dan bukannya Abu Hilal.

(5)

sahih lidzatihi. Pandapat senada juga dikemukakan oleh al-Daruqutni dalam kitab Sunannya.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Komedi sekarang tidak hanya diaplikasikan dalam bentuk berupa situasi komedi (sitkom) atau dalam film saja. Acara pertelevisian yang memakai unsur komedi dapat ditemui juga

Kebiasaan “ngobat” juga merupakan fenomena yang biasa terjadi di tempat Clubbing .Dengan mengkomsumsi obat-obat ini biasanya dapat meningkatkan kepercayaan

[r]

Ada beberapa yang tidak aktif dalam Pramuka, salah satunya karena menurun minat, lebih.. mementingkan

Dalam penjelasan sebelumnya bahwa pola tanaman atau sistem pertanian yang dilakoni oleh petani di Kabupaten Tapanuli Selatan beronientasi pada permintaan pasar

Kelompok saya mungkin menganggap saya telah tersesat, tetapi bagi saya tidak masalah, bahwa saya “tersesat” ke jalan yang benar, sehingga saya memutuskan masuk

PENGARUH METODE LATIHAN PLYOMETRIC TERHADAP PENINGKATAN POWER TUNGKAI DAN KELINCAHAN PADA ATLET BOLA BASKET. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu