ANALISIS MAKNA DAN FUNGSI SIMIOTIK RITUAL TANG YUAN DALAM KEPERCAYAAN TAOISME PADA MASYARAKAT TIONGHOA DI MEDAN
SKRIPSI
OLEH
JENYFER KOLLINS 120710003
PROGRAM STUDI S-1SASTRA CINA FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2017
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah di tulis atau diterbitkan oleh negara lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar sarjana yang saya peroleh.
Medan, April 2017 Penulis,
Jenyfer Kollins
ABSTRACT
This study was conducted to investigate the “Analysis The Meaning and Semiotics’ Function of Tang Yuan Ritual in The Beliefs of Taoism in Chinese Society in Medan “. Tang Yuan Ritual is one of the Chinese’s Culture that remain in generations. The Function and The Semiotics’s Meaning of Tang Yuan Ritual can be seen from the manufacturing process, a ritual and eating Tang Yuan.
Researcher has done all the investigation to know all about the function and semiotics’ meaning of Tang Yuan Ritual. The theory used is Functional Theory and Parsons. The nature of research is descriptive with the approach is qualitative.
The data used are a research file and interviews. The result is Religious, Living Purposes, Mutual Cooperation and Harmony.
Keywords: Function Semiotics, Meaning Semiotics,Tang Yuan’s Ritual, Taoism
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah “Analisis Makna dan Fungsi Simiotik Ritual Tang Yuan dalam Kepercayaan Taoisme pada Masyarakat Tionghoa di Medan”. Ritual Tang Yuan merupakan salah satu dari kebudayaan masyarakat Tionghoa yang tetap dilakukan oleh masyarakat Tionghoa secara turun temurun. Fungsi dan makna simiotik Fungsi dan makna simiotik dapat dilihat dari proses pembuatan, ritual, hingga menyantap Tang Yuan tersebut. Penulis telah melaksanakan penelitian untuk mencari tahu fungsi dan makna simiotik dalam ritual Tang Yuan. Teori yang digunakan adalah Teori Fungsional dari Parsons. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.Data yang digunakan pada penelitian ini adalah file riset sertawawancara penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini. Hasil penelitian ini adalah makna dan fungsi dari ritual Tang Yuan yaitu makna religious, tujuan hidup, gotong royong serta keharmonisan.
Keyword : Fungsi Semiotik, Makna Simiotik, Ritual Tang Yuan, Taoisme
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat-Nya yang telah memberikan penulis kesehatan dan kekuatan hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Makna dan Fungsi Simiotik Ritual Tang Yuan dalam Kepercayaan Taoisme pada Masyarakat Tionghoa di Medan” ini masih belum sempurna karena keterbatasan penulis. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan bantuan moril dan materiil, semangat, bimbingan serta doa kepada penulis hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. sebab itu penulis dengan tulus akan mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Drs. Budi Agustono, M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Mhd. Pujiono. M.Hum. Ph.D, selaku Ketua Program Studi Sastra Cina, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Parlindungan Purba, M.Humselaku dosen pembimbing I yang selalu memberikan bimbingan, arahan, nasehat, serta motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Juliana B.A., MTCSOL selaku dosen pembimbing II yang juga banyak memberikan bimbingan, arahan serta nasehat dalam penyusunan skripsi ini.
5. Kepada seluruh Dosen dan staf pengajar Program Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih telah mendukung selama pengerjaan skripsi berlangsung.
6. Kakak, abang, serta adik Sastra Cina yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, Terimakasih untuk doa dan dukungannya.
7. Kedua orang tua penulis, yaitu Hendry dan rita chan
8. Dan yang terakhir, kepada seluruh mahasiswa Sastra Cina stambuk 2012 terutama Kartika Windy Lestari, Cut Rizki W. Muly, Hesti serta lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu dalam memberikan semangat, saran dan kritik, agar bisa bersama-sama menyelesaikan skripsi akhir ini.
Dengan segala kerendahan hati,penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.Akhirnya penulis mengharapkan agar nantinya skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak dikemudian hari.
Medan, April 2017 Penulis,
Jenyfer Kollins NIM.120710003
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Batasan Masalah... 9
1.3 Rumusan Masalah ... 10
1.4 Tujuan Penelitian ... 10
1.5 Manfaat Penelitian ... 10
1.5.1 Manfaat Teoritis ... 10
1.5.2 Manfaat Praktis ... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 12
2.1 Penelitian yang Relevan ... 12
2.2 Konsep ... 13
2.2.1 Masyarakat Tionghoa ... 14
2.2.2 Taoisme ... 14
2.2.3 Festival Tang Yuan ... 14
2.3 LandasanTeori ... 16
2.3.1 Teori Struktur Fungsional ... 17
BAB III METODE PENELITIAN ... 19
3.1 Metode Penelitian... 19
3.2 Lokasi Penelitian ... 19
3.3 Data dan Sumber Data ... 20
3.3.1 Data Primer ... 20
3.3.2 Data Sekunder ... 21
3.4 Sumber Data ... 21
3.5 TeknikPengumpulan Data ... 21
3.5.1 TeknikPengumpulam Data Primer ... 21
3.5.2 TeknikPengumpulan Data Sekunder ... 22
3.6 TeknikAnalisis Data ... 22
BAB IV PEMBAHASAN ... 24
4.1 Makna Simiotik ... 24
4.1.1 Makna Religius ... 24
4.1.2 Makna Tujuan Hidup ... 25
4.2 Fungsi Simiotik………...……….27
4.2.1 Fungsi sosial ... 27
4.2.2 Fungsi Religius... 29
4.2.3 Fungsi Ritual Festival Tang Yuan ... 30
BAB V PENUTUP ... 37
5.1 Kesimpulan ... 37
5.2Saran ... 38
DAFTAR PUSTAKA ... 39
LAMPIRAN I ... 41
LANPIRAN II ... 42
LAMPIRAN III ... 45
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 ...8
Gambar 1.2 ...9
Gambar 4.1. ...28
Gambar 4.2 ...32
Gambar 4.3 ...33
Gambar 4.4 ...35
Gambar 4.5 ...35
Gambar 4.6 ...35
Gambar 4.7 ...35
Gambar 4.8 ...36
Gambar 4.9 ...36
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat Tionghoa mulai datang ke Sumatera Utara sekitar abad ke-16 sampai kira-kira pertengahan abad ke-19. Masyarakat Tionghoa yang berada di Indonesia saat ini merupakan keturunan dari leluhur mereka yang berimigrasi dari Cina ke berbagai wilayah di Indonesia secara periodik yang akhirnya menetap dan menjadi bagian dari Negara Indonesia sampai saat ini.Koentjaraningrat (1985:60)
“mendefinisikan masyarakat sebagai suatu kesatuan manusia yang berinteraksi dan bertingkah laku sesuai dengan adat istiadat tertentu yang bersifat kontiniu, dimana anggota masyarakat terikat suatu rasa identitas bersama. Identitas menjadi jati diri yang kuat bagi masyarakat tersebut”.
Masyarakat Tionghoa tetap menjalankan perayaan kebudayaannya secara terus menerus. Tradisi-tradisi perayan kebudayaan yang dimaksud adalah seperti perayaan Imlek, perayaan Makan Bakchang, perayaan Kue Bulan, dan perayaan Makan Cenil, yang memiliki makanan tradisional berbeda tergantung masing- masing perayaannya, seperti kue Keranjang, kue Bakchang, kue Bulan, kue Cenil.
Semua perayaan yang ada dikebudayaan Tionghoa disusun berdasarkan kalender Tiongkok. Kebudayaan yang dibawa masyarakat Tionghoa ke Indonesian.
khususnya dikota Medan, mulai berbaur dengan kebudayaan setempat, kebudayaan tersebut juga dapat beradaptasi dengan kebudayaan yang ada dikota Medan. Koentjaraningrat (1987:98) menyatakan “Budaya merupakan sebuah sistem gagasan serta rasa, dalam arti luas dapat diartikan sebagai sebuah tindakan
serta karya yang dihasilkan oleh manusia didalam kehidupannya yang bermasyarakat dan sosial, dimana karya tersebut dapat dijadikan kepunyaannya dengan cara pembelajaran”
Salah satu makanan tradisional masyarakat Tionghoa yang hingga saat ini masih ada dan perayaannya masih dirayakan adalah perayan Tang Yuan(kue cenil) yang sangat unik. Untuk istilah namanya, Tang Yuan memiliki variasi nama seperti Tang ceh, dan Dong jie. RitualTang Yuan merupakan salah satu perayaan yang sering dikaitkan dengan falsafah “yin dan yang” dimana melibatkan keseimbangan dan harmoni alam semesta. Ritual perayaan Tang Yuan ini hanya dilakukan pada tanggal 22 desember dan terkadang jatuh pada tanggal 21 desember dilihat dari perhitungan kalender Tiongkok. Asal mula perayaa Tang Yuan di mulai dari Tiongkok, pada saat Kaisar Song Kho Cong dari dinasti Song berkuasa. Tang Yuanakan disembayangkan kepada para leluhur-leluhur pada saat perayaan sedang berlangsung. Marcus A.S.(2009,190) menyatakan “Kebiasan membuat kue cenil atau sembayang cenil ini, konon baru dimulai di Tiongkok.
Pada saat kaisar Song Kho Cong dari dinasti Song memerintah (1127-1152 Masehi). Kiranya sembayang ditunjukan kepada Taopekong, arwah leluhur mereka, dan kepada lima unsur alam yaitu Air, Api, Tanah, Logam, dan Pohon (kayu)”. Sejak saat itu, secara turun temurun perayaraan ini menjadi saat berkumpul bagi seluruh anggota keluarga dengan satu kegiatan utama yang dilakukan masyarakat Tionghoa yaitu membuat dan menikmati Tang Yuan.
Asal mula terjadinya Festival Tang Yuan adalah sebuah legenda di Tiongkok yang terjadi pada masa Dinasti. Pada masa Dinasti tersebut hidup seorang gadis pelayan bernama Yuanxiao di Istana raja. Yuanxiao sangat
merindukan kedua orangtuanya, namun karena peraturan istana yang ketat, ia tidak bisa keluar istana untuk kembali menemui kedua orang tuanya. Ia pun menangis sepanjang waktu, siang dan malam, bahkan ia berusaha untuk melakukan bunuh diri karena kerinduannya itu. Kisah kehidupan Yuanxiao yang malang tersebut terdengar oleh seorang menteri kaisar yang menemuinya dan berjanji untuk menolongnya agar dapat keluar dari istana.
Menteri tersebut melaporkan peristiwa ini kepada sang kaisar. Tapi, peraturan istana adalah peraturan yang tidak bisa dilanggar oleh siapapun kecuali ia memiliki jasa besar yang pantas menerima hadiah dari sang kaisar. Sang menteri pun mencari cara agar dapat mengeluarkan Yuanxiao dari istana. Saat itu sekitar sebulan menjelang tahun baru penanggalan Tionghoa (Imlek). Dan setiap bulan pertama tanggal 15 penanggalan Imlek (Cap Go Meh), sebuah festival besar dirayakan untuk berterima kasih kepada Kaisar Langit dengan memberikan persembahan makanan. Sebuah gagasan tebersit dalam kepala sang menteri. Ia mengusulkan kepada sang kaisar agar memerintahkan Yuanxiao untuk membuat makanan yang enak sebagai persembahan untuk Dewa-Dewi serta para leluhur sebagai syarat agar ia bisa keluar dari istana. Sang kaisar pun menyetujuinya.
Kemudian sang menteri menemui dan memberitahu Yuanxiao mengenai tugas yang diberikan oleh kaisar. Dengan senang hati Yuanxiao menerima tugas tersebut dan memulai pekerjaannya.
Yuanxiao pun memiliki ide untuk membuat Tang Yuan atau bola-bola ketan yang biasa Ia buat untuk menjadi persembahan ketika Cap Go Meh. Yuanxiao merasa bahwa masakan terbaik yang dapat Ia buat hanya Tang Yuan. Siang dan malam Yuanxiao seorang diri memulung adonan tepung ketan menjadi Tang
Yuan. Kemudian tiba waktunya menjelang festival tanggal 15, Yuanxiao pun akhirnya menyelesaikan tugasnya membuat Tangyuan sebanyak mungkin. Tang Yuan tersebut lalu dipersembahkan kepada kaisar dan diletakkan dialtar persembahyangan. Kaisar lalu mencicipi Tangyuan yang dibuat oleh Yuanxiao, dan ia merasa senang dan puas akan masakan tersebut. Yuanxiao pun dianggap berjasa karena menunaikan tugas dari kaisar dengan baik, Yuanxiao akhirnya mendapatkan izin untuk keluar istana untuk menemui kedua orang tuanya. Dan sejak saat itu kaisar memberi nama masakan dari tepung ketan (Tang Yuan) tersebut dengan nama Yuanxiao dan festival tanggal 15 bulan pertama Imlek (Cap Go Meh) disebut juga dengan Festival Yuanxiao. Namun pada masa pemerintahan Yuan Shi Kai tahun 1912-1916 nama Yuanxiao diganti karena pengucapan Yuanxiao mirip dengan pengucapan “menghilangkan Yuan”. Oleh karena itu, nama Yuanxiao pun diganti menjadi Tang Yuan yang secara harfiah memiliki makna “bola bundar didalam sup”.
Tang Yuan yang berwarna-warni memiliki arti tertentu pada warnanya seperti merah yang memiliki arti keberuntungan, kuning diartikan sebagai netralisasi serta keberuntungan, hijau diartikan keharmonisan, dan putih diartikan kemurnian. Air yang dimasak bersama cenil diberi gula merah dan jahe, gula merah yang memiliki rasa manis diartikan bahwa dikehidupan ini akan diberikan kehidupan bahagia dan jahe memiliki rasa hangat diartikan agar dalam keluarga memiliki keharmonisan.
Ritual Tang Yuan memiliki makna religius karena masyarakat Tionghoa juga memberikan persembahan Tang Yuan kepada dewa-dewi dan leluhur.
Persembahan ini memiliki maknabagi masyarakat Tionghoa untuk bersyukur
kepada dewa-dewi dan leluhur atas kehidupan saat ini, dan berharap untuk selalu diberkati. Hal ini juga memberikan kesan kepada leluhur bahwa generasinya masih mengingat para leluhur. Tradisi ini dilakukan dari generasi kegenerasi secara turun temurun serta dimanfaatkan dalam menata kehidupan sosial masyarakat dibidang kehidupan dan mengatur tatanan kehidupan komunitas.
Sibarani (2014:114) menyatakan “kearifan lokal adalah kebijakan atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai leluhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat”.
Tang Yuan memiliki manfaat gotong-royong, kebersamaan dan kedamaian karena satu hari sebelum perayaan Tang Yuan para anggota keluarga akan membantu untuk membuat kue cenil untuk perayaan keesokan hari nya, saat itu para anggota keluarga bisa bersama-sama serta membuat suasana yang terasa bahagia. Selain itu, perayaanTang Yuan juga memiliki manfaat kedamaian karena pada hari perayaan tersebut ada ritual para keluarga akan bertamu kepada tetangga ataupun sanak saudara dengan saling memberikan kue cenil sehingga para keluarga merasakan kedamaian serta bahagia,Tang yuan juga dipercayai masyarakat Tionghoa untuk mendapatkan hari yang baik bagi masyarakat yang memiliki shio yang tidak baik di tahun yang akan datang dan juga diyakini setiap menikmati Tang Yuan di perayan Tang Yuan umurnya akan menambah 1 tahun jadi memiliki harapan berumur panjang.
Saat ini masyarakat Tionghoa banyak memberikan inovasi baru terhadap kue cenil dalam perayaan Tang Yuan seperti cenil yang didalamnya memiliki isi contohnya coklat, kacang merah, kacang hitam, dan sebagainya. Kue cenil yang diberisi varian rasa disebut kue onde. Cenil pada zaman dulu dan sekarang
mengalami perkembangan dan perubahan, sama seperti masyarakat Tionghoa yang juga mengalami perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah jika pada zaman dulu semua masyarakat Tionghoa merayakan Festival Tang Yuan dengan menyembah dewa-dewi serta leluhur, pada zaman sekarang tidak semua masyarakat Tionghoa masih merayakan Festival Tang Yuan dengan menyembah dewa-dewi serta leluhur. Hal ini disebabkan karena yang mereka tidak memiliki kepercayaan terhadap Taoisme, tetapi hanya melakukan tradisi. Hanya masyarakat Tionghoa yang masih mempercayai Taoisme akan mempersembahkan kue cenil kepada dewa-dewi dan leluhur.
Indonesia merupakan Negara yang memiliki beragam suku, seperti suku Jawa, Sunda, Batak, Tionghoa, dan sebagainya. Masyarakat suku Tionghoa menganut berbagai agama dan kepercayaan yang berbeda-beda, seperti Agama Islam, Kristen, Buddha, dan sebagainya. Selain menganut agama yang diakui oleh Undang- Undang, masyarakat Tionghoa juga ada yang menganut agama yang tidak ataupun belum diakui oleh Undang – Undang, seperti Taoisme.
Agama Taoisme masuk ke Indonesia dibawa oleh masyarakat Tiongkok yang masuk ke Indonesia dan membawa kebudayaan serta ajaran Taoisme dan berusaha untuk mendirikan kelenteng-kelenteng. Taoisme merupakan salah satu filsafat Tiongkokyang cukup berpengaruh didunia pada masa dinasti Han, yang dipopulerkan atau disebarkan oleh Lao zi. Pada awalnya Taoisme diperkenalkan dimasa dinasti Chou. Sebelum menggunakan filsafat Taoisme, Tiongkok menganut sistem feodal. Wing (1986, xii) menyatakan “Taoisme dipopulerkan oleh Lao zi (600 SM) sebagai salah satu filsafat Cina yang berpengaruh didunia, mengungkapkan pemikirannya tentang nilai-nilai kepemimpinan. Lao zi yang
diakui sebagai pendiri Taoisme hidup sekitar tahun 600 SM dimasa kekuasaan dinasti Chou. Pada waktu itu, dinasti Chou menganut sistem feodal, yakni orang- orang yang pernah berjasa pada raja diberi gelarkebangsawanan secara turun- temurun serta tanah-tanah kekuasaan, namun penerapan sistem ini sama sekali tidak berhasil. Orang-orang yang pernah berjasa pada kaisar dan diberi gelar kebangsawanan ini kemudian mulai memerintah wilayah mereka sendiri. Akhirnya, Dinasti Chou terpecah menjadi banyak negara-negara feodal yang saling berperang yang berlangsung hingga tahun 221 SM”
Taoisme adalah sebuah agama yang tertua didunia, berasal dari Tiongkok kuno kurang lebih berumur 4600 tahun. Meskipun Taoisme merupakan agama paling tua didunia, Taoisme bukanlah agama yang ketinggalan zaman. Hal ini disebabkan oleh sifatnya yang begitu agung, luas, mendasar, dan berkembang sehingga tidak akanketinggalan zaman. Ajarannya kemudian dikenal sebagai Tao atau jalan.PUTI (2014:2) menyatakan:
Tao tidak berbentuk, merupakan “sesuatu” yang sudah ada sebelum semuanya ada. Arti Tao yang paling sederhana adalah “jalan”. Ada juga yang mengartikannya “kelogisan”, “hukum”, “pedoman”,
“aturan”, dll. Tao adalah jalan kebenaran, aturan, norma, cara, ajaran yang benar menuju kesempurnaan abadi.
Taoisme adalah suatu kepercayan yang dulu dipercayai oleh masyarakat Tionghoa karena tidak adanya agama pada masa itu. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu, Taoisme mulai dijadikan sebagai agama. Taoisme muncul sebagai agama rakyat 2 abad setelah perkembangan kepercayaan Taoisme.
Agama Taoisme merupakan agama yang bersifat tenang, damai, dan bahagia. Agama Taoisme mengajarkan untuk mengurangi hawa nafsu dan bisa merasa puas, agar dapat berbuat baik dan bisa merasa bahagia. Agama Taoisme mengharuskan umatnya untuk menyembah Yang Maha Kuasa serta Dewa Dewi,
dan juga menghormati orangtua dan nenek moyangnya. PUTI (2014,13) menyatakan:
1. Sembah sujud pada Yang Maha Kuasa serta Dewa Dewi 2. Harus menghormati Orang tua/ Nenek moyang kita sendiri 3. Cinta dan setia kepada Negara.
4. Cinta kepada sesama makhluk Tuhan
Selain itu, ajaran Taoisme juga mengajak manusia untuk hidup selaras dengan alam.
Yang dimaksud dengan hidup selaras dengan alam adalah manusia harus dapat mengikuti kodrat atau hukum alam. Sehingga walaupun alam terus berkembang, tetapi kita tidak bisa terlepas dari hukum alam yang telah menempatkan kedudukan diri manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan yang ada di alam semesta ini.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka dalam kesempatan ini penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul:AnalisisMakna dan Fungsi Simiotik Ritual Tang Yuan dalam Kepercayaan Taoisme pada Masyarakat Tionghoa di Kota Medan
Gambar 1.1 Tepung Ketan
Sumber: Jenyfer 2016
Gambar 1.2 campuran Tang Yuan dengan air
Sumber :Jenyfer 2016 Gambar 1.1 warna Tang Yuan
Sumber :Jenyfer
1.2 Batasan Masalah
Pada penelitian ini, penulis akan membatasi ruang lingkup penelitian yang akan melihat makna dan fungsi simiotik ritual Tang Yuan: makna semiotik, makna religius, makna tujuan hidup, dan fungsi seperti gotong-royong, keharmonisan.
Penentuan dari makna dan fungsi yang akan diteliti dalam ritual Tang Yuan pada masyarakat Tionghoa karena pada saat ini masih ada masyarakat Tionghoa yang
tidak melakukan ritual Tang Yuan. Tradisi dalam ritual Tang Yuan dilakukan dalam rumah dan ditempat ibadah (kelenteng). Jln.besar Deli Tua Kecamatan Medan Johor, Provinsi Sumatra Utara.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan tersebut di atas, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Apa saja makna semiotik ritual Tang Yuan dalam kepercayaan Taoisme pada masyarakat Tionghoa dikota Medan?
2. Apa saja fungsi simiotik ritualTang Yuan dalam kepercayaan Taoisme pada masyarakat Tionghoa di kota Medan?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui makna dari ritualTang Yuan dalam kepercayaan Taoisme pada masyarakat Tionghoa di kota Medan.
2. Untuk mengetahuifungsi dari ritualTang Yuan dalam kepercayaan Taoisme pada masyarakat Tionghoa di kota Medan.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitianmakna dan fungsi ritualTang Yuan dalam kepercayaan Taoisme pada masyarakat Tionghoa secara teoritis sebagai salah satu bahan perbandingan dalam kajian budaya ritual yang berkaitan dengan perayaan upacara budaya dalam arti luas.
1.5.2 Manfaat Praktis
Secara praktis, manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian terhadap makna dan fungsi ritualTang Yuan dalam kepercayaan Taoisme pada masyarakat Tionghoa, adalah:
1. Memberi informasi kepada masyarakat luas, bahwa ritualTang Yuan merupakan kebudayaan yang sudah ada pada masyarakat dan menyatu didalam sistem sosial budaya berbagai golongan etnik didaerah-daerah, dan harus tetap kita lestarikan dalam suatu masyarakat.
2. Menjadi sumber dan pengetahuan bagi penulis dan masyarakat pada bidang kebudayaan, dan memberi manfaat bagi kelestarian budaya masyarakat Tionghoa serta telah memberikan kepada kita pemahaman budaya yang harus tetap dilestarikan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penelitian yang Relevan
Tinjauan adalah hasil dari meninjau, pandangan, pendapat sesudah menyelidiki atau mempelajari (KBBI, 2003:1998). Pustaka adalah kitab-kitab, buku, buku primbon (KBBI, 2003:912). Jadi, tinjauan pustaka yaitu hasil meninjau, pandangan, pendapat terhadap buku-buku maupun jurnal-jurnal yang sudah diselidiki atau dipelajari sebelumnya.
Zuyuan, (2015) dalam jurnal yang berjudul”元宵与汤圆 Yuanxiao Yu Tang Yuan” menjelaskan definisi dari Tang Yuan itu sendiri, dimana dinegara Tiongkok Tang Yuan biasa disebut Yuanxiao, ini dikarenakan bentuknya yang bulat serta rasa manisnya,Tang Yuan itu sendiri dirayakan pada hari ke 9 setelah tahun baru china, didalam jurnal ini juga diceritakan asal-usul festival Tang Yuan yang dimulai dari dinasti Song. Penulis ingin mengambil asal-usul festival Tang Yuan dari jurnal tersebut.
Zhen, (2013) dalam jurnal yang berjudul “ 中国传统节日教案设计 Zhongguo Chuantong Jieri Jiaoan Sheji “ menjelaskan asal-usul tentang beberapa festival didalam kebudayaan masyarakat Tionghoa dinegara Tiongkok, seperti festival Tahun Baru Imlek, Tang Yuan, Cheng Beng, dan lainnya. Dalam jurnal tersebut juga menceritakan tentang sejarah festival Tang Yuan itu sendiri. Penulis akan mengambil sejarah festival dalam kebudayan masyarakat Tionghoa tersebut.
Pasaribu, (2011) dalam skripsi yang berjudul “ Fungsi dan makna makanan tradisional pada perayaan upacara budaya masyarakat Tionghoa”
menjelaskan makanan-maknan tradisional dalam masyarakat Tionghoa, bagaimana cara membuat dan asal-usul dari makanan-makanan tersebut.contoh makanan tradisional dalam masyarakat Tionghoa seperti bak chang,kue keranjang, Tang Yuan dll, Penulis ingin mengambil makna dan bagaimana membuat Tang Yuan tersebut.
Purba, (2013) dalam skripsi yang berjudul “nilai-nilai kepemimpinan dalam Taoisme: studi kasus masyarakat Tionghoa di Medan” menjelaskan asal-usul tentang konsep kepemimpinan, Taoisme, keterkaitan budaya dengan nilai kepemimpinan. Penulis setuju dan akan mengambil sejarah Taoisme dalam skripsi tersebut.
2.2 Konsep
Menurut KBBI( 2003 : 588) menjelaskan bahwa konsep merupakan ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau penggolongan yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata. Konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar dan penyamaan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan penelitian.
Konsep merupakan definisi dari apa yang kita amati, konsep menentukan variable-variabel mana yang kita inginkan, untuk menentukan hubungan empiris.
Oleh karena itu konsep penelitian ini adalah mengenai:
2.2.1 Masyarakat Tionghoa
Masyarakat adalah kumpulan manusia yang bertempat tinggal dalam waktu yang lama disuatu daerah tertentu yang mengikuti aturan-aturan yang ada untuk menuju kepentingan dan tujuan bersama. Defenisi masyarakat menurut Selo Soemardjan (1997:29) ialah orang orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Koentjaraningrat (1985:60) mendefinisikan masyarakat sebagai suatu kesatuan manusiayang berinteraksi dan bertingkah laku sesuai dengan adat istiadat tertentu yang bersifat kontiniu, dimana anggota masyarakat terikat suatu rasa identitas bersama. Identitas menjadi jati diri yang kuat bagi masyarakat tersebut.
Tionghoa adalah salah satu etnis yang telah lama tinggal di Indonesia. Etnis Tionghoa merupakan kaum minoritas yang jumlahnya sedikit di Indonesia dan merupakan etnis pendatang yang berasal dari bagian tenggara Tiongkok. Seiring dengan perkembangan zaman, keberadaan masyarakat Tionghoa ini mulai diakui oleh masyarakat asli Indonesia. Hal ini ditandai dengan adanya libur Nasional untuk Hari Raya Imlek. Masyarakat Tionghoa memiliki berbagai jenis kebudayaan yang unik dan menarik.
2.2.2 Taoisme
Taoisme adalah salah satu agama yang tertua di dunia, berasal dari Tiongkok kuno kurang lebih berumur 4600 tahun. Menurut Ardian (2010) Taoisme ( 道 教 atau 道 家 ) juga dikenal dengan Daoisme, diprakarsai oleh Laozi (老子) sejak akhir zaman Chunqiu yang hidup pada 604-517 SM atau abad ke-6 sebelum Masehi. Taoisme merupakan ajaran Laozi yang
berdasarkan Daode Jing ( 道 德 經 ). Awalnya Dao de jing disebut Lao zi Wuqianyan (老子五千言) atau Tulisan Laozi Lima Ribu Kata. Selanjutnya Dia meninggalkan ibu kota dan tidak pernah terdengar lagi kabar beritanya.
Belakangan, semasa Dinasti Han (202 – 221 SM) kitab itu mulai disebut Daodejing, karena membahas mengenai Dao ( Jalan ) dan De (德, atau Kebajikan) yang diajarkan Laozi.
Kitab singkat yang berjudul Daodejing itu, untuk selanjutnya menjadi kitab pegangan utama bagi para penganut Daoisme.Pengikut Laozi yang terkenal adalah ZhuangZi ( 莊 子 ) yang merupakan tokoh penulis kitab yang berjudul Zhuangzi. Selain itu adaLie Zi 列子, Huainan zi 淮南子 juga termasuk filsuf Taoisme. Lie Zi, Huainan Zi juga membuat kitab yang berjudul Lie Zi dan Huainan Zi.
Taoisme adalah sebuah aliran filsafat yang berasal dari Tiongkok. Taoisme sudah berumur ribuan tahun, dan akar-akar pemikirannya telah ada sebelum masa Konfusiusme. Hal ini dapat disebut sebagai tahap awal dari Taoisme. Bentuk Taoisme yang lebih sistematis dan berupa aliran filsafat muncul kira-kira 3 abad SM. Selain aliran filsafat, Taoisme juga muncul dalam bentuk agama rakyat, yang mulai berkembang 2 abad setelah perkembangan filsafat Taoisme.
Tao masuk ke Indonesia dimulai dari orang-orang Tionghoa yang datang ke Indonesia. Puncak persebaran masyarakat Tionghoa ke seluruh dunia dimulai sejak abad ke-15 dan abad 20 masa masuknya bersamaan dengan perantauan.
Ketika mereka datang, mereka membawa tradisi Tao dan berusaha mendirikan kelenteng-kelenteng. Banyak kelenteng-kelenteng yang sudah berumur ratusan
tahun dan bahkan ada yang sudah berumur tiga ratus tahun lebih dan sampai sekarang masih banyak umatnya yang sembahyang disana.
2.2.3 Festival TangYuan
Festival Tang Yuan adalah tradisi masyarakat Tionghoa yang merayakan festival ini dengan membuat bersama dan menikmati bersama keluarga, juga untuk disajikan untuk para dewa dewi serta leluhur. Tradisi ini dirayakan 1 tahun sekali. Markus (2009:96) menyatakan “Festival TangYuan atau biasa yang diperingati kadang pada bulan sepuluh terkadang juga bulan sebelas Imlek. Hal ini tergantung pada perhitungan tahun-tahun yang terhitung empat tahun sekali, pada penanggalan tahun Masehi, jatuh pada tanggal 22 Desember”. Festival ini pada umumnya dirayakan oleh masyarakat Tionghoa dengan sangat sederhana, yaitu dengan memakan kue cenil dan disembayangkan kepada dewa-dewi serta leluhur.
Kue cenil tersebut terbuat dari tepung beras ketan. Kebiasaan membuat kue cenil atau sembahyang cenil ini dimulai dari Tiongkok pada saat Kaisar Song Kho Cong dari Dinassti Song yang memerintah 1127-1152 Masehi.
2.3 Landasan Teori
Teori adalah landasan dasar keilmuan untuk menganalisis berbagai fenomena.
Tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan (Koentjaraningrat, 1973:10). Teori merupakan rujukan utama dalam memecahkan masalah penelitian didalam ilmu pengetahuan. Adapun teori yang penulis gunakan adalah teori struktur fungsional.
2.3.1 Teori Struktur Fungsional
Struktur Fungsional adalah sebuah teori yang pemahamannya tentang masyarakat didasarkan pada model sistem organik dalam ilmu biologi. Artinya, fungsionalisme melihat masyarakat sebagai sebuah sistem dari beberapa bagian yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Pengertian struktur sosial menurut kajian sosiologi:
1. Struktur adalah pola hubungan antar manusia dan antar kelompok manusia (Menurut Coleman,1990).
2. Struktur sosial adalah pola hubungan-hubungan, kedudukan-kedudukan, dan jumlah orang yang memberikan keanggotaan bagi organisasi manusia dalam kelompok kecil dan keseluruhan manusia (Calhoun, 1997).
3. Struktur sosial sebagai pola perilaku berulang-ulang yang menciptakan hubungan antar individu dan antar kelompok dalam masyarakat (William Kornblum,1988).
Dalam teori struktural fungsional Parsons ini, terdapat empat fungsi untuk semua sistem tindakan. Suatu fungsi adalah kumpulan hal yang ditujukan pada pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Parsons kemudian mengembangkan apa yang dikenal sebagai imperatif-imperatif fungsional agar sebuah sistem bisa bertahan, yaitu:
1. Adaptasi (Adaptation)
Sebuah sistem ibarat makhluk hidup, artinya agar dapat terus berlangsung hidup, sistem harus dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan yang ada, harus mampu bertahan ketika situasi eksternal sedangtidak mendukung.
2. Pencapaian Tujuan (Goal Attaintment)
Sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan-tujuan utamanya.
Artinya, sistem diharuskan untuk mengerucutkan pemikiran individu agar dapat membentuk kepribadian individu dalam mencapai tujuan dari sistem itu sendiri.
3. Integrasi (Integration)
Sistem harus mengatur hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Ia pun harus mengatur hubugan antar ketiga imperativefungsional, yakni adaptasi, pencapaian tujuan, dan pemelihara pola.
4. Pemeliharaan Pola (Latern Pattern Maintanace)
Sistem harus melengkapi, memelihara, dan memperbarui motivasi individu dan pola-pola budaya yang menciptakan dan mempertahankan motivasi tersebut.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian kualitatif merupakan metode yang menekankan analisis proses dari proses berpikir secara induktif yang berkaitan dengan dinamika hubungan antar fenomena yang diamati, dan menggunakan logika ilmiah dalam penelitiannya (Gunawan, 2014:80). Penelitian kualitatif bukan berarti tanpa menggunakan dukungan dari data kuantitatif, tetapi lebih ditekankan pada kedalaman berpikir formal dari peneliti dalam menjawab permasalahan yang dihadapi, serta bagaimana peneliti menggambarkan hasil penelitiannya secara tertulis.
Menurut Djajasudarma (1993:3), metode penelitian merupakan alat, prosedur, dan teknik yang dipilih dalam melaksankan penelitian (dalam menggunakan data).
Metode memiliki peran yang sangat penting, metode merupakan syarat atau langkah-langkah yang dilakukan dalam sebuah penelitian. Penelitian adalah refleksi dari keinginan untuk mengetahui sesuatu berupa fakta-fakta atau fenomena alam. Perhatian atau fenomena merupakan awal dari kegiatan penelitian yang menimbulkan suatu pertanyaan atau masalah (Indriantoro & Supomo, 1999).
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dipilih peneliti yaitu di kota Medan. Alasan peneliti memilih lokasi Penelitian ini sebagai berikut:
1. Kota merupakan salah satu kawasan dimana masih cukup banyak masyarakat Tionghoa yang menetap disana.
2. Lokasi jln.muctar basri dan jln. Besar deili tualebih mudah dijangkau oleh penulis.
3.3 Data dan Sumber Data
Data merupakan hal yang paling penting bagi setiap peneliti dalam sebuah penelitian. Data merupakan kumpulan kejadian yang aktual dan nyata serta dapat dijadikan bahan kajian atau analisis. Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data dari masyarakat Tionghoa di Kota Medan, internet, buku-buku dan jurnal-jurnal.
3.3.1 Data Primer
Teknik pengumpulan data dalam penelitian adalah teknik wawancara, yaitu mendapatkan informasi dengan bertanya secara langsung kepada subjek penelitian.
Sebagai modal awal penulis berpedoman pada pendapat Koentjaraningrat (1981:136) yang mengatakan, ”...kegiatan wawancara secara umum dapat dibagi tiga kelompok yaitu: persiapan wawancara, tehnik bertanya dan pencatat data hasil wawancara. ”Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini secara lisan langsung dengan subjek penelitian. Wawancara dilakukan penulis dengan beberapa masyarakat Tionghoa dan beberapa mahasiswa etnis Tionghoa yang dapat ditemui di Kota Medan kecamatan Medan Johor.
3.3.2 Data Sekunder
Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), dimana dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data dan informasi yang bersumber dari naskah, catatan, artikel, buku-buku kepustakaan yang berhubungan dengan judul penelitian.
3.4 Sumber Data
Di dalam setiap penelitian, sumber data yang menjadi patokan yang sangat penting bagi setiap penulis untuk mendapatkan informasi. Sumber data terdiri dari sumber data primer dan sumber data sekunder.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara peneliti dalam menggunakan dan mengumpulkan bahan-bahan yang akan diteliti. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian ini terdiri dari teknik pengumpulan data sekunder dan teknik pengumpulan data primer.
3.5.1 Teknik Pengumpulan Data Primer
1. Penulis akan melakukan observasi lapangan.
2. Penulisakan melihat dan memiliki masyarakat yang akan di jadikan sebagai informan.
3. Penulis akan melakukan wawancara terhadap informan.
4. Penulis akan mencatat dan merekam suara selagi wawancara berlangsung.
5. Penulis memgumpulkan semua informasi yang diberikan informan terhadap manfaat dan makna ritual Tang Yuan pada kepercayaan Taoisme.
3.5.2 Teknik Pengumpulan Data Sekunder
1. Penulis akan mecari buku-buku, jurnal-jurnal dan skripsi di perpustakaan yang berkaitan dengan ritual Tang Yuan.
2. Memeriksa daftar isi di dalam buku-buku dan skripsi yang didalamnya ada kaitan dengan penelitian penulis.
3. Membaca buku, jurnal dan skripsi yang memiliki informasi tentang penelitian penulis.
4. Mengumpulkan semua informasi yang di dapat dari buku, jurnal dan skripsi untuk diolah dalam penelitian penulis.
3.6 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan (Moelong, dan Gunawan 2014). Penelitian ini memusatkan perhatian pada masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian berlangsung. Melalui penelitian ini penulis berusaha mendeskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakuan khusus terhadap peristiwa tersebut.
Teknik analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah teknik analisis data (Miles danHuberman 1992). Tahap–tahap yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Tahap reduksi data, penulis mengumpulkan data-data melalui buku-buku, wawancara serta buku dari penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan ritual Tang Yuan pada masyarakat Tionghoa, kemudian penulis menyeleksi data yang ada.
2. Tahap penyajian data, penulis mengelompokkan makna dan fungsi semiotik ritual Tang Yuan yang muncul dan dengan menggunakan teori sebagai kategori pengelompokan.
3. Tahap penarikan kesimpulan, penulis menganalisis makna dan fungsi semiotik ritual Tang Yuan pada masyarakat Tionghoa kemudian menyimpulkannya.
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Makna Semiotik 4.1.1. Makna Religius
Ritual Festival Tang Yuan merupakan ritual yang dirayakan oleh masyarakat Tionghoa di Indonesia pada tanggal 21 Desember jika jatuh pada tahun shio tikus, naga dan monyet dan jika diluar dari tahun tersebut, Festival Tang Yuan dirayakan pada tanggal 22 Desember. Jika masyarakat Tionghoa di Indonesia merayakan Ritual Festival Tang Yuan pada tanggal 21 atau 22 Desember, masyarakat Tiongkok merayakannya pada hari ke-15 setelah Imlek (Cap Go Meh). Di dalam perayaan tersebut masyarakat Tionghoa akan menyajikan Tang Yuan kepada Dewa-Dewi dan leluhur karena masyarakat Tionghoa yang memiliki kepercayaan Taoisme sangat menjunjung tinggi Dewa- Dewi dan leluhur mereka. Sedangkan masyarakat Tionghoa yang tidak menganut kepercayaan Taoisme akan tetap merayakan Festival Tang Yuan dengan cara menikmati Tang Yuan bersama keluarga dan hanya akan mempercayai makna yang ada didalam Perayaan Tang Yuan.
Ritual Festival Tang Yuan memiliki beberapa makna religius, seperti adanya waktu untuk berdoa kepada Dewa-Dewi dan leluhur untuk berterimakasih atas kehidupan yang telah diberikan. Tang Yuan memiliki makna religius yaitu kebahagian, kebersamaan dan bersatunya keluarga, sehingga jika terjadi kemalangan dalam keluarga maka tidak boleh merayakan festival Tang Yuan. Hal ini disebabkan karena dalam keluarga berkurang satu orang anggota keluarga dan
masih dalam suasana belasungkawa, maka dari itu festival Tang Yuan boleh di rayakan setelah 2 tahun berlalu dari kejadian belasungkawa tersebut.
Didalam ritual Tang Yuan terdapat beberapa aturan dalam hal jumlah mangkok berisi Tang Yuan yang akan dipersembahkan kepada Dewa-Dewi dan para leluhur. Jumlah mangkok berisi Tang Yuan yang akan dipersembahkan kepada Dewa-Dewi harus berjumlah ganjil, sedangkan jumlah mangkok berisi Tang Yuan yang akan dipersembahkan kepada para leluhur harus berjumlah genap.
Jumlah mangkok berisi Tang Yuan yang akan dipersembahkan kepada Dewa- Dewi harus berjumlah ganjil karena kehidupan Dewa-Dewi yang tidak memiliki pasangan serta tidak menikmati kehidupan duniawi. Oleh karena itu jumlah mangkok yang diberikan kepada Dewa-Dewi tidak akan berjumlah genap. Lain halnya dengan jumlah mangkok berisi Tang Yuan yang akan diberikan kepada para leluhur akan selalu berjumlah genap. Hal ini disebabkan karena para leluhur yang selama hidupnya masih menikmat kehidupan duniawi serta memiliki pasangan hidup.
4.1.2 Makna tujuan hidup
Ritual Festival Tang Yuan juga memiliki makna tujuan hidup, seperti mempercayai bahwa merayakan Festival Tang Yuan dengan menyembah Dewa- Dewi dan leluhur akan diberikan kehidupan yang bahagia, penuh perlindungan, makmur, sejahtera di tahun-tahun yang akan datang serta akan diberikan panjang umur. Selain itu, ritual festival Tang Yuan juga memiliki makna tujuan hidup yang lain, seperti dalam proses pembuatan Tang Yuan tersebut, dimana Tang Yuan dibuat dari tepung ketan yang dicampur dengan air dan kemudian diuleni, kemudian dibentuk bulatan-bulatan kecil. Proses pembuatan Tang Yuan tersebut
memiliki makna bahwa sebuah keluarga memiliki sifat yang berbeda-beda, tetapi dapat menjadi suatu kesatuan.
Bentuk Tang Yuan yang bulat memiliki makna kehidupan yang tidak berujung, sehingga kehidupan akanterus berputar bersamaan dengan kebahagiaan yang terus menerus berputar. Tang Yuan yang kenyal melambangkan kelekatan hubungan keluarga serta harapan agar keluarga semakin harmonis. Kuah Tang Yuan yang manis memiliki makna hubungan erat keluarga yang manis. Selain itu, Tang Yuan biasanya disajikan minimal ada satu atau dua butir Tang Yuan dengan ukuran besar serta beberapa Tang Yuan berukuran kecil, ini memiliki makna bahwasanya dalam keluarga ada ayah, ibu, dan anak-anak.
Tang Yuan yang besar-kecil dapat terbentuk karena dalam proses pembuatannya masing-masing anggota keluarga memiliki bentuk tangan yang berbeda, sehingga Tang Yuan yang terbentuk menjadi berbeda ukuran pula.
Karena bentuk Tang yuan besar kecil tersebut, muncul sebuah pengibaratan dimana didalam Tang Yuan ada ayah, ibu dan anak-anak seperti halnya sebuah keluarga.
Pada jaman dahulu semangkok Tang Yuan berisi Tang Yuan sejumlah umur orang yang akan memakannya ditambah sebuah Tang Yuan lagi. Jika umur orang yang memakannya adalah 13 tahun, maka jumlah Tang Yuan yang harus dimakan adalah 14 Tang Yuan. Jumlah Tang Yuan yang harus dimakan tersebut memiliki makna bahwa orang yang memakan Tang Yuan tersebut sudah melalui hidup selama ini, dan penambahan sebuah Tang Yuan lagi memiliki makna harapan agar orang yang memakannya memiliki umur yang panjang dan bertambah tuanya usia diharapkan orang yang memakannya akan menjadi lebih
dewasa dan dapat menjalani kehidupan dimasa mendatang dengan baik. Namun, saat ini ritual jumlah Tang Yuan yang harus dimakan tersebut sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat Tionghoa. Hal ini disebabkan karena masyarakat Tionghoa yang masih muda mulai memprotes ritual tersebut, karena semakin bertambahnya usia, maka semakin banyak pula Tang Yuan yang harus dimakan.
Selain itu, pembagian Tang Yuan sesuai jumlah umur menyebabkan terjadinya kecemburuan antar saudara yang masih muda dengan saudara yang lebih tua.
Saudara yang masih muda akan memprotes orangtua karena mendapatkan Tang Yuan dengan jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan saudaranya yang lebih tua. Tidak hanya itu, orang yang sudah sangat tua dan kemungkinan sudah tidak memilki gigi yang kuat harus memakan Tang Yuan dengan jumlah yang sangat banyak, sedangkan Tang Yuan memiliki tekstur yang kenyal.
4.2 Fungsi Semiotik 4.2.1 Fungsi sosial
Ketika membuat adonan Tang Yuan, masyarakat Tionghoa akan membuatnya bersama dengan anggota keluarga secara gotong-royong. Pertama, para ibu akan mengadoni adonan Tang Yuan, lalu anak-anaknya akan membantu memberi warna pada adonan Tang Yuan. Adonan Tang Yuan akan diberi banyak warna, seperti warna merah, putih, hijau, kuning, merah muda, biru, dan sebagainya. Semua anggota keluarga akan bersama-sama membentuk bulatan- bulatan kecil pada adonan Tang Yuan yang sudah diberi warna. Lalu ibu akan menyiapkan bahan-bahan untuk membuat kuah Tang Yuan untuk kemudian dimasak.
Tang Yuan kemudian akan di masak oleh ibu. Setelah Tang Yuan dan kuah selesai di masak, keesokan harinya anggota keluarga akan saling bantu membantu untuk menyiapkan upacara ritual kepada Dewa-Dewi serta leluhur. Ibu akan membagi tugas kepada anggota keluarga untuk menyiapkan lilin, teh, kertas, Tang Yuan. Lalu anggota keluarga yang telah diberikan tugas akan mengerjakannya hingga selesai dengan rapi, dan jika ada anggota keluarga lain yang belum menyelesaikan tugasnya, maka dia akan membantu anggota keluarga yang lain.
Proses ritual Tang Yuan akan diikuti oleh seluruh anggota keluarga, dan ritual sembahyang harus dimulai dari ayah selaku kepala keluarga, lalu akan diikuti oleh anggota keluarga lainnya. Setelah proses persembahyangan selesai, maka seluruh anggota keluarga akan menikmati Tang Yuan bersama-sama.
Melalui proses pembuatan Tang Yuan secara bergotong royong, akan membuat anggota keluarga yang sibuk akan meluangkan waktu untuk membantu anggota keluarganya yang lain.
Gambar 4.1 Bergotong- royong membuat Tang Yuan
Sumber: jenyfer 2016
4.2.2 Fungsi Religius
Sewaktu Festival Tang Yuan dilaksanakan, masyarakat Tionghoa akan saling berkunjung ke rumah sanak saudara dan teman atau kenalan dengan marga yang sama. Kedatangan masyarakat Tionghoa tersebut bertujuan untuk saling memberikan Tang Yuan. Hal ini membuktikan bahwa Festival Tang Yuan memiliki fungsi menjaga keharmonisan antara masyarakat Tionghoa yang mungkin tidak dapat saling berkunjung pada hari-hari biasa disebabkan oleh kesibukan masing-masing individu.
Selain dalam hal saling mengunjungi sanak saudara ketika Festival Tang Yuan, keharmonisan pada saat Festival Tang Yuan juga dapat dilihat dari prosesi pembakaran uang kertas untuk leluhur ketika ritual upacara Tang Yuan. Hal ini membuktikan bahwa dalam tradisi Tionghoa ikatan darah dan kasih serta keharmonisan dalam keluarga antara yang telah meninggal dan yang masih hidup tidak terputus dan akan selalu terjalin dari generasi ke generasi.
Ketika ritual upacara Tang Yuan dilaksanakan, kepala keluarga akan memanjatkan doa serta pengharapan agar semua anggota keluarga mendapat kehidupan yang lebih baik, dijauhkan dari segala masalah dan mendapatkan umur yang panjang. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Tionghoa akan selalu mendoakan keluarganya yang lain, dan ini merupakan salah satu bentuk dari keharmonisan antara sebuah keluarga dengan keluarganya yang lain.
Keharmonisan juga dapat dilihat ketika seluruh keluarga sedang membuat Tang Yuan bersama-sama. Ketika membuat Tang Yuan, seluruh anggota keluarga akan membuat Tang Yuan bersama-sama sambil mengobrol dan bersenda gurau.
Seluruh anggota keluarga akan bercerita kejadian-kejadian yang mereka alami
sambil membuat Tang Yuan, hal yang sangat jarang terjadi karena kesibukan masing-masing individu. Anggota keluarga akan sulit meluangkan waktu untuk berkumpul dengan keluarganya yang lain pada hari-hari normal. Namun, pada hari pembuatan Tang Yuan mereka akan meluangkan waktunya untuk melaksanakan tradisi turun temurun dan untuk menjaga keharmonisan keluarga.
4.2.3 Fungsi Ritual Festival Tang Yuan
Tang Yuan terbuat dari tepung ketan, air, pewarna makanan, gula merah, daun pandan dan jahe. Proses pembuatan Tang Yuan dimulai dari mengadoni tepung ketan dan air hingga menjadi adonan. Kemudian adonan tersebut dibagi menjadi beberapa bagian dan masing-masing bagiannya diberi pewarna makanan yang berbeda-beda. Setelah itu adonan diuleni kembali hingga dapat dibentuk bulatan-bulatan kecil. Setelah Tang Yuan dibentuk menjadi bulatan-bulatan kecil, selanjutnya Tang Yuan disisihkan terlebih dahulu. Setelah itu, mulai mempersiapkan kuah Tang Yuan. Kuah Tang Yuan dibuat dengan cara mendidihkan air dengan gula merah dan jahe. Sebelum mendidih, kemudian ditambahkan daun pandan dan tunggu hingga mendidih lalu mulai masukkan Tang Yuan yang telah dibentuk sebelumnya. Setelah itu, tunggu hingga kuah tersebut mendidih dan Tang Yuan siap untuk disajikan.
Selain ritual pembuatan Tang Yuan yang telah dijelaskan sebelumnya, ada beberapa keunikan dalam proses pembuatan Tang Yuan yang dilakukan oleh beberapa keluarga Tionghoa. Keunikan tersebut adalah setelah selesai membentuk Tang Yuan, nampan berisi Tang Yuan yang telah dibentuk akan diputar searah jarum jam sambil mengatakan: “ 圆 哑 圆 , 一 家 年 年 都 团 年 ”
(yuán yǎ yuán , yī jiā nián nián dōu tuán niá) yang memiliki makna “Setiap tahun keluarga selalu berkumpul, sehingga hubungan keluarga menjadi selalu harmonis”.
Kuah Tang Yuan memiliki rasa manis yang berasal dari gula merah serta jahe yang memberikan rasa hangat pada tubuh. Jika Tang Yuan di Indonesia dibuat menggunakan gula merah dan jahe, lain halnya dengan Tang yuan di Tiongkok. Tang Yuan di Tiongkok dibuat dengan gula merah atau gula pasir serta arak untuk menghangatkan tubuh. Ini disebabkan karena perayaan Tang Yuan di Tiongkok jatuh pada musim dingin, sehingga mereka membutuhkan bahan yang dapat membuat tubuh menjadi hangat.
Dahulu, Tang Yuan tidak memiliki isi dan hanya memiliki satu varian rasa.
Saat ini Tang Yuan memiliki banyak varian rasa, seperti Tang Yuan yang berisi coklat, kacang merah, stoberi, kacang tanah, selai pandan, dan lain-lain. Selain Tang Yuan, saat ini kuah Tang Yuan juga memiliki banyak varian rasa seperti kuah asin dan kuah bening. Kuah Tang Yuan yang memiliki rasa asin disebabkan oleh penggunaan gula yang dikurangi dan penggunaan garam yang ditambahkan sesuai dengan selera masing-masing masyarakat Tionghoa. Sedangkan kuah Tang Yuan yang bening dikarenakan penggunaan gula merah yang digantikan menjadi gula pasir sehingga kuah yang dihasilkan akan menjadi bening, maka dinamakan menjadi kuah bening.
Perubahan varian Tang Yuan serta varian kuah Tang Yuan disebabkan oleh perkembangan jaman. Jaman yang semakin maju dan semakin inovatif menyebabkan masyarakat Tionghoa juga menjadi lebih inovatif terhadap variasi- variasi Tang Yuan. Tang Yuan asli yang hanya memiliki satu varian rasa kuah dan tidak memiliki isi membuat masyarakat Tionghoa mencapai titik jenuhnya karena
memakan variasi Tang Yuan yang sama selama bertahun-tahun. Oleh sebab itu maka masyarakat Tionghoa mulai menciptakan varian-varian Tang Yuan yang sesuai dengan jaman dan sesuai dengan selera masing-masing keluarga. Namun tidak semua keluarga Tionghoa saat ini membuat Tang Yuan dengan inovasi baru tersebut. Masih banyak keluarga Tionghoa yang masih tetap membuat variasi Tang Yuan asli. Hal ini dikarenakan ada beberapa keluarga yang merasa bahwa pembuatan Tang Yuan dengan isi dinilai terlalu susah dan memakan waktu pembuatan yang lebih lama. Selain dinilai sulit dan memakan waktu yang lebih lama, pembuatan Tang Yuan dengan isi juga membutuhkan keterampilan khusus untuk membungkus adonan Tang Yuan dengan isi yang diinginkan, karena jika tidak terampil dalam membungkus Tang Yuan dengan isi, maka pada saat direbus, Tang Yuan akan terbuka dan isinya akan keluar sehingga akan merusak rasa kuah yang digunakan untuk merebus Tang Yuan.
Gambar 4.2
Adonan Tang Yuan yang telah dibentuk
Sumber: Jenyfer 2016
Gambar 4.3
Kuah Tang Yuan yang telah matang
Sumber: Jenyfer 2016 Gambar 4.4
Tang Yuan yang siap disajikan
Sumber: Jenyfer 2016
Ritual upacara Tang Yuan dimulai dengan menyiapkan Tang Yuan yang akan dipersembahkan untuk Dewa-Dewi dan leluhur. Jumlah mangkok berisi Tang Yuan untuk Dewa-Dewi berjumlah ganjil, sedangkan untuk para leluhur berjumlah genap. Setelah menyiapkan Tang Yuan, lalu dilanjutkan dengan memasang lilin di sebelah kanan dan kiri hiolo. Hiolo adalah tempat untuk meletakkan dupa. Hiolo, lilin dan gelas teh kemudian diletakkan diatas meja altar.
Setelah itu mulai dilakukan sembahyang kepada Dewa Langit, Dewa Tanah, dan
para leluhur. Dewa Langit dan Dewa Tanah merupakan Dewa-Dewa yang pasti selalu ada disetiap rumah masyarakat Tionghoa dengan kepercayaan Taoisme.
Dewa Langit memiliki nama lain Tian Kong / Dewa Tai Yi. Dewa Langit dipercayai memegang takdir manusia, dan yang mengatur kapan akan member wabah dan bencana kepada manusia. Maka setiap tahunnya setiap Kaisar Tiongkok selalu menyembah Dewa Langit melalui upacara-upacara kekaisaran demi memohon cuaca dan hasil panen yang baik serta mengaharapkan kesehatan bagi rakyatnya.
Selain menyembah Dewa Langit, pada saat ritual upacara Tang Yuan masyarakat Tionghoa juga menyembah Dewa Tanah. Dewa Tanah memiliki nama lain Te Zhu Kong. Dewa Tanah adalah penghuni setiap rumah. Dewa Tanah dapat membantu kehidupan sehari-hari seperti menjaga keharmonisan keluarga, memajukan bisnis keluarga dan sebagainya.
Dewa Langit dan Dewa Tanah selalu ada disetiap rumah masyarakat Tionghoa yang memiliki kepercayaan Taoisme. Selain kedua Dewa yang pasti ada disetiap rumah tersebut, biasanya ada Dewa lain yang hanya ada dibeberapa rumah masyarakat Tionghoa yang memiliki kepercayaan Taoisme. Hal ini bergantung pada keinginan masyarakat Tionghoa di masing-masing keluarga ingin membawa Dewa apa yang sesuai dengan saran Suhu masing-masing keluarga. Pemilihan Dewa tersebut dinilai dari kecocokan Dewa tersebut dengan masing-masing keluarga. Dewa-Dewa tersebut misalnya Dewa Tua Pek Kong, Dewi Kuan Im, Dewa Guan Gong, dan sebagainya.
Gambar 4.5
Persembahan Tang Yuan untuk Leluhur
Sumber: jenyfer 2016 Gambar 4.6
Persembahan Tang Yuan untuk Dewa langit
Sumber: Jenyfer 2016 Gambar 4.7
Persembahan Tang Yuan untuk Tua Pe Kong
Sumber: Jenyfer 2016
Gambar 4.8
Persembahan Tang Yuan untuk Dewa Tanah
Sumber: Jenyfer 2016 Gambar 4.9
Pembersihan Altar Sembayang
Sumber: Jenyfer 2016
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil Penelitian dan tinjauan pustaka yang menjadi acuan dalam meneliti analisis makna dan fungsi simiotik ritual Tang Yuan dalam kepercayaan Taoisme pada masyarakat Tionghoa di kota Medan, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:
Ada beberapa makna simiotik ritual Tang Yuan dalam kepercayaan Taoismepada masyarakat Tionghoa di kota Medan. Makna-makna semiotik ritual Tang Yuan bagi masyarakat Tionghoa adalah makna religius dan makna tujuan hidup. Makna religiusTang Yuan bagi masyarakat Tionghoa yaitu adanya waktu untuk berdoa kepada Dewa-Dewi dan leluhur untuk berterimakasih atas kehidupan yang telah diberikan. Makna tujuan hidup ritual Tang Yuan bagi masyarakat Tionghoa yaitu memiliki makna tersendiri yang terdapat dari proses pembuatan Tang Yuansampai saat dinikmati memiliki makna kehidupan tersendiri.
Fungsi semiotik ritual Tang Yuan dalam kepercayaan Taoisme pada masyarakat Tionghoa di kota Medan adalahfungsi social, fungsi religius, fungsi ritual. Fungsi semiotik religius rritual Tang Yuan dapat dilihat dari proses pembuatannya sampai saat di sembayangkan kepada dewa-dewi dilakukan oleh seluruh anggota keluarga secara bersama-sama. Fungsi semiotik sosial dapat dilihat dari kegiatan Tang Yuankarena pembuatan yang bergotong-royong keluarga memiliki waktu luang berkumpul bersama serta adanya perbincangan antara keluarga sehingga keharmonisan antar anggota keluarga dapat terus terjaga.
Fungsi Ritual Tang Yuan sangat memiliki arti bagi masyarakat Tionghoa dalam kepercayaan Taoisme di kota Medan. Saat ini masyarakat Tionghoa dikota Medan ada beberapa yang sudah tidak melakukan Ritual Tang Yuan karena sudah tidak memiliki kepercayan terhadap Taoisme. Bentuk Tang Yuan dikota Medan mengalami banyak inovasi isi dari Tang Yuan sampai rasa kuah Tang Yuan,tetapi umumnya masyarakat Tionghoa kota medan lebih sering menyajikan Tang Yuan yang masih sama seperti dulu atau tanpa inovasi baru yaitu tidak memiliki isi dan kuah dari gula merah.
5.2 Saran
Setelah melakukan penelitian serta pembahasan, maka penulis menyarankan pada seluruh masyarakat khususnya masyarakat Tionghoa dalam kepercayaan Taoisme di kota Medan agar tidak terbawa dengan masyarakat Tionghoa lainnya yang tidak menganut Taoisme sehingga meninggalkan kebudayan Ritual Tang Yuan, tetaplah mempertahankan kebudayan Ritual Tang Yuan. Selain itu, penulis juga ingin mengajak masyarakat untuk lebih mengenal asal mula atau sejarah Taoisme dan Tang Yuan dalam kebudayan masyarakat Tionghoa. Dalam penelitian ini masih banyak hal yang perlu diteliti dalam proses masuknya kebudayan-kebudayan masyarakat Tionghoa.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, H.2003. KamusBesarBahasa Indonesia, Jakarta: BalaiPustaka.
A.S, Marcus.2009. Hari-Hari Raya Tionghoa.Jakarta: SuaraHarapanBangsa.
Dendy, S.2008. KamusBesarBahasa Indonesia, Jakarta: GramediaPustakaUtama.
Djajasudarma, T. Fatimah. 1993. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung : PT Eresco
Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologipenelitiansastra. Yogyakarta:
UniversitasNegeri Yogyakarta.
Gunawan, Imam.2014. MetodePenelitian. Jakarta: Jelajah Nusa.
Indriantoro dan Supomo. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan.
Manajemen. Edisi Pertama. BPFE Yogyakarta. Yogyakarta.
Koentjaraningrat. 1994.Kebudayaan Mentalitas Dan Pembangunan. Jakarta:
Gramedia PustakaUtama.
Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: UI-Press.
Koentjaraningrat. 1985.Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia
Koentjaraningrat. 1981. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Koentjaraningrat. 1973. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta:
Gramedia
Maunah, Binti.2016.Sosiologi Pendidikan, Yogyakarta: KALIMEDIA.
Miles, Matthew dan Huberman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tantang Metode-Metode Baru. Jakarta:UI Press.
Moelong, L.J.2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung.
Sibarani, Robert.2014. Kearifan Lokal.Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan.
Soemardjan, S.1986. Perubahan Sosial di Jogjakarta. GMU Press.
Wang, Z.Y.2015. Yuanxiao Yu Tangyuan. PengdiaoZhishi.
Zhen, G. 2013. Zhongguo Chuantong Jieri Jiaoan Sheji. Shanxi: Shanxi Daxue.
Internet
Ardian,C.(2010).Dalamhttp://tridharma.or.id/perkembangan-agama-tao-di- indonesia.
Diaksespada 12 September 2016
Simanullang,erik.(2014).Dalamhttp://erpandsima.blogspot.co.id/2014/10/teori struktur-fungsional-talcott.html?m=1. Diaksespada 20 Oktober 2016
https://smystery.wordpress.com/2012/12/20/makna-di-balik-tradisi-makan-onde di-bulan-desember/
Lampiran I
DAFTAR INFORMAN
NAMA : Kadir UMUR : 70 tahun
ALAMAT : jln.brigjeng Hamid gg persatu no.1 PROFESI :sirkulasi harian Xun Bao
NAMA :Pan Yue
UMUR : 30 tahun
ALAMAT : jln.muctar basri no.41 (Xun Bao) PROFESI : Redaksi harian Xun Bao
NAMA : Evi UMUR : 28 tahun
ALAMAT : jln. Muctar basri no.42 (Xun Bao) PROFESI : Redaksi harian Xun Bao
NAMA :Rita
UMUR :48tahun
ALAMAT :jln.besar Deli Tua gg.aman no.4 PROFESI :Ibu rumah tangga
NAMA :Yanto
UMUR :60 tahun
ALAMAT : jln.HM.said no.21
PROFESI :Pengurus kelenteng Candi Buddha
Lampiran II
DAFTAR PERTANYAAN
1. Apakah anda mengetahui Ritual Tang Yuan ? 2. Apakah anda juga ikut dalam ritual Tang yuan?
3. Apa saja yang diperlukan dalam ritual Tang Yuan?
4. Bagaimanakah ritual tersebut dilakukan?
5. Berapa warna dari Tang yuan tersebut?
6. Makna warna dari Tang Yuan itu sendiri?
7. Apakah anda mengetahui kepercayaan Taoisme?
8. Bagaiman ajaran kepercayan Taoisme?
9. Mengapa kepercayaan Taoisme saja yang melakukan ritual Tang Yuan?
10. Adakah makna-makan religius pada ritual Tang Yuan dalam kepercayaan Taoisme?
11. Apakah anda mengetahui legenda terjadinya perayaan Tang Yuan?
12. Mengapa Tang Yuan berbentuk bulat?
13. Mengapa kuah Tang Yuan memiliki rasa manis tetapi hangat?
14. Dalam ritual ada menyembah dewa-dewi dan leluhur, apa maksud dari menyembah dewa-dewi ?
15. Pada tanggal berapa ritual Tang Yuan di adakan?
16. Berapa tahun sekali perayaan Tang Yuan di lakukan dalam kalender china?
17. Mengapa dalam menyembayangkan dewa-dewa dan leluhur terdapat persembahan ganjil dan genap?
18. Mengapa ada pernyatan bahwa bentuk Tang Yuan ada 1-2 butir berukuran lebih besar dari yang lain?
19. Adakah ritual lain yang dilakukan dalam peryaan Tang Yuan,selain dari menyembah kepada Dewa-Dewi dan leluhur?
20. Mengapa jika ada keluarga yang meninggal maka keluarga tersebut tidak boleh merayakan perayaan Tang Yuan?
21. Dewa-dewi apa saja yang di sembayangkan pada perayaan Tang Yuan?
22. Apa saja bahan-bahan dalam pembuatan Tang Yuan?
23. Bagaimana proses dalam pembuatan Tang yuan?
24. Adakah perubahan dalam bentuk ataupun rasa Tang Yuan dari zaman dulu dan sekarang?
Lampiran 3
HASIL DOKUMENTASI