• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAITAN KONTRIBUSI TEKNOLOGI DENGAN K3 DI PERUSAHAAN BRIKET ARANG TEMPURUNG KELAPA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KAITAN KONTRIBUSI TEKNOLOGI DENGAN K3 DI PERUSAHAAN BRIKET ARANG TEMPURUNG KELAPA"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

KAITAN KONTRIBUSI TEKNOLOGI DENGAN K3 DI PERUSAHAAN BRIKET

ARANG TEMPURUNG KELAPA

(STUDI PADA PT. PATRIA PRIMA JAYA – TENGARAN)

THESIS

Oleh:

JAYA RAMADAEY BANGSA 912014006

MAGISTER MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA 2018

(2)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Menurut Depnaker RI (1993) K3 (Kesehatan Keselamatan Kerja), merupakan sebuah upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya. Undang-undang yang mengatur tentang K3 adalah UU No. 1 Tahun 1970, tentang keselamatan kerja, dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa setiap tenaga kerja berhak atas keselamatan di tempat kerja guna melakukan pekerjaan. Penerapan K3 dilakukan dengan menggunakan pakaian yang aman guna memberikan rasa aman pada pekerja serta dapat menunjang pekerjaanya, peraturan tersebut didukung oleh hasil penelitian Riestiyani, dkk (2010) bahwa dengan menggunakan APD (Alat Perlindungan Diri) dapat mengurangi tingkat kecelakaan kerja dalam perusahaan.

Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) Tahun 2013, satu pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja (http://www.depkes.go.id). Di Indonesia, selama Bulan Januari – April 2014 telah terjadi 8900 kasus kecelakaan kerja (http://www.antaranews.com). Tujuan penerapan K3 adalah untuk melindungi tenaga kerja pada

(3)

2 saat melakukan segala kegiatan di dalam perusahaan.

Nuruzzaman dan Djanegara (2008) Menyatakan bahwa dengan penerapan K3 yang baik secara efisien dan efektif maka akan menurunkan tingkat kecelakaan kerja.

Penerapan K3 yang baik oleh perusahaan dapat meningkatkan produktifitas pekerja, seperti hasil penelitian penelitian Kusuma (2010), menyatakan bahwa program kesehatan dan keselamatan kerja meningkatkan produktifitas pekerja, hal tersebut juga didukung oleh penelitian Hasse (2014) yang memberikan hasil yang sama. Penelitian K3 banyak dilakukan di unit produksi perusahaan manufaktur dan dikaitkan dengan produktifitas seperti yang dilakukan oleh Riestiyani, dkk (2010). Penelitian tersebut memberikan kesimpulan bahwa dengan penerapan K3 dalam perusahaan akan meningkatkan produktifitas dan cenderung dapat meningkat pada setiap tahunnya. Selain itu, Setiawan (2009) yang menyatakan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktifitas pekerja, tetapi faktor yang paling dominan adalah faktor keselamatan kerja. Namun, dalam penelitian lain menyatakan bahwa keselamatan kerja tidak berpengaruh terhadap produktifitas pekerja (Ukhisia,dkk, 2013).

Kesadaran pentingnya K3 juga harus didasari kesadaran individu, seperti dijelaskan pada penelitian Hasse (2014) yang mengatakan pekerja menyadari keselamatan di

(4)

3 tempat kerja selain ditopang oleh perlengkapan K3 yang baik, hal tersebut juga ditopang oleh kesadaran individu.

Jadi, keselamatan kerja pekerja tidak hanya didukung oleh peralatan dan aturan yang diberlakukan perusahaan melainkan dengan adanya kesadaran pekerja itu sendiri.

Penerapan K3 juga dapat berdampak pada rendahnya intensitas turnover perusahaan, hal tersebut didukung oleh penelitian Yenny (2001), dengan penerapan K3 yang baik oleh perusahaan maka intensitas turnover dari pekerja menurun, karena pekerja akan merasa aman berada di perusahaan, hasil penelitian tersebut juga disampaikan oleh Kusuma (2010), program keselamatan kerja memperkecil niat para pekerja untuk keluar dari perusahaan.

Penelitian K3 banyak dilakukan dengan menghubungkan manusia dan alat/mesin sebagai dua hal yang terpisah. Selain itu, banyak yang menempatkan alat/mesin sebagai sesuatu yang memiliki potensi “ancaman”

bagi kesehatan dan keselamatan manusia. Hasil penelitian Swaputri (2009) menyebutkan bahwa terjadinya kecelakaan kerja dikarenakan tidak tersedianya pengaman mesin produksi sehingga dapat menyebabkan kecelakaan yang cukup parah.

Teknologi merupakan bagian yang penting dari sebuah proses produksi. Penggunaan teknologi tertentu dapat menentukan output dari sebuah proses. Menurut LIPI (1993)

(5)

4 Teknologi merupakan alat untuk meningkatkan produktifitas sumber daya manusia dalam rangka mengeksplotasi, mengontrol, dan mengembangkan sumber daya alam sehingga menciptakan daya saing di pasar.

Dengan teknologi tertentu, proses produksi dapat lebih cepat, barang yang dihasilkan lebih baik, ataupun kecilnya kesalahan dalam produksi hal tersebut didukung oleh penelitian Pradana (2013) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh teknologi secara parsial terhadap adanya efisiensi harga, teknik, dan ekonomi. Hasil Penelitian Ngafifi (2014) dengan adanya kemajuan teknologi, perlu dilakukan penanaman kesadaran kepada setiap individu, sehingga dengan penggunaan teknologi tertentu pekerja juga harus mengerti serta memahami bagaimana cara kerja teknologi yang digunakan tersebut. Pekerja harus dapat memahami kelebihan serta kekurangan agar teknologi tidak membahayakan pekerja yang mengoperasikan. Kesadaran organisiasi/perusahaan juga berpengaruh dengan adanya teknologi dalam sosialisasi atau memberikan training kepada pekerja serta perawatan.

Teknologi dalam sudut pendekatan Technological Component yang terdiri dari Technoware, Humanware, Infoware, dan Orgaware dapat mempengaruhi penerapan K3 di dalam perusahaan. Instrumen-instrumen Technological Component saling berkaitan satu sama lain, sehingga masing-

(6)

5 masing komponen tersebut tidak dapat dipisahkan. Biasanya perusahaan lebih fokus terhadap Tehcnoware karena perusahaan lebih mengutamakan efisiensi dan efektifitas proses produksi sehingga komponen Technoware merupakan komponen yang paling tinggi tingkat pencapaian bagi perusahaan (Pradana, 2011). Lasalewo (2012) menyatakan bahwa perusahaan lebih mementingkan kecepatan produksi oleh pekerja namun mengabaikan kesehatan dan keselamatan kerja pekerja. Seharusnya peran terpenting dalam penerapan K3 di perusahaan melalui pendekatan Technological Component adalah Humanware, karena hal tersebut merupakan sumber daya manusia yang menjalankan dan berhubungan secara langsung dengan teknologi. Pekerja di dalam sebuah perusahaan harus memiliki rasa aman, sehat, dan nyaman dalam bekerja, sehingga produktifitasnya dapat lebih efisien atau efektif. Pernyataan di atas didukung oleh hasil penelitian Farahmand (2011) yang menyatakan bahwa manusia adalah faktor teknologi terpenting dalam efisiensi dan relevansi.

Komponen-komponen lain dari Technological Component erat kaitanya dengan Humanware karena Technoware dijalankan oleh manusia, Infoware disampaikan dari manusia kepada manusia, dan Orgaware atau organisasi diisi dan diorganisasi oleh manusia. Sebagai manusia yang terbatas kapasitasnya, perusahaan perlu memperlakukan manusia secara manusiawi dengan tidak melebihi kapasitas

(7)

6 dari kemampuan pekerja (Kurniawidjaja, 2007). Kondisi perusahaan harus sesuai dan mendukung akan kesehatan, keamanan, kapasitas, kapabilitas, aman secara fisik, mental dan sosial (Kurniawidjaja, 2007). Pentingnya peran pekerja (Humanware) juga disebutkan dalam penelitian Suma’mur (2009) yang menunjukan bahwa faktor manusia menempati posisi yang sangat penting terhadap terjadinya kecelakaan kerja yaitu antara 80-85%.

Dalam pandangan teknometrik, manusia dan teknologi (alat/mesin) merupakan dua dari keempat komponen teknologi yang saling berkaitan disamping informasi dan organisasi. Disampaikan oleh Nurliana (2010) bahwa K3 tercipta dengan baik apabila terdapat dukungan yang baik oleh manajemen sehingga terdapat keterkaitan antara K3 dengan organisasi dan tidak hanya dengan mesin/alat saja. Potensi terjadinya kecelakaan kerja tidak hanya ditimbulkan dari mesin/alat namun manusia/pekerja juga dapat menyebabkan kecelakaan. Selain itu, organisasi/perusahaan yang kurang memberikan informasi mengenai prosedur K3 yang baik dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan seperti hasil penelitian Swaputri (2009) yang menyebutkan bahwa manual sistem manajemen K3 pada perusahaan tidak didapatkan oleh semua personil, sehingga informasi yang disampaikan tidak tersalurkan kepada pekerja.

(8)

7 Peneliti melakukan penelitian awal di PT. Patria Prima Jaya (PT. PPJ). PT. PPJ merupakan perusahaan yang memproduksi briket berbahan dasar dari tempurung kelapa.

Perusahaan memenuhi pasar Eropa dan Timur Tengah selama empat tahun terakhir. Kapasitas produksi dari perusahaan ini adalah lima ton. Perusahaan memiliki kurang lebih 200 pekerja yang terbagi dalam tiga shift.

Terdapat beberapa jenis pekerjaan dalam proses produksi pembuatan briket arang tempurung kelapa produksi PT. PPJ. Tahap proses produksi pembuatan briket ini adalah proses sortir bahan baku, penggilingan, masak adonan, cetak panjang, cetak kotak, oven, dan packing.

Terdapat beberapa proses produksi yang dapat menyebabkan resiko adanya kecelakaan kerja dan beresiko mengganggu kesehatan pekerja. Alat penggilingan bahan baku dapat berpotensi membahayakan pekerja, karena terdapat debu arang bahan baku yang berterbangan setelah proses penggilingan dan dapat masuk ke dalam sistem pernafasan pekerja. Hal tersebut berpotensi menyebabkan penyakit saluran pernafasan bagi pekerja.

Alat kedua yang dapat berpotensi membahayakan kesehatan dan keselamatan pekerja yaitu mesin penggiling panjang. Mesin ini memproses bahan baku yang sudah di campur dengan komposisi lainya kemudian digiling dan dibentuk menjadi panjang. Adonan yang keluar bersuhu

(9)

8 cukup panas, sehingga pekerja harus memakai kaos tangan anti panas untuk mengambil adonan tersebut. Beberapa pekerja tidak menggunakan kaos tangan anti panas melainkan kaos tangan biasa dan dapat mengakibatkan luka bakar pada tangan saat mengambil adonan. Kemudian aktifitas proses ketiga yang berpotensi menimbulkan ancaman terhadap kesehatan dan keselamatan kerja adalah proses cetak yang menggunakan mesin pemotong dengan beberapa mata pisau. Keadaan pisau tersebut terbuka dan terlihat oleh pekerja, hal tersebut dapat berpotensi terkenanya mata pisau.

Setiap proses produksi, PT. PPJ mewajibkan pekerja produksi untuk selalu mengenakan kaos tangan serta masker untuk keamanan serta kesehatan pekerja, namun terdapat beberapa pekerja yang masih belum mematuhi peraturan tersebut. Seluruh pekerja difasilitasi oleh BPJS ketenagakerjaan agar dapat menopang biaya pelayanan kesehatan bagi pekerja yang sakit. APD (Alat Perlindungan Diri) tersebut diberikan perusahaan satu minggu sekali untuk tetap menjaga agar kondisi APD tetap baik digunakan oleh pekerja. Perusahaan memberikan teguran kepada pekerja yang tidak menggunakan APD tersebut.

Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah penerapan K3 di PT. PPJ yang memproduksi briket arang tempurung kelapa di lingkungan kerja terbuka. PT.

(10)

9 Prima Patria Jaya sudah menerapkan K3, namun masih belum sempurna. Perusahaan sudah menggunakan beberapa teknologi mekanik walaupun masih sangat tergantung pada manusia dalam pengoperasianya di tiap stasiun kerja untuk memproduksi briket arang tempurung kelapa. Tenaga kerja di PT. Prima Patria Jaya harus menghadapi resiko kerja di lingkungan kerja dalam interaksinya dengan peralatan dan mesin yang digunakan maupun dengan bahan dan produk yang dihasilkan. Maka dari itu, peneliti akan meneliti kaitan antara komponen teknologi yang terdiri dari Technoware, Humanware, Infoware, dan Orgaware dengan K3 di PT. PPJ.

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan teknometrik.

Teknometrik untuk pengukuran TCC (Tecnological Coefitient Contribution) sudah dilakukan banyak orang (Sulandjari, 2008; Sulisworo, 2009; Sunarharum, 2005;

Suprihartini, 2003), tetapi untuk pengukuran K3 merupakan hal baru.

1.2. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian yang akan dijawab adalah apakah terdapat kaitan antara Kontribusi Teknologi dengan K3 di perusahaan briket arang tempurung kelapa di PT. PPJ dengan pendekatan teknometrik?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Tujuan dari penelitian ini adalah mengukur K3 dengan pendekatan teknometrik.

(11)

10 2. Untuk mengetahui kaitan antara Kontribusi Teknologi dengan K3 di perusahaan briket arang tempurung kelapa di PT. PPJ.

1.4. Maksud Penelitian

1. Teoritis: Memberikan sumbangan teoritis dan metodologis dalam pengukuran konsep K3 teknometrik.

2. Untuk memberikan masukan penerapan perbaikan K3 di PT. PPJ.

(12)

11 BAB II

TELAAH PUSTAKA

Permasalahan dalam penelitian ini adalah untuk melihat kaitan antara komponen teknologi yang terdiri dari Technoware, Humanware, Infoware, dan Orgaware dengan K3.

2.1. Teknologi

Teknologi merupakan hal yang cepat sekali berubah setelah memasuki area global. Seluruh jenis usaha pasti menggunakan teknologi untuk menjalankan bisnisnya, sehingga bisnis yang dijalankan bisa lebih efisien dan dapat mengurangi biaya produksi (Ellitan, 2003).

Menurut Martono (2012) teknologi dimaknai sebagai pengetahuan mengenai bagaimana membuat sesuatu (know- how of making things) atau bagaimana melakukan sesuatu (know-how of doing things), dalam arti kemampuan untuk mengerjakan sesuatu dengan nilai yang tinggi, baik nilai manfaat maupun nilai jualnya.

Teknologi menurut Heslin (2014) pada penelitian Astuti (2014) dibedakan menjadi dua yaitu, pertama teknologi merujuk pada peralatan, yaitu unsur yang digunakan pada peralatan dari yang sederhana hingga yang rumit. Kedua keterampilan atau prosedur yang diperlukan untuk membuat dan menggunakan peralatan tersebut. Teknologi menurut Heslin (2014) di atas erat hubungan dengan pendekatan teknometrik karena menyebutkan beberapa hal yang berkaitan

(13)

12 dengan komponen teknologi menurut UNESCAP. Komponen yang berkaitan yaitu Technoware dimana disebutkan oleh Heslin (2014) teknologi menunjuk pada peralatan, kemudian komponen lain yaitu Humanware dimana disebutkan sebagai keterampilan, manusia sendiri yang menjalankan peralatan yang ada di dalam perusahaan. Kemudian prosedur yang berkaitan dengan Infoware, prosedur dibuat oleh perusahaan (Orgaware).

Pendekatan Teknologi berdasarkan UNESCAP (1998) disebut teknometrik. Teknometrik memandang teknologi adalah kombinasi dari empat komponen dasar yang masing- masing berinteraksi satu sama lain dalam sebuah proses transformasi. Komponen tersebut adalah Technoware, Humanware, Infoware, dan Orgaware (T-H-I-O). Smith (2007) juga menyebutkan teknologi merupakan sebuah manifestasi dari empat elemen dan interkasi antara komponen-komponenya, yaitu Technoware, Humanware, Infoware dan Orgaware. Smith (2007) menjelaskan empat elemen teknologi sebagai berikut :

a. Technoware

Technoware merupakan perangkat teknis, peralatan produksi meliputi peralatan, perlengkapan, mesin- mesin, kendaraan bermotor, pabrik dan infrastruktur fisik.

b. Humanware

(14)

13 Humanware merupakan sumber daya manusia yang meliputi pengetahuan, ketrampilan, kebijakan, kreatifitas, prestasi, dan pengalaman. Peningkatan Humanware biasanya didapatkan melalui proses training, pembelajaran, atau seminar untuk memberikan sebuah pengetahuan baru kepada pekerja.

c. Infoware

Infoware merupakan wujud dari dokumen, perangkat informasi yang berkaitan dengan proses, prosedur, teknik, metode, teori, desain, manual. Informasi tersebut dibagikan melalui proses pubilkasi agar dapat sampai kepada objek yang ingin diberikan informasi.

Infoware sebagai sumber informasi seperti Standar Operasional Prosedur (SOP), larangan-larangan, dan peraturan.

d. Orgaware

Orgaware merupakan kerangka kerja organisasi, perangkat organisasi, dan peraturan. Orgaware digunakan untuk mewadahi kemampuan sumber daya manusia, perangkat informasi, dan koordinasi aktifitas dengan sumber daya untuk mencapai tujuan tertentu.

Penelitian ini menggunakan variabel teknologi namun dengan pendekatan teknometrik yang terdiri dari Technoware, Humanware, Infoware, dan Orgaware.

(15)

14 2.2. Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Secara filosofi, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) menunjukan kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan. Kondisi fisiologis-fisikal meliputi penyakit- penyakit dan kecelakaan kerja seperti cedera, kehilangan nyawa atau anggota badan. Terjadinya kecelakaan kerja dapat disebabkan secara langsung oleh mesin atau alat yang digunakan sehingga dapat membahayakan kondisi fisik pekerja, seperti mesin terlalu panas, pemotong bahan baku yang mudah mengenai pekerja. Selain kondisi fisik yang terganggu, kesehatan pekerja juga dapat terganggu misalnya adanya serpihan-serpihan bahan baku yang dapat masuk ke dalam tubuh pekerja melalui alat pernapasan seperti yang terjadi pada objek penelitian di PT. PPJ.

Kondisi psikologis diakibatkan oleh stres pekerjaan dan kehidupan kerja yang berkualitas rendah. Hal ini meliputi ketidakpuasan, sikap menarik diri, kurang perhatian, mudah marah, selalu menunda pekerjaan dan kecenderungan untuk mudah putus asa terhadap hal-hal remeh (Rivai, 2006).

Menurut Argama (2006) Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan dan penyakit kerja akibat hubungan kerja. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja lainya oleh Mangkunegaran (2002) adalah suatu

(16)

15 pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya. Selain itu, menurut Mathis dan Jackson (2002) menyebutkan bahwa K3 adalah perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan. Menurut Hanggraeni (2012) menyebutkan bahwa K3 merupakan ilmu dan seni dalam pengelolaan hazard (bahaya) dan resiko agar tercipta kondisi tempat kerja yang aman dan sehat.

Menurut OHSAS 18001:2007 K3 merupakan kejadian yang berhubungan dengan pekerjaan yang dapat menyebabkan cidera atau kesakitan (tergantung dari keparahannya) atau kejadian yang dapat menyebabkan kematian. K3 dibuat oleh perusahaan yang bertujuan untuk menghilangkan atau meminimalkan resiko kepada personel dan pihak-pihak oleh resiko K3 (OHSAS, 2007). Walau ditemukan hanya satu orang mengalami kecelakaan kerja, perusahaan sudah harus menangani kejadian tersebut dan harus dapat mengantisipasi kejadian yang serupa terulang kembali.

Menurut ILO, standar tingkat kecelakaan kerja seharusnya 0,00% (ILO, 2013). Penerapan K3 dianggap berhasil jika tingkat keamanan dalam keselamatan dan kesehatan kerja sebesar 100%, 100% < 90% masuk dalam kategori beresiko, 90% < 80% masuk dalam kategori beresiko tinggi, kemudian untuk nilai < 80% termasuk dalam kategori berbahaya.

(17)

16 Pada umumnya K3 mendapat pengawasan langsung oleh ahli K3 (Generousdi dan Dinar, 2004), dengan adanya ahli K3 perusahaan diharapkan dapat meningkatkan peran dan fungsi K3, memberi masukan (improvement) terhadap K3 yang ada di perusahaan, mendorong terciptanya K3 yang baik dan benar, dan menjadi motivator bagi pekerja dalam sebuah organisasi akan kesadaran terhadap K3.

Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) lainya dicetuskan oleh Suma’mur (2009) yaitu sebuah instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja.

Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. Pemenuhan hak asasi manusia terhadap K3 dengan cara perusahaan menggunakan alat produksi yang aman bagi user (pekerja).

Perusahaan juga harus memberikan fasilitas Alat Perlindungan Diri (APD) pada pekerja yang sedang melakukan aktifitas berbahaya sehingga tidak membahayakan dirinya ataupun pekerja yang sedang berada di tempat berbahaya dan dapat menyebabkan keselamatan dan kesehatan pekerja terancam. Selain itu, perusahaan juga harus memberikan informasi mengenai alat atau mesin yang digunakan pekerja sehingga user (pekerja yang menggunakan alat tersebut) dapat mengetahui cara kerja dan aturan penggunaan. Pemenuhan hak asasi manusia terhadap K3 juga

(18)

17 selaras dengan tujuan pemerintah yang tertuang dalam UU No. 1 Tahun 1970 Pasal 3 Ayat 1 yaitu:

- Mencegah dan mengurangi kecelakaan.

- Mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran.

- Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu terjadi kejadian berbahaya.

- Memberikan pertolongan pada kecelakaan.

- Memberi alat-alat perlindungan diri pada pekerja.

- Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluaskan suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radisasi, suara dan getaran.

- Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik maupun psikis, keracunan, infeksi, dan penularan.

- Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.

- Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.

- Menyelenggarakan udara yang cukup.

- Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya.

- Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman, atau barang.

- Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.

- Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang.

- Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.

(19)

18 - Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang berbahaya kecelakaanya menjadi bertambah tinggi.

Dari uraian undang-undang yang dikeluarkan oleh pemerintah bertujuan untuk melindungi pekerja dari kerugian akibat bekerja.

Menurut penjelasan definisi-definisi di atas, maka peneliti akan menjelaskan definisi tersebut menurut pendekatan dan dimensinya, penjelasan tersebut dijelaskan dalam tabel berikut:

Tabel 1

Pendekatan dan Dimensi K3

Sumber Pendekatan Dimensi Komentar

Rivai (2006)

 Output / Kinerja

 Kondisi Fisik Tenaga Kerja

 Kondisi Psikis Tenaga Kerja

Definisi ini terlalu sempit, karena hanya menyoroti K3 dari sisi tenaga kerja. Rivai tidak menyoroti dari sisi perusahaan dan lingkungan.

Suma’mur

(2009)  Instrumental

 Tenaga Kerja

 Perusahaan

 Lingkungan

 Masyarakat

Definisi ini menyoroti segala aspek yang terkait dengan K3, namun terlalu luas karena memiliki hubungan dengan masyarakat.

Mangku- negaran (2000)

 Tindakan  Tenaga kerja Definisi ini terlalu sempit, karena hanya menitik beratkan pada keadaan fisik dan psikis tenaga kerja saja.

Mathis dan Jackson (2002)

 Perlindungan  Tenaga kerja

Definisi ini terlalu sempit, karena menitik beratkan pada keadaan fisik tenaga kerja saat menjalankan pekerjaan.

Hanggraeni

(2012)  Manajemen

 Pengelolaan bahaya

 Pengelolaan resiko

 Tempat kerja

Definisi ini terlau sempit, karena hanya menjelaskan K3 dalam lingkup lingkungan perusahaan saja.

Argama

(2006)  Tindakan  Tenaga Kerja

 Perusahaan

Definisi ini menyebutkan tindakan yang dilakukan oleh perusahaan untuk melindugi karyawan.

(20)

19

Penelitian ini (2018 – forth comming)

 Tindakan

 Fisik Tenaga Kerja

 Psikis Tenaga Kerja

 Perusahaan

 Lingkungan

Definisi ini mengukur K3 dengan pendekaan teknometrik. Tenaga kerja merupakan komponen Humanware yang harus dipandang sebagai manusia seutuhnya (dari segi fisik maupun psikologis). Perusahaan sebagai Orgaware, harus menciptakan sistem kerja dan lingkungan kerja yang dapat menjamin hak asasi manusia.

Berikut penjelasan definisi-definisi di atas, definisi menurut Rivai (2006) yang menjelaskan tentang K3, namun dalam cakupan yang terlalu sempit yaitu hanya menekankan tentang kondisi fisik dan psikis dari tenaga kerja saja.

Kemudian, definisi dari Mangkunegaran (2002) dan Mathis dan Jackson (2002) juga terlalu sempit karena hanya merujuk pada lingkup tenaga kerja saja. Definisi dari Suma’mur (2009) yang memiliki cakupan definisi K3 terlalu luas hingga bagian eksternal perusahaan yaitu lingkungan dan masyarakat. Definisi tersebut dikaitkan dengan pendekatan komponen teknologi.

Dari penjelasan di atas, peneliti akan menggunakan pengertian K3 untuk penelitian ini sebagai sebuah usaha yang dilakukan oleh organisasi/perusahaan untuk melindungi kondisi fisik dan psikis tenaga kerja dari resiko pekerjaan dan lingkungan yang dihadapi. Perusahaan harus mengorganisasikan atau mengendalikan lingkungan kerjanya untuk menjamin keamanan dan kesehatan fisik maupun psikis tenaga kerja. Tujuanya untuk menghindarkan resiko fisik yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja (F-L), resiko fisik yang ditiumbulkan oleh pekerjaan (F-P), tekanan psikis

(21)

20 yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja (P-L), tekanan resiko psikis yang ditimbulkan oleh pekerjaan (P-P).

2.3. Kaitan Kontribusi Teknologi dengan Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Komponen teknologi terdiri dari Technoware, Humanware, Infoware, dan Orgaware. Setiap komponen tersebut juga berkaitan dengan K3 di perusahaan. Selain untuk melindungi pekerja, dengan penerapan K3 yang baik maka pandangan akan perusahaan juga akan baik. Selain berkaitan dengan K3, komponen teknologi juga berkaitan satu sama lain tiap komponennya.

Humanware merupakan komponen terpenting dalam komponen teknologi, Humanware harus di lindungi oleh perusahaan dari segala resiko yang terjadi saat proses produksi. Humanware merupakan pekerja yang bekerja langsung dengan alat produksi sehingga apapun resiko yang terjadi akibat peralatan produksi akan berimbas kepada pekerja. Selain berhubungan dengan alat produksi secara langsung, pekerja harus memiliki kesadaran tentang kesehatan dan keselamatan kerja agar dirinya dapat terlindungi dari resiko proses produksi. Hasil penelitian Sulisworo, dkk (2009) menyatakan bahwa rendahnya nilai koefisien Humanware dikarenakan rendahnya kemampuan pekerja dalam mengoperasikan alat produksi, hal tersebut mengakibatkan tingginya kesalahan yang terjadi pada produk

(22)

21 yang dihasilkan dan dapat menjadikan ancaman bagi pekerja terhadap keselamatan dan kesehatanya. Peran pekerja juga harus didukung oleh organisasi yang memberikan aturan yang tegas demi keselamatan dan kesehatan pekerja.

Penelitian Suharnum dan Santoso (2005) menyatakan bahwa rendahnya koefisien Humanware terjadi karena pemberian job description kepada pekerja tidak sesuai, hal tersebut disebabkan oleh rendahnya pengaruh organisasi (Orgaware) untuk memberikan informasi (Infoware) berupa job description kepada pekerja (Humanware). Hal di atas dapat membahayakan pekerja karena dalam mengerjakan sebuah pekerjaan, pekerja cenderung tidak sesuai dengan apa yang harus dilakukan dan hal tersebut dapat membahayakan dirinya sendiri.

Infoware yang ada di perusahaan harus jelas dan baik, karena informasi yang diberikan oleh organisasi maupun alat produksi harus sampai kepada pekerja dengan jelas agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Informasi tidak hanya terdapat pada organisasi atau yang lebih sering dikenal dengan Standar Operasional Prosedur (SOP). Dengan adanya SOP, maka kinerja pekerja juga akan lebih baik, hal tersebut didukung oleh penelitian Kusumastuti (2014). Informasi juga terletak pada alat produksi seperti indikator suhu maupun indikator ukuran, sehingga dalam proses produksi harus sesuai dengan standar yang ditetapkan dan tidak terjadi yang

(23)

22 yang diinginkan yang dapat mengakibatkan kerugian bagi pekerja maupun perusahaan. Tentang penerimaan informasi juga berkaitan dengan pekerja, apakah pekerja tersebut dapat menerima dengan baik, memahami, dan melaksanakan atau pekerja hanya menganggap informasi tersebut bersifat sepele dan kemudian pekerja tidak akan melakukan pekerjaan yang sesuai dengan informasi tersebut.

Penelitian Sulusworo, dkk (2009) menyebutkan informasi yang ada di setiap perusahaan yang masih bersifat manual dan seringkali tidak adanya sarana untuk menginformasikan menyebabkan rendahnya tingkat informasi yang disampaikan kepada seluruh pekerja. Dari hasil penelitian tersebut dapat dideteksi bahwa apabila informasi yang diberikan oleh organisasi tidak sampai dengan baik kepada pekerja, maka dapat membahayakan pekerja. Peneliti memberikan contoh apabila dalam sebuah mesin produksi yang tidak terdapat informasi yang jelas (SOP, larangan, dan batasan) hal tersebut dapat membahayaka pekerja.

Orgaware atau organisasi sebagai wadah dari perusahaan harus memiliki tujuan yang jelas dalam menanggulangi kecelakaan kerja. Adanya aturan yang tegas dapat memproteksi pekerja (Humanware) yang bekerja langsung dengan alat produksi dari kejadian yang tidak diinginkan.

Organisasi (Orgaware) harus membuat, menerangkan, dan memelihara suatu prosedur untuk mengidentifikasi peraturan

(24)

23 perundang-undangan dan persyaratan lain yang di aplikasikan untuk K3 (OHSAS, 2007). Organisasi juga harus menyediakan APD (Alat Perlindungan Diri) untuk digunakan pekerja yang sedang melakukan aktifitas produksi, hal tersebut dapat meredam aktifitas yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja. Selain itu, organisasi harus menyiapkan peralatan P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) untuk berjaga-jaga apabila terjadi kecelakaan kerja maka dapat langsung ditangani untuk sementara. Organisasi juga wajib untuk memberikan fasilitas jaminan kesehatan kepada pekerja untuk menjamin kesehatan pekerja. Dari uraian di atas, maka organisasi sebagai pelopor K3 di dalam perusahaan. Organisasi menginformasikan segala sesuatu tentang K3 kepada pekerja (Humanware) untuk dapat menjalankan K3 dengan baik. Menurut OHSAS (2007) peran organisasi juga harus didukung oleh manajemen puncak sebagai penanggung jawab atas K3 yang ada di dalam perusahaan.

Dari uraian di atas adanya keterkaitan antara komponen teknologi yang terdiri dari Technoware, Humanware, Infoware, dan Orgaware dengan K3. Masing-masing dari komponen teknologi memiliki hubungan dengan K3 karena seluruh aktifitas perusahaan (organisasi) dikendalikan oleh manusia (Humanware) yang menjadi objek dari K3.

Sehingga dapat memunculkan hipotesis sebagai berikut:

(25)

24 Ho: Tidak terdapat kaitan antara kontribusi teknologi dengan kesehatan dan keselamatan kerja.

Ha: Terdapat kaitan antara kontribusi teknologi dengan kesehatan dan keselamatan kerja.

(26)

25 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini merupakan uji hipotesis pada PT.

PPJ. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang merupakan hasil pengukuran tingkat kontribusi teknologi dan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja. Data kualitatif didapatkan dengan cara mewawancarai responden yaitu pekerja di perusahaan.

Penentuan responden ditentukan dengan kuota sampling, yaitu membatasi responden dalam satu stasiun kerja.

Selain itu, penelitian dilengkapi dengan pengukuran aspek resiko fisik yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja seperti suhu, paparan debu, kotoran, asap, uap, gas, sinar, radiasi, suara, getaran atau yang relevan terhadap kondisi lapangan. Aspek fisik lain yang bersifat teknis diukur berdasarkan pengamatan untuk menentukan tingkat resiko terhadap K3 yang ditimbulkan oleh peralatan atau mesin dan benda kerja.

3.2. Pengukuran Konsep

Berikut adalah variabel dan indikator penelitian Komponen Teknologi, Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3):

(27)

26 Tabel 2

Variabel Penelitian dan Indikator Penelitian Komponen Teknologi

Definisi Operasional

Variabel

Indikator

Sumber : Sulandjari (2008), Smith (2007) Teknologi

dibedakan menjadi dua yaitu, pertama teknologi menunjuk pada peralatan, yaitu unsur yang digunakan pada peralatan dari yang sederhana hingga yang rumit. Kedua keterampilan atau prosedur yang diperlukan untuk membuat dan

menggunakan peralatan tersebut.

Dengan menggunakan pendekatan Technological Component, maka teknologi dibagi menjadi empat

komponen yaitu Technoware, Humanware, Infoware, dan Orgaware.

Technoware :

- Jenis alat yang digunakan - Tingkat keawetan alat - Kemudahan dipindahkan - Tingkat ketepatan dimensi

- Tingkat penghematan bahan baku yang terbuang - Rata-rata produk cacat

- Bentuk benda kerja yang dapat diproses - Perawatan mesin

- Kebutuhan tenaga

- Tingkat kesemalatan dan keamanan kerja Humanware

- Kemampuan mengerti tugas - Kemampuan persiapan pekerjaan - Kemampuan merawat alat

- Kemampuan membuat tiruan komponen mesin

- Kemampuan memodifikasi mesin esuai dengan kebutuhan - Kemampian mengembangkan mesin

- Kemampuan mencapai produksi - Kemampuan merencanakana pekerjaan

- Kemampuan bekerjasama antara manajer dan pekerja - Kemampuan mengambil resiko

- Kemampuan memecahkan persoalan perusahaan - Kemampuan mengarahkan pekerja

Infoware

- Ketersediaan informasi

- Kecepatan penyampaian informasi - Jaringan informasi

- Update kondisi perusahaan Orgaware

- Terdapat hubungan erat antara pekerja dan perusahaan, evaluasi perusahaan oleh pekerja, pengembangan kewirausahaan, dan dukungan kewirausahaan

- Motivasi pekerja

- Pemenuhan keinginan pelanggan - Pemenuhan keinginan pekerja - Pemenuhan keinginan rekanan

- Kepatuhan dalam peraturan pemerintah

(28)

27 Tabel 3

Variabel Penelitian dan Indikator Penelitian Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Definisi Operasional

Variabel

Indikator K3 adalah

sebuah usaha yang dilakukan oleh

organisasi/peru sahaan untuk melindungi kondisi fisik dan psikis tenaga kerja dari resiko lingkungan dan pekerjaan yang dihadapi.

Perlindungan Fisik tenaga kerja dari resiko lingkungan:

- Limbah yang dihasilkan proses produksi:

o Gas buang o Debu benda kerja o Limbah cair

- Jalur evakuasi jika terjadi kecelakaan - Penerangan Tempat Kerja

- Sirkulasi udara

Perlindungan fisik tenaga kerja dari resiko pekerjaan:

- Tingkat keamanan alat - Perawatan alat produksi

- Kemudahan alat untuk dioperasikan - Ketersediaan peringatan dini atas resiko alat - Ketersediaanperlengkapan APD

- Kepatuhan menggunakan APD lengkap - SOP penggunaan alat produksi

- Ketersediaan P3K

Tekanan psikis oleh lingkungan:

- Suhu Lingkungan - Kebisingan Lingkungan Tekanan psikis oleh pekerjaan:

- Kesadaran atas perlindungan kesehatan kerja diri - Kesadaran atas perlindungan keamanan kerja diri sendiri - Jam lembur

- Ketersediaan peraturan K3 di perusahaan - Perusahaan memberikan training K3

- Ketersediaan informasi penanganan kecelakaan

- Perusahaan memberikan teguran kepada pekerja yang melanggar - Perusahaan memberikan jaminan kesehatan bagi pekerja

(29)

28 3.3. Teknik Analisis

Komponen Teknologi

Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis Teknometrik. Teknometrik merupakan model yang digunakan dalam menentukan pengukuran teknologi.

Dalam hal ini, teknometrik dilakukan untuk mengukur empat teknologi, Technoware, Humanware, Infoware, dan Orgaware melalui komponen suatu fasilitas transformasi.

Model ini digunakan untuk mengukur kontribusi gabungan dari keempat komponen teknologi tersebut.

Langkah-langkah dalam mengevaluasi dan menentukan nilai TCC (Fauzan, 2009) (terlampir).

(30)

29 a. Metode Pengukuran Konsep Kontribusi Teknologi

Di ukur dengan pendekatan teknometrik. Cara pengukuran dan cara analisisnya adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Prosedur Perhitungan Koefisien Kontribusi Teknologi Sumber : Sulandjari (2008)

Data : Derajat Kecanggihan Komponen (Technoware,

Humanware, Infoware, Orgaware)

Data : SOTA Technoware (10 kriteria) pada tiap tahapan

pekerjaan

Data : SOTA Humanware (12 kriteria) pada tiap tahapan

pekerjaan

Data : SOTA Infoware dan Orgaware (10 kriteria) pada

tiap tahapan pekerjaan

Menentukan Batas Derajat Kecanggihan Komponen Teknologi

Batas Minimum (L) Batas Maksimum (U)

Menentukan rating SOTA Komponen Technoware : STi

(Rata-rata Hitung keseluruhan kriteria / 10) x Bobot kepentingan tiap tahapan proses

Menentukan rating SOTA Komponen Humanware : SHi

(Rata-rata Hitung keseluruhan kriteria / 10) x Bobot kepentingan tiap tahapan proses

Menentukan rating SOTA Komponen Infoware dan Orgaware : (SIi dan SOi) (Rata-rata Hitung keseluruhan kriteria / 10) x

Bobot kepentingan tiap tahapan proses

Data : tingkat kepentingan relatif intensitas komponen

teknologi

𝑆𝑇𝑖= 1 10

𝑡𝑘 𝑖𝑘

𝑘𝑡

𝑆𝐻𝑗= 1 10

𝑙 𝑖𝑘

𝑙

𝑆𝐼 = 1 10

𝑓𝑚 𝑚

𝑚𝑓

𝑆𝑂 = 1 10

𝑜𝑛 𝑛 𝑛𝑜

Menentukan Kontribusi Komponen Teknologi : 1. Normalisasi Kontribusi Technoware

2. Normalisasi Kontribusi Humanware

3. Normalisasi Kontribusi Infoware

4. Normalisasi Kontribusi Orgaware

Menentukan Derajat Intensitas Kontribusi Komponen Teknologi Level Perusahaan (Bi) dengan AHP

Menghitung TCCI : Tiβti

. Hiβhi

. Iiβii

. Oiβoi

.

(31)

30 Keselamatan dan Kerja

Teknik analisis dalam variabel K3 ini menggunakan metode perhitungan teknometrik. Metode ini mengkaitkan K3 dengan komponen teknologi yang digunakan oleh pekerja dalam menjalankan tugasnya di perusahaan. Kaitan antara komponen teknologi dengan K3 yaitu:

Peneliti menggunakan perhitungan teknometrik karena terdapat kaitan antara masing-masing komponen pada teknometrik dan K3, yaitu :

a. Perlindungan atau atisipasi keamanan dan kesehatan fisik dari ancaman lingkungan kerja merupakan tanggung jawab perusahaan sehingga terkait dengan Orgaware. Antisipasi dilakukan dengan memberikan pelatihan tentang K3, informasi kecelakaan, informasi penggunaan mesin, dan informasi lainya. Penjelasan di atas erat kaitanya dengan bagaimana psikis dari pekerja terbentuk sewaktu bekerja (Psikis-Pekerjaan).

b. Perlindungan keamanan, kesehatan fisik dan psikis dari ancaman pekerjaan merupakan pengaruh dari teknologi (Technoware) yang digunakan oleh pekerja. Mesin yang ada di perusahaan dapat menimbulkan ancaman psikis bagi pekerja (Psikis- Lingkungan).

(32)

31 c. Perlindungan fisik pekerja atas tekanan pekerjaan dan kondisi stasiun kerja merupakan peranan dari adanya informasi (Infoware) yang jelas yang diberikan perusahaan kepada pekerja (Fisik- Pekerjaan).

d. Perlindungan fisik pekerja atas tekanan terdapat pada pekerjaan yang dikerjakan oleh pekerja (Humanware), sehingga fisik pekerja berkaitan dengan lingkungan pekerjaan atau stasiun kerja (Fisik-Lingkungan).

Langkah-langkah dalam mengevaluasi dan menentukan koefisien K3 adalah sebagai berikut:

1. Estimasi Resiko

Nilai resiko merujuk dari setiap aspek yang ada pada perusahaan. Berikut kriteria pemberian skor resiko terhadap masing-masing aspek:

(33)

32 Tabel 4

Estimasi Resiko

Resiko

Skor Fisik-

Lingkungan

Fisik- Pekerjaan

Psikis – Lingkungan

Psikis - Pekerjaan Polusi )*

Melimpah dan membahayakan

pekerja

Mesin / Peralatan berbahaya bagi pekerja

Lingkungan)**

pekerjaan memberikan tekanan psikis

yang berat

Pengoperasian mesin membutuhkan

konsentrasi tinggi

1 2 3

Polusi Sedang dan cukup membahayakan

pekerja

Mesin / Peralatan

Cukup Berbahaya bagi pekerja

Lingkungan pekerjaan cukup

memberikan tekanan psikis

Pengoperasian mesin membutuhkan

konsentrasi sedang

4 5 6

Polusi Sedikit dan sedikit membahayakan

pekerja

Mesin / Peralatan

Tidak Berbahaya bagi pekerja

Lingkungan pekerjaan tidak

memberikan tekanan psikis

Pengoperasian mesin membutuhkan

sedikit konsentrasi

7 8 9

)* Debu, kotoran, asap, uap, gas )** Sinar, radiasi, suara, getaran

Dengan menggunakan tabel di atas, peneliti dapat menentukan batas bawah (lower limit) dan batas atas (upper limit) setiap aspek. Nilai batas bawah menunjukan tingkat resiko paling tinggi pada masing-masing aspek. Sementara batas atas menunjukan tingkat resiko yang paling rendah pada masing-masing aspek. Nilai batas atas dan bawah ini digunakan untuk menghitung nilai kontribusi dari masing-masing aspek resiko. Nilai batas atas dan batas bawah tersebut kemudian dimasukan dalam sebuah tabel.

(34)

33 Tabel 5

Limit Resiko

Komponen Limit

Lower Upper

Fisik – Lingkungan LFL : UFL :

Fisik – Pekerjaan LFP : UFP :

Psikis – Lingkungan LPL : UPL :

Psikis – Pekerjaan LPP : UPP :

Keterangan

LFL UFL LFP UFP

= batas bawah Fisik – Lingkungan

= batas atas Fisik – Lingkungan

= batas bawah Fisik – Pekerjaan

= batas atas Fisik – Pekerjaan

LPL UPL LPP UPP

= batas bawah Psikis – Lingkungan

= batas atas Psikis – Lingkungan

= batas bawah Psikis – Pekerjaan

= batas atas Psikis – Pekerjaan

2. Penilaian State of The Art (SOTA)

State of the art adalah pencapaian paling tinggi dari sebuah proses pengembangan. Dalam hal ini, state of the art merupakan tingkat kompleksitas dari masing-masing aspek. Sebelum melakukan pengkajian terhadap tingkat state of the art pada setiap aspek, maka perlu dilakukan penilaian terhadap masing-masing kiteria setiap aspek. Kriteria tersebut dijelaskan pada tabel di bawah ini :

(35)

34 Tabel 6

Matriks Penilaian Kriteria Aspek Fisik- Lingkungan

No Kriteria Komponen

Fisik-Lingkungan Keterangan Skor

1 Limbah yang dihasilkan alat produksi o Gas buang o Debu benda

kerja o Limbah cair

Banyak dan berbahaya Sedikit dan berbahaya

Tidak berlimbah dan tidak berbahaya

0 5 10

2 Jalur evakuasi jika terjadi kecelakaan

Tidak ada

Ada tapi sulit dijangkau Ada dan mudah dijangkau

0 5 10 3 Penerangan tempat

kerja

Penerangan kurang Terlalu terang Penerangan sesuai

0 5 10 4 Sirkulasi udara Tidak ada sirkulasi udara

Ada sirkulasi udara

0 10

Tabel 7

Matriks Penilaian Kriteria Aspek Fisik-Pekerjaan

No Kriteria Komponen

Fisik-Pekerja Keterangan Skor

1 Tingkat keamanan alat

Tidak aman dan berbahaya Cukup aman dan cukup berbahaya Sangat aman dan tidak berbahaya

0 5 10 2 Perawatan alat

produksi

Tidak pernah dirawat Jarang sekali dirawat Jarang dirawat

Dirawat tetapi tidak rutin Dirawat dan rutin

0 5 10 3 Kemudahan alat

untuk dioperasikan

Sulit

Cukup mudah Mudah

0 5 10 4 Ketersediaan

peringatan dini atas resiko alat

Ketersediaan perlengkapan APD

Tidak tersedia

Tersedia tapi tidak lengkap Tersedia dan lengkap

0 5 10

(36)

35

No Kriteria Komponen

Fisik-Pekerja Keterangan Skor

5 Kepatuhan

menggunakan APD lengkap

Tidak memnggunakan APD Menggunakan tetapi tidak lengkap Menggunakan APD lengkap

0 5 10 6 SOP penggunaan

alat produksi

Tidak ada SOP dan tidak dijalankan Ada SOP tetapi tidak menjalankan dengan benar

Tidak ada SOP tetapi menjalankan dengan benar

Ada SOP dan menjalankan dengan benar

0 2,5

5 10 7 Ketersediaan P3K Tidak ada P3K di perusahaan

Ada P3K tetapi tidak lengkap Ada P3K dan lengkap

0 5 10

Tabel 8

Matriks Penilaian Kriteria Aspek Psikis- Lingkungan

No Kriteria Komponen

Psikis-Lingkungan Keterangan Skor

1 Suhu lingkungan Terlalu panas Cukup panas Sesuai

0 5 10 2 Kebisingan

lingkungan

Sangat bising Cukup bising Sesuai

0 5 10

Tabel 9

Matriks Penilaian Kriteria Aspek Psikis-Pekerjaan

No Kriteria Komponen

Psikis-Pekerjaan Keterangan Skor

1 Kesadara atas perlindungan kesehatan kerja diri sendiri

Kesehatan kerja tidak penting kesehatan kerja cukup penting kesehatan kerja sangat penting

0 5 10

(37)

36

No Kriteria Komponen

Fisik-Pekerja Keterangan Skor

2 Kesadaran atas perlindungan keamanan kerja diri sendiri

Keamanan kerja tidak penting Keamanan kerja cukup penting Keamanan kerja sangat penting

0 5 10 3 Jam Lembur Sering lembur

jarang lembur tidak pernah lembur

0 5 10 4 Ketersediaan

peraturan K3 di perusahaan

Tidak ada peraturan tentang K3

ada peraturan K3 namun sebatas formalitas ada peraturan K3 dan dipatuhi

0 5 10 5 Perusahaan

memberikan training K3

Tidak pernah memberikan training jarang memberikan training sering melakukan training K3

0 5 10 6 Ketersediaan

informasi penanganan kecelakaan

Tidak ada informasi ada informasi

0 10

7 Perusahaan memberikan teguran kepada pekerja yang melanggar

Tidak pernah menegur jarang menegur selalu menegur

0 5 10

8 Perusahaan memberikan jaminan kesehatan bagi pekerja

Tidak ada Ada

0 10

Penentuan skor pada perhitungan state of the art di atas dihasilkan berdasarkan identifikasi di lapangan dan wawancara. Setelah itu maka dilakukan pengkajian state of the art dengan menggunakan persamaan-persamaan berikut:

(38)

37

 Fisik-Lingkungan = 1

10

k = 1, 2, …., kfl

kfl = Jumlah kriteria aspek Fisik- Lingkungan

Dimana flik adalah nilai kriteria ke-k dari Fisik-Lingkungan kategori i.

 Fisik-Pekerjaan = 1

10

l = 1, 2, …., lfp

lfp = Jumlah kriteria aspek Fisik-Pekerjaan Dimana hij adalah nilai kriteria ke-i dari Fisik-Pekerjaan kategori i.

 Psikis-Lingkungan = 1

10

m = 1, 2, 3, …., mpl

mpl = Jumlah kriteria komponen Psikis- Lingkungan

Dimana fm adalah nilai kriteria ke-m dari Psikis-Lingkungan pada tingkat perusahaan.

(39)

38

 Psikis - pekerjaan = 1

10

n = 1, 2, 3, …., npp

npp = Jumlah kriteria komponen Psikis- pekerjaan

Dimana on adalah nilai kriteria ke-n dari Psikis-pekerjaan pada tingkat perusahaan.

3. Penentuan Kontribusi Masing-Masing Aspek Penilaian dilakukan dengan menggunakan nilai batas resiko dan rating state of the art yang diformulasikan dalam persamaan berikut :

 = [ ]

 = [ ]

 = [ ]

 = [ ] Keterangan :

LFL SFL UFL LFP SFP UFP

= batas bawah Fisik- Lingkungan

= SOTA Fisik- Lingkungan

= batas atas Fisik- Lingkugan

= batas bawah Fisik- Pekerjaan

= SOTA Fisik- Pekerjaan

= batas atas Fisik- Pekerjaan

LPL SPL PL LPP SPP UPP

= batas bawah Psikis- Lingkungan

= SOTA Psikis- Lingkungan

= batas atas Psikis- Lingkungan

= batas bawah Psikis- pekerjaan

= SOTA Psikis- pekerjaan

= batas atas Psikis- pekerjaan

Hasil dari persamaan di atas adalah FL, FP, PL, dan PP, dan masing-masing menunjukan kontribusi dari aspek Fisik– Lingkungan (FL),

(40)

39 Fisik-Pekerjaan (FP), Psikis-Lingkungan (FL), dan Psikis-Pekerjaan (PP). Pembagian dengan angka Sembilan dilakukan agar kontribusi oleh setiap aspek pada state of the art bernilai satu.

4. Penentuan Intensitas Kontribusi Tiap Aspek (β) Data intensitas kontribusi tiap aspek didapatkan dengan cara mewawancarai manajer mengenai tingkat kepentingan dari masing-masing aspek (Fisik-Lingkungan, Fisik-Pekerjaan, Psikis- Lingkungan, Psikis-Pekerjaan). Penilaian tersebut membandingkan antara tiap aspek yang menunjang K3 (aman dan sehat) dengan aspek yang tidak menunjang K3 (beresiko). Perhitungan nilai intensitas kontribusi masing-masing aspek dilakukan dengan menggunakan AHP (Analisis Hirarki Proses). Skala kepentingan relatif yang digunakan untuk menghitung intensitas kontribusi aspek adalah sebagai berikut:

(41)

40 Tabel 10

Intensitas Kontribusi Tiap Aspek

Inten- sitas Kepen-

tingan

Definisi Keterangan F L vs F P

F L vs P L

F L vs P P

F P vs P L

F P vs P P

P L vs P P

1

Sama pentingnya dalam

menunjang K3

Dua aktivitas memberikan kontribusi yang sama terhadap tujuan K3

3

Agak lebih menunjang K3 daripada

Suatu aktivitas terbukti lebih menunjang K3 dibandingkan aktivitas lainnya, tetapi kelebihan tersebut kurang meyakinkan atau tidak signifikan

5

Lebih penting menunjang K3 daripada

Terdapat bukti yang bagus dan kriteria logis yang

menyatakan bahwa salah satu aktivitas memang lebih menunjang K3 daripada aktivitas lainya

6

Jauh lebih menunjang K3 daripada

Salah satu aktivitas lebih menunjang K3 dibandingkan aktivitas lainnya dapat dibuktikan secara meyakinkan

9

Mutlak lebih menunjuang K3 daripada

Suatu aktivitas secara tegas menunjang K3 paling tinggi

2,4,6,8

Nilai tengah diantara dua pendapat yang berdampingan

Dibutuhkan kesepakatan untuk menentukan tingkat kepentingannya

(42)

41 5. Perhitungan Nilai Koefisien Aspek

Dalam suatu fasilitas transformasi, koefisien aspek didefinisikan sebagai berikut:

=

Ket :

- FL, FP, PL, PP merupakan kontribusi dari setiap aspek β menunjukan intensitas kontribusi dari masing-masing aspek terhadap koefisien K3

b. Konsep Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Di ukur dengan menggunakan pendekatan teknometrik namun disesuaikan dengan K3. Kaitan antara komponen teknologi dengan K3 adalah aspek fisik- lingkungan yang berkaitan dengan Orgaware, fisik- pekerjaan yang berkaitan dengan Technoware, psikis- lingkungan yang berkaitan dengan Infoware, dan psikis- pekerjaan yang berkaitan dengan Humanware. Cara pengukuran dan cara analisisnya adalah sebagai berikut:

(43)

42

Gambar 2. Prosedur Perhitungan Koefisien Aspek K3 Sumber : Dikembangkan dari Sulandjari (2008) Data : Derajat Resiko Aspek

(F-L, F-P, P-L, PP)

Data : SOTA Fisik - Lingkungan pada tiap tahapan pekerjaan

Data : SOTA Fisik - Pekerjaan pada tiap tahapan pekerjaan

Data : SOTA Psikis – Lingkungan dan Psikis Pekerjaan

pada tiap tahapan pekerjaan

Menentukan Batas Resiko K3 Batas Minimum (L) Batas Maksimum (U)

Menentukan rating SOTA Aspek Fisik - Lingkungan: FLi

(Rata-rata hitung keseluruhan kriteria / 10) x Bobot kepentingan tiap tahapan proses

Menentukan rating SOTA Aspek Fisik - Pekerjaan:

FPi

(Rata-rata hitung keseluruhan kriteria / 10) x Bobot kepentingan tiap tahapan proses

Menentukan rating SOTA Aspek Psikis – Lingkungan dan Psikis Pekerjaan: (PLi dan PPi) (Rata-rata hitung keseluruhan kriteria / 10) x Bobot

kepentingan tiap tahapan proses

Data : tingkat kepentingan relative

intensitas K3

𝑆𝐹𝐿𝑖= 1 10

𝑓𝑙𝑘 𝑖𝑘 𝑘𝑓𝑙 𝑆𝐹𝑃𝑗= 1

10 𝑓𝑝𝑙 𝑖𝑘

𝑙𝑓𝑝 𝑆𝑃𝐿 = 1

10 𝑝𝑙𝑚 𝑚

𝑚𝑝𝑙 𝑆𝑃𝑃 = 1

10 𝑝𝑝𝑛 𝑛

𝑛𝑝𝑝

Menentukan Kontribusi tiap Aspek:

1. Normalisasi Kontribusi Fisik-Lingkungan

2. Normalisasi Kontribusi Fisik-Pekerjaan

3. Normalisasi Kontribusi Psikis-Lingkungan

4. Normalisasi Kontribusi Psikis-Pekerjaan

Menentukan Derajat Intensitas Kontribusi Aspek K3 Level Perusahaan (βi) dengan AHP

Menghitung Koefisien Aspek K3:

FLiβfli

. FPiβfpi

. PLiβpli

. PPiβppi

.

Gambar

Gambar 1. Prosedur Perhitungan Koefisien Kontribusi Teknologi  Sumber  : Sulandjari (2008)
Gambar 2. Prosedur Perhitungan Koefisien Aspek K3   Sumber  : Dikembangkan dari Sulandjari (2008) Data : Derajat Resiko Aspek
Tabel 21  Rating SOTA K3
Tabel 22  Kontribusi Aspek K3  Fisik  Lingkungan  Fisik  Pekerjaan  Psikis  Pekerjaan  Psikis  Lingkungan  0,742  0,865  0,885  0,737
+5

Referensi

Dokumen terkait

[r]

26 Amalinda Savirani, dkk., Demokrasi di Indonesia: Antara Patronase dan Populisme (Jogjakarta: UGM-Universitas Oslo, 2014), 10.. Grafik di atas menunjukkan bahwa pelayanan

Dengan demikian produk berupa media software pemilihan jurusan di SMA untuk siswa kelas VIII SMP memiliki kriteria sangat baik dan tidak perlu revisi.. Data

a. Menilai taraf kemampuan siswa mengenai pelajaran mereka. Metode Tanya jawab hanya dapat memberikan gambaran secara kasar saja dan hanya bisa untuk mengingat

23 kepada masyarakat adalah terkait dengan pengenalan Tuhan, hukum-hukum syar‟i dan membangun karakter masyarakat yang mengenal dan melaksanakan ajaran tersebut

Pada hakekatnya, pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakekat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari

kegiatan seperti apresiasi seni budaya, pengembangan kesenian daerah, penulisan ilmiah, pers mahasiswa, pengembangan kelompok ilmiah remaja, seni lukis, seni ukir, seni pahat,

Bagi kita bukan masalah karena baik isi dan bahasanya merupakan kesatuan yang tak terpisahkan (manunggal).” Idiom dalam sebuah teks merupakan salahsatu unsur