• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA TESIS. Oleh. Chairul /MAG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA TESIS. Oleh. Chairul /MAG"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA

TESIS

Oleh

Chairul 117039004/MAG

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2014

(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA

TESIS

Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Magister Pertanian pada Program Studi Magister Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Oleh

Chairul 117039004/MAG

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Bij Kakao Indonesia

Nama : Chairul

NIM : 117039004

Program Studi : Magister Agribisnis

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Dr. Ir. Rahmanta, MSi)

Ketua Anggota (Dr. Ir. Tavi Supriana, MS)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS) (Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 27 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Rahmanta, MSi

Anggota : 1. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS 2. Dr. Ir. Bukhari Sibuea, MS

(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul :

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas

Medan, Agustus 2014 Yang membuat pernyataan,

Chairul

NIM. 117039004/MAG

(6)

ABSTRAK

CHAIRUL. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Biji Kakao Indonesia (Di bawah bimbingan Dr. Ir. Rahmanta, MSi sebagai ketua dan Dr. Ir.

Tavi Supriana, MS sebagai anggota).

Biji kakao merupakan salah satu komoditas primer perkebunan Indonesia dan merupakan komoditas ekspor unggulan perkebunan. Mulai tahun 2010 ekspor biji kakao cenderung menurun diduga disebabkan oleh kebijakan pemerintah berupa penerapan bea keluar terhadap biji kakao. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor biji kakao Indonesia. Data yang digunakan yaitu data time series tahun 1981-2012. Metode analisis yang digunakan adalah model analisis regresi berganda dan metode estimasi yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS) dengan menggunakan perangkat lunak SPSS 17.

Hasil analisis menunjukkan: Secara parsial, variabel produksi biji kakao dan ekspor biji kakao tahun sebelumnya menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan. Harga domestik biji kakao dan harga internasional biji kakao tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan. Sedangkan kebijakan pemerintah berupa penerapan bea keluar terhadap biji kakao menunjukkan pengaruh yang negatif dan signifikan.

Kata kunci: ekspor biji kakao, produksi biji kakao, harga domestik biji kakao, harga internasional biji kakao, kebijakan bea keluar biji kakao

(7)

ABSTRACT

CHAIRUL, The Analysis on the Factors which Influence the Export of Indonesian Cocoa Beans. (Supervised by Dr. Ir. Rahmanta, M.Si as the Chairperson, and Dr.

Ir. Tavi Supriana, MS. as the Member).

Cocoa beans are one of the primary commodities of the Indonesian plantation and the plantation superior export commodity. Since 2010, the export of cocoa beans has tended to decrease because of the government policy in export duty on cocoa beans. The objective of the research was to analyze some factors which influenced Indonesian export of cocoa beans. The data consisted of time series data of 1981-2012 and analyzed by using multiple regression analysis;

Ordinary Least Square (OLS) with an SPSS version 17 software program was used for the estimation method.

The result of the analysis showed that, partially, the variables of the production and the export of cocoa beans in the previous year indicated positive and significant influence. The domestic and international price of cocoa beans did not have any significant influence, while the government policy in the application of export duty on cocoa beans indicated negative but significant influence.

Keywords: Cocoa Beans Export, Cocoa Beans Production, Domestic Price of Cocoa Beans, International Price of Cocoa Beans, Policy in Cocoa Beans Export Duty

(8)

RIWAYAT HIDUP

CHAIRUL, lahir di Sei Bamban Estate, Serdang Bedagai pada tanggal 31 Agustus 1980 dari pasangan Bapak Nadar dan Ibu Arbaiyah. Penulis merupakan anak kelima dari enam bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

1. Tahun 1987 masuk Sekolah Dasar Negeri 105412 Sei Bamban Estate, tamat tahun 1993.

2. Tahun 1993 masuk Sekolah Menengah Pertama Negeri Sei Rampah, tamat tahun 1996.

3. Tahun 1996 masuk Sekolah Menengah Umum Negeri Sei Rampah, tamat tahun 1999.

4. Tahun 1999 diterima di Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN, tamat tahun 2003.

5. Tahun 2011 melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Magister Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Rahmanta, MSi selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Dr. Ir.

Tavi Supriana, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membantu penulis dalam penyusunan tesis ini.

Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, istri, anak dan seluruh keluarga yang telah mendorong dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan tesis ini. Penghargaan dan ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Bukhari Sibuea, MS dan Ibu Dr. Ir. Iskandarini, MS selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan kritik dan saran untuk perbaikan tesis ini. Selanjutnya kepada rekan-rekan MAG angkatan V dan pegawai program studi MAG yang telah banyak membantu penulis dalam penelitian ini.

Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini, semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, September 2014

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... iii

RIWAYAT HIDUP... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR………. xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN……….. 1

1.1. Latar Belakang ………... 1

1.2. Identifikasi Masalah ……… 7

1.3. Tujuan Penelitian………. 7

1.4. Manfaat Penelitian ……… 7

II. TINJAUAN PUSTAKA………. 9

2.1. Perkembangan Komoditas Kakao di Indonesia..………. 9

2.2. Penelitian Terdahulu.………... 15

2.3. Landasan Teori ... 18

2.3.1. Teori Penawaran... 18

2.3.2. Teori Perdagangan Internasional... 20

2.3.3. Penawaran Ekspor... 22

2.4. Kerangka Pemikiran...……….……….. 24

2.5. Hipotesis Penelitian………. 27

III. METODE PENELITIAN...………. 28

3.1. Metode Pengumpulan Data………..………..….. 28

3.2. Metode Analisis Data ………. 28

3.3. Pengujian Model dan Hipotesis……….……….. 30

3.3.1. Goodnes of Fit (Kesesuaian Model) …..…...……….. 30

3.3.2. Uji Statistik…...…………...….……….. 31

3.3.3. Uji Asumsi Klasik...…...……….……….……….. 34

3.4. Definisi dan Batasan Operasional….……….……… 37

3.4.1. Definisi….…...……….……… 37

3.4.2. Batasan Operasional…...……….……… 37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..……….. 38

(11)

4.1.1. Ekspor Biji Kakao Indonesia………...…..… 38

4.1.2. Produksi Biji Kakao Indonesia………..……... 40

4.1.3. Harga Domestik Biji Kakao……… 42

4.1.4. Harga Internasional Biji Kakao ..……… 43

4.1.5. Ekspor Biji Kakao Tahun Sebelumnya..………....………...… 44

4.1.6. Kebijakan Bea Keluar terhadap Biji Kakao..……...……… 44

4.2. Uji Asumsi Klasik...…….……… 45

4.2.1. Uji Multikolineritas..…...……… 45

4.2.2. Uji Autokorelasi...………...……… 46

4.2.3. Uji Heterokedastisitas...…...……… 46

4.2.4. Uji Normalitas... 47

4.3. Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Biji Kakao Indonesia...…….……… 48

4.4. Pengujian Kriteria Statistik..……...………...……… 49

4.4.1 Uji Kesesuaian Model (Test of Goodness of Fit)..……… 49

4.4.2. Uji F (Uji Serempak)... 50

4.4.3. Uji t (Uji Parsial)... 51

4.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Biji Kakao Indonesia... 51

4.5.1. Pengaruh Produksi Biji Kakao (Pbk) terhadap Ekspor Biji Kakao Indonesia ... 52

4.5.2. Pengaruh Harga Domestik Biji Kakao (Hdk) terhadap Ekspor Biji Kakao Indonesia ... 54

4.5.3. Pengaruh Harga Internasional Biji Kakao (Hik) terhadap Ekspor Biji Kakao Indonesia ... 55

4.5.4. Pengaruh Ekspor Biji Kakao Tahun Sebelumnya (Lagx) terhadap Ekspor Biji Kakao Indonesia ... 60

4.5.5. Pengaruh Kebijakan Bea Keluar terhadap Biji Kakao (D1) terhadap Ekspor Biji Kakao Indonesia ... 62

V. KESIMPULAN DAN SARAN………...…..…... 68

5.1. Kesimpulan...………...…..…... 68

5.2.Saran... 68

DAFTAR PUSTAKA... 69

LAMPIRAN... 73

(12)

DAFTAR TABEL

No Judul Hal

1. Skema Penetapan Bea Keluar Biji Kakao... 45 2. Nilai Tolerance dan VIF...…...…... 45 3. Hasil Analisis Data Ekspor Biji Kakao Indonesia...…... 49

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal

1. Data Luas Areal dan Produksi Biji Kakao Indonesia... 2

2. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Kakao Indonesia... 4

3. Perkembangan Harga Domestik Biji Kakao Indonesia... 5

4. Perkembangan Harga Internasional Biji Kakao... 6

5. Pembentukan Kurva Penawaran Ekspor... 23

6. Alur Kerangka Berfikir... 26

7. Perkembangan Volume Ekspor Biji Kakao Indonesia... 38

8. Perkembangan Nilai Ekspor Biji Kakao Indonesia... 39

9. Perkembangan Produksi Biji Kakao Indonesia... 41

10. Perkembangan Harga Domestik Biji Kakao Indonesia... 43

11. Perkembangan Harga Internasional Biji Kakao... 43

12. Grafik Scatterplot... 46

13. Grafik Histogram Uji Normalitas... 47

14. Normal P-P plot Uji Normalitas... 48

15. Perkembangan Harga Domestik Biji Kakao Indonesia Pasca Penerapan Kebijakan Bea Keluar terhadap Biji Kakao... 67

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Hal

1. Gambar Pohon Industri Komoditas Kakao... 73

2. Data Produksi Biji Kakao Dunia... 74

3. Tarif Bea Masuk Uni Eropa atas Impor Kakao Indonesia... 75

4. Perkembangan Kapasitas Industri Pengolahan Kakao... 76

5. Hasil Pengolahan data... 77

(15)

ABSTRAK

CHAIRUL. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Biji Kakao Indonesia (Di bawah bimbingan Dr. Ir. Rahmanta, MSi sebagai ketua dan Dr. Ir.

Tavi Supriana, MS sebagai anggota).

Biji kakao merupakan salah satu komoditas primer perkebunan Indonesia dan merupakan komoditas ekspor unggulan perkebunan. Mulai tahun 2010 ekspor biji kakao cenderung menurun diduga disebabkan oleh kebijakan pemerintah berupa penerapan bea keluar terhadap biji kakao. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor biji kakao Indonesia. Data yang digunakan yaitu data time series tahun 1981-2012. Metode analisis yang digunakan adalah model analisis regresi berganda dan metode estimasi yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS) dengan menggunakan perangkat lunak SPSS 17.

Hasil analisis menunjukkan: Secara parsial, variabel produksi biji kakao dan ekspor biji kakao tahun sebelumnya menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan. Harga domestik biji kakao dan harga internasional biji kakao tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan. Sedangkan kebijakan pemerintah berupa penerapan bea keluar terhadap biji kakao menunjukkan pengaruh yang negatif dan signifikan.

Kata kunci: ekspor biji kakao, produksi biji kakao, harga domestik biji kakao, harga internasional biji kakao, kebijakan bea keluar biji kakao

(16)

ABSTRACT

CHAIRUL, The Analysis on the Factors which Influence the Export of Indonesian Cocoa Beans. (Supervised by Dr. Ir. Rahmanta, M.Si as the Chairperson, and Dr.

Ir. Tavi Supriana, MS. as the Member).

Cocoa beans are one of the primary commodities of the Indonesian plantation and the plantation superior export commodity. Since 2010, the export of cocoa beans has tended to decrease because of the government policy in export duty on cocoa beans. The objective of the research was to analyze some factors which influenced Indonesian export of cocoa beans. The data consisted of time series data of 1981-2012 and analyzed by using multiple regression analysis;

Ordinary Least Square (OLS) with an SPSS version 17 software program was used for the estimation method.

The result of the analysis showed that, partially, the variables of the production and the export of cocoa beans in the previous year indicated positive and significant influence. The domestic and international price of cocoa beans did not have any significant influence, while the government policy in the application of export duty on cocoa beans indicated negative but significant influence.

Keywords: Cocoa Beans Export, Cocoa Beans Production, Domestic Price of Cocoa Beans, International Price of Cocoa Beans, Policy in Cocoa Beans Export Duty

(17)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasional karena didukung oleh ketersediaan potensi sumber daya alam yang sangat baik dan beragam. Namun demikian, ketersediaan berbagai sumber daya hayati yang banyak tidak menjamin kondisi ekonomi masyarakat akan lebih baik kecuali bilamana keunggulan tersebut dapat dikelola secara profesional, berkelanjutan dan amanah sehingga keunggulan komparatif (comparative advantage) akan dapat diubah menjadi keunggulan kompetitif (competitive advantage) yang menghasilkan nilai tambah (value added) yang lebih besar (Sa’id, 2009).

Perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari pertanian yang sangat penting bagi Indonesia. Subsektor perkebunan mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap stabilitas ekonomi makro, pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, penerimaan devisa dari ekspor, dan sumber bahan baku bagi industri hilir hasil pertanian (Susila dan Dradjat, 2001).

Dalam kebijakan pembangunan perkebunan Indonesia, kakao merupakan salah satu komoditas unggulan sub sektor perkebunan dari 15 komoditas perkebunan unggulan nasional yang dicanangkan untuk dikembangkan secara besar-besaran di Indonesia (Kementerian Pertanian, 2012).

Kakao adalah salah satu komoditas primer perkebunan Indonesia yang juga merupakan komoditas ekspor unggulan perkebunan. Kakao menempati urutan ketiga setelah komoditas kelapa sawit dan karet (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012). Produsen kakao terbesar dunia terdapat di Benua Afrika yaitu

(18)

0 200.000 400.000 600.000 800.000 1.000.000 1.200.000 1.400.000 1.600.000 1.800.000 2.000.000

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Pantai Gading dan Ghana. Indonesia sendiri pada saat ini merupakan negara produsen terbesar ketiga setelah kedua negara Afrika tersebut (ICCO, 2013) sehingga pada pasar kakao dunia, Indonesia berperan penting sebagai salah satu penyumbang terbesar bagi kebutuhan biji kakao dunia melalui ekspor.

Perkembangan subsektor perkebunan khususnya kakao didukung oleh lahan yang cukup luas dan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Luas areal perkebunan kakao Indonesia pada tahun 2012 tercatat sudah mencapai 1.732.954 ha dibandingkan dengan data luas tahun 2000 yang masih 749.917 Ha.

Dari sisi produksi, kakao Indonesia juga cenderung terus meningkat sejak tahun 2000 hingga tahun 2012. Tahun 2000 baru sebesar 421.142 ton meningkat lebih dari 200% menjadi 936.266 ton pada tahun 2012. Data luas areal dan produksi kakao Indonesia disajikan pada Gambar 1.

Sumber : Kementerian Pertanian, 2010 dan BPS, 2013.

Gambar 1. Data Luas Areal dan Produksi Biji Kakao Indonesia

Peningkatan luas areal kakao selama 12 tahun terakhir sebesar 131%

sementara peningkatan produksi hanya 122%. Perluasan areal kakao belum

(19)

mampu diimbangi oleh peningkatan produktivitas tanaman. Menurut Wahyudi dan Rahardjo (2008), Produktivitas tanaman kakao seharusnya dapat mencapai 2.000 kg/ha/tahun. Rendahnya produktivitas kakao disebabkan karena penggunaan bahan tanam yang kurang baik, teknologi budidaya yang kurang optimal, umur tanaman yang semakin tua serta masalah serangan hama dan penyakit.

Volume dan nilai ekspor total biji kakao Indonesia dari tahun 2000-2012 relatif berfluktuasi namun mempunyai kecenderungan meningkat. Pada tahun 2001 dan 2007, terjadi penurunan volume ekspor biji kakao Indonesia namun nilai ekspornya menunjukkan peningkatan. Hal ini mengindikasikan terjadinya peningkatan harga ekspor biji kakao Indonesia. Sebaliknya, pada tahun 2004 terjadi kenaikan volume ekspor biji kakao Indonesia namun nilai ekspornya menurun. Hal ini menunjukkan adanya penurunan harga ekspor biji kakao pada tahun-tahun tersebut.

Pada tahun 2010 ekspor biji kakao cenderung menurun. Tahun 2009 ekspor kakao masih 559.799 ton, menurun pada tahun 2010 menjadi 552.900 ton kemudian tahun 2011 menurun lagi menjadi 410.200 ton dan tahun 2012 menjadi 387.789 ton. Ternyata penurunan ekspor ini bukan disebabkan karena adanya penurunan produksi kakao dalam negeri karena data produksi pada tahun 2009 adalah sebesar 758.411 ton, meningkat pesat pada tahun 2012 menjadi 936.266 ton. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Biji Kakao Indonesia disajikan pada Gambar 2.

Penurunan ekspor biji kakao yang terjadi sejak tahun 2010 diduga disebabkan oleh kebijakan pemerintah berupa penerapan bea keluar terhadap biji

(20)

2000000 400000 600000 800000 1000000 1200000 1400000 1600000 1800000

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

kakao yang dimulai pada bulan Maret 2010. Kebijakan ini meningkatkan biaya sehingga memaksa para eksportir untuk mengurangi ekspor biji kakao secara langsung dan meningkatkan pengolahan biji kakao di dalam negeri.

Sumber : Kementerian Pertanian, 2010 dan Badan Pusat Statistik (BPS), 2013.

Gambar 2. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Biji Kakao Indonesia

Bentuk hasil kakao yang banyak diekspor oleh Indonesia adalah biji kakao kering tanpa mengalami pengolahan lebih lanjut sehingga harga yang diperoleh dari ekspor masih relatif rendah. Produk kakao Indonesia sebagian besar dihasilkan oleh perkebunan rakyat dan umumnya tidak diolah secara baik (tidak difermentasi) sehingga kakao Indonesia dikenal bermutu rendah. Akibatnya harga kakao Indonesia dikenakan diskon (automatic detention) yang besarnya antara US $ 90-150/ton khususnya untuk pasar Amerika Serikat. Diskon harga tersebut cukup memberatkan pekebun kakao dan sangat merugikan karena mengurangi nilai devisa yang diperoleh (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005). Kenyataan ini perlu mendapatkan perhatian agar di masa mendatang

(21)

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Indonesia dapat mengekspor kakao olahan sehingga menghasilkan devisa yang lebih besar lagi.

Perkembangan harga domestik biji kakao sejak tahun 2000 hingga 2009 terus mengalami peningkatan, dengan kenaikan mencapai 250%. Peningkatan harga yang cukup tajam terjadi pada antara tahun 2008 dan 2009 hingga mencapai 62% seperti disajikan pada Gambar 3.

Sumber : Kementerian Pertanian, 2010 dan Badan Pusat Statistik (BPS), 2013.

Gambar 3. Perkembangan Harga Domestik Biji Kakao Indonesia

Selama periode tahun 2000-2012, perkembangan harga internasional biji kakao cukup berfluktuatif namun mempunyai kecenderungan mengalami sedikit peningkatan sebesar 170%. Penurunan harga kakao cukup besar terjadi pada tahun 2007 hingga sebesar 43% dibandingkan periode tahun sebelumnya.

Perkembangan Harga Internasional Biji Kakao disajikan pada Gambar 4.

Harga biji kakao kering sangat bervariasi antar satu negara dengan negara lainnya. Perbedaan harga biji kakao kering ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kualitas, ukuran dan kebersihan produk. Pada umumnya, harga biji kakao

(22)

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

kering cukup tinggi terjadi bukan di negara sentra produsen kakao (Kementerian Pertanian, 2010).

Sumber : Kementerian Pertanian, 2010 dan Badan Pusat Statistik (BPS), 2013.

Gambar 4. Perkembangan Harga Internasional Biji Kakao

Agribisnis kakao Indonesia masih menghadapi berbagai masalah kompleks antara lain produktivitas kebun masih rendah akibat serangan hama penggerek buah kakao (PBK), mutu produk masih rendah serta masih belum optimalnya pengembangan produk hilir kakao. Hal ini menjadi suatu tantangan sekaligus peluang bagi para investor untuk mengembangkan usaha dan meraih nilai tambah yang lebih besar dari agribisnis kakao (Departemen Perindustrian, 2007).

Selama ini industri pengolahan kakao lebih banyak berada di negara- negara Eropa dan Amerika sehingga nilai tambah tidak dinikmati Indonesia sebagai penghasil biji kakao. Oleh karena itu pengenaan bea keluar atas biji kakao dilakukan untuk merangsang tumbuhnya industri pengolahan kakao di Indonesia yang pada gilirannya ekspor komoditas kakao meningkat nilai tambahnya (Kementerian Keuangan, 2013).

(23)

Kakao merupakan produk yang digemari dan bercita rasa tinggi serta tidak ada produk alami yang dapat menjadi subtitusinya sehingga pasar produk kakao memiliki pasar tersendiri. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dunia seharusnya permintaan terhadap kakao akan meningkat dan perubahan harga tidak akan mempengaruhi jumlah yang dikonsumsi. Faktor lainnya seperti kebijakan pemerintah juga akan dianalisis pada penelitian ini apakah ada pengaruhnya dan bagaimana pengaruhnya terhadap ekspor biji kakao.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian-uraian di atas, permasalahan yang akan diidentifkasi dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh faktor produksi biji kakao, harga domestik biji kakao, harga internasional biji kakao, ekspor biji kakao tahun sebelumnya, dan kebijakan pemerintah berupa penerapan bea keluar biji kakao terhadap ekspor biji kakao Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh faktor produksi biji kakao, harga domestik biji kakao, harga internasional biji kakao, ekspor biji kakao tahun sebelumnya, dan kebijakan pemerintah berupa penerapan bea keluar biji kakao terhadap ekspor biji kakao Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Adapun manfaaat penelitian ini antara lain:

1. Bagi pemerintah, penelitian ini da pa t memberikan gambaran yang lebih jelas dengan menjadikannya informasi dalam pengambilan

(24)

kebijakan terhadap pilihan ekspor biji kakao dan produk olahan kakao Indonesia.

2. Bagi masyarakat umum, diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai kondisi ekspor pertanian khususnya komoditas kakao di Indonesia terhadap pasar Internasional.

3. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan mampu memberikan ilmu pengetahuan yang lebih beranekaragam.

4. Bagi penulis selanjutnya, penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan dan bahan pertimbangan untuk peneltian-penelitian dengan topik penelitian yang serupa.

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perkembangan Komoditas Kakao di Indonesia

Penelusuran tentang sejarah tanaman kakao melalui publikasi yang tersedia menunjukkan bahwa tanaman kakao berasal dari hutan-hutan tropis di Amerika Tengah dan bagian utara Amerika Selatan. Tanaman kakao pertama kali dibudidayakan serta digunakan sebagai bahan makanan dan minuman cokelat oleh Suku Maya dan Suku Aztec. Bangsa Spanyol memperkenalkan kakao di Indonesia pada tahun 1560 di Sulawesi (Wahyudi dan Rahardjo, 2008).

Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan utama di dunia.

Komoditas ini dicari karena merupakan bahan baku pembuatan cokelat. Biji kakao yang telah mengalami serangkaian proses pengolahan sehingga bentuk dan aromanya seperti yang ada di pasaran sekarang. Banyak sekali produk dengan bahan baku cokelat yang sangat familiar dengan kehidupan modern saat ini, seperti kue cokelat, ice cream cokelat, ataupun minuman cokelat (Jauhari dan Wirjodirdjo, 2010).

Pada abad modern seperti saat ini hampir semua orang mengenal cokelat yang merupakan bahan makanan favorit, terutama bagi anak-anak dan remaja.

Salah satu keunikan dan keunggulan makanan dari cokelat karena sifat cokelat dapat meleleh dan mencair pada suhu permukaan lidah. Bahan makanan dari cokelat juga mengandung gizi yang tinggi karena di dalamnya terdapat protein dan lemak serta unsur-unsur penting lainnya. Faktor pembatas utama konsumsi cokelat sehari-hari oleh masyarakat adalah harganya relatif tinggi dibandingkan dengan bahan makanan lainnya (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2005).

(26)

Biji buah kakao/coklat yang telah difermentasi dijadikan serbuk yang disebut sebagai coklat bubuk. Coklat ini dipakai sebagai bahan untuk membuat berbagai macam produk makanan dan minuman. Buah coklat/kakao tanpa biji dapat difermentasi untuk dijadikan pakan ternak. Biji kakao dapat diproduksi menjadi empat jenis produk kakao setengah jadi seperti cocoa liquor, cocoa butter, cocoa cake, cocoa powder dan cokelat. Pasar cokelat merupakan konsumen terbesar dari biji kakao dan produk setengah jadi seperti cocoa powder dan cocoa butter. Cocoa powder umumnya digunakan sebagai penambah cita rasa pada biscuit, ice cream, minuman susu dan kue. Sebagian lagi juga digunakan sebagai pelapis permen atau manisan yang dibekukan. Cocoa powder juga dikunsumsi oleh industri minuman seperti susu cokelat. Selain untuk pembuatan cokelat dan permen, kakao butter juga dapat digunakan pembuatan rokok, sabun dan kosmetika (Ragimun, 2013).

Dari tahun ke tahun konsumsi kakao dunia terus meningkat. Selain karena adanya pertambahan jumlah penduduk dunia, pengaruh perbaikan ekonomi atau tingkat kesejahteraan masyarakat ikut berperan dalam peningkatan konsumsi kakao dan olahannya. Konsumsi kakao dunia didominasi oleh negara-negara Eropa dan Amerika Serikat atau negara-negara industri dengan pendapatan perkapita jauh di atas US$ 1.000 (Panggabean dan Satyoso, 2008).

Berdasarkan identifikasi lapangan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan dan data tahun 2008, diketahui kurang lebih 70.000 ha kebun kakao dengan kondisi tanaman tua, rusak, tidak produktif, dan terkena serangan hama dan penyakit dengan tingkat serangan berat sehingga perlu dilakukan peremajaan, 235.000 ha kebun kakao dengan tanaman yang kurang produktif dan terkena

(27)

serangan hama dan penyakit dengan tingkat serangan sedang sehingga perlu dilakukan rehabilitasi dan 145.000 ha kebun kakao dengan tanaman tidak terawat serta kurang pemeliharaan sehingga perlu dilakukan intensifikasi.

Serangan hama penyakit utama adalah Penggerek Buah Kakao (PBK) dan penyakit Vascular Streak Dieback (VSD) mengakibatkan menurunnya produktivitas menjadi 660 kg/ha/tahun atau sebesar 37% dari produktivitas yang pernah dicapai (1.100 kg/ha/thn). Hal ini mengakibatkan kehilangan hasil sebesar 184.500 ton/thn atau setara dengan Rp 3,69 triliun per tahun. Selain menurunkan produktivitas, serangan tersebut menyebabkan mutu kakao rakyat rendah sehingga ekspor biji kakao ke Amerika Serikat mengalami pemotongan harga sebesar US$

301,5/ton. Rendahnya mutu kakao menyebabkan citra kakao Indonesia menjadi kurang baik di pasar internasional (Ditjenbun, 2012).

Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Disamping itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Pada tahun 2002, perkebunan kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta memberikan sumbangan devisa terbesar ketiga sub sektor perkebunan setelah minyak sawit dan karet (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005).

Sementara menurut KPPU (2009), Pengembangan komoditas kakao di Indonesia menghadapi beberapa permasalahan antara lain masih rendahnya

(28)

produktivitas komoditas kakao yang disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut : (a) penggunaan benih asalan, belum banyak digunakan benih unggul (b) masih tingginya serangan hama PBK (penggerek buah kakao), hingga saat ini belum ditemukan klon kakao yang tahan terhadap hama PBK (c) sebagian besar perkebunan berupa perkebunan rakyat yang dikelola masih dengan cara tradisional dan (d) umur tanaman kakao sebagian besar sudah tua, di atas 25 tahun jauh di atas usia paling produktif 13-19 tahun.

Permasalahan lain menurut KPPU (2009) adalah rendahnya mutu biji kakao indonesia. Hal ini antara lain disebabkan oleh pengelolaan produk kakao yang masih tradisional (85% biji kakao produksi nasional tidak difermentasi) sehingga mutu kakao Indonesia dikenal sangat rendah (berada di kelas 3 dan 4).

Akibat mutu rendah harga biji dan produk kakao Indonesia sangat rendah di pasar internasional dan terkena diskon hingga USD 200/ton atau 10-15% dari harga pasar.

Dalam perekonomian regional, sektor ekonomi kakao mempunyai keterkaitan dengan sektor ekonomi lainnya. Perkebunan kakao dalam proses produksinya memerlukan sejumlah input dan bersamaan dengan itu dihasilkan sejumlah output yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan permintaan akhir berupa konsumsi rumah tangga, ekspor dan lain-lain maupun sebagai input produksi sektor ekonomi lainnya (Herman, 2007).

Saat ini, industri hilir kakao di Indonesia masih belum berkembang dan beroperasi secara optimal. Hal ini karena sebagian besar besar kakao yang diekspor masih dalam bentuk komoditas primer. Kakao dalam bentuk komoditas

(29)

primer tersebut akan terkena diskon harga yang kemudian akan diinput sebagai kerugian (Dradjat dan Wahyudi, 2008).

Di pasar dunia terutama Eropa, mutu kakao Indonesia dinilai rendah karena mengandung keasaman yang tinggi, rendahnya senyawa prekursor flavor, dan rendahnya kadar lemak sehingga harga kakao Indonesia selalu mendapatkan potongan harga cukup tinggi sekitar 15% dari rata-rata harga kakao dunia (Departemen Perindustrian, 2007).

Perkembangan harga kakao merupakan aspek yang kompleks karena banyak faktor yang saling mempengaruhi terbentuknya harga. Selama ini faktor pasokan kakao relatif paling berpengaruh terhadap pembentukan harga. Untuk Indonesia, dijumpai indikasi adanya ketidaksinkronan harga di pasar spot di tingkat produsen yaitu di Makassar dengan harga yang terjadi di bursa New York Board on Trade (NYBOT) sebagai pasar acuan (Firdaus dan Ariyoso, 2010).

Selanjutnya hasil studi Firdaus dan Aryoso (2010), juga menyimpulkan bahwa tidak terdapat keterpaduan harga yang kuat baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek antara pasar kakao spot di Makassar dengan bursa berjangka di NYBOT. Pergerakan harga kakao Indonesia dipengaruhi oleh harga kakao di NYBOT, konsumsi kakao dunia serta kurs Rupiah terhadap US Dollar.

Berbagai kebijakan dilakukan pemerintah untuk menggenjot produksi kakao dan pendapatan dari ekspor komoditas kakao. Dari sektor hulu pemerintah meluncurkan Program Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (Gernas Kakao). Gernas Kakao ini urgent untuk dilaksanakan karena tanaman kakao di Indonesia rata-rata telah berumur tua dan sudah tidak produktif. Gernas kakao terdiri dari tiga kegiatan utama yaitu: peremajaan, rehabilitasi dan

(30)

intensifikasi. Tujuan program ini adalah untuk memperbaiki kondisi kebun yang tanamannya sudah tua, rusak, tidak produktif, dan terserang berat oleh hama dan penyakit (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012).

Sedangkan dari sektor hilir, pemerintah menerapkan kebijakan pengenaan bea keluar terhadap ekspor biji kakao. Kebijakan ini bertujuan untuk menjamin pasokan bahan baku biji kakao bagi industri pengolahan kakao di dalam negeri serta mendorong berkembangnya industri pengolahan kakao di Indonesia.

Kebijakan ini dituangkan di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.011/2010 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.

Upaya-upaya peningkatan daya saing kakao berkaitan langsung dengan program pengembangan industri nasional. Sebagaimana yang dilakukan pemerintah, strategi pengembangan industri kakao nasional terbagi menjadi dua kategori yaitu dari sisi penawaran (supply) dan yang kedua dari sisi permintaan (demand). Sisi supply dimaksudkan kakao nasional berupa intensifikasi dan ekstensifikasi lahan kakao nasional, pengembangan bahan baku kakao, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, penyediaan insentif bagi investasi produk-produk berbahan baku kakao atau powder cocoa nasional serta kemudahan dalam permodalan. Sedangkan dari sisi demand berupa pengembangan kualitas kakao nasional, adanya diversifikasi produk dari kakao, pengembangan dan perluasan pasar domestik serta pengembangan dan perluasan pasar luar dan dalam negeri melalui berbagai pameran, promosi maupun expo (Ragimun, 2013).

(31)

Selama ini industri pengolahan kakao lebih banyak berada di negara- negara Eropa dan Amerika sehingga nilai tambah tidak dinikmati Indonesia sebagai penghasil biji kakao. Oleh karena itu pengenaan bea keluar atas biji kakao dimaksudkan untuk merangsang tumbuhnya industri pengolahan kakao di Indonesia yang pada gilirannya ekspor komoditas kakao meningkat nilai tambahnya (Kementerian Keuangan, 2013).

2.2. Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang berhubungan dengan analisis faktor- faktor yang mempengaruhi ekspor biji kakao antara lain:

Arsyad (2004), dalam penelitiannya Dampak Kebijakan Ekonomi terhadap Produksi dan Ekspor Kakao Sulawesi Selatan menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kakao adalah harga ekspor kakao tahun sebelumnya, pertumbuhan produksi, nilai tukar rupiah tahun sebelumnya dan trend waktu.

Dampak kebijakan ekonomi berupa subsidi harga pupuk, depresiasi rupiah, penerapan pajak ekspor, kuota ekspor dan perubahan faktor eksternal menyebabkan perubahan perilaku produksi dan ekspor kakao, perubahan kesejahteraan masyarakat dan devisa ekspor.

Semartoto (2004), dengan penelitiannya Dampak Kebijakan Ekonomi terhadap Perkembangan dan Ekspor Kakao Indonesia dengan menggunakan rumus simultan menghasilkan kesimpulan bahwa dalam jangka pendek, ekspor kakao Indonesia kurang responsif terhadap perubahan produksi kakao Indonesia dan nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika. Sedangkan dalam jangka panjang responsif terhadap perubahan produksi kakao Indonesia. Produksi kakao sangat mempengaruhi ekspor kakao Indonesia.

(32)

Sementara itu depresiasi rupiah terhadap Dollar Amerika menyebabkan ekspor kakao Indonesia dan harga kakao domestik meningkat. Peningkatan ekspor ini mendorong negara-negara pengimpor utama Indonesia meningkatkan impor kakao. Sedangkan peningkatan harga kakao domestik menyebabkan konsumsi kakao menurun, tapi luas areal kakao dan produksi kakao Indonesia meningkat.

Nurhidayani, et al (2006) meneliti tentang Penawaran Ekspor Kakao di Indonesia dengan metode kuantitatif yang menggunakan model ekonometrika dengan menggunakan persamaan tunggal (single equation) dalam persamaan model regresi linier berganda, mendapatkan hasil faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran ekspor kakao Indonesia adalah produksi kakao domestik, harga kakao domestik, dan nilai tukar.

Syarfi, et al (2008), melakukan peneltian dengan metode studi kasus yang dilaksanakan di Kabupaten Padang Pariaman dan Kabupaten Lima Puluh Kota tentang potensi pengembangan industri pengolahan kakao di Sumatera Barat menemukan bahwa permasalahan untuk pengembangan industri pengolahan kakao adalah; (a) produktivitas dan kualitas kakao rakyat masih rendah.

Penyebab rendahnya produksi kakao adalah (1) mutu benih rendah, (2) serangan hama Hellopeltis, PBK, dan jamur phytoptora yang belum dikendalikan secara optimal, (3) pemangkasan dan pemeliharaan tidak optimal, (4) pemupukan belum dilakukan sesuai rekomendasi. (b) Penerapan teknologi pascapanen dan pengolahan kakao di sentra produksi masih dilakukan dengan alat-alat yang sederhana. Ketersediaan kotak fermentasi di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kabupaten Padang Pariaman belum dimanfaatkan secara efektif untuk menghasilkan biji kakao fermentasi. Disamping itu, ketersediaan alat dan mesin

(33)

pengolahan kakao yang diberikan oleh pemerintah belum dimanfaatkan untuk pengolahan hasil kakao rakyat.

Hariyadi, et al (2009), dalam penelitiannya Identifikasi Permasalahan dan Solusi Perkembangan Perkebunan Kakao Rakyat di Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan menemukan bahwa permasalahan yang dihadapi petani kakao adalah kondisi tanaman yang sudah tua, serangan hama penggerek buah kakao (PBK), penyakit kanker batang dan busuk buah. Peran dan fungsi kelembagaan di tingkat petani (kelompok tani) masih terbatas jika ada program/proyek pemerintah. Peran kelompok tani masih terbatas pada kegiatan pemeliharaan tanaman sementara peran sebagai penyedia sarana produksi dan pemasaran hasil kakao masih belum dilakukan. Permasalahan kelembagaan lainnya adalah terbatasnya tenaga penyuluh lapangan, baik jumlah maupun kompetensinya.

Maswadi (2011), dalam jurnalnya yang berjudul Agribisnis Kakao dan Produk Olahannya Berkaitan dengan Kebijakan Tarif Pajak di Indonesia menyimpulkan bahwa setiap pelaku yanng terlibat dalam subsistem agribisnis kakao masih dapat meningkatkan pendapatan karena pasar kakao masih terbuka untuk produk kakao yang hendak dipasarkan, hanya saja bagi petani dan pengusaha agroindustri perlu dengan teliti mengetahui dan memperhatikan standart mutu kakao yang ada di pasaran.

Kebijakan fiskal oleh pemerintah telah memacu peningkatan produksi dalam negeri namun produktivitas hasil semakin menurun karena petani perkebunan kakao sudah tidak memperhatikan kualitas kebun, berusaha menekan hama dan penyakit serta kualitas buah yang dipanen

(34)

Arsyad, et al (2011) dalam penelitiannya yang menganalisis dampak kebijakan pajak ekspor dan subsidi harga pupuk terhadap produksi dan ekspor kakao Indonesia menyimpulkan bahwa (1) faktor-faktor yang secara potensial mempengaruhi ekspor kakao Indonesia adalah harga ekspor kakao Indonesia, pertumbuhan produksi kakao, nilai tukar rupiah dan trend waktu; (2) rencana pemberlakuan pajak ekspor berdampak negatif menurunkan volume produksi dan ekspor kakao Indonesia pasca Putaran Uruguay sementara rencana kebijakan pemberian subsidi harga pupuk berdampak positif meningkatkan produksi dan ekspor kakao Indonesia. Implikasinya adalah bahwa kebijakan subsidi harga pupuk masih dapat diharapkan sebagai strategi kunci untuk memacu produksi dan ekspor kakao Indonesia.

2.3. Landasan Teori 2.3.1. Teori Penawaran

Penawaran suatu komoditas adalah jumlah komoditas yang bersedia ditawarkan oleh produsen pada pasar dengan tingkat harga dan waktu tertentu.

Harga dan jumlah komoditas yang ditawarkan berhubungan secara positif dengan semua faktor yang lain tetap sama, jika harga barang naik maka jumlah yang ditawarkan akan meningkat dan sebaliknya.

Menurut Sukirno (2011) Hukum penawaran adalah suatu pernyataan yang menjelaskan tentang sifat hubungan antara harga sesuatu barang dan jumlah barang tersebut yang ditawarkan para penjual. Dalam hukum ini dijelaskan bagaimana keinginan para penjual untuk menawarkan barangnya apabila harganya tinggi dan bagaimana pula keinginan untuk menawarkan barangnya tersebut

(35)

Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penawaran suatu komoditas secara umum adalah harga komoditas itu sendiri, harga komoditas lain sebagai alternatif, biaya produksi, tujuan perusahaan, dan tingkat penggunaan teknologi yang digunakan.

1. Harga komoditas

Hipotesis dasar ekonomi menyatakan bahwa hubungan antara harga suatu komoditas dengan jumlah penawarannya memiliki hubungan positif, artinya semakin tinggi harga suatu komoditas maka semakin besar pula jumlah yang ditawarkan, demikian pula sebaliknya, cateris paribus. Dengan adanya peningkatan harga maka akan merangsang produsen untuk meningkatkan produksinya dan menjualnya dengan tujuan peningkatan keuntungan.

Elastisitas harga untuk penjualan merupakan gambaran dari seberapa jauh kepekaan jumlah yang ditawarkan akibat perubahan harga itu sendiri. Elastisitas untuk penawaran adalah positif, ini berarti semakin besar elastisitas harga untuk penawaran semakin peka jumlah yang ditawarkan akibat perubahan harga produk itu sendiri.

2. Harga komoditas lain

Komoditas lain yang merupakan alternatif dapat berupa komoditas komplemen (joint product) ataupun komoditas substitusi (competitive product).

Antara komoditas dengan produk komplemennya memiliki hubungan elastisitas penawaran positif. Sehingga peningkatan harga suatu produk komplemen akan menurunkan jumlah penawaran komoditas tersebut. Jika terjadi peningkatan harga terhadap suatu produk substitusi maka akan meningkatkan jumlah penawaran

(36)

komoditas. Hal ini disebabkan adanya hubungan elastisitas penawaran yang negatif antara komoditas dengan produk substitusinya.

3. Biaya produksi

Biaya produksi merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan.

Semakin tinggi biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan akan menurunkan laba yang diterima perusahaan tersebut. Hal ini akan menyebabkan perusahaan menurunkan produksinya. Sehingga biaya produksi yang mengalami peningkatan akan menurunkan jumlah komoditas yang ditawarkan.

4. Tujuan perusahaan

Jumlah komoditas yang ditawarkan juga tergantung pada tujuan perusahaan. Tidak semua perusahaan memiliki tujuan untuk memaksimumkan keuntungan. Perusahaan yang mementingkan volume produksi akan menghasilkan dan menjual lebih banyak atau meningkatkan penawaran.

5. Tingkat penggunaan teknologi

Penggunaan teknologi baru akan meningkatkan efisiensi waktu dan tenaga serta meningkatkan modal. Peningkatan modal tersebut berasal dari peningkatan penerimaan dan penurunan biaya pada penggunaan faktor produksi yang sama.

Hal ini menyebabkan peningkatan penawaran (cateris paribus) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan korelasi positif antara teknologi dengan jumlah penawaran.

2.3.2. Teori Perdagangan Internasional

Dasar dalam perdagangan internasional adalah adanya perdagangan barang dan jasa antara dua negara atau lebih yang bertujuan untuk mendapatkan

(37)

penawaran dan permintaan suatu negara dengan negara lain. Suatu negara tidak dapat menghasilkan semua komoditas atau barang yang dibutuhkan oleh rakyatnya dan adanya perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan komoditas tertentu. Pada umumnya perdagangan internasional terjadi karena keinginan suatu negara untuk meningkatkan penerimaan devisa dan memperluas pasar komoditas ekspor.

Secara teoritis ekspor suatu barang dipengaruhi oleh suatu penawaran (supply) dan permintaan (demand). Dalam teori Perdagangan Internasional (Global Trade) disebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor dapat dilihat dari sisi permintaan dan sisi penawaran (Krugman dan Obstfeld, 2000).

Melakukan ekspor dan impor merupakan kegiatan yang cukup penting di setiap negara. Di sebagian negara, ekspor dan impor meliputi bagian yang cukup besar dalam pendapatan nasional sedangkan di beberapa negara lain hanya merupakan bagian yang kecil saja dari pendapatan nasional. Beberapa keuntungan perdagangan internasional adalah memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri, memperoleh keuntungan dari spesialisasi, memperluas pasar industri-industri dalam negeri, dan menggunakan teknologi modern dan meningkatkan produktivitas (Sukirno, 2012).

Batas suatu negara dengan sendirinya membatasi kemampuan alamiah negara tersebut untuk mencukupi kebutuhannya sendiri. Negara, seperti juga daerah atau perorangan dapat memperoleh keuntungan dari spesialisasi dan perdagangan internasional. Spesialisasi berarti bahwa setiap negara terterntu menghasilkan produk spesialisasinya lebih banyak daripada yang akan dikonsumsi oleh rakyatnya sementara produk lain yang juga dibutuhkan rakyatnya

(38)

hanya diproduksi di dalam negeri dalam jumlah sedikit atau bahkan tidak diproduksi sama sekali (Lipsey, et al, 1993).

2.3.3. Penawaran Ekspor

Volume ekspor suatu komoditas dari negara tertentu ke negara lain merupakan selisih antara penawaran domestik dan permintaan domestik yang disebut sebagai kelebihan penawaran (excess supply). Pada pihak lain, kelebihan penawaran dari negara tersebut merupakan permintaan impor bagi negara lain atau merupakan kelebihan permintaan (excess demand).

Selain dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran domestik, ekspor juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pasar dunia seperti harga komoditas itu sendiri, jumlah komoditas itu sendiri dan komoditas substitusinya di pasar internasional serta hal-hal yang dapat mempengaruhi harga baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kurva penawaran ekspor komoditas suatu negara merupakan kurva kelebihan penawaran, yaitu selisih antara penawaran dan permintaan komoditas di dalam suatu negara. Dengan demikian kurva kelebihan penawaran dari negara tersebut merupakan kurva penawaran ekspor di pasar internasional (Kindlerberger dan Lindert, 1982 dalam Semartoto, 2004). Dapat dikatakan juga bahwa penawaran ekspor suatu negara merupakan penawaran produsen melebihi permintaan konsumen negara tersebut.

Analisis terhadap penawaran ekspor dapat dilakukan dengan menurunkan kurva penawaran ekspor yang pada dasarnya diperoleh dari kurva penawaran dan permintaan domestik seperti disajikan pada Gambar 5. Jika harga suatu barang

(39)

yang tersedia untuk ekspor meningkat. Misalkan penawaran ekspor dilakukan oleh negara domestik.

Sumber : Krugman dan Obstfeld, 2004.

Gambar 5. Penurunan Kurva Penawaran Ekspor

Pada saat harga P1, penawaran produsen domestik sebesar S1, sementara itu permintaan konsumen domestik hanya sebesar D1. Jadi jumlah dari seluruh penawaran yang dimungkinkan untuk diekspor adalah S1-D1. Pada tingkat harga P2, terjadi peningkatan jumlah penawaran oleh produsen domestik menjadi S2 dan jumlah permintaan konsumen domestik menjadi turun sebesar D2. Jumlah total yang dimungkinkan untuk diekspor adalah sebesar S2-D2.

Penawaran komoditas yang memungkinkan untuk diekspor akan meningkat sejalan dengan meningkatnya harga, kurva penawaran ekspor domestik XS adalah upward sloping. Pada saat harga PA, penawaran dan permintaan akan sama dengan tidak ada perdagangan, jadi kurva penawaran ekspor dimulai pada saat harga PA (penawaran ekspor sama dengan nol pada tingkat harga PA).

Ketika harga domestik suatu komoditas turun maka produsen/eksportir akan meningkatkan penjualan/ ekspornya ke luar negeri. Sedangkan jika harga domestik naik maka produsen/eksportir suatu komoditas akan mengurangi volume

(40)

ekspornya dan lebih mengutamakan penjualan di dalam negeri. Hal ini dilakukan untuk memaksimumkan keuntungan yang diperolehnya.

Sebaliknya ketika harga internasional suatu komoditas naik, produsen/eksportir akan meningkatkan volume ekspornya sedangkan jika harga internasional turun maka produsen/eksportir akan menurunkan volume ekspornya ke luar negeri. Hal ini juga dilakukan untuk memaksimumkan keuntungan yang diperoleh dari perdagangan komoditas.

Pajak yang ditetapkan oleh pemerintah terhadap suatu komoditas juga dapat mempengaruhi kurva penawaran terhadap komoditas tersebut. Menurut Kementerian Pertanian (2011) di Indonesia ada beberapa jenis pajak yang diberikan terhadap komoditas pertanian yang akhir-akhir ini menjadi isu utama yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Bea Keluar (BK) yang sebelumnya disebut Pajak Ekspor. Kedua jenis pajak tersebut mempunyai tujuan berbeda yaitu PPN lebih bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara dari pajak sementara BK lebih bertujuan untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri dan mengembangkan industri hilir dengan menghambat ekspor komoditas yang menjadi bahan baku industri hilir yang ingin dikembangkan tersebut.

2.4. Kerangka Pemikiran

Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk memproduksi biji kakao. Indonesia yang memiliki keunggulan komparatif dalam memproduksi biji kakao seharusnya mampu meningkatkan produksinya untuk menjadi produsen biji kakao terbesar di dunia. Dengan tingginya produksi biji kakao, Indonesia juga harus berupaya agar dapat menjadi eksportir biji kakao dan olahannya yang

(41)

Dalam penelitian ini dianalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor biji kakao Indonesia secara kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif untuk melihat perkembangan ekspor biji kakao dapat dianalisis dengan metode deskriptif berdasarkan perkembangan volume ekspor biji kakao.

Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor biji kakao Indonesia yang dilakukan dengan analisis regresi berganda. Selanjutnya akan diestimasi dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Variabel-variabel yang diestimasi mempengaruhi penawaran ekspor dalam penelitian ini antara lain: produksi biji kakao Indonesia, harga domestik biji kakao, harga internasional biji kakao, ekspor biji kakao tahun sebelumnya, dan kebijakan pemerintah berupa penerapan bea keluar terhadap ekspor biji kakao Indonesia (dummy). Pengujian hipotesis dilakukan satu arah dimana hasil dari pengujian nantinya ditentukan di depan apakah arahnya positif atau negatif.

Produksi biji kakao Indonesia diduga berpengaruh karena bila produksi biji kakao dalam negeri tidak diolah seluruhnya di dalam negeri maka kelebihan ini dapat ditawarkan ke negara lain melalui kegiatan ekspor. Harga biji kakao domestik dan harga biji kakao internasional digunakan dalam penelitian ini karena dalam hukum penawaran, harga dapat mempengaruhi jumlah penawaran.

Jumlah ekspor biji kakao pada tahun sebelumnya digunakan sebagai faktor yang mempengaruhi karena naik turunnya jumlah ekspor biji kakao pada tahun berjalan dapat diperkirakan oleh jumlah ekspor biji kakao pada tahun sebelumnya.

Sedangkan kebijakan pemerintah berupa penerapan bea keluar terhadap ekspor biji kakao digunakan sebagai variabel yang diduga turut mempengaruhi ekspor

(42)

biji kakao karena akan menambah biaya bagi eksportir yang langsung mengekspor biji kakao jika dibandingkan dengan menjual biji kakao di dalam negeri atau mengekspornya setelah melalui pengolahan. Kebijakan ini diperkirakan akan mempengaruhi sikap eksportir dalam kegiatan ekspor biji kakao.

Selain itu, dengan adanya kebijakan penerapan bea keluar terhadap biji kakao akan membatasi para eksportir untuk melakukan ekspor bahan mentah berupa biji kakao. Pembatasan bahan mentah ini akan merangsang bagi industri pengolahan kakao di dalam negeri untuk meningkatkan investasi dan kapasitas pengolahannya.

Produksi Biji Kakao

Harga Domestik Biji Kakao

Ekspor Biji Kakao Indonesia Harga Internasional Biji

Kakao

Ekspor Biji Kakao Tahun Sebelumnya

Kebijakan Bea Keluar Biji Kakao

Gambar 6. Alur Kerangka Berfikir

Kebutuhan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor biji kakao Indonesia penting untuk diketahui guna penyusunan kebijakan strategis

(43)

dan nilai tambah dari ekspor kakao. Alur Kerangka Berfikir disajikan pada Gambar 6.

2.5 Hipotesis Penelitian

1. Produksi biji kakao, harga internasional biji kakao dan ekspor biji kakao tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap ekspor biji kakao Indonesia.

2. Harga biji kakao domestik dan kebijakan pemerintah berupa penerapan bea keluar terhadap ekspor biji kakao berpengaruh negatif terhadap jumlah ekspor biji kakao Indonesia.

(44)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Pengumpulan Data Sekunder. Hal ini dikarenakan penelitian ditujukan untuk menganalisis kondisi ekspor biji kakao yang bersifat umum. Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, International Cocoa Organization (ICCO) serta instansi terkait lainnya. Jenis data yang digunakan adalah data deret waktu (time series) berupa data tahunan dari tahun 1981 hingga tahun 2012.

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Volume ekspor biji kakao, dalam satuan Ton

2. Jumlah produksi biji kakao domestik, dalam satuan Ton 3. Harga domestik biji kakao, dalam satuan Rp/kg

4. Harga internasional biji kakao, dalam satuan US$/kg

5. Volume ekspor biji kakao tahun sebelumnya (Lag Export), dalam satuan Ton 6. Kebijakan pemerintah berupa penerapan bea keluar terhadap biji kakao (dumy)

3.2 Metode Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor biji kakao Indonesia adalah metode kualitatif (deskriptif) dan metode kuantitatif yang menggunakan metode analisis ekonometrika dengan menggunakan model analisis regresi berganda dan metode estimasi yang

(45)

digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS) dengan menggunakan perangkat lunak SPSS 17.

Secara intuitif kita dapat membayangkan penggunaan metode OLS sebagai pencarian suatu garis lurus yang melewati sekumpulan titik pasangan observasi.

Garis ini harus memenuhi suatu kriteria secara terbaik. Kriteria yang digunakan adalah meminimalkan selisih antara nilai prediksi yang diberikan oleh garis lurus tersebut dengan nilai aktualnya (Ariefianto, 2012).

Model yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor biji kakao Indonesia adalah dengan model regresi berganda dengan persamaan tunggal. Bentuk ini digunakan karena mampu menunjukkan berapa persen variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independennya.

Nilai ini akan ditunjukkan sebagai nilai R² (r kuadrat). Model ini juga dapat melihat apakah variabel-variabel independennya berpengaruh nyata atau tidak nyata terhadap variabel dependen dengan melihat hasil uji-F dan uji-t. Selain itu kelebihan dari model ini adalah karena perhitungannya yang lebih sederhana.

Untuk menjawab hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini maka berdasarkan pada kerangka pemikiran dan variabel-variabel yang digunakan, model ekonometrik ekspor biji kakao Indonesia secara umum disusun sebagai berikut:

Xk = a0 + a1Pbk + a2Hdk + a3Hik + a4Lagx + a5D1 + ɛk Dimana :

Xk = Volume ekspor biji kakao Indonesia (ton) Pbk = Produksi biji kakao Indonesia (ton) Hdk = Harga domestik biji kakao (Rp/kg)

(46)

Hik = Harga internasional biji kakao (US$/kg)

Lagx = Volume ekspor biji kakao tahun sebelumnya (ton) D1 = Dummy kebijakan bea keluar ekspor biji kakao

0 = Sebelum ada kebijakan 1 = Setelah ada kebijakan a0 = intersep

ai = koefisien regresi (i = 1, 2, 3, ...) ɛk = Error term (pengaruh sisa)

Dalam model di atas terdapat variabel Dummy. Variabel ini bukan jenis lain dari variabel dependen-independen namun menunjukkan sebuah variabel yang nilainya telah ditentukan oleh peneliti. Cooper dan Schindler (2000) mendefinisikan dummy variable sebagai sebuah variabel nominal yang digunakan di dalam regresi berganda dan diberi kode 0 dan 1. Nilai 0 biasanya menunjukkan kelompok yang tidak mendapat sebuah perlakuan dan 1 menunjukkan kelompok yang mendapat perlakuan (Murniati, et al, 2013).

3.3 Pengujian Model dan Hipotesis

3.3.1 Goodness Of Fit (Kesesuaian Model)

Goodness of Fit (kesesuaian model) dihitung dengan nilai koefisien determinasi (R2). Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengukur keragaman variabel dependen yang dapat diterangkan oleh variabel independen.

R2 menunjukkan besarnya pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen. Koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut:

R² =jumlah kuadrat regresi jumlah kuadrat galat

(47)

Selang R2 yang digunakan adalah 0<R2 <1. R2 = 1 berarti semua variasi respon dari variabel dapat dijelaskan dengan fungsi regresi, sedangkan R2 = 0 berarti tidak satupun variasi pada variabel dapat dijelaskan oleh fungsi regresi.

Dalam kenyataannya nilai R2 berada dalam selang 0 sampai 1 dengan intrepretasi relatif terhadap ekstrim 0 dan 1. Nilai koefisien determinasi semakin mendekati 1, maka model tersebut semakin baik.

3.3.2 Uji Statistik

Untuk menguji apakah secara statistik variabel independen yang digunakan berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel dependen, digunakan uji statistik-F dan uji statistik-t. Penggunaan uji statistik-F dilakukan untuk mengetahui apakah model penduga yang diajukan sudah layak untuk menduga parameter dalam fungsi volume ekspor. Uji statistik-t digunakan untuk menguji koefisien regresi dari masing- masing variabel independen secara terpisah apakah variabel ke-i berpengaruh nyata terhadap variabel dependen (Gujarati, 2007).

1. Uji F

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen.

Pengujian yang dilakukan menggunakan distribusi F dengan membandingkan antara nilai kritis F dengan nilai F-hitung yang terdapat pada hasil analisis.

Langkah- langkah analisis dalam pengujian hipotesis terhadap variasi nilai variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variasi nilai variabel independen adalah sebagai berikut:

a. Perumusan Hipotesis

H0 = Variasi perubahan nilai variabel independen tidak dapat menjelaskan

(48)

variasi perubahan nilai variabel dependen.

H1= Variasi perubahan nilai variabel independen dapat menjelaskan Variasi perubahan nilai variabel dependen.

b. Perhitungan nilai kritis F-tabel dan F-hitung :

F hitung =

𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑘𝑘𝐽𝐽𝐽𝐽𝑘𝑘𝑘𝑘𝐽𝐽𝑘𝑘 𝑘𝑘𝑟𝑟𝑟𝑟𝑘𝑘𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑘𝑘𝐽𝐽𝐽𝐽𝑘𝑘𝑘𝑘𝐽𝐽𝑘𝑘 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝐽𝐽𝑘𝑘

𝑛𝑛 − 𝑘𝑘 − 1 Dimana:

n = jumlah pengamatan (j = 1, 2, 3, …,n) k = jumlah peubah bebas (i = 1, 2, 3,...,k) c. Penentuan penerimaan atau penolakan H0

Fhitung < Ftabel : terima H0

Fhitung > Ftabel : tolak H0

d. Apabila keputusan yang diperoleh adalah tolak H0 maka dapat disimpulkan bahwa variasi perubahan nilai variabel dependen dapat dijelaskan oleh variasi perubahan nilai semua variabel independen.

Artinya, semua variabel independen secara bersama-sama dapat berpengaruh terhadap variabel dependen.

2. Uji t

Pengujian hipotesis dari koefisien dari masing- masing peubah bebas dilakukan dengan uji t. Langkah-langkah analisis dalam pengujian hipotesis terhadap koefisien regresi adalah:

a. Perumusan hipotesis

(49)

b. Penentuan nilai kritis

Nilai kritis dapat ditentukan dengan mengunakan tabel distribusi normal dengan memperhatikan tingkat signifikansi (a) dan banyaknya sampel yang digunakan.

c. Nilai t- hitung masing- masing koefisien regresi dapat diketahui dari hasil perhitungan komputer.

Statistik uji yang digunakan dalam uji-t adalah : 𝑘𝑘 hitung = ai

S(ai) Dimana :

ai = nilai koefisien regresi atau parameter S(ai) = standar kesalahan dugaan parameter Kriteria uji:

t hitung < t tabel : terima H0

t hitung > t tabel : tolak H0

d. Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan letak nilai t- hitung masing-masing koefisien regresi pada kurva normal yang digunakan dalam penentuan nilai kritis. Jika letak t- hitung suatu koefisien regresi berada pada daerah penerimaan H0, maka keputusannya adalah menerima H0. artinya koefisien regresi tersebut tidak berbeda dengan nol. Dengan kata lain, variabel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap nilai variabel dependen. Sebaliknya jika t-hitung menyatakan tolak H0 maka koefisien regresi berbeda dengan nol dan berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

(50)

3.3.3 Uji Asumsi Klasik

Suatu variabel yang digunakan pada suatu penelitian memerlukan adanya pengujian asumsi yang terdapat pada metode analisis OLS. Hal ini dimaksudkan agar estimasi variabel penduga yang digunakan bersifat BLUE (Best Linier Unbias Estimation) sehingga dapat diperoleh kebenaran suatu model dalam penelitian. Adapun uji asumsi yang dilakukan antara lain uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi (Ariefianto, 2012).

1. Uji Multikolinieritas

Dalam model regresi yang mencakup lebih dari dua variabel independen sering dijumpai adanya kolinear ganda (multikolinear). Adanya multikolinear menyebabkan pendugaan koefisien regresi tidak nyata walaupun nilai R2 tinggi, tanda koefisien tidak sesuai dengan teori dan dengan metode OLS, penduga koefisien mempunyai simpangan baku yang sangat besar.

Pengujian multikolinieritas dapat dilakukan dengan memperhatikan nilai Variance Inflation factor (VIF) untuk koefisien regresi ke-j yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉 = 1

(1 − 𝑅𝑅𝑗𝑗2) , 𝑗𝑗 = 1,2,3, … , 𝑘𝑘

Rj2 yang dimaksud adalah koefisien determinasi dari regresi variabel

independen ke j pada k-1 variabel independen sisanya untuk k = 2 variabel independen, rj2 adalah kuadrat dari korelasi sampel r. Jika variabel prediktor X ke j

tidak berkaitan dengan X sisa, maka Rj2=0. Jika terdapat hubungan maka VIFj > 10.

(51)

terdapat masalah multikolinier pada variabel independen.

2. Uji Autokorelasi

Dalam analisis regresi dengan data time series dan cross-section umum terdapat masalah autokorelasi. Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui apakah error pada suatu persamaan bersifat independen atau dependen. Pengujian kemungkinan adanya autokorelasi dilakukan dengan observasi grafik residual terhadap waktu yang cukup efektif digunakan sebagai teknik evaluasi awal dan uji statistik Durbin Watson.

Rumus Durbin Watson:

𝑘𝑘 =𝑁𝑁𝑘𝑘=2𝑁𝑁(𝜇𝜇𝑘𝑘 −1)²𝜇𝜇𝑘𝑘 ²

𝑘𝑘=2 , dimana 0<d<4

Nilai hitung statistik d dibandingkan dengan nilai d tabel, yaitu dengan batas

bawah (dL) dan batas atas (dU). Hasil perbandingan akan menghasilkan kesimpulan seperti sebagai berikut:

a. Jika d < dL, berarti ada autokorelasi positif b. Jika d > 4-dL, berarti ada autokorelasi negatif

c. Jika dL < d < 4-dU, berarti tidak terjadi autokorelasi positif ataupun negatif

d. Jika dL = d = dU atau 4-dU = d = 4-dL, berarti tidak dapat disimpulkan.

3. Uji Heteroskedastisitas

Variabel atau keragaman dalam deret waktu cenderung meningkat dengan tingkat deret. Variabilitas dapat meningkat apabila variabel berkembang pada tingkat yang konstan dibandingkan jumlah yang konstan sepanjang waktu.

Variabel yang tidak konstan disebut heteroskedastisitas.

(52)

Terjadinya heteroskedastisitas tidak menyebabkan estimator menjadi bias karena residual bukanlah komponen dalam perhitungan. Namun demikian heterokedastisitas menyebabkan standar error dari model regresi menjadi bias dan sebagai konsekuensinya matriks varians-kovarians yang digunakan untuk menghitung standar error parameter menjadi bias pula.

Heteroskedastisitas terjadi bila variansnya tidak konstan sehingga seakan- akan ada beberapa kelompok data yang mempunyai besaran eror yang berbeda- beda dimana apabila diplotkan dengan nilai Ŷi akan membentuk suatu pola.

Heteroskedastisitas dapat dilihat dengan metode grafik yakitu memplotkan µi² dan Ŷi. Heteroskedatisitas akan terdeteksi bila plot menunjukkan pola yang sistematis.

Heteroskedastisitas dapat dideteksi, salah satunya dengan cara melihat scatter plot.

4. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk melihat apakah nilai residual (error term) dari model regresi terdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.

Jika asumsi ini dilanggar maka model regresi dianggap tidak valid dengan jumlah sampel yang ada. Normalitas dapat diuji dengan menggunakan dua cara yaitu analisis grafik (normal P-P plot) dan uji one sample Kolgomorov-Smirnov.anuk

3.4 Definisi dan Batasan Operasional

Definisi dan batasan operasional dalam penelitian ini adalah:

3.4.1 Definisi

(53)

1. Ekspor adalah jumlah biji kakao yang diproduksi di dalam negeri dan dijual ke luar negeri dalam satuan ton

2. Produksi adalah jumlah biji kakao yang dihasilkan dalam satu tahun di Indonesia dalam satuan ton

3. Harga domestik adalah harga rata-rata biji kakao dalam setahun di Indonesia yang dikeluarkan oleh lembaga resmi berdasarkan harga spot daerah pusat penghasil biji kakao

4. Harga internasional adalah harga rata-rata biji kakao dalam setahun yang dikeluarkan oleh pusat pasar kakao dunia dan berlaku secara internasional 5. Lag ekspor adalah volume ekspor biji kakao tahun sebelumnya (Lag

Export) dalam satuan Ton

6. Kebijakan Bea Keluar adalah penerapan pungutan negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap ekspor biji kakao untuk meningkatkan nilai komoditas kakao dan penerimaan negara.

3.4.2 Batasan Operasional

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor biji kakao Indonesia. Penelitian ini membahas mengenai ekspor biji kakao secara umum, tidak secara khusus ke negara tujuan tertentu.

Ekspor biji kakao yang dianalisis dalam penelitian ini adalah biji kakao secara umum, bukan biji kakao dengan jenis atau kualitas tententu seperti biji kakao fermentasi atau biji kakao tidak fermentasi.

Referensi

Dokumen terkait

b. Perdamaian kedua belah pihak yang bersengketa. Apabila penggugat dan tergugat sama-sama hadir dalam persidangan pada tanggal dan hari yamg telah ditetapkan, majlis Hakim

Neraca Daerah memberikan informasi mengenai posisi keuangan berupa aset, kewajiban (utang), dan ekuitas dana pada tanggal neraca tersebut dikeluarkan. Aset,

Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bab I Pasal 1, Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,

Dengan fasilitas-fasilitas yang ada pada komputer yang setiap saat menuju ke yang lebih maksimal kegunaannya dalam pengolahan database akan lebih cepat dan mudah

LAPORAN REALISASI SEMESTER PERTAMA APBD DAN PROGNOSIS 6 (ENAM) BULAN BERIKUTNYA. PEMERINTAH KABUPATEN

Penulisan Ilmiah ini bertujuan untuk membuat aplikasi chat yang bergerak, yang dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan komunikasi data lewat telepon selular. Pembuatan

Oleh karena itu penulis mencoba membuat suatu Pengembangan Aplikasi Game WATERMELONS,dengan tujuan membuat sebuah aplikasi game sederhana yang menggunakan bahasa

Aplikasi G2M ini, dibuat dengan bahasa pemrograman JAVA Micro, yaitu J2ME yang nantinya akan digunakan ponsel sebagai medianya, dimana ponsel kini merupakan barang yang telah