1 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
KATA PENGANTAR
Konsideran Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (selanjutnya disebut UU KIP) telah menegaskan bahwa “keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara.” Maka dalam rangka tersebut, Komisi Informasi Pusat sebagai lembaga yang dibentuk berdasarkan UU KIP, dan diberikan fungsi untuk menjalankan UU KIP, seyogyanya menjadi lembaga yang dapat menjadi ‘cermin’ atas pelaksanaan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas, sehingga dapat tercipta pemerintahan yang baik.
Salah satu bentuk transparansi dan akuntabilitas yaitu dengan cara menyampaikan dan membuka seluas-luasnya laporan atas pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Komisi Informasi Pusat kepada masyarakat. Kami sangat menyadari bahwa kinerja suatu lembaga dapat dilihat dan diukur dari laporan yang diterbitkannya. Oleh karena itu, dari laporan ini masyarakat dapat menilai secara langsung capaian dan kinerja Komisi Informasi Pusat Tahun 2016.
Secara umum, hal-hal yang dilaporkan pada laporan ini adalah berkaitan dengan pelaksanaan fungsi dalam menerima dan menyelesaian sengketa informasi publik, meningkatkan keterbukaan informasi publik melalui cara evaluasi kepatuhan Badan Publik dalam mengimplementasikan UU KIP, penguatan kelembagaan Komisi Informasi Pusat, dan pada umumnya melaksanakan apa yang sudah ditetapkan pada rencana strategi Komisi Informasi Pusat Periode 2013 – 2017 untuk indikator capaian 2016.
Akhir kata, semoga seluruh uraian dan data yang tersajikan dalam laporan ini dapat memberikan gambaran yang jelas dan memberikan suatu informasi yang akurat kepada masyarakat akan pelaksanaan tugas dan fungsi Komisi Informasi Pusat. Tak lupa ucapan termakasih dan penghargaan bagi
2 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan laporan ini. Semoga Komisi Informasi Pusat dapat menjadi lembaga yang terus mendorong terwujudnya keterbukaan informasi publik dan memberikan jaminan terhadap hak masyarakat atas akses informasi publik.
Jakarta, Maret 2017
Ketua Komisi Informasi Pusat,
3 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
BAB I
PROFIL DAN RENSTRA KOMISI INFORMASI PUSAT
A. Pendahuluan
Komisi Informasi Pusat merupakan lembaga mandiri yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (selanjutnya disingkat UU KIP). Anggota Komisi Informasi Pusat diangkat melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia dengan masa jabatan selama 4 tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu periode berikutnya. Frasa “dapat diangkat kembali” berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 77/PUU-XIV/2016, dimaknai dipilih kembali melalui suatu proses seleksi.
Sesuai ketentuan UU KIP, Komisi Informasi Pusat memiliki fungsi untuk melaksanakan UU KIP dan peraturan pelaksananya, dan memiliki tugas menyelesaikan sengketa informasi publik. Dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya, Komisi Informasi Pusat diwajibkan untuk membuat laporan setahun sekali atau sewaktu-waktu jika diminta. Laporan atas pelaksanaan tugas tersebut merupakan bentuk pertanggungjawaban atas kinerja yang telah dilaksanakan selama satu tahun.
Komisi Informasi Pusat memahami bahwa akuntabilitas suatu lembaga dapat diukur dari laporan atas pelaksanaan tugasnya dan masyarakat dapat secara maksimal melakukan pengawasan. Capaian kinerja tahun 2016 yang telah terlaksana tentunya mengacu pada hal yang telah ditentukan dalam Rencana Strategi (selanjutnya disingkat Renstra) Komisi Informasi Pusat Periode 2013 – 2017.
Renstra merupakan navigasi dalam menjalankan fungsi dan tugas suatu lembaga, sehingga apa yang telah dikerjakan dapat diukur dengan jelas pencapaiannya. Pada tahun 2016, indikator capaian Komisi
4 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
Informasi Pusat dititikberatkan pada pelaksanaan tugas penyelesaian sengketa informasi publik dengan presentasi 90% dan meningkatnya persentase Badan Publik yang menaati peraturan terkait keterbukaan informasi (melalui monitoring dan evaluasi kepatuhan badan publik). Uraian secara detail Indikator Capaian pelaksanaan tugas Komisi Informasi Pusat akan diuraikan pada bagian selanjutnya.
B. Estafet Kepemimpinan
Berdasarkan UU KIP dan Tata Tertib Komisi Informasi Pusat, Struktur Kepemimpinan Anggota Komisi Informasi terdiri atas ketua, wakil ketua dan anggota. Dalam satu periode, kepemimpinan Komisi Informasi Pusat dilaksanakan selama dua tahun sekali, sehingga dalam satu periode terdapat pergantian kepemimpinan.
Kepemimpinan pertama diketuai oleh Abdul Hamid Dipopramono dan sebagai wakil ketua John Fresly, berdasarkan Berita Acara Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat, tertanggal 1 Agustus 2013. Dengan semangat menjadikan Komisi Informasi Pusat sebagai lembaga yang kuat dan mandiri, sehingga diawal kepemimpinan dibentuk 3 (tiga) gugus tugas yaitu; gugus tugas percepatanan penanganan sengketa informasi, gugus tugas revitalisasi kesekretariatan dan anggaran, dan gugus tugas peningkatan hubungan badan publik dan hubungan media massa.
Gugus Tugas digunakan agar langkah-langkah strategis dapat segera diwujudkan sebelum nantinya akan dibentuk pembidangan kelembagaan Komisi Informasi Pusat. Hingga akirnya pada tahun 2014, berdasarkan SK. No. 07/KEP/KIP/VIII/2014, dibentuk 3 (tiga) bidang tugas yaitu; bidang tugas penanganan sengketa informasi publik, bidang tugas kelembagaan, dan bidang tugas sosialisasi, edukasi, dan advokasi.
Bergantinya kepemimpinan kedua, yang diketuai oleh John Fresly dan Evy Trisulo sebagai wakil ketua, berdasarkan Berita Acara Serah
5 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
Terima Jabatan tertanggal 14 Juni 2016, diikuti dengan perubahan
pembidangan yang tertuang dalam SK Nomor:
01/KEP/KIP/J.II/IX/2016 tentang Koordinator Bidang Komisi Informasi Pusat, yaitu; Koordinator bidang pengaduan sengketa informasi publik, bidang persidangan, bidang pemantauan pasca putusan, bidang monitoring dan evaluasi, serta bidang sosialisasi, edukasi dan advokasi.
STRUKTUR KEPEMIMPINAN PERIODE 2013 – 2017
2013 – 2016 2016 – 2017
Ketua Abdul Hamid
Dipopramono
Ketua John Fresly
Wakil Ketua
John Fresly Wakil
Ketua
Evy Trisulo
Anggota Dyah Aryani Anggota Abdul Hamid
Dipopramono
Evy Trisulo Dyah Aryani
Henny S. Widyanigsih Henny S. Widyanigsih
Yhannu Setyawan Yhannu Setyawan
Rumadi Rumadi
C. Profil Komisioner
Sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 85/P tertanggal 16 Juli 2013 adapun Anggota Komisi Informasi Pusat Periode 2013 – 2017 yaitu:
6 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6 FOTO PROFIL JF
FOTO PROFIL ETD
(1) John Fresly
Lahir di Medan, 4 September 1969. Sebelum menjabat sebagai komisioner Komisi Informasi Pusat, John Fresly adalah Wakil Ketua Komisi Informasi Provinsi DKI Jakarta. Pendidikan
Sarjana Hukum strata 1
diselesaikan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan menyelesaikan Program Magister
Hukum/Lex Legibus Magistri (LLM) di Nigata University, Jepang. Saat ini beliau sedang menempuh program Doktor Ilmu Administrasi Negara di Universitas Brawijaya (2012).
(2) Evy Trisulo Dianasari
Lahir di Malang, 18 Maret 1973. Sebelum menjadi Komisioner KI Pusat, Evy, demikian dia biasa dipanggil, merupakan pejabat Humas di Lembaga Administrasi Negara (LAN-RI). Pendidikan S 1 diselesaikan di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, dan S2 Magister Hukum di Universitas Indonesia. Di samping menjadi
pejabat Humas di LAN, Evy juga aktif sebagai tenaga pengajar diberbagai Diklat Aparatur Negara. Evy memiliki visi membudayakan keterbukaan informasi dalam setiap interaksi komponen bangsa.
7 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6 FOTO PROFIL DAP
(3) Dyah Aryani Prastyatuti
Lahir di Jakarta 6 April 1975. Sebelum menjadi komisioner KI Pusat, Dyah adalah pekerja NGO, peneliti, dan seorang advokat. Selama 13 tahun Dyah berkecimpung dalam penelitian, pengkajian, advokasi hukum dan kebijakan media. Interaksinya dengan hukum dan kebijakan media dimulai dengan advokasi pembahasan RUU Penyiaran (2000 - 2002); sebagai Pihak Terkait Tidak Langsung (Amicus Curre) pada pada uji materiil di Mahkamah Konstitusi atas UU No. 32 Tahun 2002 yang dimohonkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (2006); pada 2011, bersama dengan Koalisi Independen Untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP) melakukan uji materiil atas UU No. 32 Tahun 2002 terkait dengan penguasaan dan kepemilikan media. Tahun 2012 Dyah melakukan penelitian tentang efektifitas pelaksanaan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, bertema: “Implementasi Hak Atas Informasi Publik: Sebuah Kajian dari 3 Badan Publik di Indonesia (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kementerian Kesehatan RI dan Kepolisian RI)”. Sebelum terpilih sebagai Komisioner KI Pusat, sejak 2009 –2013 Dyah merupakan tenaga ahli Komite III DPD RI.
8 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6 FOTO PROFIL HSW
(4) Henny S. Widyaningsih
Lahir di Jakarta pada 9 Januari 1958. Sejak 1985 menjadi dosen di jurusan Komunikasi FISIP Universitas Indonesia (UI) dan 8 tahun menjadi Kepala Humas dan Protokol UI. Henny aktif di berbagai organisasi profesi kehumasan, seperti Bakohumas, Perhumas, ISKI, Amic dan beberapa kali menjadi juri dalam penghargaan Anugerah Media Humas yang diselenggarakan oleh Bakohumas dan Perhumas. Henny merupakan satu-satunya komisioner KI Pusat periode pertama yang terplih kembali sebagai komisioner KI Pusat periode kedua. Dalam periode sebelumnya, Henny menjabat sebagai Wakil Ketua KI Pusat (2009 – 2011) yang membidangi Penyelesaian Sengketa Informasi (PSI). Pada 2012 – 2013 dia menjadi Komisioner Bidang Advokasi, Sosialisasi dan Edukasi (ASE) sekaligus Wakil Ketua KI Pusat. Pada periode kedua ini, menjabat sebagai Komisioner Bidang Advokasi, Sosialisasi dan Edukasi (ASE).
(5) Yhannu Setyawan
Lahir di Jakarta, 1 Oktober 1973. Sebelum menjadi Komisioner Komisi Informasi (KI) Pusat, Yhannu Setyawan adalah Ketua KI Provinsi Banten. Pendidikan S1-nya diselesaikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung. S2 Magister Ilmu Hukum di Universitas Indonesia. Sebelum berkhidmat di lingkungan Komisi Informasi, aktifitas utamanya adalah pengajar pada Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung.
9 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6 FOTO PROFIL RD
FOTO PROFIL YS Di samping itu, mantan Plt/Pj Dekan
di FH Mathla'ul Anwar (FH UNMA) Pandeglang – Banten ini juga aktif mengajar di beberapa perguruan tinggi swasta. Yhannu banyak terlibat dalam kegiatan kajian, baik yang berbasis teori maupun riset lapangan
terkait tematika hukum dan
peraturan perundang - undangan. Pernah mengelola Pusat Kajian
Konstitusi dan Peraturan Perundang-Undangan (PKKPU FH Unila) serta pernah menjadi Anggota Badan Pekerja Dewan Riset Daerah (DRD) di Provinsi Banten. Di luar aktifitas mengajar dan meneliti, Yhannu juga banyak bersentuhan dengan aktiifitas di beberapa lembaga dan organisasi masyarakat sipil misalnya menjadi Inisiator pembentukan CLEAN Community (Center for Law Enforcement Community), Inisiator pendirian Kantor Riset Data Utama (RDU) di Banten.
(6) Rumadi
Lahir di Jepara 4 Maret 1969. Sebelum menjadi komisioner KI Pusat, Rumadi adalah staf pengajar di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Di samping mengajar, dia juga Koordinator Program the WAHID Institute Jakarta (2009 - 2013), yang bergerak dalam isu
10 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6 FOTO PROFIL AHD
pluralisme dan kebebasan beragama. Melalui lembaga yang didirikan KH. Abdurrahman Wahid ini, sejak 2008 Rumadi menginisiasi membuat laporan akhir tahun mengenai situasi kehidupan beragama di Indonesia. Dia juga aktif sebagai Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) NU (2010 - 2015). Selain mengajar dan menjadi aktifis gerakan sosial, dia juga dikenal aktif menulis tentang isu-isu Islam, demokrasi dan hak asasi manusia. Sejumlah buku dan artikel di jurnal ilmiah telah diterbitkan. Tulisan-tulisannya juga menghiasi berbagai media seperti Kompas, Media Indonesia, Koran Tempo, Majalah Tempo, Majalah Gatra, Suara Pembaruan, dan sebagainya.
(7) Abdul Hamid Dipopramono
Sejak remaja Hamid tak pernah lepas dari dunia informasi dan jurnalistik.
Saat masih pelajar SMAN IV
Yogyakarta, ia sudah menjabat Pemimpin Redaksi Majalah Gelora, saat kuliah di Teknik Sipil FT UGM menjadi Pemimpin Umum Majalah Clapeyron dan Pemimpin Umum Majalah Mahasiswa UGM Balairung. Ia juga memimpin Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI).
Pada 2006 – 2011, ia menjadi Wakil Pemimpin Redaksi Harian Jurnal Nasional merangkap Pemimpin Redaksi Majalah Eksplo. Hamid juga aktif di organisasi profesi dan kemasyarakatan. Diantaranya sebagai Sekjen Jaringan Aktivis Prodemokrasi
11 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
(Prodem), Wakil Ketua Departemen Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Vice President Junior Chamber International (JCI), Wakil Ketua Komite Tetap Kadin Indonesia, Wakil Ketua Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Sekretaris Umum Keluarga Alumni UGM (Kagama), dan salah satu Ketua Gerakan Nasional Indonesia Berintegritas (GNIB).
D. Renstra Komisi Informasi Pusat Periode 2013 – 2017
Pada periode pertama, Komisioner Komisi Informasi Pusat telah menetapkan Visi lembaga dalam Rencana Strategis (Renstra) untuk 2010 – 2013, yaitu “Menjadi lembaga yang mandiri, kredibel, dan berperan sebagai ikon pengembangan budaya transparansi di Indonesia.” Keberlanjutan, setidaknya kata itu yang tepat untuk mengambarkan bahwa periode kedua memiliki visi yang berkesinambungan dengan visi yang ditetapkan pada periode pertama.
Adapun visi yang ditetapkan pada periode kedua yaitu “Sebagai Lembaga Mandiri, Kredibel, dan Menjadi Ikon dalam Mewujudkan Penyelenggaraan Negara yang Akuntabel serta Masyarakat Informasi yang Partisipatif”.
isi ini termuat dalam Renstra Komisi Informasi untuk 2013 – 2017. Meskipun renstra ini dibuat untuk 2013 – 2017,
12 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
namun fokus indikator capaian dimulai dari 2014. Hal ini memperhatikan bahwa Komisioner periode kedua baru mendapat penyerahan tanggung jawab sejak 2 Agustus 2013.
Agar tercapainya visi tersebut, ditetapkan lima misi yang masing-masing terdapat indikator pencapaiannya. Untuk tahun 2016, misi dan indikator capaiannya dapat dilihat pada tabel. Misi dan indikator capaian pada tahun 2016 inilah yang dapat dijadikan sebagai tolok ukur atas pelaksanaan fungsi dan tugas Komisi Informasi Pusat pada tahun 2016.
Tahun Misi Indikator
2016 Memperkuat
kelembagaan menuju komisi informasi yang mandiri dan kredibel.
Semua program sudah mengacu pada substansi dari visi dan misi. Ditandatanganinya MoU dengan lembaga lain terkait UU KIP minimal dengan dua lembaga. Adanya publikasi yang rutin dan berkualitas antara lain dua buku, tiga jurnal, dan enam newsletter. Meningkatnya persentase Badan Publik yang menaati peraturan terkait keterbukaan informasi. Memiliki tiga orang panitera
pengganti yang memiliki kualifikasi terkait tugasnya
Terinternalisasinya value/corporate culture khas KI.
Memperkuat
penanganan sengketa
PSI terselesaikan 90% dari total register
13 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6 dan penegakan hukum
terhadap pelanggaran hak atas informasi
Terbentuk kepaniteraan PSI yang berdiri sendiri tidak dirangkap oleh Sekretariat. Tersusun KI Prudensi. Pemutakhiran pendokumentasian arsip PSI. Mengarus-utamakan keterbukaan informasi dalam setiap kebijakan penyelenggaraan negara.
Tersusun dan terdiseminasinya tiga telaah dan pendapat hukum terhadap berbagai kebijakan negara.
Berpartisipasi dalam proses
penyusunan tiga kebijakan negara (undang-undang) Memastikan dan memfasilitasi pemenuhan hak masyarakat terhadap informasi publik.
Adanya laporan tahunan dari Badan Publik Negara terkait Keterbukaan Informasi Publik. Mengupayakan 80% Badan Publik Negara sudah menunjuk PPID dan memiliki standar layanan.
Terbentuknya jaringan masyarakat peduli keterbukaan informasi di 30 provinsi.
Berperan aktif dalam kegiatan internasional untuk memperkuat pelaksanaan
keterbukaan informasi.
Terlibat dalam satu kegiatan
terkait keterbukaan informasi yang bersifat internasional.
Menginisasi kegiatan terkait keterbukaan informasi tingkat internasional.
14 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
BAB II
PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI
Selama tahun 2016, Komisi Informasi Pusat meregister sebanyak 64 Permohonan Penyelesaian Sengeta Informasi Publik. Permohonan penyelesaian sengketa informasi yang diregistrasi oleh Komisi Informasi Pusat dengan jumlah terbanyak terjadi pada bulan Maret 2016, yakni sebanyak 11 permohonan.
15 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
Adapun rekapitulasi register sengketa yang telah diselesaikan dari Januari - Desember 2016 sebanyak 54 register sebagai berikut:
1. Penyelesaian Sengketa Informasi pada tahun 2016 sebanyak 54
sengketa, maka jumlah sengketa yang telah di selesaikan oleh Komisi Informasi Pusat sejak tahun 2010 hingga 2016 adalah sejumlah 870 sengketa, seperti yang tertera pada grafik berikut :
16 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
2. Keberatan atas Putusan Komisi Informasi Pusat
Para pihak yang tidak menerima putusan Komisi Informasi Pusat dapat mengajukan keberatan secara tertulis ke Pengadilan yang berwenang. Sepanjang tahun 2016 terdapat 8 register sengketa yang keberatan atas putusan Komisi Informasi, yaitu:
NO NO REGISTER PEMOHON TERMOHON
HUKUM WILAYAH PENGADILAN
1 028/IV/KIP-PS/2015 Hasan
Saman PT. Pelindo PN Jakarta Utara
2 058/XII/KIP-PS/2015 ICJR Kemensetneg PTUN Jakarta
3 057/XII/KIP-PS/2015 FWI Kementerian
Agama PTUN Jakarta
4 016/III/KIP-PS/2016 Hotmaria Perkumpulan
Husada PN Jakarta Pusat
17 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
6 025/IV/KIP-PS/2016 Kontras Setneg PTUN Jakarta
7 056/XI.KIP-PS.2015 Greenpeace KLHK PTUN Jakarta
8 040/VIII.KIP-PS/2016 LSM
Ammindo PT. KTI PTUN Serang
- Kasus-kasus yang menjadi trending topic;
Dalam register permohonan nomor: 025/IV/KIP-PS-A/2016 dengan Pemohon Informasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras)
dan Termohon
Kementerian
Sekretariat Negara RI, adapun pokok permohonan
sengketa informasinnya adalah
pengumuman
secara resmi hasil
penyelidikan Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir Kepada masyarakat dan Alasan Pemerintah Republik Indonesia belum mengumumkan hasil penyelidikan Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir sebagaimana tercantum dalam penetapan Kesembilan Keppres No. 111 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir. Atas permohonan sengketa tersebut majelis komisioner memutus bahwa informasi aquo merupkan informasi publik yang wajib dimumkan. Adapaun pertimbangan Majelis Komisioner dikarenakan Tim telah melaporkan hasil penyelidikan
18 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
kepada Presiden sehingga Pemerintah berkewajiban untuk mengumumkan hasil penyelidikan Tim kepada masyarakat. Hal tersebut berdasarkan Keppres Nomor 111 Tahun 2004 tentang Pembentukan Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir.
Namun demikian dalam faktanya dokumen tersebut tidak dikuasai oleh Termohon dengan demikian majelis komisioner memerintah kan kepada termohon untuk mengumumkan informasi berupa pernyataan sebagaimana yang tertuang dalam Tanggapan Atas Keberatan Permohonan Informasi Publik melalui media elektronik dna nonelektronik yang dikelola oleh Termohon, adapaun tanggapan atas keberatan tersebut menyatakan bahwa tidak memiliki dan menguasai informasi terkait Laporan Hasil Penyelidikan Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir.
Regsiter nomor: 033/V/KIP-PS-A/2016 antara pemohon informasi Indonesia Corruption Watch (ICW) terhadap Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, adapun pokok permohonan adalah salinan putusan Majels Kehormatan Kode Etik dan salinan Sidang BPK RI atas nama Sdr. Efdinal yang diduga melakukan penyalahgunaan wewenang sebagai Kepala BPK Perwakilan Jakarta, atas permohonan informasi aquo majelis komisiner memtus
19 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
bahwa hal terbut merupakan infromasi terbuka dan wajib diserahkan kepada Pemohon.
Dalam putusan tersebut Termohon memutuskan bahwa dokumen keputusan dan sanksi untuk Pelaksana BPK yang melanggar Kode Etik merupakan informasi publik yang dikecualikan sesuai dengan Keputusan Sekretaris Jendral BPK RI Nomor 3/K/X-XIII.2/1/2015 tanggal 16 Januari 2015 Tentang Daftar Informasi Publik yang dikecualikan di Lingkungan Badan Pemeriksa Keuangan.
Bahwa terkait dengan dasar pengecualian Termohon Majelis Komisioner berpendapat bahwa Peraturan BPK RI Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Majelis Kehormatan Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan, Peraturan BPK RI Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan BPK RI Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Majelis Kehormatan Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan, dan Peraturan BPK RI Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan, dimana ketiga peraturan a quo telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku dengan diberlakukannya Peraturan BPK RI Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Majelis Kehormatan Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan dan Peraturan BPK RI Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan.
Sehingga Majelis Komisioner berpendapat bahwa informasi putusan sidang BPK dan putusan sidang MKKE merupakan informasi publik yang bersifat terbuka dan pengecualian informasi Termohon tidak sesuai dengan alasan pengecualian informasi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 17 UU KIP sehingga sudah sepatutnya dibatalkan.
20 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
Register Nomor: 011/III/KIP-PS-A/2016 antara Pemohon Informasi Mustolih terhadap Termohon PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk dengan pokok permohonan kepanitian, SOP, perijinan, MoU, laporan pengelolaan sumbangan konsumen Termohon dan AD/ART termohon.
Atas permohonan informasi aquo Termohon juga telah menanggapi dalam tahap keberatan atas permohonan informasi, namun demikian Pemohon tidak puas atas tanggapan Termohon. Atas permohonan sengketa a quo Majelis Komisioner memutus bahwa termohoan adalah badan publik dan informasi a quo merupakan informasi terbuka dan memerintahkan kepada termohon untuk memeberikan informasi a quo.
Pertimbangan Majelis Komsioner dalam memutus permohonan a quo adalah bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU KIP menyebutkan bahwa pada pokoknya bahwa termohon Termohon menyelenggarakan kegiatan pengumpulan sumbangan (donasi) kepada masyarakat yang dilakukan melalui gerai-gerai Termohon yang ada di seluruh Indonesia yang dilakukan berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku tentang pengumpulan sumbangan, maka sepanjang melakukan kegiatannya tersebut Termohon harus dinyatakan sebagai Badan Publik tingkat Pusat sebagaimana dimaksud UU KIP yaitu perkumpulan, badan usaha nonpemerintah berbentuk perseroan terbatas yang
21 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
sebagian atau seluruh dananya bersumber dari sumbangan masyarakat, dengan lingkup kerja meliputi seluruh wilayah Indonesia.
Sedangkan terkait dengan pokok permohonan, berdasarkan Pasal 16 UU KIP Majelis Komisoner menyatakan bahwa informasi a quo merupkan informasi terbuka namun demikian infromasi terbuka dan inforomasi yang diputus oleh majelis komisiner tidak terkait juga dengan aktivitas bisnis termohon.
3. Penguatan Penyelesaian Sengketa Informasi
Bimtek Penataan Administrasi dan Case Management System Penyelesaian Sengketa
Panitera dan Panitera Pengganti memiliki peran penting dalam pengelolaan berkas sengketa, dan terlaksananya penyelesaian sengketa informasi publik. Hal ini dikarenakan, Panitera adalah pintu pertama diterimanya permohonan penyelesaian sengketa informasi publik (permohonan) yang dapat menentukan suatu permohonan dapat diregistrasi atau tidak diregistrasi.
Terdokumentasikannya berkas sengketa dari mulai penerimaan permohonan hingga hasil putusan dari proses Mediasi dan/atau proses Ajudikasi Nonlitigasi adalah menjadi tanggung jawab Panitera/Panitera Pengganti. Oleh karena itu, Panitera/Panitera Pengganti diharapkan dapat memahami sistem administrasi penyelesaian sengketa informasi secara baik dan benar dengan mengacu pada Peraturan Komisi Informasi Pusat Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik (Perki PPSIP).
Pengelolaan dan pendokumentasian berkas penyelesaian sengketa informasi publik sekarang ini dapat dilakukan secara digital dan
non-22 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
digital. Pengelolaan secara digital dilakukan melalui Sistem Informasi Managemen Sengketa Informasi (SIMSI) yang dimulai dari proses penerimaan permohonan penyelesaian sengketa informasi publik hingga putusan sengketa informasi publik.
Untuk memberikan penigkatan atas pemahaman tentang pengelolaan dan pendokumentasian berkas sengketa informasi publik baik melalui digital maupun nondigital. Bidang Tugas Penanganan Sengketa Informasi Publik Komisi Informasi Pusat mengadakan Bimbingan Teknis Penataan Administrasi dan Case Management System Penyelesaian Sengketa Informasi Publik dengan tujuan mengingkatnya pemahaman Panitera Pengganti dalam mengelola administrasi penyelesaian sengketa informasi publik melalui digital dan non-digital dengan baik dan benar.
4. Semiloka Komisi Informasi Pusat dengan Badan Peradilan paska Putusan
Apabila putusan Komisi Informasi telah berkekuatan hukum tetap maka dapat dimohonkan penetapan eksekusi kepada Ketua Pengadilan yang berwenang sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Pengadilan (Perma No. 2 Tahun 2011).
Mekanisme terdapat dua pendekatan. Pertama, dalam hal putusan Komisi Informasi dan pelaksanaan eksekusi yang diatur dalam Perma No. 2 Tahun 2011 telah berkekuatan hukum tetap, Perma No. 2 Tahun 2011 tersebut hanya mengatur mekanisme atau prosedur permohonan penetapan eksekusi namun tidak mengatur bagaimana cara dan bentuk pelaksanaan eksekusi yang dilakukan oleh Pengadilan yang bewenang (Pasal 12 Perma No. 2 Tahun 2011).
23 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
Kedua, dalam hal Putusan Pengadilan telah berkekuatan hukum tetap, maka dalam Perma No. 2 Tahun 2011 mengatur bahwa pelaksanaan eksekusinya disesuaikan dengan hukum acara di masing-masing lingkungan peradilan (Pasal 11 Perma No. 2 Tahun 2011). Berdasarkan ketentuan permohonan penetapan eksekusi tersebut, timbul penafsiran bahwa mekanisme pelaksanaan eksekusi atas putusan Komisi Informasi yang berkekuatan hukum tetap tidak memiliki ketentuan pelaksanaannya (hukum acara) sedangkan pada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, hukum acaranya menyesuaikan dengan hukum acara tempat dimana putusan itu dikeluarkan oleh pengadilan, tentunya antara Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tata Usaha Negara memiliki mekanisme eksekusi putusan yang berbeda.
Sebagai perbandingan pelaksanaan putusan eksekusi di Pengadilan Perdata dan Pengadilan Tata Usaha Negara terletak pada hal-hal teknis eksekusi, yaitu:
1) Dalam hal penyampaian salinan putusan, hukum acara Perdata mengatur agar dilakukan melalui juru sita dan selambat-lambatnya dalam 8 hari (Pasal 207 ayat (2) HIR). Sedangkan dalam hukum acara PTUN adalah melalui surat tercatat, selambat-lambatnya dalam 14 hari.
2) Dalam hal Tergugat tidak melaksanakan putusan, hukum acara Perdata mengatur bahwa ketua pengadilan dapat menyita barang-barang milik tergugat (Pasal 208 HIR). Sedangkan dalam hukum acara PTUN, ketua pengadilan mengajukan hal ini ke instansi atasan menurut jenjang jabatan (Pasal 116 ayat 4).
3) Dalam hal jenis eksekusi, hukum acara Perdata terdapat jenis-jenis eksekusinya adalah eksekusi berupa hukuman untuk membayar sejumlah uang (Pasal 196 HIR), eksekusi berupa hukuman untuk
24 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
melaksanakan suatu perbuatan (Pasal 225 HIR), dan eksekusi riil. Sedangkan dalam hukum acara PTUN, jenis-jenis eksekusi adalah pencabutan KTUN yang bersangkutan (Pasal 97 ayat (9) huruf a), pencabutan KTUN yang bersangkutan dan menerbitkan KTUN yang baru (Pasal 97 ayat (9) huruf b), dan penerbitan KTUN dalam hal gugatan (Pasal 97 ayat (9) huruf c).
Pasal 11 dan Pasal 12 Perma No. 2 Tahun 2011, dapat ditafsirkan juga bahwa apabila suatu sengketa informasi yang telah diputus oleh Komisi Informasi kemudian terdapat salah satu pihak keberatan atas putusan Komisi Informasi sehingga diajukan keberatan misalnya ke Pengadilan Negeri sesuai dengan subyek Termohon-nya yaitu badan publik selain badan publik negara. Maka dapat diasumsikan, jika putusan Pengadilan Negeri tersebut berkekuatan hukum tetap, maka mekanisme, cara dan pelaksanaan eksekusi atas putusan pengadilan negeri akan disesuaikan dengan hukum acara yang berlaku di Pengadilan Negeri.
Sebaliknya jika terjadi di Pengadilan Tata Usaha Negara, maka putusan Pengadilan Tata Usaha Negara atas sengketa informasi yang telah berkekuatan hukum tetap, maka mekanisme, cara dan pelaksanaan eksekusi disesuaikan dengan hukum acara yang berlaku di Pengadilan Tata Usaha Negara. Mendasarkan pada ketentuan Pasal 11 dan Pasal 12 Perma No. 2 Tahun 2011 tersebut, Pemohon Eksekusi akan mendapat hambatan atau dalam bahasa lain tidak memperoleh kepastian hukum. Hal ini jelas dikarenakan, Perma No. 2 Tahun 2011 tidak mengatur secara spesifik bentuk dan cara eksekusi terhdap putusan Komisi Informasi yang berkekuatan hukum tetap beda halnya dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
25 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
Contoh. Permohonan sita Eksekusi yang diajukan oleh Indonesia Corruption Wacth atas putusan Komisi Informasi Pusat Nomor 006/VII/KIP-PS-M-A/2010 yang diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. atas permohonan tersebut, dikeluarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 24/Eks.KIP/2012/PN.Jkt.Sel tertanggal 19 November 2012, kemudian dikeluarkan Berita Acara Teguran/Peringatan tertangga 5 Desember 2012, dan tanggal 19
Desember 2012 dengan masing-masing Nomor
24/Eks.KIP/2012/PN.Jkt.Sel. Berdasarkan peringatan (Anmaning) tersebut, Termohon Eksekusi tetap tidak melaksanakan putusan Komisi Informasi Pusat secara sukarela, maka Pemohon Eksekusi mengajukan permohonan sita eksekusi kepad Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk melakukan sita eksekusi dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan permohonan sita eksekusi dan memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Selatan agar menunjuk sesorang juru sita pada PN Selatan dengan dibantu/disertai oleh 2 (dua) orang saksi untuk melakukan/meletakan sita eksekusi.
5. Pemutakhiran Pendokumenasian Arsip PSI
Untuk mempersingkat waktu dan mempermudah proses pelayanan informasi dan proses penyelesaian sengketa informasi, Komisi Informasi Pusat dengan Management System International
26 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
(MSI) mengembangkan Aplikasi SIMSI (Sistem Informasi Manajemen Penyelesaian Sengketa Informasi).
Tujuan aplikasi SIMSI ini dimaksudkan untuk mempermudah masyarakat atau Pemohon informasi dalam pendadftaran penyelesaian sengketa informasi publik secara online elektronik tanpa harus dating langsung ke Kantor Komisi Informasi.
27 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
BAB III
PENGUATAN KELEMBAGAAN KOMISI INFORMASI PUSAT
Penguatan keterbukaan informasi publik pada lembaga lain yang memiliki isu masing-masing dalam melaksanakan tugas dan fungsinya ditandai dengan memastikan komitemen lembaga tersebut dalam melaksanakan keterbukaan informasi publik. Komitmen tersebut kemudian dituangkan dalam Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding dengan beberapa lembaga yang terlaksana pada perdiode 2013 – 2017. Adapun lembaga-lembaga tersebut yaitu.
Memorandum of Understanding
Tahun Para Pihak Tentang
2014 Badan Pengawas Pemilihan Umum dengan Komisi Pemilihan Umum dan Komisi Penyiaran Indonesia dan Komisi Informasi Pusat.
Kepatuhan Pada Ketentuan Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum Melalui Media Penyiaran.
2015 Ombudsman Republik Indonesia dengan Komisi Informasi Pusat.
Peningkatan Pengawasan Pelayanan Publik Dalam Rangka Mewujudkan Keterbukaan Informasi Publik. 2015 Kementerian Pemuda dan
Olahraga dengan Komisi Informasi Pusat.
Keterbukaan Informasi Publik di bidang Kepemudaan, Keolahragaan, Dan Kepramukaan.
2016 Komisi Informasi Pusat dengan Kementerian Desa,
Pembangunan dan
Transmigrasi.
Keterbukaan Informasi Di Desa
2016 Komisi Informasi Pusat dengan Komisi Pemilihan Umum.
Keterbukaan Informasi Publik untuk penyelenggaraan
28 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6 Pemilihan Umum dan Pemilihan Gubernur, Bupati serta Walikota yang transparan dan berintegritas
Penguatan kelembagaan merupakan misi Renstra Komisi Informasi Pusat dalam memperkuat kelembagaan menuju Komisi Informasi yang mandiri dan kredibel yang dilakukan dengan beberapa kegiatan, antara lain:
1. Kerjasama Lembaga (Memorandum of Understanding)
Tahun 2016, Komisi Informasi Pusat melakukan kerja sama lembaga yang dituangkan dalam penandatanganan Nota Kesepahaman dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dan Komisi Pemilihan Umum.
Kesepahaman Bersama antara Komisi Informasi Pusat dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dengan
Nomor: 14/SJ/KB/V/2016 dan Nomor: 01/MoU.KIP/V/2016
mempunyai maksud dan tujuan untuk mewujudkan Keterbukaan Informasi Publik dalam hal pengelolaan Informasi Publik di Pemerintah Desa dalam rangka pembinaan dan pengembangan Keterbukaan Informasi Pemerintah Desa dan mendorong keterbukaan informasi publik di tingkat Desa yang cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana, dengan semangat keterbukaan, partisipatif, dan akuntabel secara meluas ke seluruh lapisan masyarakat.
Penandatangan Nota Kesepahaman antara Komisi Informasi Pusat dengan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia tentang Keterbukaan Informasi Publik untuk Penyelenggaraan Pemilihan Umum
29 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
dan Pemilihan Gubernur, Bupati serta Walikota yang Trasnparan dan Berintegritas mempunyai tujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan Pemilu yang transparan dan berintegritas melalui penerapan Keterbukaan Informasi Publik. Penyelenggaraan Pemilu tersebut dilakukan dengan peningkatan kualitas informasi dan peningkatan kapasitas layanan informasi.
Semarak menyambut Pemilihan Umum Kepada Daerah (Pilkada) Serentak pertama kali yang akan dilaksanakan pada tahun 2017 patut diiringi dengan Keterbukaan Informasi Publik yang secara tidak langsung memegang peranan penting dalam penyelenggaraan Pemilu yang berintegritas melalui penerapan keterbukaan Informasi Publik.
2. Koordinasi Komisi Informasi se-Indonesia
Penguatan kelembagaan Komisi Informasi tidak saja terjalinnya kerjasama antara lembaga, namun juga dengan antara Komisi Informasi se-Indonesia yang berjumlah 29 KI Provinsi, 3 KI Kabupaten dan 1 Komisi Informasi Kota. Penguatan kelembagaan Komisi Informasi se-Indonesia dilakukan dengan kegiatan Rapat Kerja Teknis (Rakernis) dan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas).
Terselenggaranya Rakernis Komisi Informasi se-Indonesia guna memiliki persamaan pandangan dan penguatan kelembagaan antara Komisi Informasi Pusat dengan Komisi Informasi Provinsi dan/atau Komisi Informasi Kabupaten/Kota dalam mengemban tugas, fungsi, tanggung
30 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
jawab dan wewenangnya sehingga diperlukan persiapan teknis untuk menyusun hal-hal yang akan dibahas dan disepakati pada Rakornas Komisi Informasi se-Indonesia. Rakernis Komisi Informasi Se-Indonesia pada tahun 2016 merupakan Rakernis Ke 6, yang diselenggarakan pada tanggal 1 - 3 September 2016 di Bogor.
Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Komisi Infomasi
Se-Indonesia tahun 2016
merupakan Rakornas ke-7 yang
diselenggarakan di Kota
Palembang Sumatera Selatan (Sumsel) pada tanggal 25 - 28 Oktober 2016. Tema Rakornas
yang diusung adalah
Keterbukaan Informasi sebagai Kunci Pencapaian Target Pembangunan Berkelanjutan” dengan tujuan untuk menjadi stimulan mencapai pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).
Output dari kegiatan ini adalah dokumen rekomendasi dari tiga bidang komisi, yaitu Bidang Komisi Pengarusutamaan Isu Aktual Keterbukaan Informasi Publik, Bidang Peran Komisi Informasi dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum, dan Bidang Reviu Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.
31 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
Berita Acara Komisi Pengarusutamaan Isu Aktual Keterbukaan Informasi Publik, sebagai berikut:
NO ISSU RENCANA AKSI PELAKSANAAN
I. ISU NASIONAL
1. Presiden tidak
menunjukkan komitmen mendukung Komisi Informasi dalam
menjalankan tugas dan fungsinya.
“Mendesak Presiden memerintahkan Menteri Dalam Negeri, Menteri PAN RB, Menkominfo, dan Menkue untuk membahas penguatan kelembagaan Komisi Informasi dan Kesekretariatan dengan melibatkan Komisi Informasi Pusat.” - Kutipan: Bahan statement Konferensi Pers KI Pusat 2. 3.
Badan publik khsusnya pemerintah tidak serius mendukung tugas dan fungsi PPID.
Mendesak Badan publik, khususnya pemerintah memberikan dukungan penuh dalam bentuk dukungan kelembagaan, SDM, berkompeten dan anggaran.
Pengawalan
Keterbukaan Informasi Publik pada beberapa
Secara bertahap
melakukan kajian dan membuat Perki tentang
32 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6 sektor prioritas: Standar Layanan
Informasi Publik pada:
1. Keterbukaan pelaksanaan Pemerintahan Desa. 2. Keterbukaan Informasi di Sektor Pendidikan. 3. Menyikapi Situasi dan Wilayah Rawan Bencana (Tsunami, asap, dll). 4. Keterbukaan Informasi di Sektor SDA, Energi Pertambangan, dan Tata Kelola Kehutanan. 5. Keterbukan Informasi dalam Pelayanan Kesehatan. 6. Keterbukaan Informasi publik di sektor pengadaan barang dan jasa. 7. Keterbukaan
Informasi di Sektor Pajak.
33 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
II. FORUM STRATEGIS KI
1. RAPIM - Rapim dihadiri oleh:
1. Seluruh Komisioner KI Pusat
2. Ketua dan Wakil Ketua KI
Prov/Kab/Kot 3. Bila Ketua dan Wakil Ketua sebagai mana dimaksud pada angka (2) berhalang, dapat dihadiri oleh Anggota
- Rapim dilaksanakan maksimal 2 kali dalam satu tahun
- Tujuan:
a. Membicarakan isu nasional dan daerah seluruh Indonesia b. Merumuskan alternatif solusi berbagai isu Waktu Pelaksanaan - Awal April - Awal Oktober Lokasi Acara: Tempat ditentukan oleh KI Pusat
34 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6 permasalahan
yang berkembang
2. Rakor Bidang - Dilaksanakan
minimal 2 kali - Peserta: 1. Komisioner KI Pusat Bidang bersangkutan 2. Komisioner Komisi Informasi Prov/kab/Kota bidang bersangkutan - Tujuan: Membahas kegiatan dan permasalahan bidang terkait Waktu Pelaksanaan paling lama 2 Minggu setelah Rapim - Awal April - Awal Oktober Lokasi Acara: Tempat ditentukan oleh KI Pusat
3. Rakernis Peserta 5 Komisioner dan
Sekretaris Tujuan:
1. Mengkaji dan
merumuskan isu internal dan eksternal KI secara Nasional 2. Merumuskan Konsep pelaksanaan Rakornas Lokasi Acara: Tempat ditentukan oleh KI Pusat
35 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6 Komisioner KI dan Sekretaris Agenda: 1. Ketua KI Prov/Kab/Kota menyampaikan progres report secara tertulis 2. Pemantapan konsep kerja KI secara nasional satu tahun kedepan
penyelenggaraan Rakornas Ke-8 tahun 2017 di Provinsi
Sulawesi Selatan
III. KEGIATAN PRIORITAS KI
1. Peringatan RTKD Teknis pelaksanaan Akan
dibahas pada Rakernis 2017
Catatan:
- Bekerjasama dengan berbagai pihak yang dimungkinkan dalam pelaksanaan RTKD, acara dibuat dalam rangkaian kegiatan.
2. Penetapan HKIN 1. Mendorong
pemerintah
menetapkan tanggal 30 April sebagai Hari Keterbukaan
Informasi Publik paling lambat tahun 2018 KI Provinsi/Kab/Ko t memberikan dorongan dan dukungan kepada KI Pusat
36 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6 2. Perayaan HKIN dilaksanakan tgl 30 April Teknik Pelaksanaan dibahas oleh Bid. ASE
3. Monitoring dan Evaluasi Melaksanakan Perki 5 Tahun 2016 Dilaksanakan oleh KI di semua tingkatan IV. KELEMBAGAAN 1. Pengarusutamaan publikasi eksistensi KI Pusat khususnya termasuk KI Provinsi/Kabupaten/Kot a. 1. KI Prov/Kab/Kota dan KI pusat Khusunya agar lebih meningkatkan eksistensi lembaga KI melalui publikasi kegiatan diberbagai media terutama media nasional;
2. Website KI Pusat dan KI Provinsi/Kabupaten/ Kota saling terhubung. 2. Identifikasi Badan Publik Melakukan FGD tentang Badan Publik dan sektor privat yang aktivitasnya menyangkut hajat hidup orang banyak
37 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6 3. Hubungan antar
lembaga terkait
kebijakan dan kegiatan.
KI Pusat perlu mendorong pemerintah terkait untuk menetapkan aturan secara jelas tentang; 1. Eselonisasi, gaji/honor, hak protokoler dengan antara lain Mendagri, Menpan, Menkominfo, Menkeu. 2. Memperjelas keberadaan sekretariat KI sebagai konsekuensi terkait pelaksanaan PP 18 tahun 2016 tentang perangkat daerah. 3. Dukungan pemerintah pusat dan daerah khususnya dukungan anggaran terhadap kegiatan prioritas KI setiap tahun anggaran; 4. Mendorong kementerian terkait
38 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6 menjadikan komitmen KIP sebagai standar kinerja aparatur. 4. Advokasi, Sosialisasi, dan Edukasi, Diperlukan penguatan secara terus menerus terhadap kegiatan ASE; - Penguatan PPID - Debat Mahasiswa
Tingkat Nasional yang dimulai dari tingkat Daerah.
5. Standarisasi atribut KI (PIN secara nasional KI, dll)
Standar dibuat oleh KI Pusat
39 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
Berita Acara Bidang Peran Komisi Informasi dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum, yaitu:
No Pokok
Permasalahan
Rekomendasi Rencana Aksi Dan Waktu
I. Belum optimalnya akses dan publikasi informasi publik tentang: 1. Kelembagaan Komisi Pemilihan Umum (KPU)/Komisi Independen Pemilihan (KIP); dan 2. Seluruh tahapan Pemilu. 1. Penguatan peran Komisi Informasi dalam memberikan dorongan (support) terhadap tugas-tugas KPU/KIP dalam hal Keterbukaan Informasi Publik Pemilihan
Umum.
2. Penguatan kapasitas PPID Komisi Pemilihan Umum (KPU)/Komisi Independen Pemilihan (KIP).
1. Perlu adanya MoU antara Komisi Informasi Pusat dengan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia terutama menyangkut keterbukaan informasi kelembagaan penyelenggara Pemilu dan pelaksanaan
seluruh tahapan Pemilu paling lambat pada 31 Desember 2016. 2. Perlu adanya kerja
sama peningkatan kapasitas PPID
penyelenggara Pemilu.
II. Belum optimalnya akses dan
1. Penguatan peran Komisi Informasi
1. Perlu adanya MoU antara Komisi Informasi
40 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6 publikasi informasi publik terhadap pengawasan Pemilu yang diselenggarakan di lingkungan lembaga pengawas Pemilu. dalam memberikan dorongan (support) terhadap tugas-tugas di lingkungan lembaga pengawas Pemilu dalam hal Keterbukaan Informasi Publik Pengawasan Pemilu. 2. Mendorong pembentukan dan penguatan PPID di lingkungan lembaga pengawas Pemilu.
Pusat dengan Bawaslu RI terkait dengan keterbukaan informasi terhadap penyelenggaraan pengawasan Pemilu di lingkungan lembaga pengawas Pemilu paling lambat pada 31
Desember 2016. 2. Perlu adanya upaya
dorongan pembentukan dan penguatan PPID di lingkungan lembaga pengawas Pemilu. III. Kurang selarasnya antara jangka waktu permohonan informasi Pemilu dengan jangka waktu penyelesaian sengketa di Komisi Informasi.
Penguatan isi dari Perki No. 1/2014 tentang Standar Layanan dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Pemilihan Umum.
Perubahan Perki No.1/2014 tentang Standar Layanan dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Pemilihan Umum oleh Komisi Informasi Pusat dengan melibatkan Komisi Informasi
Provinsi/Kab/Kota paling lambat pada 31 Desember 2016.
41 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
Berita Acara Bidang Review Undang-Undang Komisi Informasi Pusat dirumuskan rekomendasi sebagai berikut:
1. Menyetujui pembentukan Tim Kerja Review UU KIP yang berjumlah 9 (Sembilan) orang yang terdiri dari unsur KI Pusat atau Provinsi dengan nama-nama sebagai beriktu: Evy Trisulo Dianasari (KI Pusat), Dyah Aryani Prastiastuti (KI Pusat), Yhannu Setyawan (KI Pusat), MZ Al Faqih (KI Jabar), Mahyudin Yusdar (KI Riau), Ajeng Roslinda (KI NTB), Gede Narayana (KI DKI Jakarta), Syarif Muhammad Herry (KI Kalimantan Barat), Abdul Kadir Fatwa (KI Sulawesi Selatan) untuk mereview UU KIP & turunan pelaksanaannya.
2. Tim Kerja Review UU KIP ditetapkan melalui surat keputusan pengangkatan anggota tim oleh Ketua Komisi Informasi Pusat setelah mendapatkan legitimasi dalam forum Rakornas 2016. 3. Masa kerja Tim Review UU KIP adalah 8 (delapan) bulan terhitung
sejak 01 November 2016.
4. Untuk mendukung optimalisasi capaian kinerja Tim Kerja Review UU KIP, diberikan waktu kepada KI Provinsi dan kabupaten/kota selambat-lambatnya selama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak tanggal 01 November 2016 untuk menyampaikan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terhadap UU KIP dari daerah masing-masing secara tertulis kepada Tim Review UU KIP melalui Komisi Informasi Pusat baik via pos maupun email.
5. Tim Review UU KIP wajib menyampaikan informasi atau progress kegiatan Tim kepada seluruh KI Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota tanggal 5 (lima) setiap bulan berjalan agar KI Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota dapat memberikan masukan dan saran.
6. Tim Review UU KIP wajib melaporkan hasil akhir pelaksanaan tugasnya kepada KI Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota dalam
sebuah forum resmi yang khusus diadikan untuk
menyempurnakan laporan tersebut.
7. Tim Review UU KIP harus mengoptimalkan
networking/jaringannya untuk membawa hasil kajian Review UU KIP.
8. Merekomendasikan, terhitung sejak tahun 2017, anggaran Komisi Informasi Provinsi/Kabupaten/Kota sepenuhnya ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
42 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6 15%
85%
Jumlah Komisi Informasi Provinsi
Se-Indonesia di Tahun 2016
Belum Terbentuk Sudah Terbentuk
3. Pembentukan Komisi Informasi Provinsi/Kabupaten/Kota
Komisi Informasi terdiri atas Komisi Informasi Pusat, Komisi Informasi Provinsi, dan jika dibutuhkan Komisi Informasi kabupaten/kota. Komisi Informasi Pusat berkedudukan di ibu kota Negara, Komisi Informasi provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi dan Komisi Informasi kabupaten/kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.
Pembentukan Komisi Informasi (KI) Pusat, Provinsi, dan jika dibutuhkan Komisi Informasi kabupaten/kota merupakan amanat Pasal 60 UU KIP. Komisi Informasi provinsi harus sudah dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun sejak diundangkannya UU KIP.
Pada tahun 2016 Komisi Informasi yang telah terbentuk di seluruh Indonesia sejumlah 29 Komisi Informasi Provinsi, 4 Komisi Informasi Kabupaten dan
1 Komisi Informasi Kota. Provinsi yang
belum membentuk
Komisi Informasi berjumlah 5 provinsi, yaitu Provinsi Papua
Barat, Provinsi
Kalimantan Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara, Provinsi
Maluku Utara dan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dalam perkembangan menjalankan kewajiban UU KIP untuk membentuk Komisi Informasi di provinsi di tahun 2016 hanya Komisi Informasi Sulawesi Barat, sedangkan Provinsi Papua Barat yang tengah melakukan proses seleksi
43 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
anggota Komisi Informasi meskipun belum ditetapkan hasilnya hingga berakhirnya tahun 2016.
Perlambatan perkembangan untuk menjalankan UU KIP membentuk Komisi Informasi merupakan rendahnya komitmen Pemerintah Daerah untuk melaksanakan Keterbukaan Informasi sebagai jaminan Hak atas Informasi bagi masyarakatnya.
4. Kinerja PPID Komisi Informasi Pusat
Salah satu elemen penting dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang terbuka adalah hak publik untuk memperoleh informasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. UU KIP sebagai bagian dari pelaksanaan good governance berkonsekuensi logis dan memberikan manfaat bagi badan publik yang berkewajiban untuk membuka informasi seluas-luasnya kepada masyarakat. Dengan membuka akses publik terhadap informasi, maka diharapkan dapat mempercepat perwujudan pemerintahan yang terbuka yang merupakan upaya strategis mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), serta terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). UU KIP secara tegas mengamanatkan pembentukan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi.
Sebagai implementasi Komisi Informasi Pusat dalam mendukung keterbukaan informasi publik dibentuklah Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Komisi Informasi Pusat yang dijabat oleh Sekretaris Komisi Informasi Pusat berdasarkan Keputusan Komisi Informasi Pusat l Republik Indonesia Nomor : 68A/KEP/KIP/VII/2015 Tentang Perubahan Keputusan Komisi Informasi Pusat Nomor 02/KEP/KIP/II/2014 Tentang Pejabat Pengelola Informasi dan
44 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
Dokumentasi di Komisi Informasi Pusat. Sementara Atasan PPID dijabat oleh Ketua Komisi Informasi Pusat RI.
Untuk mewujudkan pelayanan cepat, tepat dan sederhana, Komisi Informasi Pusat membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) sesuai dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Berdasarkan surat keputusan Ketua Komisi Informasi Pusat nomor 68A/KEP/KIP/VII/2015 Tentang Perubahan Keputusan Komisi Informasi Pusat Nomor 02/KEP/KIP/II/2014 Tentang Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di Komisi Informasi Pusat berikut adalah struktur PPID Komisi Informasi Pusat.
Pada tahun 2016, Komisi Informasi Publik menerima permohonan informasi dari berbagai kalangan masyarakat dan organisasi masyarakat. Informasi yang diminta pun sangat beragam. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan di bawah ini.
45 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6 Dalam kurun bulan
Januari hingga Desember 2016, PPID Komisi Informasi Pusat telah menerima permohonan informasi publik sebanyak 60 permohonan. Dari 61 Permohonan
Informasi Publik yang diterima PPID Komisi Informasi Pusat, sebanyak 30 (tiga puluh) permohonan diajukan oleh Individu, Badan Hukum sebanyak 7 (tujuh) permohonan, dan Instansi Pemerintah sebanyak 18 (Delapan belas) permohonan, kelompok Orang 1 (satu) Permohonan, lembaga Pendidikan 3 (tiga) Permohonan Informasi, dan lain-lain sebanyak 1 Permohonan Informasi Publik Dari data yang disebutkan di atas, sebanyak 47% Permohonan Informasi Publik yang diterima PPID Komisi Informasi Pusat berasal dari Individu. Dari bulan Januari hingga Desember 2016.
Pada grafik disamping, kita
dapat melihat lonjakan
permohonan informasi paling meningkat pada bulan April
sebanyak 10 (sepuluh)
permohonan yang berasal dari pemohon informasi individu
46 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
5. Pemeringkatan Keterbukaan Informasi di Badan Publik
Untuk melihat kepatuhan Badan Publik dalam melaksanakan Keterbukaan Informasi Publik dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi Badan Publik setiap tahunnya oleh Komisi Informasi Pusat. Pada tahun ini, penghargaan atas kepatuhan Badan Publik dilakukan dengan penyerahan penganugerahan Keterbukaan Informasi Publik secara langsung oleh Wakil Presiden kepada 3 Badan Publik yang memiliki peringkat tertinggi di setiap kategori Badan Publik di Istana Wakil Presiden Jakarta. Tahun 2016, untuk pertama kalinya Komisi Informasi Pusat melibatkan beberapa rekan-rekan Civil Society Organization
(CSO) yang
selama ini concern terhadap Keterbukaan Informasi Publik dalam melakukan monitoring dan evaluasi Keterbukaan Informasi Publik.
Sesuai dengan definisi Badan Publik yang tertuang dalam pasal 1 angka 3 UU Nomor 14 Tahun 2008, maka pada tahun ini sejumlah 397 Badan Publik menjadi ruang lingkup kegiatan ini, dengan hasil rekapitulasi Badan Publik per kategori pada tahap I adalah sebagai berikut:
47 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 2013 2014 2015 2016
TI N GKAT PA R TIS IPA SI
KETER B UKA A N IN F OR M A SI
B A DA N P UB LI K 2 0 1 6
No Kategori Badan Publik Kirim Kembali
1 Kementerian 34 24
2 Pemerintah Provinsi 34 20
3 Lembaga Negara & LPNK 43 34
4 Lembaga Non Struktural 77 28
5 BUMN 119 51
6 Perguruan Tinggi Negeri 78 35
7 Partai Politik Nasional 12 10
Jumlah 397 202
51%
Tingkat Partisipasi kegiatan Pemeringkatan Keterbukaan Informasi Publik sejak tahun 2013 hingga tahun 2016, dengan didasarkan pada jumlah
pengiriman dan
pengembalian kuesioner,
badan publik yang
berpartisipasi dalam
kegiatan ini cenderung meningkat yakni pada tahun 2013 sebesar 38%, tahun 2014 sebesar 40% pada tahun 2015 sebesar 47% dan tahun 2016 51%. Hal ini dapat dijadikan indikasi yang baik bahwa semakin banyak Badan Publik di Indonesia yang melaksanakan UU KIP.
Impelementasi keterbukaan informasi publik pada tahun ini yakni tentang 5 (lima) “KO” meliputi Komitmen, Koordinasi, Komunikasi,
48 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
Kolaborasi dan Konsistensi. Ini menunjukkan bahwa keterbukaan informasi publik tidak dapat hanya dilaksanakan secara instan, namun harus menjadi suatu habit bagi Badan Publik.
Hasil Pemeringkatan pelaksanaan Pemeringkatan yang memakan rentang waktu pemantauan selama 9 bulan, data dan fakta menunjukkan bahwa beberapa Badan Publik harus lebih menunjukkan komitmen dan konsistensi dalam menjalankan amanah UU no 14 Tahun 2008. Secara umum didapatkan bahwa dengan rentang nilai <39 s/d 100 dan dikualifikasikan berupa Badan Publik Tidak Informatif s/d Badan Publik Informatif, rata-rata Badan Publik di Indonesia adalah Badan Publik Cukup Informatif.
Secara rinci hasil penilaian self assessment, verifikasi, Verifikasi Lanjutan Acak dan visitasi nilai rata-rata keterbukaan informasi Badan Publik per kategori adalah:
1) Rata-rata keterbukaan informasi Kategori BP Lembaga Negara & LPNK : 85,57 kualifikasi : Menuju Informatif
2) Rata-rata keterbukaan informasi Kategori BP Kementerian : 73,01, kualifikasi : Cukup Informatif
3) Rata-rata keterbukaan informasi Kategori BP Pemerintah Provinsi : 70,68, kualifikasi : Cukup Informatif
4) Rata-rata keterbukaan informasi Kategori BP BUMN : 62,53, kualifikasi : Cukup Informatif
5) Rata-rata keterbukaan informasi Kategori BP Perguruan Tinggi Negeri: 56,00, kualifikasi : Kurang informatif
6) Rata-rata keterbukaan informasi Kategori BP Lembaga Non Struktural : 55,36, kualifikasi : Kurang Informatif
7) Rata-rata keterbukaan informasi Kategori BP Partai Politik Nasional: 17,84, kualifikasi : Tidak informatif
49 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
Untuk hasil peringkat Keterbukaan Informasi Badan Publik Tahun 2016 per kategori adalah:
1. Kategori Badan Publik Lembaga Negara & LPNK Peringkat Nama Badan Publik Nilai
I Arsip Nasional RI (ANRI) 96,67
II Mahkamah Konstitusi 94,54
III Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan
93,81
IV Bank Indonesia 93,54
V Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi
91,41
VI Badan Tenaga Nuklir Nasional 89,09
VII Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 89,02 VIII Lembaga Pengerbangan dan Antariksa
Nasional
88,75
50 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
X Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah
84,39
2. Kategori Badan Publik Kementerian
Peringkat Nama Badan Publik Nilai
I Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat
95,87
II Kementerian Keuangan 95,48
III Kementerian Perindustrian 94,41
IV Kementerian Perhubungan 92,74
V Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
92,06
VI Kementerian Sekretariat Negara 91,97
VII Kementerian Pertanian 90,31
VIII Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional/BAPPENAS
86,92
IX Kementerian Komunikasi dan
Informatika
85,82
X Kementerian Kesehatan 84,16
3. Kategori Badan Publik Pemerintah Provinsi
Peringkat Nama Badan Publik Nilai
I Jawa Timur 94,24
II Aceh 90,24
III Kalimantan Timur 88,17
IV Banten 88,08
V Sumatera Selatan 87,34
VI DKI Jakarta 86,73
51 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
VIII Jawa Tengah 84,00
IX Nusa Tenggara Barat 73,54
X Sumatera Barat 73,05
4. Kategori Badan Publik BUMN
Peringkat Nama Badan Publik Nilai
I PT. Taspen 84,07
II PT. Perusahaan Listrik Negara 82,35
III PT. Bio Farma 81,27
IV Perum Perhutani 80,64
V PT. Pelindo III 80,27
VI PT. Bank Tabungan Negara 71,42
VII PT. Kereta Api Indonesia 65,27
VIII PT. LEN Industri 57,06
IX PT. INTI 54,05
X Perum Jasa Tirta II 46,02
5. Kategori Badan Publik Perguruan Tinggi
Peringkat Nama Badan Publik Nilai
I Universitas Indonesia 97,92
II Universitas Brawijaya 91,93
III Institut Pertanian Bogor 78,71
IV Universitas Padjadjaran 76,02
V Institut Gajah Mada 75,35
VI Universitas Bengkulu 62,28
VII Universitas Negeri Malang 59,96
52 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
IX Universitas Lambung Mangkurat 42,82
X Universitas Andalas 41,01
6. Kategori Badan Publik Lembaga Non Struktural Peringkat Nama Badan Publik Nilai
I Komisi Pemberantasan Korupsi 86,87
II Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK)
86,74
III Komisi Pemilihan Umum 77,02
IV Badan Pengembangan Wilayah
Surabaya-Madura
68,82
V Badan Pengawas Pemilihan Umum 66,77
VI Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam
62,90
VII Komisi Kepolisian Nasional 58,20
VIII Komnas HAM 49,34
IX Ombudsman RI 47,69
X Komisi Pengawas Persaingan Usaha 43,68
7. Kategori Badan Publik Partai Politik
Pada tahap I, 10 Partai Politik Nasional berpartisipasi dalam kegiatan ini, namun hingga berakhirnya tahap II, hanya 4 partai politik nasional yang berhasil secara konsisten dalam keterbukaan Informasi Publik.
Peringkat Nama Badan Publik Nilai
I Partai Gerakan Indonesia Raya
(GERINDRA)
25,97
53 | L A P O R A N T A H U N A N K O M I S I I N F O R M A S I P U S A T T H . 2 0 1 6
Tahun 2016, penafsiran Pasal 33 UU KIP menjadi sejarah tersendiri kelembagaan Komisi Informasi. Frasa “diangkat kembali” yang
dianggap menjadi sebuah
kerancuan dalam pengangkatan Anggota Komisi Informasi di sejumlah Komisi Informasi di daerah yang melakukan pengangkatan langsung tanpa dilakukannya proses seleksi.
Kepastian hukum mengenai frasa “diangkat kembali” diberikan oleh Komisi Konstitusi melalui Putusan Nomor 77/PUU-XIV/2016 yang berbunyi frasa "dapat diangkat kembali" tidak dapat ditafsirkan sebagai pemberian kewenangan secara sepihak, in casu oleh Gubernur atau Bupati/Wali Kota. Tetapi, harus melalui proses seleksi yang telah diatur secara tegas dalam Pasal 30 ayat (2) juncto Pasal 32 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU KIP. Sehingga pengisian jabatan anggota Komisi Informasi tidak dapat ditafsirkan tanpa melalui seleksi yang melibatkan pihak lain sebab, apabila ditafsirkan demiian, hal ini dapat mempengaruhi independensi atau kemandirian Komisi Informasi.
“PENGANGKATAN KEMBALI”
III Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 16,73
IV Partai Amanat Nasional (PAN) 10,70
6. Peraturan-Peraturan Komisi Informasi 2016
Pada tahun 2016, Komisi Informasi telah menerbitkan 5 (lima)
Peraturan Komisi Informasi, yaitu:  Peraturan Komisi Informasi
Nomor 1 Tahun 2016 tentang Mediator Pembantu
 Peraturan Komisi Informasi Nomor 2 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemeriksaan
Setempat
 Peraturan Komisi Informasi Nomor 3 Tahun 2016 tentang Kode Etik Anggota Komisi Informasi
 Peraturan Komisi Informasi Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Seleksi dan Penetapan Anggota
Komisi Informasi
 Peraturan Komisi Informasi Nomor 5 Tahun 2016 tentang Metode dan Teknik Evaluasi Keterbukaan Informasi Badan Publik