• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENERAPAN TAX AMNESTY (PENGAMPUNAN PAJAK) MENURUT KONSEP SIYASAH SYARIYYAH MALIYAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENERAPAN TAX AMNESTY (PENGAMPUNAN PAJAK) MENURUT KONSEP SIYASAH SYARIYYAH MALIYAH"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENERAPAN TAX AMNESTY (PENGAMPUNAN PAJAK) MENURUT KONSEP SIYASAH SYARIYYAH

MALIYAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum ( S.H )

OLEH:

LIZA WASILA NEKSON NIM : 11160430000004

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1442 H/2021 M

(2)

II

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENERAPAN TAX AMNESTY (PENGAMPUNAN PAJAK) MENURUT KONSEP SIYASAH SYARIYYAH

MALIYAH

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :

Liza Wasila Nekson NIM : 11160430000004

Di Bawah Bimbingan: Pembimbing

Dr. Muhammad Taufiki, M.A. NIP : 1965111911998031002

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1442 H/2021 M

(3)

III

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENERAPAN TAX AMNESTY (PENGAMPUNAN PAJAK) MENURUT KONSEP SIYASAH SYARIYYAH MALIYAH”. Telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Perbandingan Mazhab Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 12 maret 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi Perbandingan Mazhab.

(4)

IV

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S-1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan karya saya atau merupakan jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 23 Februari 2021

Liza Wasila Nekson NIM. 11160430000004

(5)

V ABSTRAK

LIZA WASILA NEKSON. NIM 11160430000004. KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENERAPAN TAX AMNESTY (PENGAMPUNAN PAJAK) MENURUT KONSEP SIYASAH SYARIYYAH MALIYAH. Program Studi Perbandingan Mazhab, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1442/2020.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang terbentuknya untdang-undang No. 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak serta mengetahui bagaimana kebijakan pengampunan pajak tersebut dilihat dari persepktif siyasah syariyyah maliyah.

Skripsi ini disusun menggunakan metode penelitian studi kepustakaan (library research), dengan pendekatan kualitatif. Sehingga dalam penyelesaiannya harus dilakukan dengan pengumpulan data dengan menggunakan kaidah, teori, dalil dan sebagainya supaya hasil penelitian sejalan dengan persoalan-persoalan yang penulis lakukan. Studi kepustakaan dilakukan dengan menelusuri berbagai literatur, baik berupa Al-Qur’an dan Hadits, Buku dan Jurnal, serta sumber dari situs berita digital dan website yang berhubungan dengan tema penelitian.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa, faktor yang melatarbelakangi lahirnya UU No. 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak adalah Sebagai suatu langkah baru dan terobosan pemerintah untuk mengembalikan pendapatan negara dari sektor perpajakan yang sangat banyak berpotensi untuk memberikan kestabilan keberlangsungan perekonomian Indonesia. Dan kebijakan tersebut memiliki tujuan dari maslahat yang bersifat publik dan tidak hanya bersifat personal, sehingga menjadi perhatian untuk merealisasikan kesejahteraan ekonomi umat guna mewujudkan tujuan politik syariah dengan seluruh aspek kehidupan yang sesuai dengan sistem yang ditetapkan oleh Allah SWT.

Kata Kunci : Tax Amnesty, Maqashid Syariah, Siyasah Syariyyah Maliyah

Pembimbing : Dr. Muhammad Taufiki, M.A Daftar Pustaka : 1991 s.d 2020

(6)

VI

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam senantiasa tercurah limpahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, yang akan memberikan syafaat kepada umat manusia hingga akhir zaman.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada diri penulis sendiri dan kedua orang tua tercinta, Ayahanda Hendri Nekson dan Ibunda Mujie Astuti yang tiada henti selalu memberikan doa, dukungan, dan kasih sayang kepada saya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Banyak hambatan dan rintangan yang penulis rasakan dalam menyelesaikan skripsi ini. Tentunya ada peran dari berbagai pihak yang membantu secara langsung maupun tidak langsung hingga segala masalah dapat terselesaikan. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih sedalam-dalamnya kepada: 1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Siti Hanna, M.A., selaku ketua program studi Perbandingan Mazhab dan Bapak Hidayatullah M.H., selaku sekretaris program Studi Perbandingan Mazhab.

3. Bapak Dr. Muhammad Taufiki, M.A. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membina, mengarahkan dan memberikan waktu dan ilmunya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga jasa beliau senantiasa menjadi amal kebaikan di kemudian hari dan segala urusannya segala dimudahkan-Nya.

4. Seluruh Jajaran Dosen dan Staff Pengajar di lingkungan Program Studi Perbandingan Mazhab Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak ilmu dan pengetahuan yang luas kepada penulis semasa penulis duduk di bangku

(7)

VII

perkuliahan. Semoga senantiasa dimudahkan segala urusan dan ilmu yang diberikan mendapatkan keberkahan.

5. Kepada kedua orang tua Ayahanda Hendri Nekson dan Ibunda Mujie Astuti, doa dan kasih sayang yang tulus yang telah mengantarkan penulis hingga bisa menyelesaikan skripsi ini. Kepada Kakak Vini Riani Nekson dan Adik Berliana Abin Nekson yang selalu menghibur dan memberikan semangat kepada penulis.

6. Kepada keluarga penulis di Yayasan Taman Anak Langit. Terkhusus untuk Nenek, Kakek, dan Tante Wiwi Wijayanti yang selalu memberikan doa, dukungan, dan teladan yang baik kepada penulis.

7. Sahabat-sahabat perjuangan di Perbandingan Mazhab 2016. Khusus nya Lise Nandini, Afsarah, Salwa Fadilah, Fikri Aziz, Nurjanah dan seluruh sahabat-sahabat di Perbandingan Mazhab 2016 Kelas A. Tak lupa juga kepada Kakak Nur Ilhamillaili Fisabilillah Miswin, semoga segera menyelesaikan studi magister nya.

8. Seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, namum telah memberikan banyak kontribusi dalam penyusunan skripsi ini. Semoga segala bentuk kebaikan mereka dibalas dengan ganjaran berlipat ganda oleh Allah SWT. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk memperbaiki skripsi ini.

Ciputat, 23 Februari 2021

(8)

VIII DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING……….…II LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI……….…III LEMBAR PERNYATAAN……….…IV ABSTRAK………..…V KATA PENGANTAR………..…VI DAFTAR ISI………..…VIII BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……… …...……1 B. Identifikasi Masalah……… ...……5 C. Rumusan Masalah………..…………5 D. Pembatasan Masalah………..5 E. Tujuan Penelitian……….………...6 F. Manfaat Penelitian………..6 G. Metode Penelitian………..……….6 H. Jenis Penelitian………...7 I. Sumber Data………...…7 J. Teknik Penulisan………7

K. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu……….……..…...8

L. Kerangka Teoritik………..………...11

M. Sistematika Penulisan………..……...………..15

BAB II TAX AMNESTY (PENGAMPUNAN PAJAK) DI INDONESIA 1. Pengertian Pengampunan Pajak……….………...…16

2. Sejarah Pengampunan Pajak di Indonesia……..………...17

3. Latar Belakang Pemberlakuan UU No. 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak……….……….20

(9)

IX

4. Dasar Hukum Pengampunan Pajak……..………...23

5. Subjek dan Objek Pengampunan Pajak...…...………...25

6. Tujuan Pengampunan Pajak……….……….28

7. Asas Pengampunan Pajak………..………...29

8. Konsep Pelaksanaan Pengampunan Pajak…………..………..29

9. Hasil Program Pengampunan Pajak………..………30

BAB III TAX AMNESTY DALAM KONSEP SIYASAH SYARIYYAH MALIYAH 1. Konsep Pemungutan Pajak Dalam Siyasah Syariyyah Maliyah Pada Sejarah Pemerintahan Islam Klasik a. Dharibah………..………...………...33

b. Jizyah………..………35

c. Kharaj………...……..………...39

d. Usyr..………..………41

2. Praktik Kebijakan Pengampunan atau Pembebasan Beban Pajak Pada Sejarah Pemerintahan Islam Klasik a. Pada Masa Kekhalifahan Umar Bin Khattab………...……43

b. Pada Masa Kekhalifahan Umar Bin Abdul Aziz...………..45

c. Pada Masa Kesultanan Turki Utsmani...……….47

3. Siyasah Syariyyah Maliyah Sebagai Pengontrol Yuridis Program Pengampunan Pajak………...50

BAB IV ANALISIS TENTANG KEBIJAKAN PEMERINTAH PASCA PENERAPAN KEBIJAKAN PENGAMPUNAN PAJAK MENURUT KONSEP SIYASAH SYARIYYAH MALIYAH 1. Efektifitas Program Tax Amnesty (Pengampunan Pajak) Untuk Kemaslahatan Umat……….……62

2. Tolok Ukur Program Tax Amnesty (Pengampunan Pajak) Untuk Kestabilan Perekonomian Negara……….………68

(10)

X

BAB V PENUTUP

a. Kesimpulan……….….77 b. Saran………..……...78

(11)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai negara yang besar Indonesia sudah sepatutnya untuk terus mengembangkan produktivitasnya diberbagai sektor, mulai dari pendidikan, hukum, budaya dan terkhusus pada sektor perekonomian. Negara sebagai suatu lembaga sosial yang dibentuk oleh golongan manusia untuk memenuhi keperluan yang sangat vital . Dalam hal ini negara tidak boleh hanya memenuhi kebutuhan kelompok-kelompok tertentu saja, tetapi juga harus mengayomi dan memenuhi kebutuhan seluruh warganya. Dalam negara demokrasi kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Bahwa kekuasaan tersebut tidak hanya berkaitan dalam bidang politik, tetapi juga dalam bidang ekonomi dan sosial. Seperti yang termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 “…untuk memajukan kesejahteraan umum..” maka inilah yang menjadi acuan negara untuk melaksanakan amanat nya untuk mensejahterakan kehidupan rakyatnya. Seiring berjalan nya waktu dan berkembangnya zaman, Penduduk Indonesia semakin meningkat. Menurut sensus penduduk Indonesia, dalam satu dekade terakhir laju peningkatan jumlah penduduk Indonesia meningkat sebanyak 31.376.831 atau 5,37% dalam 10 tahun atau rata-rata 1,54% per tahun . Hal ini membuktikan bahwa perlunya pembiayaan nasional yang sangat besar untuk mempercepat pertumbuhan dan merestrukturisasi ekonomi nasional. Dapat diketahui bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh masyarakat salah satu nya yaitu dengan meningkatkan pendapatan negara yang bersumber dari penerimaan pajak.

(12)

2

Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.1 Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia menerima penerimaan rutin dari sektor pajak sebagai penerimaan terbesar.2 Dalam membahas tentang perpajakan Indonesia, hal terpenting yang tidak boleh dilupakan adalah telah munculnya sistem perpajakan walaupun pada tingkat sederhana sejak masa kerajaan tertua di Indonesia. Dalam perkembangannya, sejarah perpajakan selalu berkaitan dengan kondisi sosial, ekonomi dan politik. Namun pada pertengahan dasawarsa 1960-an merupakan masa suram perekonomian Indonesia, saat tingkat produksi dan investasi di berbagai sektor utama menunjukkan keadaan kemunduran semenjak tahun 1950. Pendapatan riil perkapita dalam tahun 1966 lebih rendah dibandingkan dengan tahun 1938, dan awal dasawarsa tersebut defisit anggaran belanja negara mencapai sekitar 50 persen, penerimaan dari ekspor yang menurun dan selama tahun 1964 sampai 1966 hiperinflasi melanda Indonesia.3 Kemudian tidak hanya itu, Dilihat dari pertumbuhan ekonomi pada tahun 2014, ekonomi Indonesia tumbuh melambat menjadi 5 persen dari sebelumnya yang mencapai 5,56 persen.4 Fenomena ini terjadi baik di tahun 2014 maupun di tahun 2019. Ketika ekonomi dunia tumbuh dari 2,5 persen menjadi 2,84 persen pada 2012-2014, ekonomi Indonesia tumbuh melambat dari 6,03 persen menjadi 5 persen. Lebih parah lagi ekonomi Indonesia tumbuh melambat jadi 4,88 persen di tahun berikutnya. Pada 2018 ekonomi

1UU No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

2Muhammad Bakhrun Efendi, Kebijakan Perpajakan di Indonesia, (Jakarta: Alinea

Pustaka, 2006), h., 32.

3Anne Booth dan Peter Mc. Cawley (Penyunting), “Perekonomian Indonesia Sejak

Pertengahan Tahun EnamPuluhan” dalam Ekonomi Orde Baru. Terjemahan Boedioko, (Jakarta :

LP3ES, 1987), h., 4.

4Ekonomi Indonesia 2014 dan 2019 Gak Jauh Beda, Benarkah?,

http://cnbcindonesia.com/news/2019/10/24/Ekonomi-Indonesia-2014-dan-2019-Gak-Jauh_beda-Benarkah?. diakses pada 24 Oktober 2019.

(13)

3

dunia tumbuh tipis menjadi 2,85 persen. Menurut Direktur Eksekutif

Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Enny Sri

Hartati, Perlambatan ekonomi sebenarnya tidak hanya dialami Indonesia. Lesunya perekonomian global pada beberapa tahun terakhir membuat pertumbuhan ekonomi di banyak negara juga melambat.5 Namun dalam mengatasi persoalan perekonomian yang kian melemah, dalam hal ini pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan baru nya. Yang dimana kebijakan ini juga pernah diterapkan pada masa orde baru tetapi belum diterapkan secara stabil dan masif karena pemerintah pada saat itu hanya bermodalkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai payung hukumnya.

Melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak yang menjadi salah satu terobosan pada masa pemerintahan Jokowi – Jusuf Kalla di bidang perpajakan yang dimana implementasi tersebut menjadi rekonsiliasi antara wajib pajak dengan pemerintah.

Namun, sebagai negara yang memiliki penduduk beragama Islam terbesar di dunia, dalam permasalahan lain masih banyak nya sebagian besar yang mengatakan bahwa pajak bukan lah sesuatu yang dianjurkan dalam Islam. Padahal tidak terlepas dari tujuannya, Pajak sebagai pendapatan utama negara haruslah sejalan dengan maqashid syariah. Untuk meminimalisir segala bentuk kerusakan kemaslahatan akibat pemberlakuan pajak. Begitu pun pengampunan pajak yang bukan menjadi solusi untuk meningkatkan perekonomian negara dan menjadi salah satu peluang untuk wajib pajak melakukan pelanggaran berikutnya. Padahal berkaca dari sejarah Islam klasik, bahwa pada masa kekhalifahan Sayyidina Umar bin Khattab, beliau juga pernah melakukan kebijakan serupa, yaitu melepaskan beban Jizyah. Namun kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah ini menimbulkan banyak pertanyaan dari banyak elemen. Melihat apa yang

5Pertumbuhan Ekonomi Terendah dalam Enam Tahun Terakhir,

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/12/10/Pertumbuhan-Ekonomi-Terendah-dalam-Enam-Tahun-Terakhir. di akses pada 10 Desember 2016.

(14)

4

membedakan antara pengampunan pajak dilihat dari sudut pandang pengelolaan keuangan negara dalam konsep hukum Islam dengan situasi yang terjadi pada bangsa Indonesia pada saat ini. Dan juga melihat kesesuaian kebijakan tax amnesty ini dengan unsur-unsur konsep siyasah

syariyyah maliyah.

Ada hal menarik yang dapat diteliti lebih lanjut terkait kebijakan pemerintah mengenai Tax Amnesty (Pengampunan Pajak). Hal ini yang kemudian menarik penulis untuk meneliti lebih lanjut dengan judul : “KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENERAPAN TAX AMNESTY

(PENGAMPUNAN PAJAK) MENURUT KONSEP SIYASAH

(15)

5 B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka identifikasi masalahnya adalah :

a. Konsep hukum Islam mengatur pendapatan negara yang dihasilkan melalui pajak.

b. Pandangan hukum Islam terhadap kebijakan pemerintah mengenai pengampunan pajak.

c. Latar belakang pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan

pengampunan pajak.

d. Bagaimana konsep pemberlakuan program pengampunan pajak di Indonesia.

e. Bagaimana efektifitas program pengampunan pajak untuk kestabilan perekonomian negara.

f. Kebijakan pengampunan pajak dalam perspektif siyasah syariyyah

maliyah.

C. Pembatasan Masalah

Menyadari luasnya ruang lingkup dan banyak nya masalah penelitian sebagaimana yang teridentifikasi diatas, penulis membatasi masalah kebijakan pemerintah dalam pemberlakuan Tax Amnesty Tahun 2016 melihat dari aspek yuridis dan hukum Islam.

D. Rumusan Masalah

Berangkat dari apa yang dikemukakan di atas, secara spesifik muncul beberapa pertanyaan yang perlu dijawab dalam skripsi ini, sebagai berikut :

1. Apa yang melatarbelakangi penerapan Tax Amnesty di Indonesia dan bagaimana konsep pemberlakuannya?

2. Bagaimana efektifitas program pengampunan pajak (tax amnesty) untuk kestabilan perekonomian negara dan untuk kemaslahatan umat?

(16)

6

3. Apakah pengampunan pajak (tax amnesty) sudah sesuai dengan konsep

siyasah syariyyah maliyah?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui konsep dan hal yang melatarbelakangi program Tax

Amnesty (Pengampunan Pajak) yang diterapkan di Indonesia.

2. Untuk mengetahui efektifitas program Tax Amnesty (Pengampunan Pajak) untuk kestabilan perekonomian negara dan untuk kemaslahatan umat.

3. Untuk mengetahui kesesuaian program Tax Amnesty (Pengampunan Pajak) di Indonesia dengan konsep Siyasah Syariyyah Maliyah

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut :

1. Agar pembaca mengetahui terkait kebijakan pemerintah dalam memberikan pengampunan pajak.

2. Agar menambah wawasan bagi para peneliti dan pemikir perbandingan mazhab mengenai siyasah syariyyah maliyah atas kebijakan pajak yang dilakukan oleh pemerintah. Selanjutnya menjadi motivasi bagi para peneliti (terutama) Jurusan Perbandingan Mazhab.

3. Bagi dunia pustka, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan dan tambahan koleksi dalam ruang lingkup karya ilmiah khususnya di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

G. Metode Penelitian

Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan (comparative aproach).

(17)

7

Pendekatan undang-undang (statue approach) dilakukan dengan menelaah undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani.

Sedangkan pendekatan perbandingan (comparative approach) yang dilakukan pada skripsi ini dengan membandingkan antara hukum positif dan hukum Islam.

1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif.

Penelitian hukum normatif merupakan penelitian hukum yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan yang termasuk dari data sekunder yaitu undang-undang mengenai pengampunan pajak.

Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran).

2. Sumber Data

Dalam proses pengumpulan data, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (library reseach). Metode ini dilakukan untuk mencapai pemahaman yang komprehensif tentang konsep-konsep yang akan dikaji. Data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan bersumber dari perundang-undangan, buku-buku, dokumen resmi, publikasi, dan hasil penelitian.

Sumber data adalah segala sesuatu yang menjadi sumber dan rujukan dalam penelitian. Adapun sumber data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi dan peraturan perundang-undangan. Data sekunder dibagi menjadi :

(18)

8

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari peraturan perundang-undangan yang terkait dengan objek penelitian.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu buku-buku dan tulisan-tulisan ilmiah hukum yang terkait dengan objek penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier, yaitu petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer atau sekunder yang berasal dari kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar dan sebagainya.

3. Teknik Penulisan

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan “Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017.”

H. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Dari katalog yang penulis cari, karya mengenai Kebijakan Pemerintah Dalam Penerapan Tax Amnesty (Pengampunan Pajak) Menurut Siyasah Syariyyah Maliyah belum dibahas karena penulis belum menemukan judul seperti yang diangkat penulis, dan penulis berasumsi bahwa judul yang diangkat adalah judul baru. Penulis meringkas skripsi atau karya ilmiah yang ada kaitannya dengan penerapan pajak dalam hukum Islam.

Dalam hal ini, penulis menemukan beberapa penelitian terdahulu yaitu sebagai berikut :

Nama Subtansi Perbedaan

Skripsi Anisa Fitri Anita Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, Tahun 2018,

Pada skripsi ini peneliti membahas mengenai analisis hukum terhadap kebijakan sistem pengampunan pajak di

Jika skripsi yang pertama lebih membahas kepada menganalisis pandangan hukum Islam mengenai kebijakan pengampunan

(19)

9 yang berjudul “Analisis

Hukum Islam Terhadap Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) Berdasarkan UU No. 11 Tahun 2016”.

Indonesia menurut UU No. 11 Tahun 2016 dan analisis hukum Islam terhadap kebijakan sistem pengampunan pajak

pajak berdasarkan UU No. 11 Tahun 2016.

Skripsi Ulfa Hartina Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Tahun 2018, yang berjudul “Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di Indonesia Perspektif Hukum Tata Negara Islam”.

Skripsi yang kedua membahas tentang proses pelaksanaan

Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di Indonesia dan konsep pelakasaan kebijakan pengampunan pajak dalam perspektif hukum tata negara Islam.

Perbedaan dengan penulisan skripsi kedua terletak pada fokus penelitan. Dalam skripsi ini penulis membahas tentang pelaksanaan program pengampunan pajak menurut hukum tata negara Islam.

Skripsi Imron Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Tahun 2017, yang berjudul “Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) dalam perspektif Siyasah Syariyyah”.

Skripsi yang ketiga membahas tentang relevansi UU No. 11 tahun 2016 tentang pengampunan pajak dengan asas hukum Islam dan pelaksanaan kebijakan tersebut dilihat dari segi politik profetik.

Perbedaan dengan penulisan skripsi tersebut juga terletak pada fokus permasalahan. Dalam Cakupan pandangan hukum yang lebih luas, jika skripsi tersebut penulis lebih membahas kepada pelaksanaan program pengampunan pajak dilihat dari segi politik profetik dan relevansi UU No. 11

(20)

10

Tahun 2016 dengan asas-asas hukum Islam saja, skripsi ini juga membahas pengaruh program tax amnesty dilihat dari sudut pandang hukum ekonomi Islam.

Thesis Umi Cholifah,

S.HI Program Pascasarjana Jenjang Magister (S2) Konsentrasi Hukum Bisnis Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Tahun 2017, yang berjudul “Pengampunan Pajak di Indonesia Perspekrif Hukum Islam (Studi Telaah Filosofis dan Yuridis)”.

Pada Thesis ini membahas tentang dinamika kebijakan pengampunan pajak menurut perundang-undangan di Indonesia dan menganalisis pengampunan pajak di Indonesia menurut hukum Islam yang juga mempertimbangkan aspek maslahat.

Perbedaan dengan penulisan penelitian tersebut terletak pada fokus permasalahan. Dalam penelitian tersebut penulis menganalisa aspek filosofis dan yuridis dari prngampunan pajak di Indoensia.

Umi Cholifah, El-Wasathiya: Jurnal Studi Agama,

Vol.

VI/No.1/Juni/2015, dengan judul “Tax Amnesty Perspektif

Jurnal ini membahas data pengampunan pajak di Indonesia secara global. Peneliti mengkaji konsep pengampunan atau amnesty dari literasi fiqh kemudian peneliti menganalisis dengan teori

Perbedaan dengan jurnal tersebut juga terletak pada fokus permasalahan. Dalam jurnal tersebut penulis mengkaji konsep pengampunan (amnesty) dan menganalisa dengan

(21)

11 Maqashid Syari’ah

Jasser Auda”.

maqashid syari’ah Jasser Auda.

teori maqashid syari’ah Jasser Auda.

I. Kerangka Teoritik

Pajak merupakan suatu pendapatan negara yang berperan sangat besar bagi kelangsungan negara. Yang menjadi problematika sampai saat ini adalah masih banyak nya masyarakat yang enggan membayarkan pajaknya. Padahal pemerintah sedang membutuhkan dana yang sangat besar untuk meningkatkan pembangunan nasional dalam lima tahun kedepan. Sejumlah proyek besar seperti pembangunan tol laut, infrastruktur darat hingga revitalisasi desa dan pertanian menjadi proyek unggulan.6

Namun, perlu diketahui bahwa partisipasi masyarakat dalam membayar pajak juga ditentukan oleh kepemilikan warga. Karena pajak merupakan sarana untuk membatasi yang kuat dan melindungi yang lemah, penyeimbang bagi yang kaya dan yang miskin.7 Oleh sebab itu pajak dibebankan hanya kepada kalangan yang memiliki sumber kekayaan, sumber penghasilan, dan harta benda yang diwajibkan oleh peraturan perUndang-Undang Negara.8

Menurut Adam Smith dalam bukunya nya yang berjudul Wealth of Nation untuk memberikan keadilan dalam peraturan pajak, Adam Smith memberikan empat syarat berikut yang harus dipenuhi.

1. Equality and Equity 2. Certaintly

6Ngadiman dan Daniel Huslin, “Pengaruh Sunset Policy, Tax Amnesty, Dan Sanksi Pajak

Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Empiris di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kembangan)”, Jurnal Akutansi, No. 02, Vol. XIX, (Mei 2015), h., 227.

7Edi Slamet Irianto, Pajak Negara dan Demokrasi, (Yogyakarta : Laksbang Mediatama,

2009), h., 9.

8Imron, “Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) dalam Perspektif Siyasah Syariyyah”,

(22)

12 3. Convenience of Payment 4. Economic and Collection.

Keempat pedoman ini disebut The Four Canons of Adam Smith atau yang sering disebut The Four Maxime.

Equality and Equity yang berarti persamaan dan keadilan, dimana undang-undang pajak harus memberikan keadilan dan perlakuan yang sama terhadap orang-orang yang berada dalam kondisi yang sama. Dalam hal ini bahwa undang-undang ini mengandung makna larangan diskriminatif.

Certainly yang memiliki makna kepastian. Undang-Undang pajak harus dapat memberikan kepastian hukum kepada wajib pajak mengenai kapan ia harus membayar pajak, hak dan kewajiban dan sebagainya.

Convenience of payment yang memiliki makna bahwa pajak harus dibayarkan pada waktu yang tepat. Yaitu pada saat wajib pajak memiliki uang untuk membayarkan pajaknya. Hal ini mengenai kemampuan wajib pajak.

Economic of Collection yang memiliki makna bahwa dalam undang-undang pajak juga harus diperhitungkan rasio (perimbangan) antara biaya pengumpulan/pemungutan dengan hasil pajak itu sendiri sehingga tidak terjadi hasil pajak yang negatif dimana biaya yang dikeluarkan bagi pemungutan pajak justru lebih besar daripada jumlah pajak yang berhasil dihimpun.9

Menurut Sligman dalam teorinya (ethical) harus berlandaskan pada ability to pay yang diukur dari konsumsi dan produksi seseorang. Dengan adanya ability to pay pembayar pajak haruslah diperlakukan sama. Sedangkan alat untuk mengukur ability to pay seseorang adalah :

1. Kemampuan seseorang membayar pajak dilihat dari pengeluaran yang dilakukan. Dengan diketahuinya pengeluaran yang dilakukan, maka

9Prof. Dr.Rochmat Soemitro, Pengantar Singkat Hukum Pajak, (Solo : Eresco, 1992), h.,

(23)

13

akan dianggap mampu untuk membayar pajak dengan ketentuan yang sesuai dengan besaran pengeluaran seseorang.

2. Kekayaan yang dimiliki seseorang.

3. Harta kekayaan yang dapat menghasilkan penghasilan yang dimiliki seseorang. Maka ia dianggap mampu untuk membayar pajak.

4. Pengahasilan seseorang yang semakin banyak maka ia dianggap mampu untuk membayar pajak.

Dalam prinsip membayar pajak tersebut, Indonesia sebagai negara hukum harus memiliki prinsip kepastian hukum yang merupakan tujuan dari setiap dibentuknya undang sehingga dalam pembuatan undang-undang dan peraturan yang mengikat, harus dimuat dalam undang-undang-undang-undang adalah adanya kejelasan, ketegasan, dan tidak memiliki makna ganda.10

Sebagaimana yang dijelaskan diatas bahwa dalam pemungutan pajak, pemerintah mengatur mengenai klasifikasi kelompok yang berhak melaporkan pajaknya. Mengingat fungsi pajak yang begitu sangat signifikan untuk pertumbuhan ekonomi, sosial, dan dalam bidang lainnya. Oleh sebab itu dengan diberlakukan nya Undang-Undang No.11 Tahun 2016 merupakan langkah cepat pemerintah dalam mempertegas kebijakan dan mengurangi beban wajib pajak untuk melaporkan pajaknya dengan semestinya. Dalam hal ini, Undang-Undang No. 11 Tahun 2016 juga menjadi acuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan mempercepat pembangunan nasional. Islam sebagai agama yang juga mengatur manusia dalam berkehidupan, mendapatkan keadilan dan dapat menerima kebutuhan akan perubahan pada suatu negara yang tidak hanya dapat dipenuhi dengan zakat. Maka diperlukanlah mengeluarkan harta untuk berkontribusi demi kepentingan dan kemaslahatan bersama. Oleh karenanya Islam sangat mengatur manusia dalam bermuamalat dengan manusia lainnya. Hukum dasar muamalat termasuk dalam ekonomi Islam adalah mubah (al Ashl fi Al-mu’amalat al-Ibahah hatta yadullu al-dalilu

10E.R.A Sligman dan Sony Devano, dkk. Perpajakan : konsep, Teori dan Isu, (Jakarta:

(24)

14

‘ala tahrmiha), kecuali jika ada nash yang shahih, tsabit dan tegas dalalahnya (tepat gunanya sebagai dalil) yang melarang serta mengharamkannya.11 Namun masalah ini sering menjadi persoalan

dikalangan masyarakat Indonesia yang merupakan memiliki penduduk muslim terbesar di dunia. Masih banyak dari kalangan masyarakat yang berpendapat bahwa pemungutan pajak merupakan salah satu penyimpangan yang dianggap sebagai salah satu bentuk kezhaliman yang dilakukan oleh penguasa atau pemerintah yang mengambil harta dari rakyatnya. Imam Nawawi Rahimahullah dalam Syarah nya yang diberi nama ‘Al Minhaj Syarhu Shohih Muslim bin Al Hajjaj berpendapat bahwasanya pajak merupakan seburuk-buruknya kemaksiatan dan termasuk dosa yang dapat membinasakan pelakunya. Hal ini lantaran dia akan dituntut oleh manusia dengan tuntutan yang banyak sekali di akhirat kelak. Tetapi di sisi lain, sebagian besar penduduk muslim Indonesia mendukung kebijakan pemerintah dalam pemungutan pajak dari penduduknya karena pajak merupakan salah satu pendapatan terbesar negara yang sangat bermanfaat untuk pembangunan nasional dan kemaslahatan bersama. Abdurrahman Al-Maliki dalam As-Siyasatu al-Iqtishadiyatu al-Mutsla (Politik Ekonomi Islam) berpendapat bahwa kewajiban negara adalah menjaga kemaslahatan umat melalui berbagai sarana-sarana, seperti keamanan, pendidikan, dan kesehatan. Namun, menurutnya, jika kas negara tidak mencukupi, pajak itu menjadi wajib.

J. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pemahaman pemahaman dan memperjelas arah pembahasan yang terdapat dalam skripsi ini, maka penulis menyusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

Bab Pertama, Merupakan pendahuluan yang meliputi tentang latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

11Imam Tajuddin Abd Wahhab Subki, Al Asybah Wa Nadzair, (Beirut: Daar

(25)

15

tinjauan (review) studi terdahulu, metode penelitian dan sistematika penelitian.

Bab Kedua, Tinjauan Umum, Pada bab ini membahas tentang

landasan teori mengenai kebijakan pemerintah dalam penerapan tax

amnesty di Indonesia.

Bab Ketiga, Gambaran konsep regulasi pengelolaan keuangan

negara dalam pandangan Siyasah Syariyyah Maliyah.

Bab Keempat, Membahas analisis hasil penelitian penulis sekaligus

menjawab dari rumusan masalah mengenai kebijakan pemerintah pada tax

amnesty yang ditinjau dari Siyasah Syariyyah Maliyah.

Bab kelima, Bab ini berisi tentang kesimpulan yang menjawab

(26)

16 BAB II

TAX AMNESTY (PENGAMPUNAN PAJAK) DI INDONESIA

1. Pengertian Pengampunan Pajak

Menurut Kamus Hukum, Amnesti merupakan pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan kepada negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu.1

Kata Amnesty berasal dari bahasa Yunani “amestia” yang daapat diartikan, melupakan atas suatu tindakan. Para ahli berbeda-beda, sesuai dengan bidang penerapan hukumnya, di antaranya sebagai konsep pada peniadaan atau penghapusan tanggung jawab pidana. Dalam bahasa Inggris, amnesti sering dikaitkan dengan istilah “pardon” yang berarti pemaafan atau pengampunan. Secara historis amnesti merupakan peninggalan dari jaman atau masa kerajaan, dimana seorang raja yang sangat berkuasa mempunyai kekuasaan untuk menghukum dan termasuk mengurangi hukuman sebagai tindakan murah hati dari seorang raja. Sedangkan secara umum amnesti merupakan hak kepala negara untuk meniadakan akibat hukum yang mengancam suatu perbuatan atau sekelompok kejahatan politik. Dalam sistem Undang-Undang Dasar 1945 amnesti merupakan hak mutlak atau hak preogratif Presiden sebagai kepala Negara (Pasal 14 ayat (2) UUD 1945). Dalam hukum positif, pengaturan amnesti juga dapat ditemukan dalam Undang-Undang Darurat No. 11 Tahun 1945 Tentang Amnesti dan Abolisi.2

Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 disebutkan dengan jelas apa yang menjadi maksud dalam amnesti pajak yaitu penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan. Dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan sebagaimana diatur

1Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007), h., 32.

2Zainal Muttaqin, Tax Amnesty di Indonesia, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2013), h,.

(27)

17

dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Dari definisi ini dapat ditelusuri lebih lanjut pengertian pengampunan pajak, yaitu:

a. Penghapusan pajak yang seharusnya terutang b. Tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan c. Tidak dikenai sanksi pidana di bidang perpajakan d. Dengan cara mengungkap harta

e. Membayar uang tebusan

f. Sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 11 tahun 2016 tentang pengampunan pajak.3

2. Sejarah Pengampunan Pajak di Indonesia

Sejarah tax amnesty di Indonesia dimulai pada tanggal 9 September 1964. Atau 20 tahun setelah Kemerdekaan Indonesia. Melalui Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1964 Tentang Peraturan Pengampunan Pajak (tax amnesty). Pemerintah memiliki tiga alasan yang kuat untuk mengeluarkan peraturan pengampunan pajak, yaitu:4

a. Keadaan ekonomi pada saat itu tidak begitu baik dimana inflasi berkembang dari tahun ke tahun. Hal tersebut mudah untuk dijadikan alasan bagi para wajib pajak untuk menghindarkan sebagian besar laba, pendapatan dan kekayaan dari peraturan pajak atas laba, pendapatan dan kekayaan yang saat itu berlaku.

b. Sistem pembukuan yang lengkap dan benar pada saat itu tidak mudah untuk dilaksanakan.

c. Tarif pajak pendapatan pada saat itu merupakan tarif progresif yang dianggap sangat berat atau tinggi oleh wajib pajak.

3Marihot Pahala Siahaan, Tax Amnesty di Indonesia, (Jakarta : Rajawali Pers, 2017), h., 37. 4Amnesti Pajak Perlu Prasyarat Tax Reform,

(28)

18

d. Negara Kesatuan Republik Indonesia pada saat itu memerlukan dana yang besar untuk membiayai “Revolusi Nasional Indonesia”, pelaksanaan Dwikora, dan melanjutkan pembangunan Nasional Semesta Berencana yang menjadi salah satu konsep dalam pemerintahan Soekarno.

Sejarah tax amnesty tahun 1964 ini berakhir pada 17 Agustus 1965. Saat itu, Penjelasan oleh Kepala Inspeksi Keuangan Jakarta Drs. Hussein Kartasasmita yaitu, sampai bulan Juli tahun 1965, jumlah dana yang diterima dari tax amnesty hanya sejumlah Rp. 12 miliar. Jumlah tersebut sama jumlahnya dengan penerima dana SWI (Sumbangan Wajib Pajak Istimewa) Dwikora. Hal ini dianggap sangat aneh karena memang seharusnya penerimaan dana dari tax amnesty lebih besar jika dibandingkan dengan dana pungutan SWI Dwikora.

Sejarah tax amnesty mencatat, rendahnya pemasukan dari dana hasil tax amnesty ini akibat dari banyaknya pungutan-pungutan lainnya, yaitu diantaranya Gekerev dan SWI Dwikora5. Hal ini berakibat mengurangi daya bayar pajak para wajib pajak.

Target dana yang diterima dari tax amnesty ini untuk wilayah Jakarta sendiri berjumlah Rp. 25 miliar. Namun ternyata, dana dari tax amnesty yang masuk baru setengahnya. Karena itu, Presiden/Panglima Besar mengeluarkan keputusan yaitu, No.53/Kotoe Tahun 1965 yang isinya memperpanjang masa tax amnesty, yang awalnya dalam Perpres Nomor 5 Tahun 1964 batas waktu ditetapkan 17 Agustus 1965 menjadi sampai 10 Nopember 1965. Keputusan tersebut dianggap perlu untuk memberikan kelonggaran waktu kepada para pengusaha/pemilik modal yang mana belum sepenuhnya memenuhi Penpres Nomor 5 Tahun 1964. Namun, sejarah tax amnesty tahun 1964 ini tergolong gagal karena adanya Gerakan 30 September PKI atau yang lebih dikenal dengan G30S/PKI.

5Isep H.Insan dan Tisha Nidia Maghijn, “Penerapan Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)

di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Beserta Permasalahnnya” Pakuan

(29)

19

Namun ternyata, tax amnesty tersebut diperpanjang lagi sampai dengan 30 Nopember 1965. Perpanjangan masa pembayaran tax amnesty tersebut, bertujuan memberikan kesempatan lagi kepada para wajib pajak yang memang melakukan kesalahan, utamanya dalam melakukan penghitungan harta kekayaan. seperti contohnya melaporkan harta berdasarkan harga yang tertera/tercantum dalam kwitansi, padahal seharusnya penghitungan berdasarkan harga yang berlaku saat itu.

Kemudian pada tanggal 18 April 1984 Presiden Republik Indonesia Memutuskan dan Menetapkan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1984 Tentang Pengampunan Pajak6 ini bertujuan untuk

mengembalikan dana revolusi, Namun efektifitas program pengampunan pajak ini masih tergolong rendah dan terukur oleh rendahnya partisipasi peserta yang ikut serta dalam program pengampunan pajak ini.

Sejarah tax amnesty tahun 1984 merupakan pelaksanaan kebijakan tax amnesty kedua. Sama halnya dengan tahun 1964, pada tahun 1984 Indonesia mencatat sejarah tax amnesty. Tetapi, bukan untuk mengembalikan dana revolusi, melainkan untuk mengubah sistem perpajakan di Indonesia dari official-assesment (besarnya jumlah pajak ditentukan oleh pemerintah) diubah ke self-assesment (besarnya pajak ditentukan oleh wajib pajak sendiri). Pengampunan pajak tahun 1984 telah dirancang cukup baik. Namun, pengampunan pajak tersebut tidak cukup berhasil sebagai instrument penarikan pajak. Sosialisasi mengenai tata cara dan prosedur untuk mendapatkan pengampunan pajak relative terbatas. Wajib pajak pada waktu itu masih “buta” terhadap pajak dan tidak mengetahui seluk beluk perpajakan. Kurangnya sosialisasi mengenai perpajakan dan prosedur pengampunana pajak membuat wajib pajak melaukakan hal yang merugikan. Sejarah tax amnesty di Indonesia tahun 1984 ini mengalami kegagalan karena memang sistem perpajakan belum terbangun.

(30)

20

Indonesia pernah menerapkan pengampunan pajak pada tahun 1984. Demikian juga minimnya keterbukaan dan peningkatan akses informasi. Namun pelaksanaannya belum efektif karena wajib pajak sendiri kurang merespons dan tidak diikuti dengan reformasi sistem administrasi perpajakan secara terpadu dan menyeluruh. Pemberian tax amnesty tidak sekedar menghapus hak tagih atas wajib pajak namun yang lebih penting lagi sebenarnya adalah memperbaiki sikap dan perilaku wajib pajak, sehingga diharapkan akan terjadi peningkatan penerimaan negara di masa yang akan datang.

3. Latar Belakang Pemberlakuan UU No. 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak

Kebijakan pengampunan pajak tahun 2016 mendapatkan perhatian serius dari masyarakat, badan hukum, dan berbagai negara yang menjadi penyimpanan aset kekayaan warga negara. Hal ini ditengarai bukan hanya pada segemntasi target yang lebih luas, melainkan disebabkan bentuk hukum pengaturannya jauh lebih kuat jika dibandingkan program pengampunan pajak sebelumnya, karena kebijakan pengampunan pajak tahun 2016 langsung dimuat daam undang-undang. Artinya secara hukum terjadi penguatan dari aspek bentuk atas dasar hukum yang digunakan dalam menjalankan program ini.7

Tax Amnesty dilakukan pemerintah Indonesia ditengah pertumbuhan perekonomian nasional yang dalam beberapa tahun terakhir cenderung mengalami perlambatan yang berdampak pada menurunnya penerimaan pajak dan juga menyebabkan turunnya likuditas dalam negeri

7Isra, S, Keterangan Ahli PUU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, lihat

(31)

21

yang sangat diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Hal ini disebabkan karena masih banyak harta warga negara Indonesia yang berada di luar wilaya negara Indonesia, baik dalam bentuk likuditas maunpun nonlikuid, yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk menambah likuiditas dalam negeri yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Permasalahannya yaitu harta yang berada di wilayah negara Indonesia tersebut belum dilaporkan oleh pemilik harta dalam surat pemberitahuan pajak penghasilan sehingga dapat menyebabkan konsekuensi perpajakan yang timbul apabila dilakukan pembandingan dengan harta yang telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang bersangkutan. Ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan para pemilik harta tersebut merasa ragu untuk membawa Kembali atau mengalihkan harta mereka untuk mengeinvestasikannya dalam kegiatan ekonomi di Indonesia.8 Oleh sebab itu harapan pemerintah dengan diberlakukannya program tax amnesty dengan tebusan yang sangat murah, dapat menarik minat warga negara Indonesia untuk mengalihkan simpananya dan berinvestasi ke dalam negeri.

Bukan saja pemerintah Indonesia dalam pemberlakukan kebijakan program tax amnesty ini. Di tengah situasi perekonomian yang mengalami perlambatan, puluhan negara lain juga saat ini tengah menerapkan program tax amnesty untuk memperebutkan dana global. Situasi ini sangat didukung oleh negara-negara besar yang tergabung dalam G-20 untuk melacak harta warganya yang disimpan di negara-negara tax heaven. Sebagai realisasi dibentuklah suatu system pertukaran data keuangan

8Indra Mahardika Putra, Perpajakan Edisi : Tax Amnesty, (Yogyakarta : Quadrant, 2017),

(32)

22

antarnegara pastisipan yang disebut Automatic Exchange of Information (AEoI).9

Mengingat keberhasilan pembangunan nasional sangat bergantung pada pembiayaan yang berasal dari masyarakat, yaitu penerimaan pajak. Agar peran ini dapat didistribusikan dengan menyeluruh, perlu diciptakan sistem perpajakan yang berlandaskan pada keadilan dan kepasian hukum. untuk itu perlu diterapkan langkah khusus dan terobosan kebijakan untuk mendorong pengalihan harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sekaligus memberikan jaminan keamanan bagi warga yang ingin mengalihkan dan mengungkapkan harta yang dimilikinya dalam bentuk Pengampunan Pajak.10

Adapun yang menjadi latar belakang program Tax Amnesty di Indonesia adalah sebagai berikut :

a. Tax Amnesty diberlakukan di Indonesia karena banyaknya harta milik warna negara Indonesia baik yang di dalam atau diluar negeri yang belum atau belum semuanya dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

b. Tax Amnesty bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara dan pertumbuhan perekonomian serta untuk kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam melaksanakan kewajiban membayar pajak, maka dari itu menerbitkan kebijakan pengampunan pajak.

c. Kasus Panama Pappers, yaitu sebuah dokumen yang mencantumkan banyaknya pengusaha yang memiliki harta diluar negeri, terutama di negara-negara yang bebas pajak seperti negara Panama.11

9Dampak Program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty),

https://www.kompasiana.com/2019/04/19/Dampak-Program-Pengampunan-Pajak-Tax-Amnesty. diakses pada 19 April 2019.

10Indra Mahardika Putra, Perpajakan Edisi : Tax Amnesty, (Yogyakarta : Quadrant, 2017),

h. 118.

11Budi Ispriyarso, “Keberhasilan Kebijakan Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di

(33)

23

4. Dasar Hukum Program Tax Amnesty (Pengampunan Pajak) a. UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak

b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK 03/2016 tentang Pelaksanaan UU Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

c. Peraturan Menkeu Nomor 119/PMK.03/2016 Tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak ke Dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Penempatan pada instrument investasi di Pasar Keuangan Dalam Rangka Pengampunan Pajak d. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 600/KMK.04/2016 Tentang

Penetapan Bank Persepsi yang Bertindak Sebagai Penerima Uang Tebusan Dalam Rangka Pelaksanaan Pengampunan Pajak.

e. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2016 Tentang Pengaturan Lebih Lanjut Mengenai Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak

f. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-30/PJ/2016 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengampunan Pajak12

5. Subjek dan Objek Program Tax Amnesty (Pengampunan Pajak)

a. Subjek Pengampunan Pajak

Setiap wajib pajak mempunyai hak yang sama untuk memanfaatkan program pengampunan pajak. Akan tetapi, dalam hal ini hanya wajib pajak yang mempunyai kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan baik bagi yang sudah memiliki NPWP maupun yang belum memiliki NPWP. Oleh karena itu, wajib pajak yang semata-mata hanya diwajibkan melakukan pemotongan atau

12Grace Maria Y. Sitorus, Himpunan Peraturan Tax Amnesty, (Jakarta: Antara Publishing,

(34)

24

pemungutan pajak seperti bendaharawan pemerintah tidak berhak mendapatkan amnesti pajak. Kemudian bagi Wajib Pajak yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), caranya harus mendaftarkan diri terlebih dahulu untuk memperoleh NPWP di Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak yang bersangkutan.13

Secara lebih detail subyek pengampunan pajak menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. Per-11/PJ/2016 tentang Pengaturan Lebih Lanjut Mengenai Pelaksanaan Undang-Undang No. 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, meliputi:

1. Wajib pajak mempunyai kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan berhak mendapatkan Pengampunan Pajak,

2. Orang pribadi, seperti petani, nelayan, pensiunan, tenaga kerja Indonesia, atau subjek pajak warisan yang belum terbagi, yang jumlah penghasilannya pada Tahun Pajak Terakhir di bawah Penghasilan tidak kena pajak dapat menggunakan haknya untuk mengikuti Pengampunan Pajak,

3. Warga Negara Indonesia yang tidak bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 bulan tidak mempunyai penghasilan dari Indonesia merupakan Subjek Pajak Luar Negeri dan tidak menggunakan haknya untuk mengikuti Pajak.14

Namun demikian, menurut Undang-Undang Pengampunan Pajak yang tidak berhak mendapatkan amnesti pajak, yaitu:

1. Wajib pajak yang sedang dilakukan penyelidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan,

13Suharno, Panduan Praktis Amnesti Pajak Indonesia, Jakarta: Kompas Media Nusantara,

2016, h., 7.

14Indra Mahardika, Perpajakan: Edisi: Tax Amnesty, (Yogyakarta : Quadrant, 2017), h.,

(35)

25

2. Wajib pajak yang sedang dalam proses peradilan,

3. Wajib pajak yang sedang menjalani hukuman pidana, atas tindak pidana di bidang perpajakan.

b. Objek Pengampunan Pajak

Objek pengampunan pajak meliputi pengampunan atas kewajiban perpajkan sampai dengan akhir tahun pajak yang berakhir pada jangka waktu 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015 bagi yang belum atau belum sepenuhnya diselesaikan oleh Wajib Pajak. Kewajiban perpajakan yang dimaksud adalah kewajiban atas Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Pengampunan Pajak tempat Wajib pajak terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh Menteri Keuangan dengan membawa Surat Pernyataan Harta.

Pengampunan pajak tersebut diberikan kepada Wajib Pajak dengan cara mengungkapkan harta yang dimilikinya dalam Surat Pernyataan Harta. Harta tersebut merupakan akumulasi tambahan kemampuan ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik yang berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam atau diluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.15

Nilai harta yang diungkap dalam Surat Pernyataan untuk pengampunan pajak meliputi:

a. Nilai harta yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan PPh terakhir,

15Nurfansa Wira Sakti dan Asrul Hidayat, Tax Amnesty itu Mudah: Simulasi dan Praktik

(36)

26

b. Nilai harta tambahan yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahun PPh terakhir.16

Namun, hanya nilai harta tambahan yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Terakhir yang menjadi objek pengampunan pajak yang wajib dibayarkan uang tebusannya. Kemudian melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER 11/PJ/2016. Diatur lebih lanjut harta yang termasuk dalam pengertian harta tambahan yang terdiri dari: a. Harta Warisan,

b. Harta hibah yang diterima keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan.

Akan tetapi, harta warisan tersebut bukan merupakan objek pengampunan pajak apabila :

a. Warisan diterima oleh ahli waris yang tidak memiliki penghasilan atau memiliki penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak. b. Harta warisan sudan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan

Pajak Penghasilan Pewaris.

Demikian pula untuk hibah juga bukan merupakkan Objek Pengampunan Pajak apabila:

a. Hibah diterima oleh pribadi penerima hibah yang tidak memiliki penghasilan atau memiliki penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak,

b. Harta hibah sudah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Pemberi hibah.

16Salinan Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan

(37)

27

Dengan mengikuti pengampunan pajak, ada beberapa keuntungan yang didapatkan oleh wajib pajak, yaitu:

1. Adanya penghapusan pajak terutang yang atas pajak yang belum diterbitkan ketetapan serta tidak dikenai sanksi administrasi atau sanksi pidana,

2. Penghapusan sanksi administrasi atas ketetapan pajak yang telah ditertibkan,

3. Tidak dilakukan pemeriksanaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan tindak pidana perpajakan,

4. Penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, serta penyidikan tindak pidana perpajakan dalam hal Wajib Pajak sedang dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan tindak pidana perpajakan,

5. Penghapusan PPh Final atas pengalihan harta berupa tanah atau bangunan serta saham.17

6. Tujuan Pengampunan Pajak

Berbeda dengan prinsip penegakan hukum (law enforcement) di bidang perpajakan, yang pada prinsipnya pelaksanaan ketentuan perpajakan harus dilakukan secara konsekuen,18 Selayaknya bagi wajib pajak yang kurang/tidak patuh akan kewajiban pajaknya harus dikenakan sanksi yang berlaku, namun berbeda dengan ketentuan perpajakan, program tax amnesty sebaliknya justru memberikan pengampunan kepada wajib pajak dengan membayar sejumlah uang tebusan.

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 ayat (2) UU Pengampunan pajak adalah sebagai berikut :

17Nurfansa Wira Sakti dan Asrul Hidayat, Tax Amnesty itu Mudah: Simulasi dan Praktik

Pengampunan Pajak, Cet. I, (Jakarta: Visimedia, 2016), h., 15-16.

18Panca Kurniawan, Bagus Pamungkas, Penagihan Hukum Pajak di Indonesia, (Malang:

(38)

28

a. mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan Harta, yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar Rupiah, penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi;

b. mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi; dan

c. meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan.19

Berdasarkan uraian di atas, secara singkat dapat dikatakan bahwa tujuan tax amnesty Ada tiga tujuan yang menjadi target pelaksanaan tax amnesty di Indonesia. Pertama, meningkatkan likuiditas domestik, penurunan suku bunga dan investasi dan perbaikan nilai tukar rupiah melalui pengalihan harta. Kedua, mempercepat reformasi perpajakan dan ketiga, meningkatkan penerimaan negara dari pajak.20

Untuk di Indonesia terdapat beberapa tujuan pengampunan pajak bagi para wajib pajak, diantaranya :

7. Asas Pengampunan Pajak

Pemberian tax amnesty kepada wajib pajak dilakukan berdasarkan; a. Asas Kepastian Hukum, pelaksanaan tax amnesty harus dapat

mewujudkan ketertiban dalam masyarakat dengan adanya jaminan kepastian hukum.

b. Asas Keadilan, pelaksanaan amnesti pajak menjunjung tinggi kesetaraan antara hak dan kewajiban dari semua pihak yang terlibat.

19Undang-Undang Pengampunan Pajak No. 11 Tahun 2016

20Budi Ispriyarso, “Keberhasilan Kebijakan Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di

(39)

29

c. Asas Kemanfaatan, kebijakan tax amnesty bertujuan untuk kepentingan negara, bangsa, dan masyarakat, khususnya dalam hal peningkatan kesejahteraan umum.

d. Asas Kepentingan Nasional, pengampunan pajak dilakukan dengan mengedepankan kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat di atas kepentingan lainnya.21

8. Konsep Pelaksanaan Pengampunan Pajak

Program Pengampunan Pajak atau disebut Tax Amnesty merupakan kebijakan pemerintah guna menghapus pajak yang seharusnya terutang namun tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan pada wajib pajak.

Wajib pajak yang mengikuti program Amnesti pajak dapat memperoleh manfaat berupa :

a. Penghapusan pajak yang seharusnya terutang,

b. Tidak dikenai sanksi administrasi perpajakann dan sanksi pidana perpajakan,

c. Tidak dilakukan pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan,

d. Penghentian proses pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan,

e. Jaminan rahasia dimana data pengampunan pajak tidak dapat dijadikan dasar penyelidikan dan penyelidikan tindak pidana lain,

f. Pembebasan PPh terkait proses balik nama harta.22

21Indra Mahardika Putra, Perpajakan Edisi: Tax Amnesty, (Yogyakarta : Quadrant, 2017),

h., 122.

22Kementrian Keuangan Direktoral Jenderal Pajak, Amnesti Pajak. Dikutip dalam situs

(40)

30

Pengajuan tax amnesty dapat dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh Menteri dengan membawa surat pernyataan. Kantor pelayanan pajak tempat wajib pajak terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh menteri juga tempat awal yang dituju untuk meminta penjelasan mengenai pengisian dan pemenuhan kelengkapan dokumen yang harus dilampirkan dalam Surat Pernyataan.23

9. Hasil Program Pengampunan Pajak

Kurang lebih dalam kurun waktu 3 tahun, pemerintah Indonesia telah melaksanakan kebijakan pengampunan pajak kepada wajib pajak. Dari hal-hal tersebut dapat dikatakan berhasil atau tidaknya pelaksanaan tax amnesty ini.

Pertama, jumlah peserta tax amnesty, peserta (wajib pajak yang ikut tax amnesty) paling banyak pada periode pertama yaitu sejumlah 393.358 wajib pajak, selanjutnya pada periode kedua mengalami penurunan menjadi 223.000 wajib pajak, kemudian pada periode ketiga minat wajib pajak dalam mengikuti program ini mengalami kenaikan menjadi 356.172 dengan jumlah total keseluruhan adalah 972.530 wajib pajak. Peserta tax amnesty tersebut terdiri dari orang pribadi non UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah), Orang Pribadi UMKM, Badan non UMKM, dan Badan UMKM24.

Kedua, target tax amnesty yang dicanangkan pemerintah yaitu harta deklarasi sejumlah Rp.4000 triliun, repatriasi Rp. 1000 triliun dan uang tebusan 165 triliun. Dilihat dari sisi pencapaian target, pemerintah telah berhasil dalam pencapaian target deklarasi yaitu Rp.4734 triliun melebihi target Rp. 4000 triliun, tetapi dilihat dari 2 sisi yang lain program

23Ulfa Hartina, Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di Indonesia Persepketif Hukum Tata

Negara Islam” (Makassar: Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, 2018), h., 46.

24Budi Ispiyarso, “Keberhasilan Kebijakan Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di

(41)

31

tax amnesty ini gagal mencapai target yaitu uang tebusan sebesar Rp.135 triliun dari target Rp.165 triliun, dan repatriasi hanya Rp. 147 triliun dari target Rp. 1000 triliun. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat diketahui bahwa pelaksanaan tax amnesty di Indonesia dari aspek penerimaan /pemasukan tax amnesty cukup berhasil khususnya dari aspek deklarasi namun kurang berhasil dalam repatriasi. Ada beberapa hal yang bisa dipakai sebagai alasan untuk menjelaskan rendahnya realisasi dana repatriasi, misalnya keterkaitan repatriasi dengan tingkat kepercayaan dan kredibilitas daya saing investasi di Indonesia. Mungkin banyak WNI yang memiliki harta di luar negeri cenderung merasa asetnya lebih aman jika tetap berada di luar negeri.25 Dengan membuka dan mempermudah berbagai bentuk dan instrument investasi merupakan salah satu bentuk dukungan pemerintah dalam mensukseskan program pengampunan pajak (Tax Amnesty. Hal tersebut dikarenakan besarnya potensi yang masuk melalui program pengampunan pajak.

Namun dalam realisasinya instrumen pengampunan pajak belum dapat menarik triliunan uang investasi para subjek pajak di luar negeri untuk masuk kembali ke Indonesia. Akan tetapi, pengampunan pajak ini justru dimanfaatkan oleh para wajib pajak di dalam negeri yang di dalamnya masih banyak unsur kegiatan usaha yang berasal dari kelas menengah dan kecil.

Amnesti pajak adalah pintu masuk dimulainya reformasi pajak yang sesungguhnya. Masuknya uang puluhan triliun rupiah harus dikelola secara profesional, baik infrastrukturnya maupun pejabat berwenang. Terdapat dua hal yang harus terus diperkuat, sistem pengelolahan keuangan (instrumen investasi) dan pembenahan infrastruktur perpajakan. Pada tahap pemungutan pajak Dirjen Pajak menjadi institusi utama yang

25Keberhasilan dan Kegagalan Tak Terduga Tax Amnesty,

https://pinterpolitik.com/2019/04/21keberhasilan-kegagalan-tak-terduga-tax-amnesty/. Diakses pada 21 April 2019.

(42)

32

berperan, namun secara domain ketika menganalisis banyaknya dana yang terkumpul dan kemudian apa yang pemerintah lakukan terhadap dana tersebut, Dirjen Pajak memang tidak lagi berada pada wilayah tersebut. Akan tetapi, pemerintah seharusnya sudah menyiapkan berbagai instrumen investasi26

26Agnes Harvelian, “Implikasi Hukum dan Legalitas Tax Amnesty Terhadap Tingkat

Kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia (Kajian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 63/PUU-XIV/2016”. Jurnal Yudisial. Vol. 10.

(43)

33 BAB III

TAX AMNESTY DALAM KONSEP SIYASAH SYARIYYAH MALIYAH

A. Ruang Lingkup dan Perkembangan Konsep Pemungutan Pajak Dalam Siyasah Syariyyah Maliyah Pada Sejarah Pemerintahan Islam Klasik

Sepanjang Sejarah pemerintahan Islam, Sistem perpajakan diterapkan sejak saat pemerintahan Rasulullah hingga Khulafa al-rasyidin. Kemudian dilanjutkan oleh dinasti atau kerajaan yang memimpin selanjutnya. Namun pada zaman tersebut anggaran negara masih sangat sederhana dan tidak serumit sistem anggaran modern. Prinsip anggaran berimbang yang diterapkan pada masa awal periode Islam merupakan penghasilan yang diterima untuk menentukan biaya yang tersedia untuk dibelanjakan, namun hal tersebut mengharuskan adanya pungutan khusus apabila terjadi keadaan darurat seperti perang atau bencana lainnya. Oleh sebab itu, indikator keberhasilan pembangunan yaitu sejauh mana tercukupinya segala kebutuhan manusia dalam berbagai aspek. Karena Islam sangat menekankan keadilan ekonomi bagi umat secara menyeluruh. Jenis Pajak Dalam Sistem Perpajakan Menurut Islam :

1. Dharibah

Secara etimologi, pajak dalam Bahasa Arab disebut dengan istilah Dharibah, yang berasal dari kata

ابرض,برضي ,برض

yang artinya mewajibkan, menetapkan, menentukan, memukul, menerangkan atau membebankan dan lain-lain.1 Dalam al-Quran, akar kata da-ra-ba terdapat dalam beberapa ayat antara lain dalam Surah al-Baqarah ayat 612:

تَبِرُضَو

1Munawwir, A.W. Munawwir : Kamus Arab – Indonesia, (Yogyakarta: Pon.Pes

Al-Munawwir, 1984), h., 356.

2Abd Al-Baqi,M.F. Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Alfads Al-Qur’an Al Karim, (Kairo: Daar

(44)

34

ُةَنَك سِلماَو ُةَّلِّذلا ُمِه يَلَع

yang artinya Lalu ditimpahkanlah kepada mereka nista dan kehinaan…

Menurut bahasa maupun tradisi, dharibah dalam penggunaannya memang mempunyai banyak arti, namun para ulama menggunakan sebutan dharibah untuk membayar harta yang dipungut sebagai kewajiban. Hal ini tampak jelas dalam ungkapan bahwa jizyah dan kharaj dipungut secara dharibah, yakni secara wajib. Bahkan sebagian ulama menyebut kharaj merupakan dharibah.3 Jadi, sebutan dharibah merupakan harta yang

dipungut secara wajib oleh negara sebagai pendapatan negara untuk selain jizyah dan kharaj, sekalipun keduanya bisa dikategorikan dharibah.

Dalam Kitab al-Ahkam al-Sulthaniyyah karya Imam al-Mawardi, kharaj diterjemahkan dengan kata pajak (pajak tanah), sedangkan jizyah tidak diterjemahkan dengan pajak, melainkan disebut jizyah Namun dalam kitab Shahih Abu Daud, seorang pemungut pajak, padahal yang dimaksud adalah petugas jizyah. Menurut kitab al-Umm karya Imam Syafi’I, jizyah dapat diterjemahkan dengan pajak.

Dari berbagai bentuk penerjemahan ini terlihat bahwa pengertian jizyah, kharaj, dan lain-lain disatukan ke dalam istilah pajak. Padahal seharusnya tidak sama, masing-masing berbeda subjek atau objeknya4.

Dilihat dari realitas makna dharibah merupakan harta yang dipungut secara wajib dari rakyat untuk menambah pemasukan dana negara dan keperluan pembiyaan negara. Dengan demikian, dharibah dapat diartikan dengan pajak. Untuk menghindari kerancuan makna antara pajak menurut syariah dengan pajak (tax) non-Islam, maka dipilihlah padanan kata bahasa Arab yaitu dharibah. Dharibah adalah pajak tambahan dalam Islam yang sifat dan karakteristiknya berbeda dengan pajak (tax) menurut teori ekonomi non-Islam.

3Gusfahmi. Pajak Menurut Syariah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h., 27. 4Gusfahmi. Pajak Menurut Syariah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h., 29.

Referensi

Dokumen terkait

kebijakan tax amnesty yang hadir bagi wajib pajak yang masih belum atau kurang melaporkan hartanya diharapkan dapat mengikuti kebijakan tax amnesty karena kebijakan tersebut

Penentuan tarif jasa rawat inap sistem akuntansi biaya tradisional kurang sesuai lagi untuk diterapkan di era teknologi yang modern saat ini.Karena system ini mempunyai

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat masalah tentang pengaruh sinetron remaja Jomblo terhadap perubahan prilaku remaja sebagai

elayanan rumah sakit di setiap unit ker#a harus selalu berfokus pada pasien dengan melaksanakan akses pelayanan dan kontinuitas serta dengan memberikan edukasi kepada

Hasil penelitian menunjukkan ada empat variabel yang berkontribusi terhadap terjadinya kekerasan pada anak yaitu tingkat pendidikan ayah, jenis pekerjaan ayah, norma keluarga,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tingkat respon berahi dan persentase kebuntingan pada kambing PE setelah di lakukan inseminasi buatan dan diinduksi

Hasil penelitian didapatkan bahwa kebijakan tax amnesty tidak memberikan dampak terhadap kepatuhan pendaftaran berdasarkan rendahnya pemanfaatan kebijakan tax amnesty dan

o Penari: Pengguna utama bangunan. o Pengajar: Pengguna bangunan sebagai pendamping penari. o Wartawan: Merupakan tamu yang sifatnya sewaktu-waktu terkait dengan