• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

PENGATURAN HUKUM PERJANJIAN NON-PROLIFERASI

( NPT ) DAN SANKSI ATAS UJI COBA NUKLIR

KOREA UTARA DALAM PERSPEKTIF

HUKUM INTERNASIONAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

OLEH

NAMA

: DARWIN

NIM

: 060200048

DEPARTEMEN : HUKUM INTERNASIONAL

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

PENGATURAN HUKUM PERJANJIAN NON-PROLIFERASI ( NPT ) DAN SANKSI ATAS UJI COBA NUKLIR KOREA UTARA DALAM

PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

NAMA : DARWIN

NIM : 060200048

DEPARTEMEN : HUKUM INTERNASIONAL

Disetujui oleh :

Ketua Departemen Hukum Internasional

Sutiarnoto Ms,S.H.,M.Hum NIP. 195610101986031003

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Sutiarnoto Ms,S.H.,M.Hum Arif, S.H.,M.H

NIP. 195610101986031003 NIP. 196403301993031002

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS HUKUM

MEDAN 2009

(3)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

ABSTRAKSI

“PENGATURAN HUKUM PERJANJIAN NON-PROLIFERASI ( NPT ) DAN SANKSI ATAS UJI COBA NUKLIR KOREA UTARA DALAM

PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL” * ) Sutiarnoto Ms.,S.H.M.Hum ** ) Arif.,S.H.,M.H

*** ) Darwin

Pada saat sekarang ini kebutuhan tenaga listrik terus meningkat dari tahun ke tahun. Untuk memenuhi kebutuhan pasokan tenaga listrik, akan menjadi lebih sulit jika hanya bergantung pada sumber daya energi yang ada, yang saat ini ketersediaannya makin terbatas. Karena itu menjadi sangat penting untuk mengambil langkah-langkah dalam mencari sumber daya energi lain sebagai alternatif. Untuk memenuhi kebutuhan energi pada abad ke-21 secara berkelanjutan (pasokan energi berkelanjutan) akan memerlukan penggunaan sumber daya energi dalam skala besar termasuk energi nuklir. Energi nuklir memiliki potensi menyediakan pasokan energi dengan biaya efektif, handal dan aman, baik langsung maupun tidak langsung. Namun, energi nuklir memiliki dualisme yakni, di satu sisi dapat menjadi energi alternatif untuk memenuhi kebutuhan manusia, dan di sisi lain energi nuklir dapat ditujukan untuk keperluan militer dalam hal ini adalah untuk pembuatan senjata nuklir. Oleh karena itu diperlukan suatu pengaturan yang mengatur mengenai masalah nuklir dan di dalam penggunaannya. Pada saat dunia internasional sedang berusaha untuk mencegah penyalahgunaan nuklir dan mempromosikan penggunaan nuklir untuk tujuan damai melalui perjanjian non-proliferasi (NPT), Korea Utara secara terang-terangan melakukan serangkaian uji coba senjata nuklir sehingga memicu pemberian sanksi oleh Dewan Keamanan PBB. Bertolak dari latar belakang tersebut, permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini adalah mengapa perjanjian non-proliferasi (NPT) tidak mampu secara efektif mengurangi proliferasi, kemudian bagaimana dampak program senjata nuklir Korea Utara terhadap posisinya dalam politik internasional, dan apakah pemberlakuan sanksi terhadap Korea Utara merupakan cara yang paling efektif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif, yaitu metode yang mengacu pada norma-norma hukum yang berlaku. Dalam penelitian ini, metode yuridis normatif yang digunakan adalah norma-norma hukum internasional, yang tertuang dalam bentuk Agreement (Persetujuan). Dari uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa (1) perjanjian non-proliferasi (NPT) memang memuat sejumlah hak dan kewajiban yang mengikat seluruh anggota perjanjian ini namun karena kentalnya motif politik dalam segala pengambilan keputusan IAEA atas masalah nuklir membuat perjanjian ini seperti tidak dapat dilaksanakan efektif., (2) bahwa senjata nuklir telah membuat posisi politik Korea Utara menjadi lebih unggul dalam setiap perundingan masalah nuklir. Hal ini dikarenakan senjata nuklir akan terlihat lebih berguna ketika digunakan dalam berpolitik bukan

(4)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

militer. Ini karena tidak ada seorang pun yang mau menanggung dampak dari sebuah perang nuklir. Meski demikian, dalam perundingan nuklir dapat menjadi alat ancaman yang sangat kredibel, terlebih jika menyangkut negara yang tidak ragu untuk bertindak nekad., (3) Sejak dilakukan pemberlakuan sanksi oleh Dewan Keamanan PBB, tampaknya Korea Utara semakin gencar di dalam memberikan perlawanan terhadap sanksi-sanksi tersebut. Setelah mengetahui permasalahan dan kesimpulan yang didapat maka saran yang dapat dikemukakan adalah (1) pelaksanaan perjanjian non-proliferasi (NPT) akan mampu berjalan secara efektif apabila IAEA dapat menjalankan fungsinya secara idependen tanpa adanya motif politik negara dalam mengambil keputusan mengenai masalah nuklir., (2) komunitas internasional perlu berhati-hati menyikapi program nuklir Korea Utara. Mereka harus menebak arah yang diinginkan Korea Utara., (3) menyingkapi sikap Korea Utara yang bersikeras melaksanakan uji coba nuklirnya maka jalan yang paling efektif adalah dengan dilakukan pendekatan secara bilateral maupun multilateral.

Kata kunci : - Perjanjian Non-Proliferasi (NPT) - Sanksi atas uji coba nuklir *) Dosen Pembimbing I

**) Dosen Pembimbing II ***) Penulis

(5)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Maha Kuasa, Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai dengan baik.

Penulisan skripsi ini adalah tugas wajib mahasiswa dalam rangka melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini diberi judul “PENGATURAN HUKUM PERJANJIAN

NON-PROLIFERASI ( NPT ) DAN SANKSI ATAS UJI COBA NUKLIR KOREA UTARA DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL”

Seperti kata pepatah “Tak ada gading yang tak retak-Tiada manusia yang dapat lepas dari kesilapan dan kesalahan”. Skripsi yang telah diselesaikan dengan segenap hati dan pemikiran ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan dan disadari akan adanya kekurangan-kekurangan dalam penyajian maupun dalam materi pembahasan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun akan diterima dengan baik demi kesempurnaan skripsi ini.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(6)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

3. Bapak Syafruddin S Hasibuan, SH, DFM, MH., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Muhammad Husni, SH, M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Sutiarnoto MS, SH, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Hukum Internasional pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I.

6. Bapak Arif, SH, MH., selaku Sekertaris Jurusan Hukum Internasional pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing II.

7. Seluruh staff Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan yang telah memberikan pengetahuan hukum kepada penulis.

8. Ayah dan ibu tercinta, Alm. Jhonny Aman dan Ng. Gwek Khim yang telah membesarkan dan menyayangi serta kedua kakak dan saudara-saudara yang telah mendukung dalam penulisan skripsi.

9. Sahabat-sahabat penulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara khususnya stambuk 2006, yang telah memberikan banyak dorongan moril.sahabat

10. Teman - teman seperjuangan yang banyak membantu penulis dari awal perkuliahan sampai akhir : Jeffry, Herman Chandra, Kukuh, Jupenris,

Alkautsar P.S, M. Heru, Defriansyah M, Anissa, dkk. Tetap semangat

(7)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

11. Teman – teman ILSA-USU yang banyak membantu penulis (Leslie,

Rendie, Rentha, Deborah, Jessica, Meci, Reyvand, dkk) tetap berkarya!

12. Sahabat-sahabat penulis tercinta lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan banyak dukungan moril.

Akhir kata penulis mengucapkan selamat membaca dan mengkaji skripsi ini. Semoga dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya bagi ilmu hukum.

Medan, 04 Desember 2009 Hormat Penulis,

Darwin NIM 060200048

(8)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

DAFTAR ISI Lembar pengesahan Abstraksi...i Kata Pengantar...iii Daftar isi...vi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 B. Perumusan Masalah...6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan...7

D. Keaslian Penulisan...8

E. Tinjauan Kepustakaan...9

F. Metode Penelitian...15

G. Sistematika Penulisan...18

BAB II. Tinjauan umum Perjanjian Internasional terhadap Perjanjian Non-Proliferasi (NPT) A. Pengertian Perjanjian Internasional...20

B. Mulai berlakunya Perjanjian Internasional...27

C. Kekuatan mengikat suatu Perjanjian Internasional...32

(9)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

BAB III. Dampak uji coba nuklir Korea Utara terhadap status politis negara Korea Utara

A. Perkembangan program nuklir Korea Utara...41

B. Alasan Korea Utara membuat senjata nuklir...46

C. Uji coba nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara...48

D. Nuklir sebagai kekuatan diplomasi bagi Korea Utara...50

BAB IV. Implikasi atas pelanggaran Perjanjian Non-Proliferasi (NPT) oleh Korea Utara A. Keikutsertaan Korea Utara dalam Perjanjian Non-Proliferasi...56

B. Alasan Korea Utara keluar dari Perjanjian Non-Proliferasi...63

C. Sanksi bagi negara yang melanggar Perjanjian Non-Proliferasi....65

D. Pemberian sanksi bagi Korea Utara atas uji coba nuklir...66

BAB V. Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan...70

B. Saran...72

LAMPIRAN...74

(10)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada saat sekarang ini kebutuhan tenaga listrik terus meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan ini seiring dengan laju pembangunan ekonomi, laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya pembangunan di sektor industri. Untuk memenuhi kebutuhan pasokan tenaga listrik, akan menjadi lebih sulit jika hanya bergantung pada sumber daya energi yang ada, yang saat ini ketersediaannya makin terbatas. Karena itu menjadi sangat penting untuk mengambil langkah-langkah dalam mencari sumber daya energi lain sebagai alternatif. Namun, pemilihan sumber daya energi alternatif perlu mempertimbangkan berbagai aspek, yang meliputi aspek ketersediaan energi, aspek teknologi, aspek keselamatan, aspek sosial, aspek ekonomi dan lingkungan, serta aplikasi program alih teknologi dan partisipasi industri nasional di negara-negara dalam abad ke-21. Oleh karena itu, diharapkan bahwa pemenuhan kebutuhan tenaga listrik akan memasuki era bauran energi yang optimum (optimum energy mix), dengan mempertimbangkan keterbatasan dari masing-masing sumber daya energi yang dipilih, kendala lingkungan, dan kebijakan nasional dalam diversifikasi sumber daya energi.

Energi memainkan peran penting dalam keempat dimensi pembangunan berkelanjutan: aspek ekonomi, sosial, lingkungan dan institusional (kelembagaan). Untuk memenuhi kebutuhan energi pada abad ke-21 secara berkelanjutan

(11)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

(pasokan energi berkelanjutan) akan memerlukan penggunaan sumber daya energi dalam skala besar termasuk energi nuklir. Energi nuklir memiliki potensi menyediakan pasokan energi dengan biaya efektif, handal dan aman, baik langsung maupun tidak langsung. Perlu diingat bahwa dibutuhkan banyak waktu untuk membawa sebuah gagasan dari tahap konsep ke implementasi pada tingkatan yang mampu memberikan dampak signifikan secara global, regional serta lokal pasokan energi berkelanjutan. Dalam hal ini, perlu dicatat bahwa energi nuklir adalah suatu jenis teknologi energi yang secara praktis menawarkan sumber energi tak terbatas serta dalam penggunaannya dapat mengurangi polusi lingkungan dan volume kegiatan pengelolaan limbah, termasuk juga emisi gas rumah kaca.

Namun, energi nuklir memiliki dualisme yakni, di satu sisi dapat menjadi energi alternatif untuk memenuhi kebutuhan manusia, dan di sisi lain energi nuklir dapat ditujukan untuk keperluan militer dalam hal ini adalah untuk pembuatan senjata nuklir. Akhir-akhir ini kepemilikan senjata nuklir merupakan pilihan yang menarik bagi negara-negara di dunia daripada senjata konvensional. Hal ini karena senjata nuklir lebih murah dan lebih efektif penggunaannya daripada senjata konvensional. Dengan alasan ancaman keamanan, suatu negara menjatuhkan pilihannya pada senjata nuklir sebagai prioritas tertinggi dalam pemenuhan kebutuhan militer. Oleh karena itu diperlukan suatu pengaturan yang mengatur mengenai masalah nuklir dan di dalam penggunaannya

(12)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

Sekilas mengenai mengapa perkembangan senjata nuklir menjadi ketakutan masyarakat internasional dikarenakan senjata nuklir tak dapat dipungkiri merupakan warisan dari perang dingin yang sangat berbahaya. Dapat kita lihat implikasi nuklir yang terjadi pada Hiroshima dan Nagasaki. Dimana senjata nuklir Amerika Serikat yang diberi nama “Little Boy” dijatuhkan di kota Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945, diikuti dengan pada tanggal 9 Agustus 1945, dijatuhkan bom nuklir “Fat Man" di atas Nagasaki. Kedua tanggal tersebut adalah satu-satunya serangan nuklir yang pernah terjadi. Kedua bom nuklir tersebut telah membunuh sebanyak 140.000 orang di Hiroshima dan 80.000 di Nagasaki pada akhir tahun 1945.1 Sejak itu, ribuan telah tewas akibat luka atau sakit yang berhubungan dengan radiasi yang dikeluarkan oleh kedua bom nuklir tersebut.2

Proliferasi senjata nuklir tentu saja tidak dikehendaki oleh masyarakat internasional, karena kedahsyatan senjata nuklir dapat membunuh umat manusia. Maka pada awal pembentukan PBB, fokus perhatiannya adalah masalah senjata nuklir. Lalu, dibentuklah Badan Tenaga Atom Internasional (International Atomic

Energy Agency / IAEA) adalah sebuah organisasi independen yang didirikan pada

29 Juli 1957 dengan tujuan mempromosikan penggunaan energi nuklir secara damai serta menangkal penggunaannya untuk keperluan militer, karena dipandang mengakibatkan “penderitaan menyeluruh dan kehancuran pada manusia dan

Pada kedua kota, mayoritas yang tewas adalah penduduk.

1

Frequently Asked Questions #1. Radiation Effects Research Foundation. 2

Rezelman, David; F.G. Gosling and Terrence R. Fehner (2000). THE ATOMIC BOMBING OF HIROSHIMA. The Manhattan Project: An Interactive History. U.S. Department of Energy.

(13)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

peradaban dan ….bertentangan dengan ketentuan hukum internasional serta hukum-hukum kemanusiaan...” seperti yang tertera dalam piagam PBB.

Kontribusi IAEA untuk mengurangi proliferasi senjata nuklir adalah mengkampanyekan energi nuklir untuk maksud damai sehingga nuklir tidak digunakan sebagai senjata (tercermin dalam tiga pilar utama IAEA), IAEA juga melakukan kerja sama dengan negara-negara anggotanya mencegah hal-hal yang dapat menciptakan proliferasi (misalnya: pemberantasan pasar gelap nuklir dan kasus illicit trafficking), serta membentuk berbagai peraturan internasional berupa traktat, konvensi, protokol, dan peraturan internasional lainnya di bidang nuklir sebagai instrumen/dasar hukum bagi setiap kegiatan dan tindakan tenaga nuklir untuk tujuan damai. Hal itu dilakukan oleh IAEA dalam rangka untuk mencegah penyalahgunaan penggunaan nuklir oleh setiap negara.

Berdasarkan hal yang telah disebutkan di atas, maka berkembanglah konvensi internasional mengenai nuklir beserta protokol tambahan lainnya, yaitu :

1. 24 November 1961 - Deklarasi tentang larangan penggunaan senjata nuklir dan termonuklir ;

2. 12 June 1968 - Perjanjian non-proliferasi senjata nuklir ;

3. 7 December 1970 - Perjanjian tentang larangan dari emplasemen senjata nuklir dan senjata lain pemusnah massal di dasar laut dan di ocean floor dan di bawah tanah daripadanya ;

(14)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

5. 11 December 1979 - Deklarasi tentang kerjasama internasional perlucutan senjata ;

6. 14 December 1992 - Prinsip-prinsip yang relevan dengan penggunaan sumber listrik tenaga nuklir di luar angkasa.

Untuk perjanjian internasional, perjanjian non-proliferasi nuklir (Nuclear

Non-Proliferation Treaty) – NPT yang ditandatangani 1 Juli 1968 oleh 187 negara

merupakan instrumen penting dalam kontribusi IAEA untuk mengurangi proliferasi senjata nuklir di dunia dan dijadikan dasar bagi negara-negara anggota dalam penggunaan nuklir ataupun pengembangan nuklir. Semua itu untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan nuklir oleh semua negara sebagai subjek hukum internasional, mempromosikan tenaga nuklir secara damai serta menangkal keperluannya untuk tenaga militer dan menyatakan bahwa negara atau negarawan yang memulai penggunaan senjata nuklir berarti melakukan tindak kejahatan terbesar terhadap kemanusiaan.

Selain itu, perjanjian non-proliferasi (NPT) merupakan alat terpenting untuk menjaga keamanan dan perdamaian dunia, khususnya dari ancaman perang nuklir. Hingga saat ini masyarakat internasional masih mengganggap bahwa perjanjian non-proliferasi (NPT) merupakan alat yang paling efektif untuk mengurangi proliferasi. Sehingga penggunaan nuklir dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia akan energi secara damai tanpa adanya rasa takut akan ancaman senjata nuklir.

(15)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

Pada saat dunia internasional sedang berusaha untuk mencegah penyalahgunaan nuklir dan mempromosikan penggunaan nuklir untuk tujuan damai melalui perjanjian non-proliferasi (NPT). Korea Utara yang pernah bergabung di dalam perjanjian non-proliferasi (NPT) pada tahun 1990 dan kemudian menarik diri dari perjanjian non-proliferasi pada tahun 1993 dan bergabung kembali pada tahun 1994 setelah menandatangani perjanjian Jenewa dengan Amerika Serikat dan kembali mengundurkan diri dari perjanjian non-proliferasi (NPT) pada tahun 2003, menyatakan secara terbuka bahwa negaranya memiliki senjata nuklir aktif dan menyatakan keinginannya untuk diakui sebagai negara nuklir.

Akibat tindakan provokasi dari Korea Utara yang melakukan serangkaian uji coba nuklir dan rudal yang diyakini berkemampuan membawa kepala nuklir, akhirnya membuat Dewan Keamanan PBB terpaksa menjatuhkan sejumlah sanksi berupa resolusi dan sanksi ekonomi terhadap Korea Utara.

B. Perumusan Masalah

Dalam penulisan skripsi harus ditentukan masalah yang merupakan titik tolak dari pembahasan selanjutnya. Yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah :

1. Mengapa perjanjian non-proliferasi (NPT) tidak mampu secara efektif mengurangi proliferasi ?

(16)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

2. Bagaimana dampak program senjata nuklir Korea Utara terhadap posisinya dalam politik internasional ?

3. Apakah pemberlakuan sanksi terhadap Korea Utara merupakan cara yang paling efektif ?

C. Tujuan dan Manfaat penulisan

Sehubungan dengan permasalahan yang di kemukakan di atas maka penulisan skripsi ini bertujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui mengapa perjanjian non-proliferasi (NPT) tidak mampu secara efektif mengurangi proliferasi.

2. Untuk mengetahui bagaimana dampak program senjata nuklir Korea Utara terhadap posisinya dalam politik internasional.

3. Untuk mengetahui apakah pemberlakuan sanksi terhadap Korea Utara merupakan jalan yang paling efektif.

Dari hasil penulisan ini di harapkan dapat memberikan manfaat yang jelas antara lain :

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini akan memberi sumbang saran dalam khasanah ilmu pengetahuan hukum, khususnya di bidang hukum internasional.

(17)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis dapat memberikan masukan – masukan di dalam penyelesaian terhadap masalah nuklir yang sedang menjadi problematika masyarakat internasional.

D. Keaslian Penulisan

Dalam rangka pengajuan judul skripsi “Pengaturan Hukum Non-Proliferation Treaty (NPT) dan Sanksi atas Uji Coba Nuklir Korea Utara dalam Perspektif Hukum Internasional”, Penulis harus terlebih dahulu mendaftarkan judul tersebut ke bagian hukum internasional dan setelah diperiksa pada arsip yang ada pada bagian hukum internasional, judul yang diangkat oleh Penulis dinyatakan disetujui oleh bagian hukum internasional tertanggal 09 September 2009

Atas dasar pemeriksaan tersebut, Penulis yakin bahwa judul yang diangkat beserta pembahasannya belum pernah ada penulisannya pada bagian hukum internasional pada khususnya dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara pada umumnya, sehingga keaslian penulisan yang Penulis tuangkan dapat dipertanggung jawabkan penulisannya.

(18)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

Penelitian ini memperoleh bahan tulisannya dari buku-buku, laporan-laporan, dan informasi dari internet. Untuk itu penulis akan memberikan penegasan dan pengertian dari judul penelitian, yang diambil dari sumber-sumber buku yang memberikan pengertian terhadap judul skripsi ini, yang penulis tinjau dari sudut etimologi (arti kata) dan pengertian-pengertian lainnya dari sudut ilmu hukum maupun dari pendapat para sarjan, sehingga mempunyai arti yang lebih tegas.

Judul skripsi diatas, dalam hal ini penulis kelompokkan ke dalam beberapa frase yang penulis anggap dapat menggambarkan penulisan skripsi ini, yaitu :

1. Perjanjian Internasional 2. Sanksi

3. Uji Coba Nuklir

Pengertian perjanjian internasional secara definitif sukar dilakukan dengan lengkap sebagaimana juga yang akan dihadapi bila akan mencari batasan tentang hukum.

Ada beberapa pengertian perjanjian internasional yang dikemukakan oleh para sarjana, salah satunya adalah :

(19)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

“Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa yang bertujuan untuk mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu”.3

Dalam perkembangan dewasa ini kedudukan dari perjanjian internasional sebagai sumber hukum internasional adalah sangat penting mengingat perjanjian internasional lebih menjamin kepastian hukum karena dibuat secara tertulis. Lain Berdasarkan definisi tersebut bahwa subyek hukum internasional yang mengadakan perjanjian adalah anggota masyarakat bangsa-bangsa, termasuk juga lembaga-lembaga internasional dan negara-negara. Dari definisi tersebut dapat ditarik mengenai ciri-ciri perjanjian internasional yaitu bahwa pihak-pihak yang mengadakan perjanjian saling menyetujui antara pihak-pihak yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban dalam bidang internasional.

Dalam Konvensi Wina 1969, yaitu dalam pasal 1 membatasi diri dalam ruang lingkup berlakunya hanya berlaku untuk perjanjian-perjanjian antar negara, seperti dinyatakan “The present conventions applies to treaties between states”. Namun demikian Konvensi menganggap perlu untuk mengatur perjanjian-perjanjian yang diadakan oleh subyek-subyek hukum lainnya secara tersendiri, seperti perjanjian antar negara dengan subyek hukum lain selain daripada negara, dan subyek hukum bukan negara satu sama lain.

3

Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Bandung, 2003, hlm. 117.

(20)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

dari itu perjanjian internasional mengatur masalah-masalah bersama yang penting dalam hubungan antar subyek hukum internasional.

Frase kedua yaitu “Sanksi”, Sanksi4 dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Belanda, sanctie, seperti dalam poenale sanctie yang terkenal dalam sejarah Indonesia di masa kolonial Belanda.

Sanksi yang melibatkan negara:

a. Sanksi internasional, yaitu langkah-langkah hukuman yang dijatuhkan oleh suatu negara atau sekelompok negara terhadap negara lain karena alasan-alasan politik.

1) Sanksi diplomatik, yaitu penurunan atau pemutusan hubungan

diplomatik, seperti misalnya penurunan tingkat hubungan diplomatik dari kedutaan besar menjadi konsulat atau penarikan duta besar sama sekali.

2) Sanksi ekonomi, biasanya berupa larangan perdagangan,

kemungkinan dalam batas-batas tertentu seperti persenjataan, atau dengan pengecualian tertentu, misalnya makanan dan obat-obatan, seperti yang dikenakan oleh Amerika Serikat terhadap Kuba.

3) Sanksi militer, dalam bentuk intervensi militer

b. Sanksi perdagangan, yaitu sanksi ekonomi yang diberlakukan karena alasan-alasan non-politik, biasanya sebagai bagian dari suatu pertikaian perdagangan, atau semata-mata karena alasan ekonomi. Lazimnya melibatkan pengenaan tarif khusus atau langkah-langkah serupa, dan bukan larangan total.

4

(21)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

Frase ketiga yaitu “uji coba nuklir”, Senjata nuklir5 adalah senjata yang mendapat tenaga dari reaksi nuklir dan mempunyai daya pemusnah yang dahsyat - sebuah bom nuklir mampu memusnahkan sebuah kota. Senjata nuklir telah digunakan hanya dua kali dalam pertempuran - semasa Perang Dunia II oleh Amerika Serikat terhadap kota-kota Jepang Hiroshima dan Nagasaki.Pada masa itu daya ledak bom nuklir yg dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki sebesar 20 kilo(ribuan) ton TNT. Sedangkan bom nuklir sekarang ini berdaya ledak lebih dari 70 mega(jutaan) ton TNT.

Jumlah percobaan nuklir yang telah dilakukan di dunia :6

1. Pada bulan Juli 1945 di Alamogordo, Negara bagian New Mexico, Amerika Serikat (Situs Trinity) diadakan percobaan peledakan bom nuklir untuk pertama kali dalam sejarah manusia. Kemudian dijatuhkan bom atom di Hiroshima (6 Agustus 1945: jenis uranium) dan Nagasaki (9 Agustus 1945: jenis Plutonium), dan dunia pun memasuki era nuklir. Pada bulan Agustus 1949 Uni Soviet juga berhasil mengembangkan bom nuklir dan melakukan percobaan nuklir di Semipalatinsk (sekarang Kazakhstan). Percobaan nuklir pertama yang dilakukan oleh negara lain adalah sebagai berikut: Inggris tahun 1952 (Pulau Montebero, Australia Barat Laut), Perancis tahun 1960 (Gurun Pasir Sahara, Nigeria), China tahun 1964 (Lop Nor, China Barat), India tahun 1974 (Pokaran, Rajashtan), Pakistan tahun 1998 (Chagai, Pakistan Barat).

5

http://id.wikipedia.org/wiki/Senjata_nuklir. 6

(22)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

2. Lokasi percobaan nuklir: bekas Uni Soviet melakukan di Siberia, China di Provinsi Lop Nor, Amerika Serikat selain melakukan percobaan di gurun Nevada juga melakukan di kepulauan Marshal di Samudra Pasifik, tetapi sejak tahun 1980 hanya melakukan percobaan bawah tanah di gurun Nevada. Inggris melakukan di Pulau Christmas di Samudra Pasifik Selatan, Perancis melakukan di atol Muruora juga di Pasifik Selatan. India dan Pakistan melakukan percobaan bawah tanah di dalam negeri.

3. Bom yang diuji pada awalnya adalah bom uranium U-235, sesudah itu dilakukan juga percobaan bom plutonium-239, bom hidrogen dan bom neutron.

4. Jatuhan radioaktif (Fallout) yang turun ke permukaan bumi sesudah percobaan nuklir berjumlah besar. Kondisi radioaktivitas lingkungan sangat berbeda sebelum dan sesudah percobaan. Beberapa contoh sebagai akibat percobaan nuklir di udara adalah terdeteksinya Zr-95 (Zirkonium-95, umur paro 65,5 hari), radionuklida yang memiliki umur paro relatif panjang seperti Sr-90 (Strontium-90: umur paro 28,8 tahun), Cs-137 (Cessium-137: umur paro 30,17 tahun), Pu-239 (Plutonium-239: umur paro 24100 tahun) yang akan terus terdeteksi dalam jangka waktu yang panjang.

5. Sejak dihentikan 24 tahun lalu, India melakukan kembali percobaan nuklir bawah tanah, sebanyak 2 kali (5 ledakan) pada tanggal 11 - 13 Mei 1998. Mungkin untuk menandingi hal ini, Pakistan juga melakukan 2 kali percobaan (6 ledakan). Juga dilaporkan oleh kementerian tenaga nuklir Rusia, Rusia pada tanggal 20 Oktober 2000 dan 27 Oktober 2000 melakukan percobaan subkritis

(23)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

2 kali di tempat percobaan nuklir di Pulau Sobayazemuriya di wilayah kutub utara.

6. Amerika Serikat, sesudah menandatangani CTBT pada tahun 1996, di tempat percobaan nuklir Nevada pada tanggal 2 Juli 1997 melakukan percobaan nuklir subkritis sebagai pengganti percobaan bom nuklir bawah tanah. Sampai saat ini jumlah percobaan adalah 8 kali. Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan keandalan senjata nuklir yang menggunakan Plutonium tanpa melakukan ledakan, dan juga mendapatkan data simulasi untuk pengembangan senjata nuklir. Pada bom Plutonium terdapat bahan yang dapat dibakar untuk memicu ledakan, sehingga terjadi gelombang kejut. Gelombang kejut tersebut menimbulkan tekanan pada plutonium, lalu terjadi reaksi berantai yang menimbulkan ledakan. Sedangkan pada percobaan nuklir subkritis penekanannya dilakukan sebelum terjadi reaksi berantai, dan dinamika perubahan plutonium dapat diteliti seiring dengan berjalannya waktu.

7. Inggris selama 11 tahun (1952-1963) telah melakukan percobaan nuklir di wilayah Mararinga dan Emyu di Australia Selatan dan P. Martebero di Australia Barat, akibatnya terjadi polusi lingkungan yang cukup besar. Dekontaminasi dilakukan oleh pemerintah Inggris pada tahun 1967, dan karena plutonium masih terdeposisi di permukaan tanah maka daerah itu ditutup untuk umum. Pemerintah Australia melakukan survai pada tahun 1984. Pada tahun 1993 Inggris melakukan kerjasama dengan Australia dalam kegiatan konstruksi untuk menangani polusi. Dibutuhkan kira-kira 100 juta dollar; 40% ditanggung oleh pemerintah Inggris. Konstruksi selesai tahun

(24)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

2000. Di tahun 50-an, Amerika melakukan 43 kali percobaan nuklir di kepulauan Marshal, yang saat inipun tingkat radiasinya masih sangat tinggi sehingga tidak dapat didekati, dan Amerika telah menghabiskan 100 juta dollar untuk menangani polusinya. Konstruksi juga terus berjalan di daerah Bikini, Rongerap dan Utric.

Dari tinjauan pustaka di atas, maka dapat diketahui hubungan antara perjanjian non-proliferasi sebagai suatu perjanjian internasional yang mengatur mengenai penggunaan nuklir. Dalam hal ini, nuklir dimaksudkan untuk tujuan damai dan bukan digunakan sebagai senjata serta pemberian sanksi terhadap pelanggaran isi perjanjian tersebut.

F. Metode Penelitian

Untuk melengkapi penelitian ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, maka metode penelitian yang digunakan sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Sebagaimana lazimnya penulisan dalam penyusunan dan penulisan karya tulis ilmiah yang harus berdasarkan fakta-fakta dan data-data yang objektif (benar dan layak dipercaya), demikian halnya dalam menyusun dan menyelesaikan penulisan penelitian ini sebagai karya tulis ilmiah juga menggunakan pengumpulan data secara ilmiah (metodologi), guna memperoleh data-data yang

(25)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

diperlukan dalam penyusunannya sesuai dengan yang telah direncanakan semula yaitu menjawab permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya.

Metode penulisan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Metode penelitian yuridis normatif adalah metode yang mengacu pada norma-norma hukum yang berlaku. Dalam penelitian ini, metode yuridis normatif yang digunakan adalah norma-norma hukum internasional yang tertuang dalam bentuk Agreement (Persetujuan).

Pengumpulan data yang dilakukan melalui library research (penelitian kepustakaan) dengan cara mengumpulkan bahan dari berbagai sumber yang terkait dengan penelitian ini, seperti buku, jurnal, surat kabar, termasuk berbagai artikel dari internet.

Penulisan ini bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mendeskripsikan, menggambarkan tentang penerapan standar internasional dalam rangka penyelesaian masalah nuklir.

2. Data Penelitian

Data dalam penelitian ini mempergunakan data sekunder yang terdiri dari :

a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundangan-undangan yang relevan dengan masalah penelitian, antara lain :

1) Undang-Undang No.24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional 2) Undang-Undang No.37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri

(26)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

3) Konvensi Wina 1961

4) Non-Proliferation Treaty (NPT)

b) Bahan hukum sekunder, yaitu tulisan-tulisan atau karya-karya para ahli hukum dalam buku-buku teks, makalah, surat kabar, majalah, internet, dan lain-lain yang relevan dengan masalah penelitian.

c) Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang dapat dipergunakan untuk membantu memahami bahan hukum primer dan sekunder, antara lain kamus-kamus hukum dan kamus-kamus bahasa.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku koleksi pribadi maupun pinjaman dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun media elektronik, termasuk peraturan perundang-undangan.

Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut :

a. Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian.

b. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui, artikel-artikel media cetak maupun elektronik, dan peraturan perundang-undangan.

(27)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

d. Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian.

4. Analisa Data

Data primer dan data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa secara perspektif dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan, dan membandingkan, sedangkan metode induktif dilakukan dengan menerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik skripsi ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.

G. Sistematika Penulisan

Sebagai gambaran umum untuk memudahkan pemahaman materi skripsi ini maka, Penulis membagi skripsi ini dalam 5 (lima) bab yang berhubungan erat satu sama lain, dengan perincian sebagai berikut :

• BAB I : Merupakan pendahuluan; pada bab ini diuraikan hal-hal pokok yang menjadi dasar pemikiran dalam penulisan skripsi ini, terdiri atas latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

• BAB II : Membahas mengenai tinjauan umum perjanjian internasional terhadap perjanjian non-proliferasi (NPT); dalam bab ini akan diuraikan mengenai pengertian perjanjian internasional, mulai berlakunya perjanjian

(28)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

internasional, kekuatan mengikat suatu perjanjian Internasional, dan efektivitas perjanjian non-proliferasi (NPT).

• BAB III : Membahas mengenai dampak uji coba nuklir Korea Utara terhadap status politis negara Korea Utara; dalam bab ini akan diuraikan mengenai sejarah perkembangan program nuklir Korea Utara, alasan Korea Utara membuat senjata nuklir, uji coba nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara dan nuklir sebagai kekuatan diplomasi bagi Korea Utara. • BAB IV : Membahas mengenai implikasi atas pelanggaran perjanjian

non-proliferasi (NPT) oleh Korea Utara; dalam bab ini akan diuraikan mengenai keikutsertaan Korea Utara dalam perjanjian non-proliferasi, alasan Korea Utara keluar dari perjanjian non-proliferasi, sanksi bagi negara yang melanggar perjanjian non-proliferasi dan pemberian sanksi bagi Korea Utara atas pelanggaran perjanjian non-proliferasi.

• BAB V : Merupakan bab penutup dari tulisan ini, yang berisi kesimpulan dari kesulurahan uraian materi pembahasan dan disertai dengan beberapa saran yang mungkin akan bermanfaat dalam usaha penyelesaian masalah nuklir.

(29)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

BAB II

TINJAUAN UMUM PERJANJIAN INTERNASIONAL TERHADAP PERJANJIAN NON-PROLIFERASI (NPT)

A. Pengertian Perjanjian Internasional

Dalam pengertian umum dan luas, perjanjian internasional yang dalam bahasa Indonesia disebut juga persetujuan, traktat, ataupun konvensi adalah :

“Kata sepakat antara dua atau lebih subyek hukum internasional mengenai suatu obyek atau masalah tertentu dengan maksud untuk membentuk hubungan hukum atau melahirkan hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum internasional.”7

Pengertian perjanjian internasional menurut Ian Brownlie

Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No.24 Tahun 2000 tentang perjanjian internasional memberikan pengertian perjanjian internasional sebagai berikut :

“Perjanjian internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik.”

8

7

I Wayan Parthiara, Hukum Perjanjian Internasional Bag.1, Mandar Maju, 2002. 8

Ian Brownlie, Principles of Public International Law, (Oxford University Press,3rd edition,1979), hlm. 602.

:

“Treaty as an International agreement concluded between states in written

form and governed by International law, whether embodied in a single instrument or in two or more related instruments and whatever its particular designation.”

(30)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

(Perjanjian sebagai perjanjian internasional dibuat antara negara dalam bentuk tertulis dan diatur oleh hukum internasional, baik yang terdapat dalam instrumen tunggal atau dalam dua atau lebih instrumen terkait dan apapun sebutan yang khusus)

Pengertian perjanjian internasional menurut G.Schwarzenberger9

Sedangkan Mochtar Kusumaatmadja memberikan pengertian tentang perjanjian internasional

:

“Treatie are agreement between subjects of international law. They may

be bilateral (i.e. concluded between contracting parties) or multilateral (i.e.concluded more than contracting parties).”

(Perjanjian diartikan sebagai persetujuan antara subjek-subjek hukum internasional, yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum internasional, dapat berbentuk bilateral maupun multilateral.)

10

Kalau diperhatikan secara seksama, batasan yang diberikan oleh Mochtar Kusumaatmadja itu nampak jelas sekali bahwa yang mempunyai kemampuan untuk mengadakan perjanjian internasional tidak hanya terbatas pada negara (sebagai subjek hukum internasional) saja, melainkan juga pada subjek-subjek

adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu karena itu untuk dapat dinamakan perjanjian internasional, perjanjian itu harus diadakan oleh subjek-subjek hukum internasional yang menjadi anggota masyarakat internasional.

9

G.Schwarenberger, A manual of International Law, Vol.1, Edisi ke-4, London 1960, hlm. 26.

10

Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Buku 1- Bagian Umum, (Bandung : Binacipta, 1990), hlm. 84

(31)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

hukum internasional lainnya, seperti misalnya : Organisasi Internasional, Belligerent, Orang Perorangan, Palang Merah Internasional, dan Tahta Suci. Namun masih diragukan apakah individu dan kaum pemberontak serta pihak dalam sengketa dapat menjadi pihak dalam perjanjian internasional, sebab mereka merupakan subjek hukum internasional dalam arti modern, meskipun bukan sebagai subjek hukum penuh melainkan dalam arti terbatas, seperti hal-nya Palang Merah Internasional.11

Pengertian perjanjian internasional seperti dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh A.S.Hershley12

Batasan yang senada dengan apa yang telah dikutip di atas adalah dikemukakan oleh Academy of Sciences of USSR, yang berbunyi ;

, yang hanya membatasi negara saja sebagai subjek yang dapat menjadi pihak dalam perjanjian internasional. Hal ini nampak dari definisi yang diberikannya yang mengatakan bahwa :

“International treaties or convention are agreements or contracts between

two or more states, usually negotiated for the purpose of creating, modifying or extinguising mutual and reciprocal obligations.”

(Perjanjian atau konvensi internasional merupakan persetujuan atau kontrak di antara dua negara atau lebih, biasanya negosiasi bertujuan untuk menciptakan, mengubah atau kewajiban bersama dan timbal balik.)

13

11

Syahmin AK, Hukum Perjanjian Internasional (Menurut Konvensi Wina 1969), (Bandung: C.V Armico, 1985), hlm. 9.

12

A.S.Hersley, The Essential of International Public Law and Organization.,dikutip dari : Sam Suhaidi Admawiria.,Pengantar Hukum Internasional (II), C.V.Aula, 1966, hlm. 249.

13

I.Ketut Mandra, Peranan Traktat dalam Pembentukan dan Perkembangan Hukum

(32)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

“Suatu perjanjian internasional adalah suatu persetujuan yang dinyatakan secara formal antara dua atau lebih negara-negara mengenai pemantapan, perubahan atau pembatasan daripada hak-hak dan kewajiban mereka secara timbal-balik.”

Berdasarkan batasan-batasan di atas, jelaslah bahwa hanyalah negara-negara saja yang diakui sebagai subjek yang berhak (berwenang) untuk mengadakan atau menjadi pihak dalam perjanjian internasional. Hal tersebut jelas dilandasi atas suatu pandangan menurut hukum internasional dalam arti konvensional yang hanya mengakui negara sebagai satu-satunya subjek hukum Internasional. Namun lain pula halnya dengan latar belakang pemikiran daripada batasan perjanjian yang diberikan oleh Konvensi Wina Tahun 1969 tentang hukum perjanjian, dimana treaty pada hakikatnya diartikan sebagai, suatu persetujuan internasional yang diadakan antara negara-negara di dalam bentuk tertulis dan diatur oleh hukum internasional.14

Walaupun batasan yang terdapat dalam Konvensi Wina Tahun 1969 menyebutkan yang mengadakan perjanjian internasional disebutkan negara saja, namun bukanlah berarti bahwa hanya negara-negara saja yang dapat menjadi pihak dalam perjanjian-perjanjian internasional melainkan konperensi menganggap perlu untuk mengatur perjanjian-perjanjian yang diadakan oleh subjek-subjek hukum internasional lainnya secara tersendiri.15

Dengan perkataan lain bahwa perjanjian antar negara dengan subjek hukum lain selain daripada negara, seperti perjanjian antara negara dengan

14

Lihat pasal 2 sub 1 a, Konvensi Wina 1969. 15

(33)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

organisasi internasional, perjanjian antara organisasi internasional satu dengan yang lainnya atau perjanjian antar organisasi internasional dengan subjek hukum internasional lainnya seperti dengan kaum belligerent misalnya, tidak tunduk kepada Konvensi Wina Tahun 1969.

Perjanjian internasional merupakan salah satu sumber hukum internasional. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional.16

16

Sumber-sumber hukum Internasional terdiri dari : perjanjian Internasional, kebiasaan Internasional, prinsip-prinsip umum hukum yang diakui oleh negara-negara beradab, keputusan pengadilan dan pendapat para ahli. Mochtar Kusumaatmadja, op.cit, hlm. 82.

Secara yuridis formal antara kebiasaan, perjanjian internasional dan prinsip-prinsip hukum umum mempunyai kedudukan sederajat, tetapi secara yuridis materiil berbeda. Kebiasaan internasional merupakan kaidah / hukum positif, jadi sifatnya konkrit dan reel. Sedangkan prinsip-prinsip hukum umum, karena hanya sebagai prinsip atau asas hukum, dia bukan merupakan hukum positif, sifatnya jelas lebih abstrak. Demikian pula perbedaannya dengan perjanjian internasional, sebagai kaidah hukum positif, tentulah lebih jelas bentuk dan wujudnya serta lebih mudah dikenal, oleh karena proses pembentukannya mengikuti aturan tertentu.

Dalam Pasal 2 Konvensi Wina 1969, perjanjian internasional (treaty) diartikan sebagai :

“An International agreement concluded between States in written form and governed by international law, whether embodied in a single instrument or in two or more related instruments and whatever its particular designation”

(34)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

(Sebuah perjanjian internasional dibuat antara negara-negara dalam bentuk tertulis dan diatur oleh hukum internasional, baik diwujudkan dalam instrumen tunggal atau dalam dua atau lebih instrumen terkait dan apapun sebutan yang khusus.)

Definisi ini kemudian dikembangkan dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Republik Indonesia No.37 Tahun 1999 tentang “Hubungan Luar Negeri” yaitu :

“Perjanjian internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun, yang diatur oleh hukum internasional dan dibuat dibuat secara tertulis oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan satu atau lebih negara, organisasi internasional atau subjek hukum internasional lainnya, serta menimbulkan hak dan kewajiban pada Pemerintah Republik Indonesia yang bersifat hukum publik.”

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa perjanjian internasional adalah semua perjanjian yang dibuat oleh negara sebagai salah satu subjek hukum internasional, yang diatur oleh hukum internasional dan berisikan ikatan-ikatan yang mempunyai akibat hukum.17

Perjanjian internasional ada kalanya dinamakan traktat (treaty), pakta (pact), konvensi (convention), piagam (statuta), charter, deklarasi, protokol, arrangement, accord, modus vivendi, convenant dan sebagainya18

Untuk lebih mempermudah tentang istilah tersebut, maka berikut ini penulis mencoba mengemukakan makna masing-masing istilah yang pernah

17

Boer Mauna, Hukum Internasional, Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era

Dinamika Global, edisi ke-2, (Bandung: P.T, Alumni.2005), dikutip dari Myers, “The Names and Scope of Treaties”, 51 American Journal of International Law, 574, 575 (1957).

18

(35)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

digunakan oleh para ahli hukum ternama, sebagaimana untuk suatu perjanjian internasional19

1. Traktat (Treaty) adalah perjanjian paling formal yang merupakan persetujuan dari dua negara atau lebih.

yaitu :

2. Konvensi (Convention) adalah perjanjian formal yang bersifat multilateral, yang tidak berurusan dengan kebijakan tingkat tinggi.

3. Persetujuan (Agreement) adalah perjanjian yang bersifat teknis atau administratif.

4. Perikatan (Arrangement) adalah istilah yang digunakan dalam transaksi – transaksi yang bersifat sementara.

5. Charter adalah istilah yang dipakai dalam perjanjian internasional untuk pendirian badan yang melakukan fungsi administratif.

6. Convenant adalah anggaran dasar liga bangsa – bangsa (LBB).

7. Piagam (Statue) adalah himpinan peraturan yang ditetapkan oleh persetujuan internasional baik mengenai pekerjaan atau kesatuan – kesatuan tertentu seperti pengawasan internasional yang mencakup minyak dan lapangan pekerjaan lembaga – lembaga internasional.

8. Protokol adalah persetujuan yang sifatnya tidak resmi dan pada umumnya tidak dibuat oleh kepala negara.

9. Deklarasi (Declaration) adalah perjanjian internasional yang berbentuk traktat (bila menerangkan suatu judul dari batang tubuh ketentuan traktat) atau dokumen tidak resmi (bila merupakan lampiran pada traktat atau konvensi).

19

Syahmin A.K., Hukum Perjanjian Internasional (Menurut Konvensi Wina 1969) ARMICO, Bandung, 1985, hlm. 4-9

(36)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

10. Proses verbal adalah catatan – catatan / ringkasan - ringkasan atau kesimpulan – kesimpulan konferensi diplomatik atau catatan suatu mufakat.

11. Modus vivendi adalah dokumen untuk menctat persetujuan internasional yang bersifat sementara sampai berhasil di wujudkan perjumpaan yang lebih permanen serta tidak memerlukan ratifikasi.

12. Final act adalah ringkasan hasil konvensi yang menyebutkan negara peserta, utusan yang turut di undang, serta masalah yang di setujui konferensi dan tidak memerlukan ratifikasi.

13. General act adalah traktat yang dapat bersifat resmi dan tidak resmi.

14. Pakta (Pact) adalah istilah yang menunjukan suatu persetujuan yang lebih khusus (pakta warsawa).

B. Mulai Berlakunya Perjanjian Internasional

Mulai berlakunya suatu perjanjian internasional lazimnya ditentukan sendiri oleh para pihak, kapan perjanjian tersebut mulai berlaku sacara efektif. Dalam praktek masyarakat internasional dewasa ini, mulai berlakunya suatu perjanjian telah dituangkan dalam Final Provisions (ketentuan penutup) dari perjanjian tersebut. Meskipun demikian, tentu saja juga banyak variasi waktu atau cara saat mulai berlakunya suatu perjanjian internasional, sesuai dengan bentuk dan macam perjanjian internasional itu masing-masing.

Pada hakekatnya, mengenai saat mulai berlakunya suatu perjanjian sangat tergantung pada kesepakatan dari para pihak yang mengadakan perundingan

(37)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

dalam merumuskan naskah perjanjian itu sendiri. Sebab, sebagaimana perjanjian pada umumnya yang merupakan hasil kesepakatan para pihak, maka demikian pula halnya dengan perjanjian internasional, dimana tentang saat mulai berlakunya juga berdasarkan atas kesepakatan antara para pihak yang bersangkutan. Kesepakatan itu ada yang dirumuskan dan dicantumkan sebagai salah satu pasal atau ayat dari perjanjian itu, ada yang sama sekali tidak dicantumkan di dalamnya.

R.C.Hingorani dalam bukunya yang berjudul “Modern International Law” membedakan saat berlakunya perjanjian internasional berdasarkan penggolongan perjanjian internasional ke dalam dua bagian yaitu :

Bagi perjanjian bilateral, pada umumnya perjanjian mulai berlaku pada saat setelah penukaran dokumen ratifikasi. Dalam beberapa kasus negara peserta dapat menetapkan bahwa perjanjian mulai berlaku setelah perjanjian tersebut ditandatangani. Dalam beberapa hal di samping pada saat ratifikasi, perjanjian dapat berlaku pada tanggal yang ditentukan dalam perjanjian.

Pada perjanjian multilateral, perjanjian tersebut mulai berlaku pada tanggal tertentu setelah terpenuhi jumlah dari ratifikasi yang ditentukan atau yang telah didepositokan / disimpan pada negara / organisasi internasional yang ditugasi untuk menyimpannya kecuali dimaksud lain oleh para pihak agar perjanjian mulai berlakunya beberapa saat setelah ratifikasi terakhir yang diisyaratkan.

(38)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

Prinsip itu juga dirumuskan secara tegas dalam Pasal 24 Ayat (1) Konvensi Wina 1969 :

”A treaty enter into force in such manner and upon such date as it may

provide or as the negotiating States may agree”.

( Suatu perjanjian mulai berlaku dengan mengikuti cara dan tanggal yang ditetapkan dalam perjanjian atau sesuai dengan persetujuan antara Negara-negara yang berunding).

Ayat (2) ditentukan, bahwa bilamana tidak ada ketentuan atau persetujuan seperti itu, suatu perjanjian internasional mulai berlaku segera setelah semua negara yang berunding setuju untuk diikat dalam perjanjian, (“Failing any such

provision or agreement, a treaty enter into force as soon as consent to be bound by the treaty has been established for all ther negotiating States”).

Selain itu, Konvensi Wina 1969 juga mengatur mengenai pemberlakuan sementara suatu perjanjian internasional, jika disepakati oleh pihak-pihak yang berunding. Konvensi Wina antara lain menyebutkan bahwa suatu perjanjian atau sebagian dari suatu perjanjian diberlakukan sementara sambil menunggu saat mulai berlakunya, jika ditentukan demikian dalam perjanjian atau negara-negara yang berunding dengan cara lain menyetujuinya (“A treaty or part of a treaty is

applied provisionally pending its entry into force if: (a) the treaty itself so provides; or (b) the negotiating States have in some other manner so agreed”).

(39)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

Dalam pelaksanaannya sehari-hari, pada garis besarnya kata sepakat para pihak tersebut dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu perjanjian yang langsung dapat berlaku segera setelah penandatangan, maka dalam hal ini tidak diperlukan lagi proses pengesahan lebih lanjut, dan perjanjian yang memerlukan pengesahan sesuai dengan prosedur konstitusional yang berlaku di negara masing-masing pihak pada perjanjian tersebut. Atas dasar dua penggolongan tersebut, kita temui bermacam-macam perumusan klausula penutup mengenai mulai berlakunya suatu perjanjian dan ini dapat dibedakan antara perjanjian bilateral dan multilateral. Selain itu tergantung juga dari sifat perjanjian apakah merupakan suatu perjanjian induk atau perjanjian pelaksanaan dari suatu perjanjian induk.

Bertitik tolak pada ketentuan Pasal 24 dan pasal 25 Konvensi Wina 1969 sebagaimana telah diutarakan di atas, dapat dijelaskan bahwa secara garis besarnya saat mulai berlakunya suatu perjanjian dapat dibedakan20

1. Untuk perjanjian bilateral dan perjanjian multilateral terbatas mengenai suatu masalah yang bersifat teknis, atau hanya sebagai pelaksanaan atau realisasi dari suatu perjanjian yang mengatur masalah yang lebih besar, dan pihak-pihak yang mengadakan perundingan diberikan kewenangan penuh (full power) untuk menyatakan persetujuan untuk terikat pada perjanjian tersebut, maka perjanjian yang demikian itu mulai berlaku pada saat penandatangan perjanjian itu oleh wakil-wakil yang berkuasa penuh yang bersangkutan.

:

20

(40)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

2. Untuk perjanjian-perjanjian bilateral dan multilateral terbatas yang substansinya berkaitan dengan masalah yang penting bagi para pihak. Perlu ditegaskan lebih dahulu, bahwa dalam hal ini penting atau tidaknya substansi suatu perjanjian internasional, sepenuhnya ditentukan oleh para pihak itu sendiri. Untuk perjanjian semacam ini tentu saja persetujuan untuk terikat pada suatu perjanjian tidak dinyatakan oleh wakil yang berkuasa penuh yang melakukan perundingan, melainkan oleh pihak eksekutif (aparat pemerintah) yang berwenang dari negara pengirim (sending states) masing-masing. Berdasarkan prosedur konstitusional masing-masing negara pihak, sebelum lembaga eksekutif suatu negara menyatakan persetujuannya untuk terikat pada perjanjian semacam ini, pihak eksekutif terlebih dahulu berkonsultasi dan meminta pendapat serta persetujuan badan legislative (DPR) sebagai pencerminan dari sistem pemerintahan yang demokratis. Setalah mendapat persetujuan dari dewan perwakilan rakyat, barulah pihak eksekutif menyatakan persetujuannya untuk terikat pada perjanjian tersebut.

3. Sedangkan mengenai mulai berlakunya, ditentukan di dalam klausula penutup perjanjian itu sendiri. Misalnya, perjanjian itu dinyatakan mulai berlaku pada saat setelah pertukaran piagam pengesahan antara para pihak (untuk perjanjian bilateral), atau dapat pula dinyatakan bahwa perjanjian (multilateral) itu mulai berlaku pada hari ke tiga puluh setelah tanggal penyimpanan ke tiga puluh lima instrument ratifikasi atau aksesi. Dengan ketentuan sebagaimana telah dikemukakan di atas, di dalamnya

(41)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

terkandung suatu makna bahwa pihak yang berwenang dari pemerintah masing-masing pihak, khususnya badan legislative, sudah terlebih dahulu menyetujuinya. Dengan demikian, maka mulai berlaku serta mengikatnya maupun dalam penerapan perjanjian tersebut, diharapkan tidak akan timbul persoalan yang bersumber dari masalah di dalam negeri masing-masing pihak.

C. Kekuatan Mengikat Suatu Perjanjian Internasional

“Pacta sun servada” merupakan prinsip yang amat fundamental dalam hukum internasional dan menjadi norma dasar.

“Pacta sun servada” merupakan jawaban atas pertanyaan, mengapa perjanjian internasional mempunyai kekuatan mengikat. Tampak bahwa kekuatan mengikat dari perjanjian internasional tumbuh dari perkembangan prinsip tersebut sebagai kebiasaan.21

“Treaties are legally binding because there exist a customary rule of

internasional law that treaties are binding.”

Lauterpact, setelah menyebut 4 alternatif penjelasan yang diberikan oleh penulis hukum internasional sebagai jawaban atas kekuatan mengikat perjanjian internasional, memberikan rumusan dengan mengemukakan bahwa :

22

21

Budiono,K., Suatu Studi Terhadap Apek Operasional Konvensi Wina Tahun 1969

Tentang Hukum Perjanjian Internasional, Bina Cipta, hlm. 15.

22

Oppenheim Lauterpacht, International Law of Treaties, Volume 1, Edisi 8, Longmans, 1953, hlm. 880-881.

(Perjanjian mengikat secara hukum karena terdapat aturan adat hukum internasional yang mengikat perjanjian)

(42)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

Menurut Strake, Anzillofi menerapkan kekuatan mengikat perjanjian internasional berdasarkan prinsip “Pacta sun servada”, atau dengan perkataan lain negara-negara terikat untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya dengan ikhtikad baik sebagaimana yang diterapkan dalam Konvensi Wina.

D. Efektivitas Perjanjian Non-Proliferasi (NPT)

Perjanjian non-proliferasi Nuklir (NPT) adalah suatu perjanjian yang dibuat untuk mencegah penyebaran senjata nuklir yang dibuat dan ditandatangani pada tanggal 1 Juli 1968. Terdapat 189 negara yang tergabung ke dalam perjanjian ini, lima diantaranya memiliki senjata nuklir yaitu Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Republik Rakyat Cina dan Prancis ( merupakan lima anggota tetap dewan keamanan PBB).

Hanya terdapat 4 negara berdaulat yang bukan merupakan anggota dalam perjanjian ini yaitu India, Israel, Pakistan dan Korea Utara. India, Pakistan dan Korea Utara secara terbuka diuji dan menyatakan bahwa mereka memiliki senjata nuklir. Israel telah memiliki kebijakan opacity sendiri mengenai program senjata nuklirnya. Korea Utara mengabulkan perjanjian NPT, melanggar perjanjian NPT dan kemudian menarik diri dari perjanjian NPT pada tahun 2003.23

23

Perjanjian non-proliferasi (NPT) diusulkan oleh Irlandia dan Finlandia dan kedua negara tersebut adalah negara yang pertama kali menandatangani perjanjian ini.

(43)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

NPT terdiri dari pembukaan dan sebelas artikel. Walaupun konsep mengenai “pilar” muncul entah dari bagian mana dari NPT, namun perjanjian ini kadang-kadang ditafsirkan sebagai tiga pilar sistem, dengan keseimbangan yang tersirat di antara mereka yakni :

1. Pilar pertama : non-proliferasi

Lima negara bagian yang diakui oleh NPT sebagai negara senjata nuklir (Nuclear Weapon State/NWS): Cina (masuk 1992), Perancis (1992), di Uni Soviet (1968; kewajiban dan hak-hak sekarang diasumsikan oleh Federasi Rusia), di Inggris (1968), dan Amerika Serikat (1968) (AS, Inggris, dan Uni Soviet adalah satu-satunya negara yang secara terbuka memiliki senjata nuklir di antara negara-negara yang meratifikasi perjanjian NPT, yang mulai berlaku tahun 1970). Kelima negara tersebut juga merupakan lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Kelima NWS setuju untuk tidak mentransfer "senjata nuklir atau bahan peledak nuklir perangkat" dan "tidak dengan cara apa pun untuk membantu, mendorong, atau membujuk" non-negara senjata nuklir (Non-Nuclear Weapon

State / NNWS) untuk memperoleh senjata nuklir (Pasal I). NNWS pihak dalam

NPT setuju untuk tidak "menerima," "pembuatan" atau "membeli" senjata nuklir atau untuk "mencari atau menerima bantuan dalam pembuatan senjata nuklir" (Pasal II). NNWS juga setuju untuk menerima perlindungan oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA) untuk memverifikasi bahwa mereka tidak mengalihkan energi nuklir dari kperluan damai menjadi senjata nuklir ataupun perangkat bahan peledak nuklir (Pasal III).

(44)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

Kelima NWS telah membuat kesepakatan untuk tidak menggunakan senjata nuklir terhadap pihak non-NWS, kecuali sebagai reaksi atas serangan nuklir atau serangan konvensional negara yang bersekutu dengan Negara Senjata Nuklir. Namun, usaha tersebut belum dimasukkan secara resmi ke dalam perjanjian, dan rincian yang tepat telah berubah dari waktu ke waktu. Amerika Serikat juga memiliki hulu ledak nuklir yang ditargetkan di Korea Utara, sebuah negara non-NWS, dari tahun 1959 sampai tahun 1991. Sekretaris Negara untuk Pertahanan Kerajaan Inggris yang sebelumnya, Geoff Hoon, juga secara eksplisit merujuk pada kemungkinan penggunaan senjata nuklir negara itu sebagai tanggapan terhadap serangan non-konvensional oleh "negara-negara jahat".24

Jacques Chirac

Pada

bulan Januari 2006, Presiden dari Perancis menunjukkan bahwa

sebuah insiden yang disponsori negara terorisme di perancis dapat memicu skala kecil pembalasan nuklir bertujuan untuk menghancurkan pusat-pusat kekuasaan "negara jahat".25 26

Dalam pilar pertama ini, merefleksikan kekhawatiran utama dua negara adidaya pada saat itu demi mencegah negara manapun terutama negara-negara Proxy dari rival masing-masing untuk memiliki senjata nuklir. Paradigma kekhawatiran tersebut tercermin dalam biasnya implementasi pilar pertama dari NPT tersebut. Pertama, NPT tampak lebih difungsikan untuk melegalisasi kepemilikan senjata nuklir oleh negara-negara superpower tanpa batas waktu yang jelas. Kedua, kurangnya universalitas traktat ini menjadikan sebagian negara

24

UK 'prepared to use nuclear weapons' BBC article dated 20 March, 2002 25

France 'would use nuclear arms', BBC article dated 19 January, 2006 26

Chirac: Nuclear Response to Terrorism Is Possible, Washington Post article dated 20 January, 2006

(45)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

terbebas dari kewajiban multilateral ini. Bahkan AS seringkali memanfaatkan defisiensi traktat ini untuk menjalin kerja sama nuklir dengan negara-negara non-NPT, seperti Israel dan India, meski hal ini mencederai pasal I NPT.

2. Pilar kedua : perlucutan senjata nuklir

Pada bagian pembukaan NPT berisi bahasa yang menegaskan keinginan penandatangan perjanjian internasional untuk meredakan ketegangan dan memperkuat kepercayaan internasional sehingga tercipta suatu kondisi untuk menghentikan produksi senjata nuklir, dan perjanjian perlucutan senjata umum dan lengkap yang menyeluruh, khususnya, senjata nuklir dan kendaraan pengiriman dari gudang nasional.

Kata-kata dalam Pasal VI NPT itu dapat dikatakan hanya membebankan kewajiban yang samar-samar pada semua penandatangan NPT bergerak ke arah umum dan perlucutan senjata nuklir menyeluruh, mengatakan, "Masing-masing pihak pada traktat menyanggupi untuk melanjutkan negosiasi dengan itikad baik atas langkah-langkah efektif yang berkaitan untuk penghentian perlombaan senjata nuklir pada tanggal awal dan perlucutan senjata nuklir, dan pada perjanjian perlucutan senjata umum dan lengkap.”27

27

Dalam penafsiran ini, Pasal VI tidak secara tegas mewajibkan semua penandatangan untuk benar-benar menyimpulkan

(46)

Darwin : Pengaturan Hukum Perjanjian Non-Proliferasi ( NPT ) Dan Sanksi Atas Uji Coba Nuklir Korea Utara Dalam Perspektif Hukum Internasional, 2010.

sebuah perjanjian perlucutan senjata. Sebaliknya, hanya membutuhkan mereka "untuk melakukan negosiasi dengan itikad baik."28

3. Pilar ketiga : hak atas energi nuklir demi tujuan damai

Dalam pilar kedua ini, dengan mempertimbangkan hegemoni global AS maka tidak heran jika pilar ini yang semula diharapkan sebagai sebuah konsesi, adalah satu bagian kesepakatan yang paling tererosi dan paling lamban diimplementasikan. Paradigma lama yang memandang senjata nuklir sebagai alat pertahanan yang paling ampuh sekaligus simbol kekuatan global tidak pernah hilang dari benak para pemimpin negara-negara senjata nuklir. Keengganan mereka untuk menyatakan secara eksplisit jaminan keamanan kepada negara-negara non-senjata nuklir anggota NPT jelas mengindikasikan hal tersebut. Implementasi pilar ini hanya berputar kepada persoalan kuantiítas senjata nuklir yang masih disimpan. Padahal, negara-negara seperti AS dan Inggris meski kerap menunjukkan pencapaian mereka dalam hal mengurangi jumlah stok bom nuklir mereka, terus memperbarui senjata-senjata nuklir mereka dan memodernisasi sistem kendalinya.

Pilar ketiga memungkinkan untuk dan setuju atas transfer teknologi nuklir dan bahan-bahan untuk negara-negara penandatangan NPT untuk mengembangkan program energi nuklir sipil di negara-negara tersebut, selama mereka dapat menunjukkan bahwa program-program nuklir mereka tidak digunakan untuk pengembangan senjata nuklir.

28

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Pidana atau teori hukum pidana ada 3 hal, yang pertama Jenis pidana, dan lamanya Sanksi pidana dan aturan pelaksanaan pidana. Jenis pidana sendiri seperti yang

Oleh karena Gapoktan Harjo Kinasih telah mampu membuat chip berkualitas baik maka pembuatan tepung mocaf hanya dimulai dari proses penepungan sampai

Semua personel pentadbiran dan pentaksiran yang menguruskan pengendalian instrumen pentaksiran, panduan penskoran, skrip jawapan calon dan perekodan skor calon

Apabila seluruh sumber daya intelektual yang dimiliki perusahaan dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik maka akan menciptakan value added bagi perusahaan sehingga

RSUD ini berada di ujung jalan perbatasan dengan Kabupaten Lubuk linggau,Provinsi Sumatra Selatan (Palembang). Chatib Quzwain Sarolangun merupakan tempat rujukan bagi

BPR Bank Daerah Kota Madiun khususnya pada penerapan pengendalian intern pada sistem dan prosedur penerimaan kas pada Deposito Berjangka dan pengeluaran kas pada

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada proses pengelasan merupakan pekerjaan dengan potensi bahaya terbanyak dengan 13 tahapan kerja yang memiliki 43 potensi

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa pompa air mengeluarkan larutan sesuai pH yang diinginkan yaitu jika pH tanah lebih kecil dari 5,6 maka pompa larutan air kapur akan