324
PENDEKATAN PREVENTIF DAN PERSUASIF DALAM PENCEGAHAN
KERUSAKAN HUTAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER
RESORT TENGGULUN MENGGUNAKAN ANALISIS SWOT
Zulfan Arico
1*dan Sri Jayanthi
21Fakultas Teknik Universitas Samudra Langsa
2Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Samudra Langsa
*Email: [email protected]
Abstrak. Kawasan Konservasi Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) merupakan salah satu
kawasan hutan yang sedang mengalami degradasi yang cukup parah. Wilayah TNGL ini mengalami kerusakan hutan sebesar 2.200 Ha/tahun. Analisis tingkat kerusakan hutan di Taman Nasional Gunung Leuser dirasa tepat untuk menekan laju kerusakan hutan dengan selalu mengedepankan langkah-langkah preventif dan persuasif yang dianggap efektif karena telah berhasil menyelesaikan sebagian persoalan yang ada di lapangan. Penelitian ini menggunakan metode wawancara yang meliputi Ground Check, kuisioner dan wawancara pada masyarakat untuk mengetahui faktor penyebab kerusakan dari tingkat sosial masyarakat. Dari hasil penelitian menunjukan matrik IFAS untuk komitmen petugas lapangan memiliki skor paling tinggi sebesar 0,0118 serta pada matrik EFAS didapatkan nilai tertinggi pada perambahan hutan dan jual beli lahan yaitu sebesar 0,156. Strategi pencegahan dijabarkan sebagai berikut: mempertahankan dan memaksimalkan penerapan strategi pengamanan hutan yang telah berjalan terutama untuk lokasi-lokasi yang rawan aktivitas illegal logging guna menghambat laju kerusakan hutan, memanfaatkan status TNGL sebagai warisan dunia untuk meminta dukungan para pihak terkait dalam melestarikan kawasan TNGL termasuk dukungan pendanaan dan manajemen TNGL, sehingga dapat memanfaatkan dan menginvestasikan dana yang tersedia secara efektif dan efisien terutama untuk menyelesaikan persoalan strategis.
Kata Kunci: Preventif dan Persuasif, SWOT, TNGL
Abstract. The Gunung Leuser National Park Conservation Area (TNGL) is one of the most degraded forest areas. This TNGL area suffered forest destruction of 2,200 ha/ year. The analysis of the level of forest destruction in TNGL is considered appropriate to reduce the rate of forest destruction by prioritizing preventive and persuasive measures that are considered effective because it has successfully solved some of the problems in the field. This research uses interview method which includes Ground Check, questionaire and interview to the community to know the cause of damage factor from society social level. From the research results showed IFAS matrix for field officer's commitment has the highest score of 0,0118 and the EFAS matrix obtained the highest value in forest encroachment and land sale that is 0,156. Prevention strategies are spelled out as follows: maintaining and maximizing the implementation of existing forest security strategies especially for locations that are prone to illegal logging activities to hamper the rate of forest degradation, utilizing TNGL status as a world heritage to request the support of stakeholders in conserving the TNGL area including support funding and management of TNGL, so as to utilize and invest the available funds effectively and efficiently especially to resolve strategic issues.
Keywords: Preventive, Persuasive, SOWT, TNGL
PENDAHULUAN
Kawasan Konservasi Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) merupakan salah satu kawasan hutan yang sedang mengalami degradasi yang cukup parah. Berdasarkan kajian sampai dengan tahun 2000, di seluruh TNGL telah terjadi deforestasi (kawasan yang sudah tidak berhutan) seluas 18.089 Ha, sedangkan kawasan TNGL yang mengalami degradasi (kawasan yang mengalami penurunan kualitas akibat berbagai gangguan) seluas 142.087 Ha. Terdapat 65 titik rawan, yaitu lokasi-lokasi yang mengalami berbagai tingkatan gangguan dan kerusakan. Titik-titik rawan tersebut masih akan berkembang terus apabila upaya-upaya preventif dan
325
represif tidak dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan (Balai Besar TNGL, 2007). Berdasarkan penelitian Subhan (2010) menyatakan bahwa kerusakan hutan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah VI Besitang sampai dengan tahun 2009 seluas 7.435 ha, sedangkan laju kerusakan hutan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Gunung Leuser selama kurun waktu delapan tahun terakhir (2001 s/d 2009) seluas 448,450 ha/tahun. Sedangkan di Aceh Tamiang merupakan penyumbang terbesar kerusakan hutan TNGL. Daerah ini sejak tahun 1998-2008 terus dijarah tegakannya termasuk dialihkan menjadi perkebunan sawit daerah yang berbatasan dengan Kecamatan Tenggulun Aceh Tamiang. Wilayah TNGL ini mengalami kerusakan hutan sebesar 2.200 Ha/tahun. Bahkan di wilayah TNGL ini sebagian telah terbit Sertifikat Hak Milik yang dikeluarkan oleh BPN Aceh Timur.
Analisis tingkat kerusakan hutan di Taman Nasional Gunung Leuser dirasa tepat untuk menekan laju kerusakan hutan dengan selalu mengedepankan langkah-langkah preventif dan persuasif yang dianggap dianggap efektif karena telah berhasil menyelesaikan sebagian persoalan yang ada di lapangan. Kekhawatiran akan terus menurunya luas hutan TNGL yang berakibat pada meningkatnya pemanasan global yang berdampak pada perubahan iklim dan cuaca ektrim yang mengakibatkan bencana alam menjadi latar belakang perlu adanya penelitian tentang analisis tingkat kerusakan kawasan TNGL yang bertujuan untuk melindungi dan mempertahankan kawasan hutan tersebut sebagai upaya mitigasi perubahan iklim.
METODE
Penentuan Jumlah Populasi
Populasi dalam penelitian ini diambil dari masyarakat yang bermukim di sepanjang daerah yang berbatasan langsung dengan kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Resort Tenggulun. Terdapat 5 Desa dengan jumlah 13391 kepala keluarga yang berbatasan langsung dengan kawasan TNGL (Tabel 1).
Tabel 1. Jumlah Desa dan Penduduk yang Berbatasan Dengan Gunung Leuser
No Nama Desa Jumlah Penduduk Jumlah Kepala Keluarga
1 Rimba Sawang 475 1819 2 Selamat 4906 1179 3 Simpang Kiri 454 1813 4 Tebing Tinggi 235 912 5 Tenggulun 1848 7668 Total 7918 13391
(Sumber: Tenggulun Dalam Angka Tahun 2014)
Penentuan Jumlah Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling, pengambilan sampel dipilih pada lokasi-lokasi yang rawan aktivitas ilegal sesuai dengan data yang diperoleh dari pihak TNGL Resort Tenggulun. Desa yang dipilih dalam penelitian ini adalah desa-desa yang ada kaitan dengan tujuan penelitian, ada lembaga lokal dan ada upaya-upaya yang dilakukan secara kolaboratif dengan manajemen TNGL. Masyarakat yang dijadikan sampel dalam penelitian ini diutamakan yang berdomisili di desa yang berbatasan langsung dengan kawasan TNGL. Sedangkan untuk jumlah sampel masyarakat sekitar hutan ditentukan dengan rumus Sarwono, (2006) pada tingkat kesalahan 7% dengan formula sebagai berikut:
326 N (1) n = N(d)2 +1 n = Sampel N = Populasi d = Derajat Kebebasan (7% = 0,07)
Berdasarkan rumus di atas maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah: 13391
n =
13391(0,07)2 +1 n = 201 Kepala Keluarga
Metode Pengumpulan Data Wawancara
Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa metode pengumpulan data disesuaikan dengan sasaran yang akan dicapai. Metoda pengumpulan data yang digunakan meliputi:
a. Ground check
Pengumpulan data dilakukan dengan melihat langsung kondisi hutan di wilayah Taman Nasional Gunung Leuser Resort Tenggulun. Hal-hal yang diamati antara lain, tingkat kerusakan, luas kerusakan, penyebab kerusakan, dampak kerusakan dan hal-hal lain yang ada kaitan dengan judul penelitian.
b. Kuisioner
Kuisioner atau angket merupakan salah satu metode yang dilakukan untuk
mendapatkan data-data yang berkaitan dengan penelitian yang sedang dilakukan. Penyebaran kuisioner dilakukan secara langsung kepada masyarakat sekitar hutan, hal ini penting untuk mengurangi bias atau kesalahan dalam pengisian. Jawaban dari responden yang menyimpang atau tidak sesuai dengan yang diharapkan tentunya akan berpengaruh kepada kualitas dari penelitian yang sedang dilakukan. Ada 2 (dua) jenis kuisioner yang disebarkan kepada masyarakat sekitar hutan, yaitu :
1) Kuisioner pendapat masyarakat disebarkan kepada masyarakat sekitar hutan secara acak tanpa memperhatikan karakteristik dari masyarakat tersebut.
Kuisioner ini diperlukan untuk mendukung hasil analisis.
2) Kuisioner lingkungan internal dan eksternal, disebarkan kepada masyarakat dengan memperhatikan karakteristik pendidikan, pekerjaan dan tingkat sosial ekonomi yang lebih baik. Kuisioner ini disebarkan kepada tokoh masyarakat, aparatur desa, kelompok swadaya masyarakat dan masyarakat lainnya. Kuisioner ini diperlukan untuk mendukung analisis swot.
c. Wawancara
Wawancara dilakukan terhadap tokoh-tokoh atau orang-orang yang tahu persis dengan kondisi kawasan hutan TNGL Resort Tenggulun terutama berkaitan dengan kerusakan hutan dan upaya upaya yang telah dilakukan manajemen TNGL dan para pihak dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Dalam penelitian ini, tokoh yang diwawancari mewakili dari beberapa unsur yang ada disekitar lokasi penelitian, yaitu masyarakat adat/kedatukan, tokoh masyarakat, kepala desa, lembaga swadaya masyarakat, dan unsur penegak hukum/kepolisian. Kuisioner ini diperlukan untuk mendukung hasil analisis.
Analisis SWOT
Analisis ini didahului dengan analisis faktor internal dan faktor eksternal. Analisis faktor internal dilakukan dengan model Matrik IFAS sedangkan analisis faktor eksternal dilakukan dengan Matrik EFAS Analisis matrik IFAS (Internal Factor Analysis
327
Summary) dan matrik EFAS (Eksternal Factor Analysis Summary) dilakukan dengan
langkah-langkah berikut :
1. Membuat daftar faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman).
2. Memberikan bobot pada masing-masing faktor dengan skala mulai 0,0 (tidak penting) sampai dengan 1,0 (sangat penting).
3. Memberikan nilai rating dengan menggunakan skala Likert mulai dari 1 sampai dengan 4. Pemberian nilai rating kekuatan dan peluang bersifat positif (kekuatan dan peluang yang semakin besar di beri nilai 4) tetapi bila kekuatan dan peluang yang semakin kecil diberi nilai 1. Pemberian nilai rating kelemahan dan ancaman adalah sebaliknya. Jika nilai kelemahan dan ancamannya sangat besar, ratingnya 1, sedangkan jika nilai kelemahan dan ancamannya sedikit ratingnya 4.
4. Menghitung skor dengan cara mengalikan bobot dengan rating. 5. Menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total.
Tabel 2. Matrik IFAS (Internal Factor Analysis Summary) Faktor-Faktor Strategis
Internal
Bobot Rating Skor
Kekuatan 1. …….. 2. …….. 3. …….. 4. Dst Kelemahan 1. …….. 2. …….. 3. …….. 4. Dst Total (Sumber: Rangkuti, 2008)
Tabel 3. Matrik EFAS (External Factor Analysis Summary) Faktor-Faktor Strategis
Internal
Bobot Rating Skor
Peluang 1. …….. 2. …….. 3. …….. 4. Dst Ancaman 1. …….. 2. …….. 3. …….. 4. Dst Total (Sumber: Rangkuti, 2008)
Analisis terhadap faktor internal terkait penerapan strategi pengamanan hutan dan analisis faktor eksternal terkait dukungan para pihak terutama masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan kawasan TNGL. Analisis ini selanjutnya akan dikaji dengan analisis SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunities dan Threats). Berdasarkan pendekatan tersebut, kita dapat membuat berbagai kemungkinan alternatif strategi (SO, ST, WO, dan WT) sebagai berikut:
328
1. Strategi SO, yaitu menggunakan seluruh kekuatan yang dimiliki organisasi untuk memanfaatkan peluang.
2. Strategi ST, yaitu menggunakan seluruh kekuatan yang dimiliki organisasi dengan cara menghindari ancaman.
3. Strategi WO, yaitu memanfaatkan peluang yang ada, dengan cara mengatasi kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh organisasi.
4. Strategi WT, yaitu meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis SWOT
Dalam analisis swot akan ada analisis pendahuluan berupa analisis faktor internal dan faktor eksternal.
Tabel 5. Matrik EFAS
Faktor-Faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor
Kekuatan 0,06 0,03 0,0018
1. Dukungan penegak hukum 0,06 0,03 0,0018
2. Status TNGL sebagai warisan dunia 0,12 0,12 0,0144
3. Keberadaan lembaga lokal 0,06 0,07 0,0042
4. Pengelolaan hutan bebasis masyarakat 0,06 0,07 0,0042
Kelemahan
1. Keberadaan pengungsi korban konflik Aceh 0,11 0,07 0,0077 2. Perambahan hutan dan jual beli lahan 0,11 0,13 0,0143
3. Illegal Loging 0,13 0,12 0,0156
4. Tumpang tindih peruntukan lahan 0,11 0,12 0,0132 5. Kecemburuan sosial masyarakat sekitar
hutan 0,06 0,12 0,0072
Hasil matrik IFAS (Tabel 4) menunjukan komitmen petugas lapangan memiliki skor paling tinggi sebesar 0,0118. Polisi kehutanan dalam menyelesaikan persoalan illegal yang berlangsung di wilayah kerjanya lebih memprioritaskan penanganan dengan pola preventif dan persuasif. Bila menemui pelaku penebangan liar atau
Tabel 4. Matrik IFAS
Faktor-Faktor Strategis Internal Bobot Nilai Skor
Kekuatan
1. Komitmen petugas lapangan 0,11 0,1071 0,0118
2. Dukungan manajemen TNGL 0,11 0,1000 0,0110
3. Keberadaan Pal Batas di lapangan 0,10 0,1130 0,0113 4. Peraturan perudang-undangan 0,11 0,0928 0,0102 5. Penerapan strategi pengamanan hutan 0,07 0,0674 0,0047
Kelemahan
1. Kuantitas dan kualitas tenaga polisi hutan 0,10 0,1115 0,0112 2. Koordinasi dengan pihak terkait belum
maksimal 0,10 0,1018 0,0102
3. Penyelesaian masalah tidak fokus dan tuntas 0,10 0,0978 0,0098 4. Investasi dana untuk persoalan strategis 0,10 0,1039 0,0104 5. Sarana dan prasarana belum memadai 0,10 0,1044 0,0104
329
perambah hutan, mereka akan memberikan pengarahan dan pembinaan kepada pelaku bahwa kegiatan yang sedang dilakukan ini salah, beresiko dan bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku dan akhir dari tindakan ini hanya membuat surat pernyataan agar pelaku tidak mengulangi lagi perbuatannya. Bila dalam perjalanannya, pelaku yang sama mengulangi lagi perbuatannya maka petugas sudah mempunyai dasar yang kuat untuk menangkap pelaku dan memprosesnya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Tindakan polisi kehutanan tersebut mendapat apresiasi dari masyarakat sekitar hutan, sekitar 94,4% dari mereka sependapat dengan pola tersebut.
Terhadap para aktor, strategi di atas tidak berlaku karena mereka sudah sangat paham dengan aturan dan sudah berpengalaman dalam aktivitas illegal, sehingga petugas tidak memberi toleransi sedikit pun dan akan mengambil langkah tegas bila petugas berhasil menangkapnya. Namun dalam implementasinya, petugas mengalami banyak tantangan dan hambatan sehingga sangat sulit menangkap para aktor ini. Berdasarkan penelitian Pega., et al (2016) perlu adanya kerjasama sinergis antara Pemerintah (Dinas Kehutanan) dengan masyarakat sekitar kawasan hutan seperti pembinaan dan penyuluhan tentang manfaat ekologis, sosial ekonomi dan akibat kerusakan hutan terhadap kehidupan manusia. 2). Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan oleh Pemerintah (Dinas Kehutanan) untuk mencari pendapatan alternatif untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap hutan. 3) Meningkatkan upaya preventif dan represif bagi pengamanan Kawasan Hutan Mbay.Menurut Chaerina (2016) kurangnya pengetahuan tentang pentingnya menjaga lingkungan. Upaya yang dilakukan pemerintah, badan atau organisasi dapat melakukan sosialisasi pada masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan, dengan memberikan pengetahuan masalah terminalogi biologi dan ekologi yang jelas dalam berbagai penafsiran yang diberikan mereka. Hal ini untuk menanamkan kesadaran diri manusia sehingga faktor manusia penyebab kerusakan lingkungan dapat diminimalisasi.
Berdasarkan hasil matrik EFAS didapatkan nilai tertinggi pada perambahan hutan dan jual beli lahan yaitu sebesar 0,156 . Pada prinsipnya, ada tiga hal yang menyebabkan terjadinya degradasi atau kerusakan lingkungan. Yang pertama adalah adanya eksploitasi berlebihan terhadap sumberdaya alam baik yang terbaharui maupun yang tak terbaharui, yang meliputi eksploitasi bahan bakar fosil, eksploitasi hutan untuk bahan bakar kayu, dan alih fungsi hutan untuk lahan pertanian dan industri. Yang kedua adalah terjadinya pembebanan terhadap alam yang melebihi kapasitas atau daya dukungnya, misalnya adanya akumulasi berlebih dari logam berat di tanah dan terlalu tingginya konsentrasi gas rumah kaca di udara. Yang ketiga adalah terus berlangsungnya pengrusakan ekosistem untuk berbagai kepentingan manusia, misalnya untuk lahan pemukiman penduduk, tanaman industri dan berbagai pembangunan infrastruktur.
Salah satu dampak utama dari deforestasi adalah terjadinya penurunan kualitas atmosfer. Deforestasi berkontribusi pada pemanasan global yang terjadi karena adanya peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (greenhouse gases) yang menyebabkan kenaikan suhu udara global. Proses tersebut kemudian dikenal dengan istilah radiative forcing. Ada empat gas rumah kaca utama yang berkontribusi dalam proses tersebut, yaitu karbon dioksida (CO2), metana (CH), nitrous oksida (N24O) dan klorofluorokarbon (CFCs). Pemanasan global tersebut berpotensi untuk mendatangkan bencana yang sangat membahayakan. Diprediksikan bahwa pemanasan global yang terus bertambah akan dapat menyebabkan perubahan pola produksi pertanian global, mencairnya es di kutub Artic dan Antartic, peningkatan suhu air laut dan peningkatan permukaan air laut yang dapat mengancam kehidupan di berbagai pantai di dunia.
330
Tabel 6. Matrik SWOT Analisis Kerusakan Hutan Kawasan Taman Nasional Gunung
Leuser Resort Tenggulun
STRENGTHS (S) WEAKNESSES (W)
IFAS
EFAS
1. Komitmen petugas lapangan 2. Dukungan Manajemen TNGL 3. Keberadaan pal batas di
lapangan 4. Peraturan perundang-undangan 5. Penerapan strategi pengamanan hutan 1. Kualitas dan kuantitas polhut 2. Koordinasi dengan pihak terkait 3. Penyelesaian masalah tidak fokus dan tuntas 4. Investasi dana
untuk persoalan strategis
5. Sarana dan prasarana
OPPORTUNIES (O) STRATEGI (SO) STRATEGI (WO)
1. Dukungan penegakan hokum
2. Status TNGL sebagai warisan dunia
3. Isu perubahan iklim dan perdagangan karbon 4. Lembaga lokal 5. Pengelolaan hutan berbasis masyarakat 1. Mempertahankan dan memaksimalkan penerapan strategi pengamanan hutan yang telah berjalan.
2. Memanfaatkan status TNGL sebagai warisan dunia untuk meminta dukungan para pihak dalam
melestarikasikan kawasan TNGL
1. Investasikan dana yang tersedia secara efektif dan efisien terutama untuk persoalan strategis.
2. Berbagi
pendanaan dengan para pihak yang konsisten dengan pelestarian kawasan TNGL
TREATHS (T) STRATEGI (ST) STRATEGI (WT)
1. Perambahan hutan & jual beli lahan
2. Illegal logging 3. Tumpang tindih lahan 4. Kecemburuan sosial masyarakat sekitar hutan 1. Memaksimalkan penerapan strategi pengamanan hutan pada lokasi-lokasi yang rawan aktivitas illegal untuk menghambat laju kerusakan hutan.
1. Dana yang ada dimaksimalkan untuk menyelesaikan persoalan perambahan hutan dan keamanan
Dari Tabel 6 diperoleh beberapa strategi penyelesaian terhadap permasalahan yang berlangsung di wilayah kerja TNGL Seksi Pengelolaan Taman
Nasional Resort Tenggulun. Strategi ini diharapkan dapat membantu manajemen TNGL dalam menyelesaikan persoalan yang sedang berlangsung di kawasan ini. Strategi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Mempertahankan dan memaksimalkan penerapan strategi pengamanan hutan yang telah berjalan terutama untuk lokasi-lokasi yang rawan aktivitas illegal di luar lokasi pengungsi korban konflik aceh guna menghambat laju kerusakan hutan. 2. Memanfaatkan status TNGL sebagai warisan dunia untuk meminta dukungan para
pihak dalam melestarikan kawasan TNGL termasuk dukungan pendanaan.
3. Manajemen TNGL dapat memanfaatkan dan menginvestasikan dana yang tersedia secara efektif dan efisien terutama untuk menyelesaikan persoalan strategis.
Berdasarkan hasil analasis Wakka (2014) Stakeholders yang dapat terlibat dalam pengelolaan KHDTK Mengkendek terdiri dari BPK Makassar, Dishutbun Tana Toraja, pemerintah kelurahan/lembang, lembaga adat (tongkonan), masyarakat penggarap lahan KHDTK dan LSM setempat. BPK Makassar dan masyarakat
331
penggarap lahan KHDTK dikategorikan sebagai stakeholders primer, sementara Dishutbun Tana Toraja, pemerintah kelurahan/lembang, lembaga adat (tongkonan) dan LSM setempat tergolong sebagai stakeholders sekunder. BPK Makassar bersama-sama dengan Dishutbun Tana Toraja, pemerintah kelurahan/lembang, lembaga adat (tongkonan) merupakan stakeholders kunci (key players) dalam pengelolaan KHDTK Mengkendek. Stakeholders tersebut memiliki peran yang berbeda dalam pengelolaan KHDTK Mengkendek seperti BPK Makassar berperan dalam merumuskan arah dan strategi pengelolaan KHDTK Mengkendek, Dishutbun Tana Toraja berperan dalam pengamanan dan rehabilitasi kawasan, pemerintah kelurahan berperan dalam pengawasan dan pengamanan kawasan, Tongkonan berperan dalam menumbuhkan semangat kekeluargaan dan kebersamaan, masyarakat berperan dalam pengamanan dan pemanfaatan kawasan secara lestari, sementara LSM setempat berperan dalam peningkatan kapasitas (pengetahuan dan keterampilan) masyarakat sekitar KHDTK Mengkendek.
Berdasarkan hasil penelitian (Ardhana, 2011) dari hasil kajian kerusakan sumberdaya hutan akibat kegiatan pertambangan dapat disimpulkan bahwa pemerintah disarankan agar melakukan revitalisasi pelaksanaan ketentuan peraturan pemerintah dan pemegang ijin pertambangan terutama ketentuan hak, kewajiban dan tanggung jawab untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan dan hasil-hasil hutan (UU No. 41 Tahun 1999, Pasal 4 ayat (2).
KESIMPULAN
a. Dari hasil matrik IFAS menunjukan komitmen petuga lapangan memiliki skor paling tinggi sebesar 0,0118 serta pada matrik EFAS didapatkan nilai tertinggi pada perambahan hutan dan jual beli lahan yaitu sebesar 0,156
b. Strategi ini diharapkan dapat membantu manajemen TNGL dalam menyelesaikan persoalan yang sedang berlangsung di kawasan ini. Strategi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Mempertahankan dan memaksimalkan penerapan strategi pengamanan hutan yang telah berjalan terutama untuk lokasi-lokasi yang rawan aktivitas illegal di luar lokasi pengungsi korban konflik aceh guna menghambat laju kerusakan hutan.
2) Memanfaatkan status TNGL sebagai warisan dunia untuk meminta dukungan para pihak dalam melestarikan kawasan TNGL termasuk dukungan pendanaan.
3) Manajemen TNGL dapat memanfaatkan dan menginvestasikan dana yang tersedia secara efektif dan efisien terutama untuk menyelesaikan persoalan strategis.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih penulis ucapkan kepada DP2M DIKTI karena riset penulis dibiayai oleh Hibah Penelitian Dosen Pemula dari DP2M DIKTI dengan kontrak Nomor: 067/SP2H/LT/DRPM/II/ 2016 tanggal 17 Pebruari 2016.
DAFTAR PUSTAKA
Ardhana, I. P. G. 2011. Kajian Kerusakan Sumberdaya Hutan Akibat Kegiatan Pertambangan. Jurnal Ecotrophic. 6(2): 87-93.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2014. Kecamatan Tenggulun Dalam Angka. Kerja Sama Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Tamiang dan Badan Perencanaan Pembangunan daerah Kabupaten Aceh Tamiang.
332
Chaerina, Y. 2016. Korespondesi Antara Keursakan Ekologi dan Faktor Penyebabnya.
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI. 17-22
Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser, 2007. Buletin Jejak Leuser, Menapak Alam Konservasi bersama TNGL. Vol.3 No.9. ISSN 1858-4268.
Pega, K. B., Agus, S dan Sri, S. 2016. Studi Tingkat Kerusakan Hutan Lindung Mbay Akibat Pencurian Pohon. Jurnal Ilmu Kehutanan. 1(1): 17-21.
Rangkuti, F. 2008. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Penerbit. PT Gramedia Pustaka Utama.
Sarwono, J. 2006. Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta.
Subhan. 2010. Analisis Kerusakan Hutan di Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah VI Besitang. Tesis. Universitas Sumatera Utara.
Wakka, A. K. 2014. Analisis Stakeholders Pengelolaan Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Mengkendek, Kabupaten Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallace. 3 (1): 47-55.