• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang Masalah

Istilah hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol atau trigliserida serum di atas batas normal (Sylvia & Wilson, 2005). Patofisiologi hiperlipidemia yaitu peningkatan kolesterol total dan LDL dan penurunan kolesterol HDL (Sukandar et al, 2008). Untuk mendiagnosa adanya hiperlipidemia salah satunya dengan pemeriksaan laboratorium yang ditandai adanya penurunan HDL, kadar HDL dikatakan rendah jika kurang dari 40 mg/dL (Dipiro et al., 2008).

Penatalaksanaan hiperlipidemia meliputi pengaturan diet dan pemberian obat. Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional cenderung meningkat dengan adanya krisis berkepanjangan yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat terhadap obat-obat modern yang lebih mahal harganya (Suyatna, 2008). Obat tradisional secara umum dinilai lebih aman daripada penggunaan obat modern. Hal tersebut dikarenakan obat tradisional mempunyai efek samping yang relatif sedikit dibanding dengan obat modern (Sari, 2006)

Salah satu tanaman yang berkhasiat sebagai antihiperlipidemia adalah temulawak (Mursito, 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Rahardjo (2010) menunjukkan bahwa temulawak memiliki efek hipolipidemik dengan cara menurunkan serum kolesterol total dan kolesterol LDL serta menaikkan HDL kolesterol. Tanaman temulawak mengandung kurkumin 1 - 2% dan minyak atsiri sebanyak 5% (Mursito, 2002). Penelitian Goel et al (2007) menunjukkan bahwa kurkumin memiliki efek hipokolesterolemik dengan cara menurunkan serum kolesterol total dan kolesterol LDL serta menaikkan HDL kolesterol. Pelarut yang digunakan untuk menyari kandungan kurkumin di dalam temulawak adalah etanol. Hal ini telah diteliti oleh Paryanto dan Srijanto (2006) bahwa kurkumin larut dalam etanol, dimethylsulfoxide, dan aseton. Berdasarkan sifat kepolarannya kurkumin dapat larut baik pada pelarut etanol (Wahyudi & Dinarlita, 2009),

(2)

sehingga pada penelitian ini digunakan etanol sebagai pelarut untuk ekstraksi temulawak. Penggunaan ekstrak temulawak dengan pelarut etanol 50% sebagai hipolipidemik yang dilihat dari kadar HDL belum dibuktikan secara ilmiah. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh ekstrak etanol rimpang temulawak terhadap peningkatkan kadar HDL pada tikus putih hiperlipidemia.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut: apakah ekstrak etanol Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dapat meningkatkan kadar HDL (High Density Lipoprotein) pada tikus putih hiperlipidemia?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur pengaruh ekstrak etanol Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap peningkatan kadar HDL (High Density Lipoprotein) pada tikus putih hiperlipidemia.

D. Tinjauan Pustaka 1. Lipid

Lemak di dalam darah terdiri dari kolesterol, trigliserida, fosfolipid (Sudoyo et al., 2007). Lipid di dalam tubuh manusia terdiri dari lemak netral yang juga dikenal sebagai trigliserida, fosfolipid, kolesterol dan asam lemak bebas (Guyton & Hall, 1997). Kolesterol, trigliserida dan fosfolipid berkaitan dengan protein khusus yang bernama apoprotein menjadi kelompok lemak protein atau lipoprotein. Ikatan itulah menyebabkan lemak bisa larut, menyatu dan mengalir di peredaran darah. Sifat lipid yang tidak larut air membawa permasalahan tersendiri mengenai pengangkutannya. Untuk mengatasinya tubuh membentuk suatu kompleks antara lipid yang bersifat non polar (trigliserid dan ester kolesterol)

(3)

yang terletak di bagian inti dengan lipid yang bersifat ampifatik (fosfolipid dan kolesterol) dan molekul protein yang terletak di bagian permukaannya. Kompleks ini dapat larut dalam air yang dikenal dengan lipoprotein (Mayes, 2003).

Lipoprotein bertugas untuk mengangkut lipid dari tempat sintesisnya menuju ke tempat penggunaannya, sedangkan apolipoprotein bertugas untuk mempertahankan struktur lipoprotein (Suyatna, 2005). Menurut Adam (2007) ada 5 karakteristik dari jenis-jenis lipoprotein yang ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Lipoprotein

Lipoprotein Densitas Lipid utama Diameter

(mm) Apolipoprotein Menurut urutan yang terpenting

HDL 12,1-1,063 Ester Kolesterol 7,5-10,5 A-I, A-II, C, E

LDL 1,063-1,019 Ester Kolesterol 21,5 B-100

IDL 1,019-1,006 Ester Kolesterol

Trigliserid 25-30 B-100, C, E

VLDL

Kilomikron <1,006 <1,006 Trigliserid Trigliserid 39-100 60-500 B-100, C, E, B-48, A-I, A-II, A-IV

Lp (a) 1,04-1,08 Ester Kolesterol 21-30 B-100, Lp (a)

Penggolongan di atas berdasarkan proses ultrasentrifugasi lipoprotein terdiri atas High Density Lipoprotein (HDL), Low Density Lipoprotein (LDL), Intermediate Density Lipoprotein (IDL), Very Low Density Lipoprotin (VLDL), Kilomikron dan liprotein a (Lp(a)) (Mayes, 2003). Sedangkan menurut Mursito (2002) bahwa lipoprotein ini dapat dikelompokkan lagi berdasarkan berat jenisnya, yaitu sebagai berikut :

1. VLDL (Very Low Density Lipoprotein)

Senyawa lipoprotein yang berat jenisnya sangat rendah di dalam tubuh difungsikan sebagai pengangkut trigliserida ke seluruh jaringan (Mursito, 2002). 2. LDL (Low Density Lipoprotein)

Lipoprotein yang berat jenisnya rendah diperlukan tubuh untuk mengangkut kolesterol dari hati ke seluruh jaringan tubuh yang memerlukannya, terutama sebagai bahan baku pembentukan dinding sel dan hormon. Kolesterol yang diangkut dapat berasal dari makanan yang mengandung protein hewani dan juga yang dibuat sendiri di dalam hati. LDL ini menjadi penyebab penyempitan pembuluh darah. Oleh karena itu pada pengobatan penurunan kandungan lemak difokuskan untuk menurunkan kadar LDL. Kandungan LDL normal kurang dari

(4)

130 mg%. Kalau kandungan LDL 130 – 155 mg% berarti seseorang dianggap beresiko sedang sedangkan kalau lebih dari 160 mg% berarti berisiko tinggi (Mursito, 2002).

Lipoprotein berat jenis rendah mengalami katabolisme melalui reseptor dan jalur non reseptor. Jalur katabolisme reseptor dapat ditekan oleh produksi kolesterol endogen. Pasien hiperkolesterolemia family heterozigot mempunyai kira-kira 50% reseptor LDL yang fungsional. Pada pasien ini katabolisme LDL hati dan jaringan perifer berkurang sehingga kadar kolesterol plasmanya meningkat. LDL merupakan lipoprotein pengangkut kolesterol-kolesterol terbesar pada manusia (70% total). Partikel LDL mengandung trigliserida sebanyak 10% dan kolesterol 50%. Jalur utama katabolisme LDL berlangsung lewat receptor-mediated endocytosis di hati dan sel lain. Ester kolesterol dari inti LDL dihidrolisis menghasilkan kolesterol bebas untuk sintesis sel membran dan hormon steroid (Suyatna, 2008).

3. HDL (High Density Lipoprotein)

Lipoprotein berat jenis tinggi merupakan senyawa lipoprotein yang berat jenisnya tinggi. HDL ini digunakan untuk mengangkut kolesterol berlebihan dari seluruh jaringan tubuh untuk dibawa ke hati. Dengan demikian, HDL merupakan lipoprotein pembersih kelebihan kolesterol dalam jaringan. Kalau kadar HDL dalam darah cukup tinggi, terjadinya proses pengendapan lemak pada dinding pembuluh darah dapat dicegah sehingga penyempitan pembuluh darahpun dapat dicegah. Kolesterol yang diangkut ke hati terutama berupa kolesterol yang akan dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan empedu dan hormon. Kadar HDL menurun pada kegemukan, merokok, pasien diabetes yang tidak terkontrol dan pada pemakai kombinasi estrogen-progestin (Suyatna, 2008).

Kadar HDL hampir sama pada wanita dan pria ketika masa pubertas. Pada individu dengan lipid normal, kadar HDL relatif menetap sesudah dewasa yaitu sekitar 45 mg/dL pada pria dan 54 mg/dL pada wanita. Berbanding terbalik pada masa post menopause kadar HDL wanita turun hingga 20% dibanding pria. HDL membawa 25% kolesterol kadar. Kadar tinggi HDL berkaitan dengan penurunan

(5)

penyakit karena aterosklerosis (Suyatna, 2008). Maka untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah, kadar HDL harus ditingkatkan (Bangun, 2001).

2. Hiperlipidemia

Hiperlipidemia adalah kondisi terjadinya peningkatan kolesterol dan atau trigliserid darah. Hiperlipidemia dibedakan menjadi dua yaitu hiperlipidemia primer dan hiperlipidemia sekunder. Hiperlipidemia primer merupakan hiperlipidemia yang terjadi akibat predisposisi genetika atau keturuan (Sylvia & Wilson, 2005). Hiperlipidemia sekunder merupakan akibat penyakit lain misalnya diabetes mellitus, hipotiroidisme. Hiperkolesterolemia adalah gangguan yang paling terjadi. Sekitar 5% kasus bersifat familial, tetapi sebagian besar kasus tidak diketahui penyebabnya (Neal, 2005)

Sejarah lengkap dan pemeriksaan fisik hiperlipidemia harus menggambarkan ada atau tidaknya faktor resiko penyakit jantung, sejarah keluarga penyakit jantung prematur atau gangguan lipid, ada atau tidaknya faktor sekunder hiperlipidemia termasuk pengobatan bersama, ada atau tidaknya xantoma, nyeri abdominal atau sejarah pangkreatitis dan lain-lain (Sukandar et al., 2008). Menurut Sukandar et al (2002) klasifikasi kadar kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserid dapat ditunjukkan pada tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi kolesterol, LDL, HDL, dan trigliserida Kolesterol Total <200 mg/dL 200-239 mg/dL ≥240 mg/Dl Diinginkan Cukup Tinggi Tinggi Kolesterol LDL <100 mg/dL 100-129 mg/dL 130-159 mg/dL 160-189 mg/dL ≥190 mg/dL Optimal

Jauh atau diatas optimasi Cukup tinggi Tinggi Sangat tinggi Kolesterol HDL < 40 mg/dL ≥ 60 mg/Dl Rendah Tinggi Trigliserida < 150 mg/dL 150-199 mg/dL 200-499 mg/dL ≥ 500 mg/dL Normal Cukup Tinggi Tinggi Sangat Tinggi

Semua nilai dalam miligram per desiliter. HDL (High density lipoprotein): LDL (Low density lipoprotein) (Dipiro et al., 2008). Data uji klinis mendukung

(6)

perluasan manfaat terapi penurunan lipid untuk pasien beresiko tinggi yang memiliki faktor resiko lipid utama berupa penurunan kadar kolesterol HDL (Robert & Thomas, 2001). Prinsip utama pengobatan hiperlipidemia ialah mengatur diet yang mempertahankan berat badan normal dan mengurangi kadar lipid plasma (Suyatna, 2008).

3. Obat-obat Hiperlipidemia

Obat-obat antihiperlipidemia dapat digolongan menjadi lima macam yaitu obat golongan inhibitor HMG KoA reduktase (statin), obat golongan resin pertukaran anion, asam nikotinat, fibrat, dan inhibitor pada absorpsi kolesterol usus (Neal, 2005).

a. Inhibitor HMG KoA reduktase

Senyawa penghambat Co-enzim-A reduktase ini berkhasiat menurunkan kolesterol dan trigliserida, sedangkan HDL dinaikkan sedikit. Efeknya adalah peningkatan HDL. Penggunaan, bila diet tidak berefek cukup baik, statin merupakan obat pilihan pertama untuk menurunkan kolesterol total dan LDL-kolesterol pada hiperLDL-kolesterolemia primer dan familial (Sukandar et al., 2008) ). Contoh obat dari golongan ini adalah statin, obat penurun lipid yang paling baru. Obat ini sangat efektif dalam menurunkan kolesterol total dan dan LDL. Inhibitor HMG KoA reduktase memblok sintesis kolesterol dalam hati (Neal, 2005).

b. Resin pertukaran anion

Resin menurunkan kadar kolesterol dengan cara mengikat asam empedu dalam saluran cerna, mengganggu sirkulasi enterohepatik sehingga ekskresi steroid yang bersifat asam dalam tinja meningkat. Penurunan kadar asam empedu ini oleh pemberian resin akan menyebabkan meningkatnya produksi asam empedu yang berasal dari kolesterol. Karena sirkulasi enterohepatik dihambat oleh resin maka kolesterol yang diabsorpsi lewat saluran cerna akan terhambat dan keluar bersama tinja (Suyatna, 2008)

c. Asam Nikotinik

Mekanisme mengurangi pelepasan VLDL dan kemudian menurunkan trigliserida plasma (sekitar 30%-50%). Asam nikotinat juga menurunkan kolesterol (sebanyak 10%-20%) dan meningkatkan HDL (Neal, 2005).

(7)

Asam nikotinat pada jaringan akan menghambat hidrolisis trigliserid oleh hormone-sensitive lipase sehingga mengurangi transport asam lemak bebas ke hati dan mengurangi sintesis trigliserid hati. Penurunan sintesis trigliserid akan menyebabkan berkurangnya produksi VLDL sehingga kadar LDL menurun. Selain itu asam nikotinat juga meningkatkan aktivitas lipoprotein lipase yang akan menurunkan kadar kilomikron dan trigliserid VLDL (Suyatna, 2008)

d. Fibrat

Fibrat akan menyebabkan penurunan ringan pada LDL (sekitar 10%) dan peningkatan HDL (sekitar 10%). Sebaliknya fibrat akan menyebabkan penurunan yang bermakna pada trigliserida plasma (sekitar 30%). Fibrat bekerja sebagai ligan untuk reseptor transkripsi nukleus, reseptor alfa peroksisom yang diaktivasi proliferator (PPAR-α, peroksisome proliferator-activated receptor alpha) dan menstimulasi aktivitas lipoprotein lipase (Neal, 2005).

e. Inhibitor pada absorpsi kolesterol usus

Obat golongan ini menurunkan penyerapan kolesterol dan menurunkan kolesterol LDL. Sekitar 18% dengan sedikit perubahan pada kolesterol HDL. Hal ini mungkin sinergis dengan statin sehingga menjadi terapi kombinasi yang baik (Neal, 2005).

4. Temulawak

a. Sistematik Temulawak

Menurut Rukmana (1995) Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) mempunyai sistematika sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Zingiberales Famili :Zingiberaceae Genus : Curcuma

(8)

b. Kandungan Kimia

Rimpang temulawak sejak lama dikenal sebagai bahan ramuan obat. Aroma dan warna khas dari rimpang temulawak adalah berbau tajam dan daging buahnya berwarna kekuning-kuningan. Di dalamnya terkandung protein, pati, zat warna kuning kurkuminoid dan minyak atsiri. Kandungan kimia minyak atsirinya antara lain feladren, kamfer, turmerol, tolilmetilkarbinol, arkurkurmen, zingiberan, kuzerenon, β-tumeron dan xanthirizol (kandungan tertinggi 40%). Komposisi kimia dari rimpang temulawak adalah protein pati sebesar 29-30%, kurkumin 1-2%, minyak atsirinya antara 6-10% (Agoes, 2010).

c. Khasiat Temulawak

Bagian tanaman temulawak yang mempunyai khasiat adalah rimpangnya (Soedibyo, 1998). Berdasarkan hasil penelitian, ekstrak temulawak sangat manjur untuk pengobatan penyakit hati (Agoes, 2010), sebagai kholeretik, kholagog, anti inflamasi dan antipiretik (Soedibyo, 1998). Disamping itu juga terbukti bisa menurunkan kadar kolesterol dalam darah dan sel hati (Agoes, 2010).

5. Ekstraksi Tanaman

A. Prinsip Ekstraksi Tumbuhan 1) Fase Pembilasan

Pada saat cairan ekstraksi kontak dengan material simplisia maka sel-sel yang rusak atau tidak utuh lagi akibat operasi penghalusan langsung bersentuhan dengan bahan pelarut. Dengan demikian komponen sel yang terdapat di dalamnya lebih mudah diambil atau dibilas. Oleh karena itu, dalam fase pertama ekstraksi ini sebagian bahan aktif telah berpindah ke dalam pelarut. Semakin halus serbuk simplisia akan semakin optimal proses pembilasannya (Voight, 1971).

2) Fase Ekstraksi

Proses selanjutnya lebih kompleks, oleh karena itu bahan pelarut untuk melarutkan komponen dalam sel yang tidak terluka harus mampu mendesak masuk lebih dulu ke dalamnya. Membran sel yang mengering, mengkerut di dalam simplisia mula-mula harus diubah kondisinya sehingga memungkinkan bahan pelarut masuk ke bagian dalam sel. Hal

(9)

itu terjadi melalui pembengkakan, dimana membran mengalami pembesaran volume akibat masuknya sejumlah molekul bahan pelarut (Voight, 1971).

B. Metode Ekstraksi

Pemilihan metode ekstraksi tergantung pada sumber bahan alami dan senyawa yang akan diisolasi tersebut (Sarker et al., 2006). Untuk mendapatkan senyawa yang khas (zat aktif) dalam suatu tumbuhan, diperlukan metode ekstraksi yang cepat dan teliti (Harborne, 1987). Oleh karena itu terdapat macam-macam cara ekstraksi diantaranya maserasi, perkolasi, dan sokhletasi.

1) Maserasi

Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok ke dalam sebuah bejana kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup dibiarkan selama 3 hari terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 3 hari, ampas diperas. Ampas ditambah cairan penyari secukupnya diaduk dan diserkai sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian. Bejana ditutup dibiarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari. Kemudian endapan dipisahkan (Anonim, 1986).

2) Perkolasi

Perkolasi dilakukan pada wadah berbentuk silindris atau kerucut (percolator). Bahan pengekstraksi yang dialirkan secara kontinyu dari atas, akan mengalir turun secara lambat melintasi simplisia yang umumnya berupa serbuk kasar. Melalui penyegaran bahan pelarut secara kontinyu akan terjadi proses maserasi bertahap banyak (Voigt, 1994).

3) Sokhletasi

Sokhletasi merupakan cara ekstraksi dengan meletakkan bahan yang akan diekstraksi dalam sebuah kantung ekstraksi (kertas, karton, dan sebagainya) di bagian depan alat ekstraksi dari gelas yang bekerja kontinyu (percolator). Pada cara ini diperlukan bahan pelarut dalam jumlah kecil, juga simplisia selalu baru artinya, suplai bahan pelarut bebas bahan aktif

(10)

berlangsung secara terus menerus (pembaharuan pendekatan konsentrasi secara kontinyu). Keburukannya adalah waktu yang diperlukan untuk ekstraksi lama sampai beberapa jam (Ansel, 1989).

6. Etanol

Etanol merupakan pelarut polar yang dapat melarutkan alkaloid, flavonoid, tannin, dan saponin (Ansel, 1989). Umumnya yang digunakan sebagai ekstraksi adalah campuran bahan pelarut yang berlainan, khususnya campuran etanol air. Etanol sangat sering dapat menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal, dimana bahan pengotor hanya sebagian kecil turut dalam cairan pengekstraksi (Voigt, 1994). Etanol dipertimbangkan sebagai pelarut karena lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% keatas, tidak beracun, netral, absorpsinya baik, etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingaan (Anonim, 1986).

E. Landasan Teori

Penelitian yang dilakukan oleh Rahardjo (2010) menunjukkan bahwa temulawak memiliki efek hipolipidemik dengan cara menurunkan serum kolesterol total dan kolesterol LDL serta menaikkan HDL kolesterol. Tanaman temulawak mengandung kurkumin 1-2% dan minyak atsiri sebanyak 5% (Mursito, 2002). Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa kandungan temulawak salah satunya adalah kurkumin (Agoes, 2010) dan menurut Goel et al (2007) bahwa kurkumin merupakan salah satu jenis flavonoid yang terkandung dalam rimpang temulawak. Penelitian Goel et al (2007) menunjukkan bahwa kurkumin memiliki efek hipokolesterolemik dengan cara menurunkan serum kolesterol total dan kolesterol LDL serta menaikkan HDL kolesterol. Kurkumin merupakan serbuk berwarna kuning-orange yang larut dengan etanol, dimethylsulfoxide, dan aseton (Goel et al, 2007). Penggunaan ekstrak temulawak dengan pelarut etanol 50% sebagai hipolipidemik yang dilihat dari kadar HDL belum dibuktikan secara ilmiah. Sehingga perlu dibuktikan kemampuan ekstrak

(11)

etanol Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorhizza Roxb.) dalam meningkatkan kadar HDL pada tikus putih hiperlipidemia.

F. Hipotesis

Ekstrak etanol rimpang temulawak (Curcuma xanthorhizza Roxb.) dapat meningkatkan kadar HDL (High Density Lipoprotein) pada tikus putih hiperlipidemia.

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Lipoprotein   Lipoprotein Densitas  Lipid  utama  Diameter
Tabel 2. Klasifikasi kolesterol, LDL, HDL, dan trigliserida  Kolesterol Total   &lt;200 mg/dL  200-239 mg/dL  ≥240 mg/Dl  Diinginkan  Cukup Tinggi Tinggi  Kolesterol LDL  &lt;100 mg/dL  100-129 mg/dL  130-159 mg/dL  160-189 mg/dL  ≥190 mg/dL  Optimal

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan 1) mengetahui persepsi pengguna sistem informasi akuntansi berbasis komputer, 2) mengetahui efektivitas penggunaan sistem informasi akuntansi

Untuk masa yang akan datang, beberapa strategi pengembangan lain dalam hasil analisis SWOT dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi usaha UKM RKB, seperti

JUMLAH PEGAWAI TENAGA KERJA ASING TENAGA KERJA ASING TENAGA KERJA ASING TENAGA KERJA ASING 3 KOMISARIS. KOMISARIS KOMISARIS

 Mahasiswa mampu menjelaskan berbagai cara perancangan dan penentuan visi misi organisasi baik perusahaan profit maupun non profit, tujuan dan pentingnya berbagai

Pemanfaatan Tulang Ikan Nila ( Oreochromis niloticus ) sebagai Pengganti Gelatin dan Karakteristik Sifat Fisika Kimianya.. Di bawah bimbingan WIRANTI SRI RAHAYU dan

Isolated of Endophytic bacteria from red betel root, produced a supernatant to test the inhibitory effect on 4 test bacteria that are pathogenic, Two (2)

Pada saat ini, kawasan ekosistem mangrove Belawan diperkirakan telah mengalami penurunan luasan akibat adanya pengkonversian hutan mangrovemenjadi peruntukan lain

[r]