BANJIR RENCANA BANJIR RENCANA
A. Uraian Umum A. Uraian Umum
Banjir bencana merupakan debit maksimum di sebuah sungai ataupun saluran alami dengan Banjir bencana merupakan debit maksimum di sebuah sungai ataupun saluran alami dengan periode ulang atau rata-rata yang sudah ditentukan dan dapat dialirkan tanpa
periode ulang atau rata-rata yang sudah ditentukan dan dapat dialirkan tanpa membahaymembahayakanakan proyek irigasi dan sta
proyek irigasi dan stabilitas bangunanbilitas bangunan-bangunan.-bangunan.
Untuk menghitung debit rencana diperlukan data-data sebagai berikut: Untuk menghitung debit rencana diperlukan data-data sebagai berikut:
11)). . LLuuaas s ddaaeerraah h ppaadda a ppeettaa = = 22558888HHaa = 25,88 km = 25,88 km22 22)). . PPaannjjaanng g ssuunnggaai i ppaadda a ppeettaa = = 778800..000000mm
= 7,8 km = 7,8 km 33)). . EElleevvaassi i ssuunnggaai i tteerrttiinnggggii = = 117799,,229 9 mm 44)). . EEvvaalluuaassi i ssuunnggaai i tteerreennddaahh = = 117733,,005 5 mm
1. Menghitung Luas Daerah Tangkapan Sungai (Cathment Area). 1. Menghitung Luas Daerah Tangkapan Sungai (Cathment Area).
Cathment Area dihitung dengan metode elips Cathment Area dihitung dengan metode elips Jika diketahui: Jika diketahui: b = panjang sun
b = panjang sungai = 7,8 kmgai = 7,8 km a = 2/3 . b a = 2/3 . b = 2/3 . 7,8 = 2/3 . 7,8 = 5,2 km = 5,2 km Maka; Maka; A
A = = luas luas cathment cathment area area (luas (luas elips)elips) A A = = ¼ ¼ . π . π . . a a . b. b = ¼ . π . 5,2 . 7,8 = ¼ . π . 5,2 . 7,8 A A = = 31,86 31,86 kmkm22
B. Perhitungan Debit Banjir B. Perhitungan Debit Banjir
1.
1. MeMetotode Fde FSR JSR Jawawa – Sa – Sumumatatereraa Data-data:
Data-data: a.
a. Luas Luas daeradaerah alih aliran sran sungaungai (cai (cathmethment arent area) = a) = 31,86 31,86 kmkm22 b.
b. Panjang sungaPanjang sungai dari hulu sampai dari hulu sampai hilir (MSL) = 7,8 km = 7800 i hilir (MSL) = 7,8 km = 7800 mm c.
c. PerbePerbedaan daan elevelevasi asi sungsungai aai antara ntara hulu hulu dan dan hilir hilir (H) = 179,29 – 173,05 = 6,24 m
(H) = 179,29 – 173,05 = 6,24 m
dd.. InInddekeks ks keemmiririningagan (n (SISIMSMS) d) daalalam mm m/k/kmm ==
MSL MSL H H = 6.24 / 7.8 = 6.24 / 7.8 = 0.8 = 0.8 e.
e. ARF (faARF (faktoktor redukr reduksi)si), dalam ta, dalam tabel 2.9 habel 2.9 hal 110 buku irigl 110 buku irigasi oleasi oleh Drs. Ir. Suyh Drs. Ir. Suyitnitno, HP.o, HP. ARF = 0,99
ARF = 0,99 f.
f. MengMenghitunhitung hag harga Prga PBAR BAR (dihi(dihitung tung dengdengan can cara aara aljabaljabar ratar rata-rata)-rata) Tabel Data Curah Hujan Maksimum I
Tabel Data Curah Hujan Maksimum I Rata-rata Tahunan
Rata-rata Tahunan Tahun 2001 - 2005 Tahun 2001 - 2005
Maksimum(1) Rata-rata Tahunan (mm) Maksimum(1) Rata-rata Tahunan (mm)
No
No TahunTahun Pengamatan StasiunPengamatan Stasiun
11.. 22000011 228866,,44 22.. 22000022 228899 33.. 22000033 229900 44.. 22000044 228877 55.. 22000055 229900 JJuummllaah h ((ΣΣ)) 11444422,,44 R Raattaa--rraattaa 228888,,4488 PBAR dihitung dengan rumus:
PBAR dihitung dengan rumus: PBAR =
PBAR = 1/n (R1+R2+R3+...+Rn)1/n (R1+R2+R3+...+Rn) Dengan;
Dengan; PB
PBARAR = = HuHujajan n teterprpususat at mamaksksimimum um raratata-ra-rata ta tatahuhunanan sn selelamama 2a 244 jam
jam dalam mmdalam mm nn = = JJuummllaah h ppeennggaammaattaann R
R 11 = Curah hujan terpusat maximum = Curah hujan terpusat maximum rata-rata tahunan selamarata-rata tahunan selama 24 jam stasiun PA
24 jam stasiun PA R
R 22 = = Curah hujan terpusCurah hujan terpusat maximum rata-rata tahuat maximum rata-rata tahunan selamanan selama 24 jam stasiun PB 24 jam stasiun PB PBA PBARR = 1/= 1/n (Rn (R1+R1+R2)2) = 1/1 (288,48 + 0) = 1/1 (288,48 + 0) = 288,48 mm = 288,48 mm
APBAR = PBAR x ARFAPBAR = PBAR x ARF
APBAR = Hujan maksimum rata-rata tahunan yang mewakili DAS selama 24 jam APBAR = Hujan maksimum rata-rata tahunan yang mewakili DAS selama 24 jam
dalam mm dalam mm A APPBBAARR = = 228888,,448 8 x x 00,,9999 = 285,60 mm = 285,60 mm
V V = = 1,02 1,02 – – 0,0275 0,0275 log log AREA AREA (DAS)(DAS) = 1,02 – 0,0275 log 31,86
= 1,02 – 0,0275 log 31,86 = 0,97866
= 0,97866
LLAKAKEE = = InIndedekks ds daananau = u = 00
Karena tidak terdapat danau Karena tidak terdapat danau
GF (Growth Factor)GF (Growth Factor) GF
GF100100 = 2,78= 2,78
Penggunaan GF (Growth Factor) terhadap nilai MAF, untuk menghitung debit puncak Penggunaan GF (Growth Factor) terhadap nilai MAF, untuk menghitung debit puncak banjir sesuai de
banjir sesuai dengan periode ulanngan periode ulang yang diinginkag yang diinginkan.n.
Menghitung MAF (Mean Annual Flood/Debit Banjir maksimum Menghitung MAF (Mean Annual Flood/Debit Banjir maksimum rata-rata tahunan)rata-rata tahunan) M
MAAFF = = 88xx1100-6-6 x AREAx AREAvvx APBAR x APBAR 2,4452,445 x SIMSx SIMS0,1170,117 x (1+LAKE)x (1+LAKE)-0,85-0,85 = 8x10
= 8x10-6-6x 31,86x 31,860,978660,97866 x 285,60x 285,602,442,44 x 0,8x 0,80,1170,117x (1+0)x (1+0)-0,85-0,85 = 226,45 m
= 226,45 m33/dt/dt
Menghitung perkiraan debit banjir dengan periode ulang (T)Menghitung perkiraan debit banjir dengan periode ulang (T) QT = GF(T, AREA) x MAF
QT = GF(T, AREA) x MAF
Untuk perencanaan bendung ini, diambil debit banjir periode
Untuk perencanaan bendung ini, diambil debit banjir periode ulang 100 tahun, maka:ulang 100 tahun, maka: Q
Q100100 = GF= GF(100, 180 or less)(100, 180 or less) x MAFx MAF = 2,78 x 226,45
= 2,78 x 226,45 = 629,531 m = 629,531 m33/dt/dt 2.
No
No TahunTahun Pengamatan StasiunPengamatan Stasiun
11.. 22000011 228866,,44 22.. 22000022 228899 33.. 22000033 229900 44.. 22000044 228877 55.. 22000055 229900 JJuummllaah h ((ΣΣ)) 11444422,,44 R Raattaa--rraattaa 228888,,4488 PBAR dihitung dengan rumus:
PBAR dihitung dengan rumus: PBAR =
PBAR = 1/n (R1+R2+R3+...+Rn)1/n (R1+R2+R3+...+Rn) Dengan;
Dengan; PB
PBARAR = = HuHujajan n teterprpususat at mamaksksimimum um raratata-ra-rata ta tatahuhunanan sn selelamama 2a 244 jam
jam dalam mmdalam mm nn = = JJuummllaah h ppeennggaammaattaann R
R 11 = Curah hujan terpusat maximum = Curah hujan terpusat maximum rata-rata tahunan selamarata-rata tahunan selama 24 jam stasiun PA
24 jam stasiun PA R
R 22 = = Curah hujan terpusCurah hujan terpusat maximum rata-rata tahuat maximum rata-rata tahunan selamanan selama 24 jam stasiun PB 24 jam stasiun PB PBA PBARR = 1/= 1/n (Rn (R1+R1+R2)2) = 1/1 (288,48 + 0) = 1/1 (288,48 + 0) = 288,48 mm = 288,48 mm
APBAR = PBAR x ARFAPBAR = PBAR x ARF
APBAR = Hujan maksimum rata-rata tahunan yang mewakili DAS selama 24 jam APBAR = Hujan maksimum rata-rata tahunan yang mewakili DAS selama 24 jam
dalam mm dalam mm A APPBBAARR = = 228888,,448 8 x x 00,,9999 = 285,60 mm = 285,60 mm
V V = = 1,02 1,02 – – 0,0275 0,0275 log log AREA AREA (DAS)(DAS) = 1,02 – 0,0275 log 31,86
= 1,02 – 0,0275 log 31,86 = 0,97866
= 0,97866
LLAKAKEE = = InIndedekks ds daananau = u = 00
Karena tidak terdapat danau Karena tidak terdapat danau
GF (Growth Factor)GF (Growth Factor) GF
GF100100 = 2,78= 2,78
Penggunaan GF (Growth Factor) terhadap nilai MAF, untuk menghitung debit puncak Penggunaan GF (Growth Factor) terhadap nilai MAF, untuk menghitung debit puncak banjir sesuai de
banjir sesuai dengan periode ulanngan periode ulang yang diinginkag yang diinginkan.n.
Menghitung MAF (Mean Annual Flood/Debit Banjir maksimum Menghitung MAF (Mean Annual Flood/Debit Banjir maksimum rata-rata tahunan)rata-rata tahunan) M
MAAFF = = 88xx1100-6-6 x AREAx AREAvvx APBAR x APBAR 2,4452,445 x SIMSx SIMS0,1170,117 x (1+LAKE)x (1+LAKE)-0,85-0,85 = 8x10
= 8x10-6-6x 31,86x 31,860,978660,97866 x 285,60x 285,602,442,44 x 0,8x 0,80,1170,117x (1+0)x (1+0)-0,85-0,85 = 226,45 m
= 226,45 m33/dt/dt
Menghitung perkiraan debit banjir dengan periode ulang (T)Menghitung perkiraan debit banjir dengan periode ulang (T) QT = GF(T, AREA) x MAF
QT = GF(T, AREA) x MAF
Untuk perencanaan bendung ini, diambil debit banjir periode
Untuk perencanaan bendung ini, diambil debit banjir periode ulang 100 tahun, maka:ulang 100 tahun, maka: Q
Q100100 = GF= GF(100, 180 or less)(100, 180 or less) x MAFx MAF = 2,78 x 226,45
= 2,78 x 226,45 = 629,531 m = 629,531 m33/dt/dt 2.
Untuk perhitungan puncak banjir dengan metode Gumbel maka harus dibuat data Untuk perhitungan puncak banjir dengan metode Gumbel maka harus dibuat data banjir
banjir puncak puncak tahunan, tahunan, atau atau hujan hujan lebat lebat maksimum maksimum (M) (M) yang yang merupakan merupakan harga-hargaharga-harga eks
ekstretrem m dadari ri berberbegbegai ai tahtahun un penpengamgamataatan, n, mamaka ka harharus us memengingikutkuti i dadalil lil disdistribtribusi usi harhargaga ekstrem. Bentuk yang paling
ekstrem. Bentuk yang paling cocok yaitu dengan menggunakan analisis frekuensicocok yaitu dengan menggunakan analisis frekuensi Data:
Data: a. F
a. F = Area= Area/dae/daerah perah pengalingaliran suran sungai = ngai = 31,831,86 km6 km22 b. L
b. L = Panjang sung= Panjang sungai ai = 7.8 km = 780= 7.8 km = 7800 m0 m c.
c. HH = = Beda Beda elevelevasi asi = = 179,2179,29 9 – – 173,0173,055 = 6,24 m
= 6,24 m = 0,00624 km = 0,00624 km d. Waktu tiba banjir (t)
d. Waktu tiba banjir (t) W = 72 ( W = 72 ( T T H H ))0,60,6 66 ,, 00 78 78 ,, 77 00624 00624 .. 00 72 72
==
WW Dimana: W = kecepatan tiba banjir (km/jam)Dimana: W = kecepatan tiba banjir (km/jam) H = Beda elevasi
H = Beda elevasi L = Panjang sungai L = Panjang sungai
T = waktu tiba banjir sampai surut (jam) T = waktu tiba banjir sampai surut (jam) = 0.99 km/jam
= 0.99 km/jam Waktu tiba banjir (t) Waktu tiba banjir (t)
tt == W W L L = 7.8 / 0.99 = 7.8 / 0.99 = 7.878 jam = 7.878 jam
KURVE FREKUENSI METODE GUMBEL KURVE FREKUENSI METODE GUMBEL T T xx SSxx K (TabelK (Tabel 2.13) 2.13) K.SxK.Sx x = x + x = x + K.Sx K.Sx 1 1 22 33 44 55 66 55 338822,,0033 4400,,119944 00..777788 31.27131.271 413.301413.301 1100 338822,,0033 4400,,119944. . 11..339977 5566..115511 443388..118811 2200 338822,,0033 4400,,119944 11..999944 8800..114477 446622..117777 2255 338822,,0033 4400,,119944 22..118811 8877..666633 446699..669933 5500 338822,,0033 4400,,119944 22..776633 111111..005566 449933..008866 110000 338822,,0033 4400,,119944 33..334411 113344..228888 551166..331188
Perhitungan debit banjir maksimum dengan periode ulang 100 tahun
Perhitungan debit banjir maksimum dengan periode ulang 100 tahun metode Gumbelmetode Gumbel R R 100100 == 24 24 100 100 X X xx 66 30 30
++
t t = ( 516.318 / 24 ) x ( 30 / 7.878+6 ) = ( 516.318 / 24 ) x ( 30 / 7.878+6 ) = 75,373 mm/jam = 75,373 mm/jam Rumu Rumus s Qn ==Qn 66 ,, 33 .. .. A A Rn Rn f f Dengan : Dengan :Qn = Debit banjir maximum dengan periode ulang n tahun. Qn = Debit banjir maximum dengan periode ulang n tahun.
f = koefisien
A = cathment Area (km2) = 1,496 km2 Untuk: Q100 = 6 , 3 . 100 . A R f = ( 0.75 x 46.505 x 31.86 )/ 3.6 Q100 = 308.67 m3/dt 3. Metode Weduwen Rumus = Qn = Mn . f . q’ . 240 70 R Dimana:
Qn = Debit maksimum untuk periode ulang n tahun
Mn = Koefisien yang tergantung dari periode yang ditetapkan sebagai periode ulang.
f = Luas daerah pengaliran (km2)/DAS
q’ = α . β. q = debit dalm m3/dt/km2dengan curah hujan maksimum 240. R 70 = curah hujan maksimum selama 70 tahun
R 70 = p M R = p M M 6 5 Dengan:
R = curah hujan maksimum kedua M = curah hujan maksimum pertama
Mp = koefisien selama periode tertentu (banyak data = p tahun) Mn = koeisien yang tergantung pada periode yang ditetapkan
(untuk n = 70 tahun, Mn = 1) Data: a. F = cathment area = 31,86 km2 b. L = panjang sungai = 7,878 km c. H =179,29 – 173,05 = 6,24 m d. Is = L H = 6.24/7878 = 0,0008 Ieffektif = 0,9 x Is = 0,9 x 0,0008 = 0,00072 Tabel Perhitungan R 70 Stasiun Curah Hujan Pengalaman Hujan M R Mp p M M 6 5 p M R
- 5 tahun 300 400 0,6 416,67 666,67
Jumlah 416,67 666,67
Jumlah (Σ) 1083,34
R 70 541,67
Jadi R 70= 541,67 mm
Dari grafik Weduwen, dengan Ieffektif = 0,00072 dan F = 31,86 km2, diperoleh q’ = α . β. q = 9 m3/dt/km2. Qn = Mn . F . q’ . 240 70 R Untuk Q70, Mn = 1 Q70 = 1 .31,86. 9 . 541.67/240 = 647,160 m3/dt Untuk Q100, Mn = 1,050 Q100 = 1,050 .31,86.9. 541.67/240 = 679.52 m3/dt 4. Metode Weduwen Rumus : 200 . . . q h F x Qn
=
Dimana x adalah koefisien yang nilainya 0,62 sampai 0,75, q didapat dari menginterporasikan nilai nF dan q yang ada di buku Nomogram, dan h adalah curah hujan max rata-rata dalam n tahun.
200 54 . 1044 2 , 7 . 86 , 31 . 75 , 0
=
Qn =1156,64 m3/dtk 5. Metode WeduwenRumus : Qn
=
0,278.C I . . ADimana I dihitung dengan rumus
3 / 2 24 24
=
t RI dimana t dihitung dengan rumus 3 / 2 ) / ( 72 H L L
t
=
Sehingga didapat vnilai t = 3,9 dan nilai I = 139,04. Kemudian nilai C adalah koefisien limpasan daerah yaitu sebesar 0,5575.Nilai Q = Q100
=
0,287.C I . . A=
0,278.0,5575.139,04.31,86 =686,55 m3/dtk6. Metode Hesper
Dimana 0,7 7 . 0 . 075 , 0 1 . 0012 , 0 1 A A
+
+
=
α dan 12 15 ) 1 , 0 ( 710 , 3 ) . 1 , 0 ( 3/4 3 , 0 8 , 0 45 , 0 3 , 0 8 , 0 A l L l L−
+
+
=
− β sedangkan q dihitung dari ) 1 ) 1 , 0 (( 6 , 3 0,8 0,3+
=
l L Rq sehingga dengan data sebagai berikut : Luas daerah alir sungai = 31,86, panjang sungai 7,8 km, perbedaan elevasi sungai 38 meter, dan R = 906,59 m3/dtk.
Nilai Q100
=
α .β .q. A=
0,467.0,5456,59,5.31,86 = 483,01 m3/dtk 7. Metode Pengukuran LangsungQ = V x A Keterangan :
Q = Debit air ( m3/det) V = Kecepatan aliran (m/dt) A = Luas penampang aliran (m2)
8. Debit dengan model Mock Q = (Dro + Bf) . F Keterangan :
Q = Debit air tersedia di sungai
Dro = Direct run – off / limpasan langsung Bf = Base flow / aliran dasar
F = Luas catchment area / Das
Dro = Ws – I Keterangan :
Ws = Water Surplus I = Infiltrasi
Keterangan :
Hp = Hujan yang mencapai permukaan tanah Et = Evapotranspirasi
Hujan permukaan
Hp = Hj – ICPW
Keterangan :
Hj = Jumlah hujan ICPW = Intersepsi wilayah
Air intersepsi didekati dengan persamaan Hossain (1969) dengan “range” Y1 ≤ ICP ≤ Y2
Dimana :
Sebagai pendekatan maka diambil nilai tengahnya
Atau
Vn = Sc – W0
Keterangan :
Sc = Stroge capacity (kapasitas tampungan) W0 = Kadar lengas tanah
9. Metode Reservoir
Metode Reservoir merupakan metode untuk perhitungan limpasan sungai pada suatu DAS.
Pendekatan proses hidrologi yang digunakan adalah dengan asumsi bahwa aliran sungai berasal dari sejumlah kombinasi tampungan yang disederhanakan dengan beberapa tampungan.
10. Model Muskingum
Model Muskingum dikembangkan oleh Mc. Carthv pada tahun 1938 dan merupakan cara
penelusuran banjir yang populer di Amerika Serikat dan sekitarnya. Cara Muskingum ini
memiliki keterbatasan antara lain tidak cocok untuk kenaikan yang tiba-tiba dan hidrografnya, misal pada kasus bendungan jebol.
11. Model Brakensiek
Model Brakensiek merupakan model perembesan air ke dalam tanah. Model ini dengan
metode SCS (Soil Conservation Service) vang memperhitungkan seluruh kehilangan air
(perembesan, penyimpanan depresi, intersepsi).
Berdasarkan pemikiran tentang siklus hidrologi, maka dikembangkan suatu konsep model yang merupakan penyederhanaan dari keadaan vang sesungguhnya. Pemodelan dengan menggunakan Model Brakensiek pada dasarnva memodelkan air yang berada dalam tanah. Sehingga nantinva akan diperoleh besarnya debit air tanah yang akan menentukan besarnva debit pada sungai.
Air cair yang diterima pada permukaan bumi, jika pemukaanya tidak kedap air, dapat bergerak ke dalam tanah dengan gaya gerak gravitasi dan kapiler dalam suatu aliran yang
pengertian dan penentuannya telah dicapai pada tahun-tahun terakhir ini. Para ahli agronomi menyebut jeluk maksimum air yang dapat dikembalikan ke permukaan baik oleh tanaman maupun oleh kapilaritas, sebagai tanah. Ini merupakan mintakat di mana pertama kali presipitasi masuk. Pada mintakat ini (disebut mintakat tanah atau air tanah) air bergerak secara vertikal dengan cara evapotranspirasi ke permukaan maupun dengan cara perkolasi yang menurun (pergerakan menurun lengas tanah dari mintakat air tanah tak jenuh ke mintakat jenuh menuju muka air tanah) (Ersin Seyhan. 1977 : 74).
Lebih dari 98 % dari semua air (diduga sedikit lebih daripada 7 x l06 km3) di atas bumi tersembunyi di bawah pori-pori batuan dan bahan-bahan butiran. 2 % sisanva ada yang kita lihat di danau, sungai dan reservoir. Separuh dari 2 % disimpan di reservoir buatan. 98 % dari air di bawah permukaan (96 di luar 100 % air total) disebut air tanah dan digambarkan sebagai air yang terdapat pada bahan yang jenuh di bawah muka air tanah. 2 % sisanya adalah lengas tanah pada mintakat tidak jenuh di atas muka air tanah (Ersin Seyhan , 1977 254).
Perembesan merupakan proses masuknya air hujan, lelehan salju irigasi air tanah Pergerakan air tanah merupakan proses air mengalir dari suatu titik ke titik lainnva di dalam tanah. Kedua proses ini tidak dapat dipisahkan seirng dengan kecepatan perembesan dikontrol oleh kecepatan pergeseran air tanah di bawah permukaan dan pergerakan air tanah berlanjut setelah suatu , kejadian perembesan teriadi, seiring dengan air vang merembes didistribusikan
Setelah turunnya hujan atau irigasi, akan terjadi suatu perembesan air ke dalam tanah. Untuk menghitung besarnya air yang merembes ke dalam tanah diperlukan suatu perhitungan yang menggunakan sebuah model. Model-model yang digunakan untuk mengkarakteristikan perembesan bagi aplikasi-aplikasi lahan biasanya menggunakan konsep-konsep sederhana
yang memprediksikan rata-rata perembesan atau volume perembesan kumulatif.
Model Brakensiek untuk mengetahui besarnva air yang merembes dalam tanah dapat menggunakan beberapa metode, antara lain : metode jumlah kur-va berhenti SCS, perembesan
empiris, perembesan berdasar teori tepat dan sebagainya (David, 1992 : 5.23 ). Pada metode SCS memprakirakan berdasarkan data tanah dan lapisan penutupnya.
persamaan perhentian SCS adalah
Q = (P - Ia)2 / (P - Ia) + S ...( 1 ) Dimana:
Q = perhentian, di dalam (mm) P = hujan, di dalam (mm)
S = penyimpanan maksimum potensial setelah perhentian dimulai (mm) Ia = abstraksi awal
Abstraksi awal merupakan seluruh kehilangan sebelum perhentian dimulai. Abtraksi meliputi air tersimpan di permukaan, penyerapan air oleh tumbuh - tumbuhan, penguapan, dan perembesan. la bervariabel tinggi namun berdasarkan data yang diperoleh dari berbagai batas
air agrikultur kecil, ia disesuaikan dengan persamaan empiris berikut
Ia = 0,2 S ……….. ( 2 ) Dengan mengeliminasi ia sebagai sebuah parameter independent, penyusaian ini memungkinkan menghasilkan penggunaan kombinasi S dan P untuk menghasilkan jumlah perhentian unik. Mensubstitusikan Persamaan (2) ke dalam persamaan (1) memberikan
Q = (P - 0,2 S)2 / ( P + 0,8 S ) ... ( 3 ) dimana parameter S berhubungan ke tanah clan melapisi kondisi-kondisi batas air melalui jumlah kurva CN (Curve Number). CN memiliki jarak wilayah dari 30 sampai 100 dan S
dihubungkan ke CN dengan
S = ( 1000 / CN ) – 10 ... ( 4 )
Faktor-faktor utama yang menentukan CN adalah kelomook tanah hidrologis, tipe lapisan, perlakuan. kondisi hidrologis dan anteseden / kondisi perhatian anteseden.
Model ini membagi kelompok tanah berdasarkan kondisi hidrologinya menjadi empat yaitu :.
Kelompok A yaitu kelompok tanah vana mempunvai laju intiltrasi sangattinggi (berpotensi kecil untuk teriadi limpasan) umumnya jenis berpasir yang dalam.
Keiompok B yaitu tanah mempunyai laju infiltrasi menengah, umumnva jenis tanah berpasir dangkal dan bertekstur sedang.
Kelompok C yaitu tanah yang mempunyai laju infiltrasi sangat rendah, umumnya jenis tanah bertekstur sedang sampai berat tetapi dangkal.
Kelompok D yaitu tanah yang mempunyai infilrrasi sangat rendah (berpotensi besar untuk terjadi limpasan). umumnva tanah lempung dangkal.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 2. 1. berikut : Tabel 2, l. Klasifikasi Tanah Hidrologis
o. TanahKelompok Jenis Tanah
1 A Pasir, Pasir Lempung, Lempung Berpasir Lumpur tepung, tepung
2 B Lempur Tepung,Tepung
3 C Lempung tanah liat, Lempung Tanah Liat Berpasir tanah hat berpasir, tanah hat
4 D Lempung Tanah Liat, Lempung Tanh liat berpasir Lempung Tanah Liat Berpasir, Tanah Liat
Perumusan Model Brakensiek
Dalam proses pengalihragaman data hujan menjadi data debit, model yang Jigunakan terdiri atas komponen-komponen model dengan perumusan -nasing-masing kompanen model dijeiaskan dalam uraian berikut :
Curah Hujan
Data hujan sangat dipengaruhi oleh kerapatan jaringan stasiun penakar hujan. Kerapatan hujan yang disarankan oleh World Meteorogzcul Organisation (WMO) adalah 100 - 250 Km2 untuk setiap stasiun hujan dengan keadaan normal dan 250 - 1000 km2 untuk keadaan vang
sulit di jangkau (Sri Harto, 1993) : 36) data curah hujan merupakan variabel masukan utama yang bersifat lump, artinya variabilitas ruang. Dengan kata lain hujan dianggap merata pada seluruh DAS. Data curah hujan vang tercatat pada stasiun epengamat adalah hujan titik (point rainfall). Selanjutnya dirubah menjadi hujan rata-rata daerah aliran sungai (areal rainfall)
Intersepsi
Intersepsi merupakan bagian air hujan yang membasahi dan tertahan pada benda-benda dipermukaan bumi seperti tumbuh-turnbuhan. Air tersebut kemudian di uapkan kembali ke atmostir melalui evaporasi sehingga tidak sempat memberikan pengaruh terhadap kelembapan tanah (Fleming, 1975; dalam 19). untuk memprediksi besarnya nilai intersepsi didekati dengan persamaan Hossain (1969) dalam Tri Budi Utama (1996 : 13), dalam bataasan sebagai berikut :
YI < ICP < Y2 ... (5)
Y1 = e 0,48 (HLJJAN) 0,48 (797) -0,12 ……….... (6) Y1 = e 0,48 (HLJJAN) 0,48 (797) -0,12 ……….. (7) Nilai intersepsi dasar merupakan nilai rata-rata dari batas atas dan bawah nilai kapasitas intersepsi, seperti rumus berikut :
ICPD = 0,50(Y1 +Y2) ………... (8) dengan :
ICPD = nilai intersepsi dasar (mm)
Y1 = batas bawah nilai kapasitas intersepsi harian (mm) Y2 = batas atas nilai kapasitas intersepsi harian (mm).
Selanjumva dihitung niiai intersepsi pada seluruh DPS atau wilayah yang dengan persamaan berikut:
ICPW = COICP x ICPD ……….... (9) Dengan:
COICP= koetisien intersepsi wilayah, Koetisien intersepsi ini merupakan rata-rata koefisien dari tataguna lahan yang ada.
ICPW = kapasitas intersepsi wilayah harian (mm) ICPD = nilai intersepsi dasar (mm).
Tabe( 2. 2. Koefisien Intersepsi Wila yah
Jenis Lahan Koefisien Intersepsi
Hutan 0,90-1,00
Sawah I 0.50-0.60
Tegal 0,20-0,40
Desa/pemukiman 0,07-0,20
Lain-lain 0,03-0,10
Sumber : Sudjarwadi, 1984, dalam Zulkarnaen, 2000 :27
C. Hujan Permukaan
Air huian yang sampai ke permukaan tanah adalah air hujan yang setelah dikurangi dengan intersepsi. Besarnya curah hujan yang jatuh di permukaan tanah dapat dihitung dengan persamaan berikut (Tri Budi Utama, 1996 : 16) :
HUPER = HUJAN - ICPW... (10) Dengan:
HUPER = hujan permukaan (mm)
ICPW = kapasitas intersepsi wilayah hauian (mm) HUJAN = hujan rata-rata 1/2 bulanan.
Aliran permukaan merupakan aliran pada permukaan anah akibat limpasan air hujan. Untuk memprakirakan besarnva aliran permukaan akan digunakan persamaan berikut (Tri Budi litama, 1996 : 16)::
ALPER = C X HUPER ………. (11) Dengan:
ALPER = bagian air hujan yang mengalir di permukaan tanah (mm) C = koefisien limpasan permukaan
HUPER = hujan permukaan (mm).
Besar C tergantung pada faktor kelembaban tanah permukaan. Yang dalam ini ditentukan berdasar rumus :
C = 0,10 – CSRO ………... (12) Dengan:
C = koefisien batas aliran permukaan CSRO = koefisien intersepsi wilayah
E. Infiltrasi
Infiltrasi merupakan proses masuknya air dalam tanah. Besarnya nilai infiltrasi merupakan bagian terbesar kehilang an air hujan. sehingga yang berpengaruh dalam anaiisis ketersediaan air di sungai (Sri Harto, 1993:96). Besarnva nilai infiltrasi dihitung berdasar persamaan imbangan air yang terjadi di permukaan tanah, yang ditulis dengan persamaan berikut (Tri Budi utama, 1996 : 17):
AINF = (1 - C ) HUPER………... (l3) Dengan:
AINF = kapasitas nilai infiltrasi
C = koefisien limpasan permukaan HUPER = hujan permukaan (mm).
F. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi merupakan proses penguapan yang terjadi pada permukaan air dan tanah di suatu DAS. Nilai evapotranspirasi merupakan penjumlahan dari nilai evaporasi dan transpirasi. Besarnya nilai evapotranspirasi dihitung dengan metode panel evaporasi sebagaimana tercantum pada Standar perencanaan lrigasi tahun 1986 dengan persamaan berikut :
ETo = Kp x E pan ... (14) Etc = Kc x Eto... (15) Dengan:
ETo = evapotranspirasi potensial (mm/hari) ETc = evapotranspirasi tanaman (mm/hari )
Epan = evaporasi rata-rata harian dari panci (mm/hari ) Kc = koefisien tanaman
Kp = koefisien panci (antara 0.65-0,85).
G. Aliran Dasar
Perhitungan aiiran dasar dan air tanatl mengunakan metode S CS dengan persamaan
sebagai berikut :
ALIMP = (ALPFR - 0.2 S) - (AINF - 0.8 S) ………. (16) AINF = (ALPER - KAL - ALIMP) ………. (17)
S = 1000/N - 10……….. (18) KAL = 0.2 x S ……….. (19)
Dengan :
ALPER= bagian air hujan yang mengalir dipermukaan tanah (mm) AINF = infiltrasi (mm)
ALIMP= aliran dasar (mm) KAL = kapasitas lapang
AINFl = air tanah (mm)
S = perbedaan potensiai antara hujan dan aliran dimulai dari permulaan hujan (mm) N = angka nomor lengkung yang tergantung dari tataguna lahan.
Berdasarkan lapisan penutup dan kondisi hidrologinya menurut metode SCS dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut:
Tabel l. 3. Nomor Lengkung Limpasan (Runoff Curve Number) untuk Penutup Tanah yang Kompleks
Tata Guna lahan perlakuan infiltrasikondisi kelompok tanah
A B C D
Tanah tandus
Tanaman berjalan BLBL jelek 7772 8681 9188 9491
BL baik 67 78 85 89 GT jelek 70 79 84 88 GT baik 65 75 82 86 GT&T jelek 66 74 80 82 GT&T baik 62 71 78 81 Kacang-kacangan atau padang rumput yang rapat BL jelek 66 77 85 89 BL baik 58 72 81 85 GT ielek 64 75 83 85 GT baik 55 69 78 83 GT&T jelek 63 73 80 83 GT&T baik 51 67 76 80 Alang-alang jelek 68 79 86 89 Sedang 49 69 79 84 Baik 39 61 74 80 GT Jelek 47 67 81 88 GT sedang 25 59 75 83 GT baik 6 35 70 79
Hutan sedang jelek 3645 6660 7773 7983
25 55 70 77
Desa 59 74 82 86
Tanah padat/jalan 74 84 90 92
Sumber : Nugroho Suryoputro, 1995 : 11 Keterangan :
BL = baris lurus GT = garis tinggi T = Teras
Air vang masuk ke sungai merupakan penjumlahan aliran limpasan permukaan dan Air vang masuk ke sungai merupakan penjumlahan aliran limpasan permukaan dan al
alirairan n dadasasar. r. PePersrsamamaaaan n yayang ng didigugunanakakan n sesebabagagai i peperhrhituitungngan an dedebibit t AlAlirairan n susungngaiai didasarkan pada Model
didasarkan pada Model mock mock (Sri Harto dan Sujarwadi 1989. dalam (Sri Harto dan Sujarwadi 1989. dalam Zulkarnaen.2000: 35).Zulkarnaen.2000: 35). Persamaan model
Persamaan model hitungan hitungan sebag sebag ai ai berikut:berikut: Q
Q = = ((DDRRO O - - BBSSFF) ) x x F F ……… ((2200)) D
DRURU = A= ALPLPER ER ……… (2(21)1) B
B55FF = A= ALL11MMP ……P ……… (2(222)) dengan.
dengan. ALP
ALPER=ER= alialiran ran perpermukmukaan aan (mm(mm)) ALIMP
ALIMP= = aliran aliran dasar dasar (mm)(mm) B
BSSFF == aalliirraan n ddaassaar r mmiinniimmuum m ((mmmm)) D
DRROO == lliimmppaassaan ln laannggssuunng (g (mmmm)) FF == lluuaas s ddaaeerraah h ttiinnjjaauuaan n ((mmmm)) Q
Q == ddeebbiit t ssuunnggaai i ((mm33//ddtt))..
12.
12. DebiDebit Puncat Puncak Banjk Banjir dengir dengan Modan Model Marel Markovkov a. Intersepsi Data
a. Intersepsi Data Pada
Pada ModeModel l MarkoMarkov v ini ini sebasebag g ai ai data masukan adalah data masukan adalah data aliran data aliran atau atau debidebitt su
sungngaiai. . DaDalalam m pepenenelitlitiaian n inini i memengnggugunanakakan n dadata ta dedebibit t mamaksksimimum um seselalama ma duduaa mingguan.
mingguan. Pen
Penenentuatuan n dan dan penpeneluelusursuran an debdebit it ini ini dadapat pat dildilakuakukan kan deng deng an an limlima a mamacamcam metode yaitu : metode kecepatan-luas, metode perahu bergerak, metode pelacak , metode yaitu : metode kecepatan-luas, metode perahu bergerak, metode pelacak , sekat-sekat & saluran-saluran dan persama
Metode kecepatan luas didasarkan atas data kecepatan yang diperoleh pada Metode kecepatan luas didasarkan atas data kecepatan yang diperoleh pada titik-titik yang
titik-titik yang berbeda pada beberapa vertikal pada suatu penampang nelintang aliran.berbeda pada beberapa vertikal pada suatu penampang nelintang aliran. Besar debit dapat diperoleh secara aritmatik (bila kecepatan pada satu,dua titik pada Besar debit dapat diperoleh secara aritmatik (bila kecepatan pada satu,dua titik pada vertikal diketahui ).
vertikal diketahui ). Metod
Metode e peraperahu hu yang yang berg berg erak erak dikedikembanmbangkan gkan oleh oleh ,Smo,Smoot ot dan dan NovaNovak k padapada tahun 1969. Metode ini sebenarnya merupakan suatu varian dari metode kepatan-luas tahun 1969. Metode ini sebenarnya merupakan suatu varian dari metode kepatan-luas dan dikemhangkan untuk digunakan pada sungai-sungai yang besar dan aliran air dan dikemhangkan untuk digunakan pada sungai-sungai yang besar dan aliran air dimana perahu dapat beroperasi. Kecepatan aliran hanya menentukan pada satu titik dimana perahu dapat beroperasi. Kecepatan aliran hanya menentukan pada satu titik dar
dari i setsetiap iap ververtiktikal. al. TeTetaptapi, i, banbanyayaknyknya a ververtiktikal al yayang ng diadiambmbil il adadalaalah h besbesar. ar. HarHarpp (
( 19197474) ) dadalalam m ErErsisin n SvSvehehan an (1(197977) 7) memenynyajiajikakan n memetotode de peperarahu hu beberg rg ererak ak yyanangg dipe
diperluas rluas yanyang g dapadapat t mengmengukur ukur arus-arus-arus arus beruberukuran sedang. kuran sedang. DengDengan an mengmengangganggapap bah
bahwa wa keckecepaepatatan n ratrata-a-ratrata a kurkurang ang lelebih bih sebsebesaesar r 85% 85% dardari i keckecepaepatatan n perpermukmukaanaan,, dianggap bahwa permukaan aliran akan dilakukan pada suatu penampang melintang dianggap bahwa permukaan aliran akan dilakukan pada suatu penampang melintang sungai dimana terdapat jalan kabel atau
Sebagaimana ditunjukkan pada bagian di atas, dianggap bahwa pengukur kecepatan Sebagaimana ditunjukkan pada bagian di atas, dianggap bahwa pengukur kecepatan aliran bergerak melintasi arus dari A ke B pada kecepatan yang tetap ( Vm ) dan mengukur aliran bergerak melintasi arus dari A ke B pada kecepatan yang tetap ( Vm ) dan mengukur secara kontinu kecepatan air permukaan yang nisbi terhadap pengukur tersebut ( Vwm ), secara kontinu kecepatan air permukaan yang nisbi terhadap pengukur tersebut ( Vwm ), ketika alat ini melintasi jarak S. Selanjutnya, kecepatan air permukaan ( Vwm ) dapat ketika alat ini melintasi jarak S. Selanjutnya, kecepatan air permukaan ( Vwm ) dapat ditentukan dengan dua cara yang mungkin, yaitu :
ditentukan dengan dua cara yang mungkin, yaitu :
1). Mengukur Vwm dan karena Vm diketahui, maka hitung δ 1). Mengukur Vwm dan karena Vm diketahui, maka hitung δ
Cos δ = Cos δ = Vwm Vwm Vm Vm ... ...( ...( 1 1 )) Dan untuk menentukan Vw dengan menggunakan rumus :
Dan untuk menentukan Vw dengan menggunakan rumus : Sin δ = Sin δ = Vwm Vwm Vw Vw ... ...( ...( 2 2 ))
2). Mengukur ( dengan menggunakan suatu alat pengindera arah ) sudut δ saja. Karena Vm 2). Mengukur ( dengan menggunakan suatu alat pengindera arah ) sudut δ saja. Karena Vm diketahui, maka hitung Vwm dengan cos δ = Vm / Vwm dan tentukan Vw dengan diketahui, maka hitung Vwm dengan cos δ = Vm / Vwm dan tentukan Vw dengan menggunak
menggunakan sin δ an sin δ = Vm / = Vm / Vwm. Dengan menentukan penampang melintang arus secaraVwm. Dengan menentukan penampang melintang arus secara terpisah, maka debit dapat ditentukan dari kecepatan yang dihasilkan hasil kali
terpisah, maka debit dapat ditentukan dari kecepatan yang dihasilkan hasil kali luas.luas.
Metode pelacak juga disebut metode pengenceran, didasarkan atas penentuan Metode pelacak juga disebut metode pengenceran, didasarkan atas penentuan der
derajaajat t penpengengenceceran ran oleoleh h air air yayang ng menmengagalir lir terterhahadap dap suasuatu tu larlarutautan n pelpelacacak ak yayangng ditambahkan. Pelacak dapat merupakan pelacak bahan kimia ( NaCl, bahan pewarna ditambahkan. Pelacak dapat merupakan pelacak bahan kimia ( NaCl, bahan pewarna rhodamin, dan lain-lain ) maupun suatu pelacak radioaktif. Metode ini dianjurkan rhodamin, dan lain-lain ) maupun suatu pelacak radioaktif. Metode ini dianjurkan
pada tempat – tempat dimana metode konvensional tidak dapat digunakan berhubung jeluk yang dangkal, kecepatan sangat tinggi atau turbulensi yang berlebihan.
Metode sekat-sekat dan saluran-saluran ini digunakan bila pengukuran aliran tidak mungkin memakai pengukur arus, debit pada aliran yang kecil ditentukan dengan bantuan bangunan fisik, seperti sekat-sekat, saluran-saluan, venturimeter, lubang - lubang, pintu-pintu dan lain-lain. Untuk aliran alami, pengukuran aliran umumnya dibatasi pada sekat-sekat dan saluran-saluran yang merupakan bangunan hidrolik yang bertujuan menciptakan pengendalian buatan atas aliran ( sungai ). Bangunan tersebut harus didirikan secara tepat menurut spesifikasi
Pada kanal yang terbukaa aliran air juga ditentukan dengan menggunakan persamaan-persamaan empiris. Persamaan yang, sering digunakan adalah persamaan
Chezy dan persamaan Manning. Kedua persamaan ini mengandaikan suatu penampang
melintang yang seragam, kekasaran dasar sungai yang tidak berubah dan menggunakan aliran tetap yang seragam.
b) Struktur Model
Model Markov merupakan salah satu model matemati yang menggunakan pendekatan stokastik. Penggunaan pendekatan stokastik ini untuk menghasilkan (to
generate) suatu urutan nilai (sequence ot values) dari aliran sintetik suatu sungai, meninjau aliran-aliran yang merupakan hasil dari proses acak (random process), suatu proses yang hasilnya berubah menurut waktu dengan cara memasukkan faktor probabilitas (Soemarto, 1986).
Model Markov tersebut mempunyai bentuk sebagai berikut : Qi= di + e1
d1 = Komponen deterministik, suatu angka yang ditentukan oleh suatu fungsi yang eksak,
yang dibentuk oleh parameter-parameter clan nilai-nilai terdahulu (previous values) dari proses, didapat berupa fungsi dari nilai tengah debit, keragaman aliran yang diukur dari standard deviasinya dan jari debit-debit masa lampau, seperti xi-1, xi-2.
e1 = Komponen acak dari model. e1 merupakan angka acak yang diambil atau hasil
sampling dari himpunan angka-angka acak yang mempunyi distribusi atau pola probabilitas tertentu. e1 diambil dari distribusi normal.
Struktur Model Markov ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Dari gambar struktur Model Markov maka ada beberapa koponen yang harus dicari dengan persamaan – persamaan matematis dan stokastik, yaitu :
Rumus Model Markov atau model lari-satu untuk data historik aiiran tahunan adalah ( Soemarto, 1986)
qi = μ- ρ ( qi.j – μ ) + ei...( 4 )
dengan :
qi = data debit yang dicari
ρ = koefisien korelasi lag-satu μ = nilai tengah populasi
ei = bilangan acak berdistribusi normal baku
Sedangkan untuk aliran musiman ( bulanan, setengah bulanan atau bagian tahun lainnya ) menggunakan Model Markov untuk musim ganda ( multi season ) Qi.j = μ + ) 1 ( ) ( ) ( . − j j j σ σ ρ (qi.j-1-μ j-1)-ti.jσ1(1-ρ(j )2)0. 5...( 5 ) dengan :
qi = data debit yang dicari dalam musim
μ j = nilai tengah populasi dalam tiap – tiap musim σ j = keragaman populasi dalam tiap – tiap musim ti. j = nilai acak berdistribusi normal baku
Pada penelitian ini menggunakan data debit ½ bulanan. Jadi dalam setahun ada 24 musim, karena tiap setengah bulan disebut sebagai satu musim. Maka Model Markovnya menggunakan dua indeks. Indeks pertama merupakan nomor dalam urutan tahun dimana debit ini terjadi, sedangkan indeks kedua adalah nomor musim yang berjalan secara siklis dari 1 sampai dengan 24. Jadi indeks pertama i memperhatikan posisi umum dalam deret, sedangkan indeks j menunjukkan
musim yang mana dalam himpunan ( 1,2,3,...,24) aliran tersebut berada. 1). Nilai Tengah
Jika data historis yang dipunyai sebanyak n aliran tahunan, maka nilai tengahnya adalah ( Soemarto, 1987 ) :
x = 1/ n
∑
= n l i xi...( 6 )Yang merupakan perkiraan nilai tengan populasi μ. Secara matematik dapat ditulis sebagai berikut :
μ = E ( x )...( 7 )
Dimana E(x) merupakan dug aan (expectation) dari x bila n mendekati tak terhingga
yaitu E{x ) merupakan nilai batas (dalam artian, probabilitas) dari x jika n mendekati tidak terhingga dan dimana xi merupakan aliran tahunan. Karena cara algaritma generasi (generation algorithrn) yang digunakan hanyalah yang untuk
menghasilkan urutan terbatas dari aliran, nilai tengah sampel yang diperoleh tidak dapat diduga sama benar dengan nilai tengah data historis. Tetapi akan cenderung mendekati nilai tengah data historis dan dekatnya nilai tengah tersebut dapat diperbaiki dengan makin panjangnya g enerasian (generating sequence).
Jika data historis merupakan aliran musiman, maka nilai tengah untuk tiap-tiap musim (Edi Yitno Nugroho, 1988) :
x = n x n l i j i
∑
= . ...( 8 ) 2) Standard Deviasi ( Simpangan Baku )Karakteristik penting kedua dari data historik adalah keragaman (variasi) atau penyebarannya (spread) data, yang diukur deng an keragaman (variance) dan standard deviasinva. Definisi keragaman atau standard deviasi adalah nilai yang
didug a (expected value) dari kwadrat beda nilai yang ditarik secara acak dari
populasi dengan nilai tengah populasi tersehut. Bila E merupakan operator duga,
maka keragaman σ2 dapat dirumuskan ( Soemarto, 1986 ), sebagai berikut :
σ2 = E ∫ (x-μ)2...( 9 )
Sedangkan simpangan baku merupakan akar kwadrat dari keragaman, yaitu
σ. Jika sampelnya x1, x2, x3,...xn dari populasi, maka perkiraan keragaman populasi
adalah : s2 = 1 / ( n – 1 )
∑
= n l i ( xi – x )2 = 1 / ( n – 1 )∑
= n l i xi2 – 1 / ( n – 1 ) ( x )2...( 10 )dimana x adalah nilai tengah sampel. Keluarannya n-1 dalam penyebut disebabkan karena dalam hitungan digunakan x bukan nilai tengah populasi μ; s adalah diambil
sebagai perkiraan dari σ. Jika x1, x2, x3,...xn merupakan data aliran, dan x
merupakan nilai tengah sampel, maka y1, y2, y3 ... yn dirumuskan sebagai berikut:
yi = xi – x...( 11 )
Rumus diats hanya digunakan jika data historisnya merupakan aliran tahunan. Untuk data aliran musiman, simpangan baku tiap-tiap musim (Edi Yitno Nugroho,1988), adalah : s j = ) 1 ( ) ( 2 .
−
−
∑
= n q q n l i j j i ...( 12 )3). Koefisien Korelasi Serial Lag-Satu
Pada studi – studi yang meninjau persistensi debit, yang khas berhubungan dengan musim hujan dan kemarau, diperlukan model – model yang lebih terinci. Statistik sampel aliran historik berikutnya yang dapat digabungkan dalam model adalah koefisien korelasi serial lag satu (Soemarto, 1986). Penjelasan di atas dapat dirumuskan sebagai berikut :
Ρl = [ ( E(xi- μ) (xi.j- μ) )] / σ2...( 13 ) Dengan :
μ = Nilai tengah populasi
σ = Keragaman populasi debit xi
ρ1 = Ukuran besarnya rentangan ( extent ) dimana suatu debit cenderung untuk menentukan aliran berikutnya.
Jika ada persistensi yang menyolok dalam urutan debit, maka ada kecenderungan yang kuat pada xi dan xi+l untuk lebih besar dari μ atau keduanya lebih kecil dari μ .Jadi ada tendensi tertentu pada hasil (x i– μ ) (xi+l – μ ) menjadi positif karena sering hasil dari kedua faktor tersebut tandanya sama. Oleh karena itu nilai yang diharapkan (expected value) mempunyai tanda positip. Kebalikannya jika debit yang lebih besar dari debit rata-rata mempunyai peluang besar untuk diikuti o1eh debit yang lebih kecil dari debit rata-rata, maka hasil dari (x;-p) (x;+;-p) akan cenderung menjadi negatif seperti halnya dengan nilai yang diharapkan. Tetapi jika
tak ada persistensi dalam pola debit maka besar kemungkinan terjadi debit yang lebih besar dari rata-rata akan diikuti oleh debit tinggi lainnya, daripada diikuti oleh debit yang lebih kecil dari debit rata-raianya. Demikian pula, debit rendah diikuti oleh debit tinggi atau debit rendah lainnva deng an probabilitas yang sama.
Faktor-faktor (xi– μ ) (xi+l – μ ) positip akan berpeluang sama banyak dengan yang negatip,
sedangkan nilai yang diharapkan ( expected value) adalah nol. Keragaman σ 2
yang timbul dalam penyebut rurnus (10), merupakan faktor panormal. Ini akan membatasi nilai korelasi antara (-l,l ) dan berarti bahwa korelai – korelasi dari populasi dengan sejumlah penyebaran dapat dibandingkan secara baik.
Maka dengan nilai-nilai sampel terbatas x1, x2, x3,...xn yang ditarik dari
populasi, dapat dibentuk perkiraan koefisien korelasi serial lag-satu (r 1) untuk aliran
tahunan sebagai berikut :
r 1 = ( ) 5 . 0 2 2 2 2 2 5 . 0 1 1 2 1 2 2 1 1 1 1 1 1 ) 1 ( 1 1 .
−
−
−
−
−
−
+
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
= = − = − = = = − = n i n i n i n i i i n n i xi n x xi n xi xi n xi xi ...( 14 )Sedangkan untuk aliran musiman ρ(j ) adalah koetisien korelasi lagsatu
yang dibatasi untuk pasang an aliran yang berdekatan dari musim j-1 dan j. Jadi
ρ(j ) ditentukan oleh (Edi yitno Nug roho,1988) :
ρ(j) =
(
)
[
](
)
(
)
(
)
[
]
∑
∑
= − − =−
−
−
−
−
n i j j i j j i j i j i j j i n i x x x x 1 2 1 . 2 . . 1 . . 1 1 µ µ µ µ ...( 15 )4). Koefisien kepencengan ( Skewnwss Coefficient )
Koefisien kepencengan untuk populasi dirumuskan ( Soemarto,1986 ) sebagai berikut : γx = ( 3 ) 2 σ µ
−
x E ...( 16 )Dimana σ merupakan standard deviasi populasi E[(x-μ)3] merupakan momen ketiga terhadap nilai tengahnya. σ3 merupakan faktor penskala yang menjadikan statistik tanpa dimensi. sehingga koefisies kepencengan populasi lain dengan penyebaran berbeda. Untuk aliran musiman koefisien kepencengan tiap-tiap musim dirumuskan :
γ j = 3 1 3 . . 2 3 . 3 . / 1 j n i j i j i sj j i s x n
∑
=+
−
µ µ ...( 17 )Koefisien kepencengan ini kan menentukan kesimetrian distribusi sampel terhadap nilai tengahnya dan dipakai untuk koreksi pada nilai ti. j-nya, yaitu dengan rumus:
t
i.γ.1 = j i j i j i j i j i t . 3 . . . . 2 36 6 . 1 2 γ γ γ γ
−
+
−
...( 18 ) dengan γi.j =(
2)
1.5 1 3 1 . 1 ) . . ( ij j j i i ρ γ ρ γ−
− − ...( 19 ) dengant
i. j = bilangan acak dengan nilai tengah nol dan simpangan satut
i.γ.1= bilangan acak mendekati distribusi gamma dengan nilai tengah nol, simpangan baku satu dan kepencengan γt. jx i. j = data debit historik dalam musim j γi = Koefisien kepencengan musim j
Karena musim ke-1 menyusul musim ke-m dari tahun sebelumnya, sehingga bila j=1,μi-1 = μo disamakan dengan μm, demikian pula xodan σo
Kelemahan dari pemilihan distribusi normal adalah debit yang dihasilkan dapat berharga negatif. Secara nyata debit negatif tidak mungkin terjadi, maka
debit negatif ini harus dianggap tidak ada atau sama dengan nol. Bila debit yang berharga negatif itu lebih besar dari 5 % maka data debit turunan itu tidak dapat
dipakai sebagai dasar analisis selanjutnya ( Edi Yitno Nugroho, 1988 ). 13. Debit Model SSARR
Dalam konteks hidrologi, yang disebut model adalah usaha tiruan proses Dalam hal ini, tiruan proses hidrologi tersebut disusun guna penaksiran secara kualitatif dari setiap komponen proses yang tercakup dalam siklus hidrologi. Model hidralogi, secara umum dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu model fisik, model analog, dan model matematika (Clarke, 1973 dalam Sri Harto 1993:190). Model fisik yaitu model dengan skala tertentu untuk menirukan prototipenya. Model analog, digunakan untuk meniru proses dalam sistem yang ditinjau dengan suatu sistem lain yang umumnya memanfaatkan sifat-sifat listrik. Model matematika, menyajikan sistem dalam rangkaian persamaan, dan kadang-kadang dengan ungkapanungkapan yang menyajikan hubungan antar parameter dan variabel. Menurut Clarke, 1973 dalam Sri Harto (1993:192), parameter adalah besaran yang menandai suatu sistem hidrologi yang besarnya tetap sepanjang waktu. Variabel adalah besaran yang menandai suatu sistem
yang dapat diukur dan memiliki nilai yang berbeda pada. waktu yang berbeda.
Data untuk masukan model pada umumnya menggunakan nilai-nilai yang memerlukan justifikasi. Dalam pembuatan model, sebagian besar teIah dilaksanakan dalam bentuk model digital, untuk kemudian simulasi proses hidrologi. Beberapa model yang pernah digunakan antara lain SSARR Model dari Corps of Engineering USA, model ini mula-mula dikembangkan untuk mencari hubungan antara curah hujan dan debit pada suatu daerah aliran sungai yang digunakan untuk meramalkan debit aliran di sungai serta untuk perencanaan waduk dan kajian operasionalnya Sebagai masukan kedalam model adalah curah hujan serta parameter-parameter daerah aliran yang merupakan pendekatan terhadap karakteristik fisik yang sebenarnya (Sri
Handoyo, 1987:1.3). Keuntungan dari model SSARR antara lain adalah tidak dibutuhkan masukan yang banyak, waktu pemrosesan lebih cepat dibandingkan model yang memakai persamaan-persamaan numerik, dapat memanfaatkan data-data sebelumnya, proses kalibrasi cepat dilakukan. Disamping itu terdapat juga beberapa kekurangannya antara lain adalah; model ini tidak terlalu rinci sehingga sulit untuk menganalisa proses kerusakan alam, model tidak memasukkan karakteristik basin dan saluran, model tidak mengg ambarkan secara jelas proses fisik pada siklus hidrologi (Sri Nandoyo, 1987:6.21. Model Tangki yang dibuat oleh Sugawara. sebuah tangki deng an saluran pengeluaran sisi yang melukiskan aliran buangan air hujan didalam daerah alirannya. Beberapa tangki serupa yang paralel dapat mewakili suatu daerah aliran yang besar. Jika tanpa saluran pengeluaran bawah atau tampungan, tangki itu dapat menirukan penelusuran banjir pada saluran. Kedua tangki itu bila diperlukan dapat digabungkan untuk menirukan sistem aliran pada sungai. Model Sacramento memakai suatu cara perhitungan kelengasan yang sama dengan SWM dan satu hidrograf satuan membentuk hidrograf aliran keluarannya (Sri Handoyo, 1987:1.3).
Model USDAHL yang dikembangan oleh US Aricultural Research Service ag ak berbeda dari model-model kebanyakan. Pada model tersebut daerah alirannva dibaai
menjadi 3 daerah aliran vaitu daerah tinggi, daerah kaki bukit, dan daerah bawah. Aliran petmukaan tanah yang berasal dari daerah tinga i mengalir, menghambur; diatas daerah-daerah yang lebih rendah dan bergerak mengikuti alur menuju saluran dan aliran ini melakukan infiltrasi. Infiltrasi itu sendiri merupakan fungsi dari tampungan yang ada dan kondisi-kondisi tanamannva. Model ini dimaksudkan untuk dipakai bagi kepenting an pertanian dan mungkin cocok sekali bagi daerah-daerah aliran yang relatif kecil. HSPF Model, yang dikembangkan oleh Us environmental Protectioan Agency merupakan suatu paket program yang didasarkan pada SWM yang telah dimodifikasi. Paket tersebut selain mencakup simulasi bagi aliran sungai, juga
meliputi pekerjaan simulasi rutin pada kualitas air dan pembuangan bahan-bahan kimia pertanian serta bahanbahan pencemar lainnya (Sri Handoyo, 1987:2.10 ).
Program HEC - l yang telah banyak dipakai, menggunakan suatu rumusan laju kehilangan sederhana dan hidrograf satuan untuk menyusun ulang ban jir-banjir dari data curah hujan. Storm Water Management Model (SWMM) yang dibuat untuk Us ervironmental Protectioan Agency menawarkan beberapa pilihan bagi taksiran-taksiran aliran buangan curah hujan sederhana, serta memanfaatkan penelusuran banjir kinematik untuk rnembentuk hidrografnya. SWMM dirancang untuk Penerapan pada sistemsistem saluran pengering akibat hujan pada daerah perkotaan dan memasukkan algoritmis bag i peniruan beberapa kualitas parameter- parameter. STORM jug a dirancang untuk menirukan aliran hujan daerah perkotaan. Sebuah model yang dikembangkan oleh British Road Research Laboratory mengandaikan bahwa semua aliran buangan air hujan berasal dari daerah-daerah yang kedap air dan memanfaatkan penelusuran banjir muskingum untuk membentuk hidrografnya (Sri Handoyo, 1987:2.8).
G. Struktur Model SSARR
Model SSARR untuk aliran sungai melibatkan parameter-parameter basin untuk mensimulasikan hubungan curah hujan dan limpasan. Hujan yang jatuh, tidak semuanya menjadi debit aliran, ada yang tertahan oleh tanah menjadi suatu indeks (harga) kebasahan tanah, sebagian lagi menguap, dan sisanya menjadi aliran limpasan.
Aliran limpasan yang jatuh pada sungai diangap memasuki suatu tampungan-tampungan pada permukaan, bawah tanah, dan dasar (baseflow). Dan tiap-tiap tampungan ini akan dialirkan menjadi aliran permukaan, bawah permukaan dan aliran dasar dengan persamaan-persamaan penelusuran pada tiap-tiap tampungannya. Ketiga
komoponen tersebut menghasilkan banyaknya aliran (debit) pada akhir perhitungan. Proses ini dapat dilihat pada gambar 2.4.
H. Perumusan Model SSARR
Model SSARF merupakan model simulasi Hidrologi yang cukup sederhana sehingga dalam penentuan parameter sebagian besar dilakukan dengan kalibrasi, dengan mengandalkan debit pengukuran. Model ini tidak bisa diterapkan pada daerah yang tidak berpengukur, karena sukar untuk mengukur parameter yang dipakai pada model, dimana parameterparameternya tidak menjabarkan gejala fisik secara rinci, walaupun demikian model ini cukup praktis untuk dipakai karena tidak membutuhkan data lapangan yang banyak dan sifat parameter yang khusus sehingga memudahkan dalam melakukan kalibrasi. Parameter-parameter yang dipakai adalah (Sri Handoyo, 1987; 3.2)
1. Curah Hujan (WP)
Data curah hujan merupakan variabel masukan utama yang bersifat lump, artinya besaran hujan tidak mempunyai variabelitas ruang Dengan kata lain bahwa hujan dianggap merata pada seluruh daerah aliran sung ai (DAS). Dalam penelitian ini diperlukan data hujan harian yang tercatat pada stasiun pengamat hujan. Data hujan yang tercatat pada stasiun pengamat adalah hujan titik (point rainfall), selanjutnya diubah menjadi hujan rata-rata daerah aliran sungai (areal rainfall). Dari curah hajan ratarata ini, yang menunjang debit adalah sebesar
RGP = ROP x WP ... (1) Dimana:
RGP = Lirnpasan yang menunjang debit (cm)
ROP = Persen runoff, didapat dari hubungan antara SMI dengan ROP 2. Soil Moisture Index (Indek Kelengasan Tanah) = SMI
SMl disini bukan kelengasan Tanah yang sebenarnya melainkan hanya suatu indek yang mengontrol masukan hujan untuk menentukan berapa persen dari hujan yang menunjang aliran limpasan (runoff). Hubungan antara SMI dan ROP (Runoff peerzent) diperlihatkan pada gambar 6. Dan gambar terlihat jika indeks kelengasan tanah kecil, persentase limpasan juga kecil yang artinya sebagian besar dari hujan tertahan, balk pada
tanah ataupun tanaman tertutup (Sri Handoyo, 1987; 3.3).
Hubungan antara SMI dan ROP terlihat pada gambar diatas, untuk mendapatkan harga SMI awal kita menggunakan cara coba-coba, sedangkan untuk harga SMI berikutnya didapat dari rumus (Joesron Loebis,1987: VI-4)
SMI1 = Soil Moisture Index pada awal periode
SMI2 = Soil Moisture index pada periode berikutnya
PH = Periode routing (jam)
KE = faktor yang mereduksi ETI pada hari-hari hujan. (cm/1,5 bulan)
3. Baseflow Infiltration Index ( Indek aliran dasar) = BII
BII ini merupakan pengontrol untuk menentukan berapa persen dari masukan yang telah dikontrol oleh SMI yang menjadi aliran dasar. Hubungan antara BII - BFP diperlihatkan dalarn gambar 7. Seperti dilihat dalam gambar, jika masukan besar akan
menambah BII, sehingga BFP nya kecil, jadi BII mewakili suatu keluaran tampungan, jika keluarannya besar, maka yang menunjang baseflow menjadi kecil (Sri Handoyo,
1987; 3.4).
Berapa persen limpasan yang akan menunjang Baseflow merupakan fungsi dari BII Untuk mendapatkan harga BII awal juga menggunakan cara coba-coba (trial & eror) sedangkan untuk periode berikutnya, digunakan rumus (Joesron Loebis, l987: VI-1) :
………... (2) Dimana :
BII1 = Baseflow infiltration index permulaan periode routing (cm/0.5 bulan)
BII2 = Baseflow infiltration index akhir periode routing (cm/0.5 bulan)
RG =
PH RGP
adalah runoff dalam cm/jam Ts BII = Time of storage untuk perhitungan BII 4. Evapotranspiration Index (ETI)
Evaportanspirasi merupakan proses penguapan yang terjadi pada permukaan air dan tanah di suatu daerah pengaliran sungai. Nilai evapotranpirasi merupakan penjumlahan dart nilai evaporasi dan transpirasi. Besarnya nilai evapotranspirasi dihitung dengan metode panel evaporasi sebagai mana tercantum pada Standar Perencanaan Irigasi tahun 1986 dengan persamaan berikut:
ET = Kc x ETo...( 5 ) Dengan :
ETo = evapotranspirasi potensial (mm/hari ) ETc = evapotranspirasi tanaman (mm!hari) Epan = evaporasi tanaman
K p = koetisien panel ( antara 0,65 - 0,85 )
5. Faktor Keefektifan Evapotranpirasi (KE)
Meng gambarkan perubahan evapotranspirasi karena besanrya curah hujan jadi semakin sering dan makin besar hujan maka evapotranspirasi makin kecil. Hubungan antara KE dan curah hujan diperlihatkan pada gambar 2.7 (Sri Handoyo, 1987; 3.4)
Gambar 2.7. Hubungan KE dan Curah hujan 6. Baseflow Infiltration Time of Slrorage (TsBII)
Merupakan Time Storage (waktu tampungan) pada persamaan tampungan untuk menghitung laju BII pada periode berikutnya.
Merupakan hubungan yang menentukan berapa banyak dari surface inflow yang menjadi surface runoff, dalam bentuk tabel atau grafik. Setelah mendapatkan komponen baseflow dan harga BII yang baru maka input yang tersedia untuk surface dan sub surface
runoff (RGS) (Joesron Loebis,l987: VI-5) :
RGS merupakan penunjang surface, dapat dihitung dengan rumus:
RGS = RG x (I- BFP) ... ( 6 )
Lengkung surface runoff (RS) versus total input to surface dan sub surface (RGS) dispesifikasikan berbentuk tabel. Bentuk lengkung ini yang lazim dipergunakan didasarkan pada asumsi-asumsi sebagai berikut (Joesron Loebis,l987: VI-6) :
- komponen surface runoff (RS) diambil minimum 10% dari total input (RGS).
- Komponen sub surface runoff (RGS) akan mencapai maximum (KSS) dan akan konstan untuk RGS diatas 200 % dari KSS.
- Persamaan lengkung ini adalah : RS = [0.1 + 0.2 ( )
KSS RGS
] x RGS ...( 7 ) Jika RS < KSS, maka RSS = RGS - RS ...( 8 ) Jika RS > KSS, maka RSS = KSS dan RS = RGS - RSS ...( 9 ) 8. Baseflow, Surface, Sub-surface
Debit aliran didapat dari penjumlahan tiga komponen, yaitu baseflow, ,surface, sub-sur face. Untuk mencari nilai atau harga ketiga komponen tersebut dapat
menggunakan rumus sebagai berikut :
BFLOW QBG = BFI' x RG x AREA ... (10)
SURFACE Q SG = 16 x AREA ... (11)
Q TOTAL = QBG + QSG + QSSG ...(13)
I. Penyusunan Program Komputer
1. Model Matematika
Dalam penyembangan masalah-masalah sumber daya air umumnya
menggunakan metode penelusuran banjir (routing). Metode penelusuran banjir dapat
diklasifikasikan kedalam 2 goiongan, yaitu :
- Penelusuran hidrolik (Hydraulic routing)
- Penelusuran hidrologi (Hydrologic routing)
Pada model SSARR yang dikeluarkan pada tahun 1958 oleh U S A r m y C o r p s o f Engneer masih menggunakan metode penelusuran hidrologi, karena model ini
biasanya digunakan untuk daerah aliran yang besar dan untuk menganalisa suatu waduk. Pada model ini balk penelusuran banjir pada sungai maupun waduk merupakan penerapan dart metode penelusuran Muskingum (,Sri Handoyo, 1987: 4.2).
2. Diagram Alir Program Komputer
Perhitungan debit aliran sungai dalam penelitian ini menggunakan dua program komputer, yaitu Pascal dan Excel. Adapun parameter yang dihitung
menggunakan program Pascal antara lain-, SMI
-- R0P KE -- RF, Bll - BFI' dan RGP
untuk penulisan program pascal selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2. Sedangkan perhitungan yang menggunakan Excel antara lain; Baseflow (QBG), Surface (QSSG), Sub-surface (QSSG) dan debit total (Q Adapun diagram alir untuk perhitungan aliran sungai, diperlih
Keterangan Simbol untuk flowchart pada gambar 2.8 : Nakhir : Jumlah periode perhitungan
ETI : Evapotranspirasi index
BII : Baseflow Infiltration Index (Harga infitrasi ke aliran dasar)
BFP : Persentase dari curah hujan yang menunjang aliran dasar
SMI : Soil Moisture Index (Harg a kebasahan tanah)
ROP : Persentase dari curah hujan yang menunjang debit RGP : Bagian dari hujan menunjang debit
RG : Besarnya Iimpasan PH Durasi RF : Curah hujan
RGS : Bagian Itujan (R.G) menunjang surlace dan sub.surface
RS : Bagian RG yang menunjang surface RSS : Bagian RG yang menunjang subsurface QBG : Debit baseflow
QSG : Debit Surface QSSG : Debit subsurface
Qtot : Debit total
Metode Bangkit Data
a). Persamaan Model Thomas Flering
Keterangan :
Qi = Debit Bulanan
= Rerata debit bulanan
bi = Koefisien regres (ri x Si + 1) / Si
ti = Bilangan rawak biasanya merupakan perubah bebas
bersebaran normal dengan rerata nol dan ragam satu
ri = Koefisien korelasi selang satu untuk dua bulan i
bi = ri x Si + 1 / Si
ti = xi – xi / Si
1. Metode Reservoir
Metode Reservoir merupakan metode untuk perhitungan limpasan sungai pada suatu DAS.
Pendekatan proses hidrologi yang digunakan adalah dengan asumsi bahwa aliran sungai berasal dari sejumlah kombinasi tampungan yang disederhanakan dengan beberapa tampungan.
2. Model Muskingum
Model Muskingum dikembangkan oleh Mc. Carthv pada tahun 1938 dan merupakan cara
penelusuran banjir yang populer di Amerika Serikat dan sekitarnya. Cara Muskingum ini
memiliki keterbatasan antara lain tidak cocok untuk kenaikan yang tiba-tiba dan hidrografnya, misal pada kasus bendungan jebol.
3. Model Brakensiek
Model Brakensiek merupakan model perembesan air ke dalam tanah. Model ini dengan
metode SCS (Soil Conservation Service) vang memperhitungkan seluruh kehilangan air
(perembesan, penyimpanan depresi, intersepsi).
1. Metode FSR Jawa – Sumatra
Rumus :
MAF = 8 x 10-6 x AREA X APBAR2,445 x SIMS0,117 x (1 + LAKE )-0,85 Keterangan :
MAF = Mean Annual Flood (debit banjir tahunan rata-rata tahunan)
ARSA = Daerah Aliran Sungai (km2)
V = 1,02 – 0,0275 log AREA
APBAR = Hujan maksimum rata-rata tahunan yang mewakili DAS
= PBAR x ARF
PBAR = Hujan terpusat maksimum rata-rata tahunan selama 24
jam
ARF = Faktor reduksi (lihat tabel)
SIMS = Indeks kemiringan (m/km)
= H/MSL
H = Jarak terbesar dari tempat pengamatan sampai batas
terjauh di daerah
aliran diukur sepanjang sungai.
LAKE = Indeks danau, jika tidak terdapat danau diambil nol
Tabel Faktor Reduksi AFR
Luas DAS (km2) ARF
1 – 10 0,99
10 – 30 0,97
30 – 30000 1,152 – 0,1233 log AREA
Sehingga debit puncaknya digunakan rumus :
Q T = GF(T.AREA) x MAF
Q T = Debit banjir dengan periode T tahun
GF = Grown Factor (tabel)
MAF = Mean Annual Flood Tabel Grown Factor (GF)
Return Period e Catchment Area < 180 300 600 900 1200 >1500 5 1,28 1,27 1,27 1,22 1,19 1,17 10 1,56 1,54 1,48 1,44 1,41 1,37 20 1,88 1,84 1,78 1,70 1,64 1,59 50 2,35 2,30 2,18 2,10 2,03 1,95 100 2,78 2,72 2,57 2,47 2,37 2,27
Harga PBAR dihitung dengan cara aljabar rata-rata yaitu dengan rumus : R = 1/n (R 1+ R 2+ R 3+ … + R n)
Keterangan :
R = Hujan maksimum rata-rata
n = Jumlah pengamatan
R 1 = Hujan maksimum rata-rata pengamatan 1
R 2 = Hujan maksimum rata-rata pengamatan 2
R 3 = Hujan maksimum rata-rata pengamatan 3
R n = Hujan maksimum rata-rata pengamatan n
2. Metode Gumbel
Metode gumbel dikembangkan dengan menggunakan tecrema faktor frekuensi yang menganalisa data banjir puncak / hujan lebat maksimum yang merupakan harga ekstrim dari berbagai tahun pengamatan. Oleh karena itu analisanya selalu mengikuti dallil distribusi harga ekstrim.
Model perhitungannya selalu dimunculkan dalam bentuk analisa statistik dengan model dan teori distribusi, dengan demikian perhitungannya akan jadi lebih mudah.
3. Metode Weduwen
Menghitung debit banjir pada suatu sungai dengan metode weduwen dibutuhkan data curah, luas catchment area, panjang sungai, elevasi tempat bendung dan titik sepanjang catchment area untuk beda tinggi.
Rumus :
Keterangan :
F = Luas catchment area (km2)
= dapat ditetapkan berdasarkan nomogram atau grafik yaitu berdasarkan
hubungan antara kemiringan dasar sungai (i) dengan luas daerah pengairan.
R70 = 5/6 M/mp atau R/mp, yaitu hujan terbesar 240 mm dengan pengalaman 70
tahun. Dalam hal ini :
M = Curah hujan maksimum pertama R = Curah hujan maksimum kedua Mp = Koefisien selama periode pertama
Maka untuk mencari Q100 menggunakan rumus : Q100 = 3,6 x Q70
4. Metode Analisis Kuadrat Terkecil – Gumbel
Metode Kuadrat Terkecil merupakan salah satu bentuk analisis banjir yang berakar dari metode Gumbel, dimana metode ini kesalahan subyektif dapat dilakukan perubahan dengan penyesuaian matenatika. Metode ini lebih banyak dipakai di lapangan, karena dapat memberikan penyesuaian yang menyeluruh dan sedikit memerlukan hitungan.
5. Pengukuran Debit Secara Tidak Langsung
Q = V x A Keterangan :
Q = Debit air ( m3/det)
V = Kecepatan aliran (m/dt)
A = Luas penampang aliran (m2)
6. Persamaan Model Thomas Flering ( Metode Bangkit Data)
Keterangan :
Qi = Debit Bulanan
I = Indeks, dari 1 – 12, menunjukkan bulan bi = Koefisien regres (ri x Si + 1) / Si
ti = Bilangan rawak biasanya merupakan perubah bebas bersebaran normal
dengan rerata nol dan ragam satu
ri = Koefisien korelasi selang satu untuk dua bulan i
bi = ri x Si + 1 / Si
ti = xi – xi / Si
7. Debit dengan model Mock
Q = (Dro + Bf) . F Keterangan :
Q = Debit air tersedia di sungai
Dro = Direct run – off / limpasan langsung Bf = Base flow / aliran dasar
F = Luas catchment area / Das
Dro = Ws – I Keterangan :
Ws = Water Surplus I = Infiltrasi
Ws = Hp – Et Keterangan :
Hp = Hujan yang mencapai permukaan tanah Et = Evapotranspirasi
Hujan permukaan
Hp = Hj – ICPW
Keterangan :
Hj = Jumlah hujan
ICPW = Intersepsi wilayah
Air intersepsi didekati dengan persamaan Hossain (1969) dengan “range”
Y1 ≤ ICP ≤ Y2 Dimana :
Atau
Stronge volume (bagian yang tertampung dilapis tanah) Vn = Sc – W0
Keterangan :
Sc = Stroge capacity (kapasitas tampungan)
W0 = Kadar lengas tanah
Debit Banjir Rancana
Berdasarkan perhitungan banjir puncak dengan beberapa metode pada point B diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Metode Perhitungan Banjir Q100tahun (m3/dt) 1. Metode FSR Jawa – Sumatera
2. Metode Gumbel Type 1 3. Metode Weduwen
4. Metode Melchior 5. Metode Rasional 6. Metode Hesper
Untuk perhitungan perencanaan konstruksi baik pada bangunan utama maupun jaringan irigasi digunakan Q yang terbesar, dari perhitungan debit dengan berbagai metode di atas.
Kemudiaan perhitungan perencanaan konstruksi direncanakan dengan periode ulang 100 tahun, dan debit yang terpakai adalah 1156,64 m3/dt.
Q100tahun terpakai = 1156,64 m3/dt
PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR UNTUK TANAMAN
A. Perhitungan Detik Andalan untuk Kebutuhan Irigasi
Perhitungan debit andalan dimanfaatkan untuk melihat hubungan antara kebutuhan air dengan ketersediaan air. Dari data curah hujan bulanan rata-rata dapat diketahui besar debit andalan yang tersedia.
Perhitungan debit andalan menggunakan rumus: Q = 6 , 3 . . A R f
Dimana,
Q = besar debit andalan (m3/dt)
F = faktor pengaliran menurut mononobe dalam tabel 2.1 hal 92, buku irigasi oleh Drs. Ir. Suyitno Hp, MT/ Besarnya f untuk daerah persawahan yang dialiri = 0,70 – 0,80, diambil harga f = 0,75
R = curah hujan bulanan rata-rata (mm/jam)
A = luas daerah pengaliran sungai (cathment area) dalam km2
Sedangkan R = 24 r x 6 30
+
TDengan r = curah hujan
t = waktu tiba banjir ( T L
) L = panjang sungai
W = kecepatan tiba banjir
T = waktu tiba banjir sampai surut(jam) W = 72 ( T H )0,6km/jam H = 6.24 m = 0,00624 km T = 7.78 km = 72 (0.00624/7.8)0,6 = 0,99 km/jam T = W L = 7.8/0.99 = 7.878 jam Data : A = Cathment Area = 31,86 km2
Data curah hujan bulanan rata-rata (pda tabel) dari rumus R, maka perhitungan debit andalan; R = 24 r x 6 30
+
T =r /24 x 30/7.878+6 = 30r /333.072 = 0,09 r Qandalan = 6 , 3 . . A R f = (0.75 . 0.09r . 31.86)/3.6 =0.597rdimana r adalah curah hujan bulanan rata-rata, maka besarnya debit andalan (m 3/dt)
dapat dicari dengan mengalikan angka 0,058 dengan nilai curah hujan bulanan rata-rata tiap tahun.
PERHITUNGAN DIMENSI SALURAN IRIGASI
A. Dasar Perencanaan Saluran Tanpa Pasangan
Untuk pengaliran air irigasi, saluran berpenampang trapesium tanpa pasangan adalah bangunan pembawa yang paling umum dipakai dan ekonomis.
1. Rumus Aliran
Dalam perencanaan ruas, aliran saluran dianggap sebagai aliran tetap,untuk itu ditetapkan rumus STRICKLER, yaitu:
V = K . R23 . I 12, maka I = [ 3 2 . R K V ]2 R = L A L = b + 2h 2
+
1 m Q = A . V B = n . h Dimana: Q = debit saluran (m3/dt) V = kecepatan aliran (m/dt)A = luas potongan melintang aliran (m2)
R = jari-jari hidrolis (m) L = keliling basah (m’) b = lebar dasar saluran (m)
h = tinggi air (m)
I = kemiringan saluran
k = koefisien kekasaran strickler (m13/dt)
m = kemiringan talud (i vertikal : m horizontal)
Rumus aliran tersebut juga dikenal sebagai Rumus Manning. Koefisien kekasaran Manning (n) mempunyai harga bilangan i dibagi dengan k.
Gambar potongan melintang saluran 2. Koefisien Kekasaran Strickler
Koefisien kekasaran tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut: a. kekasaran permukaan saluran