• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 AMONIAK (NH

3

).

Amoniak adalah gas yang berbau busuk dan mudah menguap. Secara fisik amoniak memiliki sifat sebagai berikut:

Tabel 1. Data Fisik Amoniak.

Titik didih : -33°C (-28°F) Titik beku : -78°C (-108°F)

Tekanan uap : 10 atm pada 25.7°C Evaporasi rata-rata (air=1): lebih cepat dari pada air Specific gravity (H2O=1): 0.682 pada 4°C

(39°F)

Solubilitas dalam air : 89.9 g/100 cc pada 0°C dan 7.4 g/100 cc pada 100°C

Persen Volatil : 100% Tegangan permukaan : 23.4 Dynes/cm pada 11.1°C Penampakan dan bau : gas/cairan tidak

berwarna dan berbau tajam

Densitas (udara=1): 0.596 pada 0°C (32°F)

Sumber : BOC Gases (1996), www.brown.edu

Amoniak dapat menimbulkan dampak yang berbahaya bagi tubuh bila terpapar atau terhirup. Pengaruh amoniak apabila terpapar atau terhirup dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Dampak Amoniak

Kadar Amoniak Gejala yang timbul

5 ppm Bau nya mulai tercium

6 ppm Iritasi pada mukosa mata dan saluran napas 25 ppm Kadar maksimum yang dapat diterima selama 8 jam 35 ppm Kadar maksimum yang dapat diterima selama 10 menit 40 ppm Mulai menyebabkan sakit kepala, mual, hilang nafsu makan

Sumber : Departemen Kesehatan (2010), www.depkes.go.id

2.2 PENGGUNAAN NH

3

DI INDUSTRI

Beberapa industri menggunakan amoniak dalam jumlah besar, sehingga emisi amoniak yang dihasilkan juga dalam jumlah besar. Pabrik lateks pekat salah satu pabrik yang menghasilkan emisi amoniak. Menurut Saputra (2008), emisi pabrik lateks pekat untuk amoniak adalah 1-600 ppm. Industri lateks pekat menggunakan amoniak sebagai bahan anti koagulan untuk mencegah terjadinya prakoagulasi lateks serta desinfektan untuk pengawetan lateks. Selain industri karet, amoniak juga banyak dihasilkan oleh industri peternakan, industri petrokimia, manufaktur logam, industri makanan, pulp dan kertas, industri tekstil, pabrik pengolahan limbah, dan industri pupuk urea (Busca dan Piostarino 2003). Amoniak banyak digunakan dalam memproduksi asan nitrat, sebagai indikator universal untuk menguji gas yang berbeda-beda sehingga diketahui keberadaan gas tersebut, pupuk

(2)

4

dengan mencampurkan amoniak dengan air tanpa proses kimiawi tambahan, amoniak banyak digunakan sebagai refrigerant sebelum ditemukannya dichlorodifluoromethane (Freon), amoniak juga digunakan sebagai desinfektan, dan amoniak cair digunakan sebagai bahan bakar pada roket (Sutrasno 2009, staff.ui.ac.id).

2.3 PENANGANAN BAU AMONIAK

Gas amoniak yang ada udara yang terhirup dalam konsentrasi dan jangka waktu tertentu dapat merusak kesehatan organ tubuh dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Untuk menghindari dampak negatif yang ditimbulkannya perlu dilakukan penanganan bau amoniak. Tindakan penanganan dapat dilakukan secara fisik dan biologi.

2.3.1 Fisik

Beberapa metode telah dikaji sebagai upaya pengendalian pencemaran udara. Devinny et al. (1999), menambahkan beberapa metode yang dapat digunakan untuk menangani limbah gas antara lain :

1. Kondensasi: Limbah gas yang pekat dilakukan pendinginan dan dikompres

2. Insinerasi: Terdiri dari insinerasi termal (700-1400°C) dan insinerasi katalis (300-700°C dengan katalis platinum, palladium, dan rubidium).

3. Adsorpsi: Adsorpsi terjadi dalam bahan pada fixed atau fluidized bed seperti karbon aktif atau zeolit dan sangat efektif untuk uap dengankonsentrasi rendah.

4. Absorpsi: Penghilang limbah gas pencemar dengan larutan penyerap, seperti air maupun pelarut organik (minyak silikon). Kesuksesan ditentukan oleh afinitas polutan terhadap cairan.

5. Sistem membran: Menggunakan perbedaan tekanan pada dua sisi membran. Tekanan aliran gas sekitar 310-1400 kPa.

Penanganan secara fisik masih meninggalkan residu lain yang dapat menimbulkan masalah lain terhadap lingkungan.

2.3.2 Biologi

Penanganan gas amoniak secara biologi lebih ramah lingkungan dan tidak menghasilkan hasil buangan lagi (Deshusses 1997). Teknologi penanganan bau secara biologi antara lain biofiltrasi, biotrickling filter, dan bioscrubber (Burgess et al. 2001). Biofilter merupakan teknologi penanganan gas dengan melewatkan gas kontaminan ke media yang berisi materi organik yang mengandung populasi mikroorganisme. Biofilter mampu menghilangkan amoniak sekitar 95-98%, baik menggunakan material organik dan anorganik (Pagans et al. 2005).

Biotrickling filter dan bioscrubber merupakan teknologi penanganan amoniak secara biologi

dengan mengimobilisasi bakteri aktif pada permukaan biofilm dengan menggunakan media sintetik seperti plastik dan keramik (Govind 2004). Menurut Melse dan Ogink (2005), rata-rata efisiensi penghilangan bau dengan menggunakan Biotrickling filter dan bioscrubber adalah 70%.

(3)

5

Gambar 1. Biofilter (a), Biotrickling Filter (b), dan Bioscrubber (c) (Yuwono 2003).

2.4 ADSORBSI NH

3

Sorpsi merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan pergerakan materi dari satu fasa ke fasa lain. Bila sorpsi hanya terjadi pada permukaan fasa lain disebut adsorpsi, sedangkan bila materi tersorpsi terbagi rata di seluruh fasa disebut absorpsi. Adsorben adalah padatan atau cairan yang mengadsorbsi, sedangkan adsorbat adalah padatan, cairan atau gas yang diadsorbsi. Proses adsorbsi dapat terjadi antara padatan dengan padatan, gas dengan padatan, gas dengan cairan, dan cairan dengan padatan (Ketaren 1986). Menurut Setyaningsih (1995), adsorbsi adalah proses terjadinya perpindahan massa adsorbat dari fase gerak (fluida pembawa adsorbat) ke permukaan tempat-tempat aktif di permukaan adsorben.

Ada dua metode adsorbsi, yaitu adsobrsi secara fisik (physicosorption) dan adsorbsi secara kimia (chemoisorption) (Pari 1995). Adsorbsi secara fisik terjadi karena perbedaan energi atau gaya tarik menarik elektrik (gaya Van der Waals), sehingga molekul-molekul adsorbat secara fisik terikat pada molekul adsorben. Jenis adsorbsi ini umumnya adalah lapisan ganda (multi layer) dalam hal ini tiap lapisan molekul terbentuk di atas lapisan-lapisan yang proporsional dengan konsentrasi kontaminan. Makin besar konsentrasi kontaminan dalam suatu larutan, maka makin banyak lapisan molekul yang terbentuk pada adsorben. Adsorbsi fisik ini dapat balik (reversible), yang berarti ion-ion atau atom-atom yang terikat dapat dilepaskan kembali dengan bantuan pelarut tertentu yang sesuai dengan sifat ion yang diikat. Adsorbsi secara kimia, ikatan yang terjadi adalah ikatan kimia yang kuat dan tidak dapat balik (irreversible) karena pada pembentukannya diperlukan energi pengaktifan, sehingga untuk melepaskannya diperlukan energi yang besarnya relatif sama dengan energi pembentukan.

Setyaningsih (1995) menerangkan mekanisme adsorbsi, sebagai berikut; molekul adsorbat berdifusi melalui suatu lapisan batas ke permukaan luar adsorben (difusi eksternal), sebagian ada yang teradsorbsi di permukaan luar, sebagian berdifusi lanjut di dalam pori-pori adsorben (difusi internal). Proses adsorbsi pada bahan terjadi melalui tiga tahap dasar, yaitu zat terjerap ke dinding bagian luar, zat bergerak menuju pori-pori bahan dan zat terjerap ke dinding bagian dalam bahan.

Kapasitas adsorpsi dipengaruhi oleh sifat adsorben. Struktur pori adsorben berhubungan dengan luas permukaan, semakin kecil pori-pori adsorben, mengakibatkan luas permukaan semakin besar, daya adsorbsi yang selektif, dan mempunyai daya ikat yang kuat terhadap zat yang hendak

(4)

6

dipisahkan secara fisik maupun kimia (Setyaningsih 1995). Dengan demikian kecepatan adsorpsi bertambah. Kinetika adsorbsi dalam penyerapan NH3 dapat digambarkan dengan model isotermis

adsorbsi Freundlich. Teori isoterm adsorbsi Freundlich mengasumsikan bahwa permukaan pori adsorben bersifat heterogen dengan distribusi panas adsorbsi yang tidak seragam. Adapun bentuk persamaan Freundlich sebagai berikut (Gokce et al. 2009),

log x/m = log Kf + 1/n log Ce

dimana :

x = jumlah adsorbat yang diserap (mg) m = berat adsorben (g)

Ce = konsentrasi kesetimbangan (mg/L).

Kf = intersep, menunjukkan kapasitas penyerapan dari adsorbent.

1/n = slope yang menunjukkan keragaman adsorbsi dan konsentrasinya.

Gambar 2. Kurva Adsorbsi Isotherm Freundlich (www.nature.com 2010)

2.5 JENIS BAHAN PENGISI

Bahan pengisi merupakan bahan/media yang digunakan sebagai tempat tumbuhnya mikroorganisme. Bahan yang digunakan harus memiliki nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang agar mampu mendegradasi pollutan gas yang masuk (Hirai et al. 2001).

Persyaratan untuk bahan pengisi/penyangga antara lain:

1. Kapasitas menahan air yang tinggi (Water Holding Capacity). 2. Porositas yang tinggi dan area permukaan spesifik yang luas. 3. Sifat kepadatan yang rendah.

4. Penurunan tekanan yang rendah pada berbagai kandungan air. 5. Perubahan bentuk yang sedikit pada waktu penggunaan yang lama. 6. Murah.

7. Kemampuan menyerap bau yang sesuai. 8. Ringan.

x/m (mg/g adsorbat)

Ce (mg/L) Kurva isotherm Freundlich

(5)

7

2.5.1 Kompos Bokashi

Bokashi adalah pupuk kompos yang dihasilkan dari proses fermentasi atau peragian bahan organik dengan teknologi EM4 (Effective Microorganisms 4). Keunggulan penggunaan teknologi EM4 adalah pupuk organik dapat dihasilkan dalam waktu yang relatif singkat dibanding dengan cara konvensional. Bahan untuk pembuatan bokashi dapat diperoleh dengan mudah di sekitar lahan pertanian, seperti jerami, rumput, tanaman kacangan, sekam, pupuk kandang atau pupuk gergajian (Lembar Informasi Pertanian 2001).

Kompos telah banyak digunakan dalam mendegradasi berbagai pollutan karena kompos memiliki kemampuan menahan air yang baik (Pagans et al. 2005). Kompos bokashi dapat digunakan sebagai bahan pengisi organik, karena memiliki keragaman dan jumlah mikroorganisme yang tinggi (Iranpour et al. 2005). Bahan kompos mempunyai tahanan penurunan permukaan yang lebih tinggi dibanding gambut (Devinny et al. 1999). Menurut Wu

et al. (1998), kompos merupakan material yang menyediakan sumber nutrien penting yang

mendukung pertumbuhan dan berkembangnya mikroorganisme.

2.5.2 Arang Sekam

Sekam padi adalah bagian terluar dari butir padi yang merupakan hasil samping saat proses penggilingan padi. Sekitar 20% dari bobot padi adalah sekam padi dan kurang dari 15% dari komposisi sekam adalah abu sekam yang selalu dihasilkan setiap kali sekam dibakar. Arang sekam digunakan sebagai bahan pengisi biofilter karena dapat meningkatkan porositas. Penambahan arang sekam dalam suatu bahan dapat menurunkan bobot isi bahan, peningkatan ruang pori total, ruang pori drainase cepat, serta penurunan ruang pori drainase lambat (Djatmiko et al. 1985).

2.5.3 Arang Kayu

Arang kayu berasal dari sisa-sisa kayu yang dibakar secara sempurna (Iskandar dan Santosa 2005). Arang merupakan hasil pembakaran bahan yang mengandung karbon yang berbentuk padat dan berpori. Sebagian besar porinya tertutup oleh hidrogen, ter, dan senyawa organik lain yang komponennya terdiri dari abu, air, nitrogen, dan sulfur.

2.6 BIOFILTER

Menurut Pagans et al. (2005), biofilter merupakan teknologi penanganan gas secara biologi dengan melewatkan gas ke media yang berisi materi organik yang mengandung populasi mikroorganisme. Biofilter mampu menghilangkan amoniak sekitar 95-98%, baik menggunakan material organik dan anorganik.

Penggunaan biofilter lebih efisien dan tidak mahal, khususnya untuk polutan dengan konsentrasi rendah (Baquerizo et al. 2005). Biofilter tidak membutuhkan lahan yang luas untuk instalasinya, sehingga tepat digunakan pada industri yang sudah padat (Hirai et. al. 2001). Devinny et

(6)

a p u d y d b m s d d d m al. (1999) men pressure drop

untuk zat penc dapat memburu

Prinsip yang telah diis dalam biofilm bersamaan den menyatakan ba senyawa organ disajikan pada Biofilte digunakan ada dalam meredu memberikan nu Gam nambahkan pe yang rendah. cemar konsentr uk, serta dapat kerja biofilter si dengan bah

yang selanjut ngan proses fi ahwa target ko nik, dan sel-s Gambar 2. r memanfaatk alah Nitrosomo

uksi gas amonia utrisi bagi pert

mbar 3. Mekan enggunaan bio Selain keungg rasi tinggi, pH t terjadinya pen adalah dengan an pengisi. Ga tnya terjadi pr isika, kimia da omponen gas ak sel mikroorgan kan mikroba d onas sp. Selain

ak. untuk men tumbuhan dan nisme Proses M ofilter tidak me gulan, biofilter dan kelembab nyumbatan. n melewatkan as-gas tersebut roses difusi da an interaksi bi kan diuraikan nisme. Mekan dalam mendeg n Nitrosomonas numbuhkan bak perkembangan Metabolisme da enghasilkan pr juga memiliki ban sulit dikend

udara kotor ke t mengalami b an biodegrada iologi (Baquer menjadi CO2, isme proses m gradasi NH3. s sp, bakteri he kteri tersebut d nnya. alam Biofilm (D roduk limbah i kelemahan, y dalikan, keada e dalam kolom biodegradasi d si secara aero rizo et al. 200 H2O, garam m metabolisme d Mikroba yang eterotrof juga s diperlukan bah Deshusses 199 lebih lanjut d yaitu tidak coc an medium ya m-kolom biofilt

an diabsorbsi

obic yang terja

05). Yani (199 mineral, bebera di dalam biofi

g paling bany sering digunak han yang mam

97). dan cok ang ter ke adi 99) apa ilm yak kan mpu

Gambar

Gambar 2. Kurva Adsorbsi Isotherm Freundlich (www.nature.com 2010)

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan karakter mempunyai tu- juan yang mulia yang harus dipelajari, dipahami, dihayati dan diamalkan peserta melalui pengembanga nilai- nilai yang membentuk karakter bangsa

Armstrong (2009:64) berpendapat,“ the best way to approach curriculum using the theory of multiple intelligences is by thinking about how one can translate the

1) Buku-buku yang dapat digunakan digunakan di sekolah atau lembaga pendidikan, namun bukan merupakan buku pegangan utama atau pokok bagi peserta didik dalam

Model linear untuk rancangan Blocked Response Surface adalah , dengan adalah vektor observasi pada respon, adalah matriks yang bersesuaian dengan

Penelitian tersebut berisi mengenai kisah moral yang pada relief Jataka, yang kedua adalah karya dari Dewanti berjudul “Studi Relief Jataka”, isinya mengenai

Harus ada komitmen pimpinan pusat adalah kunci untuk mengatur standar-standar kualitas pelaksanaan pelayanan, persepsi manajerial menjadi standar-standar

Upaya penetapan jenis, jumlah, dan kualifikasi tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan pembangunan kesehatan (Depkes, 2004). Proses yang secara sistematis mengkaji keadaan SDM

Pengeringan merupakan faktor penting dari pengolahan kopi, tanpa pengeringan yang tepat baik itu pengeringan mekanis maupun secara tradisional kualitas biji kopi tidak akan