• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAYASAING DAN STRATEGI PENGEMBANGAN MINYAK SAWIT DAN TURUNANNYA DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS DAYASAING DAN STRATEGI PENGEMBANGAN MINYAK SAWIT DAN TURUNANNYA DI INDONESIA"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

A

ANALISIS DAYASAING DAN STRATEGI PENGEMBANGAN

MINYAK SAWIT DAN TURUNANNYA

DI INDONESIA

SKRIPSI

JAUHAR SAMUDERA NAYANTAKANINGTYAS H34080128

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(2)

B

RINGKASAN

JAUHAR SAMUDERA NAYANTAKANINGTYAS. Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Minyak Sawit dan Turunannya di Indonesia. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan HENY K. DARYANTO)

Minyak sawit merupakan produk utama pada perkebunan kelapa sawit. Dalam kurun waktu 1980 - 2012, pertumbuhan produksi minyak sawit Indonesia rata-rata per tahun adalah sebesar 10,13 persen. Indonesia dan Malaysia merupakan produsen dan eksportir minyak sawit terbesar di dunia. Pada tahun 2010, kedua negara ini memproduksi 46,7 juta ton minyak sawit atau 85,22 persen produksi minyak sawit dunia. Pada tahun 2010, 57,97 persen ekspor minyak sawit Indonesia masih berupa minyak sawit mentah (Crude Palm Oil), dan 42,03 persen dalam bentuk produk olahan sederhana yang berupa olein/minyak goreng dan oleokimia dasar. Pada tahun 2011, nilai ekspor produk hilir dari minyak sawit Indonesia adalah sebesar US$ 8.484.231.868 dan masih kalah dengan Malaysia yang sudah sebesar US$ 13.650.379.875. Indonesia saat ini baru menghasilkan 23 jenis produk hilir minyak sawit dari sekitar 100 produk hilir minyak sawit yang berupa pangan maupun nonpangan. Sebagian besar CPO yang diolah di dalam negeri masih berupa produk bernilai tambah rendah yakni minyak goreng, sehingga dengan semakin kompetitifnya persaingan di pasar global ini, penting untuk mengetahui dayasaing minyak sawit dan turunannya di Indonesia.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dayasaing minyak sawit dan turunannya di Indonesia pada pasar internasional dan merumuskan strategi pengembangan minyak sawit dan turunannya di Indonesia. Penelitian ini mengkaji komoditi minyak sawit yang berupa Crude Palm Oil (CPO) dengan kode HS 1511100000 dan minyak sawit lainnya (Palm oil or fractions simply refined) dengan kode HS 1511900000 Lingkungan internal penelitian ini merupakan kegiatan dan pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan pengolahan minyak sawit. Sementara itu, lingkungan eksternal merupakan kegiatan dan pihak-pihak yang berada di luar kegiatan pengolahan minyak sawit. Data yang digunakan sebagian besar merupakan data sekunder, dan sisanya diperoleh dari wawancara. Alat yang digunakan adalah Sistem Berlian Porter, Revealed Comparative Advantage, Matriks SWOT dan Arsitektur Strategik.

Hasil analisis dayasaing kompetitif menggunakan Sistem Berlian Porter menunjukkan dayasaing minyak sawit dan turunannya sudah kuat. Selain itu, hasil analisis dayasaing komparatif minyak sawit menggunakan Revealed Comparative Advantage menunjukan bahwa minyak sawit Indonesia sudah berdayasaing kuat. Hal ini ditunjukkan bahwa dalam kurun waktu 2001-2011, nilai indeks RCA CPO dan palm oil or fractions simply refined Indonesia selalu lebih dari satu. Namun untuk nilai indeks RCA dengan HS 1511900000 masih lebih rendah dibandingkan dengan nilai indeks RCA Malaysia.

Strategi peningkatan dayasaing yang dihasilkan melalui analisis Matriks SWOT antara lain: pengembangan sistem pemasaran produk industri CPO, pengembangan industri hilir serta peningkatan nilai tambah minyak sawit, pengembangan SDM pelaku industri minyak sawit dengan pelatihan dan kegiatan inovasi, menambah dan memperbaiki infrastruktur yang ada, meningkatkan

(3)

C ekspor produk hilir, memperhatikan isu nasional dan internasional dengan memperbaiki kebijakan pemerintah, memanfaatkan ekspor hulu ke negara yang lebih membutuhkan produk hulu, misalnya India, dan meningkatkan pola kerjasama dengan produsen negara lain melalui promosi penjualan. Kemudian, strategi yang telah dihasilkan dipetakan ke dalam rancangan arsitektur strategik, sehingga dihasilkan rancangan arsitektur strategik minyak sawit Indonesia.

(4)

D

ANALISIS DAYASAING DAN STRATEGI PENGEMBANGAN

MINYAK SAWIT DAN TURUNANNYA

DI INDONESIA

JAUHAR SAMUDERA NAYANTAKANINGTYAS H34080128

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(5)

E Judul Skripsi : Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Minyak Sawit

dan Turunannya di Indonesia

Nama : Jauhar Samudera Nayantakaningtyas NIM : H34080128

Disetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Heny K. Daryanto, M.Ec

NIP 19610916 198901 2 001

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP 19580908 198403 1 002

(6)

F

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Minyak Sawit dan Turunannya di Indonesia” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2012

Jauhar Samudera Nayantakaningtyas H34080128

(7)

G

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Jauhar Samudera Nayantakaningtyas, dilahirkan di kota Yogyakarta pada tanggal 9 Agustus 1990. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ayah Santosa dan Ibu Muhibah Azhar.

Pada tahun 2002, penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Catur Tunggal III Depok Sleman. Kemudian penulis melanjutkan pendidikannya ke SMP Negeri 1 Yogyakarta dan pindah ke SMP Negeri 30 Padang pada tahun 2003. Pada tahun 2005, penulis berhasil menyelesaikan pendidikannya di sekolah menengah pertama lalu melanjutkan pendidikannya ke SMA Negeri 4 Padang. Pada tahun 2008, penulis lulus dan melanjutkan pendidikannya di Institut Pertanian Bogor.

Penulis berhasil diterima menjadi mahasiswa di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN) pada tahun 2008.

Selama masa pendidikan di IPB, penulis merupakan pengurus Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis, dan menjabat sebagai sekretaris pada Department of Public Relation and Information Media periode 2009-2010 dan menjadi ketua Department of Public Relation and Information Media periode 2010-2011.

(8)

H

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Minyak Sawit dan Turunannya di Indonesia”.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dayasaing minyak sawit Indonesia di pasar internasional dan merumuskan strategi yang tepat dan dapat digunakan untuk meningkatkan dayasaing minyak sawit tersebut.

Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat berguna bagi pengambil kebijakan, instansi serta lembaga terkait sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan terkait dengan dayasaing minyak sawit di era globalisasi. Selain itu, penulis juga berharap skripsi ini dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi yang membacanya dan juga dapat bermanfaat bagi semua pihak

Bogor, Desember 2012

(9)

I

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa syukur yang sedalam-dalamnya kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan kemudahan-kemudahan kepada penulis dari awal penyusunan hingga akhir penyelesaian skripsi ini. Selain itu, penulis juga ingin menyampaikan terimakasih kepada :

1. Dr. Ir. Heny K. Daryanto, M.Ec selaku pembimbing akademik dan juga dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas bimbingan, arahan, dukungan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama menempuh perkuliahan di IPB dan juga dalam penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Amzul Rifin, SP, MA selaku penguji utama dan Anita Primaswari Widhiani, SP, M.Si selaku dosen penguji perwakilan Komisi Pendidikan yang telah memberikan saran serta masukan untuk perbaikan skripsi penulis.

3. Ayah dan Ibu tercinta, Prof. Dr. Ir. Santosa, MP dan Muhibah Azhar atas segala doa, kasih sayang, bimbingan dan dukungan yang diberikan kepada penulis. Semoga ini bisa menjadi salah satu persembahan terbaik.

4. Adik tersayang, Fahmi Salam Ahmad atas segala doa dan dukungannya. 5. Prof. Dr. Ir. Endang Gumbira Sa’id, MADev (Ketua Masyarakat

Perkelapa-Sawitan Indonesia) sebagai pembimbing eksternal penulis yang telah memberikan banyak masukan, saran, informasi dan pengarahan mengenai industri minyak sawit di Indonesia.

6. Feryanto W. Karo-Karo, SP, M.Si yang telah memberikan banyak pencerahan bagi penulis dalam penyusunan skripsi, serta seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis yang telah menjadi keluarga bagi penulis di Bogor.

7. Nora Asfia atas segala doa dan dukungannya yang diberikan pada penulis. 8. Sahabat seperjuangan, Tubagus Fazlurrahman, Rendi Seftian, Vaudhan

Fuady, Frandy Taqwa Subakhtiar, Firman Raditya, Agung Purwa Nugraha, Luky Rizki Nugraha, Yulius Randy Rumbayan, Putri Nursakinah, Herawati, Layra Nichi Sari, Nezi Hidayani, Afrisya Meizi,

(10)

J Gebry Ayu Diwandari, Fithria Rahmadhani, Aklima Dhiska Suwanda, Anisa Roseriza, dan teman-teman Agribisnis angkatan 45 atas semangat kekeluargaan dan doanya selama kuliah di Agribisnis IPB.

9. Serta seluruh pihak, yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terima kasih atas bantuannya.

Bogor, Desember 2012

(11)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………. iii

DAFTAR GAMBAR ………... iv DAFTAR LAMPIRAN ……….... v I. PENDAHULUAN ………. 1 1.1. Latar Belakang ………. 1 1.2. Perumusan Masalah ………. 3 1.3. Tujuan Penelitian ………. 4 1.4. Manfaat Penelitian ………... 4

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ………... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ……… 6

2.1. Industri Minyak Sawit dan Turunannya ………... 6

2.2. Pengembangan Industri Minyak Sawit di Indonesia ………….... 7

2.3. Penelitian Terdahulu ………. 9

2.3.1. Dayasaing Komoditas Indonesia ………. 9

2.3.2. Strategi Pengembangan Komoditas ………. 11

III. KERANGKA PEMIKIRAN ………. 14

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ……….... 14

3.1.1. Konsep Dayasaing ………... 14

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ………. 21

IV. METODE PENELITIAN ……….. 24

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ………. 24

4.2. Data dan Instrumentasi ……….. 24

4.3. Metode Pengumpulan Data ……… 24

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ……….. 25

4.4.1. Analisis Revealed Comparative Advantage ………. 25

4.4.2. Analisis Berlian Porter ………. 26

4.4.3. Analisis SWOT ……… 27

4.4.4. Arsitektur Strategik ……….. 29

V. DAYASAING MINYAK SAWIT INDONESIA ……….. 31

5.1. Analisis Komponen Sistem Berlian Porter ………. 31

5.1.1. Kondisi Faktor Sumberdaya ………. 31

5.1.2. Kondisi Permintaan Domestik ……….. 41

5.1.3. Industri Terkait dan Pendukung ……… 47

5.1.4. Persaingan, Struktur dan Strategi Industri CPO ……… 52

5.1.5. Peran Pemerintah ………... 63

5.1.6. Peran Kesempatan ………. 66

5.2. Keterkaitan Antar Komponen Utama Sistem Berlian Porter …….. 67

5.3. Keterkaitan Komponen Pendukung Sistem Berlian Porter ………. 70

(12)

ii

VI. STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ARSITEKTUR

STRATEGIK MINYAK SAWIT INDONESIA ………. 78

6.1. Analisis Strategi Pengembangan Minyak Sawit Indonesia …….. 78

6.1.1. Identifikasi Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman ……… 78

6.1.2. Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman ….. 79

6.1.3. Perumusan Matriks SWOT Minyak Sawit Indonesia ….... 84

6.2. Rancangan Arsitektur Strategik ………. 90

VII KESIMPULAN DAN SARAN ………... 96

7.1. Kesimpulan ………. 96

7.2. Saran ……… 97

DAFTAR PUSTAKA ………. 98

(13)

iii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jenis Industri Berbasis Minyak sawit dan Nilai Tambahnya …. 8 2. Luas Areal dan Produksi Minyak Sawit (CPO) pada

Perkebunan Rakyat, Negara, dan Swasta Menurut Propinsi dan Keadaan Tanaman, 2010 ……….. 32 3. Potensi Pengembangan Lahan Perkebunan Kelapa Sawit

di Indonesia ………. 33 4. Tingkat Produktivitas Lahan Kelapa Sawit Pada Perkebunan

di Indonesia Tahun 2010 ………. 34 5. Penyerapan Tenaga Kerja Industri Minyak Sawit Indonesia

Tahun 2010 ………. 36

6. Komposisi Ekspor dan Konsumsi CPO Domestik Tahun 2000 - 2010 ………. 43 7. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit (CPO) Menurut Negara Tujuan dan Asal, 2010 ………... 45 8. Distribusi Pabrik Minyak Goreng di Indonesia ……….. 48 9. Kapasitas Produksi Industri Oleokimia di Indonesia …………. 49 10. Produsen Biodiesel di Indonesia dan Kapasitas Produksinya … 50 11. Produksi Minyak Nabati Dunia, 1980-2009 ……….. 53 12. Produksi Minyak Sawit Dunia, 1980-2009 (dalam ton) ……… 54 13. Keterkaitan Antar Komponen Utama ……… 68 14. Keterkaitan Antar Komponen Penunjang dengan

Komponen Utama ………. 71 15. Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman ….. 79 16. Matriks SWOT Industri Minyak Sawit Nasional ……….. 85 17. Program Pengembangan dan Peningkatan Dayasaing

(14)

iv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka Pemikiran Operasional ………... 23 2. The Complete System of National Competitive Advantage ....…. 27 3. Matriks SWOT ……….... 28 4. Persentase Penggunaan CPO di Indonesia ……….. 42 5. Volume Ekspor CPO Indonesia Tahun 1980 – 2010 …………... 44 6. Nilai Ekspor CPO Indonesia Tahun 1980 – 2010 ……….... 45 7. Harga Minyak Sawit Dunia, Januari 2000 s/d September 2012 ... 46 8. Saluran Pemasaran Minyak Sawit Indonesia Pada

Perkebunan Negara ………... 51 9. Saluran Pemasaran Minyak Sawit Indonesia Pada

Perkebunan Swasta ……….. 51 10. Keterkaitan Antar Komponen Sistem Berlian Porter ……… 74 11. Nilai Indeks RCA CPO Indonesia dan Malaysia, 2001 – 2011 ... 76 12. Nilai Indeks RCA Produk Turunan CPO Indonesia dan Malaysia

Tahun 2001 – 2011 ……… 77 13. Rancangan Arsitektur Strategik Industri Minyak Sawit

(15)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Neraca Perdagangan Pertanian Tahun 2006-2010 (US$ 000) …. 102 2. Volume Ekspor Komoditas Perkebunan Indonesia

Tahun 2009 – 2011 (Ton) ……… 103 3. Nilai Ekspor Komoditas Perkebunan Indonesia

Tahun 2009 – 2011 (000 US$) ………. 103 4. Luas Areal Kelapa Sawit Menurut Pengusahaan

Tahun 1980 - 2012 ……… 104 5. Produksi Minyak Sawit (CPO) Menurut Pengusahaan

Tahun 1980 - 2012 ………... 105 6. Grafik Total Produksi Minyak Sawit Dunia dan Negara

Produsen Utama, 1995 - 2010 ………. 106 7. Ekspor Minyak Sawit Indonesia Tahun 2010 ………. 107 8. Pohon Industri Minyak Sawit Mentah (Crude Palm Oil) ……... 108 9. Jumlah Industri Pengolahan Kelapa Sawit di Indonesia dan

Kapasitas Produksinya ……… 109 10. Standar Kualitas CPO Berdasarkan SNI ………. 110 11. Penetapan Harga Patokan Ekspor Atas Barang Ekspor

Yang Dikenakan Bea Keluar ………... 111 12. Industri Minyak Goreng Sawit di Indonesia ……… 113 13. Perhitungan Nilai RCA CPO Indonesia dan Malaysia

Tahun 2001 – 2010 ……….. 115 14. Perhitungan Nilai RCA Palm Oil or Fractions Simply Refined

(16)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Subsektor perkebunan merupakan subsektor yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Dibandingkan dengan subsektor lain dalam sektor pertanian, subsektor perkebunan merupakan kontributor devisa tertinggi. Dalam neraca perdagangan pertanian periode 2006-2010, menunjukkan bahwa subsektor perkebunan mengalami surplus perdagangan dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 22,43 persen per tahun (Lampiran 1). Subsektor perkebunan juga memainkan peranan penting melalui kontribusinya dalam PDB, penerimaan ekspor, penyediaan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan, dan pembangunan wilayah di luar Jawa (Dirjenbun 2011).

Pemerintah melalui Kementerian Pertanian periode 2010-2014 menetapkan beberapa komoditas perkebunan sebagai komoditas unggulan nasional. Komoditas unggulan nasional ini merupakan komoditas yang menjadi prioritas untuk dikembangkan dalam periode pembangunan pertanian di masa yang akan datang. Pengembangan komoditas ini dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas, perolehan devisa atau ekspor, substitusi produk impor serta untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Salah satu komoditas perkebunan yang termasuk ke dalam komoditas unggulan nasional adalah kelapa sawit.1

Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai peran penting bagi subsektor perkebunan. Pada tahun 2010, 75,65 persen dari volume ekspor komoditas perkebunan adalah kelapa sawit yaitu sebanyak 20.394.174 ton disusul oleh karet sebanyak 2.067.312 ton, dan kelapa sebanyak 957.517 ton (Lampiran 2). Dilihat dari nilai ekspor komoditas perkebunan, kelapa sawit juga merupakan komoditas utama perkebunan. Pada tahun 2010, nilai ekspor kelapa sawit sebesar US$ 15.413.640.000, disusul oleh karet sebesar US$ 7.470.112.000 dan kakao US$ 1.643.773.000 (Lampiran 3).

Pengembangan kelapa sawit di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup pesat sejak tahun 1970 terutama periode 1980-an. Di Indonesia terdapat

1

(17)

2 tiga pelaku perkebunan kelapa sawit, yaitu Perkebunan Besar Negara (PBN), Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan Perkebunan Rakyat (PR). Data dari Direktorat Jenderal Perkebunan (2011) menunjukkan pada tahun 1980 luas areal kelapa sawit adalah 294.560 ha dan pada tahun 2010 luas areal perkebunan kelapa sawit sudah mencapai 8.385.394 ha dimana 52,07 persen dimiliki oleh PBS, 40,39 persen dimiliki oleh PR, dan 7,54 persen dimiliki oleh PBN (Lampiran 4). Dalam kurun waktu 1980 - 2012, pertumbuhan produksi minyak sawit rata-rata per tahun adalah sebesar 10,13 persen, dimana pada tahun 2006 merupakan tingkat pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 31,64 persen dan tahun 2009 merupakan pertumbuhan terendah yaitu sebesar -0,71 persen (Lampiran 5).

Sebagian besar hasil produksi minyak sawit di Indonesia merupakan komoditi ekspor. Pangsa ekspor minyak sawit hingga tahun 2008 mencapai 60 persen total produksi. India adalah negara tujuan utama ekspor minyak sawit Indonesia, yaitu 47,09 persen dari total ekspor minyak sawit, kemudian diikuti oleh Malaysia sebesar 13,97 persen, dan Belanda 10,05 persen (Dirjenbun 2011). Pangsa produksi CPO Indonesia di pasar internasional senantiasa menunjukkan tren peningkatan. Total produksi minyak sawit dunia pada 2010 sebesar 46,7 juta ton, dimana Indonesia dan Malaysia menguasai 85,22 persen produksi minyak sawit dunia. Pangsa CPO Indonesia sebesar 22,1 juta ton sedangkan Malaysia sebesar 17,7 juta ton (Lampiran 6). Indonesia memang unggul dalam hal ekspor CPO dibandingkan dengan Malaysia. Namun, dalam hal industri hilir minyak sawit Indonesia kalah telak dibandingkan dengan Malaysia. Sejak tahun 1996, Malaysia telah mengembangkan industri hilir minyak sawit yang menghasilkan produk hilir minyak sawit dengan nilai tambah yang tinggi dibandingkan dengan melakukan ekspor minyak sawit mentah (CPO) (Rasiah 2006). Dengan mempertimbangkan kondisi persaingan, maka penting untuk mengetahui bagaimana dayasaing minyak sawit dan turunannya di Indonesia pada pasar internasional kemudian merumuskan strategi-strategi untuk mengembangkan industri minyak sawit Indonesia dalam rangka peningkatan dayasaing tersebut.

(18)

3

1.2. Perumusan Masalah

Minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) merupakan salah satu hasil olahan tanaman kelapa sawit yang bernilai tinggi dan mempunyai peran strategis dalam perekonomian nasional. Perkembangan masa depan minyak sawit juga menjanjikan. Minyak sawit diperkirakan akan mampu memenuhi tuntutan pemenuhan kebutuhan global dan domestik, yaitu minyak sawit untuk pangan (food), makanan ternak (feed), bahan bakar nabati atau biodiesel (biofuel), dan serat (biofibre) atau 4-F. Tuntutan kebutuhan di atas muncul sejalan dengan pertumbuhan penduduk, kenaikan konsumsi per kapita, pergeseran dari konsumsi minyak jenuh hewan, pergeseran penggunaan bahan bakar dari minyak fosil berlatarbelakang tuntutan lingkungan, substitusi pakan ternak dan serat (Direktorat Pangan dan Pertanian 2010). Perubahan tren inilah yang mendorong adanya pengembangan industri hilir minyak sawit yang menghasilkan produk hilir minyak sawit dengan nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan minyak sawit mentah.

Indonesia dan Malaysia merupakan produsen dan eksportir minyak sawit terbesar di dunia. Pada tahun 2010, kedua negara ini memproduksi 46,7 juta ton minyak sawit atau 85,22 persen produksi minyak sawit dunia (Lampiran 6). Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perkebunan (2011) menunjukkan bahwa 57,97 persen ekspor minyak sawit Indonesia masih berupa CPO, dan 42,03 persen dalam bentuk produk olahan sederhana yang berupa olein/minyak goreng dan oleokimia dasar (Lampiran 7). Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih mengandalkan ekspor minyak sawit yang masih belum diolah dan industri hilir atau industri turunan produk minyak sawit masih terbatas. Kondisi ini sangat berbeda dengan yang terjadi di Malaysia. Industri minyak sawit Malaysia berkembang lebih dahulu dibandingkan dengan Indonesia. Sejak tahun 1996, Malaysia sudah mulai melakukan klustering industri minyak sawit dan pengembangan industri hilir minyak sawit. (Rasiah 2006). Pada tahun 2011, nilai ekspor produk hilir dari minyak sawit Indonesia adalah sebesar US$ 8.484.231.868 dan masih kalah dengan Malaysia yang sudah sebesar US$ 13.650.379.875 (UNCOMTRADE 2012).

(19)

4 Indonesia saat ini baru menghasilkan 23 jenis produk hilir minyak sawit dari sekitar 100 produk hilir minyak sawit yang berupa pangan maupun nonpangan. Pemanfaatan CPO untuk produk olahan diantaranya yaitu oleh industri pangan (minyak goreng, margarin, shortening, cocoa butter substitutes, vegetable ghee) dan industri nonpangan seperti oleokimia (fatty acid, fatty alcohol, gliserin) dan biodiesel (Departemen Perindustrian 2009). Selain itu, sebagian besar CPO yang diolah di dalam negeri masih berupa produk bernilai tambah rendah yakni minyak goreng (Ramadhan 2011), sehingga dengan semakin kompetitifnya persaingan di pasar global dan juga sesuai dengan program peningkatan nilai tambah, dayasaing dan ekspor yang tercantum dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010-2014, maka penting untuk mengetahui dayasaing minyak sawit dan turunannya di Indonesia dan rumusan strategi yang mampu meningkatkan dayasaing tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan penelitian ini adalah : 1. Bagaimana dayasaing minyak sawit dan turunannya di Indonesia pada

pasar internasional?

2. Bagaimana rumusan strategi yang tepat untuk meningkatkan dayasaing tersebut?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis dayasaing minyak sawit dan turunannya di Indonesia pada

pasar internasional.

2. Merumuskan strategi pengembangan minyak sawit Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak terkait, diantaranya :

1. Bagi pengambil kebijakan, instansi serta lembaga terkait lainnya diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan terkait dengan dayasaing minyak sawit dan turunannya di era globalisasi.

(20)

5 2. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai

tambahan informasi, literatur, dan bahan bagi penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengkaji komoditi minyak sawit yang berupa Crude Palm Oil (CPO) dengan kode HS 1511100000 dan minyak sawit lainnya (Palm oil or fractions simply refined) dengan kode HS 1511900000. Lingkungan internal pada penelitian ini merupakan industri pengolahan minyak sawit Indonesia dan lingkungan eksternal merupakan bagian lain di luar pengolahan minyak sawit ditambah dengan lingkungan global. Pada beberapa bahasan penulis sulit memberi batasan antara komoditi kelapa sawit, industri minyak sawit dan industri hilir minyak sawit dikarenakan ketiga hal ini saling mendukung dan terkait. Selain itu, untuk mengetahui sejauh apa keterkaitan tersebut, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Berdasarkan hal-hal tersebut maka akan dirumuskan strategi yang dapat diterapkan untuk pengembangan minyak sawit dan turunannya di Indonesia yang selanjutnya dipetakan ke dalam suatu arsitektur strategis.

(21)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Industri Minyak Sawit dan Turunannya

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman keras (tahunan) berasal dari Afrika yang bisa tumbuh dan berbuah hingga ketinggian tempat 500 meter di atas permukaan laut. Kelapa sawit mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan usia produktif hingga 25 – 30 tahun dan tingginya dapat mencapai 24 meter. (Pahan 2011) Tetapi untuk perkebunan, umur ekonomis kelapa sawit adalah 25 –35 tahun, dengan tinggi pohon berkisar antara 10 - 11 m.2 Bagian tanaman kelapa sawit yang bernilai ekonomis tinggi adalah buahnya yang tersusun dalam sebuah tandan, biasa disebut dengan TBS (tandan buah segar). Buah sawit dibagian sabut (daging buah) menghasilkan minyak sawit kasar (crude palm oil atau CPO) sebanyak 20-24 persen. Sementara itu, bagian inti kelapa sawit menghasilkan minyak inti sawit (palm kernel oil atau PKO) sebanyak 3-4 persen (Sunarko 2008).

Minyak sawit dan minyak inti sawit umumnya digunakan untuk pangan dan nonpangan. Dalam produksi pangan, minyak sawit dan minyak inti sawit digunakan sebagai bahan untuk membuat minyak goreng, lemak pangan, margarin, lemak khusus (substitusi cacao butter), kue, biskuit, dan es krim. Dalam produksi nonpangan, minyak sawit dan minyak inti sawit digunakan sebagai bahan untuk membuat sabun, detergen, surfakat, pelunak (plasticizer), pelapis (surface coating), pelunas, sabun metalik, bahan bakar mesin diesel, dan kosmetika (Sunarko 2008). Hingga saat ini terdapat sekitar 23 jenis produk turunan CPO yang telah diproduksi di Indonesia. Dengan pengolahan CPO ini menjadi berbagai produk turunan, maka akan memberikan nilai tambah lebih besar lagi bagi negara karena harga relatif mahal dan stabil. Penggunaan CPO untuk industri hilirnya di Indonesia saat ini masih relatif rendah yaitu baru sekitar 35% dari total produksi (Kementerian Perindustrian 2012).

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) sebagaimana dituangkan dalam Kebijakan Pembangunan Industri Nasional menetapkan bahwa

2 Tim Dosen Mata Kuliah Ilmu Tanaman Perkebunan. 2011. Handout Mata Kuliah Ilmu Tanaman

Perkebunan : Ekofisiologi Kelapa Sawit. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB (tidak dipublikasikan).

(22)

7 industri berbasis CPO sebagai prioritas yang pengembangannya dapat dilakukan dengan pendekatan klaster. Berdasarkan road map pengembangan klaster industri prioritas Tahun 2010-2014 dalam hal pengelompokan Industri Pengolahan Kelapa Sawit yang diterbitkan oleh Departemen Perindustrian (2009) adalah sebagai berikut:

1. Kelompok Industri Hulu

Perkebunan kelapa sawit menghasilkan buah kelapa sawit / tandan buah segar (hulu) kemudian diolah menjadi minyak sawit mentah (hilir perkebunan sawit dan hulu bagi industri yang berbasiskan CPO).

2. Kelompok Industri Antara

Dari minyak sawit (CPO) dapat diproduksi berbagai jenis produk antara sawit yang digunakan sebagai bahan baku bagi industri hilirnya baik untuk kategori pangan ataupun nonpangan. Diantara kelompok industri antara sawit termasuk didalamnya industri olein, stearin, oleokimia dasar (fatty acid, fatty alcohol, fatty amines, methyl esther, glycerol)

3. Kelompok Industri Hilir

Dari produk antara sawit dapat diproduksi berbagai jenis produk yang sebagian besar adalah produk yang memiliki pangsa pasar potensial, baik untuk pangsa pasar dalam negeri maupun pangsa pasar ekspor. Pengembangan industri hilir sawit perlu dilakukan mengingat nilai tambah produk hilir sawit yang tinggi. Jenis industri hilir minyak sawit spektrumnya sangat luas, hingga lebih dari 100 produk hilir yang telah dapat dihasilkan pada skala industri. Namun baru sekitar 23 jenis produk hilir (pangan dan nonpangan) yang sudah diproduksi secara komersial di Indonesia.

2.2. Pengembangan Industri Minyak Sawit dan Turunannya di Indonesia

Departemen Pertanian (2007) menyatakan bahwa produksi CPO Indonesia yang diolah di dalam negeri sebagian besar masih dalam bentuk produk antara seperti RBD palm oil, stearin dan olein, yang nilai tambahnya tidak begitu besar dan baru sebagian kecil yang diolah menjadi produk-produk oleokimia dengan nilai tambah yang cukup tinggi. Industri olahan minyak sawit terbesar di

(23)

8 Indonesia adalah industri minyak goreng. Industri minyak goreng yang diproses lewat refineri membutuhkan bahan baku CPO sekitar 4 hingga 5 juta ton setiap tahunnya. Saat ini tercatat Indonesia memiliki 94 refineri yang tersebar di 19 propinsi. Industri refinasi ini hanya menghasilkan nilai tambah yang relatif kecil tetapi kapasitas terpasang industri ini sudah terlalu besar (Kementerian Perindustrian 2011).

Kondisi sebaliknya terjadi pada industri oleokimia dasar (fatty acid, fatty alcohol, methyl esther, dan glycerine) masih relatif kecil padahal nilai tambahnya cukup besar. Hingga saat ini, di Indonesia tercatat sembilan produsen oleokimia dasar yang memproduksi fatty acid, fatty alcohol dan glycerine. Kapasitas terpasang fatty acid mencapai 986.000 ton/tahun, fatty alohol mencapai 490.000 ton/tahun dan glycerine mencapai 141.700 ton/tahun. Industri biodiesel atau methyl esther di Indonesia dimiliki oleh 20 produsen dengan total kapasitas terpasang mencapai 3,07 juta ton/tahun (Dewan Minyak Sawit Indonesia 2010). Produk-produk yang dapat dihasilkan dari minyak sawit sangat luas. Hal ini terlihat dari pohon industri minyak sawit mentah (CPO) yang tersaji pada Lampiran 8. Selain itu, pada Tabel 1 dijabarkan tentang jenis industri dan nilai tambahnya.

Tabel 1. Jenis Industri Berbasis Minyak sawit dan Nilai Tambahnya

No Produk Bahan baku Tingkat Teknologi

Pertambahan Nilai

1 Olein & Stearin CPO Menengah 20%

2 Fatty acids CPO, PKO,katalis Tinggi 50%

3 Ester Palmitat,Miristat Tinggi 150%

4 Surfactant/emulsifier Stearat, Oleat,sorbitol, gliserol

Tinggi 200%

5 Sabun mandi CPO, PKO,

NaOH, pewarna, parfum

Sederhana 300%

6 Lilin Stearat Sederhana 300%

7 Kosmetik (lotion, cream), bedak, shampoo

Surfaktan, ester, amida

Sederhana 600%

(24)

9

2.3. Penelitian Terdahulu

2.3.1.Dayasaing Komoditas Indonesia

Febriyanthi (2008) melakukan penelitian tentang dayasaing ekspor komooditi teh Indonesia di pasar internasional. Alat yang digunakan untuk meneliti dayasaing teh adalah Revealed Comparative Advantage (RCA), sementara Teori Berlian Porter digunakan untuk menganalisis faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi keunggulan komoditi suatu negara. Dalam penelitiannya disebutkan bahwa struktur pasar yang dihadapi teh Indonesia dalam pasar teh internasional, adalah pasar persaingan oligopoli dan pasar persaingan monopoli. Posisi Indonesia di masing-masing pasar tersebut adalah market follower. Akibatnya Indonesia sangat rentan terhadap adanya kekuatan pesaing-pesaing yang kuat, seperti Sri Langka, Kenya, Cina dan India. Berdasarkan analisis keunggulan komparatif, Indonesia memiliki dayasaing yang kuat. Namun dilihat dari keunggulan kompetitif, Indonesia masih berdayasaing lemah. Secara garis besar hal ini menunjukkan bahwa dayasaing Indonesia di pasar internasional masih lemah. Namun, dalam penelitiannya Febriyanthi (2008) belum melakukan analisis keterkaitan antar komponen yang menentukan dayasaing suatu negara (competitive advantage of nations). Analisis keunggulan komparatif dengan metode RCA menunjukkan bahwa komoditas teh Indonesia yang berdayasaing kuat adalah teh hijau kode HS 090210 dan teh hitam kode HS 090240 dikarenakan keunggulan komparatif yang dimiliki kedua produk itu dan nilai ekspor yang cukup tinggi, serta pangsa pasar yang luas.

Sari (2008) melakukan penelitian tentang analisis dayasaing dan strategi ekspor kelapa sawit (CPO) Indonesia di pasar internasional. Dalam penelitiannya, analisis yang dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis pangsa pasar dan Revealed Comparative Advantage (RCA), sedangkan analisis kualitatif dengan menggunakan analisis SWOT. Dari hasil perhitungan, didapatkan bahwa pangsa pasar Indonesia berada pada posisi teratas kemudian disusul Malaysia dan Kolombia. Indonesia menguasai pangsa pasar dari tahun 2000 sampai dengan 2005, walaupun besarnya pangsa pasar Indonesia berfluktuasi tetapi cenderung tetap mengalami kenaikan. CPO Indonesia juga memiliki keunggulan komparatif yang tinggi. Hal ini

(25)

10 ditunjukkan nilai Revealed Comparative Advantage (RCA) yang lebih dari satu. Kemudian, kendala dalam pemasaran dan produksi CPO Indonesia secara umum adalah kebijakan pemerintah yang menghambat, nilai (value) dan produktivitas yang rendah, tingginya biaya ekspor, penyelundupan CPO. Maka dari itu, strategi yang perlu dilakukan untuk mengembangkan dayasaing ekspor CPO Indonesia adalah meningkatkan mutu, produksi hulu maupun hilir, penambahan dan perbaikan infrastruktur dan penataan kebijakan pemerintah mengenai pajak ekspor kelapa sawit.

Cahya (2010) melakukan penelitian tentang dayasaing ikan tuna Indonesia di pasar internasional. Metode pengolahan data yang digunakan antara lain Herfindahl Index (HI), Concertation Ratio (CR), Revealed Comparative Advantage (RCA), Teori Berlian Porter, dan Analisis SWOT. Hasil analisis kompetitif ikan tuna Indonesia melalui Teori Berlian Porter menunjukkan bahwa ikan tuna Indonesia belum memiliki keunggulan kompetitif. Keadaan sumberdaya faktor (alam, manusia, iptek, modal, dan infrastrukutur) masih mengalami banyak masalah, kondisi permintaan di dalam dan luar negeri cukup baik, keberadaan industri terkait dan pendukung belum cukup baik untuk menunjang keadaan ikan tuna nasional. Struktur persaingan ikan tuna di pasar internasional sangat ketat terkait munculnya pesaing baru terkait adanya teknologi budidaya, posisi tawar pembeli dan pemasok yang cukup tinggi, adanya produk substitusi seperti ikan salmon, dan negara pesaing yang terus meningkatkan kualitas dan kuantitas produknya. Peran pemerintah sudah cukup baik namun masih perlu ditingkatkan terkait dengan perbaikan kondisi faktor sumberdaya yang menjadi masalah utama dalam pengembangan ikan tuna nasional. Peran kesempatan yang ada seperti penemuan teknologi budidaya dan adanya perdagangan bebas dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan dayasaing ikan tuna nasional.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian lainnya adalah dalam penelitian ini dilakukan penentuan posisi komparatif Indonesia sebagai produsen minyak sawit dibandingkan negara lainnya dengan menggunakan Revealed Comparative Advantage. Selain itu ada analisis komponen-komponen penentu dayasaing suatu komoditas serta keterkaitan antar komponen tersebut dengan menggunakan Porter’s Diamond Theory. Ditambah lagi, penelitian ini juga dilengkapi dengan

(26)

11 analisis pengembangan industri minyak sawit di Indonesia dengan menggunakan analisis SWOT dan dipetakan dalam bentuk arsitektur strategi yang selanjutnya analisis tersebut dapat digunakan sebagai informasi dalam membuat strategi pengembangan industri minyak sawit di Indonesia untuk meningkatkan dayasaing minyak sawit Indonesia.

2.3.2.Strategi Pengembangan Komoditas

Cahyani (2008) melakukan penelitian mengenai dayasaing dan strategi pengembangan agribisnis gula Indonesia. Dalam penelitiannya disebutkan bahwa hasil peramalan menunjukkan konsumsi gula Indonesia sampai tahun 2025 terjadi peningkatan. Sedangkan produksi gula cenderung konstan. Hal tersebut menunjukkan bahwa produksi gula dalam negeri belum mampu mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Selain itu, jika dilihat dari tiap komponen dayasaing agribisnis gula, terdapat keterkaitan antar komponen yang saling mendukung dan tidak saling mendukung. Namun, keterkaitan yang tidak saling mendukung lebih dominan dalam penelitian ini. Hal ini menyebabkan dayasaing agribisnis gula Indonesia masih lemah. Beberapa strategi yang dirumuskan untuk meningkatkan dayasaing agribisnis gula diantaranya adalah mengoptimalkan sumberdaya yang ada, pengembangan produk hasil samping pengolahan gula, peningkatan kualitas dan efisiensi produksi gula, meningkatkan kinerja usahatani dengan penerapan teknologi on farm, penguatan kelembagaan, menjaga ketersediaan pasokan tebu, pengaturan produksi dan impor gula rafinasi, menciptakan lembaga permodalan bagi petani dan industri gula, rehabilitasi sarana prasarana penunjang pabrik gula, penataan varietas dan pembibitan, mengatur ketersediaan pupuk dan bibit dalam waktu, jumlah, jenis, dan harga yang tepat, pengembangan industri gula di luar Jawa, perbaikan manajemen tebang muat angkut (TMA), mencari teknik budidaya yang sesuai untuk lahan bukan sawah, rehabilitasi tanaman tebu keprasan (bongkar ratoon). Cahyani (2008) juga merumuskan rancangan arsitektur strategik agribisnis gula di Indonesia.

Puspita (2009) melakukan penelitian mengenai dayasaing serta pengembangan agribisnis gandum lokal di Indonesia. Dalam penelitiannya disebutkan bahwa dalam sistem agribisnis gandum lokal di Indonesia,

(27)

masing-12 masing subsistem agribisnis belum saling mendukung dan terkait satu sama lain. Hal ini terlihat pada subsistem agribisnis hulu yang belum terbentuk sehingga sarana produksi berupa benih masih sulit diperoleh. Selain itu, kegiatan usahatani juga belum mampu mendukung subsistem agribisnis hilir yang telah berkembang. Strategi yang digunakan untuk mengembangkan dan mengingkatkan dayasaing agribisnis gandum lokal diantaranya adalah optimalisasi lahan gandum lokal, membangun industri berbasis gandum lokal di pedesaan, penguatan kelembagaan, melakukan bimbingan, pembinaan dan pendampingan bagi petani, membentuk kerjasama antara petani dengan industri makanan, menciptakan sumber permodalan bagi petani, mengatur ketersediaan benih, menciptakan varietas gandum baru untuk dataran rendah dan medium, melakukan sosialisasi dan promosi agribisnis gandum lokal, pembatasan volume impor, menciptakan produk olahan gandum lokal berkualitas tinggi untuk pasar tertentu serta meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi gandum lokal. Puspita (2009) juga merumuskan rancangan arsitektur strategik agribisnis gandum lokal di Indonesia.

Nurunisa (2011) melakukan penelitian mengenai dayasaing dan strategi pengembangan agribisnis teh Indonesia. Analisis dayasaingnya menggunakan Sistem Berlian Porter menunjukan bahwa komponen faktor sumberdaya dan komponen komposisi permintaan domestik, serta komponen faktor sumberdaya dengan komponen industri terkait dan industri telah saling mendukung, sementara komponen lainnya belum saling mendukung. Selain itu, apabila dilihat dari komponen pendukungnya, komponen peranan pemerintah baru memiliki keterkaitan yang mendukung dengan komponen faktor sumberdaya saja, sementara komponen peranan kesempatan telah mampu mendukung semua komponen utama. Strategi peningkatan dayasaing yang dihasilkan melalui analisis Matriks SWOT lebih mengarah kepada strategi peningkatan kinerja petani teh rakyat, yaitu dengan meningkatkan posisi tawar petani melalui penguatan kelompok tani dan dukungan dari adanya asosiasi dan Dewan Teh Indonesia. Sementara untuk perkebunan besar negara dan swasta strategi lebih mengarah kepada peningkatan produksi dan diversifikasi produk, khususnya untuk produk teh tujuan ekspor. Permasalahan lain yang menjadi fokus strategi adalah permasalahan yang terkait dengan konsumsi teh, strategi yang digunakan lebih

(28)

13 diutamakan kepada peningkatan upaya promosi yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai teh dan manfaatnya. Kemudian, strategi yang telah dihasilkan dipetakan ke dalam rancangan arsitektur strategik, sehingga dihasilkan rancangan arsitektur strategik agribisnis teh Indonesia.

Sari (2011) melakukan penelitian mengenai dayasaing dan strategi pengembangan kedelai lokal di Indonesia. Dalam penelitiannya disebutkan bahwa dalam sistem agribisnis kedelai lokal di Indonesia, masing-masing subsistem agribisnis belum saling mendukung dan terkait satu sama lain. Hasil analisis Sistem Berlian Porter menunjukkan bahwakomponen utama agribisnis kedelai lokal di Indonesia dayasaingnya lemah, namun dayasaing agribisnis kedelai lokal di Indonesia tersebut sangat didukung oleh komponen pendukungnya. Pada komponen peranan pemerintah ternyata kebijakan dan sikap yang diberikan pemerintah terhadap agribisnis kedelai lokal di Indonesia telah mendukung seluruh komponen dalam agribisnis kedelai di Indonesia. Begitu juga dengan komponen kesempatan yang memberikan dukungan terhadap seluruh komponen dalam agribisnis kedelai di Indonesia. Beberapa alternatif strategi digunakan untuk mengembangkan dan mengingkatkan dayasaing agribisnis kedelai lokal di Indonesia. Rancangan arsitektur strategik dibuat berdasarkan perumusan strategi pengembangan agribisnis kedelai lokal di Indonesia.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah pada metode yang digunakan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah pada komoditi yang diteliti. Penelitian ini menganalisis dayasaing minyak sawit Indonesia dan juga berusaha untuk merumuskan strategi pengembangan industri minyak sawit Indonesia.

(29)

14

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Konsep Dayasaing

Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan sebagai kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu produk dengan biaya yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional kegiatan produksi tersebut menguntungkan (Simanjuntak 1992 diacu dalam Siregar 2009). Dayasaing juga mengacu pada kemampuan suatu negara untuk memasarkan produknya yang dihasilkan negara itu relatif terhadap kemampuan negara lain.3

Konsep dayasaing pada tingkat nasional adalah produktivitas. Kemampuan untuk menghasilkan suatu standar kehidupan yang tinggi dan meningkat bagi para warga tergantung pada produktivitas dimana tenaga kerja dan modal suatu negara digunakan. Produktivitas adalah nilai output yang diproduksi oleh suatu unit tenaga kerja atau modal. Produktivitas tergantung baik pada kualitas dan penampilan produk (yang menentukan harga yang dapat mereka minta) maupun pada efisiensi di mana produk dihasilkan. Produktivitas adalah penentu utama dari standar hidup negara yang berjangka panjang, produktivitas adalah akar penyebab pendapatan per kapita nasional. Produktivitas sumberdaya manusia menentukan upah karyawan, produktivitas dimana modal digunakan, dan return yang diperolehnya untuk para pemegang sahamnya (Cho dan Moon 2003). Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur dayasaing suatu komoditi dilihat dari dua indikator yaitu keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif.

3.1.1.1. Keunggulan Kompetitif

Keunggulan kompetitif (competitive advantage) merupakan alat yang digunakan untuk mengukur dayasaing suatu aktivitas berdasarkan pada kondisi perekonomian aktual. Konsep keunggulan kompetitif dikembangkan pertama kali oleh Porter (1990). Menurut Porter (1990), terdapat empat faktor utama yang menentukan dayasaing suatu industri yaitu kondisi faktor sumberdaya, kondisi

3

(30)

15 permintaan, kondisi industri pendukung dan industri terkait serta kondisi struktur, persaingan dan strategi perusahaan. Keempat faktor tersebut didukung oleh faktor kesempatan dan faktor pemerintah dalam meningkatkan keunggulan dayasaing industri. Faktor-faktor tersebut menghasilkan suatu lingkungan dimana suatu perusahaan lahir dan belajar bagaimana bersaing. Faktor-faktor tersebut membentuk suatu sistem yaitu The Diamond of National Advantage. Setiap poin dalam berlian tersebut mempengaruhi keberhasilan suatu negara dalam mendapatkan keunggulan bersaing di pasar internasional.

Komponen dalam Sistem Berlian Porter dijelaskan sebagai berikut:

1) Kondisi Faktor Sumberdaya

Posisi Indonesia berdasarkan sumberdaya yang dimiliki merupakan faktor produksi yang diperlukan untuk bersaing dalam industri CPO. Faktor produksi digolongkan ke dalam lima kelompok:

a) Sumberdaya Fisik atau Alam

Sumberdaya fisik atau sumberdaya alam yang mempengaruhi dayasaing nasional mencakup biaya, aksestabilitas, mutu dan ukuran lahan (lokasi), ketersediaan air, mineral, dan energi sumberdaya perkebunan kelapa sawit. Begitu juga kondisi cuaca dan iklim, luas wilayah geografis, kondisi topografis dan lain-lain.

b) Sumberdaya Manusia

Sumberdaya manusia yang mempengaruhi dayasaing industri CPO nasional terdiri dari jumlah tenaga kerja yang tersedia, kemampuan manajerial dan keterampilan yang dimiliki, biaya tenaga kerja yang berlaku (tingkat upah), dan etika kerja (termasuk moral).

c) Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Sumberdaya IPTEK mencakup ketersediaan pengetahuan pasar, pengetahuan teknis dan pengetahuan ilmiah yang menunjang dan diperlukan dalam memproduksi CPO. Begitu juga ketersediaan sumber-sumber pengetahuan dan teknologi, seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan, asosiasi pengusaha, asosiasi perdagangan dan sumber pengetahuan dan teknologi lainnya.

(31)

16 d) Sumberdaya Modal

Sumberdaya modal yang mempengaruhi dayasaing CPO nasional terdiri dari jumlah dan biaya (suku bunga) yang tersedia, jenis pembiayaan (sumber modal), aksesibilitas terhadap pembiayaan, kondisi lembaga pembiayaan dan perbankan, tingkat tabungan masyarakat, peraturan keuangan, kondisi moneter, fiskal serta peraturan moneter dan fiskal.

e) Sumberdaya Infrastruktur

Sumberdaya infrastruktur yang mempengaruhi dayasaing CPO nasional terdiri dari ketersediaan, jenis, mutu dan biaya penggunaan infrastruktur yang mempengaruhi persaingan. Termasuk sistem transportasi, komunikasi, pos, giro, pembayaran transfer dana, air bersih, energi listrik dan lain-lain.

2) Kondisi Pemintaan

Kondisi permintaan dalam negeri merupakan faktor penentu dayasaing industri CPO Indonesia, terutama mutu permintaan domestik. Mutu permintaan domestik merupakan sasaran pembelajaran perusahaan-perusahaan domestik untuk bersaing di pasar global. Mutu permintaan (persiapan yang ketat) di dalam negeri memberikan tantangan bagi setiap perusahaan untuk meningkatkan dayasaingnya sebagai tanggapan terhadap mutu persaingan di pasar domestik. Ada tiga faktor kondisi permintaan yang mempengaruhi dayasaing industri nasional yaitu:

a) Komposisi Permintaan Domestik

Karakteristik permintaan domestik sangat mempengaruhi dayasaing industri nasional. Karakteristik tersebut meliputi:

i) Struktur segmen permintaan domestik sangat mempengaruhi dayasaing nasional. Pada umumnya perusahaan-perusahaan lebih mudah memperoleh dayasaing pada struktur segmen permintaan yang lebih luas dibandingkan dengan struktur segmen yang sempit.

ii)Pengalaman dan selera pembeli yang tinggi akan meningkatkan tekanan kepada produsen untuk menghasilkan produk yang bermutu dan memenuhi standar yang tinggi yang mencakup standar mutu produk, product features dan pelayanan.

(32)

17 iii)Antisipasi kebutuhan pembeli yang baik dari perusahaan dalam negeri

merupakan suatu poin dalam memperoleh keunggulan bersaing. b) Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan

Jumlah atau besarnya permintaan domestik mempengaruhi tingkat persaingan dalam negeri, terutama disebabkan oleh pembeli bebas, tingkat pertumbuhan permintaan domestik, timbulnya permintaan baru dan kejenuhan permintaan lebih awal sebagai akibat perusahaan melakukan penetrasi lebih awal. Pasar domestik yang luas dapat diarahkan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dalam suatu industri. Hal ini dapat dilakukan jika industri melakukannya dalam skala ekonomis melalui adanya penanaman modal dengan membangun fasilitas skala besar, pengembangan teknologi dan peningkatan produktivitas.

c) Internasionalisasi Pemintaan Domestik

Pembeli lokal yang merupakan pembeli dari luar negeri akan mendorong dayasaing industri nasional, karena dapat membawa produk tersebut ke luar negeri. Konsumen yang memiliki mobilitas internasional tinggi dan sering mengunjungi suatu negara juga dapat mendorong meningkatnya dayasaing produk negeri yang dikunjungi tersebut.

3) Industri Terkait dan Industri Pendukung

Keberadaan industri terkait dan industri pendukung pada industri CPO yang telah memiliki dayasaing global juga akan mempengaruhi dayasaing industri utamanya. Industri hulu yang memiliki dayasaing global akan memasok input bagi industri utama dengan harga yang lebih murah, mutu yang lebih baik, pelayanan yang cepat, pengiriman tepat waktu dan jumlah sesuai dengan kebutuhan industri utama, sehingga industri tersebut juga akan memiliki dayasaing global yang tinggi. Begitu juga industri hilir yang menggunakan produk industri utama sebagai bahan bakunya. Apabila industri hilir memiliki dayasaing global maka industri hilir tersebut dapat menarik industri hulunya untuk memperoleh dayasaing global.

(33)

18

4) Struktur, Persaingan, Strategi Perusahaan

Struktur industri juga menentukan dayasaing yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan yang tercakup dalam industri tersebut. Struktur industri yang monopolistik kurang memiliki daya dorong untuk melakukan perbaikan-perbaikan serta inovasi-inovasi baru dibandingkan dengan struktur industri yang bersaing. Struktur perusahaan yang berada dalam industri sangat berpengaruh terhadap bagaimana perusahaan yang bersangkutan dikelola dan dikembangkan dalam suasana tekanan persaingan, baik domestik maupun internasional. Dengan demikian secara tidak langsung akan meningkatkan dayasaing global industri yang bersangkutan.

a) Struktur Pasar

Istilah struktur pasar digunakan untuk menunjukan tipe pasar. Derajat persaingan struktur pasar (degree of competition of market share) dipakai untuk menunjukan sejauhmana perusahaan-perusahaan individual mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi harga atau ketentuan-ketentuan lain dari produk yang dijual di pasar. Struktur pasar didefinisikan sebagai sifat-sifat organisasi pasar yang mempengaruhi perilaku dan keragaan perusahaan. Jumlah penjual dan keadaan produk (nature of the product) adalah dimensi-dimensi yang penting dari struktur pasar. Adapula dimensi-dimensi lainnya yaitu mudah atau sulitnya memasuki industri (hambatan masuk pasar), kemampuan perusahaan mempengaruhi permintaan melalui iklan dan lain-lain. Beberapa struktur pasar yang ada antara lain pasar persaingan sempurna, pasar monopoli, pasar oligopoli, pasar monopsoni dan pasar oligopsoni. Biasanya struktur pasar yang dihadapi suatu industri seperti monopoli dan oligopoli lebih ditentukan oleh kekuatan perusahaan dalam menguasai pangsa pasar yang ada, dibandingkan dengan jumlah perusahaan yang bergerak dalam suatu industri.

b) Persaingan

Tingkat persaingan dalam industri merupakan salah satu pendorong bagi perusahaan-perusahaan yang berkompetisi untuk terus melakukan inovasi. Keberadaan pesaing lokal yang handal dan kuat merupakan faktor penentu dan sebagai motor penggerak untuk memberikan tekanan pada

(34)

19 perusahaan lain dalam meningkatkan dayasaingnya. Perusahaan-perusahaan yang telah teruji pada persaingan ketat dalam industri nasional akan lebih mudah memenangkan persaingan internasional dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang belum memiliki dayasaing yang tingkat persaingannya rendah.

c) Strategi Perusahaan

Dalam menjalankan suatu usaha, baik usaha yang berskala besar maupun perusahaan berskala kecil, dengan berjalannya waktu, pemilik atau manajer dipastikan mempunyai keinginan untuk mengembangkan usahanya ke dalam lingkup yang lebih besar. Untuk mengembangkan usaha, perlu strategi khusus yang terangkum dalam suatu strategi pengembangan usaha. Dalam penyusunan suatu strategi diperlukan perencanaan yang matang dengan mempertimbangkan semua faktor yang berpengaruh terhadap organisasi atau perusahaan tersebut.

5) Peran Pemerintah

Peran pemerintah sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap upaya peningkatan dayasaing global, tetapi berpengaruh terhadap faktor-faktor penentu dayasaing global. Perusahaan-perusahaan yang berada dalam industri mampu menciptakan dayasaing global secara langsung. Peran pemerintah merupakan fasilitator bagi upaya untuk mendorong perusahaan-perusahaan dalam industri agar senantiasa melakukan perbaikan dan meningkatkan dayasaingnya. Pemerintah dapat mempengaruhi aksesibilitas pelaku-pelaku industri terhadap berbagai sumberdaya melalui kebijakan-kebijakannya, seperti sumberdaya alam, tenaga kerja, pembentukan modal, sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi. Selain itu, Pemerintah juga dapat mempengaruhi tingkat dayasaing melalui kebijakan yang memperlemah faktor penentu dayasaing industri, tetapi pemerintah tidak dapat secara langsung menciptakan dayasaing global namun memfasilitasi lingkungan industri yang mampu memperbaiki kondisi faktor penentu dayasaing, sehingga perusahaan-perusahaan yang berada dalam industri mampu mendayagunakan faktor-faktor penentu tersebut secara efektif dan efisien.

(35)

20

6) Peran Kesempatan

Peran kesempatan merupakan faktor yang berada di luar kendali industri atau pemerintah, tetapi dapat meningkatkan dayasaing global industri nasional. Beberapa kesempatan yang dapat mempengaruhi naiknya dayasaing industri global nasional adalah penemuan baru yang murni, biaya perusahaan yang tidak berlanjut (misalnya terjadi perubahan harga minyak atau depresiasi mata uang), meningkatkan permintaan produk industri yang bersangkutan lebih tinggi dari peningkatan pasokan, politik yang diambil oleh negara lain serta berbagai faktor kesempatan lainnya.

3.1.1.2. Keunggulan Komparatif

Konsep keunggulan komparatif (The Law of Comparative Advantage) pertama kali dikemukakan oleh David Ricardo pada awal abad ke 19. Konsep ini menyatakan bahwa suatu negara yang kurang efisien akan berspesialisasi dalam memproduksi komoditi ekspor pada komoditi yang mempunyai kerugian absolut kecil. Dari komoditi ini negara tersebut mempunyai keunggulan komparatif dan akan mengimpor komoditi yang kerugian absolut lebih besar (Salvatore 1997). Intinya, suatu negara akan memperoleh keuntungan dari perdagangan dengan negara lain bila negara tersebut berspesialisasi dalam komoditi yang dapat diproduksi dengan lebih efisien (mempunyai keunggulan absolut) dan mengimpor komoditi yang kurang efisien (mengalami kerugian absolut)

Metode yang dapat digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif adalah dengan menggunakan Balassa’s Revealed Comparative Advantage Index (RCA) - diciptakan oleh Ballasa pada tahun 1965 - yang membandingkan pangsa pasar ekspor sektor tertentu suatu negara dalam pangsa pasar sektor tertentu tersebut di pasar dunia. Indeks RCA ini dapat digunakan untuk mengetahui posisi keunggulan bersaing dari suatu komoditas di pasar internasional dibandingkan dengan negara produsen lainnya. (Serin 2008).

Keunggulan menggunakan indeks RCA adalah indeks ini mempertimbangkan keuntungan intrinsik komoditas ekspor tertentu dan konsisten dengan perubahan di dalam suatu ekonomi produktivitas dan faktor anugerah relatif (Bender & Li 2002). Kelemahan indeks RCA ini adalah indeks ini tidak dapat membedakan antara peningkatan di dalam faktor sumberdaya dan penerapan

(36)

21 kebijakan perdagangan yang sesuai. Selain itu indeks RCA ini memiliki kelemahan dalam mengukur keunggulan komparatif dari kinerja impor dan mengesampingkan pentingnya permintaan domestik, ukuran pasar domestik dan perkembangannya (Batra & Khan 2005).

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Minyak sawit merupakan salah satu produk primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa nonmigas bagi Indonesia. Industri minyak sawit di Indonesia memiliki peranan yang sangat signifikan dalam perkenomian Indonesia. Minyak sawit diperkirakan akan mampu memenuhi tuntutan pemenuhan kebutuhan global dan domestik, yaitu minyak sawit untuk pangan (food), makanan ternak (feed), bahan bakar nabati atau biodiesel (biofuel), dan serat (biofibre) atau 4-F. Pengembangan industri hilir minyak sawit memberi manfaat antara lain dalam menciptakan nilai tambah di dalam negeri, penyerapan tenaga kerja, pengembangan wilayah industri, proses alih teknologi, dan untuk ekspor sebagai penghasil devisa.

Data dari Direktorat Jenderal Perkebunan (2011) menunjukkan bahwa 57,97 persen ekspor minyak sawit Indonesia masih berupa CPO, dan 42,03 persen dalam bentuk produk olahan sederhana yang berupa olein/minyak goreng dan oleokimia dasar. Hal inilah yang menyebabkan Indonesia masih kalah bersaing dengan Malaysia yang juga merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia. Indonesia unggul dalam hal ekspor CPO dibandingkan dengan Malaysia, namun kalah dengan Malaysia dalam hal ekspor produk turunan CPO. Pada tahun 2011, nilai ekspor produk hilir dari minyak sawit Indonesia baru mencapai US$ 8.484.231.868 dan masih kalah dengan Malaysia yang sudah mencapai US$ 13.650.379.875.

Kondisi ini menunjukkan bahwa Indonesia masih mengandalkan ekspor minyak sawit yang masih belum diolah dan industri hilir atau industri turunan produk minyak sawit masih terbatas. Berbeda dengan Malaysia yang sejak tahun 1996 sudah mulai melakukan klustering industri minyak sawit dan pengembangan industri hilir minyak sawit. Indonesia saat ini baru menghasilkan 23 jenis produk hilir minyak sawit dari sekitar 100 produk hilir minyak sawit yang berupa pangan

(37)

22 maupun nonpangan. Selain itu, sebagian besar CPO yang diolah di dalam negeri masih berupa produk bernilai tambah rendah yakni minyak goreng.

Gambaran di atas menjadi dasar pemikiran untuk melakukan analisis dayasaing minyak sawit dan turunannya di Indonesia serta merumuskan strategi pengembangan untuk meningkatkan dayasaing tersebut. Untuk menjelaskan kekuatan dayasaing minyak sawit secara relatif terhadap produk sejenis dari negara lain yang juga menunjukkan posisi komparatif Indonesia sebagai produsen minyak sawit dibandingkan negara lainnya menggunakan Revealed Comparative Advantage. Analisis dayasaing menggunakan Teori Berlian Porter dilakukan dengan tujuan mengetahui kesiapan industri minyak sawit Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan. Sementara perumusan strategi dilakukan dengan menggunakan alat analisis Matriks SWOT dengan tujuan memperoleh strategi yang mampu mengoptimalkan kekuatan dan segala peluang yang ada sehingga kelemahan dan ancaman yang dihadapi dapat diminimalisir akibatnya. Kemudian strategi dirumuskan berdasarkan analisis SWOT dan selanjutnya dipetakan ke dalam suatu arsitektur strategis. Kerangka pemikiran operasional penelitian ini digambarkan pada Gambar 1.

(38)

23

(39)

24

IV.

METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini membahas tentang dayasaing minyak sawit dengan menganalisis faktor internal dan faktor eksternal industri minyak sawit di Indonesia, serta strategi pengembangan yang dapat dihasilkan untuk meningkatkan dayasaing minyak sawit dan turunannya. Lingkup penelitian ini meliputi analisis dayasaing dan strategi pengembangan minyak sawit dengan skala nasional (makro). Waktu pengambilan data berlangsung dari bulan Juni hingga September 2012.

4.2. Data dan Instrumentasi

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara mendalam dengan pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini yaitu MAKSI, GAPKI, sedangkan data sekunder diperoleh dari Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan Pusat Statistik, Kementerian Perindustrian, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Direktorat Pangan dan Pertanian, Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSE-KP), Pusat Data dan Informasi Pertanian, literatur-literatur penelitian terdahulu, buku dan internet. Instrumen atau alat pengumpul data yang digunakan berupa daftar pertanyaan/panduan wawancara yang telah disusun secara tertulis sesuai dengan masalah, alat pencatat, review dokumen dan alat penyimpanan data elektronik.

4.3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian dilakukan sendiri oleh peneliti dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara khusus (Elite Interviewing). Wawancara khusus dilakukan untuk mendapatkan informasi yang lebih dalam melalui pakar dalam bidang tertentu dengan menganalisis pengaruh kebijakan dan strategi pemerintah serta menciptakan strategi alternatif pada sebuah penelitian (Hochschild 2009). Dalam penelitian ini wawancara khusus ditujukan kepada pakar dalam dunia perminyaksawitan di Indonesia dan studi literatur dari berbagai sumber dan buku serta dengan browsing internet.

(40)

25

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif digunakan untuk mengetahui dayasaing minyak sawit di Indonesia, serta untuk menganalisis strategi pengembangan minyak sawit di Indonesia. Untuk menjelaskan kekuatan dayasaing komoditi minyak sawit secara relatif terhadap produk sejenis dari negara lain yang juga menunjukkan posisi komparatif Indonesia sebagai produsen minyak sawit dibandingkan negara lainnya menggunakan Revealed Comparative Advantage. Alat yang digunakan untuk menganalisis dayasaing minyak sawit secara kompetitif di Indonesia adalah Teori Berlian Porter, sedangkan untuk mengetahui strategi pengembangan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan dayasaing minyak sawit di Indonesia, digunakan metode SWOT. Kemudian, untuk menyusun dan memetakan strategi pengembangan minyak sawit di Indonesia yang telah diperoleh, digunakan Arsitektur Strategi.

4.4.1. Analisis Revealed Comparative Advantage

Analisis Revealed Comparative Advantage Index (RCA) digunakan untuk untuk mengetahui posisi keunggulan komparatif komoditas minyak sawit Indonesia diantara negara-negara produsen lainnya di pasar internasional. Selain itu, indeks ini juga dapat mengukur dayasaing industri suatu negara, apakah industri tersebut cukup tangguh di pasar internasional atau tidak dapat diketahui secara kuantitatif dengan menggunakan indeks ini. Menurut Batra & Khan (2005) indeks RCA dirumuskan sebagai berikut :

Dimana: Xij = Nilai ekspor sektor i negara j

Xj = Total ekspor dari negara j

Xiw = Total ekspor dunia dari sektor i

Xw = Total ekspor dunia.

RCA didefinisikan bahwa jika pangsa ekspor komoditi minyak sawit didalam total ekspor komoditi dari suatu negara lebih besar dibandingkan pangsa

(41)

26 pasar ekspor komoditi minyak sawit didalam total ekspor komoditi dunia, diharapkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif dalam produksi dan ekspor komoditi minyak sawit. Apabila nilai RCA lebih dari satu berarti negara itu mempunyai keunggulan komparatif (di atas rata-rata dunia) untuk komoditi minyak sawit dalam penelitian ini artinya minyak sawit Indonesia berdayasaing kuat. Sebaliknya jika nilai lebih kecil dari satu berarti keunggulan komparatif untuk komoditi minyak sawit rendah (di bawah rata-rata dunia) atau berdayasaing lemah.

4.4.2. Analisis Berlian Porter

Dayasaing minyak sawit di Indonesia dapat diketahui dengan menggunakan Teori Berlian Porter. Analisis dilakukan dengan menggunakan tiap komponen dari Teori Berlian Porter (Porter’s Diamond Theory). Sebelum melakukan analisis, dilakukan pengumpulan semua informasi yang berkaitan dengan industri minyak sawit di Indonesia dengan cara studi literatur dari berbagai sumber, wawancara khusus (Elite Interviewing) dengan kelompok elit tertentu dalam dunia perminyaksawitan di Indonesia

Menurut Porter (1990) analisis komponen Teori Berlian Porter meliputi hal-hal berikut:

1) Kondisi Faktor Sumberdaya, berupa analisis sumberdaya fisik atau alam, sumberdaya manusia, sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi, sumberdaya modal, dan sumberdaya infrastruktur.

2) Kondisi Pemintaan, berupa analisis komposisi permintaan domestik, jumlah permintaan dan pola pertumbuhan, serta internasionalisasi pemintaan domestik

3) Industri Terkait dan Industri Pendukung, berupa analisis industri hulu dan industri hilir.

4) Struktur, Persaingan, Strategi Perusahaan, berupa analisis struktur pasar, tingkat persaingan, dan strategi industri.

5) Peran Pemerintah, berupa analisis terhadap kebijakan yang dikeluarkan, penetapan standar produk nasional, dan berbagai kebijakan terkait lainnya.

6) Peran Kesempatan, berupa analisis faktor yang berada di luar kendali industri atau pemerintah.

(42)

27

Keterangan :

Garis ( _____ ) menunjukkan keterkaitan antara komponen utama yang saling mendukung

Garis ( - - - ) menunjukkan keterkaitan antara komponen penunjang yang mendukung komponen utama

Gambar 2. The Complete System of National Competitive Advantage Sumber : Porter (1990), Hlm. 127

Melalui Porter’s Diamond System dapat dilihat bagaimana keterkaitan antar komponen, sehingga akan tampak komponen-komponen yang saling mendukung atau tidak saling mendukung. Dayasaing dalam Sistem Berlian Porter dikatakan kuat apabila banyak keterkaitan antar komponen yang saling mendukung, sementara dayasaing dikatakan lemah apabila banyak keterkaitan antar komponen yang tidak saling mendukung (Porter 1990). Hasil keseluruhan interaksi antar komponen yang saling mendukung sangat menentukan perkembangan yang dapat menjadi competitive advantage dari suatu industri.

4.4.3. Analisis SWOT

Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui faktor internal dan eksternal industri minyak sawit di Indonesia. Faktor internal merupakan kegiatan dan pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan pengolahan minyak sawit. Sedangkan faktor eksternal merupakan kegiatan dan pihak-pihak yang berada di luar kegiatan pengolahan minyak sawit, termasuk lingkungan global. Analisis SWOT yang

Gambar

Tabel 1. Jenis Industri Berbasis Minyak sawit dan Nilai Tambahnya
Gambar 2. The Complete System of National Competitive Advantage          Sumber : Porter (1990), Hlm
Gambar 4. Persentase Penggunaan CPO di Indonesia
Tabel 7. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit (CPO) Menurut Negara Tujuan  dan Asal, 2010
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan dapatan kajian ini maka kombur jenaka dianggap sebagai suatu jenis wacana cerita jenaka berbentuk dongeng, humor, dan anekdot yang berkesan

Hiasan pada bangunan tersebut dijumpai beragam ornamen/ragam hias yang bervariasi antara satu tempat dengan tempat yang lain sehingga menarik untuk

namun, turbin angin vertikal memiliki keunggulan yaitu Turbin angin sumbu vertikal tidak harus diubah posisinya jika arah angin berubah, tidak seperti turbin

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat disimpulakan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis adalah kemampuan seseorang untuk mampu berfikir secara beralasan dan

Kota Malang yang tidak dianggap sebagai kota seni-budaya ternyata di kota ini ada juga pecinta seni yang berani membuka galeri swasta. Seorang dokter yaitu dr. Purnomo Limanto

PERSEPSI DAN PERILAKU KONSUMSI SAYURAN ORGANIK OLEH WARGA KECAMATAN PEDURUNGAN.. DI

Artinya, yang dimaksud dengan sinonim adalah kata yang memiliki bentuk berbeda tetapi mengandung pengertian atau makna yang hampir sama. Misalnya kata jikan, jikoku,

Pék cocogkeun hasil pagawéan Sadérék kana jawaban latihan anu geus disayagikeun di bagian tukang ieu modul. Itung jumlah jawaban anu benerna, tuluy gunakeun rumus